METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kawasan Kepulauan Tanakeke (Gambar 5), yang terdiri dari lima gugusan pulau-pulau sangat kecil, yaitu P. Tanakeke (32,80 km2), P. Lantangpeo (5,80 km2), P. Bauluang (3,17 km2), P. Satanga (0,72 km2) dan P. Dayang-Dayangan (0,32 km2). Luas total kelima gugus pulau tersebut yaitu sekitar 42,81 km2. Disamping ke lima pulau tersebut wilayah kajian juga termasuk laut dangkal dan laut dalam dengan batas sampai 4 (empat) mil laut dari garis pantai gugus Kepulauan Tanakeke. Secara geografis, Kepulauan Tanakeke terletak di bagian selatan dari Propinsi Sulawesi Selatan dan terletak diantara 119°11' 45,95" – 119°19' 01,05" Bujur Timur dan 5°23' 58,33" -5°30' 38,85" Lintang Selatan. Secara administratif, Kepulauan Tanakeke masuk dalam wilayah Kecamatan Mappakasungguh, Kabupaten Takalar, dimana wilayahnya berbatasan dengan : Sebelah Utara
:
Selat Makassar
Sebelah Timur
:
Selat Tanakeke dan Desa Takalar
Sebelah Selatan
:
Selat Makassar
Sebelah Barat
:
Selat Makassar
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2003 sampai dengan bulan April 2004, yaitu dengan mengumpulkan semua data-data yang diperlukan dalam mendukung penelitian ini, baik data primer maupun data sekunder serta peta-peta makro dari instansi yang terkait baik tingkat Kabupaten Takalar maupun tingkat Propinsi Sulawesi Selatan.
35 757500
750000
742500
PETA LOKASI PENELITIAN DIKEPULAUAN TANAKEKE N
2 3
W
E S
1000
0
1000
2000 Meter
1
Legenda 9397500
9397500
1 2 3
3 2
1
Batas wil kajian
2
Gugus Pulau
3
Laut Dangkal
4
Laut Dalam
Peta Indeks 118°
120°
122°
3 Prov. Sulawesi Barat
3° Prov. Sulawesi Selatan
2
1
3°
5°
5°
118°
120°
122°
9390000
9390000
4 Sumber : - Peta LPI Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Peta Rupa Bumi Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Citra Satelit Landsat_TM 2003
ABDUL RAUF PROGRAM S3
742500
750000
757500
Gambar 5. Peta lokasi penelitian (Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar)
PS. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor 2007
36 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian meliputi kegiatan inventarisasi, analisis dan sintesis alokasi pemanfaatan ruang (Gambar 6), masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut : (1) Inventarisasi
bertujuan
untuk
mengetahui
potensi
kawasan
yang
direncanakan, meliputi potensi biogeofisik, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat serta kelembagaan. (2) Analisis terhadap potensi kawasan dan potensi pengembangan disesuaikan dengan
keriteria-kriteria
yang
ditetapkan
dengan
pendekatan
SIG,
penginderaan jauh, MCDM, analisis finansial, daya dukung lahan, optimasi dan analisis kebijakan dan strategi pengelolaan Kepulauan Tanakeke dengan pendekatan SWOT. (3) Sintesis bertujuan untuk memperoleh konsep pengelolaan pulau-pulau kecil berbasis pemanfaatan ruang yang mungkin dikembangkan, yang pada akhirnya ditetapkan sebagai suatu alokasi pemanfaatan ruang yang optimal dan berkelanjutan bagi pengembangan kawasan Kepulauan Tanakeke.
Inventarisasi Data
Analisis Data
Sintesis
Alokasi Pemanfaatan Ruang yang Optimal dan Berkelanjutan
Potensi Kawasan Potensi Biogeofisik, Sosial, Ekonomi & Budaya serta Kelembagaan
Konsep Pengembangan Kawasan Kepulauan Tanakeke
Gambar 6. Tahapan perencanaan pengembangan kawasan Kepulauan Tanakeke
37 Jenis dan Metode Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder (Tabel 5). Data primer dikumpulkan melalui metode survei lapang (visual recall) dan wawancara langsung di lokasi penelitian.
Penentuan titik
pengamatan dirancang berdasarkan sistem informasi geografis (SIG) dengan menggunakan teknik simple random sampling (Clark & Hosking, 1986; Burrough & McDonnell, 1998) yang diterapkan untuk penentuan titik pengamatan di lapangan dan penentuan posisi dengan menggunakan alat GPS (Global Positioning System). Sebaran dan jumlah titik sampel yang diamati dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 7 dan Tabel 5. 742500
750000
757500
PETA DISTRIBUSI LOKASI PENGAMBILAN SAMPEL DIKEPULAUAN TANAKEKE
]Ê Ú ' ] ' Ú Ê ' ] Ú Ê Pulau Dayang-Dayangan ' ]
N W
E S
1000
Pulau Satangnga
' ]
' ] Ú $ Ê ZPulau Bauluang Ú Z Ê $ ' ] Z $ ' ] 3
] þ '
Z $
þ
Ê Ú þ
2
1
þ
Z $
þ Z $
Ú Ê Z $
Lamun
] '
Terumbu Karang Kualitas Air Lintasan Pemeruman Kedalaman
þ 1 2 3
Z $ Pulau Lantangpeo
' ]
Mangrove
Darat Laut Dangkal Laut Dalam
118°
þ 3°
Z $
122°
3° Prov. Sulawesi Selatan
Pulau Tanakeke
þ
120°
Prov. Sulawesi Barat
Ú þÊ
þ
5°
5°
þ 118°
Ê Ú þ
þ
9390000
þ
9390000
2000 Meter
Peta Indeks
þ
þ
' ]
þ þ ' ] þ 742500
1000
Lokasi Sampling
9397500
9397500
' Ú] Ê Z $ ' $ Z ] ' ] ' $ ] Ú ÚZ Ê Ê Ê Ú
0
Legenda
750000
120°
122°
Sumber : - Peta LPI Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Peta Rupa Bumi Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Citra Satelit Landsat_TM 2003
ABDUL RAUF PROGRAM S3
Z þ $
þ 757500
PS. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor 2007
Gambar 7. Distribusi lokasi pengambilan sampel Sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran berbagai pustaka yang ada di berbagai instansi yang terkait sesuai atribut yang dikaji, baik dalam bentuk laporan (data tabular) maupun spasial (dalam bentuk peta dan data digital).
38 Tabel 5. Lokasi dan jumlah titik sampel pengamatan Jenis data
Jumlah titik sampling
Ekosistem mangrove
12
Ekosistem lamun Ekosistem terumbu karang Parameter kualitas perairan Parameter fisik perairan Jumlah
12 16 20 100 160
Lokasi P Tanakeke, Lantangpeo, Bauluang dan Satangnga Semua gugus Kep Tanakeke Semua gugus Kep Tanakeke P Tanakeke dan Lantangpeo Semua gugus Kep Tanakeke
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 6 sebagai berikut : Tabel 6. Jenis dan metode pengumpulan data No.
Jenis Data
Metode
Keterangan
A. Data Primer 1.
2.
Komponen Biogefisik a. Fisik-kimia Posisi Arus (m/dt) Kecerahan (m) Suhu (oC) Kedalaman (m) pH Salinitas (‰) Oksigen terlarut (mg/l) Jenis dasar perairan b. Ekosistem perairan Mangrove Terumbu karang Lamun c. Peruntukan lahan d. Profil pantai dan perairan Komponen sosekbud dan kelembagaan
GPS Layangan Secchi disk Thermometer Tali berskala pH meter Hand refractometer DO meter Sedimen crab
In situ In situ In situ In situ In situ In situ In situ In situ In situ
Interpretasi Citra satelit/Transek
Lab GIS/In situ
Survei lapangan Analisis Citra+SIG Wawancara, PCRA (FGD), Indept Interview, dan Quitioner
In situ Lab GIS/In situ Gugus Kepulauan Tanakeke
Penelusuran dokumen hasil penelitian dan dokumentasi pada perpustakaan, kantor derah dan instansi terkait lainnya.
BPS, Bappeda, Bappedalda, Kantor Bupati, Kecamatan dan Kelurahan serta Dinas Perikanan dan dinas terkait lainnya di Kabupaten Takalar, Dishidros, Bakosurtanal, LAPAN Jakarta
B. Data Sekunder 1.
Komponen Biogefisik a. Fisik-Kimia oceanografi (kondisi angin, gelombang, arah dan kecepatan arus, pasang-surut, salinitas, dan kedalaman) b. Fisiografi (data bentang alam, geologi, hidrologi atau potensi air tawar, topografi, jenis tanah, tekstur tanah). c. Data iklim (curah hujan, hari hujan) d. Data Citra Satelit Kepulauan Tanakeke Aquisisi Tahun 2003 e. Kabupaten Takalar dalam Angka 2002 f. Kecamatan Mappakasunggu dalam Angka 2002
39 Tabel 6. (lanjutan) No. 2.
Jenis Data Komponen sosekbud dan kelembagaan a. Kependudukan (jumlah penduduk, kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk, rasio jenis kelamin, tingkat ketergantungan, tingkat pendidikan dan mata pencaharian). b. Sarana dan prasarana (sarana perekonomian, transportasi, pendidikan, kesehatan, peribadatan dan sosial) c. Perekonomian (tingkat pendapatan, pola konsumsi, struktur mata pencaharian, kesempatan kerja) d. Kelembagaan (struktur pemerintahan mulai tingkat kebaputen sampai tingkat dusun, lembaga-lembaga masyarakat, koperasi dan lain-lain).
Metode
Keterangan
Penelusuran dokumen hasil penelitian dan dokumentasi pada perpustakaan, kantor derah dan instansi terkait lainnya.
BPS, Bappeda, Bappedalda, Kantor Bupati, Kecamatan dan Kelurahan serta Dinas Perikanan dan dinas terkait lainnya di Kabupaten Takalar,
Metode Pemilihan Responden Pemilihan responden dilakukan dengan cara purposive sampling atau pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan responden adalah aktor/pengguna lahan yang terdiri dari pemerintah, swasta dan masyarakat yang mempengaruhi pengambilan kebijakan pemanfaatan ruang baik langsung maupun tidak langsung. Responden yang dipilih meliputi : Bappeda Tingkat II Takalar, Dinas Perikanan Tingkat II Takalar, Dinas Pariwisata Tingkat II Takalar, Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Takalar, Departemen Kehutanan Tingkat II Takalar, Perguruan Tinggi, LSM, tokoh pemuda, pengusaha dan tokoh masyarakat serta instansi yang terkait. Responden yang mewakili rumah tangga nelayan atau petani ikan diambil dari Desa Mattirobaji (Pulau Tanakeke) dan Desa Maccini Baji (sebagian Pulau Tanakeke, Pulau Lantangpeo, pulau Bauluang, Pulau Satangnga dan Pulau Dayang-Dayangan. Penentuan jumlah responden (sampel) dari populasi rumah tangga nelayan dan petani ikan ditentukan dengan persamaan yang dikemukakan oleh Slovin (1960, dalam Sevilla et al., 1993) yakni : n = N / (1 + N e2 ) ............................................................................. (1)
40 dimana, n : ukuran sampel N : ukuran populasi rumah tangga nelayan e : persentase ketidaktelitian (10%) Berdasarkan persamaan di atas, maka dari 1.290 rumah tangga (KK) yang terdapat di 2 desa di kepulauan Tanakeke, diambil sebanyak 93 responden yang dijadikan target wawancara dan kuisioner.
Analisis Data Secara umum metode analisis yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari analisis potensi dan kondisi, analisis spasial dengan pendekatan GIS, analisis kesesuaian dan daya dukung lahan, analisis prioritas dengan pendekatan MCDM, analisis finansial, analisis partisipasi, analisis produktivitas, analisis optimasi dan analisis kebijakan dan strategi pengelolaan Kepulauan Tanakeke dengan pendekatan SWOT.
Analisis Potensi dan Kondisi Analisis dibatasi hanya pada potensi sumberdaya alam yang dapat pulih. Data yang dianalisis menggunakan Citra Landsat 7 TM dengan tahapan kegiatan yaitu pengolahan citra awal, transformasi citra, survei lapangan, klasifikasi citra dan pengolahan akhir. Pengolahan data citra menggunakan Software Er_Mapper Versi 6.1 dan Arc View Versi 3.3. Analisis Spasial dengan Pendekatan GIS Penentuan alokasi pemanfaatan ruang Kepulauan Tanakeke dianalisis dengan pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG). Analisis dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu (1) mendeliniasi batas kajian yang mencakup lahan daratan dan perairan disekitar Kepulauan Tanakeke, (2) untuk lahan perairan, pengumpulan data lapangan berupa titik (point information) yang mengandung informasi karakteristik perairan, , (4) menganalisis secara spasial titik yang berisi informasi tersebut dengan metode interpolasi yaitu pengolahan data titik
41 menjadi area (polygon) untuk membuat tema-tema yang akan di overlay berdasarkan kriteria kesesuaian pada masing-masing peruntukan (Lampiran 1). Metode ini menggunakan metode Nearest Neighbor (Burrough & McDonnell, 1998; Morain, 1999), (3) untuk lahan daratan, pengumpulan data primer dan sekunder berupa data tabular (atribut) dan spasial yang dihimpun dalam suatu basis data. Peta tematik yang dihasilkan dari hasil interpolasi tersebut, selanjutnya diberikan skor dan bobot kemudian di overlay untuk mendapatkan lokasi yang sesuai bagi berbagai peruntukan berdasarkan kriteria kesesuaian lahan yang disusun sebelumnya. Secara ringkas prosedur penentuan alokasi pemanfaatan ruang di wilayah Kepulauan Tanakeke disajikan pada Gambar 8. Tahap berikutnya adalah dalam penentuan alokasi pemanfaatan ruang dengan melibatkan kebijakan pemerintah setempat dengan mensinergikan program pemerintah dalam pengelolaan kepulauan tersebut. Dan yang lebih penting adalah pelibatan masyarakat setempat sebagai pelaku pembangunan, mulai dari proses perencanaan sampai pada tahap pengambilan keputusan artinya bahwa semua alokasi ruang yang ditentukan dari hasil analisis ini didasarkan pada aspirasi masyarakat sebagai pelaku pembangunan di Kawasan Kepulauan Tanakeke. Tahap berikutnya adalah untuk menyusun arahan alokasi pemanfaatan ruang yang optimal dan berkelanjutan sebagai output dari kajian ini terlebih dahulu dilakukan optimalisasi terhadap lahan/lokasi yang sebelumnya dievaluasi kesesuaian dan daya dukungnya.
42 Peta Topografi dan Peta Tematik
Penginderaan Jauh CCT Inderaja Satelit
Dijitasi (Vektor Raster)
Budidaya Rumput Laut
Pengolahan Awal : -Koreksi-koreksi
Titik Kontrol tanah
Pemanfaatan Saat ini (eksisting)
Penangkapan Ikan
(Radiometrik, Allometrik, Geometrik)
- Resampling
Permukiman Survei Lapangan
Interpretasi dan Klasifikasi Penutupan Lahan
Konsevasi
BASIS DATA SPASIAL Evaluasi Kesesuaian Lahan
OVERLAY
S Partisipasi Masyarakat
Sesuai Secara Fisik
Kebijakan Pemerintah
I
Aspek Ekonomi
Aspek Sosial
G
Kebijakan Pemanfaatan Ruang
Aspek Budaya
Aspek Daya Dukung
Optimalisasi Alokasi Pemanfaatan Ruang
Kesesuaian Rencana Pengembangan Kep Tanakeke untuk Berbagai Peruntukan yang Ada Saat Ini (Present Land Use)
Arahan Alokasi Pemanfaatan Ruang yang Optimal dan Berkelanjutan Di Kepulauan Tanakeke
Gambar 8
Proses penyusunan alokasi pemanfaatan ruang yang optimal dan berkelanjutan
43 Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Lahan Analisis Kesesuaian Lahan.
Kesesuian lahan dianalisis berdasarkan
nilai hasil pembobotan dan skoring pada masing-masing parameter yang menjadi indikator kesesuaian. Pembobotan pada setiap faktor pembatas/parameter ditentukan berdasarkan pada dominannya parameter tersebut terhadap suatu peruntukan. Besarnya pembobotan ditunjukkan pada suatu parameter untuk seluruh evaluasi lahan, sebagai contoh : keterlindungan dan kedalaman mempunyai bobot yang lebih tinggi untuk budidaya keramba dan rumput laut dibandingkan dengan penangkapan ikan. Pemberian nilai (scoring) ditujukan untuk menilai beberapa faktor pembatas/parameter/kriteria terhadap suatu evaluasi kesesuaian. Adapun kriteria dan matriks kesesuaian lahan (lokasi) yang dapat digunakan sebagai acuan pada setiap peruntukan dan urutan overlay dapat dilihat pada Lampiran 1. Dalam penelitian ini, penentuan kelas kesesuaian lahan didasarkan pada klasifikasi menurut FAO (1976), namun dengan pertimbangan lahan yang dieavaluasi (perairan) cukup sempit sehingga kelas kesesuaian di bagi kedalam 3 kelas yaitu kelas sangat sesuai (SS), sesuai (S) dan tidak sesuai (TS) dengan nilai skor masing-masing 3, 2, dan 1 (DKP, 2002) . Analisis overlay yang digunakan adalah indeks overlay model. Benham dan Carter (1994) dalam Subandar (1998), menyatakan bahwa setiap coverage memiliki bobot (weight) dan setiap kelas dalam model memiliki nilai (score) sesuai dengan tingkat kepentingannya. Dalam model ini setiap coverage memiliki urutan kepentingan dimana coverage yang memiliki pengaruh yang paling besar diberikan penilaian yang lebih tinggi dari yang lainnya, begitu juga dengan urutan overelay harus berdasarkan urutan tingkat kepentingan atau pengaruh yang paling besar ketingkat yang paling kecil. Model matematis disajikan sebagai berikut : n
S=
∑ Sij.Wi i
n
……………………………………………….. (2)
∑ Wi i
Dimana : S Sij Wi n
: : : :
Indeks terbobot pada area objek atau area terpilih Skor pada kelas ke-j dari peta ke-i Bobot pada input peta ke-i jumlah peta
44 Hasil analisis kesesuaian lahan untuk kegiatan pengembangan budidaya rumput laut, keramba jaring apung, penangkapan ikan, permukiman, pariwisata, dan konservasi akan diperoleh peta yang mendeskripsikan pola penggunaan lahan yang sesuai bagi peruntukan kawasan tersebut. Dengan demikian diharapkan pemilihan lokasi untuk berbagai kawasan ini akan memberikan dampak positif bagi masyarakat pengguna ruang maupun pemerintah setempat. Analisis Daya Dukung Lahan. Berkaitan dengan semakin meningkatnya pertambahan jumlah penduduk, maka kebutuhan lahan juga semakin bertambah yang akhirnya berdampak kepada semakin terbatasnya lahan, baik untuk tempat tinggal (permukiman) maupun untuk kegiatan pemanfaatan yang lain. Oleh karena itu diperlukan suatu analisis untuk menentukan seberapa besar daya dukung suatu lahan untuk menampung suatu kegiatan pemanfaatan pada suatu wilayah tanpa merusak kelestarian lingkungan yang ada. Daya dukung yang di analisis dalam kajian ini, dibatasi pada kemampuan lahan (ruang) dalam menampung suatu kegiatan di tinjau aspek kesesuaian lahan (fisik) dan sosial budaya masyarakat setempat. Hasil dari analisis ini akan memberikan informasi mengenai seberapa besar luas lahan dan jumlah unit kegiatan yang dapat mendukung dalam suatu kawasan tertentu untuk diusahakan. Berikut ini akan diuraikan analisis daya dukung bagi berbagai peruntukan yang akan dikembangkan pada kawasan Kepulauan Tanakeke. (1) Budidaya Rumput Laut Daya dukung lahan budidaya rumput laut dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan luas areal budidaya yang sesuai (katagori sangat sesuai dan sesuai), kapasitas lahan dan metode budidaya yang diterapkan. Parameter yang menjadi acuan dalam penentuan daya dukung lahan tersebut, antara lain; a. Luas lahan budidaya rumput laut yang sesuai Luas lahan (areal perairan) budidaya rumput laut yang sesuai dapat di peroleh dari hasil analisis kesesuaian lahan dengan menggunakan GIS. Dalam studi ini dibagi dua musim dimana luas pada musim peralihan lebih besar dari musim timur atau barat sehingga analisisnyapun dipisahkan.
45 b. Kapasitas lahan perairan Kapasitas lahan diartikan sebagai luasan lahan perairan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya rumput laut secara terus menerus dan secara sosial tidak menimbulkan konflik serta secara ekologi tidak mengganggu ekosistem pesisir. Besarnya kapasitas lahan yang ditetapkan dalam studi ini dianalisis dengan formula sebagai berikut : p2 p1 l2
KL
= =
l1
∆L x 100% L
p 2 l 2 − p1l1 p 2l2
L2
L1
=
L 2 − L1 L2
x 100%
x 100 % .............................................................. (3)
Dimana : KL ∆L L1 L2 l1 l2 p1 p2
= = = = = = = =
Kapasitas Lahan L2 – L1 Luas unit budidaya Luas yang sesuai untuk satu unit budidaya lebar unit budidaya lebar yang sesuai untuk satu unit budidaya panjang unit budidaya panjang yang sesuai untuk satu unit budidaya
Kapasitas lahan ditentukan dari selisih antara luas lahan yang sesuai dengan luas unit budidaya dibagi dengan luas lahan yang sesuai kali 100% . Luas unit budidaya (L1) ditentukan berdasarkan luas rata-rata unit budidaya yang ada di Kepulauan Tanakeke yaitu 40 x 60 meter. Luas yang sesuai untuk satu unit budidaya (L2) ditentukan berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan. Daerah yang diarsir merupakan jarak antara unit budidaya yang diasumsikan 10 meter yaitu 2 kali panjang rata-rata perahu yang dipakai petani/nelayan dalam melakukan aktivitasnya di Kepulauan Tanakeke.
46 c. Luasan unit budidaya Luasan unit budidaya adalah besaran yang menunjukkan luasan dari satu unit budidaya rumput laut, dimana setiap luasan unit budidaya berbeda-beda tergantung dari metode budidaya yang digunakan. Dalam kajian ini luasan satu unit budidaya didasarkan pada metode long line dengan ukuran 40 x 60 m = 240 m2 atau 0,00024 km2. d. Daya Dukung Lahan Daya dukung lahan menunjukkan kemampuan maksimum lahan yang mendukung aktivitas budidaya secara terus menerus tanpa menimbulkan terjadinya penurunan kualitas, baik lingkungan biofisik maupun sosial. Berdasarkan dengan pendekatan tersebut di atas maka daya dukung lahan untuk budidaya rumput laut dapat dihitung dengan formula sebagai berikut : DDLRL
= LLS x KL .................................................................... (4)
dimana : DDLRL LLS KL
= Daya dukung lahan budidaya rumput laut (ha) = Luas lahan sesuai (ha) = Kapasitas lahan (ha)
Untuk menghitung berapa jumlah unit budidaya yang dapat didukung oleh lahan berdasarkan daya dukung yang diperoleh, dapat dianalisis dengan persamaan sebagai berikut : JUB RL =
DDL LUB
......................................................................... (5)
dimana : JUB RL = Jumlah unit budidaya rumput laut (unit) DDL = Daya dukung lahan (ha) LUB = Luas unit budidaya (unit/ha) (2) Daya Dukung Lahan Budidaya dengan Keramba Jaring Apung Analisis daya dukung lahan perairan Kepulauan Tanakeke untuk kegiatan budidaya ikan dengan keramba jaring apung dilakukan dengan pendekatan luas areal kegiatan budidaya yang sesuai dan kapasitas lahan. Parameter yang menjadi acuan dalam penentuan daya dukung lahan tersebut, antara lain;
47 a. Luas lahan budidaya ikan dengan KJA yang sesuai Luas lahan (areal perairan) budidaya ikan dengan KJA yang sesuai dapat diperoleh dari hasil analisis kesesuaian lahan. b. Kapasitas lahan perairan Besarnya kapasitas lahan yang digunakan untuk kegiatan budidaya dengan KJA dianalisis seperti formula yang digunakan pada budidaya rumput laut. Yang berbeda adalah luas unit budidaya yang digunakan secara umum di perairan Indonesia (Sunyoto, 2000), yaitu dengan luas (12 x 12) m2 = 144 m2 = 0,00014 km2. c. Luasan unit rakit KJA Luasan unit rakit KJA adalah besaran yang menunjukkan luasan dari satu unit rakit dengan empat keramba berukuran (3x3x3) m3. d. Daya Dukung Lahan Daya dukung lahan menunjukkan kemampuan maksimum lahan yang mendukung aktivitas budidaya secara terus menerus tanpa menimbulkan terjadinya penurunan kualitas, baik lingkungan biofisik maupun sosial. Berdasarkan dengan pendekatan tersebut di atas maka daya dukung lahan untuk budidaya rumput laut dapat dianalisis dengan formula sebagai berikut : DDLKJA
= LLS x KL ………….................................................... (6)
dimana : DDLKJA LLS KL
= Daya dukung lahan budidaya dengan KJA (ha) = Luas lahan sesuai (ha) = Kapasitas lahan (ha)
Sedangkan untuk menghitung berapa jumlah unit budidaya yang dapat didukung oleh lahan berdasarkan daya dukung yang diperoleh, dapat dianalisis dengan persamaan sebagai berikut : JUB KJA =
DDL LUB
................................................................................ (7)
48 dimana : JUBKJA DDL LUB
= Jumlah unit budidaya dengan KJA (unit) = Daya dukung lahan (ha) = Luas unit budidaya (unit/ha)
(3) Daya Dukung Kegiatan Wisata Analisis daya dukung pada pengembangan wisata mengacu kepada konsep ekowisata bahari yang dikelompokkan kedalam wisata pantai dan wisata bahari. Wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai dan budaya masyarakat pantai seperti rekreasi, olah raga dan menikmati pemandangan. Sedangkan wisata bahari merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya bawah laut dan dinamika air laut. Metode yang digunakan untuk menghitung daya dukung pengembangan ekowisata bahari yaitu dengan pendekatan konsep Daya Dukung Kawasan (DDK). DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung dikawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. DDK dapat dihitung dengan formula:
DDK =
K x
Lp Wt ........................................................... (8) x Wp Lt
Dimana : DDK K Lp Lt Wt Wp
= = = = =
Daya dukung kawasan Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Unit area untuk kategori tertentu Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu
Potensi ekologis pengunjung ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan (Tabel 7). Luas suatu area yang dapat digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan kemampuan alam mentolerir pengunjung sehingga keaslian alam tetap terjaga.
49 Tabel 7. Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt) K (∑ Pengunjung) 2 1
Unit Area (Lt) 1000 m2 250 m2
Wisata Mangrove
1
50 m2
Rekreasi Pantai Wisata Olah Raga
1 1
50 m2 50 m2
Jenis Kegiatan Selam Snorkling
Keterangan Setiap 2 orang dalam 100 m x 10 m Setiap 1 orang dalam 50 x 5 m Dihitung panjang track, setiap 1 orang sepanjang 50 m 1 orang setiap panjang pantai 1 orang setiap 50 m panjang pantai
Sumber : Yulianda (2007)
Daya dukung kawasan disesuaikan karakteristik sumberdaya dan peruntukan. Misalnya, daya dukung wisata selam ditentukan sebaran dan kondisi terumbu karang, daya dukung wisata pantai ditentukan panjang/luas dan kondisi pantai. Kebutuhan manusia akan ruang diasumsikan dengan keperluan ruang horisontal untuk dapat bergerak bebas dan tidak merasa terganggu oleh keberadaan manusia (pengunjung) lainnya. Khusus untuk wisata selam luas terumbu karang mempertimbangkan kondisi komunitas karang. Persen tutupan karang menggambarkan kondisi dan daya dukung karang. Jika kondisi komunitas karang disuatu kawasan baik dengan tutupan 76%, maka luas area selam di terumbu karang yang dapat dimanfaatkan adalah 76% dari luas hamparan karang (Yulianda, 2007). Waktu kegiatan pengunjung (Wp) dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Kegiatan wisata dapat dirinci lagi berdasarkan kegiatan yang dilakukan seperti yang disajikan pada Tabel 8. Waktu pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk kawasan (Wt). Waktu kawasan adalah lama waktu areal dibuka dalam satu hari, dan rata-rata waktu kerja sekitar 8 jam (jam 08.00 – 16.00). Tabel 8. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata No. 1 2 3 4 5 6
Kegiatan Selam Snorkling Berenang Berperahu Berjemur Rekreasi pantai
Waktu yang dibutuhkan Wp – (jam) 2 3 2 1 2 3
Total waktu 1 hari Wt – (jam) 8 6 4 8 4 6
50 Tabel 8. (lanjutan) No.
Kegiatan
7 8 9
Olah raga air Memancing Wisata mangrove Wisata lamun dan ekosistem lainnya Wisata satwa
10 11
Waktu yang dibutuhkan Wp – (jam) 2 3 2
Total waktu 1 hari Wt – (jam) 4 6 8
2
4
2
4
Sumber: Yulianda (2007)
Analisis Prioritas dengan Pendekatan MCDM Analisis prioritas terhadap berbagai peruntukan di Kepulauan Tanakeke, dilakukan dengan menggunakan pendekatan metode analisis spasial (SIG) dan Multi Criteria Decision Making (MCDM).
Pendekatan analisis spasial lebih
ditekankan pada perhitungan luas wilayah pada kawasan pesisir yang sesuai dan sangat sesuai untuk berbagai peruntukan. Sedangkan analisa MCDM lebih diarahkan kepada relevansi keputusan jenis peruntukan yang akan lebih tepat, cocok dan refresentatif sebagai skala prioritas bagi pengembangan Kepulauan Tanakeke melalui perangkingan (Gumbriech, 1996). Pada analisis pemilihan prioritas dengan MCDM, pembobotan suatu alternatif dan kriteria yang diambil, disusun berdasarkan matriks seperti disajikan pada Tabel 9. Dalam analisis ini disusun beberapa faktor/kriteria baik dari aspek ekologi, ekonomi maupun aspek sosial budaya yang selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik Simple Multi Attribute Rating Technigue (SMART) dan visual interactive sensitivity analisys (VISA) (Subandar, 1999). Teknik SMART merupakan keseluruhan proses dari perankingan alternatif-alternatif dan pembobotan dari atribut-atribut. Dalam penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu: (i) mengurutkan tingkat kepentingan perubahan-perubahan dalam atribut mulai dari atribut terburuk (peringkat terendah) hingga atribut terbaik (peringkat tertinggi), dan (ii) melakukan estimasi rasio kepentingan relatif dan ranking setiap atribut terhadap atribut yang paling rendah tingkat kepentingannya. Dengan demikian, maka diperoleh hasil akhir untuk peringkat dalam menentukan prioritas jenis berbagai peruntukan yang akan dikembangkan di Kepulauan Tanakeke.
51 Seperti halnya teknik SMART, VISA merupakan perangkat lunak yang dirancang untuk mendukung analisis multi kriteria. Keputusan dalam bentuk model dengan menggunakan fungsi nilai pembobotan suatu hierarki. Adapun gambaran yang khusus dari VISA adalah fasilitas yang mampu membuat keputusan dengan maksud yang mendalam terhadap perubahan atau perbedaan prioritas dan nilai. Untuk
menyusun
peringkat
jenis
peruntukan
lahan
yang
akan
dikembangkan, maka dilakukan penentuan kriteria/sub kriteria yang telah disesuaikan dengan kondisi lokasi penelitian, baik ditinjau dari aspek ekologi, ekonomi, maupun sosial budaya dengan menggunakan teknik analisis SMART dengan bantuan software criterium decision plus (Criplus) Version 3.04.S dan VISA..
Tabel 9.
Contoh matriks pembobotan kriteria dalam penentuan prioritas pengembangan berbagai peruntukan di Kepulauan Tanakeke. KRITERIA C1
W1 A1 A11 A2 A12 ….. ….. Am Am1 Sumber: Diadaptasi dari Subandar 1999.
Alternatif
C2
…..
Cn
W2 A21 A22 ….. Am2
….. ….. ….. ….. …..
Wn A1n A2n ….. Amn
Dimana: A, (i = 1,2,m) Cj, (j = 1,2,n) Aij, (i = 1..m,j = 1..n)
= menunjukkan pilihan alternatif yang ada = merujuk pada kriteria dengan bobot Wj = adalah pengukuran keragaan dari satu alternatif Ai berdasarkan kriteria Cj
Analisis Finansial Dalam mengkaji suatu pengembangan usaha, di samping menganalisis tingkat kelayakan lahan dan perairan yang sesuai bagi peruntukannya juga dilakukan analisis terhadap kelayakan usaha dari sisi finansial. Analisis kelayakan usaha dimaksudkan untuk menilai keberhasilan usaha pada suatu bidang produksi dengan menilai besarnya pendapatan (keuntungan) yang diperoleh, sedangkan
52 analisis finansial diperlukan untuk penetapan alternatif pemanfaatan dan pengelolaan pulau-pulau kecil yang optimal dan berkelanjutan. Untuk menentukan keuntungan, dilakukan perhitungan besar manfaat (benefit) yang diperoleh dan besarnya biaya (cost) yang dikeluarkan selama satu kali produksi (Soekartawi, 1986). Secara matematis, fungsi keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut : ∏
= TR - TC .................................................................................... (9)
Dimana : ∏ TR TC
= Keuntungan = Total Revenue = Total Cost
Sementara itu untuk mengetahui sejauh mana hasil yang diperoleh usaha tersebut telah layak dilanjutkan atau tidak, digunakan analisis perimbangan antara penerimaan dan biaya yang dirumuskan sebagai berikut : n
∑ piyi
R = C
i =1 n
∑ pjxj
……..................................................................... (10)
j=1
Dimana : R/C pi yi pj xj
= = = = =
Revenue Cost Ratio harga output produk ke-i jenis output produk ke-i harga input ke-j jenis input ke-j
Untuk kepentingan pengambilan keputusan R/C dinilai dengan menggunakan kriteria sebagai berikut : R/C > 1, usaha menguntungkan R/C = 1, usaha berada pada titik impas (Break Even Point) R/C < 1, Usaha rugi Selanjutnya untuk menentukan prospek pengembangan berbagai kegiatan peruntukan di Kepulauan Tanakeke, maka dilakukan perhitungan besar manfaat (benefit) dan besarnya biaya (Cost) yang dihitung berdasarkan nilai kini (present value). Menurut Abelson, (1979) beberapa indikator yang biasa digunakan dalam analisis ini, yaitu :
53
a. Net Present Value (NPV) Net present value (NPV) (nilai bersih sekarang) adalah nilai kini dari keuntungan bersih yang akan diperoleh pada masa yang akan datang, dengan menghitung selisih antara manfaat dan biaya kini. Secara matematis NPV dapat dirumuskan sebagai berikut :
NPV = Dimana: B C r n
= = = =
Bi
n
∑ i =1
(1 + r ) i
− C ……........................................................ (11)
the expected net annual benefits the expected capital investmen the social discount rate per annun the number of years of project life
Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
> 0 = 0 < 0
NPV NPV NPV
berarti usaha menguntungkan berarti usaha berada pada titik impas berarti usaha rugi
b. Internal Rate of Return (IRR) IRR merupakan suku bunga maksimal untuk sampai kepada NPV = 0, jadi dalam keadaan batas untung-rugi. Disamping itu juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih dalam suatu proyek, asal setiap manfaat yang diwujudkan secara otomatis ditanam kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan yang sama dan diberi bunga selama sisa umur proyek. IRR digunakan mengetahui tingkat pengembalian bunga usaha, dapat juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi dalam suatu usaha (Kadariah
at al, 1978). Secara matematis dituliskan:
NPV + IRR = i ( NPV − − NPV +
+
(i − − i + )
...................................... (12)
Dimana: i+ iNPV+ NPV-
= = = =
tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif NPV pada tingkat suku bunga i+ NPV pada tingkat suku bunga i-
Dengan kriteria pengambilan keputusan:
54
IRR IRR
> <
i+ artinya kegiatan usaha dapat dilanjutkan i+ artinya kegiatan usaha tidak dapat dilanjutkan
c. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Merupakan perbandingan antara jumlah total nilai kini (present value) dari keuntungan bersih pada tahun-tahun dimana keuntungan bersih bernilai positif dengan keuntungan bersifat negatif. Secara matematis, net benefit cost ratio (B/C Rasio) dapat dituliskan:
Net B / C =
n
∑ i =1
Bi (1 + r)i C
……………………………………….... (13)
Dimana: B C r n
= = = =
the expected net annual benefits the expected capital investmen the social discount rate per annun the number of years of project life
Kriteria pengambilan keputusan: Net B/C > 1 Net B/C = 1 Net B/C < 1
berarti kegiatan usaha layak untuk diusahakan berarti kegiatan usaha berada pada titik break even point (tidak untung dan tidak rugi) berarti kegiatan usaha tidak layak untuk diusahakan.
d. Pay Back of Period (PBP) Pay Back of Period adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat lama waktu yang diperlukan oleh kegiatan usaha untuk mengembalikan investasi, yaitu dengan membandingkan investasi dengan tingkat keuntungan selama satu periode produksi (1 tahun) (Kadariah at al, 1978). Secara matematis dituliskan sebagai berikut:
Pay Back of Period = Investasi / Tingkat keuntungan …………… (14) Analisis Partisipasi
55
Partisipasi masyarakat (swasta, pemerintah dan masyarakat) dalam penentuan alokasi pemanfaatan ruang mutlak diperlukan. Partisipasi dalam perencanaan merupakan awal yang penting sehingga masyarakat dapat tersalurkan keinginan dan harapannya atas berbagai hal yang diputuskan dalam konteks pembangunan, khususnya dalam penentuan alokasi pemanfaatan ruang. Untuk mengetahui aspirasi dari pemerintah daerah, instansi terkait, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, nelayan penangkap ikan dan tokoh masyarakat di sekitar gugusan Kepulauan Tanakeke digunakan pendekatan metode PCRA (Participatory Coastal Resources Assessment) yang dilakukan dengan metode diskusi kelompok terarah (focus group discussion).
Analisis Produktivitas Lahan Nilai produktifitas lahan per hektar diambil dari harga masing-masing komoditas pada masing-masing peruntukan lahan yang diperoleh dari data sekunder dan primer melalui wawancara dan penelusuran dengan situs-situs milik pemerintah, organisasi profesi maupun swasta dan masyarakat. Perhitungan nilai produktifitas untuk masing-masing pemanfaatan ruang secara umum didasarkan pada besarnya jumlah penerimaan dikurangi dengan biaya tetap maupun biaya operasional yang harus dikeluarkan dibagi dengan luas lahan
produksi
(Rahayu,
2000).
Nilai
produktivitas
tersebut
dapat
diformulasikan secara matematis sebagai berikut : P=
R −C L
............................................................ (15)
Dimana: P R C L
= = = =
Nilai produktivitas (productivity) Jumlah penerimaan (revenue) Biaya tetap dan biaya operasional (cost) Luas lahan produksi (ha)
Dengan menggunakan persamaan tersebut di atas maka dapat dihitung nilai produktivitas masing-masing peruntukan pemanfaatan ruang dalam satuan hektar.
Analisis Optimasi Alokasi Pemanfaatan Ruang Pulau-Pulau Kecil
56
Motode yang digunakan dalam optimasi alokasi pemanfaatan ruang pulaupulau kecil adalah dengan pendekatan model linear programming (LP). Dalam model LP ini, teknik analisis yang dilakukan adalah memaksimumkan tujuan. Software yang digunakan dalam analisis ini adalah Program Lindo. Tujuan optimasi adalah untuk menemukan kombinasi pemanfaatan ruang optimal bagi berbagai peruntukan lahan yang dioptimasi. Analisis optimasi dilakukan terhadap existing landuse dan data dari hasil analisis kesesuaian lahan yang telah dilakukan sebelumnya dengan SIG pada setiap peruntukan. Lahan yang dioptimasi dari hasil analisis kesesuaian lahan tersebut di atas adalah lahan kelas sangat sesuai dan sesuai. Tujuan akhir analisis ini adalah mewujudkan kondisi optimal dari pola pemanfaatan ruang dengan potensi sumberdaya alam di dalamnya, sehingga mampu memberikan manfaat optimal dari aspek ekonomi dan kelestarian lingkungan tetap terjaga.
Variabel Keputusan. Beberapa peruntukan lahan yang menjadi variabel keputusan dalam optimalisasi pemanfaatan ruang ini adalah luas lahan untuk masing-masing kegiatan, yaitu: (1) rumput laut, (2), keramba jaring apung (3) perikanan tangkap, (4) permukiman, (5) wisata selam, (6) wisata snorkling, (7) wisata mangrove, (8) wisata rekreasi, (9) konservasi mangrove dan (10) konservasi terumbu karang. Dari ke sepuluh jenis penggunaan lahan tersebut di atas, dua jenis penggunaan lahan terakhir yaitu permukiman dan konservasi merupakan batasan di dalam model yang telah ditetapkan luasannya. Penetapan ini didasari oleh hasil analisis kesesuaian lahan. Permukiman, misalnya, telah diketahui luas lahan yang dibutuhkan. Demikian juga dengan kawasan konservasi, telah diketahui luas eksistingnya, dan harus dipertahankan untuk menjaga kelestarian dan keseimbangan ekosistem. Namun demikian, tetap dimasukkan di dalam model sebagai faktor kendala yang luasannya telah ditetapkan.
Fungsi Tujuan (Objective Function). Analisis optimasi yang dilakukan
57 bertujuan untuk mendapatkan kombinasi pemanfaatan ruang yang optimal. Oleh karena itu, fungsi tujuan dari permasalahan ini dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut: Maksimumkan Z = P1X1 + P2X2 + P3X3 + P4X4 + P5X5 + P6X6 + P7X7 + P8X8 +
P9X9 + P19X10 ..................................................................... (16) Dimana : P1 X1 P2 X2 P3 X3 P4 X4 P5 X5 P6 X6 P7 X7 P8 X8 P9 X9 P10 X10
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Produktivitas lahan rumput laut Luas lahan rumput laut Produktivitas lahan KJA luas lahan KJA Produktivitas lahan perikanan tangkap Luas lahan perikanan tangkap Produktivitas lahan permukiman luas lahan permukiman Produktivitas lahan wisata selam luas lahan wisata selam Produktivitas lahan wisata snorkling luas lahan wisata snorkling Produktivitas lahan wisata mangrove luas lahan wisata mangrove Produktivitas lahan wisata rekreasi luas lahan wisata rekreasi Produktivitas lahan konservasi terumbu karang luas lahan konservasi terumbu karang Produktivitas lahan konservasi mangrove luas lahan konservasi mangrove
Perumusan Model. Dalam melakukan analisis optimasi pemanfaatan ruang terlebih dahulu ditetapkan: (i) aktivitas pemanfaatan ruang sebagai peubah pengambilan keputusan, (ii) kendala pemanfaatan ruang, dan (iii) tujuan pemanfaatan ruang. Model program linear tersebut secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Fungsi Tujuan Max Z = 40 X1 + 0.54 X2 + 50.5 X3 + 0.61 X4 + 0.6 X5 +12 X6 + X7 40X1 + 50.6X2 + 3.6X3 + 5X4 + 15X5 + 5X6 + 3X7 + 20X8 + 35X9 + 15X10 .....................................................................(17)
b. Kendala Tujuan
58 K1) X1 + X2 + X3 + X4 + X7 + X9 + X10 ≤ 6.806,4 K2) X3+X4+X5+X6+X7+X9+X10 ≤ 622,84 K3) X3+X4+X5+X6+X7+X9+X10 ≤ 378.65 K4) X1 ≤ luas lahan yg sesuai untuk rumput laut K5) X2 ≤ luas lahan yg sesuai untuk KJA K6) X3 ≤ luas lahan yg sesuai untuk perikanan tangkap K7) X4 ≤ luas lahan yg sesuai untuk permukiman K8) X5 ≤ luas lahan yg sesuai untuk wisata selam K9) X6 ≤ luas lahan yg sesuai untuk wisata snokling K10) X7 ≤ luas lahan yg sesuai untuk wisata mangrove K11) X8 ≤ luas lahan yg sesuai untuk rekreasi K12) X9 ≥ luas lahan yg sesuai untuk konservasi terumbu karang K13) X10 ≥ luas lahan yg sesuai untuk konservasi mangrove K14) X1 + X2 + X3 + X4 + X5 + X6 + X7 + X8 + X9 + X10 ≤ luas wilayah kajian – total luas wilayah yang tidak sesuai berdasarkan kesesuaian lahan.
Analisis Strategi dan Kebijakan dengan Pendekatan SWOT Atas dasar analisis sebelumnya, selanjutnya dilakukan analisis penentuan strategi dan kebijakan dalam pengembangan Kepulauan Tanakeke dengan pendekatan SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats). Dari analisis ini dapat dihasilkan strategi dan kebijakan dalam pengembangan kawasan berdasarkan kegiatan-kegiatan peruntukan lahan yang ada, yakni perikanan (budidaya rumput laut, KJA dan penangkapan ikan), pariwisata (pariwisata pantai dan bahari), permukiman dan konservasi. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis SWOT ini adalah : (1) Tahap Pengumpulan Data Tahap pengumpulan data merupakan suatu kegiatan pengklassifikasian dan pra-analisis. Pada tahap ini data dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan internal. Data eksternal berasal dari lingkungan luar (peluang dan ancaman), sedangkan data internal berasal dari dalam sistem pengelolaan kawasan Kepulauan Tanakeke, mencakup ketersediaan lahan dan sumberdaya alam, kondisi sumberdaya manusia dan arah pengembangan kawasan yang sedang dijalankan (kekuatan dan kelemahan). Dalam tahap tersebut, digunakan dua model matriks yaitu : matriks faktor strategi eksternal dan matriks strategi internal. Matriks faktor strategi eksternal (Tabel 10) disusun dengan langkahlangkah sebagai berikut :
59 -
-
Pada kolom 1 disusun peluang-peluang dan ancaman-ancaman Pada kolom 2 diberi bobot terhadap masing-masing faktor, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Jumlah bobot untuk semua faktor peluang dan ancaman sama dengan 1,00. Pada kolom 3 diberi skala rating muilai dari nilai 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi pemanfaatan lahan untuk suatu kegiatan tertentu. Pemberian nilai rating untuk peluang bersifat positif (nilai 4 = sangat besar; 3 = besar; 2 = sedang; dan 1 = kecil). Sedangkan pemberian nilai rating untuk ancaman bersifat negatif (nilai 4 = kecil; 3 = sedang; 2 = besar; dan 1 = sangat besar). Pada kolom 4 di isi nilai hasil perkalian bobot dan rating untuk suatu faktor yang sama. Nilai hasil kali tersebut merupakan skor pembobotan dari faktor tersebut. Selanjutnya menjumlahkan skor pembobotan pada kolom 4. Nilai tersebut menunjukkan bagaimana sistem bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternalnya.
Tabel 10 Eksternal Strategic Factors Analysis Summery (EFAS) Faktor-Faktor Strategi Eksternal 1 Peluang : O1 O2 O3 … Ancaman : T1 T2 T3 …. Total
Bobot
Rating
Skor
2
3
4
4 3 2 1
1,00
4 3 2 1 -
Matriks faktor strategi internal (Tabel 11), disusun dengan langkah-langkah : - Pada kolom 1 disusun kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan - Pada kolom 2 diberi bobot terhadap masing-masing faktor, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Jumlah bobot untuk semua faktor peluang dan ancaman sama dengan 1,00. - Pada kolom 3 diberi skala rating muilai dari nilai 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi pemanfaatan lahan untuk suatu kegiatan tertentu. Pemberian nilai rating untuk kekuatan bersifat positif (nilai 4 = sangat besar; 3 = besar; 2 = sedang; dan 1 = kecil). Sedangkan pemberian nilai rating untuk kelemahan bersifat negatif (nilai 4 = kecil; 3 = sedang; 2 = besar; dan 1 = sangat besar). - Pada kolom 4 di isi nilai hasil perkalian bobot dan rating untuk suatu faktor yang sama. Nilai hasil kali tersebut merupakan skor pembobotan dari faktor tersebut. - Selanjutnya menjumlahkan skor pembobotan pada kolom 4. Nilai tersebut menunjukkan bagaimana sistem bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internalnya.
Tabel 11 Internal Strategic Factors Analysis Summery (IFAS)
60 Faktor-Faktor Strategi Internal 1 Kekuatan : S1 S2 S3 … Kelemahan : W1 W2 W3 …. Total
Bobot
Rating
Skor
2
3
4
4 3 2 1 4 3 2 1 -
1,00
(2) Tahap Analisis Pada tahap analisis digunakan Model Matriks SWOT, dimana terdapat 4 strategi yang dapat di hasilkan, yaitu strategi SO, WO, ST, dan WT (Tabel 12).
Tabel 12 Model matrik SWOT hasil analisis SWOT MATRIKS SWOT OPPORTUNITIES
THREATS
STRENGTH
WEAKNESSES
SO1 SO2 SO3 SOn ST1 ST2 ST3 STn
WO1 WO2 WO3 WOn WT1 WT2 WT3 WTn
Setelah diperoleh matriks SWOT, selanjutnya disusun ranking semua strategi yang dihasilkan, berdasarkan faktor-faktor penyusun strategi tersebut.