METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Berpikir Secara umum kebijakan pembangunan daerah dapat memberikan kontribusi terhadap fenomena-fenomena yang bersifat aktual dan mendasar. Fenomenafenomena tersebut akan mempengaruhi pelaksanaan pembangunan wilayah secara langsung maupun tidak langsung melalui mekanismenya masing-masing yang akan berimplikasi pada konsep atau kerangka analisis pembangunan wilayah. Pentingnya perencanaan pembangunan daerah yang akan dijadikan sebagai kebijakan umum pembangunan oleh pemerintah daerah, harus didasarkan pada kerangka logika keilmuan serta kondisi dan potensi daerah yang terjadi di lapangan, dan bukan pada pendugaan-pendugaan yang tanpa dasar. Selain itu, pemahaman mengenai struktur perekonomian wilayah sangat penting
dilakukan
dalam
pengambil
kebijakan
pembangunan
daerah.
Pengembangan wilayah yang berbasis ilmu pengetahuan akan semakin mengarahkan pengelolaan pembangunan (khususnya dalam penganggaran) kepada pencapaian kinerja yang lebih maju sesuai dengan yang dicita-citakan (Saefulhakim 2008). Pola kebijakan anggaran yang akan menjadi acuan dalam pelaksanaan program/kegiatan pembangunan tahunan tersebut harus berdasarkan potensi dan kondisi daerah yang aktual. Selain dengan memperhatikan keterbatasan segala sumberdaya yang tersedia, pola kebijakan anggaran juga harus memperhatikan keterkaitan sektoral dan daerahnya dalam suatu wilayah tertentu. Hal ini penting dilakukan agar dalam pengelolaan segala sumberdaya yang ada dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat secara efektif, efisien dan saling menguntungkan (mutualism simbiosis). Atas dasar berbagai literatur pada uraian sebelumnya serta pemahaman tersebut maka dibangun kerangka pemikiran penelitian seperti yang terlihat pada Gambar 7 berikut.
30
KEBIJAKAN UMUM PEMBANGUNAN DAERAH
KONDISI EKSISTING WILAYAH PROVINSI BANTEN: PERTUMBUHAN EKONOMI MELAMBAT KESENJANGAN PENDAPATAN MENINGKAT KEMISKINAN/PENGANGGURAN MASIH PADA LEVEL YANG LEBIH TINGGI DARI TINGKAT NASIONAL.
POTENSI DAN KONDISI DAERAH SUMBER DAYA ALAM SUMBER DAYA MANUSIA SUMBER DAYA SOSIAL SUMBER DAYA BUATAN SUMBER DANA DAERAH JEJARING ANTAR DAERAH
POLA PENGANGGARAN KETERKAITAN ANTAR SEKTOR
TIDAK
YA
KETERKAITAN ANTAR DAERAH KAB/KOTA DI WILAYAH PROVINSI BANTEN
YA
EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI
STRUKTUR HUBUNGAN SEKTORAL DAN DAERAH YANG SALING MENGUATKAN
REVISI
KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH MENURUN
TIDAK
KONTRAPRODUKTIF
KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH MENINGKAT
Gambar 7 Kerangka Umum Pemikiran Penelitian.
31
Kerangka Analisis Penelitian Analisis model spasial perencanaan dan koordinasi penganggaran terhadap peningkatan kinerja pembangunan daerah Provinsi Banten, secara umum dilakukan melalui beberapa proses tahapan analisis yang ditempuh seperti pada Gambar 8 berikut.
Data Kependudukan Kab/Kota Provinsi Banten Tahun 20032007
APBD Kab/Kota Provinsi Banten Tahun 20032007
PDRB ADHK Kab/Kota Provinsi BantenTahun 20032007
Variabel Penganggaran Belanja
Variabel Kependuduk an
Data Aliran Barang Tahun 2006 dan Kebalikan Jarak
Variabel Kinerja Pembangunan Daerah
Principal Components Analysis (Factor Analysis)
Akar Ciri 1
Factor Score
Factor Loadings
Matriks Kontiguitas Interaksi Spasial
Parameter Fungsi Indeks
Tipologi Wilayah Provinsi Banten Berdasarkan Pola Penganggaran
1
Tipologi Wilayah Provinsi Banten Berdasarkan Kinerja Pembangunan Daerah
oW , dW , ij ij
dan rWij
2
Forward Stepwise General Regresion Model
3
Model Spasial Perencanaan dan Koordinasi Penganggaran untuk Meningkatkan Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Banten
Gambar 8 Kerangka Analisis Penelitian.
32
Lokasi dan Waktu Penelitian Wilayah Penelitian ini mencakup wilayah administratif Provinsi Banten. Unit analisis adalah daerah kabupaten/kota meliputi 6 kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang dan Kota Cilegon. Sedangkan waktu penelitian direncanakan mulai bulan Juli 2008 sampai September 2008. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh melalui cara studi literatur dan survei langsung ke daerah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten. Data ini diperoleh dari berbagai SKPD terkait seperti Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Banten, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten, Bappeda Kabupaten/Kota di wilayah Banten, Departemen Perhubungan dan instansiinstansi terkait lainnya. Data-data sekunder yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian, dibagi ke dalam dua tahap, yaitu: 1. Pengumpulan data dasar, diantaranya adalah: -
Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten tahun 2003 sampai dengan tahun 2007, atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan
-
Data Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten tahun 2003 sampai dengan tahun 2007
-
Data Hasil Survei Asal Tujuan Transportasi Nasional (Provinsi Banten) Tahun 2006. Selain itu, data-data publikasi dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten dan instansi terkait lainnya digunakan dalam penelitian ini sebagai pelengkap hasil analisis, termasuk peta administrasi Provinsi Banten.
2. Identifikasi variabel, dilakukan dengan beberapa analisis diantaranya adalah: -
Rasio
-
Indeks diversitas entropy
-
Location Quotient (LQ).
33
Tabel 3 Matrik Tujuan, Metode, Data dan Sumber Data dalam Penelitian Tujuan
Metode Analisis
Variabel/
Data dan Sumber
Parameter
Data
Data aspek: Mengidentifikasi tipologi wilayah Provinsi Banten berdasarkan pola penganggaran
Kinerja Pembangunan Principal
daerah, Struktur Ekonomi
PDRB dan APBD
Components
Daerah, Struktur Harga-
(Bappeda Banten dan
Analysis (Factor
harga, Kependudukan,
Bappeda kab/kota
Analysis)
Struktur Anggaran
Provinsi Banten)
Penerima, dan Struktur Anggaran Pengeluaran. Data aspek:
Mengidentifikasi tipologi wilayah Provinsi Banten berdasarkan kinerja pembangunan.
Kinerja Pembangunan Principal
daerah, Struktur Ekonomi
PDRB dan APBD
Components
Daerah, Struktur Harga-
(Bappeda Banten dan
Analysis (Factor
harga, Kependudukan,
Bappeda kab/kota
Analysis)
Struktur Anggaran
Provinsi Banten)
Penerima, dan Struktur Anggaran Pengeluaran.
Membangun model spasial hubungan perencanaan dan koordinasi penganggaran untuk meningkatkan kinerja pembangunan daerah Provinsi Banten.
Matriks Kontiguitas Analisis forward stepwise General Regression Model
Interaksi Spasial
Departemen
berdasarkan intensitas
Perhubungan, semua
Aliran Barang dan
hasil analisis
Kebalikan Jarak,
sebelumnya.
data hasil olahan.
34
Metode Analisis Keragaman dan Pemusatan Aktivitas Perekonomian Wilayah Ukuran tingkat perkembangan suatu wilayah dalam perspektif ekonomi dapat ditunjukkan dari semakin bertambah dan meluasnya komponen/aktivitas perekonomian dalam suatu wilayah. Misalnya semakin meningkatnya alternatif sumber pendapatan wilayah dan aktifitas perekonomian di wilayah tersebut, maka akan semakin luas pula hubungan yang dapat dijalin antara sub wilayah dalam sistem tersebut maupun dengan sistem sekitarnya (Panuju dan Rustiadi 2005). Perluasan jumlah komponen aktivitas ini dapat dianalisis dengan menghitung indeks diversifikasi dengan konsep entropy. Selain tingkat keragaman aktivitas perekonomian, pengembangan suatu wilayah dalam aspek ekonomi juga dapat ditentukan melalui peranan sektorsektor pembangunan dalam mencapai target pertumbuhan yang diikuti oleh kegiatan investasi pembangunan, baik investasi pemerintah atau swasta. Ketersediaan sumberdaya suatu daerah yang terbatas memaksa ketelitian pemerintah daerah untuk menentukan berbagai skala prioritas pembangunan. Untuk itu perlu diidentifikasikan suatu pemusatan aktivitas ekonomi yang diharapkan dapat menggerakkan aktivitas pada sektor-sektor perekonomian lainnya. Untuk mengetahui indikasi aktivitas sektor perekonomian pada suatu wilayah dilakukan melalui analisis
Location Quotient (LQ) sehingga
mendapatkan pembobotan pusat aktivitas sektor-sektor perekonomian pada suatu lokasi tertentu. 1. Analisis Perkembangan Sistem (Entropy) Tingkat perkembangan sistem perekonomian suatu daerah ditunjukan dengan adanya peningkatan jumlah komponen sistem perekonomian serta penyebarannya (jangkauan spasial). Pendekatan tingkat perkembangan sistem perekonomian di wilayah Provinsi Banten dalam penelitian ini dianalisis dengan menghitung indeks diversitas melalui konsep entropy. Prinsip pengertian indeks entropy ini adalah semakin beragam aktifitas atau semakin luas jangkauan spasial, maka semakin tinggi entropi wilayah. Artinya wilayah tersebut semakin berkembang (Panuju dan Rustiadi, 2005).
35
Penggunaan indeks diversitas entropy dalam penelitian ini adalah untuk mengidetifikasi variabel indikator, diantaranya: -
Indeks diversitas sektor ekonomi (PDRB 2003-2007) dan
-
Indeks
diversitas
bidang
pengeluaran
belanja
langsung
(APBD
Kabupaten/Kota 2003-2007) Persamaan umum entropy ini adalah sebagai berikut: n
P 1
S Pi Pi
i 1
i
Pr oporsi
Dimana: Pi adalah peluang yang dihitung dari persamaan: Xi/Xi.
X1 X1/x
X2
X3
X2/x
…
Xn
X3/x
=x ….
Xn/x
=1
Jika tabel terdiri dari baris dan kolom yang cukup banyak seperti Tabel berikut:
X11 X12
X21
X1q
X2q
X31
X41
Xp1
Xpq
Maka, persamaan untuk menghitung peluang titik pada kolom ke-i dan baris ke-j adalah: Pij=Xij/Xij S0
S = tingkat perkembangan
Nilai S akan selalu 0 Untuk mengidentifikasi tingkat perkembangan maka terdapat ketentuan jika indeks S semakin tinggi maka tingkat perkembangan semakin tinggi.
36
n
n
S Pij ln Pij i 1 j 1
I–O
Sektor 1 2 Sektor Produk si
3
4
1 2 3 4
Xij
Jika digambarkan dalam suatu grafik, hubungan antara nilai S dengan seluruh kemungkinan peluangnya akan berbentuk kurva kuadratik berikut ini: S
O 1 n
1
Pi
Dari grafik tersebut diketahui nilai maksimum entropi diperoleh pada saat nilai peluangnya
sama
dengan
1/n,
dimana
n
adalah
jumlah
titik
(sektor/komponen/jangkauan spasial). 2. Analisis Location Quotient (LQ) Analisis model LQ digunakan untuk melihat sektor basis atau non basis pada suatu wilayah perencanaan dan dapat mengidentifikasi sektor unggulan atau keunggulan komparatif suatu wilayah (Panuju dan Rustiadi, 2005). Analisis dalam penelitian ini digunakan untuk mengidentifikasi variabel indikator pada data PDRB kabupaten/kota dengan 9 sektor, meliputi sektor: (1) pertanian;
(2)
pertambangan & penggalian; (3) industri pengolahan; (4) listrik & air bersih; (5) bangunan; perdagangan, (6) hotel & restoran; (7) pengangkutan & komunikasi; (8) keuangan, persewaan & jasa perusahaan; (9) dan Jasa-jasa. Selain itu, data APBD kabupaten/kota dengan 24 bidang penganggaran belanja langsung di Provinsi Banten juga menggunakan analisis LQ untuk mengindentifikasi variabel indikator.
37
Nilai LQ diketahui melalui rumus sebagai berikut:
LQij
X ij / X i . X . j / X ..
Keterangan: LQij
= bobot lokasi/lokal kabupaten/kota i untuk sektor/bidang j.
Xij
= derajat aktivitas sektor/bidang j pada kabupaten/kota i.
Xi.
= derajat aktivitas total di kabupaten/kota i.
X.j
= derajat aktivitas total sektor/bidang j di Provinsi Banten.
X..
= total seluruh sektor/bidang di Provinsi Banten. Kriteria penilaian dalam penentuan ukuran derajat basis (bobot lokasi)
adalah jika nilai indeks LQ lebih besar atau sama dengan satu (LQ≥1), maka pada lokasi tersebut terjadi pemusatan aktivitas, sedangkan apabila nilainya kurang dari satu (LQ<1) berarti pada lokasi tersebut tidak terjadi pemusatan aktivitas pada kegiatan perekonomian wilayah Provinsi Banten. 3. Analisis Komponen Utama (Principal Components Analysis/PCA) Untuk mengetahui tingkat korelasi atau keterkaitan antar variabel-variabel indikator perkembangan suatu wilayah biasa digunakan teknik komputasi melalui analisis faktor atau Factor Analysis (FA) dalam Principal Components Analysis (PCA) (Harman 1967). Prosedur PCA pada dasarnya adalah bertujuan untuk menyederhanakan variabel yang diamati dengan cara menyusutkan (mereduksi) dimensinya. Hali ini dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi diantara variabel bebas melalui transformasi variabel bebas asal ke variabel baru yang tidak berkorelasi sama sekali atau yang biasa disebut dengan principal component. Keuntungan penggunaan Principal Components Analysis (PCA) dengan metode lain yaitu: (1) dapat menghilangkan korelasi secara bersih (korelasi = 0), sehingga masalah multikolinearitas dapat benar-benar teratasi secara bersih; (2) dapat digunakan untuk segala kondisi data/penelitian; (3) dapat dipergunakan tanpa mengurangi jumlah variabel asal; (4) meskipun metode regresi dengan PCA ini memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, kesimpulan yang diberikan lebih akurat dibandingkan dengan penggunaan metode lain (Soemartini 2008).
38
Teknik ekstraksi data dengan Principal Components Analysis (PCA) pada dasarnya
adalah
dengan
memaksimalkan
keragaman
dalam
1
(satu)
variabel/faktor yang baru dan meminimalkan keragaman dengan variabel/faktor yang lain menjadi variabel yang saling bebas (independent). Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisa ini adalah : 1.
Ortogonalisasi Variabel Tujuannya adalah membuat variabel baru Z (=1,2,...,qp) yang memiliki karakteristik: a. satu sama lain tidak saling berkorelasi, yakni: r’ = 0, b. nilai rataan masing-masing, tetap sama dengan nol, dan c. nilai ragam masing-masing Z sama dengan 0, dimana = p.
2.
Penyederhanaan jumlah variabel Mengurutkan masing-masing factor/komponen utama (F) yang dihasilkan, dari yang memiliki eigenvalue () tertinggi hingga terendah, yakni : a. memilih faktor-faktor atau komponen-komponen utama yang memiliki
1, artinya faktor atau komponen utama yang memiliki kandungan informasi (ragam) setara dengan informasi yang terkandung dalam satu variabel asal, b. membuang faktor atau komponen utama yang mempunyai eigenvalue antar dua faktor atau komponen utama yang berdekatan/tidak begitu signifikan, jika (-( - 1)) < 1, sebagai alternatif lain digunakan juga metode The Scree Test dipekenalkan oleh Catell dimana dari hasil scee plot yang dipilih adalah yang paling curam, c. menentukan faktor-faktor atau komponen-komponen utama yang memiliki koefisien korelasi nyata minimal satu variabel asal. Kriteria yang digunakan adalah | rj| 0.7 Hal ini dimaksudkan agar setiap faktor atau komponen utama yang terpilih, paling tidak memiliki satu penciri dominan dari variabel asalnya. Hasil Principal Components Analysis (PCA) antara lain: o
Akar ciri (eigenvalue) merupakan suatu nilai yang menunjukkan keragaman dari peubah komponen utama dihasilkan dari analisis, semakin besar nilai
39
eigen value maka semakin besar pula keragaman data awal yang mampu dijelaskan oleh data baru. o
Proporsi dan komulatif akar ciri, nilai pembobot (eigen vector) merupakan parameter yang menggambarkan hubungan setiap peubah dengan komponen utama ke-i.
o
Component score adalah nilai yang menggambarkan besarnya titik-titik data baru dari hasil komponen utama dan digunakan setelah PCA.
o
PC loading menggambarkan besarnya korelasi antar variabel awal dengan komponen ke-i. PC scores ini yang digunakan jika terjadi analisis lanjutan setelah PCA. Factor Loadings (L) adalah sama dengan Factor Score Coefficients (C) kali Eigenvalue Faktor atau Komponen Utamanya (). Set Variabel
PCA (Analysis Factor)
Factor Loading
Adakah variabel factor loading yang tidak nyata untuk semua factor?
Tidak Ada
Selesai
Ada
Pilah data (set data variabel)
Gambar 9 Tahapan Analisis Principal Components Analysis. Seleksi variabel indikator dalam penelitian ini digunakan metode Analisis Komponen Utama (Principal Components Analysis/PCA) dengan teknik komputasi melalui aplikasi STATISTICA for Windows. Data yang akan dianalisa diantaranya adalah data: (1) LQ PDRB kabupaten/kota tahun 2003 sampai dengan
40
tahun 2007 dan indeks diversitasnya; dan (2) LQ APBD kabupaten/kota tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 dan diversitasnya. 4. Tipologi Wilayah Berdasarkan Pola Penganggaran dan Kinerja Pembangunan Daerah Analisis tipologi digunakan untuk klasifikasi berdasarkan suatu karateristik tertentu di daerah kabupaten/kota, melalui indeks komposit dari factor score hasil PCA yang distandarisasi (skala nilai 1 sampai dengan 9) (Saefulhakim 2008), dengan rumus: Xi
Ai MIN Ai i
MAX Ai MIN Ai i
8 1
i
Keterangan: Xi
Ai
nilai hasil standarisasi untuk kabupaten/kota ke-i nilai hasil dari factor score untuk masing-masing kabupaten/kota ke-i. Nilai hasil standarisasi ini dikelompokan ke dalam 9 kategori, yaitu:
1. nilai 0-1 untuk kategori sangat rendah sekali 2. nilai 1-2 untuk kategori sangat rendah 3. nilai 2-3 untuk kategori rendah 4. nilai 3-4 untuk kategori agak rendah 5. nilai 4-5 untuk kategori sedang 6. nilai 5-6 untuk kategori agak tinggi 7. nilai 6-7 untuk kategori tinggi 8. nilai 7-8 untuk kategori sangat tinggi 9.
nilai 8-9 untuk kategori sangat tinggi sekali. Gambaran klasifikasi suatu wilayah di unit analisis wilayah sampel
berdasarkan suatu karakteristik tertentu dalam penelitian ini disajikan selain dalam bentuk Tabel 4, juga disajikan secara spasial untuk melihat sebarannya. Hasil analisis inilah yang digunakan sebagai dasar untuk membangun model spasial perencanaan dan koordinasi penganggaran untuk meningkatkan kinerja pembangunan daerah dalam pengambilan skala prioritas penganggaran pada perumusan kebijakan pembangunan daerah.
41
5. Analisis Ekonometrika Spasial (Spatial Durbin Model) Analisis model durbin spasial (Spatial Durbin Model) dilakukan untuk dapat mengakomodasikan fenomena keterkaitan aktivitas ekonomi antar daerah kabupaten/kota di Provinsi Banten dengan menggunakan matriks kontiguitas spasial (Saefulhakim 2008). Pada prinsipnya hampir sama dengan regresi berbobot, dengan variabel yang menjadi pembobot adalah faktor lokasi. Kedekatan (jarak antar lokasi) dan itensitas aliran barang antar lokasi dalam suatu aktivitas ekonomi menyebabkan munculnya fenomena keterkaitan antar daerah atau interaksi spasial. Model ini merupakan pengembangan dari model regresi sederhana yang telah mengakomodasikan fenomena interaksi spasial, baik dalam variabel tujuan maupun dalam variabel penjelasnya. Misalnya untuk mengetahui peningkatan kinerja pembangunan daerah dalam suatu wilayah tidak hanya dipengaruhi oleh variabel
bebas,
namun
juga
dipengaruhi
oleh
variabel
lain,
yaitu
hubungan/koordinasi spasial. Pada penelitian ini, pendugaan parameter model disusun dalam kerangka Model Durbin Spasial dengan penyusunan variabel berdasarkan pertimbangan konsep ilmu ekonomi dasar pada Model Input-Output (Model I-O). Model menggunakan matriks kontiguitas spasial untuk mengetahui pengaruh keterkaitan penganggaran antar daerah, dalam penelitian ini berdasarkan 2 (dua) jenis kontiguitas spasial, yaitu: -
Matriks kontiguitas spasial antar daerah berdasarkan data aliran barang ( W f ). Semakin besar intensitas aliran barang antar suatu daerah, maka semakin tinggi keterkaitan antar daerah tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aktivitas ekonomi dalam suatu daerah tidak hanya membutuhkan input lokal (dalam daerah sendiri) saja namun juga membutuhkan input dari luar daerah (impor), begitu pun sebaliknya (ekspor). Hal ini menunjukan bahwa suatu aktivitas ekonomi untuk menghasilkan output secara efektif dan efisien memerlukan adanya hubungan mitra dagang (kerjasama/koordinasi).
-
Matriks kontiguitas spasial antar daerah berdasarkan data jarak antar daerah ( Wr ). Semakin besar nilai jarak antar daerah, maka keterkaitan
42
antar daerah tersebut akan semakin kecil (berbanding terbalik). Dengan kata lain bahwa semakin jauh jarak antar daerah tertentu, maka hubungan antar daerah yang terjadi akan semakin relatif berkurang. Hal ini dapat menunjukan bahwa peristiwa yang terjadi pada suatu daerah tidak hanya dipengaruhi oleh daerah itu sendiri, namun juga dipengaruhi oleh daerah lain atau daerah tetangga yang terkait. Pendekatan Model Durbin Spasial dalam penelitian ini menggunakan rumus sebagai berikut:
ln Kpdi ,k k l k ,k ln Kpdi ,l p ,k ln Ipdi , p l
r
l
p
p
l ,k rWi , j ln Kpd j ,l f l ,k f Wi , j ln Kpd j ,l l
r
p ,k Wi , j ln Ipd j , p f p ,k f Wi , j ln Ipd j , p i ,k r
p
Keterangan: Variabel tujuan dan variabel-variabel penjelas model.
ln Kpdi ,k logaritma natural indeks komposit kinerja pembangunan daerah ke-k, yang tiap selnya berisi nilai variabel tersebut untuk tiap daerah ke-i (i alias j).
ln Ipdi , p
logaritma natural variabel indeks komposit potensi ekonomi daerah (struktur ekonomi daerah, struktur harga-harga, kependudukan, struktur anggaran penerimaan, dan struktur anggaran pengeluaran) ke-p, yang tiap selnya berisi nilai variabel tersebut untuk tiap daerah ke-i (i alias j).
Parameter-parameter model yang menunjukan pengaruh masing-masing variabel penjelas terhadap variabel indeks kinerja pembangunan daerah ke-k di daerah ke-i, sebagai berikut:
k
=
nilai tengah umum variabel indeks komposit kinerja pembangunan daerah ke-k
l,k
=
pengaruh indeks komposit kinerja pembangunan daerah ke-l di daerah
sendiri
terhadap
variabel
indeks
pembangunan daerah ke-k di daerah sendiri
komposit
kinerja
43
l,k
r
=
pengaruh indeks komposit kinerja pembangunan daerah ke-l di daerah-daerah tetangga terhadap variabel indeks komposit kinerja pembangunan ekonomi ke-k di daerah sendiri
f
l,k
=
pengaruh indeks komposit kinerja pembangunan daerah ke-l di daerah-daerah mitra pembeli barang terhadap indeks komposit kinerja pembangunan daerah ke-k di daerah sendiri
p,k
=
pengaruh indeks komposit potensi ekonomi daerah (struktur ekonomi daerah, struktur harga-harga, kependudukan, struktur anggaran penerimaan dan struktur anggaran pengeluaran) ke-p di daerah sendiri terhadap indeks komposit kinerja pembangunan daerah ke-k di daerah sendiri
p,k
r
=
pengaruh indeks komposit potensi ekonomi daerah (struktur ekonomi daerah, struktur harga-harga, kependudukan, struktur anggaran penerimaan, dan struktur anggaran pengeluaran) ke-p di daerahdaerah tetangga terhadap indeks komposit kinerja pembangunan daerah ke-k di daerah sendiri
f
p,k
=
pengaruh indeks komposit potensi ekonomi daerah (struktur ekonomi daerah, struktur harga-harga, kependudukan, struktur anggaran penerimaan, dan struktur anggaran pengeluaran) ke-p di daerahdaerah
pembeli
barang
terhadap
indeks
komposit
kinerja
pembangunan daerah ke-k di daerah sendiri
i,k
=
galat pendugaan indeks komposit kinerja pembangunan daerah ke-k untuk daerah ke-i
6.
Pendugaan Parameter Model (Forward stepwise General Regression Model) Tahapan awal dilakukan pendugaan paramter-parameter model dengan
menggunakan sistem penambahan variabel penjelas satu-satu secara bertahap dimulai dari yang paling berkontribusi nyata (Forward Stepwise General Regression Model). Proses seleksi variabel indeks yang berperan nyata dalam model, digunakan Perangkat lunak STATISTICA for Windows (Saefulhakim 2008). Kriteria yang berperan nyata (significant) adalah jika nilai koefisiennya
44
nyata sampai dengan tarap nyata p 0.05, sedangkan variabel indeks yang tidak nyata dieliminasikan dari model (lihat Gambar 10). Analisis Variabel Indikator
Data Variabel Dasar
A
Kependudukan
S P
Level Aktual Variabel Indikator
Proses seleksi variabel indikator PCA (Factor Analysis)
Ukuran dan Perhitungan variabel indikator: 1. Rasio 2. Diversitas 3. Pemusatan
Factor score
Ekonomi
E K
Penganggaran
D
Kinerja pembangunan
Penyusunan Indeks Komposit Parameter Fungsi Indeks Komposit
A T A
Kontiguitas Spasial
Penyusunan Matriks Kontiguitas Spasial
Matriks Kontiguitas Spasial
Forward stepwise General Regression Model
Model Spasial Perencanaan dan Koordinasi Penganggaran untuk Meningkatkan Kinerja Pembangunan Daerah
Gambar 10 Tahapan Proses Analisis Penelitian.
Klasifikasi fungsi indeks
Tipologi Wlayah Berdasarkan Pola penganggaran dan Kinerja Pembangunan Daerah