METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Juni 2012 sampai dengan Desember 2012 bertempat di Laboratorium Pengolahan, Laboratorium Kimia dan Laboratorium Instrumen pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBP4BPK), Jakarta. Laboratorium Analisis Bahan, Depertemen Fisika FMIPA, IPB dan PT BIN Batan, Serpong.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah tulang ikan nila yang di dapat dari Aqua Farm, Semarang. NaOH 1N, HCl 1N, dan bahan-bahan kimia untuk analisa proksimat. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan nanokalsium adalah berupa panci perebusan, laboratory mill, autoclave, seperangkat alat ekstraksi, alat gelas, vakum filtrasi, filter, tanur, oven, hot plate, timbangan, seperangkat unit analisis proksimat. Instrument untuk analisis yang digunakan: whitness meter, Particle Size Analyser (PSA), Atomic Absorption Spectrometry (AAS), Spectrometry UVVis dan Scanning Electron Microscopy (SEM/EDS), Fourier Transform Infrared (FTIR) dan X-ray Diffraction (XRD).
Metode Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan penelitian yaitu : (1) Persiapan bahan baku; (2) Ekstraksi nanokalsium tulang ikan dan (3) Karakterisasi sifat fisikokimia bahan baku dan nanokalsium seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Penelitian I : Persiapan Bahan Baku Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan bahan baku dalam bentuk bubuk kasar tulang ikan nila yang siap diekstraksi. Tahap ini dilakukan dalam beberapa tahapan proses seperti pencucian, perebusan, pengeringan dan pengecilan ukuran seperti yang disajikan pada Gambar 2. Tahapan awal proses yaitu limbah tulang ikan nila dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran, darah dan lendir, kemudian dibuang kepala ikan sehingga tersisa limbah tulang ikan dengan sisa yang masih melekat, selanjutnya tulang ikan direbus menggunakan air mendidih (100 C; 30 menit) kemudian didinginkan dan dilakukan pemisahan sisa daging yang menempel pada tulang ikan dengan cara dicuci menggunakan air mengalir dan disikat sehingga menghasilkan tulang ikan nila bersih. Tulang ikan nila yang bersih selanjutnya
18
dikeringkan menggunakan pengeringan matahari (kadar air < 8%) dan pengecilan ukuran tulang ikan menjadi bubuk kasar tulang ikan nila (0.2-0.5 cm) yang siap untuk diekstraksi. Limbah Tulang Ikan Nila
Persiapan Bahan Baku
Tahap I
Bubuk Kasar Tulang Nila
Ekstraksi Akuades
Ekstraksi NaOH
Hidrolisis NaOH
Ekstraksi HCl
Ekstraksi HCl
Tahap II
Nano Kalsium Karakterisasi Sifat Fisikokimia: Rendemen, Derajat putih, PSA Proksimat Analisis Ca & P SEM/EDS, FTIR, XRD
Tahap III
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian
Penelitian II: Ekstraksi Nanokalsium Tulang Ikan Tahapan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode ekstraksi terhadap karakteristik nanokalsium yang dihasilkan. Proses ekstraksi yang dilakukan menggunakan 4 metode ekstraksi (Gambar 3) dengan kode sampel (Tabel 6) yaitu: (1) akuades (Dongoran et al. 2007); (2) NaOH (Murtiningrum 1997); (3) NaOH dilanjutkan dengan ekstraksi menggunakan HCl (Suptijah et al. 2010b); dan (4) HCl (Thalib 2009). Ekstraksi dengan akuades (Modifikasi Dongoran et al. 2007) Proses yang dilakukan adalah sampel tulang ikan nila, direbus menggunakan akuades pada suhu 100 C sebanyak 3 kali dengan waktu pada setiap perebusan adalah 60 menit, kemudian sampel difiltrasi dan didinginkan pada suhu ruang selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 50 C selama 12 jam (kadar air < 8%).
19
Ekstraksi dengan NaOH (Modifikasi Murtiningrum 1997) Sampel tulang ikan nila diekstraksi dengan larutan NaOH 1 N (sampel:pelarut adalah 1:3) pada suhu 100 C selama 60 menit, proses ekstraksi ini dilakukan sebanyak 3 kali. Proses netralisasi dilakukan pada sampel menggunakan akuades dan dipanaskan pada suhu 100 C selama 60 menit sehingga pH sampel menjadi netral. Setelah mencapai pH netral, sampel dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50 C selama 12 jam (kadar air < 8%). Ekstraksi dengan NaOH dilanjutkan ekstraksi dengan HCl (Modifikasi Suptijah et al. 2010b) Ekstraksi sampel menggunakan NaOH 1 N pada suhu 100 C selama 60 menit, difiltrasi dan dinetralkan dengan proses pencucian berulang menggunakan akuades hingga netral (pH = 7), selanjutnya dihidrolisis menggunakan HCl 1 N selama 24 jam pada suhu ruang dengan perbandingan sampel dan pelarut (1:3). Setelah proses perendaman 24 jam menggunakan HCl selanjutnya dilakukan proses ekstraksi pada suhu 100 C selama 60 menit. Sampel setelah diekstraksi selanjutnya didinginkan kemudian difiltrasi untuk memisahkan residu dan filtrat. Residu hasil pemisahan selanjutnya akan diekstraksi lagi dengan HCl 1 N (3 kali ekstraksi), didinginkan dan difiltrasi, kemudian residu hasil filtrasi dinetralkan hingga mencapai pH netral kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50 C (kadar air < 8%). Limbah ikan nila Pencucian & pemisahan kepala Limbah tulang ikan nila Perebusan 100 C, 60 mnt Pelepasan sisa daging yang melekat pada tulang nila Pencucian Pengeringan Pengecilan ukuran tulang Bubuk tulang ikan nila (0.2-0.5 cm) Bahan baku
Gambar 2 Diagram alir persiapan bahan baku
20
Ekstraksi dengan HCl (Modifikasi Thalib 2009) Sampel tulang ikan nila dihidrolisis menggunakan HCl 1 N (sampel:pelarut adalah 1:3) selama 24 jam dan kemudian diekstraksi pada suhu 100 C selama 60 menit, didinginkan selanjutnya difiltrasi untuk pemisahan filtrat dan residu. Residu kemudian diekstraksi (3 kali ekstraksi) menggunakan HCl 1 N pada suhu dan waktu yang sama, kemudian didinginkan, difiltrasi dan dinetralisasi menggunakan akuades hingga mencapai pH netral. Sampel yang telah dinetralkan kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50 C (kadar air < 8%). Semua sampel hasil ekstraksi dengan menggunakan 4 metode ekstraksi yang dilakukan, selanjutnya dikeringkan kemudian dibuat menjadi tepung menggunakan disc mill dan diayak menggunakan saringan 100 mesh, selanjutnya untuk mempertahankan mutu sampel dilakukan proses sterilisasi pada suhu 121C selama 15 menit. Bahan Baku
Akuades 100C, 60 mnt (3 kali perebusan)
Ekstraksi NaOH 1 N 100 C, (3 kali perebusan)
Pendinginan, filtrasi & netralisasi
Pendinginan, filtrasi & netralisasi
Pengeringan 50C KA < 8%
Pengeringan 50C KA < 8%
Penepungan & diayak
Penepungan & diayak
Sterilisasi
Sterilisasi
Ekstraksi NaOH 1 N, 100 C
Perendaman HCl 1 N, 24 jam
Pendinginan, filtrasi & netralisasi
Ekstrasi HCl 1.0 N, 100C, 60 mnt (3 kali perebusan)
Perendaman HCl 1 N, 24 jam Ekstrasi HCl 1.0 N, 100C, 60 mnt Pendinginan, filtrasi & netralisasi Pengeringan 50C KA < 8%
Pendinginan, filtrasi & netralisasi Pengeringan 50C KA < 8% Penepungan & diayak Sterilisasi
Penepungan & diayak Sterilisasi
Nano Kalsium Karakterisasi fisikokimia: Rendemen Analisis Ca & P Proksimat FTIR Derajat putih PSA, XRD & SEM
Gambar 3 Diagram alir ekstraksi dan karakterisasi nanokalsium
21
Tabel 6 Kode sampel Kode Sampel BB A B C D
Keterangan Bubuk kasar tulang ikan nila (bahan baku) Nanokalsium tulang ikan nila diekstraksi dengan akuades Nanokalsium tulang ikan nila diekstraksi dengan NaOH Nanokalsium tulang ikan nila diekstraksi dengan NaOH + HCl Nanokalsium tulang ikan nila diekstraksi dengan HCl
Penelitian III: Karakterisasi Bahan Baku dan Nanokalsium Karakterisasi sifat fisikokimia sampel dilakukan meliputi: rendemen, derajat putih (whiteness meter), ukuran partikel (PSA), analisis proksimat, analisis kalsium (AAS), analisis fosfor (spektrofotometer UV-Vis), karakterisasi morfologi (SEM), gugus fungsi penyusun (FTIR) dan struktur kristal (XRD). Prosedur Analisis 1. Rendemen Rendeman diperoleh dari perbandingan berat kering tepung tulang/serbuk kalsium (A) yang dihasilkan dengan berat tulang ikan kotor (masih terdapat sisa daging dan lemak) (B), dengan perhitungan: Rendemen % =
A x 100% B
2. Analisis derajat putih Derajat putih sampel dianalisis menggunakan whiteness meter (Kett Electric Laboratory, C-100-3). Sampel ditempatkan pada wadah yang transparan dan hasil pengukuran menyatakan intensitas warna 1 sampai 100. 3. Ukuran partikel (Rawie 2011) Ukuran partikel dilakukan menggunakan PSA (Particle Size Analyzer) merek Vasco-PSA, reflactometer Arago DL 135, Cordouan. Sampel diukur menggunakan metode LALLS (Low Angle Laser Light Scattering) dapat digunakan untuk ukuran partikel 0.1-3000 m. Sumber sinar laser pada intensitas gas He-Ne ( =0.63 m). Sebanyak 2 mg sampel dilarutkan menggunakan akuades, pelarut organik atau nonorganik untuk membentuk larutan suspensi kemudian dilakukan pengukuran.
22
4. Analisis proksimat a.
Kadar Air (AOAC 925.09 2005) Cawan aluminium dengan tutupnya dikeringkan dalam oven pada suhu 98-100 selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang ketika mencapai suhu ruang (A). Sampel ditimbang sebanyak ± 2 g dalam cawan (B). Cawan beserta isi dikeringkan dalam oven vakum pada suhu 98-100oC selama 6 jam, kondisi vakum pada tekanan ≤ 25 mm Hg (3.3 kPa). Cawan dipindahkan ke dalam desikator lalu didinginkan dan ditimbang. Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh berat konstan (C), dengan perhitungan: Kadar Air % bb =
B-(C-A) x 100 % B
b. Kadar Abu (AOAC 941.12 2005) Disiapkan cawan untuk melakukan pengabuan, kemudian dikeringkan dalam oven selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak ± 3 g dalam cawan (B), kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Selanjutnya dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400600oC selama 4-6 jam sampai terbentuk abu berwarna putih atau memiliki berat yang tetap. Abu beserta cawan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (C), dengan perhitungan: Kadar % bb =
c.
C-A x 100 % B
Kadar Protein Metode Mikro Abu Kjeldahl (AOAC 920.87 2005) Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 50 ml, lalu ditambahkan 7 g K2SO4, kjeltab 0,005 g jenis HgO dan 15 ml H2SO4 pekat dan 10 ml H2O2 ditambahkan secara perlahan ke dalam labu dan didiamkan 10 menit di ruang asam. Contoh didestruksi pada suhu 410 oC selama kurang lebih 2 jam atau sampai cairan berwarna hijau bening. Labu kjeldahl dicuci dengan akuades 50 hingga 75 ml, kemudian air tersebut dimasukkan ke dalam alat destilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi 25 ml asam borat (H3BO3) 4 % yang mengandung indikator bromcherosol green 0.1 % dan methyl red 0,1 % dengan perbandingan 2:1. Destilasi dilakukan dengan menambahkan 50 ml larutan NaOH-Na2S2O3 ke dalam alat destilasi hingga tertampung 100-150 ml destilat di dalam erlenmeyer dengan hasil destilat berwarna hijau. Lalu destilat dititrasi dengan HCl 0.2 N sampai terjadi perubahan warna merah muda yang pertama kalinya. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut:
23
% N=
mL HCl – mL blanko x N HCl x 14.007 x 100 % mg contoh
% Protein = % N x faktor konversi* *) FK
d.
= 6.25
Kadar Lemak (AOAC 960.39 2005) Labu lemak disediakan sesuai dengan ukuran alat ekstraksi soxhlet yang digunakan. Labu dikeringkan dalam oven dengan suhu 105-110 oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (A). Ditimbang sebanyak ± 2 g sampel (B) dalam kertas saring, kemudian ditutup dengan kapas bebas lemak. Kertas saring beserta isinya dimasukkan ke dalam ekstraksi soxhlet dan dipasang pada alat kondensor. Pelarut heksan dituangkan ke dalam labu soxhlet secukupnya. Dilakukan refluks selama 5 jam sampai pelarut yang turun kembali menjadi bening. Pelarut yang tersisa dalam labu lemak didestilasi dan kemudian labu dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator kemudian labu beserta lemak ditimbang (C) dan dilakukan perhitungan kadar lemak. Kadar Lemak % =
C-A x 100% B
5. Analisis Kalsium (AOAC 968.08 2005) Pembuatan larutan kalsium standar. Terhadap larutan stok Ca 1000 ppm, dibuat deret standar 2, 4, 8 ppm dengan memipet 0,2; 0,4; 0,8 larutan stok Ca 1000 ppm, masing-masing ke dalam labu ukur 100 ml. Lalu ditambahkan larutan Cl3La.7H2O (lantan) sebanyak 1 ml ke dalam masing-masing labu takar dan ditambahkan akuades sampai volume tepat 100 ml. Penetapan sampel. Pengabuan basah (wet digestion) menggunakan HNO3 65%, HClO4 60% dan HCl 37%. Sebanyak 1 g sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 ml dan diberi HNO3 5 ml, kemudian didiamkan selama 1 jam. Sampel selanjutnya dipanaskan selama 4 jam di atas hot plate, dan didinginkan. Setelah itu ditambahkan H2SO4 (pa = pro analisis) sebanyak 0.4 ml dan dipanaskan kembali selama 30 menit. Sampel diangkat dari hot plate dan diberi larutan HClO4:HNO3 (2:1) sebanyak 3 ml, kemudian dipanaskan selama 15 menit hingga sampel menjadi bening. Sampel ditambahkan dengan 2 ml akuades dan 0.6 ml HCl (pa), setelah bening dipanaskan hingga larut dan didinginkan. Sampel diencerkan sampai volume tertentu (aliquot 100 ml), kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman No. 42. Aliqout diambil sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan akuades 4 ml serta lantan 0.05 ml selanjutnya divortex, disentrifuse dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit dan filtrat dibaca dengan nyala atomisasi AAS pada panjang gelombang ( ) 422.7 nm. Hasil absorbansinya dibandingkan dengan standar Ca yang telah diketahui. Perhitungannya :
24
( ml aliqout/1000) x FP x (ppm sampel – ppm blanko) x 100% mg sampel Ket : FP = faktor pengenceran Ca(mg/100) = % Ca x 1000 Ca =
6. Kadar fosfor (AOAC 948.09 2005) Preparasi larutan. Sebanyak 10 g amonium molibdat diencerkan dengan 60 ml akuades dalam labu takar, kemudian ditambahkan 28 ml H2SO4 pekat secara bertahap dan diencerkan dalam akuades hingga 100 ml untuk menghasilkan larutan ammonium molibdat (NH4)6MnO24.4H2O) 10% (Larutan A). Sesaat sebelum dianalisis, larutan A diambil sebanyak 10 ml dan ditambahkan dengan 60 ml akuades dan 5 gram FeSO4.7H2O dalam labu takar dan diencerkan hingga 100 ml untuk menghasilkan larutan B. Pembuatan larutan standar. Sebanyak 4,394 g KH2PO4 dilarutkan dalam akuades sampai 1000 ml agar didapatkan konsentrasi P sebesar 1000 ppm. Sebanyak 10 ml larutan tersebut kemudian diencerkan dengan penambahan akuades 400 ml sehingga didapatkan konsentrasi sebesar 25 ppm. Kemudian dibuat konsentrasi larutan standar P = 2, 3, 4 dan 5 ppm masing-masing sebanyak 5 ml dengan mengambil larutan standar 25 ppm berturut-turut sebanyak 0.4; 0.6; 0.8 dan 1.0 ml. Masing-masing volume tersebut ditambahkan 2 ml larutan B dan akuades hingga 5 ml, kemudian dibaca dalam spektrofotometer dengan panjang gelombang () 660 nm. Penetapan sampel. Larutan sampel ditambahkan 2 ml larutan B, lalu dipipet ke dalam kuvet sebanyak 3 ml dan dibaca pada = 660 nm. Nilai absorbansi larutan standar 2, 3, 4 dan 5 ppm diukur dan diregresikan sehingga didapat persamaan y = a + bx. Kemudian nilai absorbansi sampel (y) dimasukkan untuk mendapatkan nilai konsentrasi sampel (x) Perhitungan kadar fosfor menggunakan rumus: Fosfor dalam sampel P2O5 % =
C x 2.5 W
Ket: C = konsentrasi fosfor dalam sampel (mg/100 ml) yang terbaca dari kurva standar W = berat sampel yang digunakan
7. Karakterisasi gugus fungsi menggunakan FTIR (Huang et al. 2011) Analisis sampel menggunakan FTIR (Fourier Transform Infrared) dapat mengidentifikasi gugus fungsi dalam sampel, sebanyak 2 mg sampel bubuk kalsium dicampurkan dengan 200 mg KBr, dihomogenisasi, lalu dibentuk pelet menggunakan pompa hidrolik sehingga membentuk kepingan tipis. Pengukuran spektrum sampel menggunakan FTIR (Spectrum one-FT-IR Spectrometer C69526, Perkins Eimer Precisely, dihubungkan dengan PC yang dilengkapi perangkat lunak OPUS) pada area IR (4000-400 cm-1), spektrum dihasilkan dengan kecepatan 32 detik dan resolusi 4 cm-1. Tampilan data spektrum yang terdapat titik serapan kemudian diubah ke dalam format DPT
25
(data point table) untuk keperluan pengolahan data. Selain data spektrum asli, dihasilkan pula data dengan perlakuan pendahuluan berupa garis dasar koreksi, normalisasi (nilai serapan diatur sehingga serapan tertinggi bernilai satu dan serapan terendah bernilai nol). 8. Karakterisasi morfologi menggunakan SEM/EDS (Cornor et al. 2003) Analisis sampel menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy) untuk mengetahui morfologi sampel, sebanyak 2 mg sampel diletakkan pada plat alumunium dan didistribusikan pada permukaan plat tersebut kemudian dilapisi dengan emas-palladium (60:40) setebal 48 nm, selanjutnya sampel diamati menggunakan SEM (JEOL, JSM-35C) pada tegangan 22 kV. EDS (Energy Dispersive X-ray Spectroscopy) merupakan satu perangkat dengan SEM. Karakterisasi menggunakan EDS adalah suatu teknik yang dapat diterapkan dalam penentuan komposisi unsur permukaan. Teknik ini memanfaatkan sinar-Xyang dipancarkan oleh unsur-unsur pada permukaan tampak sampel akibat dibombardir oleh elektron. 9. Karakterisasi menggunakan XRD (Huang et al. 2011) Analisis sampel menggunakan XRD (X-ray Diffraction) dilakukan untuk mengetahui fasa yang terdapat dalam sampel, menentukan ukuran kristal dan kristalinitas. Sampel dikarakterisasi menggunakan alat XRD (Emma GBC) yaitu 200 mg sampel dicetak langsung pada alumunium ukuran 2 x 2.5 cm dengan bantuan perekat, kemudian dihamburkan dengan Cu dengan panjang gelombang () 1.5406 Å pada kisaran 2 pada suhu 10 sampai 80 dan ukuran langkah 0.1.
Analisis Data Analisis statistik pada penelitian dilakukan untuk data hasil analisis fisikokimia (derajat putih, proksimat, kalsium dan fosfor) menggunakan rancangan ANOVA one-way (RAL) dengan tiga kali ulangan pada tiap perlakuan dan jika hasil uji menunjukkan perbedaan yang nyata maka dianalisis lebih lanjut dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada tingkat kepercayaan p< 0.05 (Steel and Torrie 1980), dengan menggunakan softwear SAS 9.1.3. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yij = µ + i +
ij
Keterangan: Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i (analisis fisikokimia) dan ulangan ke-j µ = Nilai rataan umum = Pengaruh perlakuan ke-i (jenis pengekstrak) i ij = Galat pengamatan atau percobaan pada perlakuan ke-i dengan ulangan ke-j
26
Hipotesis: Ho : Jenis pelarut pada proses ekstraksi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakteristik fisikokimia sampel. H1 : Jenis pelarut pada proses ekstraksi memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakteristik fisikokimia sampel.