III.
METODOLOGI PENELITIAN
A. KERANGKA PEMIKIRAN Dalam suatu organisasi atau perusahaan, faktor sumberdaya manusia memiliki peranan yang sangat penting dalam kegiatan organisasiuntuk mencapai berbagai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam diri manusia terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas hasil dalam melakukan sesuatu atau pada saat bekerja diantaranya adalah motivasi dan iklim komunikasi organisasi. Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan atau sebab seseorang dalam melakukan sesuatu. Motivasi kerja merupakan unsur yang ada dalam diri manusia dan berpengaruh besar terhadap aktivitas para karyawan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya. Untuk mengukur motivasi kerja digunakan konsep teori motivasi yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg dalam Mathis dan Jackson (2000). Teori ini disebut juga dengan teori dua faktor. Teori dua faktor dari Herzberg mengemukakan bahwa ada dua faktor yang dapat memberikan kepuasan dalam bekerja. Kedua faktor tersebut adalah faktor yang dapat memberikan motivasi (motivator) dan kebutuhan kesehatan lingkungan kerja (hygiene factors). Dalam penelitian ini, faktor yang digunakan untuk mengukur motivasi kerja karyawan adalah hygiene factors yang terdiri dari hubungan kerja, peraturan dan kebijakan perusahaan, kondisi kerja, dan kompensasi. Iklim komunikasi organisasi merupakan gabungan dari persepsipersepsi mengenai peristiwa komunikasi, perilaku manusia, respon pegawai terhadap pegawai lainnya, harapan-harapan, konflik-konflik antar pribadi, dan kesempatan bagi pertumbuhan dalam organisasi tersebut (Pace dan Faules, 2000). Untuk mengukur iklim komunikasi organisasi digunakan konsep yang dikemukakan oleh Pace dan Faules (2000) yang terdiri dari kepercayaan, pembuatan keputusan bersama, kejujuran, keterbukaan dalam komunikasi ke bawah, mendengarkan dalam komunikasi ke atas, dan perhatian pada tujuan berkinerja tinggi. 15
Adanya motivasi yang tinggi dan iklim komunikasi organisai yang baik akan dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Indikator yang digunakan untuk mengukur produktivitas kerja karyawan menurut Ranfl (2000) antara lain kecakapan, motivasi tinggi, orientasi kerja positif, dan kedewasaan.
Hubungan kerja
Peraturan dan Kebijakan
Motivasi Kerja
Kondisi Kerja Kecakapan
Kompensasi
Motivasi Tinggi Kepercayaan
Produktivitas Karyawan
Pembuatan Keputusan
Orientasi Kerja Positif Kedewasaan
Kejujuran
Keterbukaan dalam Komunikasi ke bawah
Iklim Komunikasi Organisasi
Mendengarkan dalam Komunikasi ke atas
Perhatian pada Tujuan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
16
1. Identifikasi Variabel Dalam Structural Equation Modeling (SEM) jika suatu variabel tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya dalam model sering disebut variabel eksogen, sedangkan variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain disebut variabel endogen. Varabel laten adalah variabel yang tidak bias diukur secara langsung dan memerlukan beberapa indikator/skala. Sedangkan variabel manifest/indikator adalah indikator-indikator variabel laten yang dapat diukur secara langsung (Ghozali, 2005). a. Variabel Laten Variabel laten dalam penelitian ini terdiri dari variabel laten eksogen (ξ1 dan ξ2) dan variabel laten endogen (η1) dikategorikan sebagai berikut : ξ1 : Motivasi Kerja ξ2 : Iklim Komunikasi Organisasi η1 : Produktivitas Kerja b. Variabel Teramati (Indikator) Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan variabel laten dengan indikatornya : Tabel 1. Variabel Laten dan Variabel Teramati No
Variabel Laten
Variabel Manifest (Indikator)
1.
Motivasi Kerja (ξ1)
2.
Iklim Komunikasi Organisasi (ξ2)
3.
Produktivitas Kerja (η1)
Hubungan Kerja (X1) Peratuturan dan Kebijakan Perusahaan (X2) Kondisi Kerja (X3) Kompensasi (X4) Kepercayaan (X5) Pembuatan Keputusan Bersama (X6) Kejujuran (X7) Keterbukaan dalam Komunikasi ke Bawah (X8) Mendengarkan dalam Komunikasi ke Atas (X9) Perhatian pada Tujuan Berkinerja Tinggi (X10) Kecakapan (Y1) Motivasi Tinggi (Y2) Orientasi Kerja Positif (Y3) Kedewasaan (Y4) 17
B. HIPOTESIS Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi kerja dengan produktivitas kerja karyawan. 2. Terdapat hubungan yang signifikan antara iklim komunikasi organisasi dengan produktivitas kerja karyawan. C. PENGUMPULAN DATA 1. Objek Penelitian Penelitian
dilakukan
pada
karyawan
perusahaan
yang
menerapkan sistem motivasi kerja dan iklim komunikasi organisasi. Perusahaan yang dipilih adalah Kantor Penjualan Wilayah (KPW) Jakarta PT. Sinar Sosro. Pertimbangan perusahaan tersebut dalam melakukan penelitian adalah bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan asli milik Indonesia yang menerapkan sistem motivasi dan iklim komunikasi organisasi, serta jumlah karyawan yang memadai untuk dijadikan populasi sampel. 2. Populasi dan Sampel Populasi sampel dalam penelitian ini adalah karyawan Kantor Penjualan Wilayah (KPW) Jakarta PT. Sinar Sosro. Karyawan KPW Jakarta PT. Sinar Sosro meliputi departemen Marketing, Accounting and Finance, Personal Genaral Affair, dan Staff Logistik. Jumlah seluruhnya adalah sekitar 70 karyawan. Sampel merupakan sebagian atau populasi populasi dari yang diteliti. Menurut Suharsini (1999), dalam penetapan sampel harus memperhatikan jumlah populasi sampel. Untuk populasi kurang dari 100, maka lebih baik diambil seluruhnya dijadikan sampel sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Sedangkan jika populasi sampelnya besar maka dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% 18
tergantung pada kemampuan peneliti dari segi waktu, tenaga dan dana, luas wilayah, dan besarnya resiko yang diambil. KPW Jakarta PT. Sinar Sosro memiliki jumlah karyawan sebanyak 70 orang. Oleh karena itu, pengambilan sampel pada penelitian ini adalah seluruh karyawan perusahaan tersebut. Tetapi dalam pengembalian kuesioner, hanya 62 karyawan yang dapat mengembalikan kuesioner tersebut. 3. Metode Pengumpulan Data Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data yang relevan untuk menunjang dan memperkuat penelitian adalah sebagai berikut : a. Metode Survei Metode survei digunakan untuk memperoleh data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari subjek penelitian melalui pengisian langsung daftar pertanyaan kuesioner oleh responden. Keuntungan penelitian survei dengan kuesioner adalah kehematan. Penggunaan kuesioner akan memperoleh data yang maksimal dengan biaya yang relatif kecil. Selain itu, kuesioner adalah alat yang lebih peka karena pada kuesioner berbias lebih rendah terhadap jawaban yang diinginkan dibandingkan data yang diperoleh dengan wawancara. Keterbatasan kuesioner adalah relatif singkat dan responden kebanyakan tidak mempunyai waktu yang cukup untuk mengisi kuesioner (Chadwick, 1991). Kuesioner yang digunakan terdiri dari tiga bagian utama. Bagian pertama kuesioner adalah untuk mendapatkan informasi demografi, yaitu variabel jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan akhir, lama bekerja, dan jabatan dalam pekerjaan. Bagian kedua kuesioner adalah mengukur penilaian karyawan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan dan iklim komunikasi organisasi perusahaan. Bagian ketiga adalah mengukur produktivitas kerja karyawan dengan indikator, seperti kecakapan, motivasi tinggi, orientasi kerja positif, dan kedewasaan. 19
Kuesioner untuk mengukur penilaian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh Manubowo (2003). Sedangkan kuesioner untuk mengukur iklim komunikasi organisasi menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh Sudarso (2002). Indikator untuk mengukur produktivitas kerja karyawan menggunakan kuesioner yang dikemukakan oleh Papas dan Rerner (2000), yaitu memberikan pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan yang kualitatif, kemudian penilaian atau jawaban yang didapatkan diubah menjadi kuantitatif. Untuk memudahkan penilain itu, digunakan skala Likert, yaitu : 1 = sangat tidak setuju; 2 = tidak setuju; 3 = netral; 4 = setuju; 5 = sangat setuju. Jumlah pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner tersebut berjumlah 14 pertanyaan dan dibagi kedalam 4 bagian yaitu, kecakapan, motivasi tinggi, orientasi kerja positif, dan kedewasaan. Data demografi karyawan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, lama bekerja, dan jabatan pekerjaan. Jumlah pertanyaan seluruhnya dalam kuesioner penelitian ini adalah 53 pertanyaan. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 1. b. Wawancara Wawancara
merupakan
teknik
pengumpulan
data
menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subjek penelitian. Wawancara dalam penelitian ini bersifat tidak terstruktur dan dimaksudkan untuk melengkapi informasi yang tidak mungkin didapatkan melalui kuesioner. D. ANALISIS DATA Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode Structural Equation Modelling (SEM) yang terdiri dari analisis model pengukuran atau confirmatory
factor
analysis
(CFA)
dan
analisis
model
struktural
menggunakan LISREL 8.72. Tahapan yang dilakukan dalam analisis data ini 20
adalah (1) mengumpulkan kuesioner yang disebarkan, (2) memberikan skor pada setiap jawaban responden, (3) tabulasi nilai/skor jawaban sebagai data, (4) mengolah dan menganalisis data. 1. Structural Equation Modelling Structural Equation Modelling (SEM) adalah suatu metode analisis data berdasarkan pada persamaan regresi yang terdiri dari analisis model pengukuran dan analisis model struktural. Komponen model SEM terdiri dari dua jenis variabel laten (latent variable) dan variabel teramati (observed variable). Variabel laten merupakan konsep abstrak yang hanya dapat diamati secara tidak langsung dan tidak sempurna melalui pengaruhnya pada variabel teramati. Sedangkan variabel teramati adalah variabel yang hanya dapat diukur secara empiris dan dijadikan sebagai indikator dari variabel lain. Dua jenis model yang digunakan dalam SEM yaitu model struktural (structural model) dan model pengukuran (measuranment model). Model struktural menggambarkan hubungan-hubungan linear yang ada diantara variabel laten yang merupakan persamaan regresi linear dari variabel tersebut. Sedangkan model pengukuran menghubungkan variabel laten dengan indikatornya (variabel teramati) yang berbentuk analisis faktor. Dua jenis kesalahan dalam menggunakan metode SEM antara lain kesalahan struktural (structural error) dan kesalahan pengukuran (measuranment error). Prosedur SEM secara umum akan mengandung tahapan-tahapan sebagai berikut (Wijanto, 2008) : a. Spesifikasi model (model specification) Tahap ini berkaitan dengan pembentukan model awal persamaan struktural sebelum dilakukan estimasi. Model awal diformulasikan berdasarkan suatu teori atau penelitian sebelumnya. Menspesifikasikan model diperoleh melalui tiga langkah, yaitu :
21
Spesifikasi model pengukuran
Mendefinisikan variabel-variabel laten yang ada dalam penelitian.
Mendefinisikan variabel-variabel teramati
Mendefinisikan hubungan antara setiap variabel laten dengan variabel teramati yang terkait.
Spesifikasi model struktural
Mendefinisikan hubungan kausal antara variabel-variabel laten tersbut.
Gambar path diagram dari model hybrid yang merupakan kombinasi model pengukuran dan struktural. b. Identifikasi model Tahap ini berkaitan dengan pengkajian tentang kemungkinan diperolehnya nilai yang unik untuk setiap parameter yang ada dalam model dan kemungkinan persamaan simultan tidak ada solusinya. c. Estimasi (estimation) Tahap ini berkaitan dengan estimasi terhadap model untuk menghasilkan nilai-nilai parameter dengan menggunakan salah satu metode estimasi yang tersedia. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan full information techniques yaitu suatu teknik untuk mengestimasi seluruh sistem persamaan secara simultan dimana informasi yang digunakan untuk mengestimasi suatu parameter diperoleh dari seluruh sistem persamaan pada suatu model. Salah satu kelemahan dari estimasi jenis ini adalah jika suatu model memiliki specification error yang timbul akibat dimasukkan hubungan yang tidak relevan atau dihilangkannya hubungan yang sangat relevan, akan berpengaruh terhadap seluruh model (Ghozali, 2005). Metode estimasi dalam SEM yang termasuk dalam full information techniques adalah Maximum Likelihood dan Weight Least Square.
22
d. Uji kecocokan (testing fit) Tahap ini berkaitan dengan pengujian kecocokan antara model dengan data. Menurut Hair et.al. (1998), evaluasi terhadap tingkat kecocokan data dengan model dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu : Kecocokan keseluruhan model Mengevaluasi secara umum derajat kecocokan atau Goodness of fit (GOF) antara data dengan model. SEM tidak mempunyai satu uji statistik terbaik yang dapat menjelaskan “kekuatan” prediksi model. Sebagai gantinya, para peneliti telah mengembangkan beberapa GOF yang dapat digunakan secara bersama-sama atau kombinasi. Kecocokan model pengukuran Setelah kecocokan model dan data secara keseluruhan adalah baik, langkah berikutnya adalah evaluasi atau uji kecocokan model pengukuran. Evaluasi ini dilakukan terhadap setiap konstruk atau model pengukuran (hubungan antara sebuah variabel laten dengan beberapa variabel teramati/indikator) secara terpisah melalui :
Evaluasi terhadap validitas dari model pengukuran
Evaluasi terhadap reliabilitas dari model pengukuran
Kecocokan model struktural Analisis pemeriksaan
terhadap
terhadap
model
signifikansi
struktural
mancakup
koefisien-koefisien
yang
diestimasi. Metode SEM menyediakan nilai koefisien-koefisien yang diestimasi dan nilai-t untuk setiap koefisien. Dengan menspesifikasikan tingkat signifikansi (α = 0.05), maka setiap koefisien
yang
mewakili
hubungan
kausal
dapat
diuji
signifikansinya secara statistik. e. Respifikasi Tahap ini berkaitan dengan respesifikasi model berdasarkan atas hasil uji kecocokan tahap sebelumnya. 23
Penerapan two-step approach adalah penerapan prosedur SEM yang digunakan dalam penelitian ini. Tahap pertama dari two-step approach adalah dengan merespesifikasikan sebuah model hybrid sebagai sebuah model CFA. Model ini kemudian dianalisis untuk menentukan kecocokannya terhadap data. Jika kecocokan (fit) dari model CFA ini tidak baik, maka tidak hanya hipotesis peneliti tentang model pengukuran salah, tetapi juga kecocokan model hybrid terhadap data akan lebih jelek lagi (Wijanto, 2008). Oleh karena itu, pada tahap ini kita harus memperoleh model CFA yang dapat diterima, yaitu yang mempunyai kecocokan data dengan model, validitas dan reliabilitas yang baik. Setelah tahap pertama menghasilkan model CFA dengan kecocokan data-model, validitas dan reliabilitas yang baik, maka tahap kedua dilaksanakan. Tahap kedua dari two-step approach adalah menambahkan model struktural aslinya pada model CFA hasil pertama untuk menghasilkan model hybrid. Model hybrid kemudian diestimasi dan dianalisis untuk melihat kecocokan model secara keseluruhan serta evaluasi terhadap model strukturalnya. 1) Analisis Model Pengukuran Model pengukuran memodelkan hubungan antara variabel laten dengan variabel-variabel teramati. Hubungannya bersifat reflektif, dimana variabel-variabel teramati merupakan refleksi dari variabel laten terkait. Lazimnya dalam SEM hubungan ini bersifat congeneric,
yaitu
satu
variabel
teramati
hanya
mengukur
atau
merefleksikan sebuah variabel laten. Analisis model pengukuran ini disebut juga sebagai Confirmatory Factor Analysis (CFA). Hasil akhir sebuah CFA diperoleh melalui uji kecocokan keseluruhan model, analisis validitas model dan analisis reabilitas model. Uji kecocokan merupakan evaluasi tingkat kecocokan hasil estimasi model yang menghasilkan solusi nilai parameter yang diestimasi. Menurut Hair et.al. (1998), evaluasi terhadap tingkat kecocokan data dilakukan melalui beberapa tahapan antara lain, 24
kecocokan keseluruhan model, kecocokan model pengukuran, dan kecocokan model struktural. Validitas berhubungan dengan apakah suatu variabel mengukur apa yang seharusnya diukur. Menurut Doll, Xia, dan Torkzadeh (1994) pengukuran validitas variabel dalam model Confirmatory Factor Analysis (CFA) adalah sebagai berikut : a) Pada first-order model pengukuran, standard loading factor (muatan faktor standar) variabel teramati (indikator) terhadap variabel laten merupakan estimasi validitas variabel teramati. b) Pada second-order model pengukuran, standard structural coefficient dari faktor (variabel laten) pada konstruk yang lebih tinggi adalah estimasi validitas dari faktor tersebut. Menurut Rigdom dan Ferguson (1991), suatu variabel dikatakan mempunyai validitas yang baik terhadap konstruk atau variabel latennya jika nilai-t muatan faktor lebih besar dari nilai kritis (≥ 1,96) dan muatan faktor standarnya lebih besar atau sama dengan 0,7 (≥ 0,7). Sedangkan menurut Igbaria (1997) suatu variabel dikatakan memiliki validitas yang baik jika muatan faktor standarnya lebih besar atau sama dengan 0,5 (≥ 0,5). Reliabilitas
merupakan
konsistensi
suatu
pengukuran.
Evaluasi terhadap reliabilitas model pengukuran dalam SEM dapat menggunakan composite reliability measure (ukuran reliabilitas komposit) dan variance extracted (ukuran ekstrak varian). Reliabilitas komposit suatu konstruk dihitung dengan rumus berikut :
Dengan Std. Loading (standardized loading) dapat diperoleh dari keluaran program LISREL, dan ej adalah measurenment error untuk setiap indikator atau variabel teramati (Fornel dan Larcker, 1981). Ekstrak varian mencerminkan jumlah varian keseluruhan dalam indikator yang dijelaskan oleh variabel laten. Ukuran ekstrak 25
varian dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Fornel dan Larcker, 1981) :
Hair et.al. (1998) menyatakan bahwa sebuah konstruk mempunyai reliabilitas yang baik jika CR-nya lebih besar atau sama dengan 0,70 dan VE-nya lebih besar atau sama dengan 0,50. 2) Analisis Model Struktural Analisis terhadap model struktural mencakup pemeriksaan terhadap signifikansi koefisien-koefisien yang diestimasi. Pada persamaan struktural (structural equation) nilai-t menunjukkan tingkat signifikansi koefisien yang menggambarkan besarnya pengaruh variabel laten bebas terhadap variabel laten terikat. Semakin besar nilai-t, maka pengaruh variabel laten bebas terhadap variabel laten terikat semakin signifikan. Nilai kritis uji pada taraf nyata 5% adalah 1,96. Nilai muatan faktor (loading factor) merupakan koefisien yang menunjukkan seberapa besar tingkat kontribusi (pengaruh) variabel indikator terhadap variabel laten. Semakin besar muatan faktor maka semakin besar pengaruh variabel indikator terhadap variabel laten. Nilai Square Multiple Correlation (SMC) merupakan koefisien determinasi atau penjelas, artinya menunjukkan seberapa besar variabel indikator dapat menjelaskan atau mempengeruhi variabel laten. Nilai SMC yang paling besar menunjukkan bahwa variabel indikator mempuyai bagian terbesar dalam membentuk (mempengaruhi) variabel laten.
26