41
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada kawasan gambut yang berada di tengah Kota Sintang dengan luas areal sebesar 213 hektar. Kawasan ini terletak di Desa Baning, Kota Sintang, Provinsi Kalimantan Barat. Secara geografis kawasan ini terletak di antara 110°37’ sampai 113°37’ Bujur Timur dan 1°3’ sampai 1°16’ Lintang Selatan. Kawasan sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Puri, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Ladang, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Baning. Orientasi lokasi penelitian serta kondisi kawasan gambut Baning ditampilkan pada Gambar 6 dan Gambar 7. Waktu penelitian dilaksanakan selama 12 (dua belas) bulan. Kegiatan penelitian meliputi studi pustaka, pengamatan lapangan, pengolahan data, dan penyusunan laporan. Alat dan Bahan Penelitian Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian berupa perangkat keras dan perangkat lunak komputer, serta alat untuk survei lapangan dan peta-peta (Tabel 12). Tabel 12 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian Alat dan Bahan
Kegunaan
1) Komputer 2) GPS 3) 4) 5) 6)
Kamera digital ArcView 3.2 Expert Choice Peta digital administrasi Sintang dan peta dasar lain 7) AutoCAD 2010 8) Photoshop
Kota
Pengolahan data, pelaporan Survei lapang untuk pengambilan titik koordinat Dokumentasi objek dan kawasan Analisis spasial Analytical Hierarchy Process (AHP) Sumber untuk membuat peta tematik Perencanaan kawasan Perencanaan kawasan
42
Lokasi penelitian: Kawasan gambut Baning
Sumber: RDTRK Sintang 2007
Gambar 6 Orientasi Kota Sintang dan lokasi penelitian.
Sumber: BKSDA Kal-Bar 2010, dokumentasi 2011
Gambar 7 Lokasi penelitian dan kondisi eksisting kawasan gambut Baning
43
Tahapan Penelitian Penelitian ini secara umum dilaksanakan dalam tiga tahapan, yaitu pengumpulan dan pengklasifikasian data, riset, dan perencanaan kawasan. Tahapan penelitian disajikan pada Gambar 8. Tahap I: Pengumpulan dan pengklasifikasian data Pada tahapan ini dilakukan pengumpulan data yang berkaitan dengan data penelitian, baik data primer maupun data sekunder. Data primer adalah data hasil pengamatan di lokasi penelitian dan hasil penilaian responden. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka serta data lainnya yang mendukung. Jenis, kegunaan dan sumber data penelitian ditampilkan pada Tabel 13. Tabel 13 Jenis/informasi, kegunaan dan sumber data penelitian Jenis data/informasi
Unit
Kegunaan
Sumber data
Keluaran
Data umum
1) Citra Ikonos 2) Peta administrasi /RDTRK
-
Analisis kawasan perencanaan
Bappeda
Peta batas administrasi kawasan
Karakter ekologis kawasan
1) Hidrologi dan tata air 2) Ketebalan gambut 3) Kualitas air
-
Deskripsi dan analisis karakter ekologis kawasan
BKSDA, Bappeda, BMG dan survei
Peta tingkat kealamian ekologis kawasan
Objek dan daya tarik ekowisata
1) Sebaran jenis flora 2) Sebaran jenis fauna 3) Ekosistem/habitat 4) View (kualitas visual)
Analisis objek dan daya tarik ekowisata
BKSDA, Bappeda dan survei
Peta potensi objek dan daya tarik ekowisata
m -
-
Aturan
1) RTRW 2) RDTRK
-
Analisis aturan (dukungan kebijakan)
Bappeda
Peta tata guna lahan yang mendukung perencanaan kawasan
Dukungan masyarakat
1) Masyarakat kota
-
Analisis dukungan masyarakat
Wawancara & kuisioner
Keinginan masyarakat dalam mendukung perencanaan kawasan
44
Kawasan Gambut Baning Kota Sintang Tahap I Pengumpulan dan klasifikasi data
Peta
Studi pustaka
Survei lapangan
Klasifikasi data
Tahap II Riset
Kondisi ekologis kawasan gambut
Potensi objek dan daya tarik ekowisata kawasan gambut
Potensi visual kawasan
Analisis karakter ekologis kawasan gambut
Analisis potensi objek dan daya tarik ekowisata kawasan gambut
Analisis visual
Metode peringkat (Skoring)
Metode peringkat (Skoring)
Scenic Beauty Estimation (SBE)
Peta potensi objek dan daya tarik ekowisata
Peta kualitas visual
Peta tingkat kealamian ekologis kawasan gambut
Peta zona ekowisata potensial kawasan gambut
Peta komposit (Peta zonasi ekowisata kawasan)
Dukungan masyarakat kota
Analisis hierarki
Deskriptif
Kebijakan penataan ruang (RTRW) kota untuk penyesuaian perencanaan
Sintesis (Zonasi pengembangan ekowisata kawasan gambut) Tahap III Perencanaan lanskap/ kawasan
Konsep pengembangan ekowisata (Lanskap, aktivitas, fasilitas)
Rencana Lanskap Kawasan Ekowisata Gambut Baning di Kota Sintang Gambar 8 Alur tahapan penelitian
45
Tahap II: Riset Pada tahapan ini dilakukan analisis data yang telah ditetapkan. 1) Deskripsi dan analisis karakter ekologis kawasan gambut Analisis dilakukan untuk mengetahui karakter ekologis kawasan sehingga diketahui faktor-faktor ekologis yang dapat membatasi kegiatan perencanaan ekowisata di kawasan gambut. Data yang diperlukan berupa data karakter ekologis kawasan yang terdiri dari
ketebalan
lapisan
gambut,
tinggi
muka
air
tanah,
sumber
air,
drainase/pengaliran air, kualitas air, serta kualitas penutupan vegetasi. Kajian terhadap karakter ekologis kawasan meliputi kajian terhadap seluruh kawasan seluas 213 ha. Pengumpulan data dilakukan berdasarkan perbedaan jenis penutupan lahan dalam kawasan. Matriks penilaian karakter ekologis kawasan gambut ditunjukkan pada Tabel 14. Nilai skor ditentukan dengan nilai 1 sampai 4. Dengan kriteria 1 untuk karakter ekologis buruk, 2 untuk sedang, 3 untuk baik dan 4 untuk sangat baik. Penghitungan
penilaian
karakter
ekologis
selanjutnya
digunakan
untuk
menentukan tingkat kealamian ekologis kawasan gambut. Tingkat kealamian ekologis terdiri dari tiga kelas kategori, yaitu tingkat kealamian tinggi, alami, dan rendah. Penentuan kelas kategori dengan menggunakan teknik skoring (Slamet 1993):
Interval kelas kategori (IK) =
Keterangan:
SMa
= Skor maksimal
SMi
= Skor minimal
Dengan kategori: Tinggi = SMi + 2.IK + 1 sampai SMa Alami
= SMi + IK + 1 sampai (SMi + 2.IK)
Rendah
= SMi sampai SMi + IK
-
46
Tabel 14 Penilaian karakter ekologis kawasan gambut Karakter ekologis
Kategori
Kriteria
1 2 3 4
Buruk Sedang Baik Sangat baik
Ketebalan gambut
1) 2) 3) 4)
Tinggi muka air tanah
1) Tinggi muka air tanah <40 cm di musim kemarau 2) Tinggi muka air tanah 40-60 cm di musim kemarau 3) Tinggi muka air tanah 60-80 cm di musim kemarau atau melewati permukaan tanah 4) Tinggi muka air tanah >80 cm di musim kemarau atau melewati permukaan tanah
1 2 3
Buruk Sedang Baik
4
Sangat baik
1) Penurunan kualitas air tampak sangat nyata, sumber limbah terletak <0,5 km 2) Penurunan kualitas air tampak nyata, sumber limbah terletak 0,5-1,5 km 3) Terdapat sedikit penurunan kualitas air, sumber limbah terletak 1,5-3 km 4) Tidak terdapat penurunan kualitas air, sumber limbah terletak >3 km
1
Buruk
2
Sedang
3
Baik
4
Sangat baik
1) Sumber air tidak ada, dan tidak lagi menunjang pertumbuhan vegetasi 2) Sumber air terutama adalah aliran dari pemukiman, irigasi dan sistem hidrologi buatan lainnya 3) Sumber air sebagian besar alami, tapi juga mendapat sejumlah kecil aliran dari sumber antropogenik 4) Sumber air alami dari hujan, air tanah atau aliran dari tubuh air yang berdekatan
1
Buruk
2
Sedang
3
Baik
4
Sangat baik
1) Penutupan vegetasi spesies tumbuhan alami <49% 2) Penutupan vegetasi spesies tumbuhan alami 5069% 3) Penutupan vegetasi spesies tumbuhan alami 7089% 4) Penutupan vegetasi spesies tumbuhan alami <90%
1 2
Buruk Sedang
3
Baik
4
Sangat baik
1) 2) 3) 4)
1 2 3 4
Buruk Sedang Baik Sangat baik
Kualitas air
Sumber air
Kualitas penutupan vegetasi
Drainase (tingkat pengaliran air)
Ketebalan gambut 0,5-1 m Ketebalan gambut 1-2 m Ketebalan gambut 2-3 m Ketebalan gambut > 3m
Skor
Sangat cepat Cepat Agak cepat Baik-sedang
Sumber: EPA Nature Serve Report (2008), Ramsar Handbook 11 (2006), hasil olahan (2011)
2) Analisis potensi objek dan daya tarik ekowisata kawasan Analisis potensi objek dan daya tarik ekowisata dilakukan berdasarkan nilai keunikan
(uniqueness),
kelangkaan
(scarcity),
kealamian
dan
keutuhan
ekosistem (naturalness), dan keanekaragaman (diversity). Objek dan daya tarik
47
ekowisata yang dinilai adalah flora, fauna, dan habitat. Data yang diperlukan berupa jenis flora dan fauna yang ada dalam kawasan serta sebarannya. Kriteria penilaian potensi objek dan daya tarik ekowisata kawasan gambut disajikan pada Tabel 15. Nilai skor ditentukan dengan nilai 1 sampai 4. Dengan kriteria 1 untuk kurang, 2 untuk sedang, 3 untuk baik, dan 4 untuk kriteria sangat baik. Penghitungan penilaian selanjutnya dimasukkan ke dalam kriteria potensi, yakni potensi tinggi, sedang, dan rendah. Penentuan kelas potensi dengan menggunakan teknik skoring (Slamet 1993):
-
Interval kelas kategori (IK) =
Dengan kategori: Tinggi
= SMi + 2.IK + 1 sampai SMa
Sedang
= SMi + IK + 1 sampai (SMi + 2.IK)
Rendah
= SMi sampai SMi + IK
3) Analisis kualitas visual objek dan atraksi wisata Analisis kualitas visual (view) dilakukan dengan menggunakan metode Scenic Beauty Estimation (SBE). Pengambilan data visual untuk keperluan penilaian berupa slide dari hasil pemotretan di kawasan pada survei lapangan. Slide hasil pemotretan selanjutnya dipresentasikan kepada responden untuk memperoleh
nilai
kualitas
pemandangan
kawasan
gambut.
Penilaian
menggunakan metode SBE dengan responden sebanyak 40 orang diambil secara acak dari mahasiswa Kehutanan yang memiliki latar belakang pengetahuan tentang ekosistem hutan gambut. Slide foto lanskap hasil pemotretan disajikan satu persatu kepada responden dengan durasi 7-8 detik. Untuk mendapatkan nilai Scenic Beauty Estimation (SBE), data untuk setiap lanskap dikelompokkan berdasarkan peringkat atau skala penilaian dari 1 sampai 10 dan untuk setiap rangking dihitung jumlah frekuensi, frekuensi kumulatif, peluang kumulatif, dan nilai z. Dari keseluruhan nilai z rata-rata untuk tiap titik ditentukan satu nilai z dari titik tertentu sebagai standar untuk perhitungan (Daniel dan Boster 1976).
48
Tabel 15 Kriteria penilaian potensi objek dan daya tarik ekowisata kawasan gambut Objek dan daya tarik ekowisata Flora
Fauna
Habitat
Keunikan (uniqueness)
Potensi dan bobot Kelangkaan (scarcity) Kealamian (naturalness)
Skor
Kriteria
1) Tidak alami, >50% spesies eksotik 2) Cukup alami, 15-50% spesies eksotik 3) Alami, <15% spesies eksotik 4) Tinggi, tidak ada spesies eksotik
1) Spesies tidak beragam 2) Spesies cukup beragam 3) Spesies beragam
1
Kurang
2
Sedang
3
Baik
4) Spesies sangat beragam
4
Sangat baik
1) Spesies tidak beragam 2) Spesies cukup beragam 3) Spesies beragam
1
Kurang
2
Sedang
3
Baik
4) Spesies sangat beragam
4
Sangat baik
1) Tidak terdapat spesies endemik 2) Spesies endemik <3 jenis 3) Spesies endemik 3-5 jenis 4) Terdapat spesies endemik >5 jenis
1) Tidak terdapat spesies langka 2) Spesies langka <3 jenis
1) Tidak terdapat spesies endemik 2) Spesies endemik <3 jenis 3) Spesies endemik 3-5 jenis 4) Terdapat spesies endemik >5 jenis
1) Tidak terdapat spesies langka 2) Spesies langka <3 jenis
4) Terdapat spesies langka >5 jenis
1) Tidak alami, >50% spesies eksotik 2) Cukup alami, 15-50% spesies eksotik 3) Alami, <15% spesies eksotik 4) Tinggi, tidak ada spesies eksotik
1) Bukan merupakan habitat untuk spesies endemik 2) Habitat untuk <3 spesies endemik 3) Habitat untuk 3-5 spesies endemik 4) Habitat untuk >5 spesies endemik
1) Bukan merupakan habitat untuk spesies langka
1) Tidak alami, >50% modifikasi
1) Habitat tidak beragam
1
Kurang
2) Habitat untuk <3 spesies langka 3) Habitat untuk 3-5 spesies langka 4) Habitat untuk >5 spesies langka
2) Cukup alami, 15-50% modifikasi 3) Alami, <15% modifikasi
2) Habitat cukup beragam 3) Habitat beragam
2
Sedang
3
Baik
4) Habitat tinggi, tidak ada modifikasi
4) Habitat sangat beragam
4
Sangat baik
3) Spesies langka 3-5 jenis 4) Terdapat spesies langka >5 jenis
3) Spesies langka 3-5 jenis
Sumber: Font and Tribe (2000), MacKinnon (1986), hasil olahan (2011)
48
Keragaman (diversity)
49
Formulasi SBE yang digunakan dalam perhitungan adalah SBE = ( ZLX – ZLS ) x 100 Dengan SBE
= Nilai SBE titik ke-x
ZLX
= Nilai rata-rata z titik ke-x
ZLS
= Nilai rata-rata z yang digunakan sebagai standar Dengan menggunakan rumus tersebut, didapat nilai SBE untuk setiap
lanskap. Pola keindahan visual lanskap dapat dikelompokkan menurut pola tinggi, sedang, dan rendah. 5) Komposit Hasil Analisis Komposit merupakan overlay hasil analisis karakter ekologis, objek dan daya tarik ekowisata, dan kualitas visual kawasan. Proses overlay peta dilakukan dengan metode GIS (ArcView 3.2) sehingga diperoleh peta integrasi atau peta komposit yang merupakan zonasi ekowisata kawasan gambut Baning Kota Sintang. Zonasi ekowisata kawasan gambut Baning Kota Sintang yang diperoleh merupakan zonasi ekowisata potensial yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi kawasan ekowisata. 6) Dukungan masyarakat kota terhadap perencanaan kawasan Analisis ini dilakukan untuk mengetahui dukungan masyarakat kota terhadap
pengembangan
kawasan
gambut.
Analisis
dilakukan
dengan
menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Pengumpulan data dengan wawancara menggunakan kuisioner. Responden yang dipilih adalah para pakar dengan jumlah responden 10 orang, berasal dari kalangan akademisi, LSM konservasi, dan tokoh masyarakat. Penentuan pakar sebagai responden dilakukan berdasarkan kriteria berikut a) memiliki keahlian atau menguasai secara akademik bidang yang diteliti; b) memiliki reputasi kedudukan atau jabatan dan sebagai ahli dalam bidang yang diteliti; c) memiliki pengalaman dalam bidang kajian yang diteliti. Struktur hierarki rencana pengembangan ekowisata kawasan gambut kota Sintang dapat dilihat pada Gambar 9.
50
Level 1: Tujuan
Level 2: Kriteria
Level 3: Alternatif
Pengembangan ekowisata kawasan gambut kota Sintang
Menjaga ekosistem kawasan
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Ekowisata berbasis ekologi
Meningkatkan kesadaran masyarakat
Memperbaiki lingkungan perkotaan
Ekowisata berbasis keseimbangan ekologi-masyarakat
Memperbaiki fasilitas kota
Ekowisata berbasis masyarakat
Gambar 9 Struktur hierarki hubungan perbandingan berpasangan perencanaan pengembangan ekowisata kawasan gambut Baning. Data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan AHP dengan perangkat lunak Expert Choice. Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menatanya dalam suatu hierarki. Tahapan dalam analisis data adalah sebagai berikut (Saaty 1991): 1)
Identifikasi sistem Mengidentifikasi permasalahan dan menentukan solusi yang diinginkan, dilakukan dengan cara mempelajari referensi dan berdiskusi dengan para pakar yang memahami permasalahan sehingga diperoleh konsep yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.
2)
Penyusunan struktur hierarki Diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan, kriteria, dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah
3)
Perbandingan berpasangan. Menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang
setingkat diatasnya,
teknik
perbandingan
berpasangan yang digunakan dalam AHP berdasarkan “judgement” atau pendapat dari para responden yang dianggap sebagai “key person“, mereka dapat terdiri atas pengambil keputusan, para pakar, dan orang yang terlibat dan memahami permasalahan yang dihadapi. 4)
Matriks pendapat individu (A = (aij)), disajikan pada Tabel 16
51
Tabel 16 Formulasi matriks pendapat individu C1
C2
...
Cn
C1
1
A12
...
a1n
C2
1/a12
1
...
a2n
...
...
...
...
...
Cn
1/a1n
1/a2n
...
1
dalam hal ini C1, C2, ..... Cn adalah set elemen pada satu tingkat dalam hierarki. 5)
Kuantifikasi pendapat dari hasil perbandingan berpasangan membentuk matriks n x n, nilai aij merupakan nilai matriks pendapat hasil perbandingan yang mencerminkan nilai kepentingan Ci terhadap Cj.
6)
Matriks pendapat gabungan Merupakan matriks baru yang elemen-elemennya berasal dari rata-rata geometrik elemen matriks pendapat individu yang nilai rasio inkonsistensinya memenuhi syarat.
7)
Pengolahan horisontal Yaitu a) perkalian baris; b) perhitungan vektor prioritas atau vektor ciri (eigen vektor); c) perhitungan akar ciri (eigen value) maksimum, dan d) perhitungan rasio
inkonsistensi,
nilai
pengukuran
konsistensi
diperlukan
untuk
menghitung konsistensi jawaban responden. 8)
Pengolahan vertikal Digunakan untuk menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hierarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama.
9)
Revisi pendapat Dilakukan apabila nilai rasio inkonsistensi pendapat cukup tinggi (>0,1), beberapa ahli berpendapat jika jumlah revisi terlalu besar, sebaiknya responden tersebut dihilangkan.
7) Analisis Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Sintang untuk penyesuaian dan dukungan keberlanjutan kawasan Analisis berupa kajian deskriptif terhadap Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)
Sintang
yang
merupakan
arah
kebijakan
pemerintah
dalam
pembangunan dan pengembangan kota. Kajian dilakukan untuk melihat ada atau
52
tidaknya dukungan kebijakan pemerintah daerah yang berkaitan dengan pengembangan ekowisata di kawasan, rencana pemerintah daerah dalam pengembangan penggunaan lahan pada kawasan lain di sekitar kawasan gambut Baning, dan instrumen kebijakan lain yang berkaitan. Analisis RDTRK Sintang dilakukan dengan membuat penilaian terhadap bentuk rencana pemanfaatan ruang dalam RDTRK Sintang terutama yang berdekatan dengan kawasan. Peta dasar yang digunakan untuk penilaian keterkaitan RDTRK Sintang adalah peta administrasi Kota Sintang, terutama Bagian Wilayah Kota (BWK) B. Kajian terhadap bentuk tata guna lahan dalam RDTRK Sintang dengan melihat bentuk rencana pemanfaatan ruang yang mendukung keberlanjutan kawasan gambut Baning dan yang tidak mendukung. Penilaian bentuk rencana pemanfaatan ruang dalam RDTRK Sintang ditampilkan pada Tabel 17. Nilai skor untuk penilaian dukungan rencana pemanfaatan ruang dalam RDTRK ditentukan dengan nilai 1 sampai 4, dengan 1 untuk buruk, 2 untuk sedang, 3 untuk baik, dan kriteria 4 untuk kriteria sangat baik. Penghitungan penilaian selanjutnya dimasukkan ke dalam tiga kelas kategori dukungan yakni kebijakan yang sangat mendukung, kebijakan yang cukup mendukung, dan kebijakan yang tidak mendukung. Penentuan kelas kategori dukungan dengan menggunakan teknik skoring (Slamet 1993):
Interval kelas kategori (IK) =
-
Dengan kategori: Sangat mendukung
= SMi + 2.IK + 1 sampai SMa
Cukup mendukung
= SMi + IK + 1 sampai (SMi + 2.IK)
Tidak mendukung
= SMi sampai SMi + IK
8) Sintesis Sintesis dibuat berdasarkan zonasi ekowisata kawasan hasil komposit, penilaian dukungan masyarakat kota, dan penilaian dukungan kebijakan pemanfaatan ruang dalam RDTRK Sintang. Sintesis adalah penentuan konsep perencanaan pengembangan lanskap kawasan ekowisata. Hasil penilaian
53
lanjutan ini untuk mendapatkan zonasi pengembangan ekowisata untuk kawasan gambut Baning di Kota Sintang. Hasil sintesis berupa rencana ruang integratif dalam bentuk rencana blok (block plan) yang selanjutnya akan dikembangkan menjadi lanskap kawasan ekowisata gambut. Tabel 17 Penilaian kesesuaian dan dukungan rencana pemanfaatan ruang dalam RDTRK Sintang terhadap keberlanjutan kawasan Bentuk tata guna lahan
Kategori
Skor
Kriteria
1) Pemukiman dengan kepadatan tinggi 2) Pemukiman dengan kepadatan menengah 3) Pemukiman dengan kepadan sedang 4) Pemukiman dengan kepadatan rendah 1) Industri berat 2) Industri menengah 3) Industri sedang 4) Industri kecil
1 2 3 4
Buruk Sedang Baik Sangat baik
1 2 3 4
Buruk Sedang Baik Sangat baik
Transportasi
1) 2) 3) 4)
Jalan arteri Jalan kolektor Jalan lokal Jalan lingkungan
1 2 3 4
Buruk Sedang Baik Sangat baik
Perkantoran dan pendidikan
1) 2) 3) 4)
Perkantoran besar Perkantoran menengah Perkantoran sedang Perkantoran kecil
1 2 3 4
Buruk Sedang Baik Sangat baik
Pusat perdagangan dan jasa
1) 2) 3) 4)
Perdagangan besar Perdagangan menengah Perdagangan sedang Perdagangan kecil
1 2 3 4
Buruk Sedang Baik Sangat baik
Pemukiman
Industri
Sumber: Revisi RDTRK Sintang 2007-2012, hasil olahan (2011)
Tahap III: Perencanaan Lanskap Kawasan Tahapan perencanaan lanskap kawasan ekowisata dilakukan berdasarkan hasil sintesis. Pengembangan ekowisata di kawasan dilakukan dengan membuat penataan kawasan sesuai dengan konsep pengembangan. Perencanaan berupa gambar penataan yang dapat memberikan informasi mengenai potensi ekowisata kawasan gambut. Rencana ekowisata berupa rencana ruang dan sirkulasi, rencana aktivitas, dan rencana fasilitas ekowisata yang terkait dengan penggunaan ruang. Rencana ruang ekowisata berupa penentuan ruang ekowisata utama, transisi
54
dan pendukung pada kawasan gambut dalam bentuk gambar/ilustrasi dengan menggunakan perangkat lunak AutoCAD 2010 dan Photoshop. Perencanaan sirkulasi dibuat agar terdapat hubungan antarruang ekowisata, baik ruang dalam satu bentuk kegiatan ekowisata maupun antara satu bentuk kegiatan ekowisata dengan bentuk kegiatan lainnya. Jalur ditentukan berdasarkan ketersediaan objek dan daya tarik ekowisata yang terdapat dalam kawasan. Bentuk jalur dalam sirkulasi dibuat berdasarkan kondisi fisik ekologis kawasan gambut. Rencana aktivitas ekowisata dibuat berdasarkan kondisi fisik ekologis kawasan dan potensi objek dan daya tarik ekowisata yang ada. Rencana aktivitas ekowisata berupa rencana pengembangan kegiatan ekowisata dalam kawasan. Rencana fasilitas ekowisata dilakukan berdasarkan keperluan fasilitas di
tiap-tiap
ruang
yang
dikembangkan.
Konsep
perencanaan
fasilitas
berdasarkan pada aktivitas yang dikembangkan dengan memperhatikan karakter ekologis kawasan gambut.