Widyawati, AMKep. SST. PENGARUH TINDAKAN PERAWATAN PEMBERIAN SELIMUT HANGAT TERHADAP KECEPATAN KEMBALINYA SUHU TUBUH NORMAL PADA PASIEN YANG MENGALAMI HIPOTERMI SETELAH MENJALANI OPERASI DENGAN ANESTESI SPINAL. xiii + 80 halaman + 9 tabel + 5 lampiran Abstrak Hipotermia didefinisikan sebagai temperature inti yang kurang dari 36 0c (96.80F). Keadaan hipotermi dapat meningkatkan konsumsi oksigen 100 % - 600 %, dan meningkatkan resiko angina dan aritmia pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler. Data statistic dan penelitian menunjukan bahwa 40% - 60% pasien dengan anestesi spinal mengalami komplikasi pasca bedah yaitu terjadinya hipotermi Dari 10 pembedahan yang dilakukan di Instalasi Bedah Sentral RSUD Palembang BARI dengan anestesi spinal sebanyak 6 pasien (60%) terjadi komplikasi berupa hipotermi dengan suhu badan antara 34,0⁰C s.d. 34,5⁰C. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rata-rata kecepatan waktu kembalinya suhu tubuh normal dengan metode penelitian post test only controlled group design yang dilakukan pada pasien yang mengalami hipotermi post operasi dengan anestesi spinal di Instalasi Bedah Sentral RSUD Palembang BARI. Responden dibagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama kelompok selimut hangat (K1) sebagai kelompok intervensi dan kelompok kedua, kelompok selimut tebal (K2) sebagai control. Penelitian dilakukan pada 50 sampel yang dibagi menjadi dua kelompok dengan jumlah sampel 25 responden pada masing-masing kelompok. Pada analisa data dengan menggunakan uji T-Independent didapatkan rata-rata kecepatan waktu kembalinya suhu tubuh normal (34,5⁰C - 36⁰C) pada kelompok yang mendapatkan tindakan keperawatan pemberian selimut hangat (K1) adalah 37,64 menit dengan standar deviasi 4,21 menit, sedangkan pada kelompok yang mendapatkan tindakan keperawatan pemberian selimut tebal (K2) adalah 80,36 menit dengan standar deviasi 3,28 menit. Hasil uji statistic didapatkan nilai P = 0,000 (P ‹ α) yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara responden yang mendapatkan tindakan keperawatan pemberian selimut hangat (K1) dengan yang mendapatkan tindakan keperawatan pemberian selimut tebal (K2). Untuk itu perlu dibuatnya protap perawatan pasien post operasi sehingga kerugian dari kejadian hipotermi dapat dihilangkan. Kata kunci : hipotermi, selimut hangat, suhu tubuh Daftar Pustaka : 12 (1997-2011) Pendahuluan
Di Indonesia, selama ini belum didapatkan data yang konkrit tentang angka kejadian hipotermi pasca bedah pada pasien yang dilakukan tindakan operasi dengan anestesi regional, namun dari hasil data statistic dan penelitian didapatkan bahwa 40% - 60% pasien dengan anestesi spinal mengalami komplikasi pasca bedah terjadinya hipotermi (Sasongko, 2005 dalam Nazma D, 2008). Di Ruang Bedah Sentral RSUD Palembang BARI pada tahun 2009 rata–rata dari 1800 kegiatan pembedahan yang dilakukan dengan anestesi regional/spinal berjumlah 732
(40,6%) tahun 2010 dari 1920 pembedahan yang dilakukan dengan anestesi regional/spinal berjumlah 903 (47,0%) kasus. Dari studi awal yang dilakukan didapatkan hasil dari 10 pembedahan dengan anestesi regional/spinal sebanyak 6 pasien (60%) terjadi komplikasi berupa hipotermi dengan suhu badan antara 34,0⁰C s.d. 34,5⁰C. Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kursun S dan Dranali A (2004) didapatkan beda rata-rata kecepatan kembalinya suhu tubuh normal pada pasien yang mengalami hipotermi antara yang diberi selimut hangat dan yang diberi selimut tebal. Pada kelompok selimut hangat tercatat waktu rata-rata 70,5 menit untuk kembali ke suhu normal (36⁰C) sementara pada kelompok selimut tebal waktu rata-rata 90,0 menit.
Landasan Teori
Hipotermi adalah keadaan dimana suhu inti tubuh di bawah batas normal fisiologis (normotermi adalah 36.6˚C sampai 37,5˚C) yang selalu terjadi diruang pulih sadar sebagai akibat sekunder dari suhu yang rendah diruang operasi, infus dengan cairan yang dingin, inhalasi dengan gas yang dingin, cavitas atau luka yang terbuka, aktivitas otot yang menurun, usia yang lanjut atau agent obat-obatan yang digunakan (Brunner & Suddarth 2002). Pembedahan merupakan trauma buatan yang akan menimbulkan perubahan faal sebagai respon dari trauma itu sendiri. Salah satu komplikasi yang sering terjadi pada pasien pasca bedah dini adalah kejadian hipotermi dan reaksi menggigil sebagai mekanisme kompensasi tubuh terhadap hipotermi tersebut. Diduga ada tiga penyebab terjadinya hipotermia pada anestesi regional/spinal yaitu redistribusi panas internal dari kompartemen sentral ke perifer, hilangnya termoregulasi vasokonstriksi serta berubahnya nilai ambang vasokonstriksi dan nilai ambang menggigil (Roy JD, 2004). Bila sudah terjadi hipotermia untuk meningkatkan temperatus inti tubuh sebagai kompensasinya tubuh akan menggigil. Adapun
penanganan
hipotermi
menurut Mancini, Marry (1994) membagi
berdasarkan derajat hipotermi, yaitu : (1) pada suhu antara 32˚C sampai 35˚C, dilakukan pemberian metoda pemasangan eksternal pasif yaitu pemberian selimut hangat. (2) pada suhu kurang dari 32˚C, dapat diberikan 2 metode yaitu pemanasan eksternal aktif. Dengan cara botol yang berisi air hangat diletakkan pada permukaan tubuh pasien, melakukan perendaman pada bak air yang berisi air hangat dengan suhu 40˚C dan pemberian matras hangat serta metoda pemanasan internal aktif, dengan cara :
pemberian cairan intra vena yang telah dihangatkan, lavage lambung hangat, lavage peritoneum hangat, lavage colon hangat, lavage mediastinium hangat dan pemberian oksigen hangat.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tindakan perawatan pemberian selimut hangat terhadap kecepatan kembalinya suhu tubuh normal pada pasien yang mengalami hipotermi post operasi dengan anestesi spinal. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan desain penelitian “post test only controlled group design” Pada penelitian ini pasien yang menjadi sampel penelitian dibedakan menjadi dua kelompok, kelompok pertama adalah kelompok intervensi (K1) dimana pasien yang mengalami hipotermi post operasi dengan anestesi spinal diberikan tindakan keperawatan pemberian selimut hangat dan kelompok kedua sebagai kelompok kontrol (K2) dimana pasien yang mengalami hipotermi post operasi dengan anestesi spinal diberikan selimut tebal. Analisa data terdiri atas analisa univariat, untuk variable kecepatan kembalinya suhu tubuh normal dianalisis nilai mean, median, standar deviasi, minimum dan maksimum. Pada masing-masing kelompok diukur rata-rata kecepatan kembalinya suhu tubuh normal pada Contingency Interval 95% (Estimasi Interval pada CI 95%) dan analisis bivariat untuk melihat pengaruh tindakan keperawatan pemberian selimut hangat pada pasien yang mengalami hipotermi post operasi dengan anestesi spinal terhadap kecepatan kembalinya suhu tubuh normal, uji statistic yang digunakan adalah Uji T Independent dengan tingkat kemaknaan 95 % (alpha = 0,05) dengan catatan sebaran data normal setelah dilakukan uji normalitas data. Jika sebaran data tidak normal maka dilakukan uji alternative Mann-Whiteney Test. Beda rata-rata kecepatan kedua kelompok diuji signifikasinya, jika didapatkan nilai P ≤ 0,05 berarti ada beda atau ada pengaruh tindakan perawatan pemberian selimut hangat terhadap kecepatan kembalinya suhu tubuh normal dan jika diapatkan nilai P > 0,05 berarti tidak ada beda atau tidak ada pengaruh.
Hasil dan Pembahasan
Penelitian dilakukan di Ruang Pemulihan Instalasi Bedah Sentral RSUD Palembang BARI dari tanggal 21 Oktober 2011 sampai dengan 11 November 2011. Terkumpul sampel sebanyak 50 orang yang mengalami hipotermi setelah menjalani operasi dengan anestesi spinal. Dari 50 orang responden dibagi menjadi dua kelompok masing-masing 25 responden, yaitu kelompok pemberian selimut hangat (K1) dan kelompok selimut tebal (K2).
Tabel 1 Rata-rata Kecepatan Waktu (menit) Kembalinya Suhu Tubuh Normal pada Kelompok Selimut Hangat (K1) Pasien Post Operasi dengan Spinal Anestesi di Ruang Bedah Sentral RSUD Palembang BARI Tahun 2011 N Waktu (menit)
25
Mean 37,64
Median 38,00
SD 4,21
Min 31
Dari hasil analisa univariat didapatkan bahwa rata-rata
Max
95% CI
44
35,90 – 39,38
kecepatan waktu yang
diperlukan untuk mencapai suhu adalah 37,64 menit, nilai tengah (median) 38,00 menit, waktu tercepat adalah 31 menit, waktu terlama adalah 44 menit dengan standar deviasi 4,21 menit. Pada 95% CI didapatkan bahwa waktu tercepat untuk mencapai suhu normal pada kelompok selimut hangat adalah 35,90 menit dan waktu terlama adalah 39,38 menit.
Tabel 2 Rata-rata Kecepatan Waktu (menit) Kembalinya Suhu Tubuh Normal pada Kelompok Selimut Tebal (K2) Pasien Post Operasi dengan Spinal Anestesi di Ruang Bedah Sentral RSUD Palembang BARI Tahun 2011 N Waktu (menit)
25
Mean 80,36
Median 80,00
SD 3,28
Min 75
Dari hasil analisa univariat didapatkan bahwa rata-rata
Max
95% CI
86
79,01 – 81,71
kecepatan waktu yang
diperlukan untuk mencapai suhu adalah 80,36 menit, nilai tengah (median) 80,00 menit,
waktu tercepat adalah 75 menit, waktu terlama adalah 44 menit dengan standar deviasi 86 menit. Pada 95% CI didapatkan bahwa waktu tercepat untuk mencapai suhu normal pada kelompok selimut tebal adalah 79,01 menit dan waktu terlama adalah 81,71 menit.
Tabel 3 Analisa Bivariat Pangaruh Tindakan Perawatan Pemberian Selimut Hangat terhadap Kecepatan Waktu Kembalinya Suhu Tubuh Normal di Instalasi Bedah Sentral RSUD Palembang BARI Tahun 2011 KLP K2
N 25
Mean 80,36
SD 3,28
SE 0,66
Waktu
P Value 0,000*
K1
25
37,64
4,21
0,64
Keterangan : * bermakna pada α = 0,05 Dari data di atas didapatkan rata-rata kecepatan waktu kembalinya suhu tubuh normal (34,5⁰C - 36⁰C) pada kelompok yang mendapatkan tindakan keperawatan pemberian selimut hangat adalah 37,64 menit dengan standar deviasi 4,21 menit, sedangkan pada kelompok yang mendapatkan tindakan keperawatan pemberian selimut tebal adalah 80,36 menit dengan standar deviasi 3,28 menit. Hasil uji statistic didapatkan nilai P = 0,000 (P ‹ α) yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara responden yang mendapatkan tindakan keperawatan pemberian selimut hangat (K1) dengan yang mendapatkan tindakan keperawatan pemberian selimut tebal (K2). Dengan demikian berarti ada pengaruh tindakan perawatan pemberian selimut hangat terhadap kecepatan kembalinya suhu tubuh normal.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Serife Kursun dan Alev Dramali (2004), dimana menurut penelitian tersebut waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu tubuh normal pada kelompok intervensi (selimut elektrik blanket) adalah rata-rata 70 menit sementara rata-rata kecepatan waktu yang didapat oleh peneliti pada penelitian ini adalah 37,64. Terdapat perbedaan yang sangat signifikan pada hasil yang didapat, menurut analisa peneliti hal ini mungkin disebabkan karena adanya perbedaan kriteria inklusi responden penelitian dimana pada penelitian terdahulu tidak membedakan jenis anestesi yang diberikan kepada pasien, sementara pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti hanya dilakukan pada pasien pada responden dengan anestesi spinal. Jenis dan lamanya
pembedahan juga bisa mempengaruhi derajat hipotermi, pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti mayoritas pembedahan adalah section caesaria. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu normal pada kelompok control (selimut tebal) pada penelitian yang dilakukan oleh Serife Kursun dan Alev Dramali (2004) adalah 90 menit. Sementara pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti sekarang adalah 80,36 menit. Terdapat perbedaan tetapi perbedaan tersebut tidak terlalu signifikan. Menurut Mancini, Marry (1994) dalam Darmawan I (2009) kecepatan kembalinya suhu tubuh ke normal pada kelompok selimut hangat dipengaruhi oleh proses radiasi, konveksi dan konduksi. Radiasi adalah perpindahan panas dari permukaan suatu objek ke permukaan objek lain. Selimut yang hangat memungkinkan terjadi perpindahan panas dari permukaan selimut ke permukaan tubuh pasien yang lebih dingin. Selain radiasi, konveksi dan konduksi juga diyakini merupakan hal yang dapat mempercepat kembalinya suhu tubuh normal pada kelompok selimut hangat (K1) Pada kelompok selimut tebal rata-rata waktu kembalinya suhu tubuh normal cenderung lebih lambat, hal ini dipengaruhi oleh karena tidak adanya perpindahan panas dari selimut tebal ke permukaan tubuh, sehingga bantuan dari lingkungan untuk membantu tubuh segera kembali normal hampir tidak ada. Selimut tebal lebih berfungsi mengurangi terpaparnya tubuh dengan suhu lingkungan pada ruangan pemulihan yang dingin. Masih menurut Mancini, Marry (1994) dalam Darmawan I (2009) perpindahan panas akan berlangsung dengan cepat pada dua objek yang berbeda suhu dan akan berhenti ketika suhu pada kedua obyek sama, datu kecepatan perpindahan panas berbanding lurus dengan perbedaan suhu dua buah objek. Menurut Nazma D (2008) keadaan hipotermi dapat meningkatkan konsumsi oksigen 100 % - 600 %, dan meningkatkan resiko angina dan aritmia pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler. Morbiditas yang mungkin terjadi dilaporkan cukup bermakna adalah peningkatan kebutuhan metabolic (hal ini dapat membahayakan pada pasien dengan cadangan hidup yang terbatas dan yang berada pada resiko kejadian koroner), menimbulkan nyeri pada luka, meningkatkan produksi CO2, denyut jantung, memicu vasokonstriksi dan dengan demikian meningkatkan resistensi vaskuler, tekanan darah dan volume jantung sekuncup sehingga terjadi peningkatan takanan intraokuler dan intra cranial. Sebagai tambahan resiko perdarahan dan infeksi luka bedah akan meningkat pada pasien hipotermi. Karena alasan-alasan itulah, menurut Nazma D (2008) mempertahankan pasien pada suhu normal merupakan baku perawatan.
Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan : a. Rata-rata kecepatan waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu tubuh normal pada kelompok selimut hangat (K1) adalah 37,64 menit dengan standar deviasi 4,21 menit b. Rata-rata kecepatan waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu tubuh normal pada kelompok selimut tebal (K2) adalah 80,36 dengan standar deviasi 3,28 menit c. Terdapat beda rata-rata kecepatan waktu kembalinya suhu tubuh normal antara kelompok selimut hangat (K1) dan kelompok selimut tebal (K2). Dari hasil uji statistic pada α = 0,05 didapatkan nilai P = 0,000 (P ‹ α) berarti ada pengaruh tindakan keperawatan pemberian selimut hangat terhadap kecepatan kembalinya suhu tubuh normal pada pasien yang mengalami hipotermi post operasi dengan anestesi spinal.
2. Saran Hasil dari penelitian ini hendaknya bisa dijadikan sebagai dasar penetapan prosedur tetap tentang tata cara perawatan pasien di Ruang Pemulihan terutama pada setiap pasien yang dilakukan pembedahan dengan anestesi spinal sehingga kerugian dari kejadian hipotermi yang lebih lanjut dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan.
DAFTAR PUSTAKA Brooker C, 2008. Ensiklopedia Keperawatan, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC Darmawan, I, dr, (2009, Maret 28). Efek Asering (Acetat Ringer’s Solution) dalam Mempertahankan Suhu Inti dari Pasien Bedah, diunduh dari http://http//repositori.usu.ac.id/bitstream/12345678/22687/4/Chapter%20II .pdf English W. Post-Operative shivering, Causes, Prevention and Treatment, World Federation of Societies of Anesthesiologist. WWW implementation by the NDA Web Team, 2002; Issue 15; Article 3 Kursun, S dan Dramali, A, Effect Rewarming with Electrical Blanket on the Rewarming Time of the Patients UNDERGOING abdominal Surgery in the Postoperative Period, 2011; 21(1): 1-4 , Journal
Nazma, D, 2008, Perbandingan Tramadol 0,5 dan 1 mg/KGBB IV dalam Mencegh Menggigil dengan Efek Samping yang Mnimal pada Anestesi Spinal, FK USU, Medan. Diunduh dari http//repository.usu.ac.id/bitstream/12345678/22687/4/Chapter%20II.pdf Notoadmodjo, S. 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Nursalam, 2003, Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika. Nursalam, dan Pariani, S. 2001, Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan, CV, Info Medika. TIM Puslitjaknov 2008, Metode Penelitian Pengembangan, Pusat Penelitian dan Inovasi Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta Suzanner C. Smeltzer, dkk, 2001, Suddarth & Brunner, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol.3, Buku Kedokteran EGC : Jakarta White JD, Sessler DI, Perioperative Shivering : Physiology and Pharmakologi, Anesthesiology 2002; 96(2): 467-484 Sessler D.I., Mild Perioperative Hypothermi, New England Journal of Medicine. 1997;336(24): 1730-37