III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. BAHAN DAN ALAT
3.1.1. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ubi jalar varietas Ceret, air, gula halus, margarin, tepung komposit (tepung jagung dan tepung ubi jalar) ukuran 100 mesh. Tepung jagung yang digunakan merupakan tepung jagung kuning yang diperoleh dari Seafast Center IPB sedangkan tepung ubi jalar merupakan hasil penepungan ubi jalar varietas Ceret. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah tepung terigu rendah protein, telur, corn flakes, kacang tanah sangrai, baking powder, kalium hidroksi phthalate (KHP), NaOH 0.02 N, H2SO4 pekat, HgO, K2SO4, NaOH 60%, Na2S2O3.5H2O 5%, H2BO3 jenuh, HCl 0.02 N, indikator PP 1%, indikator MR-MB, heksana, HCl 25%, dan air destilata.
3.1.2. Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan, pisau, peeler, slicer, pengering kabinet, disk mill, vibrating screen, baskom stainlesss steel, twist, piring, sendok kayu, sudip, sendok makan, cetakan, loyang, oven gas, texture analyzer (Stable Micro System, TA-XT 2i), piring saji, cawan alumunium, desikator, oven, spatula, kaca pengaduk, neraca analitik, gegep, cawan porselen bertutup, tanur listrik, pemanas Kjeldhal, labu Kjeldhal, buret, labu takar, pipet Mohr, Erlenmeyer, gelas beaker, pipet tetes, alat Soxhlet, labu lemak, pendingin balik, dan kertas saring.
3.2. METODE PENELITIAN Penelitian optimasi penggunaan tepung komposit jagung dan tepung ubi jalar pada pembuatan kukis terbagi menjadi lima yaitu pembuatan tepung ubi jalar, penentuan titik maksimum substitusi, optimasi formula, optimasi proses, dan analisis.
3.2.1. Pembuatan Tepung Ubi Jalar Proses pembuatan tepung ubi jalar diawali dengan proses pengupasan kulit ubi jalar varietas Ceret dengan menggunakan peeler. Ubi yang telah dikupas selanjutnya dicuci dengan air hingga bersih. Ubi yang bersih selanjutnya diiris dengan menggunakan slicer. Hasil irisan ubi kemudian dikukus selama 10 menit pada suhu 100°C. Ubi iris yang telah dikukus kemudian dikeringkan dengan menggunakan pengering kabinet dan selanjutnya digiling dengan menggunakan disk mill hingga berbentuk tepung. Tepung ubi jalar kemudian diayak dengan menggunakan vibrating screen yang berukuran 100 mesh. Tepung yang lolos ukuran 100 mesh kemudian digunakan pada pengolahan kukis pada tahap selanjutnya. Proses pembuatan tepung ubi jalar ditunjukkan pada Gambar 6.
3.2.2. Penentuan Titik Maksimum Substitusi Penentuan titik maksimum substitusi ini diawali dengan membuat corn flakes cookies seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7. Jumlah tepung terigu diubah-ubah dan tepung komposit ditambahkan sesuai dengan formula. Langkah selanjutnya adalah menguji sensori enam formula kukis. Enam formula tersebut adalah formula dengan tingkat substitusi 50-100% baik tepung jagung maupun tepung ubi jalar. Keseluruhan formula diuji sensori terhadap 30 panelis dengan uji rating hedonik. Uji ini bertujuan melihat kesukaan konsumen terhadap atribut sensori aroma, rasa, warna, tekstur, dan overall. Menurut Stone dan Sidel (2004) serta Resurreccion (1998) uji penerimaan dengan skala hedonik dapat dilakukan di laboratorium dengan jumlah panelis 25-50 hingga 75. Jika jumlah panelisnya kurang maka memungkinkan untuk salah dalam mengambil keputusan. Semakin banyak jumlah panelis semakin meningkat signifikansi statistik dan kredibilitas hasil (Stone, Sidel 2004). Tingkat substitusi tertinggi yang masih disukai panelis akan ditentukan sebagai titik maksimum dan digunakan dalam penentuan formula dalam tahap optimasi formula.
Ubi jalar
Pengupasan
Pencucian
air
Pengirisan
Pengukusan 100°C selama10 menit
Pengeringan
Penggilingan
Pengayakan 100 mesh
Tepung ubi jalar Gambar 6. Proses pembuatan tepung ubi jalar
3.2.3. Optimasi Formula Cookies Formulasi tepung komposit menggunakan metode mixture design dengan bantuan peranti lunak Design-Expert 7.0.0. Jumlah faktor yang digunakan ada 3, yaitu tepung ubi jalar, tepung jagung, dan tepung terigu. Parameter yang dijadikan sebagai respon adalah skor dari uji rating
16
hedonik terhadap karakteristik rasa, aroma, warna, kekerasan, dan keseluruhan (overall) dengan menggunakan 70 panelis. Formula yang diperkirakan optimal kemudian diverifikasi dengan cara dibuat dan diuji sensori kembali. Jika hasil sensori masih dalam rentang yang diperbolehkan untuk tetap optimum (95% CI dan 95% PI) maka formula selanjutnya diuji pada tahap optimasi produksi.
Margarin
Gula halus
Pencampuran
Adonan krim Pencampuran
Tepung komposit
Tepung terigu
Kuning Telur
Krim
Pencampuran
Baking powder
adonan Corn flakes
Pencampuran
Kacang cincang
adonan
Corn flakes
Pencetakan
Pemanggangan 150ºC 20 menit
Cookies Gambar 7. Diagram alir pembuatan corn flakes cookies
3.2.4. Optimasi Proses Produksi Cookies Formula yang diperoleh dari tahap optimasi formula kemudian diuji pada tahap optimasi proses produksi. Pada tahap ini, formula diaplikasikan dengan proses produksi yang memiliki dua 17
faktor yaitu suhu dan waktu pemanggangan. Masing-masing faktor memiliki level yang akan diperoleh melalui metode Response Surface Methodology (RSM) dengan bantuan peranti lunak Design-Expert 7.0.0. Parameter yang dijadikan sebagai respon sama dengan tahap optimasi formula yaitu skor dari uji rating hedonik terhadap karakteristik rasa, aroma, warna, kekerasan, dan keseluruhan (overall) dengan menggunakan 70 panelis. RSM akan memberikan kondisi proses dengan hasil sensori yang optimum. Persamaan tersebut kemudian verifikasi. Jika masih dalam rentang (95% CI dan 95% PI) maka persamaan tersebut dapat diterima sebagai persamaan yang dapat mengoptimalkan formula.
3.2.5. Analisis 3.2.5.1. Analisis Fisik (Texture Analyzer) Pengukuran tekstur dilakukan dengan menggunakan alat texture analyzer (Stable Micro System, TA-XT 2i) dengan setinggan alat seperti ditunjukkan pada Tabel 6. Prinsip dari pengukuran ini adalah dengan memberikan gaya tekan kepada bahan dengan besaran tertentu sehingga profil tekstur bahan dapat diukur. Probe yang digunakan untuk mengukur tekstur kukis adalah probe tipe P2 (probe silinder 2 mm). Setelah pemasangan probe, sampel diletakkan di atas meja uji dan kemudian texture analyzer dinyalakan. Sampel diukur tiga kali atau triplo. Data yang diperoleh kemudian divisualisasikan dalam bentuk grafik dan dapat dilakukan pengolahan lanjutan dengan menggunakan program dari komputer yang terhubung dengan texture analyzer.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
8.
Tabel 6. Setting alat Texture Analyzer Parameter Ukuran Type TA-XT2 Test mode Measure force in compression Option Return to start Pre test speed 2.0 mm/s Test speed 0.5 mm/s Post test speed 10.0 mm/s Rupture test distance 1mm Distance 4 mm Force 100 g Time 5s Count 1 Trigger Type Auto Force 20 g Stop plot at Final Auto tare yes
18
3.2.5.2. Analisis Kimia
3.2.5.2.1. Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Cawan alumunium dan tutupnya dikeringkan terlebih dahulu sebelum digunakan pada suhu 1000C selama 15 menit dan didinginkan di dalam desikator. Cawan kemudian ditimbang dengan menggunakan neraca analitik (a gram). Sebanyak 1-2 gram (x gram) contoh ditimbang dalam cawan tersebut kemudian dikeringkan dalam oven 1050C selama 3 jam. Cawan dan isinya kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh bobot konstan (y gram). x-(y-a) x x-(y-a) Kadar air (%db)= (y-a)
Kadar air (%wb)=
100% 100%
3.2.5.2.2. Kadar Abu (SNI 01-2891-1992) Cawan porselen dikeringkan dengan oven pada suhu 1050C selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator. Cawan tersebut ditimbang dengan timbangan analitik (a g). Sebanyak 2-3 g contoh (w g) ditimbang dalam cawan tersebut. Contoh diarangkan di atas hot plate selama 3060 menit sampai tidak berasap. Kemudian dimasukkan kedalam tanur bersuhu 5500C sampai pengabuan sempurna, lalu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang (x gram). Kadar abu % bb =
x-a ×100% w
3.2.5.2.3. Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC Method 960.52 yang dimodifikasi) Contoh ditimbang sebanyak 0.1-0.25 g dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Selanjutnya, ke dalam contoh tersebut ditambahkan 1.0 g campuran K2SO4, 40 mg HgO, dan 2 ml H2SO4 pekat, kemudian dididihkan dalam digestion system hingga larutan menjadi jernih. Modifikasi dilakukan pada jumlah H2SO4 pekat yang ditambahkan. Pada motode AOAC 960.52, jumlah H2SO4 pekat ditambah sebanyak 0.1 ml untuk setiap 10 mg berat sampel jika sampel beratnya lebih dari 15 mg. Namun, hal tersebut tidak dilakukan dengan asumsi 2 ml H2SO4 pekat yang digunakan sudah cukup untuk mendetruksi sampel. Labu didinginkan dan ditambahkan sedikit air destilata. Larutan hasil destruksi dituang kedalam alat destilasi, ditambahkan 8-10 ml NaOH 60%- Na2S2O3 5%. Destilat ditampung dalam 5 ml asam borat yang telah dicampur dengan lima tetes indikator MB:MM. Destilasi dilakukan selama 15 menit atau sampai volume penampung mencapai 15 ml. Larutan tersebut kemudian dititrasi dengan HCL 0.02 N.
Kadar protein (%bb)=
V HCl – V blanko) × N HCl × 14.007 × FK × 100% Bobot contoh (mg)
19
3.2.5.2.4. Kadar Lemak / Metode Hidrolisis (SNI 01-2891-1992) Contoh seberat 1-2 g ditambahkan air 20 ml dan HCL 25% sebanyak 30 ml. Contoh dipanaskan selama 15 menit. Sesudah dipanaskan, contoh disaring dengan menggunakan kertas saring, dibilas dengan air panas hingga tidak asam, dan dikeringkan dalam oven bersuhu 1050C sampai kering. Analisis dilanjutkan dengan metode soxhlet, dimana contoh dimasukkan ke dalam labu soxhlet dan diisi dengan ± 150 ml heksan, lalu direfluks 5-6 jam. Setelah itu dipanaskan pada oven bersuhu 1050C selama 30 menit atau sampai pelarut pada labu lemak menguap semua. Labu lemak didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Kadar lemak (%bb)=
b -b a
100%
3.2.5.2.5. Kadar Karbohidrat / Metode By Difference (Nielsen 2010) Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, abu, lemak dan protein. Kadar karbohidrat= 100% -(kadar air+kadar abu+ kadar lemak+kadar protein)
20