32
METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Berpikir Pembangunan Pertanian dan Perdesaan Konsep
pembangunan
nasional
secara
komprehensip
meliputi
pembangunan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahan dan keamanan (IPOLEKSOSBUDHANKAM).
Pembangunan tersebut secara
umum dapat dikelompokkan sebagai pembangunan daerah perkotaan dan daerah perdesaan.
Daerah perkotaan selama ini telah diarahkan sebagai
pusat industri dan perdagangan, disamping sebagai pusat pemerintahan. Hal ini dapat dilihat dari pesatnya pembangunan sarana dan prasarana perdagangan, perkantoran dan industri. Sementara itu daerah perdesaan diarahkan sebagai pusat produksi pertanian. Hal ini dapat juga dilihat dari konsep pembangunan yang selama ini diterapkan lebih diarahkan pada peningkatan produksi pertanian, seperti yang dilakukan pada program BIMAS, KIMBUN, KUNAK, KAPET dan berbagai program lainnya.
Peningkatan produksi pertanian diharapkan
dengan sendirinya dapat meningkatkan perekonomian perdesaan. Konsep
pembangunan
perdesaan
tersebut
di
atas
yang
telah
dijalankan ternyata belum mampu meningkatkan kesejahteraan petani dan kawasan perdesaan, bahkan cenderung menyebabkan kesenjangan antara wilayah perkotaan dan perdesaan.
Selain itu konsep pembangunan
perdesaan yang terutama ditekankan pada peningkatan produksi pertanian seringkali kurang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan.
Hal ini
dapat dilihat dari penerapan konsep intensifikasi untuk peningkatan produksi oleh petani, seperti pengolahan tanah, pemupukan, dan pengendalian hama penyakit di daerah-daerah sentra produksi pertanian. Oleh karena itu strategi pengembangan wilayah yang telah dijalankan perlu dipikirkan kembali.
Menurut Tong Wu (2002), pemikiran kembali
strategi pengembangan wilayah dapat mencakup: (1) redistribusi dengan pertumbuhan, (2) substitusi eksport, dan (3) penciptaan lapangan pekerjaan dan
pembangunan
perdesaan.
Untuk
mencegah
proses
degradasi
lingkungan sebagai dampak proses pembangunan, harus diterapkan konsep
33
pembangunan perdesaan yang berkelanjutan.
Agropolitan adalah konsep
pembangunan perdesaan yang mengintegrasikan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan wilayah secara simultan. Agropolitan Sebagai Pendekatan Lintas Sektoral Untuk lebih memaksimalkan manfaat sektor pertanian diperlukan usaha yang memadukan secara sinergis aktifitas dalam sektor pertanian yang meliputi subsistim agribisnis dan subsistim agroindustri karena kedua aktivitas
tersebut
Pendekatan
saling
terkait
pembangunan
yang
dalam
menunjang
dilakukan
sistim
secara
agropolitan.
terpadu
tersebut
didasarkan pada kenyataan bahwa kondisi yang ada saat ini, struktur aktivitas pertanian masih tersekat-sekat antara subsistim produksi dan perdagangan sarana produksi serta dengan subsistim pengolahan hasil pertanian dan perdagangan.
Antara komponen subsistim tersebut tidak
diikat oleh hubungan organisasi fungsional dan hanya diikat oleh hubungan pasar produk saja.
Pembangunan sektor industri saat ini kurang terkait
secara harmonis dengan sektor pertanian.
Kondisi seperti ini akan
mempersulit upaya mendorong kepada peningkatan pendapatan petani, disamping kurang memberikan nilai tambah bagi peningkatan kapasitas produksi lokal dan daya serap terhadap tenaga kerja lokal. Dalam hubungannya dengan tujuan pemerataan pembangunan secara spasial,
pengembangan
industri
pertanian
secara
terpadu
tersebut
dilaksanakan dalam kerangka pembangunan kota-kota kecil di perdesaan yang dikenal sebagai agropolitan. Pada prinsipnya agropolitan merupakan usaha pemerataan pembangunan dalam dimensi spasial yang diharapkan akan dapat menyumbang kepada pertumbuhan wilayah.
Dijelaskan oleh
Anwar (1999) bahwa agropolitan dapat menjadi tempat yang akan berperan sebagai
pusat
di
wilayah
perdesaan
yang
mendukung
kegiatan
pembangunan pertanian mulai dari usaha tani, pemrosesan dan kegiatan pasca panen serta pemasaran hingga penyampaian kepada konsumen yang berlokasi di wilayah perdesaan.
34
Pengembangan wilayah melalui sistim agropolitan diwujudkan dalam pembangunan agroindustri dimaksudkan
infrastruktur dan
dan
agrobisnis.
untuk
lebih
berbagai
sarana
Berbagai
memperlancar
pendukung
infrastruktur aktivitas
kegiatan
yang
tersdia
perekonomian
dari
subsistim penyediaan input sarana produksi, usaha tani, pengolahan, pemasaran produk. Namun karena penciptaan infrastruktur baru dan saran prasarana perekonomian memerlukan biaya
yang
tidak
sedikit
maka
pengembangan dan penentuan pusat agropolitan dalam penelitian ini lebih didasarkan kepada potensi serta kondisi sarana-prasarana serta infrastruktur yang sudah ada. Keterpaduan Subsistem dalam Agropolitan Model
pembangunan
agropolitan
adalah
mengintegrasikan potensi sumberdaya wilayah.
suatu
model
yang
Selain itu basis yang
digunakan dalam model pembangunan adalah sektor pertanian dengan mengembangkan secara terpadu kedua subsistim dalam pertanian, yaitu keterpaduan subsistim agroindustri dan agrobisnis.
Dalam perkembangan-
nya maka potensi dan keterpaduan ini harus didukung oleh potensi sumberdaya wilayah yang lain seperti : potensi sumberdaya manusia, sarana dan prasaranan, kelembagaan masyarakat, serta pasar. Keterpaduan pelaksanaan pembangunan wilayah dengan agroindustri dan agrobisnis dalam kerangka sistim agropolitan berupa keterkaitan program perencanaan pembangunan, keterpaduan tujuan, sasaran serta pengelolaannya. Jadi dalam hal ini pembangunan yang dilaksanakan bukan pembangunan sektoral yang seringkali tidak terkoordinasikan. Pembangunan lintas sektoral ini akan lebih menjamin efesiensi karena kedua subsistim tersebut saling terkait. Disatu sisi pembangunan pertanian dan agrobisnis akan berhasil apabila didukung oleh pengembangan agroindustri dengan dukungan pembangunan infrastruktur dan kelembagaan yang memadai. Dengan kondisi wilayah yang subur dan jumlah tenaga kerja yang cukup serta dukungan infrastruktur dan sarana prasarana perekonomian yang dimiliki maka apabila dalam pembangunan pertanian di Kabupaten Banyumas mengintegrasikan pembangunan agribisnis dan agroindustri
35
dalam pengembangan wilayahnya maka tujuan peningkatan pendapatan dan daya beli
masyarakat, penurunan ketimpangan spasial dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat akan dapat tercapai.
Hubungan sebab-akibat
penerapan konsep agropolitan dalam pengembangan wilayah terlihat dalam diagram di bawah ini : Potensi agro
SDM
Peningkatan PAD
Lingkungan
Agropolitan
infrastruktur
Pertumbuhan ekonomi wilayah Agroindustri
Produktifitas
Modal
Daya beli
Pendapatan
Keadilan
Kesejahteraan
Gambar 3. Diagram Keterkaitan Agropolitan dalam Pengembangan Wilayah Model pengembangan wilayah dengan pendekatan agropolitan ini didasarkan oleh keterkaitan antara variabel-variabel kinerja pembangunan ekonomi daerah dengan variabel-variabel kinerja sistim agropolitan ( seperti: variabel-variabel SDA, SDM, infrastruktur dan fasilitas publik, aktifitas ekonomi, penganggaran belanja dan pengendalian ruang). Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini didasarkan kepada pertimbangan bahwa telah terjadi ketimpangan spasial dan ketimpangan tingkat perkembangan masing-masing wilayah (kecamatan), sehingga perlu upaya untuk merubah orientasi pembangunan yang urban bias dengan lebih
36
memprioritaskan pembangunan kepada wilayah dan sektor lain yang menjadi sektor “rakyat” yaitu: pertanian. Analisis ini dapat untuk melihat sejauhmana tingkat keterkaitan kinerja pembangunan
ekonomi
daerah
dan
kinerja
sistim
agropolitan
dalam
mendorong kinerja pembangunan daerah sehingga kebijakan kedepan dalam program pembangunan daerah akan lebih tepat.
Selanjutnya beberapa
output yang diharapkan akan mudah untuk dicapai, seperti: peningkatan produktifitas berupa peningkatan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja lokal, penurunan urbanisasi karena terbukanya lapangan kerja baru di perdesaan, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan, peluang kerjasama dan investasi, penurunan ketimpangan antar wilayah. Apabila langkah-langkah tersebut dapat dicapai, maka akan terbentuk kota di daerah perdesaan dengan sarana dan prasarana permukiman setara kota dengan kegiatan pertanian sebagai kekuatan penggerak perekonomian perdesaan.
Gambar 4: Kerangka Pemikiran Model Pengembangan Wilayah Dengan Pendekatan Agropolitan
37
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Banyumas, Propinsi Jawa Tengah. Meliputi seluruh kawasan perdesaan dengan unit terkecil kecamatan. Penelitian dilaksanakan bulan Juni sampai Oktober 2007. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data sekunder dan informasi dilakukan dengan cara : menggunakan data sekunder yang tersedia.
Data ini dikoleksi dari berbagai
lembaga atau dinas yaitu Biro Pusat Statistik Kabupaten Banyumas, Bappeda Kabupaten Banyumas dan dinas-dinas terkait (Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas Peternakan dan Perikanan, Dinas Kehutanan) yang kemudian diekstraksi sesuai kebutuhan analisis. Pengkajian data yang dipergunakan untuk penelitian dibagi ke dalam dua tahap, yaitu 1. Pengumpulan data dasar, -
Peta-peta : (peta administrasi, peta tanah, peta lereng, peta LU dan peta RTRW) dengan skala 1 : 50.000, sumber data : Bappeda Kabupaten Banyumas.
-
PODES tahun 2003 yang di standarisasi dengan PODES 2006 dan data sensus pertanian
-
Kecamatan dalam angka tahun 2006
-
SUSENAS tahun 2006
2. Identifikasi variabel Identifikasi variabel dilakukan dengan analisis : Location Quotient (LQ), rasio, pangsa, indeks diversitas entropy, persentase, dan analisis tumpang tindih (overlay) untuk mendapatkan variabel-variabel yang dianggap relevan dalam menyusun kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah. Dalam penelitiaan ini setiap wilayah diekspresikan dalam desa-desa di wilayah Kabupaten Banyumas. Secara keseluruhan terdapat 120 variabel indikator yang digunakan dalam menyusun kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah. Mengingat variabel-variabel tersebut sulit diperoleh sampai unit desa, maka dilakukan berbagai pendekatan-pendekatan untuk mengukur
38
kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah dengan tetap memperhatikan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Tabel 2. Tujuan, Metode Analisis, Data, Sumber Data dan Output
No 1.
Tujuan Menganalisis kinerja sistim agropolitan
Analisis -
LQ, Rasio Pangsa Persentase
Indeks diversitas entropy - PCA
2
3.
Menganalisis kinerja pembangunan ekonomi daerah
-
Rasio Pangsa
Menganalisis keterkaitan antara kinerja sistim agropolitan &, kinerja pembangunan ekonomi daerah
Cluster
Persentase
PCA
Model eko nometrika spasial
Data
Sumber Data
- PODES 2003 yang sudah di standarisasi dengan podes th 2006 dan sensus pertanian th 2006 - Kec. dalam angka th 2006 - SUSENAS th 2006
Bappeda BPS Dinas-dinas terkait (Dinas Pertanian dan Perkebunan; Dinas Peternakan & Perikanan; Dinas Kehutanan)
Kinerja sistim agropolitan
- PODES 2003 yang sudah di standarisasi dengan podes th 2006 & sen sus pertanian th 2006 - Kab. dalam angka th 2006 - Kec. dalam angka th 2006
Bappeda BPS Dinas-dinas Terkait (Dinas Pertanian dan Perkebunan; Dinas Peternakan & Perikanan; Dinas Kehutanan)
Kinerja pembangunan ekonomi daerah
Indeks - indeks komposit: kiner ja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah
Bappeda BPS Dinas-dinas terkait
Pewilayaha n & tipologi wi layah sistim agropolitan & kinerja pe bangunan ekonomi daerah
Indeks - indeks komposit: kiner ja sistim agropolitan& kinerja pembangunan eko. daerah
Bappeda BPS Dinas-dinas terkait
Output
Struktur keterkaitan antara sistim agropolitan & kinerja pe bangunan eko. daerah
39
Dari berbagai pendekatan tersebut, maka yang digunakan sebagai indikator kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah dalam penelitian ini meliputi: 1. Variabel indikator sumberdaya manusia dan sosial 2. Variabel indikator sumberdaya alam 3. variabel indikator pengendalian ruang 4. Variabel indikator infrastruktur dan pelayanan publik 5. Variabel indikator aktifitas ekonomi 6. Variabel indikator penganggaran 7. Variabel indikator kinerja pembangunan ekonomi daerah Metode analisis Analisis
Identifikasi
Variabel
Kinerja
Sistim
Agropolitan
dan
Kinerja
Pembangunan Ekonomi Daerah. Location Quotient (LQ) Location Quotient (LQ) merupakan metode analisis yang umum digunakan dalam ekonomi geografi.
Analisis ini digunakan untuk menunjukkan lokasi
pemusatan/basis aktivitas dan mengetahui kapasitas eksport perekonomian wilayah serta tingkat kecukupan barang/jasa dari produksi lokal suatu wilayah.
Nilai LQ
merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktifitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut
dalam total aktivitas wilayah atau
dapat dikatakan bahwa LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas pada sub wilayah ke i terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati. LQ digunakan untuk mengidentifikasi variabel indikator (Podes, 2003): 1.
Mata pencaharian KK yang utama (pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan)di suatu wilayah.
2.
Pola guna lahan pertanian, perkebunan dan kehutanan Nilai LQ diketahui dengan rumus sebagai berikut : Xij / Xi .. LQij = X . j / X .. Keterangan : LQ ij
= Nilai LQ untuk aktivitas ke-j di kecamatan ke-i
40 Xij
= Derajat aktivitas ke-j pada kecamatan ke-i
Xi.
= Derajat aktivitas total pada kecamatan ke-i
X...
= Derajat aktivitas total pada total kecamatan
X.j
= Derajat aktivitas ke-j pada total kecamatan
I
= Wilayah/kecamatan yang diteliti
j
= Aktifitas ekonomi yang dilakukan
Indeks diversitas entropy Perkembangan suatu sistem dapat dipahami dari semakin meningkatnya jumlah komponen sistem serta penyebaran (jangkauan spasial) komponen sistem tersebut. Kedua hal tersebut pada dasarnya bermakna peningkatan kuantitas komponen serta perluasan hubungan spasial dari komponen di dalam sistem maupun dengan sistem luar. Artinya suatu sistem dikatakan berkembang jika jumlah dari komponen/aktifitas sistem tersebut bertambah atau aktifitas dari komponen sistem tersebar lebih luas. Sebagai suatu contoh : perkembangan suatu wilayah dapat ditunjukkan dari semakin meningkatnya komponen wilayah, misalnya alternatif sumber pendapatan wilayah dan aktifitas perekonomian di wilayah tersebut, semakin luasnya hubungan yang dapat dijalin antara sub wilayah-sub wilayah dalam sistem tersebut maupun dengan sistem sekitarnya. Perluasan jumlah komponen aktifitas ini dapat dianalisis dengan menghitung indeks diversifikasi dengan konsep entropi. Pemanfaatan konsep entropy ini dapat digunakan untuk banyak hal. Sebagai contoh untuk memahami perkembangan atau kepunahan keanekaragaman hayati, perkembangan aktifitas pabrik gula, perkembangan aktifitas suatu sistem produksi pertanian dan lain-lain. Prinsip pengertian indeks entropy ini adalah semakin beragam aktifitas atau semakin luas jangkauan spasial, maka semakin tinggi entropy wilayah. Artinya wilayah tersebut semakin berkembang. (Saefulhakim, 2006) Penggunaan indeks diversitas entropy dalam penelitian ini untuk identifikasi variabel indikator (Podes, 2003) : 1. Indeks diversitas entropy jenis lembaga pendidikan 2. Indeks diversitas entropy jenis industri kecil/kerajinan rakyat 3. Indeks diversitas entropy pencaharian subsektor pertanian
41
4. Indeks diversitas entropy kesesuaian lahan untuk tanaman pangan dan hortikultural 5. Indek diversitas entropy jenis tanaman pangan dan hias, perkebunan, jenis ternak, vegetasi hutan Persamaan umum entropy ini adalah sebagai berikut: n
(Pr oporsi )
∑P =1
S = −∑ Pi Pi
i
i =1
dimana: Pi adalah peluang yang dihitung dari persamaan: Xi/ΣXi. X1
X2
X1/x
X3
X2/x
…
Xn
X3/x
=x
….
Xn/x
=1
Jika tabel terdiri dari baris dan kolom yang cukup banyak seperti Tabel berikut: X11
X21
X31
X41
Xp1
X12
X1q
X2q
Xpq
Maka, persamaan untuk menghitung peluang titik pada kolom ke-i dan baris ke-j adalah: Pij=Xij/ΣXij S≥0
S↑ = tingkat perkembangan↑
Nilai S akan selalu ≥ 0 Untuk mengidentifikasi tingkat perkembangan maka terdapat ketentuan jika indeks S semakin tinggi maka tingkat perkembangan semakin tinggi. Sektor 1 Sektor
1
Produksi
2 3 4
2
Xij
3
4
42
Jika digambarkan dalam suatu grafik, hubungan antara nilai S dengan seluruh kemungkinan peluangnya akan berbentuk kurva kuadratik berikut ini: S
O
1/n
1
Pi
Dari grafik tersebut diketahui nilai maksimum entropi diperoleh pada saat nilai peluangnya sama dengan 1/n, dimana n adalah jumlah titik (sektor/komponen/jangkauan spasial). Evaluasi Kesesuaian dan Ketersediaan Lahan Evaluasi lahan adalah upaya penilaian atau penafsiran terhadap kinerja suatu lahan bila digunakan untuk suatu penggunaan. Evaluasi lahan dimaksudkan pula untuk menyajikan suatu dasar atau kerangka rasional dalam pengambilan keputusan penggunaan lahan yang tepat dan didasarkan atas hubungannya antara persyaratan penggunaan lahan dengan karakteristik lahan itu sendiri. Evaluasi lahan mencakup dua aspek utama yaitu sumber daya fisik (seperti curah hujan, lereng, tanah, dan land use), dan serta sumber daya ekonomi seperti ukuran usaha tani, tingkat manajemen, ketersediaan tenaga kerja dan lain–lain. Selanjutnya aspek fisik dapat dianggap sebagai sifat–sifat yang stabil sementara yang kedua lebih bervariasi dan sangat bergantung dari kebijaksanaan atau keputusan–keputusan politik. Sasaran evaluasi lahan adalah untuk memilih jenis penggunaan lahan yang optimal pada setiap satuan lahan/wilayah dengan mempertimbangkan baik fisik maupun ekonomi serta konservasi sumberdaya lingkungan untuk penggunaan yang akan datang. Kegiatan pokok dalam evaluasi lahan yang berkaitan dengan penggunaan lahan adalah penetapan jenis/tipe penggunaan serta penentuan persyaratan dari suatu tipe penggunaan lahan. Setelah tipe penggunaan lahan ditetapkan selanjutnya diikuti oleh penentuan persyaratan penggunaan lahan yang dimaksud, yang ditinjau dari : 1.
Aktifitas penggunaan lahan (supply) dan jumlah pangan yang dikonsumsi masyarakat setempat (demand).
2.
Melihat syarat yang dibutuhkan untuk tumbuhnya tanaman
43
Tujuaan penelitian ini adalah menggunakan kesesuaian dan ketersediaan lahan berdasarkan distribusi spasial pada skala 1:50.000 untuk menentukan model pengambangan wilayah melalui pendekatan agropolitan. Dengan menggunakan peta administrasi, peta curah hujan, peta tanah, peta land use, peta lereng, dan peta RTRW dilakukan analisis desk study dengan delineasi peta terhadap kesesuaian lahan seluruh kecamatan di Kabupaten Banyumas. Hasil yang diperoleh berupa peta kesesuain dan ketersediaan lahan untuk pengembangan wilayah melalui pendekatan agropolitan.
Gambar 5 : Kerangka Proses Pembuatan Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Pangan dan Hortikultural
44
Gambar 6: Kerangka Proses Membangun Variabel
Indeks-Indeks
Komposit
Kinerja
Sistim
Agropolitan
dan
Kinerja
Pembangunan Ekonomi Daerah dengan Principal Componen Analysis (PCA) Mengingat data yang digunakan adalah data hasil survey (tanpa memberi perlakuan), maka dalam data tersebut sangat potensial terjadi multicollinearity, sehingga struktur data yang dihasilkan akan menjadi bias. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut, maka dilakukan Principal Components Analysis (PCA). Analisis Komponen Utama (Principal Components Analysis / PCA) dilakukan terhadap seluruh variabel penting yang mempengaruhi kinerja sistim agropolitan dan
kinerja
pembangunan
ekonomi
daerah,
yang
meliputi
(1)
potensi
sumberdaya alam, (2) potensi sumberdaya manusia dan sosial, (3) pengendalian ruang, 4) infrastruktur dan fasilitas publik, (5) aktifitas ekonomi, (6) penganggaran
45
belanja dan (7) kelompok variabel indikator pembangunan ekonomi daerah. Dari hasil analisis komponen utama akan diketahui korelasi antara beberapa variabel indikator yang digunakan dari seluruh variabel indikator sumberdaya wilayah dan variabel indikator yang dominan atau mencirikan potensi suatu wilayah. Analisis komponen utama merupakan salah satu bentuk analisis variabel ganda. Analisis ini digunakan untuk menentukan variabel baru yang dapat mewakili
variabel-variabel
pembangunan
yang
merupakan
variabel
asal.
Variabel baru yang dapat mewakili variabel-variabel pembangunan tersebut disebut sebagai komponen utama. Karena sebenarnya komponen utama merupakan kombinasi linier dari variabel-variabel pembangunan asal maka ia akan dapat menggambarkan sebagian atau semua variabel asal tersebut. Variabel baru yang terbentuk saling ortogonal satu sama lain, tidak ada korelasi seperti pada variabel asal.
Gambar 7 : Kerangka Proses Pembentukan Indeks - Indeks Komposit Kinerja Sistim Agropolitan dan Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah
Proses analisis komponen utama tersebut akan menghasilkan factor loading dan factor score. Factor loading merupakan bobot masing-masing variabel. Semakin tinggi bobot suatu variabel maka dapat dikatakan bahwa variabel tersebut mewakili variabel-variabel yang berbobot tinggi (≥ 0,7).
46
Factor score merupakan skor dari setiap kecamatan atau wilayah yang memiliki variabel-variabel asal. Factor score ini dapat dijadikan dasar untuk menyusun
hirarki
wilayah
berdasarkan
indikator
dan
variabel
yang
digunakan. Dasar yang dipakai untuk menentukan jumlah factor score yang muncul adalah bahwa nilai eigenvalue lebih dari 1 dengan keragaman ≥70%. Pewilayahan dan Tipologi Wilayah Sistim Agropolitan dan Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah dengan Cluster Analisis Cluster Analysis dipergunakan untuk mengelompokan wilayah-wilayah berdasarkan seluruh indeks – indeks komposit sistim agropolitan dan indeks – indeks komposit kinerja pembangunan ekonomi daerah secara bersamaan. Sebelum dilakukan cluster analisis, dilakukan standarisasi (nilai 1 – 9) terhadap faktor skor dari hasil PCA (Saefulhakim, 2007), dengan rumus :
A − Min N = X 8 +1 Max − Min
untuk faktor yang diwakili variabel yang bernilai positif
A − Max N = X 8 +1 Min − Max
untuk faktor yang diwakili variabel yang bernilai negatif
Keterangan : N
= Nilai hasil standarisasi
A
= Nilai masing-masing faktor skor di setiap kecamatan
Cluster analysis ini merupakan analisis variabel ganda yang dipergunakan untuk mengelompokkan n objek (dalam hal ini adalah kecamatan) menjadi m gerombol (sehingga m < n). Kecamatan-kecamatan dalam gerombol yang sama akan memiliki keragaman yang lebih homogen apabila dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan dalam gerombol yang berlainan.
Analisis gerombol yang
dilakukan sebenarnya didasarkan kepada jarak antar variabel, sehingga kecamatankecamatan yang berada dalam kluster yang memiliki karakteristik yang berdekatan (untuk semua variabel). Seluruh kecamatan hasil analisis klaster yang ada di Kabupaten Banyumas dikelompokkan menjadi beberapa kelompok. Disamping itu anggota masing-masing
47
klaster tersebut juga akan diketahui. Apabila nilai tengah klaster kemudian diplotkan dalam bentuk grafik akan diketahui pula keunggulan masing-masing klaster dari seluruh indeks komposit yang digunakan dalam analisis. Dan selanjutnya dapat disimpulkan klaster mana yang terbaik berdasarkan seluruh indeks komposit tersebut.
Hasil analisis inilah yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk
melakukan kebijakan spasial pengembangan sistim agropolitan untuk mendorong kinerja pembangunan ekonomi di Kabupaten Banyumas.
Gambar 8 : Kerangka Proses Pewilayah dan Tipologi Wilayah Kinerja Sistim Agropolitan dan Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah
48
Struktur Keterkaitan antara Kinerja
Sistim
Agropolitan dan
Kinerja
Pembangunan Ekonomi Pembangunan Analisis Ekonometrika Spasial (Spatial Durbin Model) Prinsip dasar Spatial Durbin Model hampir sama dengan regresi berbobot (weighted regression), dengan variabel yang menjadi pembobot adalah faktor lokasi. Kedekatan dan keterkaitan antar lokasi ini menyebabkan munculnya fenomena ‘autokorelasi spasial’. Spatial Durbin Model merupakan pengembangan dari model regresi sederhana yang telah mengakomodasikan fenomena-fenomena autokorelasi spasial, baik dalam variabel tujuan maupun dalam variabel penjelasnya. Misalnya untuk mengetahui tingkat perkembangan di suatu wilayah selain dipengaruhi variabel bebas (hasil olah PCA) juga dipengaruhi oleh variabel lain, yaitu hubungan spasial. Data yang digunakan untuk variabel bebas (x) berasal dari komponen utama hasil pengolahan PCA. Representasi faktor lokasi pada Spatial Durbin Model dalam bentuk matriks kedekatan yang disebut dengan contiquity matrix (LeSage, 1999). Perhitungan contiguity matrix untuk mengetahui hubungan keterkaitan antara kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah dalam penelitian ini didasarkan pada 2 (dua) aspek, yaitu: •
Ketetanggaan (batas wilayah) Jika kedua wilayah berdekatan/bertetanggaan, maka keterkaitan antar kedua wilayah tersebut relatif tinggi. Untuk suatu fasilitas tertentu, kedua wilayah dapat memanfaatkan secara bersama-sama, misalnya penggunaan SLTP.
Dengan
kata lain bahwa aktivitas/peristiwa di suatu tempat akan dipengaruhi oleh kejadian di tempat lain. •
Kebalikan jarak (centroid) Semakin besar nilai jarak antara kedua wilayah, maka semakin kecil keterkaitan antar wilayah (berbanding terbalik), sehingga interaksi antar wilayah relatif berkurang. Untuk karakteristik fisik wilayah, wilayah yang bertetanggaan akan memiliki karakteristik fisik alamiah hampir sama yang dimungkinkan karena adanya kemiripan proses alamiah.
49
Pendekatan rumus Spasial Durbin Model :
D =α + ∑ β D id
d
d '≠ d
id '
dd '
∑ω M dm
im
+ ∑θ dn N in + ∑η n
+ ∑γ
m
b
db
h
k
m
k
kh
k
km
k
H
ih
+ ∑ λ da Aia + ∑ µ a
r
dr
R
ir
+
B + ∑ ∑ ρ [W D ]+ ∑ ∑ ρ [W N ]+ ib
d
ih
a
k
b
k
im
kd
kb
id
k
kd
k
∑ ∑ ρ [W H ]+ ∑ ∑ ρ ∑ ∑ ρ [W M ] + ∑ ∑ ρ h
dh
n
k
k
kn
in
[W A ]+ ∑ ∑ ρ [W R ]+ [W B ] + ε k
ia
r
k
ib
k
kr
k
ir
(1)
id
Variabel tujuan dan variabel-variabel penjelas model (objective a n d explanatory variables of the model) adalah sebagai berikut: Did
Indeks komposit tipologi kinerja pembangunan ekonomi ke-d di daerah ke-i
Nin
Indeks komposit tipologi sumberdaya alam ke-n di daerah ke-i
Hih
Indeks komposit tipologi sumberdaya manusia dan sosial ke-h di daerah ke-i
Aia
Indeks komposit tipologi aktivitas ekonomi ke-a di daerah ke-i
Rir
Indeks komposit tipologi pengendalian ruang ke-r di daerah ke-i
Mim
Indeks komposit tipologi penyediaan infrastruktur dan fasilitas publik ke-m di daerah ke-i
Bib
Indeks komposit tipologi penganggaran belanja ke-b didaerah ke-i
(WkDid)
Rataan indeks komposit tipologi kinerja pembangunan ekonomi ke-d di daerah-daerah: berbatasan langsung dengan (k=1), dan jarak antar wilayah (k=2), daerah ke-i
(WkNin)
Rataan indeks komposit tipologi sumberdaya alam ke-n di daerahdaerah: berbatasan langsung dengan (k=1), dan jarak antar wilayah (k=2), daerah ke-i
(WkHih)
Rataan indeks komposit tipologi sumberdaya manusia dan sosial ke-h di daerah-daerah: berbatasan langsung dengan (k=1), dan jarak antar wilayah (k=2), daerah ke-i
(WkAia)
Rataan indeks komposit tipologi aktivitas ekonomi ke a di daerahdaerah: berbatasan langsung dengan (k=1), dan jarak antar wilayah (k=2), daerah ke-i
(WkRir)
Rataan indeks komposit tipologi pengendalian ruang ke-r di daerahdaerah: berbatasan langsung clengan (k=1), dan jarak antar wilayah (k=2), daerah ke-i
50
(WkMim)
Rataan indeks komposit tipologi penyediaan infrastruktur dan fasilitas publik ke-m di daerah-daerah: berbatasan langsung dengan (k=l), dan jarak antar wilayah (k=2), daerah ke-i
(WkBib)
Rataan indeks komposit tipologi penganggaran belania ke-b di daerahdaerah: berbatasan langsung dengan (k=1), dan jarak antar wilayah (k=2), daerah ke-i Parameter-parameter model (model parameter) yang menunjukkan pengaruh
masing-masing
peubah
penjelas
terhadap
indeks
komposit
tipologi
kinerja
pembangunan ekonomi ke-d di daerah ke-i, adalah sebagai berikut:
α β θ η
d
dd '
dn
dh
Nilai tengah umum indeks komposit tipologi kinerja pembangunan ke-d Pengaruh indeks komposit tipologi kierja pembangunan ke-d' di daerah ke-i Pengaruh indeks komposit tipologi sumberdaya alam ke-n di daerah ke-i Pengaruh indeks komposit tipologi sumberdaya manusia dan sosial ke-h di daerah ke-i
λ µ
da
ω
dr
dm
Pengaruh indeks komposit tipologi aktivitas ekonomi ke-a di daerah ke-i Pengaruh indeks komposit tipologi pengendalian ruang ke-r di daerah ke-i Pengaruh indeks komposit tipologi penyediaan infrastruktur dan fasilitas publik ke-m di daerah ke-i
γ
db
ρ
kd
Pengaruh indeks komposit tipologi penganggaran belanja ke-b di daerah ke-i Pengaruh rataan indeks komposit tipologi kinerja pembangunan ekonomi ke-d di daerah-daerah: berbatasan langsung dengan (k=1), dan jarak antar wilayah (k=2), daerah ke-i
ρ ρ
kn
kh
Pengaruh rataan indeks komposit tipologi sumberdaya alam ke-n di daerah-daerah: berbatasan langsung dengan (k=1 ), dan jarak antar wilayah (k=2), daerah ke-i Pengaruh rataan indeks komposit tipologi sumberdaya manusia dan sosial ke-h di daerah-daerah: berbatasan langsung dengan (k=1), dan jarak antar wilayah (k=2), daerah ke-i
51
ρ
ka
Pengaruh rataan indeks komposit tipologi aktivitas ekonomi ke-a di daerahdaerah: berbatasan langsung dengan (k=1), dan jarak antar wilayah (k=2), daerah ke-i
ρ
kr
Pengaruh rataan indeks komposit tipologi pengendalian ruang ke-r di daerahdaerah: berbatasan langsung dengan (k=1), dan jarak antar wilayah (k=2), daerah ke-i
ρ
km
Pengaruh rataan indeks komposit tipologi penyediaan infrastruktur dan fasilitas publik ke-m di daerah-daerah: berbatasan langsung dengan (k=1), dan jarak antar wilayah (k=2), daerah ke-i
ρ
kb
Pengaruh rataan indeks komposit tipologi penganggaran belania ke-b di daerah-daerah: berbatasan langsung dengan (k=l), dan jarak antar wilayah (k=2), daerah ke-i
ε
rd
Galat pendugaan indeks komposit tipologi kinerja pembangunan ekonomi ke-d di daerah ke-i Untuk mengakomodasikan pengaruh keterkaitan antar daerah, model
menggunakan matriks keterkaitan antar daerah (W k ). Ada 2 tipe matriks keterkaitan antar daerah yg digunakan, yaitu: 1.
Matriks keterkaitan antar daerah yang berbatasan langsung (W t ) dan ada akses jalan, yang disusun dengan cara:
1 w111 w W 1 = . 21 1 w27 ,1 1
w
ii '
=
a ∑a
1
w w
12 1 22
. 1
w
27 , 2
... ... 1
w
ii
...
2 , 27 . 1 w27,27 1
w w
1, 27 1
(2)
ii '
ii '
i'
1 = Jika antara daerah ke-i dan daerah ke-i’ berbatasan dan dihubungkan oleh jalan utama 0 = Untuk kondisi lainnya
52
2.
Matriks keterkaitan antar daerah berdasar jarak antar wilayah pada radius tertentu (Ws), yang disusun dengan cara:
2 w11 2 w21 = W2 . 2 w27;1 2
w
ii '
=
F ∑F
2
w w
...
.
w
12 2 22
2
w
27 ; 2
... 2
ii '
...
W . 2 w27;27 2
w
1, 27 2 2; 27
(3)
ii '
ii '
i'
Fii’ : jarak antar pusat kecamatan ke-i ke pusat kecamatan ke-i'
Gambar 9 :
Kerangka Proses Struktur Keterkaitan antara Kinerja Sistim Agropolitan dan Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah
53
Data dasar : 1. Podes Kab. Bms th 2003 yg sdh distandarisasi dengan podes Kab. Bms th 2006 2. Kecamatan dalam angka th 2006 3. Susenas Sumber Data : - BPS, BAPPEDA Kab. Banyumas
Peta – peta tematik : 1. Peta administrasi 5. Peta LU 2. Peta tanah 6. Peta RTRW 3. Peta lereng 4. Peta Curah hujan Sumber : BAPPEDA Kab. Banyumas
Overlay
Analisis identifikasi variabel : - Rasio, pangsa, LQ, Indek diversitas entropy
Kelompok variabel kinerja sistim agropolitan : 1. SDA 2. SDM & SDS 3. Infrastruktur & fasilitas publik 4. Pengendalian ruang 5. Aktifitas ekonomi 6. Penganggaran belanja
Lahan sesuai dan tersedia untuk pengembangan kawasan agropolitan
Variabel – variabel kinerja pembangunan ekonomi daerah : 1. Laju pertumbuhan ekonomi 2. Produktifitas orang dan lahan 3. PDRB per sektor 4. Rasio PAD 5. Tingkat kemiskinan
PCA
PCA
Indek – indek komposit kinerja sistim agropolitan
Indek – indek komposit pembangunan ekonomi daerah
Cluster analysis
Spasial Durbin model
Pewilayahan dan tipologi wilayah kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah
Struktur keterkaitan antara kinerja sistim agropolitan dengan kinerja pembangunan ekonomi daerah
Rumusan : Kebijakan spasial pengembangan sistim agropolitan untuk mendorong kinerja pembangunan ekonomi daerah
Gambar 10. Kerangka Penelitian
54
GAMBARAN UMUM KONDISI WILAYAH KABUPATEN BANYUMAS Keadaan geografis Kabupaten Banyumas merupakan salah satu bagian wilayah Propinsi Jawa Tengah terletak diantara : - 1080 39’ 17” – 109o 27’ 15” Bujur Timur - 7o 15’ 05” – 7o 37’ 10” Lintang Selatan Kabupaten Banyumas terdiri dari 27 kecamatan dan berbatasan dengan wilayah beberapa kabupaten yaitu : -
Sebelah Utara : Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang
-
Sebelah Timur : Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, dan Kabupaten Kebumen
-
Sebelah Selatan : Kabupaten Cilacap
-
Sebelah Barat : Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Brebes Jarak Kabupaten Banyumas dengan kota-kota disekitarnya sebaga berikut :
-
Ke Kabupaten Tegal
= 114 km
-
Ke Kabupaten Pemalang
= 144 km
-
Ke Kabupaten Brebes
= 127 km
-
Ke Kabupaten Purbalingga
=
20 km
-
Ke Kabupaten Banjarnegara
=
65 km
-
Ke Kabupaten Kebumen
=
85 km
-
Ke Kabupaten Cilacap
=
53 km
-
Ke Ibukota Propinsi
= 211 km
Wilayah Kabupaten Banyumas seluas 106.250,9 ha atau sekitar 3,27 % dari luas wilayah Propinsi Jawa Tengah.
Dari wilayah seluas 106.250,9 ha, yang
merupakan lahan sawah sekitar 33.424,2 ha atau sekitar 31,5 % dari luas wilayah Kabupaten Banyumas dan sekitar 72.826,7 ha atau sekitar 68,5 % merupakan lahan bukan sawah.
Kecamatan Cilongok merupakan kecamatan yang mempunyai
wilayah paling luas yaitu sekitar 7526,2 ha atau 7,1 % dari luas wilayah Kabupaten Banyumas, sedangkan Kecamatan Purwokerto Barat merupakan kecamatan yang mempunyai wilayah paling sempit yaitu sekitar 739,7 ha atau sekitar 0,7 % dari luas wilayah Kabupaten Banyumas. (PODES, 2006).
Wilayah Kabupaten Banyumas
lebih dari 45 % merupakan daerah dataran yang tersebar di bagian Tengah dan Selatan serta membujur dari Barat ke Timur.
Ketinggian wilayah Kabupaten
55
Banyumas sebagian besar berada pada kisaran 25 m – 100 m dpl. Yaitu seluas 33.862,2 ha dan ketinggian 100 m – 500 m dpl yaitu seluas 32.321,5 ha.
Gambar 11. Peta Batas Administrasi Kabupaten Banyumas
Pemerintahan Kabupaten Banyumas terdiri dari 331 desa / kelurahan yang tersebar di 27 kecamatan.
Desa/kelurahan di Kabupaten Banyumas ada 331 desa/kelurahan,
dimana jumlah kelurahan seluruhnya ada 30 kelurahan, 27 kelurahan terletak di eks Kotip Purwokerto dan 3 kelurahan berada di Kecamatan Sumpiuh. Sejak tahun 1860 hingga saat ini Banyumas telah diperintah oleh 10 orang Bupati, yang mana beberapa diantaranya menjabat beberapa periode ( lebih dari lima tahun ) seperti KP. Martadireja (Bupati Purwokerto), KPAA Ganda Soebrata (Bupati Banyumas), lalu R. Tumenggung Soedjiman Ganda Soebrata. Soebagio,
56
Soekarno Agung, R. Muchamad Kaboel, R Soebagio, R.G Roedjito, H. Djoko Sudantoko S.Sos dan H.M Aris Setiono, SH., SIP. Hingga tahun 2005, jumlah pegawai negeril sipil yang bekerja pada Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas yang tersebar pada Dinas/Instansi Otonomi sekitar 14.881 orang dengan berbagai golongan kepangkatan. Anggota KORPRI di Kabupaten Banyumas hingga tahun 2005 mencapai 28.481 orang pegawai yang tersebar pada 9 unit KORPRI. Anggota DPRD Kabupaten Banyumas hasil pemilu tahun 2004 mencapai 45 orang wakil Parpol peserta pemilu. Dari segi pendidikan yang telah ditamatkan, anggota dewan mempunyai pendidikan tamat SLTA hingga sarjana, dengan pendidikan yang terbanyak SLTA/sederajat yaitu 22 orang. Parpol peserta Pemilu yang mempunyai wakil di DPRD Kabupaten Banyumas hasil pemilu tahun 2004 sebanyak 7 (tujuh) Parpol. Anggota hansip di Kabupaten Banyumas berjumlah 10.266 orang yang terdiri dari Matrik Hansip /Instansi se-Kabupaten Banyumas sebanyak 2.834 orang dan sisanya dari Mawil Hansip/Kecamatan. Penduduk dan Tenaga Kerja Penduduk Kabupaten Banyumas pada akhir tahun 2005 tercatat sebesar 1.553.160 jiwa atau naik sebesar 7.079 jiwa. Dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk per tahun ( 2004 – 2005) sebesar 0,46 %, yang berarti mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 0,47 % dari kurun waktu sebelumnya (2003 – 2004). Laju pertumbuhan menurut kecamatan terlihat cukup bervariasi, tertinggi ada pada Kecamatan Lumbir sebesar 4,99 % dan yang terendah pada Kecamatan Purwokerto Utara sebesar -9,27 %. (Tabel 3) Rasio jenis kelaminnya pada akhir tahun 2005 sebesar 99,59 , yang berarti dari setiap 100 penduduk perempuan terdapat penduduk laki-laki sebesar 99 orang. Jumlah rumah tangga pada kahir tahun 2005 sebesar 418.229 atau naik sebesar 8.598 rumah tangga ( 2,09 % ) dari tahun sebelumnya. Rata-rata jiwa per rumah tangga sekitar 3 – 4 jiwa dan terendah di Kecamatan Kalibagor serta tertinggi di Kecamatan Purwokerto Timur. Luas wilayah Kabupaten Banyumas pada akhir tahun 2005 sebesar 1.327,59 km2 , sehingga kepadatan penduduknya sebesar 1.164 jiwa/km2
.
Dengan
57
kepadatan tertinggi ada di Kecamatan Purwokerto Timur sebesar 7.632 jiwa/km2 dan yang terendah di Kecamatan Lumbir sebesar 469 jiwa/km2 (Gambar 12). Tabel 3. Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kecamatan Akhir Tahun 2005 Penduduk / Population Kecamatan 2004 2005 Lumbir 45,825 48,111 Wangon 71,687 72,012 Jatilawang 56,385 56,563 Rawalo 46,873 46,909 Kebasen 54,393 55,062 Kemranjen 65,118 65,326 Sumpiuh 55,430 55,638 Tambak 47,465 47,719 Somagede 34,901 35,313 Kalibagor 42,431 42,598 Banyumas 47,626 47,342 Patikraja 47,547 47,938 Purwojati 33,952 34,101 Ajibarang 86,577 87,264 Gumelar 48,447 48,554 Pekuncen 64,731 65,063 Cilongok 110,784 111,630 Karang lewas 52,784 53,266 Kedungbanteng 50,903 51,359 Baturaden 42,815 43,116 Sumbang 69,315 70,058 Kembaran 64,614 65,653 Sokaraja 72,259 72,645 Purwokerto selatan 63,984 64,607 Purwokerto barat 50,776 50,980 Purwokerto timur 64,068 64,263 Purwokerto utara 46,595 42,274 Jumlah 1540289 1547369 Sumber : Kabupaten Banyumas dalam angka 2005
Laju Pertumbuhan (%) 4.99 0.45 0.32 0.08 1.23 0.32 0.38 0.54 1.18 0.39 -0.60 0.82 0.44 0.79 0.22 0.51 0.76 0.91 0.90 0.70 1.07 1.61 0.53 0.97 0.40 0.30 -9.27 0.46
Kepadatan Penduduk 2 ( km ) 469 1,185 1,174 945 1,020 1,076 927 917 880 1,192 1,243 1,109 901 1,312 517 702 1,060 1,639 853 947 1,311 2,533 2,428 4,699 6,889 7,632 4,692 1,164
Pencari kerja yang terdaftar pada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Banyumas tahun 2005 sebanyak 25.599 jiwa dan yang belum ditempatkan sebesar 36.348 jiwa. Jika dilihat dari kelompok umur 25 tahun – 29 tahun yakni sebesar 11.318 jiwa atau sekitar 55,58 %. Dilihat dari tingkat pendidikannya, maka sebagian besar (13.624 jiwa atau 53,22 % ) adalah lulusan setingkat SLTA.
58
Gambar 12 : Peta Kepadatan Penduduk Kabupaten Banyumas Tahun 2005
Sosial Dalam bidang pendidikan, jumlah murid secara umum pada tahun 2005 mengalami peningkatan dibanding tahun 2004, hanya saja pada pendidikan SD mengalami penurunan sekitar 5,41 %. Pada tingkat SD terutama SD yang berstatus swasta jumlah murid mengalami peningkatan, akan tetapi secara umum jumlah sekolah SD mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena ada beberapa SD yang tidak mendapatkan murid baru sehingga digabung dengan SD terdekat. Akibat lebih lanjut jumlah SD semakin tahun semakin menurun. Tabel 4 : Banyaknya Murid, Sekolahan dan Guru SD, SLTP dan SLTA Menurut Kecamatan di Kabupaten Banyumas
Sekolahan Murid Guru Rasio murid guru
SD NEGERI 2004 2005 954 954 154,501 153,723 6,420 6,428 24 24
SD SWASTA 2004 2005 15 15 3,316 3,237 191 192 17 17
SLTP 2004 134 59,439 3,285 18
Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas tahun 2005
2005 134 59,166 3,300 18
SLTA 2004 63 40,670 2,141 19
2005 63 40,266 2,151 19
59 Tabel 5. Jumlah FasilitasKesehatan dan KB di Kabupaten Banyumas 2002 2001 Banyaknya fasilitas kesehatan 1 Rumah sakit 10 10 2 Rumah sakit bersalin 2 2 3 Rumah bersalin 7 5 4 Puskesmas 39 39 5 Poli / BP 42 53 Banyaknya tenaga kesehatan 1 Dokter 81 88 2 Bidan 338 309 3 Paramedis lain 232 210 Banyaknya peserta KB aktif menurut alat kontrasepsi 37,554 34,515 1 IUD 2 MOP 1,492 1,360 3 MOW 8,099 7,837 4 Susuk 26,697 23,828 5 Suntik 105,158 112,342 6 Pil 34,368 33,060 7 Kondom 1,469 1,444
2003
2004
2005
13 4 12 39 54
15 3 14 39 57
15 3 14 39 57
99 303 183
89 338 150
93 351 158
34,583 1,381 8,167 23,545 120,594 33,655 1,473
30,215 1,329 7,844 18,796 122,810 31,141 1,271
31,000 1,380 7,944 19,053 123,100 31,463 1,289
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas
Dalam bidang kesehatan dan KB, pada tahun 2005 jumlah rumah sakit baik negeri maupun swasta sebanyak 15 buah. Pada setiap kecamatan secara umum sudah terdapat Puskesmas dan Puskesmas Pembantu. Jumlah tenaga medisnya, diantaranya 93 dokter, 351 bidan, dan 158 paramedis lainnya. Pesrta KB aktif tahun 2005 tercatat sebanyak 215.229 peserta, yang berarti mengalami kenaikan sebesar 0,85 % dibanding tahun 2004. Alat kontrasepsi yang paling diminati adalah suntik yakni sebesar 123.100 atau 57,56 %. Jumlah keluarga prasejahtera pada tahun 2005 diperkirakan sebesar 110.620 keluarga (26,56 % ) dan untuk keluarga sejahtera I (KA-1) sebesar 88.619 keluarga (21,28 %). Kesehatan merupakan faktor penting dalam kehidupan terutama dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Ketersediaan sarana kesehatan sangat penting di dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Pertanian Subsektor pertanian tanaman pangan Kabupaten Banyumas merupakan salah satu penyandang pangan nasional di wilayah Propinsi Jawa Tengah. Pengaruh kemarau panjang di tahun 1997 dan elnino di tahun 1998 mengakibatkan
60
produktifitas pada sawah selama tiga tahun berturut-turut mengalami penurunan dari tahun 1997 (57,71 kw/ha), tahun 1998 (54,02 kw/ha) dan tahun 1999 (48,63 kw/ha). Pada tahun 2000 produktifitas padi sawah tercatat 57,71 kw/ha.
Hal ini berarti
sudah mengalami kenaikan sebesar 18,71 % dibanding tahun sebelumnya. Subsektor komoditas perkebunan merupakan salah satu sumber pendapatan dari sektor pertanian. Tanaman perkebunan yang potensi di Kabupaten Banyumas pada tahun 2005 adalah kelapa deres yang mampu berproduksi 45.330,3 ton gula merah, jahe berproduksi 146,25 ton, rimpang basah dan cengkeh berproduksi 202,72 ton bunga kering. Subsektor hutan rakyat di Kabupaten Banyumas pada tahun 2005 memiliki luas 18.963,4 ha, mengalami penurunan dibanding dengan tahun sebelumnya. Tabel 6. Produksi Tanaman Perkebunan yang Dominan di Kabupaten Banyumas Tahun 2005 No 1 2 3 4 5 6
Jenis tanaman
Bentuk produksi
Kelapa dalam Kelapa deres Cengkeh Kencur Jahe gajah Nilam
Kopra Gula merah Bunga kering Rimpang Rimpang Daun basah
Jumlah produksi (ton) 9,806.10 45,330.30 202.72 113.6 146.25 821.6
Sumber : Dinas Perhutanan dan Perkebunan Kabupaten Banyumas tahun 2005
Subsektor peternakan yang ada diKabupaten Banyumas mencakup : ternak besar (sapi perah, sapi potong, kerbau, dan kuda), ternak kecil (kambing perah, kambing potong, domba, dan babi), dan ternak unggas (ayam ras petelur, ayam ras pedaging, ayam kampung/buras, puyuh, dan itik).
Pada tahun 2005, populasi
terbanyak untuk (1) ternak besar, seperti: sapi perah di Kecamatan Baturaden, sapi potong di Kecamatan Sumbang, kerbau di Kecamatan Lumbir, kuda di Kecamatan Karanglewas, (2) ternak kecil, seperti: kambing perah di Kecamatan Gumelar, kambing potong di Kecamatan Lumbir, domba di Kecamatan Jatilawang, babi di Kecamatan Baturaden, (3) ternak unggas, seperti: ayam ras petelur dan ayam kampung di Kecamatan Cilongok, ayam ras pedaging di Kecamatan Baturaden, itik di Kecamatan Tambak.
61
Tabel 7. Populasi Ternak Besar, Kecil dan Unggas di Kabupaten Banyumas Tahun 2005 Sapi ptng
Sp prh
Krb
Lumbir
279
-
726
Wangon
489
-
113
Kd
Kmb
-
Dmb
Bb
ayam pdg
ayam ptlr
-
-
51,430
2,754
-
65,620
5,603 4,580
24,553
1,000
-
9,874
1,357
-
12,569
2,687
-
22,840
-
40,395
8,308
935
-
20,114
-
66,553
7,348
17,539
1,140
-
-
112,123
14,368
663
-
-
11
Rawalo
659
-
-
-
Kebasen
828
-
-
10
Kemranjen
110
-
17
20
10,748
1,390
Sumpiuh
105
-
55
30
11,560
605
-
Tambak
178
-
111
35
11,763
664
-
Somagede
562
-
22
4
17,120
471
2,210
30
Itik
4
Jatilawang
Kalibagor
ayam kmpng
31,364
578
708
-
-
62,967
13,245
-
-
45,694
9,284
-
-
27,374
14,174
-
333,215
93,789
7,957
34
-
7,433
951
-
17,080
-
89,449
4,328
-
16,902
613
-
17,740
123,699
47,444
4,348
5
7,202
590
-
34,654
7,341 7,119
Banyumas
543
-
161
Patikraja
349
-
109
Purwojati
765
-
20
8,768
1,248
-
48,185
236,081
40,102
Ajibarang
1,119
-
162
13
16,524
704
-
95,845
277,315
31,900
6,986
380
-
123
-
16,621
79
-
25,490
283,046
15,702
3,605
Gumelar Pekuncen Cilongok Karang lewas Kedung banteng
-
833
-
308
320
244
-
12,263
795
-
25,185
351,043
84,520
5,332
1,146
405
302
-
12,563
643
-
105,985
369,702
110,180
4,518
354
157
174
79
10,560
897
-
30,345
-
28,854
5,414
352
-
137
-
7,168
740
-
53,285
-
44,992
5,149
Baturaden
1,128
690
170
Sumbang
2,452
320
325
Kembaran
2,365
-
242
627
-
132
116
-
48
28
-
22
50
-
73
80
101
38
Sokaraja Purwokerto selatan Purwokerto barat Purwokerto timur Purwokerto utara
Sumber Keterangan
3
6,595
1,182
1879
11,042
1,653
-
29
8,714
1,004
-
6
6,441
609
-
3,200
580
-
2,962
525
-
2,533
442
2,885
446
7 7
22,845
243,823
55,403
5,758
140,238
867,549
45,075
9,293
65,864
244,252
60,419
6,213
30,840
245,408
19,447
5,597
-
-
11,888
2,571
-
-
35,171
5,506
-
27,879
5,168
180,932
25,671
4,030
867 -
19,455 -
: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Banyumas tahun 2005 : satuan ternak dalam ekor
Beberapa komoditas tanaman sayuran pada tahun 2005 ini mengalami kenaikan produksi yang cukup tinggi antara lain: cabe, kacang panjang, bayam, kangkung, mentimun, tomat, terung dan buncis yang masing-masing bervariasi. Hal ini disebabkan karena kenaikan luas panen dan peningkatan produktifitas. Disisi lain untuk jenis komoditas tanaman mengalami penurunan luas panen, walaupun tidak terlalu tinggi.
62
Tabel 8. Luas Panen dan Produksi Sayur-Sayuran di Kabupaten Banyumas Sayuran 1
2
3
4
5
6
7
8
Cabe Luas panen (ha ) Produksi ( ton ) Kacang panjang Luas panen (ha ) Produksi ( ton ) Bayam Luas panen (ha ) Produksi ( ton ) Kangkung Luas panen (ha ) Produksi ( ton ) Mentimun Luas panen (ha ) Produksi ( ton ) Tomat Luas panen (ha ) Produksi ( ton ) Terong Luas panen (ha ) Produksi ( ton ) Buncis Luas panen (ha ) Produksi ( ton )
2001
2002
2003
2004
2005
871 2,260
192 1,425
232 1,203
143 831
195 12,074
1,862 5,778
676 5,020
808 4,211
836 3,491
704 38,357
162 231
58 288.9
79 296
53 174
62 2,642
732 2,567
221 4220.1
142 2530
138 1994
115 39,242
356 1,703
169 2,357.90
168 1,726
167 1,538
158 17,476
145 453
65 319,2
66 517
57 525
68 7,894
322 9,552
88 833
77 839
89 820
67 8,915
194 471
100 350.6
84 770
63 368
67 5,811
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Banyumas tahun 2005
Subsektor perikanan, hanya perikanan darat yang cukup berkembang di karenakan letak Kabupaten Banyumas cukup jauh dari pantai. Perikanan darat di Kabupaten Banyumas meliputi: kolam pendederan, mina padi, kolam pembesaran, kolam pembenihan, sungai dan cekdam. mengalami kenaikan.
Pada tahun 2005 secara umum
Produksi ikan darat berasal dari kolam pembesaran naik
16,22 %, dari sungai naik 4,4 %, dari mina padi hanya turun 0,51 %, dari kolam pembenihan turun 6,21 % dan dari cekdam stabil dibanding tahun sebelumnya.
63
Tabel 9. Luas Areal Tempat Penangkapan dan Produksi Ikan di Kabupaten Banyumas No 1
2
3
4
5
Sistim Pemeliharaan Mina padi Luas area (ha) Produksi (ton) Kolam pembesaran Luas area (ha) Produksi (ton) Kolam pembenihan Luas area (ha) Produksi (ton) Sungai Luas area (ha) Produksi (ton) Cekdam Luas area (ha) Produksi (ton)
2001
2002
2003
2004
2005
625 170.6
631.31 171.6
625.3 174.3
174.53 179.3
175.44 179.3
400.67 2,979.8
400.92 3,001.8
404.25 4,257.3
404.96 2,660.1
409.21 3,091.8
42.5 130,475
42.75 131,247
45.01 113,981
45.82 134,125
43.15 137,850
1337.25 1,103.3
1337.25 1,1032
1336.45 1,138.4
1339.09 1,105.7
1292.79 1,154,394
3.25 2,667
3.25 2,630
3.25 2,750
3.25 2,785
3.25 2,785
Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Banyumas tahun 2005
Industri dan energi Tabel 10. Banyaknya Perusahaan Industri, Tenaga Kerja, Nilai Produksi dan Investasi di Kabupaten Banyumas Tahun 2005 Jumlah Jumlah Sektor Perusahaan Tenaga kerja Industri hasil pertanian & 36,373 85,053 kehutanan 2 Industri kimia anorganik 2,987 7,938 3 Industri logam, mesin dan 336 1,255 elektronik Jumlah 39,696 94,246 Tahun 2004 37,314 34,344 Sumber : Dinas Perindag Kabupaten Banyumas tahun 2005 No 1
Produksi (Rp000) 498,623,260
Investasi 28,571,410
65,643,600 4,434,500
4,767,420 14,504,414
568,701,360 282,889,235
47,843,244 47,843,244
Bidang industri, perusahaan industri di Kabupaten Banyumas tahun 2005, dari 41.103 perusahaan yang terdaftar, tercatat 39.696 perusahaan masih berjalan dan mampu menyerap tenaga kerja sejumlah 94.246 orang atau mengalami peningkatan sebesar 6,23 % bila dibandingkan tahuin sebelumnya.
Dari jumlah
perusahaan yang berjalan, berdasarkan cabangnya terbanyak pada industri hasil pertanian dan kehutanan tercatat 36.373 perusahaan dengan nilai produksi mencapai Rp 498.623.260.000, sedangkan total nilai produksi secara keseluruhan
64
untuk semua cabang industri
sebesar Rp 568.701.360.000 atau mengalami
kenaikan
dibanding
sebesar
282.889.235.000.
50,25
%
dengan
sebelumnya
sebesar
Rp
Jumlah investasi disektor industri tercatat Rp 47.843.244.000,
masih stabil bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Bidang air minum, jumlah pelanggan dan produksi air minum dan air bersih di Kabupaten Banyumas dari tahun ke tahun terus meningkat. Jumlah air minum yang tersalurkan tercatat 11.383.923 m3, meningkat : 6,16 % bila dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 10.681.927 m3. Pemakaian air bersih dan air minum yang disalurkan oleh PDAM Kabupaten Banyumas, terbanyak untuk rumah tempat tinggal sebanyak 8.631.101 m3 atau 75,81 % dari total air yang disalurkan. Nilai pemakaian air yang disalurkan oleh PDAM Kabuapten Banyumas secara total tercatat Rp 9.037.309.000 meningkat 7,71 % bila dibandingkan tahun sebelumnya.
Nilai
terbesar adalah untuk keperluan rumah tangga tercatat Rp 6.141.865.000 atau 67,96 % dari total nilai air yang disalurkan. Tabel 11. Banyaknya Air Minum yang Disalurkan oleh PDAM di Kabupaten Banyumas No
Jenis pelanggan
1 2 3 4
Rumah tempat tinggal Badan-badan sosial/rumah sakit/tempat peribadatan Perusahaan, pertokoan, industri Instansi pemerintah Jumlah Tahun 2004 Sumber : PDAM Kabupaten Banyumas tahun 2005
Air minum yang disalurkan M3 Nilai (Rp000) 8,631,101 6,141,865 564,619 287,472 1,200,826 1,637,801 987,377 970,171 11,383,923 9,037,309 10,681,927 8,389,835
Bidang kelistrikan, listrik merupakan salah satu produk energi yang sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakat.
Jumlah pelanggan pada PT PLN
(Persero) cabang Purwokerto sebanyak 239.794 unit. Jumlah KWH terjual tercatat 326.378.293 dengan total daya 194.882.892 VA Perdagangan Bidang perdagangan, jumlah perusahaan yang melaksanakan pendaftaran sesuai UU no: 2 tahun 1983 baik menurut golongan usaha dan bentuk badan hukum perusahaan, dari tahun ke tahun cenderung mengalami kenaikan, termasuk tahun terakhir ini yang juga mengalami kenaikan. Banyaknya surat ijin perdagangan yang diterbitkan oleh Dinas Perdagangan pada tahun 2005 untuk perusahaan
65
perdagangan menurut golongan usaha di Kabupaten Banyumas sebanyak 1898 atau lebih besar bila dibandingkan tahun sebelumnya. Surat ijin yang terbanyak yang diterbitkan adalah di Kecamatan Purwokerto Selatan dan Kecamatan Purwokerto Timur.
Surat ijin usaha perdagangan yang diterbitkan oleh Dinas
Perindagkop Kabupaten Banyumas selama tahun 2005 sebagian besar untuk pedagang kecil yaitu sebanyak 1.792 buah, kemudian untuk pedagang menengah sebanyak 97 buah, sedangkan untuk pedagang besar diterbitkan sebanyak 9 buah surat ijin. Jumlah pasar di Kabupaten Banyumas sebanyak (1) 21 pasar swalayan yang terkonsentrasi di Kecamatan Purwoketo Selatan dan Kecamatan Purwokerto Timur, (2) 86 pasar umum yang menyebar hampir merata diseluruh kecamatan di Kabupaten Banyumas, dan (3)
12 pasar hewan yang meliputi Kecamatan
Purwokerto Timur, Kecamatan Purwokerto Barat, Kecamatan Sokaraja, Kecamatan Banyumas, Kecamatan Ajibarang, Kecamatan Cilongok, Kecamatan Sumpiuh, Kecamatan Wangon, Kecamatan Jatilawang, Kecamatan Kembaran. Bidang koperasi, koperasi sebagai “soko guru” perekonomian Indonesia semakin diperhatikan dalam
perananya untuk
masyarakat.
yang
Usaha-usaha
dilakukan
meningkatkan kesejahteraan oleh
pemerintah
diantaranya
memberikan bantuan modal kepada koperasi dan pengusaha kecil dalam bentuk pinjaman, pembinaan koperasi dan lain-lain.
Jumlah koperasi di Kabupaten
Banyumas sebanyak 425 unit atau miningkat bila dibandingkan dengan keadaan akhir tahun 2003 yang tercatat sebanyak 408 unit.
Koperasi yang mengalami
peningkatan cukup banyak adalah koperasi N0n KUD (dari 381 unit pada tahun 2003 menjadi 398 unit pada tahun 2004).
Dilihat dari jenisnya, di Kabupaten
Banyumas untuk tahun 2004 dari 422 unit koperasi berbadan hukum dengan jumlah anggota 102.101 orang. Jenis koperasi yang cukup banyak jumlahnya antara lain KPRI (tercatat sebanyak 82 unit) dan 88 unit Koperasi Serba Usaha. Dari 25 unit KUD, jumlah anggota pada tahun 2004 sebanyak 36.675 orang dan besarnya modal sekitar Rp 16.025.074, sedangkan untuk koperasi non KUD sebanyak 396 unit, jumlah anggota sebanyak 67.847 orang dengan besarnya modal sekitar Rp 73.821.855.( Dinas Perindagkop Kabupaten Banyumas, 2005)
66
Transportasi dan Komunikasi Jalan
merupakan
prasarana
memperlancar kegiatan perekonomian.
angkutan
darat
yang
penting
untuk
Dengan makin meningkatnya usaha
pembangunan maka akan menuntut peningkatan pembangunan jalan untuk memudahkan mobilitas penduduk dan memperlancar lalulintas barang dari satu daerah ke daerah lain. Jika dilihat panjang jalan kabupaten pada tahun 2005 yang mencapai 804,78 km. Menurut jenis permukaannya terlihat bahwa permukaan aspal memiliki persentase terbesar (73,3% ) atau sepanjang 766,33 km, sedangkan menurut kondisi jalannya 273,48 km atau sebanyak 35,51 % jalan kabupaten dalam kondisi rusak. Tabel 12. Panjang jalan Kabupaten Menurut Jenis Permukaannya di Kabupaten Banyumas No 1
2
Rincian Jenis permukaan Aspal Kerikil Kondisi jalan Baik Sedang Rusak Rusak berat Jumlah
Panjang jalan (km) 2004
2005
608.93 195.85
766.33 38.45
222.51 218.55 211.27 152.45 804.78
273.48 213.98 171.07 146.25 804.78
Sumber: Dinas Bina Marga Kabupaten Banyumas tahun 2005
Untuk memenuhi transportasi darat umumnya tersedia dua jenis kendaraaan angkutan darat utama yaitu kendaraan bermotor dan kereta api. Pada tahun 2005 jumlah obyek PKB di kantor Samsat Purwokerto sebanyak 132.335 unit, jika dibanding tahun sebelumnya menurun 6,29 %.
SIM C baru yang diterbitkan
sebanyak 16.634 buah dan perpanjangan sebanyak 11.762 buah. Untuk angkutan kereta api pada tahun 2005, banyaknya penumpang dari stasiun Purwokerto sebanyak 352.572 orang dan sebagian besar adalah penumpang kelas ekonomi Bidang perhotelan dari pariwisata, di Kabupaten Banyumas terdapat 156 hotel/losmen (tersebar di 9 kecamatan) yang terdiri dari 5 hotel berbintang dan 151 hotel non bintang. Jumlah hotel terbanyak terdapat di Kecamatan Baturaden yaitu sebanyak 96 buah ( 2 hotel berbintang dan 94 hotel non bintang).
Jumlah
pengunjung di 7 obyek wisata di Kabupaten Banyumas mengalami peningkatan
67
dengan jumlah pengunjung terbanyak di lokawisata Baturaden, sedangkan 4 obyek wisata lainnya mengalami penurunan jumlah pengunjung Tabel 13. Banyaknya Pengunjung Obyek Wisata di Kabupaten Banyumas No
Obyek wisata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Curug cipendok Telaga sunyi Pancuran tiga Pancuran tujuh Bumi perkemahan Baturaden Lokawisata Baturaden Kalibacin Wanawisata baturaden Curug gede Curug ceheng
2002 21,133 4,839 40,138 87,325 7,467 566,743 4,427 54,975 2,669 19,267
Pengunjung (orang) 2003 2004 21,468 29,418 4,545 3,942 33,303 21,361 64,014 64,610 11,969 10,443 486,119 412,444 3,963 5,057 53,113 58,245 1,870 11,597 15,542
2005 29,730 3,144 23,191 66,977 2,590 464,876 6,741 52,023 1,602 14,490
Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Banyumas tahun 2005
Keuangan dan harga-harga Realisasi penerimaan Daerah Otonomi Tingkat II Kabupaten Banyumas tahun anggaran 2005 sebesar 17.295.119.280.000 rupiah yang berasal dari pajak dan 32.903.909.355.000 rupiah yang berasal dari restribusi.
Untuk laba BUMD
tahun 2005 terealisasi sebesar 4.250.396.230.000 rupiah dan untuk jenis pendapatan lain (terdiri dari bagi hasil pajak dan bukan pajak, subsi daerah otonom serta bantuan pembangunan) tahun 2005 terealisasi sebesar 474.395.227.100.000 rupiah. Bidang perbankkan, sebagai institusi penghimpunan dan penyaluran dana untuk kegiatan perekonomian daerah perananya sangat penting. Pengerahan dana perbankan selama tahun 2005 dari triwulan I s/d triwulan IV menunjukkan kecenderungan meningkat, kecuali pada triwulan II. Pada akhir tahun 2005 posisi deposito lebih banyak bila dibandingkan tabungan dan giro.
Sedangkan posisi
pinjaman menurut sektor ekonomi berfluktuasi selama tahun 2005 dengan pinjaman terbesar pada sektor lain-lain. Perkembangan harga-harga sembilan bahan pokok di Kabupaten Banyumas cenderung berfluktuasi. Harga yang kecenderungannya selalu naik adalah harga minyak tanah dan yang relatif stabil adalah harga garam iodium. Sedangkan angka
68
inflasi
Kabupaten
Banyumas
juga
menunjukkan
kecenderungan
bervariatif
(Kabupaten Banyumas dalam Angka, 2005). Pendapatan regional Tabel 14. PDRB per Sektor Kabupaten Banyumas No
Sektor
Atas dasar harga berlaku (Rp000) 2003 2004 1,023,715,465 1,122,272,029 62,182,151 71,080,811 776,417,390 834,711,764 65,218,503 73,789,141 386,065,305 445,020,853 611,954,199 681,988,315
2005 Pertanian 1,265,760,364 Pertambangan & penggalian 80,841,488 Industri pengolahan 969,908,730 Listrik,gas & air bersih 85,507,997 Bangunan 534,732,652 Perdagangan, restoran dan 782,339,248 hotel 7 Pengangkutan dan telkom 444,004,875 492,203,525 562,621,567 8 Keuangan, persewaan & jasa 341,882,706 388,857,929 463,006,181 perusahaan 9 jasa-jasa 654,474,071 725,316,131 836,066,113 Jumlah 4,365,914,665 4,835,240,498 5,580,784,340 Jumlah ( atas harga konstan 3,348,157,945 3,486,633,689 3,598,399,139 tahun 2000 ) Sumber : BPS Kabupaten Banyumas ( survei khusus pendapatan regional ) Keterangan : Angka sangat sementara 1 2 3 4 5 6
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Banyumas tahun 2005 atas dasar harga berlaku sebesar 5,58 trilyun rupiah dan atas dasar harga konstan tahun 2000 sebesar 3,599 trilyun rupiah dengan pendapatan perkapita atas dasar harga berlaku sebesar 1,531,040 rupiah. Dilihat dari konstribusinya, selama tiga tahun terakhir konstribusinya terbesar adalah sektor pertanian, kemudian diikuti oleh sektor industri dan sektor perdagangan. Di Kabupaten Banyumas sektor pertanian masih merupakan sektor andalan.
Pada tahun 2005 sendiri sektor pertanian
memberikan sumbangan 22,68 %, sehingga sektor ini memberikan konstribusi besar terhadap PDRB Kabupaten Banyumas. Sektor lainnya yang mempunyai andil cukup signifikan bagi pembentukan PDRB Kabupaten Banyumas tahun 2005 adalah sektor industri (17,38 %), sektor perdagangan (14,02 %) dan sektor jasa-jasa (14,98 %). Sektor-sektor yang dalam tiga tahun terakhir ini kontribusinya cenderung selalu naik adalah sektor listrik, gas dan air minum dan sektor bangunan. Besarnya konstribusi masing-masing sektor ekonomi ( lapangan usaha ) bagi pembentukan PDRB ini menunjukkan ciri struktur perekonomian di Kabupaten Banyumas.
69 Tabel 15. Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Sektor di Kabupaten Banyumas No
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor
Pertanian Pertambangan & penggalian Industri pengolahan Listrik,gas & air bersih Bangunan Perdagangan, restoran & hotel Pengangkutan & telekomunikasi Keuangan, persewaan & jasa perusahaan jasa-jasa
Atas dasar harga berlaku (%) 2004 2005 9.6 12.8 14.3 13.7 7.5 16.2 13.1 15.9 15.3 21.2 11 15 10.9 14.3 13.7 10.8
19.1 15.3
Atas dasar harga konstan (%) 2004 2005 2.38 1.7 3.75 4.1 4.2 2.5 8.2 9.1 4.6 4.1 4 4 5.9 3.1 5.7 4.2
Jumlah 11.8 15.9 4.8 Sumber : BPS Kabupaten Banyumas (Survei Khusus Pendapatan Regional )
5.6 3.5 4.2
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyumas tahun 2005 yang ditunjukkan oleh laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan 2000, lebih rendah dari pada tahun sebelumnya.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Banyumas tahun 2005 tidak sebesar tahun sebelumnya. Pertumbuhan riil sektoral tahun 2005 sebagian mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan riil ini dapat diukur dengan laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 9.11 %, meskipun demikian peranannya terhadap PDRB relatif lebih kecil dibandingkan sektor lainnya.
Kemudian diikuti oleh sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan yang pada tahun 2005 mengalami pertumbuhan positif, sekitar 5.6 %, untuk sektor pertanian pada tahun 2005 mengalami pertumbuhan 1.7 % yang didukung oleh kenaikan produksi di semua sub sektor pertanian. Sektor lainnya yang mengalami pertumbuhan cukup besar adalah sektor jasa-jasa, sekitar 3.54 % dan sektor pengangkutan dan telekomunikasi sekitar 3.13 %.