29
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Maret – Juni 2009 di lahan petani, Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat.
Peralatan dan Instrumen Penelitian
Peralatan dan instrumen yang digunakan : penyiang semi-mekanis (tipe gasrok/Indonesian weeder dan tipe roller/Japanese weeder), penyiang mekanis (Power weeder), Heart rate monitor, metronome, Vibration meter VM-63A, Sound level meter, stopwatch, meteran, step bench dan tachometer.
(a)
(b) Gambar 11. Heart rate monitor dan metronome/pengukur denyut jantung (a); Pocketable Vibration Meter/pengukur getaran, Tachometer/pengukur kecepatan dan Sound Level Meter/pengukur kebisingan (b)
Karakteristik Subjek Penelitian
Subjek penelitian (operator yang diteliti) terdiri dari 3 orang laki-laki dan 3 orang perempuan. Subjek penelitian adalah pelaku dalam budidaya padi sawah. Meskipun subjek penelitian adalah pelaku yang terbiasa dalam budidaya padi
30
sawah, namun dalam penggunaan alat dan mesin ada beberapa subjek yang belum terbiasa. Untuk mengkondisikan keseragaman skill, maka semua subjek penelitian dilatih dalam penggunaan alat dan mesin penyiang sehingga dalam pengambilan data diharapkan semua dalam kondisi seragam.
Tabel 4. Karakteristik Subjek Penelitian Umur Subjek Kelamin Berat Badan (kg) (Tahun) F1 43 W 63 F2 47 W 55 F3 49 W 48 M1 16 P 50 M2 48 P 48 M3 57 P 36
Tinggi Badan (cm) 153.6 137.6 148 150 150 144.2
Pelaksanaan Penelitian Penyiapan Plot Pengamatan Pelaksanaan penelitian dilakukan terhadap 4 metode penyiangan yaitu
manual (hand weeding); semi-mekanis tipe gasrok (Indonesian weeder) dan tipe roller (Japanese weeder); dan mekanis (power weeder). Pengujian dan pengamatan dilakukan dalam 4 kali ulangan dengan luasan masing-masing plot adalah 15m x 2.5m. Dengan demikian total luas plot pengamatan yang dibutuhkan 4 x 4 x 6 x 15m x 2.5m. Layout plot pengamatan terlihat pada Gambar 12. 2.5m
2.5m
2.5m
2.5m
15 m
U1
U2
U3
Gambar 12. Luasan plot pengamatan masing-masing perlakuan
U4
31
Perlakuan: HW = Manual (Hand Weeding) IW = Semi mekanis tipe gasrok (Indonesian Weeder) JW = Semi mekanis tipe roller (Japanese Weeder) PW = Mekanis (Power Weeder) F = Subjek wanita (Female) M = Subjek Laki-laki (Male) Un = Ulangan pengujian/percobaan ke-n
Gambar 13. Kondisi petak lahan percobaan Masing-masing subjek (6 operator) melakukan penyiangan dengan menggunakan 4 jenis alat dan setiap perlakuan sebanyak 4 kali ulangan sehingga diperlukan sebanyak 96 plot uji. Jarak penyiangan padi mengikuti jarak tanam padi sesuai dengan metode organik yaitu jarak tanam 25 x 25 cm (Gambar 13).
Persiapan Alat
Alat yang digunakan terdiri dari penyiang semi mekanis (tipe gasrok dan tipe roller) dan penyiang mekanis (power weeder) model YA-1 yang menggunakan motor penggerak motor bensin 2 tak (Gambar 14).
32
(a)
(b)
(c) Gambar 14. Jenis-jenis alat penyiang yang digunakan (a) Gasrok; (b) power weeder; (c) Japanese’s weeder
Tabel 5. Spesifikasi masing-masing alat Parameter
Power weeder
Panjang (mm) Lebar stang kemudi (mm) Tinggi stang kemudi (mm) Berat (kg) Lebar alat (mm)
1 083 536 930 (min) 22 653
Japaneseese weeder 1 340 470 810 5 215
Indonesian weeder 1 485 315 775 10 140
Pengoperasian Alat
Pada masing-masing alat penyiang dioperasikan oleh 6 operator secara bergantian setiap 1 kali ulangan di luasan petak tanah pengamatan yang telah tersedia. Pengoperasian alat dilakukan pada saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam (hst). Pengambilan data waktu operasional dilakukan dengan menggunakan
33
2 stopwatch. Stopwatch pertama digunakan untuk mengukur waktu yang dibutuhkan untuk 1 luasan plot dan stopwatch yang lainnya digunakan untuk menghitung waktu yang terjadi pada saat melakukan belokan. Dengan memperhatikan waktu belokan ini, maka dapat diketahui faktor yang berpengaruh pada saat kondisi heart rate mengalami fluktuatif. Pengoperasian penyiangan dilakukan pada satu alur memanjang searah dengan pergerakan sinar matahari, karena persaingan antara gulma dan tanaman pokok selain dalam hal memperebutkan nutrisi makanan juga persaingan dalam hal memperebutkan cahaya. Pada alur yang searah dengan cahaya matahari terdapat lebih banyak gulma. Selain itu penyiangan yang dilakukan pada alur memanjang lebih efisien dalam hal waktu, banyaknya belokan akan mengakibatkan banyaknya waktu yang terbuang.
(a)
(b)
(d) (c) Gambar 15. Cara-cara penyiangan pengoperasian : (a) manual/hand weeding; (b) mekanis/power weeder; (c) semi mekanis tipe roller/Japanese weeder; (d) Tipe gasrok/Indonesian weeder
34
Pengambilan Data dan Analisis Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan dari beberapa aspek yaitu : Aspek Teknis
Dari aspek teknis, dapat diambil suatu kajian teknis untuk mengetahui dan memperoleh performance dari masing-masing tipe penyiangan, yang dapat dilihat dari beberapa parameter : Kapasitas Kerja
Kapasitas kerja merupakan suatu parameter penting dalam melihat performance suatu alat sehingga dapat diketahui kinerja dari alat tersebut. Dalam memperoleh kapasitas kerja ini diperlukan suatu metode pengambilan dan pengukuran data di lapangan. Pengamatan dilakukan dengan menghitung waktu total yang digunakan untuk mengoperasikan alat pada satuan luas tertentu. Kapasitas kerja efektif dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Imran et al. 2006) : Ke =
TL TW
..........................................................................
(8)
di mana : Ke = Kapasitas kerja efektif (ha/jam) TL = Total luas lahan yang disiangi (ha) TW = Total waktu kerja (jam) Ergonomika
Kajian ergonomika bertujuan untuk mengetahui nilai kenyamanan dan kesesuaian antara manusia dan alat yang digunakan dari aspek anatomi (struktur), fisiologi dan psikologi.
Konsumsi Energi Subjek/Operator
Pengukuran beban kerja dilakukan dengan beberapa subjek, yaitu 3 laki-laki dan 3 perempuan. Masing-masing subjek memiliki kebiasaan atau pengalaman mengoperasikan alat budidaya tanaman padi yang
35
berbeda namun dalam kegiatan pengukuran beban kerja fisik pada saat penelitian ini, subjek dikondisikan pada kemampuan mengoperasikan alat pertanian yang sama. Sebelum dilakukan pengukuran beban kerja fisik, tiap subjek diberikan suatu pelatihan dalam pengoperasian alat pertanian yang akan diuji agar diperoleh kemampuan kerja yang seragam. Kegiatan step test dilakukan dengan ketinggian pijakan yang sama yaitu 25 cm. Step test dilakukan dengan 4 ritme/frekuensi disesuaikan dengan kemampuan rata-rata subjek, secara berurutan 15, 20, 25 dan 30 siklus per menit masing-masing subjek dan selama 5 menit pada masingmasing frekuensi. Kebutuhan energi bagi tubuh untuk melakukan gerak disalurkan oleh darah melalui pembuluh-pembuluh darah ke seluruh tubuh yang membutuhkannya dengan jantung sebagai pemompanya. Setiap peningkatan penggunaan tenaga berarti akan meningkatkan kerja jantung. Pengukuran konsumsi energi dilakukan dengan metode beban kerja. Pengambilan data beban kerja dimulai dengan mengukur denyut jantung yang kemudian menghitung konsumsi energi yang dibutuhkan pada masing-masing operator, sehingga diketahui tingkat beban kerja fisik tiap operator saat penyiangan. Pengukuran denyut jantung dilakukan dengan prosedur berikut : -
Melakukan kalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan metode step test, yaitu melakukan aktivitas naik turun bangku setinggi 25 cm dan ritme kecepatan langkah dengan frekuensi 15, 20, 25, dan 30 siklus per menit (menggunakan irama dari metronome) di mana satu siklus adalah sekali naik dan sekali turun bangku. Pengukuran laju denyut jantung pada step test dilakukan tiap 5 menit dengan istirahat duduk selama 10 menit (Gambar 16).
-
Pemasangan heart rate monitor pada operator, sedangkan receiver nya dipasang di pergelangan tangan.
-
Pengukuran denyut jantung operator pada saat melakukan pekerjaan menyiang gulma, di mana sebelumnya operator
36
melakukan istirahat duduk selama 10 menit, waktu dan aktivitas pekerjaan dicatat dalam timesheet.
a. Kalibrasi step test Denyut jantung dipengaruhi juga oleh beban psikologi sehingga untuk mengetahui beban kerja membutuhkan suatu kalibrasi pada masing-masing operator. Kalibrasi pengukuran denyut jantung dilakukan dengan menggunakan metode step test. Ritme kecepatan langkah diukur pada frekuensi 15, 20, 25, dan 30 siklus/menit. Step test dilakukan oleh masing-masing operator dengan prosedur sebagai berikut: istirahat 1 (awal) selama 10 menit – step test 1 pada frekuensi 15 – istirahat 2 selama 10 menit – step test 2 pada frekuensi 20 – istirahat 3 selama 10 menit – step test 3 pada frekuensi 25 – istirahat 4 selama 10 menit – step test 4 pada frekuensi 30 – istirahat 5 (akhir) selama 10 menit. Denyut jantung direkam secara kontinyu pada interval 5 detik. Kemudian pada tahapan kalibrasi dihitung tenaga masing-masing operator yang dibutuhkan pada saat step test, dengan menggunakan persamaan (2). Kemudian, untuk menghindari subyektifitas nilai denyut jantung (HR), maka nilai HR harus dinormalisasikan agar diperoleh nilai HR yang lebih obyektif. Normalisasi dilakukan dengan cara perbandingan HR relatif saat step test terhadap HR saat istirahat. Nilai perbandingan tersebut dinamakan IRHR dengan persamaan (1). Setelah diperoleh nilai IRHR masing-masing subjek maka nilai tersebut diplotkan untuk dibuat grafik sehingga dapat diketahui korelasi antara TECST dengan IRHR dan diperoleh persamaan linear yang merupakan bentuk umum untuk masing-masing subyek seperti persamaan yang memiliki persamaan fungsi : IRHR = f (TEC )
37
Gambar 16. Metode step test
b. Beban kerja Kuantitatif Beban kerja berdasarkan nilai perhitungan dari parameter yang diperoleh pada saat melakukan pekerjaan, terdiri dari perhitungan nilai total energi (TEC), IRHR (nilai perbandingan denyut jantung), WEC (nilai energi efektif dalam melakukan pekerjaan) dan WEC' (nilai energi sebenarnya yang diterima seseorang). Pengukuran
beban
kerja
kuantitatif
ini
dimulai
dengan
pengambilan data denyut jantung (HR) yang dilakukan pada masingmasing subjek dengan melakukan step test terlebih dahulu pada frekuensi 20 siklus/menit yang berguna sebagai kontrol terhadap kondisi denyut jantung pada saat dilakukan pengukuran beban kerja di lahan, menggunakan tinggi tangga antara 25 - 30 cm selama 5 menit. Kemudian dilanjutkan pengambilan data denyut jantung pada masingmasing operator saat bekerja (melakukan penyiangan). Pengukuran beban kerja dapat dilihat prosedur seperti pada Gambar 17.
38
Pengambilan data subjek & lingkungan
Rest 1 (awal) 10 menit
Step test frekuensi 20 siklus/menit
Rest 2 5 - 10 menit
Kerja
Kuantitatif : - TEC kerja (kkal/menit) - IRHR - WEC (kal/menit) - WEC’ (kal/kg menit)
Rest 3 5 - 10 menit
Kualitatif : tingkat beban kerja seseorang (ringan/sedang/berat/sangat berat/luar biasa berat)
Gambar 17. Diagram prosedur pengukuran beban kerja Setelah diperoleh nilai TEC dan IRHR pada saat step test yang dilakukan masing-masing subjek kemudian dibuat grafik korelasi, diperoleh persamaan dengan bentuk umum untuk masing-masing subjek sebagai berikut :
Y = aX + b
........................................................................... (9)
di mana : Y = IRHR (kkal/menit) X = TEC Persamaan linier yang didapat, digunakan untuk mencari besarnya beban kerja pada saat operator mengoperasikan alat penyiang dengan memasukkan nilai rata-rata denyut jantung pekerja pada saat penyiangan ke dalam persamaan tersebut. Dengan memasukkan nilai
39
IRHR subjek saat melakukan kerja maka diperoleh nilai daya yang dikeluarkan oleh subjek tersebut. Persamaan ini kemudian digunakan untuk mengkonversi nilai IRHR menjadi TECw pada saat melakukan aktivitas. Untuk mengetahui nilai energi yang dikeluarkan untuk melakukan pekerjaan perlu dihitung nilai WEC (Work Energy Cost) dengan persamaan (4). Kemudian dilakukan perhitungan nilai energi sebenarnya yang diterima subjek (WEC') saat melakukan kerja. Hal ini dikarenakan berat badan seseorang mempengaruhi beban kerja yang diterima, sehingga pengaruh berat badan harus ditiadakan. Untuk mendapatkan nilai WEC’ (Work Energy Cost per Weight) digunakan persamaan (6).
c. Beban Kerja Kualitatif Pengukuran beban kerja ini dilakukan dengan melihat tingkat beban kerja seseorang berdasarkan nilai rata-rata IRHR yang diperoleh masing-masing subjek. Nilai kategori masing-masing tingkat beban kerja dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR Kategori Nilai IRHR Sangat Ringan 1.0 < IRHR < 1.25 Ringan 1.25 < IRHR < 1.50 Sedang 1.50 < IRHR < 1.75 Berat 1.75 < IRHR < 2.00 Sangat berat IRHR > 2.00 Sumber : Syuaib dalam Irawan (2008)
Getaran
Pengukuran getaran bertujuan untuk mengetahui apakah getaran yang ditimbulkan oleh suatu alat mekanis sangat mempengaruhi kinerja dan menimbulkan kelelahan seseorang yang ditentukan oleh lama getaran, intensitas dan frekuensi getaran. Pengukuran getaran dilakukan dengan menggunakan pocketable vibration meter (Riovibro
40
VM-63A) pada kondisi stasioner (Gambar 18). Getaran yang diukur yaitu getaran pada hand arm dan tingkat getaran yang diukur adalah percepatan (Acceleration) dalam m/s2. Pengukuran pada akselerasi perlu diperhatikan frekuensi getaran yang dihasilkan oleh engine yang digunakan (antara 10 Hz – 1000 Hz atau 1 kHz – 15 kHz). Pengukuran getaran ini kemudian disesuaikan dengan nilai percepatan yang direkomendasikan oleh OSHA dan WHO yaitu 4 m/s2 (Adinata, 2003).
Gambar 18. Pengukuran getaran
Kebisingan
Pengukuran kebisingan digunakan untuk mengetahui tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh alat mekanis. Pengukuran tingkat kebisingan menggunakan sound level meter dan dilakukan pada kondisi stasioner. Tingkat kebisingan diukur pada engine dan operator pada posisi di samping (dekat) telinga. Pengujian tingkat kebisingan dan getaran dilakukan pada saat motor penggerak beroperasi, di mana putaran motor penggerak diukur kecepatannya. Besarnya tingkat kebisingan yang diterima oleh subjek dapat dibandingkan dengan nilai kebisingan yang telah distandarkan (Tabel 4) dan untuk menghitung waktu yang diperbolehkan untuk suara bising.
41
Efektivitas
Efektivitas adalah pencapaian tujuan secara tepat, juga dapat diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuantujuan yang telah ditentukan. Didalam kegiatan penyiangan, efektivitas merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan dalam pemberantasan gulma. Sehingga perlu dilakukan pengukuran persentase gulma yang tersiangi dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Eft =
JGB − JGS * 100 % ................................................. (10) JGB
di mana : Eft = Persentase efektivitas penyiangan (%) JGB = Jumlah gulma sebelum penyiangan (rumpun) JGS = Jumlah gulma sesudah penyiangan (rumpun)
Aspek Ekonomi
Analisa ekonomi dilakukan untuk mengetahui atau mengestimasi biaya keseluruhan atau biaya yang harus dikeluarkan oleh pelaku agroekonomi dalam melakukan manajemen kegiatannya. Analisa dilakukan dari semua faktor kondisi yang telah dilakukan di lapangan dan faktor yang sesuai dengan kebutuhan. Suatu alat yang memiliki nilai optimal dilihat dari aspek ekonomi yaitu harus memiliki kriteria nilai tambah. Artinya mampu untuk meminimalkan biaya
operasional
dalam
melakukan
pekerjaannya.
Dimana
biaya
operasional merupakan biaya yang harus dikeluarkan dalam per satuan luasan. Sehingga analisis ekonomi ini diperlukan untuk menentukan biaya operasional yang harus dikeluarkan untuk masing-masing alat. Berdasarkan biaya tetap dan biaya tidak tetap serta kapasitas kerja alat, maka biaya operasional alat adalah (Pramudya, 2001): BT + BTT x BP = Ke
……………………........................
(11)
42
di mana : BP = Biaya operasional alat (Rp/ha) BT = Biaya tetap (Rp/tahun) BTT = Biaya tidak tetap (Rp/jam) Ke = Kapasitas kerja alat (ha/jam) x
= Jumlah jam kerja per tahun (jam/tahun)
Biaya Tetap
Biaya tetap adalah jenis-jenis biaya yang selama satu periode kerja tetap jumlahnya. Meskipun alat atau mesin bekerja dalam waktu yang berbeda, atau bahkan tidak digunakan untuk bekerja, biaya ini tetap ada dan harus diperhitungkan dan besarnya relatif tetap, terdiri dari : Biaya Penyusutan
Penyusutan adalah penurunan nilai dari suatu alat/mesin akibat dari pertambahan umur pemakaian (waktu). Biaya penyusutan dihitung berdasarkan umur ekonomisnya menggunakan metode garis lurus dengan rumus sebagai berikut (Pramudya, 2001) : D=
P−S N
........................................................................
(12)
di mana : D = Penyusutan (Rp/th) P = Harga awal alat (Rp) S = Harga akhir alat (Rp) N = Umur Ekonomis (tahun)
Bunga Modal dan Asuransi
Bunga modal dan asuransi dari investasi pada mesin pertanian diperhitungkan sebagai biaya, karena uang yang digunakan untuk membeli alat tidak dapat dipergunakan untuk usaha lain. Besarnya persentase pajak dan asuransi untuk alat dan mesin pertanian berbeda di setiap negara, bahkan tergantung pada kondisi lokal suatu wilayah. Di beberapa negara besarnya persentase pajak dan asuransi sebesar 2%
43
dan 3%. Dalam beberapa hal perhitungan bunga modal dan asuransi dapat disatukan dalam persamaan sebagai berikut (Pramudya, 2001) :
I=
iP( N + 1) 2N
..........……………………………………...
(13)
di mana : I = Bunga modal dan asuransi (Rp/tahun) i = Tingkat bunga modal dan asuransi (%/tahun) N = Umur Ekonomis (tahun)
Pajak dan biaya garasi (PG)
Penentuan besarnya pajak untuk mesin pertanian sangat berbeda di setiap Negara. Di Indonesia pemungutan pajak untuk mesin pertanian memang belum banyak dilakukan. Nilai yang paling tepat untuk biaya pajak adalah nilai pajak yang dikenakan pada mesin pada setiap tahunnya. Biaya pajak ditentukan berdasarkan presentase taksiran terhadap harga mesin atau peralatan tersebut. Besarnya presentase berbeda dari satu Negara ke Negara lain. Di beberapa negara besarnya pajak sekitar 2% dari harga awal per tahun (Pramudya, 2001). Bangunan sebagai tempat penyimpanan alat, jika tidak ada maka biaya bangunan harus dihitung dari akibat tidak adanya garasi/gedung pada alat atau mesin. Seperti diketahui bahwa dengan adanya garasi /gedung maka akan mengakibatkan perbaikan yang mudah dan aman, pemeliharaan yang teratur dan baik serta dapat mengurangi kerusakan mesin/alat. Dengan adanya garasi/gedung akan menyebabkan biaya perbaikan lebih kecil. Pada umumnya biaya garasi sebesar 1% dari harga awal per tahun (Pramudya, 2001). Biaya tetap adalah sebagai berikut : BT = D + I + PG …………………………………………….
(14)
Biaya Tidak Tetap
Biaya tidak tetap (variable cost) disebut juga dengan biaya operasi (operating cost). Biaya operasi ini bervariasi menurut pemakaian alat
44
dan mesin dan dipengaruhi pula menurut jam pemakainnya di sawah. Biaya tidak tetap terdiri dari : Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Alat
Besarnya biaya perbaikan dan pemeliharaan dinyatakan dalam persentase terhadap harga awal suatu mesin pertanian. Biaya perbaikan dan pemeliharaan sumber tenaga (motor penggerak) untuk alat-alat pertanian sebagai berikut (Pramudya, 2001) : PP = 1.2 % (P – S) / 100 jam ……………………...............
(15)
di mana : PP = Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Alat (Rp/jam) P = Harga awal dari alat (Rp) S = Nilai akhir alat (Rp)
Biaya Bahan Bakar
Biaya ini adalah pengeluaran untuk sumber tenaga yaitu bensin, solar atau listrik. BB = Q * Hbb
……………………………………...........
(16)
di mana : BB = Biaya bahan bakar (Rp/ jam) Q
= bahan bakar yang terpakai (liter/ jam)
Hbb = Harga bahan bakar tiap liter (bensin campur)(Rp/liter)
Biaya Operator
Besarnya biaya tergantung pada kondisi wilayah, dengan rumus sebagai berikut : Bo =
So Wt
……………………………………...........................
di mana : Bo = Biaya operator (Rp/jam) So = Upah tenaga kerja tiap hari (Rp/hari) Wt = Jam kerja per hari (jam/hari)
(17)
45
Biaya operator per jam tergantung pada keadaan lokal, sebab upah bervariasi menurut lokasi masing-masing daerah. Sehingga, biaya tidak tetap dapat dihitung dengan rumus berikut : BTT = PP + BB + BO
………………………………….....
(18)
Aspek Lingkungan
Analisa aspek lingkungan dilakukan untuk mengetahui nilai manfaat suatu alat penyiang yang dapat dilakukan dengan cara melakukan analisa vegetatif, yaitu melihat pengaruh penyiangan terhadap kondisi tanah dan tanaman. Pengaruh penyiangan terhadap kondisi tanah dapat diketahui dengan melihat jumlah pertambahan anakan tanaman padi. Karena kegemburan tanah akibat perlakuan pengolahan, penyiangan dan kandungan bahan organik tanah akan berpengaruh kepada sistem aerasi tanah di sekitar perakaran tanaman yang akhirnya berpengaruh terhadap pencapaian jumlah anakan padinya. Suatu alat yang optimal harus mampu meningkatkan nilai tambah terhadap lingkungan sekitar dan meminimalkan masalah yang berdampak pada lingkungan sekitar. Analisa Vegetatif
Analisa vegetatif terdiri dari beberapa parameter yaitu: - Kondisi tanah menyangkut pada seberapa besar tingkat pengaruhnya terhadap sistem aerasi tanah setelah dilakukan penyiangan dengan mencari data jumlah pertambahan anakan pada setiap rumpun sampling. Metode yang digunakan menggunakan plot sampling acak pada setiap plot perlakuan yang diambil dari beberapa sisi (tengah, samping kiri dan samping kanan). Kemudian perhitungan persentase pertambahan anakan dalam satu rumpun pada setiap metode yang digunakan. JA =
J AS − J AB * 100% J AB
................................................................ (19)
di mana : JA = Persentase jumlah anakan (%)
46
JAS = Jumlah anakan setelah penyiangan JAB = Jumlah anakan sebelum penyiangan - Kondisi tanaman digunakan untuk melihat bagaimana kondisi tanaman setelah mengalami penyiangan. Metode ini dilakukan dengan mencari persentase nilai kerusakan tanaman. Persentase kerusakan tanaman pokok diperoleh dengan membandingkan jumlah tanaman yang rusak dengan jumlah tanaman pokok, dengan rumus sebagai berikut (Imran, et al. 2006): PKT =
TR * 100% TP
...................................................................... ( 20)
di mana : PKT = Presentase kerusakan tanaman (%) TR = Tanaman yang rusak pada saat alat beroperasi (rumpun) TP
= Jumlah tanaman pokok (rumpun)
Analisis Analisa Logika Fuzzy
Sebuah model merupakan representasi dari sebuah sistem nyata sehingga keluaran yang diduga adalah sesuai dengan sistem nyata yang diinginkan. Analisa Logika Fuzzy yang digunakan dalam suatu model pemilihan alternatif alat penyiangan dilakukan menggunakan program MATLAB R2009a. Fuzzy logic bekerja berdasarkan aturan-aturan yang dinyatakan dalam bentuk pernyataan IFTHEN. Sebuah aturan fuzzy tunggal berbentuk seperti : If x is A then y is B. Pernyataan "x is A" disebut antecedent atau premise dan pernyataan "y is B" disebut consequent (kesimpulan). Antecedent dalam IF-THEN rule merupakan interpretasi yang dinyatakan dalam bentuk derajat keanggotaan antara 0 dan 1 (Naba, 2009). Menginterpretasikan sebuah IF-THEN rule meliputi dua bagian. Pertama, mengevaluasi antecedent yaitu melakukan fuzzifikasi pada input dan menerapkan operasi-operasi fuzzy logic dengan operator-operator fuzzy. Kedua, proses implikasi yaitu menerapkan hasil operasi fuzzy logic pada bagian antecedent untuk
47
mengambil kesimpulan dengan mengisikan fuzzy set keluaran ke variable keluaran (Gambar 19). Biasanya seorang pakar memiliki pengetahuan tentang cara kerja dari sistem yang bisa dinyatakan dalam sekumpulan IF-THEN rule. Dengan melakukan fuzzy inference, pengetahuan tersebut dapat ditransfer ke dalam perangkat lunak yang selanjutnya memetakan suatu input menjadi output berdasarkan IF-THEN rule yang diberikan. Sistem fuzzy yang dihasilkan disebut Fuzzy Inference System (FIS). Ada beberapa macam tipe FIS, tetapi yang lebih sering digunakan ada 3 macam, yaitu : model fuzzy Mamdani, model fuzzy Sugeno, dan model fuzzy Tsukamoto. Model fuzzy yang umum dan mudah digunakan yaitu model fuzzy Mamdani. Input sistem inference fuzzy dapat berupa input fuzzy ataupun input crisp, sementara outputnya set fuzzy.
Gambar 19. Skema system pemilihan alat
Variabel FIS menggunakan lima parameter input yaitu efektivitas kerja, jumlah anakan, kapasitas kerja, beban kerja, dan biaya. Variabel input yang memiliki bilangan tunggal tersebut terlebih dahulu dilakukan fuzzifikasi dengan mengklasifikasikan pada masing-masing variabel. Kemudian nilai range tersebut dimasukan ke dalam membership function editor begitu pula nilai variabel output. Dalam penelitian ini keanggotaan fungsi dibentuk berdasarkan sebaran data eksperimen. IF-THEN rule di interpretasikan dari nilai tunggal variabel input dan
48
dilakukan oleh seorang pakar. Biasanya seorang pakar memiliki banyak pengetahuan dan pengalaman sehingga rule yang diberikan merupakan rule berdasarkan analisa dan fakta para pakar. Kemudian operasi fuzzy logic dilakukan jika bagian antecedent lebih dari satu pernyataan. Hasil akhir dari operasi ini adalah derajat kebenaran antecedent yang berupa bilangan tunggal. Bilangan ini nantinya diteruskan ke bagian consequent. Keluarannya berupa nilai kebenaran tunggal. Variabel output yang ingin dicapai yaitu mutu, dimana dalam proses fuzzifikasi nilai interval yang diberikan [0 1] dengan kriteria mutu buruk diberikan pada range [0 0.5] dan mutu baik nilai range yang diberikan [0.5 1]. Semakin besar nilai mutu maka semakin baik mutu dari alat tersebut. Pada operasi fuzzy logic, untuk memperoleh output nilai yang baik proses ini menggunakan fungsi maksimum dengan menggunakan korespondensi OR. Nilai mutu adalah nilai keluaran/output dengan menggunakan metode centroid yang merupakan hasil dari agregasi fungsi maksimum.