METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN
Oleh : JOHAN WAHYUDI, S.Kom JOHAN WAHYUDI, S.Kom
BAB I ILMU PENGE TAHUAN DAN PENELUTIAN Ilmu atau sains adalah pengetahuan tentang fak ta-fakta baik antara natura atau social berlaku umum dan sistematik. Karena ilmu berlaku umum, maka darinya disimpulkan pernyataan-pern yataan yang didasarkan pada beb erapa kaidah umum pula. Ilmu tidak lain dari suatu pengetahuan yang sudah terorganisir serta tersusun secara sistematik menurut kaidah umum. 1. Ilmu dan Proses Berpikir Dua buah definisi dari ilmu adalah sebagai beriku t: a.
Ilmu adalah pen getah uan yang bersifat umum dan sistematik, pengetahuan dari mana dapat disimpulkan dalil-dalil tertentu menurut kaidah-kaidah umum.
b.
lmu adalah pengetahuan yang sudah dicoba dan diatur menurut urutan dan arti serta men yeluruh dan sistematik. Ilmu menentukan materi-materi alamiah serta memberikan suatu rasionalisasi sebagai
hukum alam. Ilmu
membentuk kebiasaan serta peningkatan keterampilan observasi,
percobaan (ekperimentasi), klasifikasi, analisa serta membuat generalisasi. Dengan adanya keingintahuan manusia yang terus-menerus, maka ilmu akan terus berkembang dan membantu kemampuan persepsi kemampuan berpikir secara logis, yang sering disebu t penalaran. Konsep antara ilmu dan berpikir adalah sama. Dalam memecahkan masalah, keduanya dimulai dari adanya rasa sangsi d an kebutuhan akan suatu hal yang bersifat umum. Kemudian timbul suatu pertanyaan yang khas, dan selajutnya dipilih suatu pemecahan tentative untuk penyelidikan. Biasanya, manusia normal selalu berpikir dengan situasi permasalahan. Hanya terhadap hal-hal yang limrah saja, biasanya r eaksi manusia terjadi tanpa berpikir. Ini adalah suatu kebiasaan atau tradisi. Tetapi jika masalah yang dihadapi adalah masalah yang rumit, maka manusia normal akan mencoba memecahkan masalah tersebut menururt langakah langkah tertentu. Berpikir demikian dinamakan b erpikir secara r eflektif (reflektif thinking). Bagaimana kir a-kira proses yang terjadi ketika berpikir? Menurut dewey (1933) proses berpikir dari manusia normal mempunyai urutan sebagai berikut: • Timbul rasa sulit, baik dalam bentuk adaptasi terhadap alat, sulit mengenal sifat, ataupun dalam menerangkan hal-hal yang muncul secara tiba-tiba. • Kemudian rasa sulit tersebut diberi definisi dalam bentuk permasalahan.
• Timbul suatu kemungkinan pemecahan yang berupa reka-reka hipotesa, inferensi atau teori. • Ide-ide pemecahan diuraikan secar a rasional melalui pembentukan implikasi dengan jalan mengumpulkan bukti-bukti (data) • Menguatkan pembuktian tentang ide-ide diatas dan menyimpulkan baik melalui keterangan-keterangan ataupun percobaan-percobaan. Menurut Kelly (1930) proses berpikir menuruti langkah-langkah berikut: • Timbul rasa sulit • R asa sulit tersebut didefinisikan • Mencari suatu pemecahan sementara • Menambahkan keterangan terhadap pemecahan tadi yang menuju kepada kepercayaan bahwa pemecahan tersebut adalah benar • Melakukan pemecahan lebih lanjut dengan verifikasi eksperimental (percobaan) • Mengadakan penilaian terhadap penemuan-penemuan eksperimental menuju pemecahan secara mental untuk diterima atau ditolak sehingga kembali menimbulkan rasa sulit. • Memberikan suatu pandangan kedepan atau gambaran mental tentang situasi yang akan dating untuk dapat men ggunakan pemecahan tersebut secara tepat. Dari keterangan-keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa berpikir secara nalar mempunyai dua buah criteria penting yaitu: 1. Ada unsur logis didalamn ya 2. Ada unsur analitis didalamnya Ciri pertama dari berpikir adalah adanya unsur logis didalamnya. Tetapi untuk berpikir mempunyai lo gikanya tersendiri. Dengan perkataan lain, berpikir secara nalar tidak lain dari berpikir secara lo gis. Perlu juda dijelaskan, bahwa berpikir secara logis mempunyai konotasi jamak dan bukan konotasi tunggal. Karena itu suatu kegiatan b erpikir dapat saja tidak lo gis menurut lo gika lain, namun kecenderungan tersebut dapat menjurus kepada apa yang dinamakan kekacauan penalaran. Hal ini disebabkan karena tidak adanya konsistensi dalam menggunkan pola berpikir. Ciri kedua dari berpikir adalah adanya unsur analitis didalam berpikir itu sendiri. Dengan logika yang ada ketika berpikir, makakegiatan berfikir itu secara sendirinya mempunyai sifat analitis, yang mana sifat ini merupakan konsekuensi dari adanya pola
berpikir tidak terlepas dari daya imaginative seseorang dalam merangkaikan rambu-rambu pikirannya ke dalam suatu pola tertentu, yang dapat timbul sebagai kejeniusan seorang ilmuwan. Rasio atau fakta dapat merupakan sumber dari nalar atau sumber dari berpikir. Mereka yang berpendapat bahwa rasionalah yang meru pakan sumber utama d ari kebenar an dalam berpikir digolongkan dalam mazhab rasionalisme. Dilain pihak, terdapat cara berpikir yang berpangkal dari pernyataan yang bersifat umum dan dari sisi ini ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Berpikir secara demikian dinamakan berpikir deduktif. Berpikir secara deduktif sering menggunakan sillogisma. 2. Apa yang dimaksud dengan penelitian Penelitian adalah terjemahan dari kata bahasa Inggris research. Dari itu juga ahli yang menerjemahkan research sebagai riset. Research itu sendiri berasal dari kata re, yang berarti embali
dan to search yang berarti mencari. Dengan demikian arti sebenarn ya dari research
atau riset ad alah
enca ri kembali .
Menurut kamus Wbster`s New Internasional, penelitian adalah penyelidikan yan g hatihati dan kritis dalam mencari fakta dan prinsip-prinsip suatu penyelidikan yang amat cerdik untuk menetapkan sesuatu. Dengan demikian penelitian merupakan suatu metode untuk menentukan k ebenaran, sehingga penelitian juga merupakan metode ber pikir secara kritis. Penelitian merupakan sebuah metode untuk menentukan kebenaran yang juga merupakan sebuah pemikiran ( crit cal thinking) 3. Ilmu, Penelitian dan Kebenaran Umumnya, suatu kebenaran dapat diterima dikarenakan oleh tiga hal yaitu 1. Adan ya koheren 2. Adan ya koresponden dan 3. Pragmatis Suatu pernyataan dianggap benar jika pernyataan tersebut koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Suatu pern yataan dianggap benar, jika materi pengetahuan yang terkandung dalam pernyataan tersebut. Pernyataan bahwa ibu kota Propinsi Daerah Istimewa Aceh adalah Banda Aceh ad alah benar karena pernyataan tersebut
mempunyai korespondensi dengan lokasi atau faktualitas bahwa Ban da Aceh meman g ibukota Propinsi Aceh. 4. Kebenaran Nonilmiah Tidak selamanya penemuan kebenaran diperoleh secara ilmiah. Kadang kala kebenaran dapat ditemukan melalui proses nonilmiah, seperti : a. Penemuan kebenaran secara kebetulan b. Penemuan kebenaran melalui wahyu c. Penemuan kebenaran melalui intuitif d. Penemuan kebenaran secara trial dan error e. Penemuan kebenaran melalui spekulasi f. Penemuan kebenaran karena kewibawaan a. Penemuan Kebenaran Secara Kebetulan Penemuan kebenaran secara kebetulan tadak lain dari takdir Allah. Walaupun penemuan kebenaran yang ditemukan secara ilmiah, tetapi banyak penemuan tersebut telah menggu cangkan dunia ilmu pengetahuan. Misalnya, penemuan kristal urease oleh Dr. J.S.Summers adalah secara kebetulan saja ditahun 1926. pada suatu hari Summers sedang bekerja dengan ekstrak acetone. Karena ingin bermain tennis, maka ekstak acetone tersebut disimpannya didalam kulkas dan ia bergegas pergi kelapangan tennis. Keesokan h arinya ketika ia ingin meneruskan percobaan dengan ekstak acetone yang disimpannya didalam k ulkas, dilihatnya telah timbul kristal-kristal baru pada ekstak tersebut adalah ur ease yang amat berguna bagi manusia. Tetapi tidak selalu penemuan secara kebetulan merupakan kebenaran asasi. Adakalnya, penemuan secara kebetulan dapat membuat seseorang menjadi tertipu karena hubungan yang seakan-akan ada artinya padahal hubungan tersebut berdiri sendiri-sendiri. b. Penemuan kebenara n dengan Cara Akal Sehat (Common Sense) Common sense merupakan serangkaian konsep atau bagian konseptual yang memastikan untuk digunakan secara praktis. Akal sehat dapat menghasilkan kebenaran dan pata pula menyesatkan. Misaln ya, diabad ke-19 dengan akal sehat (Common sense) orang percaya bahwa hukuman untuk anak didik merupakan alat utama dalam pendidikan, kemudia tern yata pendapat tersebut tidak benar. Hasil penelitian dalam bidang psikologi dan
pendidikan menunjukkan bahwa alat yang baik bagi pendidikan bukan hukuman tetapi ganjaran. Karena kebenaran yang diperoleh dengan common sense sangat dipengaruhi oleh kepentingan yang menggun akannya, maka sering oran g mempersempit pengamatan kepada hal-hal yang bersofat negative saja. Karena itu, common sense dapat menjurus kepada prasangka. c. Penemuan kebenaran melalui wahyu Kebenaran yan g didasarkan kepada wah yu merupakan keb enaran mutlak, jiwa wah yu datangnya dari Allah melalui Rasul dan Nabi. Kebenaran yang diterima sebagai wah yu disebabkan oleh hasil usaha penalaran manusia secara efektif. Wahyu diturunkan Allah kepada Nabi dan Rasul. Tetapi kebenaran yang dibawakan melalui wahyu merupakan yang asasi. d. Penemuan kebenara n melalui intuitif Kebenaran dapat juda diperoleh secara intuisi. Kebenaran dengan intuisi diperoleh secara cepat sekali melalui proses luar sad ar tanpa menggunakan penalaran dan proses berpikir, ataupun melalui suatu renungan. Kebenaran yang diperoleh secara intuisi sukar dipercaya, karena kebenaran ini tidak menggunkan langkah yang sistematis untuk memperolehnya. e. Penemuan kebenaran secara trial dan error Bekerja secara trial d an error adalah melakukan sesuatu secara efektif dengan mengulang-ulang pekerjaan tersebut berkali-kali dengan menukar-nukar cara dan materi. Pengulan gan tersebut tanpa diruntun oleh suatu petunjuk yang jelas sampai seseorang menemukan sesuatu. Penemuan dengan trial d an error memakan waktu yan g lama, memerlukan biaya yang tinggi dan selalu dalan keadaan meraba-raba. Penemuan dengan cara trial da error tidak dikategorikan sebagai penemuan ilmiah. Istilah trial dan error mula-mula hanya digun akan dalam ilmu jiwa. Kemudian penggunaan istilah ini telah menyebar ke segala bidang ilmu. f. Penemuan kebenaran melalui spekulasi Penemuan kebenar an secara spekulasi sedikit lebih tinggi tar afnya dari penemuan secara trial dan error. Peneliti tidak mempunyai panduan sama sekali, maka dalam penemuan dengan spekulasi, seseorang dibimbing oleh suatu pertimbangan, walaupun pertimbangan tersebut kurang dipikirkan x ecara masak-masak, tetapi dikerjakan dalam suasana penuh
dengan resiko. Penemuan kebenaran dengan spekulasi memerlukan pandangan yang tajam, walaupun penuh spekulatif. Cara menemukan kebenaran dengan cara spekulatif juga tidak dianggap penemuan kebenaran secara ilmiah. g. Penemuan kebenaran karena kewibawaan Kebenaran ada kalanya diterima karena dipengaruhi oleh kewibawaan seseorang. Pendapat dari seorang ilmuwan yang berbobot tinggi ataupun yang mempunyai otoritas dalam suatu bidang ilmu dan mempunyai banyak pengalaman sering diterima begitu saja tanpa perlu di uji kebenarann ya lebih dahulu. Kebenaran tersebut diterima karena wibawa saja. Adakalnya kebenaran karena kewibawaan seseorang setelah diuji ternyata tidak benar sama sek ali. Umumnya kebenaran karena kewibawaan didasarkan pada logika saja. Kewibawaan seorang pemimpin politik dapat menghasilkan siatu kebenaran yang diterima oleh masyarakat. Kebenaran karena wibawa dianggap kebenaran yan g diperoleh tanpa prosedur ilmiah.
BAB II METODE ILMIAH Metode ilmiah tidak lain merupakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Penelitian juga merupakan proses mencari kebenaran. Oleh sebab itu keduanya sangat berhubungan. Menurut Almack (1939), metode ilmiah adalah cara menerapkan p rinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Sedangkan Ostle (1975), berpendapat bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh suatu interrelasi. Suatu penelitian ak an dapat dikatakan ilmiah apabila mempunyai kriteria-kriteria ilmiah yang telah ditetapk an dan mengikuti langkah-langkah yang telah ditentukan pula. Berikut adalah kriteria dan langkah-langkah metode ilmiah. A. Kriteria Ilmiah 1. Berdasakan fakta; Informasi-informasi yan g dikumpulkan dan yang akan dianalisa harus berdasarkan fakta-fakta dan bukan didasarkan kepada imaginasi, khayalan, cerita/legenda dsb. 2. Bebas dari prasangka; Menggunakan metode ilmiah berarti menggunakan fakta-fakta dimana fakta-fakta tersebut mempun yai alasan-alasan yang kuat dan bukti yang lengkap serta ob yektif. Menggunakan metode ilmiah berarti bebas dari subyektivitas pribadi / kelompok. 3. Menggunakan prinsip analisa; Untuk memahami suatu fenomena harus dijelaskansecara analitis dan tajam, tidak sekedar deskriptif. Semua kejadian haruslah di wari sebab akibatnya. 4. Menggunakan hipotesa Hipotesa merup akan guide/penduan bagi penelitian sehingga arah penelitian tidak biasa. Dengan demikian proses berpikir yang analitis akan selalu ada (exist) salama proses penelitian tersebut berlangsung. 5. Menggunakan ukuran yang obyaktif; Ukuran tidak boleh dengan perasaan, kira-kira dan segala macam bentuk ukuranyan g tidak pasti, tetapi harus dengan pengukuran yang p asti, atau bila tidak mungkin maka ukuran dibuat dengan pertimbangan yang logis.
6. Menggunakan teknik kuantitatif; Data yang diperoleh harus diperlakukan dengan ukuran-ukuran yang lazim dipakai. Ukuran-ukuran standar seperti cm, km, jam , menit, kilogram d an sejenisnya, haruslah dipakai. Apabila data tid ak dapat diperlakukan dengan satuan-satuan yang standar atau nominal, maka gunakanlah ranking dan rating. Hindarkan penggunaan uk uran sep erti : sehitam arang, sepanjang galah, seberat gajah dan sejenisnya.
B . Langkah-langkah dalam Metode Ilmiah Dengan berpedoman kepada pendapat par a ahli, penelitian d engan menggunakan metode ilmiah sekurang-kurangnya harus dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Merumuskan serta mendefinisikan masalah. Langkah awal dalam meneliti adalah menemukan masalah yang akan dipecahkan. Agar juga mudah dipakai sebagai acuan penelitian, maka masalah h arus didefinisakn dengan jelas. Untuk itu sangatlah dianjurkan agar dicarikan kata-kata kuncin ya. Sebagai ilustrasi, misalnya masalah yang dipilih adalah: - Bagaimana pen garuh system komputerisasi terhadap efisiensi dan efektifitas kerja kar yawan PT Bahama Contruction ? - Berikan definisi system komputerisasi, efisiensi, efektifitas karyawan yang mana, bagian mana, bagian apa, dan sebagainya. 2. Mengadakan studi kepustakaan; Langkah kedua setelah merumuskan masalah adalah menelusuri bahan-bahan yang akan dijadikan referen atau sumber informasi dalam penelitian. Menelaah bu ku-buku, hasil penelititan sebelumnya, bulletin dan sumber-sumber lain meman g tidak dapat dihindarkan dalam setiap kegiatan penelitian. Ada kalan ya keduanya yaitu merumuskan masalah dan menelaah sumber bacaan dilaksanakan secara bersamaan. 3. Memformulasikan hipotesa Dari hasil penelahaan seumber-seumber yang ada sampailah kepada kesimpulan sementara dalam menjawab permasalhan penelitian yang telah dirumuskan. Kesimpulan sementara ini disebut hipotesa- merupakan kesimpulan tentative yang diterima sebelum diuji.
4. Menentukan model untuk menguji hipotesa Setelah hipotesa ditetapkam, peneliti merumuskan kerangka analisa (analytical framework) sebagai dasar pener apan dalam pengujian hipotesa. Apakah akan menggun akan analisa kor elasi sederhana, ganda, komparasi dan lain-lain. 5. Pengumpulan data Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data yang diperlukan untuk menguji hipotesa yang telah dirumuskan. Ada b erbagai teknik mengumpulkan data, seperti dengan kuesioner, pengamatan, wawancara dan sebagainya. 6. Men yusun, menganalisa dan memberikan interprestasi Setelah data terkumpul, data disusun seperti dalam bentuk table atau coding untuk memudahkan analisa. Hasil analisa selajutnya ditafsirkan atau di interprestasikan dalam bentuk pernyataan atau diskripsi. 7. Membuat generalisasi dan kesimpulan Setelah melakukan penafsiran, peneliti membuat generalisasi atas temuan-temuannya. Setelah itu membuat kesimpulan-kesimpulan yang kesimpulan dan generalisasi tersebut harus berkaitan dengan hipotesa yang ada. Ap akah hipotesa diterima/ditolak? Apakah hubungan antar fenomena yang ada berlaku secara umum atau berlaku pada kondisi tertentu saja? 8. Membuat laporan ilmiah; Yaitu laporan secara tertulis segala aktivitas penelitian dengan mengikuti kaidah-kaidah yang telah ditentukan.
BAB III MASALAH PENELITIAN A. Sumber-sumber Masalah Penelitian Sumber-sumber masalah penelitian diperoleh antara lain melalui: 1. Pengamatan terhadap kegiatan manusia. Seorang guru dap at menemukan masalah setelah mengamati tehnik mengajarkan bahasa asing di kelas; seorang dokter dapat menemukan masalah ketika menangani penyakit demam berdarah, seorang manager d apat menemukan masalah setelah mengamati anak buahnya bekerja dan lain-lain 2. Pengamatan terhadap alam sekelilingnya. Seorang yang suka berkebun dapat menemukan masalah ketika mengamati tanamannya diserang hama, seorang pedinta alam dapat menemukan masalah ketika mengamati kerusakan hutan, dan lain-lain 3. Bacaan. Ban yak sekali inspirasi muncul setelah membaca buku, terlebih buku-buku ilmiah. Membaca hasil penelitian orang lain sangat memb antu untuk menemukan masalah penelitian. Hal ini disebabkan antara lain karena terbatasnya kemampuan, waktu, biaya dari peneliti sebelumnya. Disamping itu banyak pula rekomendasi yang dituliskan untuk dilakukannya penelitian lebih lanjut atas peneitian sebelumnya. 4. Ulangan serta perluasan penelitian. Dari hasil penelitian yang ada, masih besar peluan g untuk mengulan gi penelitian sejenis dengan menggunakan tehnik dan perlengkapan yan g lebih modern, misalnya. Atau juga penelitian yang sifatnya memperluas lagi kajian dari masalah tersebut. Misalnya setelah ditemukannya pinilsilin, dilanjutkan lagi penelitian tentang sifat-sifat pinilsilin sebagai alat pen yembuh pen yakit. 5. C abang studi yang sedang dikembangkan. Ketika dilakukan pen elitian tentang system komputerisasi di suatu perusahaan, muncul masalah yang juga perlu diteliti dari sisi SDM dari perusahaan tersebut. 6. C atatan dan pengalaman pribadi. Kegiatan pribadi atau professional dapat menjadi sumber masalah penelitian. 7. Praktek serta keinginan masyarakat. Praktek-praktek yan g sedang terjadi misalnya kebijakan pemerintah daerah tentang Bus Way, atau kebijakan lainnya dapat menjadi sumber masalah penelitian. Pernyataan orang yang berkompeten pada bidangnya juga
dapat menjadi sumber masalah dalam penelitian. Keingintahuan yang menonjol dari masyarakat dapat pula menjadi sumber masalah. 8. Diskusi-diskusi ilmiah. Diskusi atau juga pertemuan ilmiah merupakan sumber masalah yang cukup potensial untuk digali. 9. Perasaan intuisi. Seseorang yan g baru bangun tidur tiba-tiba terpikir olehnya suatu masalah yang dapat diangkat menjadi masalah penelitian. Hal ini dapat pula karena merupakan hasil renungan yang ia lakukan pada malam sebelumnya.
B . Ciri- Ciri Masalah Yang Baik Ciri-ciri masalah yang baik harus dilihat dari sisi contect atau isi dan dari sisi kondisi penunjang yang diperlukan yan g diperlukan dalam pemecahannya. Ciri-ciri tersebut adalah: 1. Masalah yang dipilih harus memiliki nilai penelitian. Suatu masalah dikatakan memiliki nilai penelitian apabila: a. Masalah tersebut memiliki nilai keaslian, bukan merupakan pertanyaan-pertanyaan yang sudah usan g dan sudah dilakukan peneliti yatasn ya. Boleh saja pertanyaan tersebut pertan yaan lama yang belum dijawab dimasa lalu, akan tetapi peneliti mengkaitkan dengan hal-hal baru seperti teori baru, tehnik baru d an lain-lain. Dengan demikian nilai penelitian tersebut akan dihargai. b. Masalah harus menyatakan suatu hubungan, misalnya hubungan antara X dan Y dibawah kondisi A atau B c. Masalah harus merupakan hal yang pentin g, ini berarti bahwa masalah penelitian yang diangkat, setelah ditemukan jawabannya akan memberi kontribusi baik terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri maupun dalam aplikasi. d. Masalah harus dapat diuji, masalah dirumuskan dengan tidak jelas akan sangat menyulitkan dalam pengujiannua. Begitu pula masalah yang memerlukan fasilitas penunjang dalam pengujiannya, harus didukun g dengan penunjang yan g memadai pula. Hubungan antara variabel harus dirumuskan secara jelas yang selanjutnya dinyatakan dengan variabel-variabel yang dapat diukur. e. Masalah harus dinyatakan dalam bentuk pertanyaan, karena hal ini akan sangat membantu memperjelas masalah penelitian yang sebenarnya
2. Masalah yang dipilih harus memiliki fisibilitas Masalah yang memiliki fisibilatas artinya masalah tersebut dapat dipecahkan. Dengan demikian berarti: a. Data dan metode untuk memecahkan masalah tersebut harus ada. Misalnmya masalah tetang runtuhnya Majapahit. Maka masalah ini sangatlah sukar untuk dipecahkan karena data yang kurang tersedia. b. Biaya yan g diperlukan untuk memecahkan masalah dalam batas-batas kemampuan. c. Waktu yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut haruslah wajar. d. Antara hasil penelitian dan biaya yang dikeluarkan harus seimbang. e. Administrasi dan sponsor (jika ada) harus kuat f. Tidak bertentangan dengan hukum dan adapt. 3. Masalah yang dipilih harus sesuai dengan kualifikasi si peneliti. Selain mempunyai nilai ilmiah dan fisibel, masalah juga harus sesuai dengan kualifikasi si peneliti. Masalah tersebut sekurang-kurangnya menarik bagi si peneliti dan cocok dengan kualifikasi si pen eliti. a. Menarik bagi si peneliti, seorang ahli ekonomi akan jauh lebih tertarik dan lebih wajar mengambil bidang ekonomi ketimbang masalah pertanian. b. Masalah harus sesuai dengan kualifikasi, artinya masalah yang dipilih harus sesuai dengan derajat ilmiah yang dimiliki, derajat daya nalar, sensitivitas atas data serta kemampuan menghasilkan originalitas.
BAB IV VARIABEL PE NELITIAN 1. Pengertian Variabel Pengertian variab el dapat digambarkan dlam suatu contoh berikut ini: Kita tampilkan dua orang tokoh dan memperhatikan ciri-cirinya. Salah satu tokoh tersebut adalah seorang wanita yang cantik, berbadan tinggi dan berp enghasilan tinggi pula. Ia adalah seorang majikan. Tokoh kedua adalah seoran g laki-laki tua bertubuh pendek dan berpen ghasilan rendah. Semua ciri-ciri dari kedua tokoh tersebut dinamakan
tribut . Variabel tiada lain
merupakan pengelompokan yan g logis dari dua atau lebih variab el. Atribut laki-laki dan wanita dikelompokkan menjadi variabel usia dan seterusnya.
2. Jenis-jenis Variabel Umunya variabel dibagi atas 2 jenis, yaitu variabel kontinu ( continue variable) dan variabel deskrit (descrete variable) Variabel dapat dibagi menjadi variabel bebas ( inedependence variable) dan variabel terikat ( dependen ce variable). Variabel juga dapat dibagi mejadi variabel aktif dan variabel atribut. a. Contimue Variable. Variabel kontinu adalah variabel yang dapat kita tentukan nilainya dalam jarak jangkau tertentu dengan decimal yang tidak terbatas. Contoh: tinggi badan 174,57 cm, luas tanah 7,736 ha, dan sebagain ya. b. Descrete Variable. Variabel dekrit ad alah konsep yang nilainya tidak dapat dinyatakan dalam bentuk pecahan atau decimal dibelakang koma. Variabel ini sering juga disebut variabel kategori. Klau variabel tersebut memiliki 2 kategori disebut variabel dikhotomi, misalnya jenis kelamin: laki-laki atau perempuan, status perkawinan: kawin atau tidak kawin. Sedangkan v ariabel yang memiliki lebih dari 2 kategori disebut variabel yang memiliki lebih dari 2 kategori disebut variabel politom, misalnya tingkat pendidikan, SD, SMP, SMU dan sebagainya. c. Variabel Bebas dan Variabel Terikat. Variabel bebas (independence variable) adalah antecendent dan variabel terikat adalah konsekuensi. Variab el yan g tergantung k epada variabel lain dinak ana variabel terikat (dependence variable) dan sebaliknya variabel bebas (independence variable) adalah variabel yang memepengaruhi variabel lain. Misalnya,
hubungan antara tinggat pendapatan dengan kualitas rumah tinggal. Semakin tinggi pendapatan semakin baik pula kualitas rumah tinggaln ya. Tingkat pendapatan dalam hal ini sebagai variab el yan g mempengaruhi / variabel bebas, dan kualitas rumah tinggal merupakan variabel yang dipengaruhi / variabel terikat. Variabel bebas biasanya di lambangkan dengan X dan variabel terikat dilambangkan dengan Y. d. Variabel Moderator dan Variabel Random. Dalam hubungan antar variabel adakalnya terdiri dari satu variabel terikat dan beber apa v ariabel bebas. Bila ada variabel lain yang mempengaruhi variabel terikat tetapi bukan merupakan pengaruh utama, maka variabel lain yang dimaksud disebut variabel moderator. Variabel-variabel lain yang mungkin juga mempengaruhi tetapi tid ak dimaksukkan dalam persamaan hubungan dinamakan variabel random. e. Variabel Aktif. Variabel yan g dimanipulasikan oleh peneliti dinamakan variabel aktif. Jika seorang peneliti memanipulasikan metode mengajar bahasa inggris, cara menghukum karyawan, maka metode mengajar, cara menghukum karyawan adalah variabel aktif, karena variabel ini dapat dimanipulasikan. f. Variabel Atribut. Selain variabel aktif , adapula variabel atribut yang merupakan variabelvariabel yang tidak dap at atau sukar dimanipulasikan. Contoh variabel ini umumnya merupakan karakteristik manusia seperti : intelegensia, jenis kelamin, pendidikan dan sebagainya.
BAB V HIPOTESA PENELITIAN A. Pengertian Hipotesa Secara umum hipotesa diartikan sebagai asumsi jawaban sementara atas masalah penelitian yang harus diuji kebenarannya. Hipotesa adalah pern yataan yang diterima secara sementara sebagai suatu kebenaran, dan dijadikan sebagai panduan dan dasar kerja dalam verifikasi. Secara garis besar, kegunaan hipotesa dalam suatu penelitian adalah: a. Memberikan batasan serta memperkecil jangkuan penelitiam dam kerja penelitian. b. Mensiagakan peneliti kepada kondisifakta dan hubungan antara fakta, yang kadangkala hilang bagitu saja dari perhatian si peneliti. c. Sebagai alat yang sederhana dalam memfokuskan fakta yang bercerai berai tanpa koordinasi kedalam suatu kesatuan yang penting dan menyeluruh. d. Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian den gan fakta dan antar fakta.
B . Ciri-ciri Hipotesa Ya ng Baik Untuk memudahkan dalam memutuskan hipotesa, berikut dipaparkan ciri-ciri hipotesa yan g baik. 1. Hipotesa harus menyatakan hubungan. Ini berari bahwa hipotesa yan g dirumuskan harus men yarakan terkaan hubun gan antara suatu variabel dengan variabel lain. Variabel-variabel tersebut harus dapat diukur atau secarapotensial d apat u kur, hipotesa berarti juga mengspesifikasikan bagaimana hubungan antar variabel tersebut. 2. Hipotesa harus sesuai dengan fakta. Artin ya hipotesa harus jelas, dapat dimengerti, logis dan kandungan dan konsep variabelnya jelas pula. Dalam hal ini bukan berarti bahwa hipotesa baru ditemukan jika hubungan yang dinyatakann ya harus cocok dengan fakta. 3. Hipotesa harus tumbuh dari dan ada hubun gannya dengan ilmu pengetahuan dan bidang penelitian yang sedang dilakukan. 4. Hipotesa harus dapat diuji baik dengan menggunakan nalar dan kekuatan memebri alas an (biasanya bersifat deduktif) maupun dengan alat-alat statistika. 5. Hipotesa harus sederhana. Artinya hipotesa diru muskan dalam bentuk sederhana, jelas dan spesifik. Hal ini dimaksudkan agar terhind ar dari kesalahpahaman penafsiran atau
pengertian. Semakin spesifikasi atau khas sebu ah hipotesa dirumuskan, maka semakin kecil pula kemungkinan terjadinya slah pengertian atau salah paham. 6. Hipotesa harus bisa menerangkan fakta. Artinya hipotesa harus dinyatakan dalam bentuk yang dapat menerangkan hubungan fakta-fakta yang ada dan dapat dikaitkan dengan tehnik pengujian yang dapat dikuasai. C. Jenis-jenis Hipotesa 1. Hipotesa Hubungan dan Perbedaan. Hipotesa dapat kita bbagi dengan melihat apakah pernyataan sementara yan g diberikan menyatakan hubun gan atau perbedaan. Hipotesa tentang hubungan adalah pernyataan rekaan yang menyatakan tentang hubungan antara dua v ariab el atau lebih. Hipotesa semacam ini mendasari tehnik analisa korelasi ataupun regresi. Hipotesa yang menyatakan adanya perbedaan antara variabel tertentu disebabkan oleh pengaruh variabel-variab el yang berb eda merupakan hipotesa perbedaan atau pengaruh. Hipotesa ini mendasari p enelitian komparatif atau perbandin gan. 2. Hipotesa Kerja dan Hipotesa Nul Hipotesa nul yang biasanya disebut juga ( H0), mula-mula diperkenalkan oleh Bapak statistic Fisher. Hipotesa ini diformulasikan untuk ditolak setelah dilakukan pengujian dengan statistic. Dalam perumusannua ada implikasi
idak ada beda
Dengan
menolak hipotesa nul, berarti peneliti menerima hipotesa pasangann ya yaitu hipotesa alternative, atau yang sering disebut juga (HA). Hipotesa selalu dir umuskan secara berpasangan dan jumlah hipotesa yang dirumuskan tergantunng ban yaknya masalah uang diformulasikan. Bila satu penelitian memiliki 2 rumusan masalah ini berarti hipotesa yang dirumusk an akan menjadi dua pasang rumusan hipotesa. Sebagai ilustrasi, disini disajikan contoh 2 pasangan hipotesa utnuk hipotesa korelatif dan hipotesa komparatif.
BAB VI BEBERAPA TEHNIK PENGUMPULAN DATA (Bagian : 1)
OBSERVASI (PENGAMATAN) A. Pengertian Dan Ciri-ciri Pengamatan adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan mengamati secara sistematik gejala-gejala yan g diselidiki. Dalam hubungan Yehoda dan kawan-kawan menjelaskan, pengamatan akan menjadi alat pen gumpulan data yang baik apabila : 1. Mengabdi kepada tujuan penelitian 2. Direncanakan secara sistematik 3. Dicatat dan dihubungkan dengan proposi-proposi yang umum. 4. Dapat dicek dan dikontrol validitas, reliabilitas, dan ketelitiannya. Dilain pihak Good mengemukakan cirri-ciri pengamatan dalam penelitian sebagai berikut: 1. Mempunyai arah yang khusus. 2. Sistematik 3. Bersifat kuantitatif 4. Di ikuti pencatatan segera 5. Menuntut keahlian 6. Hasilnya dapat dicek dan dibuktikan
B . Petunjuk Mengadakan Penga matan Untuk mengadakan p engamatan yang baik agar mempunyai data yang representative Rummel memberikan p etunjuk sebagai berikut : 1. Memiliki pengetahuan apa yang akan di observasiini dimaksudkan menentukan terlebih dahulu apa-apa yang harus di observasi. 2. Men yelidiki tujuan p enelititan (baik umum maup un khusus). Kejelasan tujuan penelitian akan menuntut dan mempermudah apa yang akan di observasi. 3. Menentukan cara untuk mencatat hasil observasi. Penelitian harus memilih cara mana yang dipandang paling efektif dan efisien, apak ah anecdotal record, check list, rating scale atau yang lain
4. Membatasi macam tingkatan kategori secara tegas. Penelitian harus membuat tingkatan misalnya: utama, penting d an tidak penting mengenal data yang akan dikumpulkan apabila pengumpulann ya melibatkan orang banyak (team). 5. Berlaku san gat cermat dan sangat kritis. Penelitian tidak boleh gegabah, tergesa-gesa atau serampangan agar apa yang dicatat dalam observasi adalah benar-benar data yang dibutuhkan. 6. Mencatat setiap gejala secara terpisah. Ini dimaksudkan supaya gejala yang dicatat tidak dipengaruhi oleh situasi pencatatan, karen a keadaan atau kondisi waktu mencatat dapat berpengaruh kepada observasi. 7. Mengetahui sebaik-baiknya alat-alat pencatatan dan cara penggunaannya sebelum observasi dilakukan. Alat-alat observasi seperti telah disebutikan pad a nomor (3) harus dipahami betul bagaimana car a penggunaannya seupaya memperoleh data yang diharapkan.
C. Jenis Observasi Didalam penelitian jenis/ teknik observasi yan g lazim digunakan sebagai alat pengumpulan data ialah: 1. Observasi Partisipan 2. Observasi sistematik 3. Observasi eksperimental
1) Observasi Partisipan Observasi ini sering digunakan dalam penelitian eksploratif. Yang dimaksud observasi partisipan ialah apabila observer (orang yang melakukan observasi) turut ambil bagian atau berada dalam keadaan obyek yang diobservasi (disebut observees). Apabila abserver tidak berpartisipasi sama sekali d alam kegiatan observ ees maka disebut observasi non partisipasi. 2) Observasi sistematik Ciri pokok observasi sistematik adalah adanya kerangka yan g memuat factor-faktor yang telah diatur kategorinya, karenanya sering disebut observasi berkerangka / observasi berstruktur. Adapun sistematika pencatatann ya meliputi:
a. Materi b. Cara-cara mencatat c. Hubungan observasi dengan observees. 3) Observasi eksperimental Observasi eksperimental adalah observasi yang dilakukan dimana observer mengadakan pengendalian unsure-unsur penting dalam situasi sedemikian rupa, sehingga situasi itu dapat diatur sesuai dengan tujuan penelitian dan dapat dikendalikan untuk menghidari atau mengurangi timbulnya factor-faktor secara tak diharapkan mempengaruhi situasi itu. Ciri-ciri observasi eksperimental: a. Observasi diharapkan pada situasi perangsang yang dibuat seseragam-mungkin untuk semua observees. b. Situasi dibuat sedemikian rupa untuk memungkin kan variasi timbulnya tingah laku yan g diamati. c. Situasi dibuat sedemikian rupa sehingga observ ees mengetahui maksud obervasi yan g sebenarnya. d. Observer atau pencatatan membuatan catatan secata teliti mengenai cara-cara observees mengadakan aksi-aksi, bukan han ya jumlah aksi-aksi semata-mata.
D. Alat-alat Observasi Pada dasarnya macam alat observasi adalah sebagai berikut: 1. Anecdotal Reco rd Anecdotal record yang juga disebut data riwayat kelakuakn adalah catatan-catatan yan g dibuat oleh peneliti mengenai kelakuan-kelakuan luar biasa yang dianggap penting oleh peneliti. Dalam pelaksanaannya, pencatatan haru s dilakukan secepat-cepatnya seperti apa adan ya baik oleh peneliti sendiri atau orang lain yang dipercayai. Observasi semacam itu akan dapat memberikan gambaran yang lengkap tentang subyek penelitian, tetapi makan waktu lama.
2. Catatan berk ala Dalam catatan ini, peneliti tidak mencatat macam-macam kejadian khusus, melainkan hanya pada waktu tertentu saja oleh karena itu data yang dicatat kurang lengkap dan banyak yang dilupakan oleh observer. Akibatnya hasilnya kurang dapat dipercaya. 3. Check List Check list yaitu suatu daftar yang berisi nama-nama subjek d an f actor- faktor yang hendak diselidiki, dengan maksud mensistematiskan catatan observasi. Alat ini lebih memungkinkan peneliti memperoleh data yan g meyakinkan dibidang yang lain. Sebab factor-faktor yang akan diteliti sudang dicatat dalam daftar isi, peneliti tinggal memberikan tanda (check) pada blanko itu untuk setiap subyek yang diobservasi. Karena alat itu akan lebih disukai para peneliti. 4. Rating Scale Pencatatan dengan rating scale adalah mencatat gejala menurut tin gkatan -tingkatan, alat ini digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai keadaan sub yek menurut tingkatnya. Ia merupakan criteria dan sumber yang penting dalam penelitian. Ada kemungkinan kelemahan yang muncul dari penggunaan alat ini yaitu terjadinya: a. Halo effect, yaitu kesesatan jika observer d alam pencatatan terpikat oleh kesan-kesan umum yang baik pada observees, sedang ia tak menyelidiki kesan-kesan umum itu. b. Generasity ef fect, yaitu kesesatan yang terjadi karena keinginan untuk berbuat baik, jadi dalam catatan ditambah atau dikurangi tidak seperti yang sebenarnya terjadi. c. Carey over effect, terjadi jika pencatatan tidak dapat memisahkan satu gejala dari yang lain, dan jika gejala yang satu kelihatan baik, yan g lain ikut dicatat baik. 5. Mechanial Devices Yaitu observasi yang menggunakan alat-alat mekanik sebab lebih praktis dan efektif, misalnya menggunakan foto. Keuntungan pengguanaan alat ini adalah: a) Dapat diputar lagi sewaktu dibutuhkan. b) Dapat diputar lambat-lambat sehingga yakin untuk diteliti c) Memberi sumbangan berharga kepada perancangan penelitian d) Melatih observer untuk berbuat cermat.
E . Kekurangan dan Kelebihan Observasi 1. Kekurangan Observasi: a. Banyak kejadian-kejadian yang tidak dapat dicapai dengan observasi langsung, misalnya kehidupan pribadi seseorang yang sangat rahasia. b. Bila observee tahu bahwa ia sed ang diteliti, maka mereka akan menunjukkan sikap, atau sengaja menimbulkan kesan yang lebih baik ataupun lebih jelek terhad ap observer. c. Setiap kejadian tidak selalu dapat diramalkan sebelumnya, sehingga menyulitkan observer. Demikian pula untuk menunggu timbulnya reaksi yang dibuat sering kalitidak dapat secara spontan, bahkan kadang-kadang harus menunggu waktu yan g p anjan g sekali, sehingga membosankan. d. Seringkali tugas observasi mengalami kesulitan dalam mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan, karena kejadian-kejadian itu adakalnya berlangsung bertahun-tahun, tetapi adakalanya sangat pendek waktu berlangsungnya kejadian itu, bahkan ada pula yang terjadi serempak dibeberapa tempat 2. Kelebihan Observasi: a. Observasi merupakan alat yang lan gsung untuk meneliti bermacam-macam gejala. Ban yak aspek-aspek tingkah laku manusia yan g hanya dapat diamati melalui observasi langsung. b. Bagi seseorang yang selalu sibuk, lebih tidak keberatan untuk diamati, daripada mengisi jawaban-jawaban dalam kuesioner. c. Dapat mencatat secara serempak dengan terjadinya suatu gejala.
BAB VII BEB ERAPA TEHNIK PENGUMPULAN DATA (Bagian : 2)
KUESIONER (ANGKET) A. Pengertian Kuesioner adalah suatu daftar yang berisikan rangkaian pertanyaan mengenai suatu masalah atau bidan g yang akan diteliti. Untuk memperoleh data, angket disebarkan kepada responden (orang-orang yang menjawab / yang diselidiki), terutama pada penelitian survey. B . Tujuan Tujuan dilakukan angket atau kuesioner adalah: 1. Memperoleh infomasi yang relevan dengan tujuan penelitian 2. Memperoleh infomasi dengan reabilitas dan validitas setinggi mungkin 3. Memperoleh infomasi mengenai suatu masalah secara serentak. Mengingat terbatasn ya masalah yang dap at ditanyakan dalam kuesioner maka senantiasa perlu diingat agar pertanyaan-pertan yaan memang lan gsung berkaitan dengan hipotesa dan tujuan penelitian tersebut. Kalau variabel-variabel sudah jelas, maka pertanyaan pun menjadi jelas. Ini tentunya berkaitan pula dengan kemampuan tehnis pembuatan kuesioner, walaupun titik-tolaknya adalah variabel-variabel yang jelas dan relevan. Tiap pertanyaan dimaksudkan untuk dipakai dalam analisa. Perlu ditanyakan dalam hati: apakah pertanyaan tersebut diperlukan; apakah pertan yaan tersebut releva; bagaimana jawaban atas pertanyaan itu dalam tabulasi? Hal ini perlu dipertanyakan sebab ada kecenderungan p ertan yaan yang dimaksudkan terlalu banyak dan banyak diantaranya tidak terpakai dalam analisa. C. Isi Pertanyaan 1. Pertan yaan tentan g fakta. Misalnya umur, pendidikan, adama, perkawinan. 2. Pertanyaan tentang pendapat dan sikap. Ini men yangkut perasaan dan sikap responden tentang sesuatu. 3. Pertan yaan tentang informasi. Pertanyaan ini menyangkut apa yang diketahui oleh responden dan sejauh mana hal tersebut diketahui.
4. Pertanyaan tentang persepsi diri. Responden menilai perilakunya sendiri dalam hubungannya dengan yang lain. Umpamanya, kerapnya kunjungan sosial yang dilakukan atau pengaruh terhadap orang lain. D. Pemakai Kuesioner Ada beberapa cara menggunakan kuesion er dalam penelitian dan diantaranya yang lazim dipakai sebagai berikut: 1. Kuesioner digunakan dalam wawancara tatap muka dengan responden. Cara ini adalah yang lazim kita lakukan. 2. Kuesioner diisi sendiri oleh kelampok, - misalnya sejumlah anak murid dalam satu kelas dijadikan responden dan mereka mengisi kuesioner secara serentak.\ 3. Kuesioner diposkan, dilampiri amplop yang telah dibubuhi perangko untuk mengirim kembali kuesioner yang telah diisi. Cara inio ditempuh untuk kuesoner yang pendek dan mudah dijawab. Cara ini memiliki kelemahan bahwa kemungkinan responden tidak mengirim kembali jawaban cukup besar. 4. Wawancara melalui telepon. Cara ini lazim dilakukan dinegara-negara maju, dan belum lazim di Negara-negara berkembang. Cara ini relative lebih murah dari pada wawancara tatap muka. Adakalanya orang tidak bersedia didatangi tetapi bersedia untuk diwawancarai lewat telepon. E . Jenis Pertanyaan 1. Pertanyaan tertutup. Kemungkinan jawabnya telah ditentukan terlebih dahulu dan responden tidak diberi kesempatan memberik an jawaban lainnya. 2. Pertanyaan terbuka. Kemungkinan jawab an tidak ditentukan terlebih dahulu dan responden bebas memberikan jawaban. 3. Kombinasi tertutup dan terbuka. Jawaban telah ditentukan, tetapi kemudian disusul dengan pertan yaan terbuka. 4. Pertanyaan semi terbu ka. Jawaban atas pertanyaan telah disusun, akan tetapi masih ada kemungkinan tambahan jawaban. F.
Membuat Pertanya an 1. Gunakan kakata sederhana yang dapat dimengerti oleh semua responden. 2. Pertan yaan harus jelas dan khusus. 3. Hindarkan pertan yaan yang mempun yai lebih dari satu pertain.
4. Hindarkan pertan yaan yang mengandung sugesti. 5. Pertan yaan berlaku bagi semua responden. G. Penyusunan Angket 1. Persiapan Sebelum materi/item-item disusun atau dirumuskan, terlebih d ahulu harus disusun keran gka materi atau blue print yang berisi tentang factor-faktor, atau aspek-aspek yan g akan diteliti serta jumlah item yang dibutuhkan. Hal ini akan memudahkan peneliti menyusun materinya. 2. Penyusunan materi Materi angket dalam b entuk item-item den gan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Isi pertanyaan b. Perumusan pertan yaan c. Susunan pertanyaan d. Bentuk pertanyaan e. Penyabaran angket atau kuesioner Namun betapa cermat dam teliti pun pen yususn dari pertanyaan-pertanyaan agar dapat memancing jawaban-jawaban yan g tepat yan g dikehendaki, namun senantiasa ada resiko bahwa kuesioner itu mengandung kelemahan dan kesalahn yang kemudian akan mengurangi nilai ilmiah dari seluruh nilai kerja penelitian, maka ada dua langkah yang diperlukan: 1. Mengadakan suatu diskusi dengan sarjana lain atau pejabat kompeten. 2. Melakukan suatu usaha percobaan (tr y out) dengan menggunakan kuesioner tadi. Adanya baiknya sewaktu pengisian kuesioner, peneliti mencatat hal-hal berikut: a. Apakah responden namp ak bebas pikiran dan perasaann ya b. Apakah pikiran d an perasannya terp engaruh oleh suasana atau kejadian c. Apakah responden mempunyai r asa takut dicu rigai dan khawatir. H. Menyusun Petunjuk Dalam menyusun petunjuk-petunjuk untuk menjawab pertan yaan-pertanyaan perlu diperhatikan hal-hal dibawah ini: a. Petunjuk harus singkat, lengkap, jelas tetapi tepat.
b. Petunjuk harus jelas, hindarkan kata-kata asing, sulit bahkan kabur dan bermakna ganda. c. Kalau ada yang perlu ditonjolkan dengan huru f besar, atau digaris bawahnya ataupun dengan tanda petik. d. Tiap-tiap cara menjawab pertanyaan yang berbeda dengan jawaban sebelumnya, hendaklah diberi petunjuk baru lagi. e. Bila perlu menggunakan contoh, berilah satu dua contoh tentan g bagaimana cara menjawabnya, asal jangan sampai menimbulkan semacam saran atau sugesti pada responden. I.
Susunan Pertanyaan Dalam ran gk a menyusun pertanyaan-pertanyaan , maka perlu diperhatikan adanya penggunaan kata-kata dan urutan pertanyaan angket / kuesioner: a. Pengunaan kata-kata: 1. Kata-kata yang diper gunakan haruslah etgas dan jelas, bahkan tidak bermakna ganda. 2. Hendakn ya dipergunakan kata-kata yang biasanya dipakai sehari-hari yang sudah dimengerti oleh responden, dan jangan mempergunakan kata-kata teknis / ilmiah. 3. Hindarilaj kata-kata yang sentimental sifatnya. b. Urutan-urutan Pada umumnya daftar pertanyaan disusun dengan memperhatikan hal-hal berikut: 1. Pertanyaan seyogyanya dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan yang menimbulkan perhatian dan minat serta gampang dijawab. 2. Pertanyaan yang kurang menarik perhatikan apalagi mengenai pribadi sebaiknya diletakkan ditengah-tengah. 3. Pengaruh satu pertanyaan terhadap pertanyaan yang lain haruslah diperhituingkan. 4. Sebaiknya diajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mengecek jawaban dari pertanyaan yang lain. 5. Pertanyaan-pertan yaan haruslah disusun secara sistematis.
J.
Penanganan Data Setelah kuesioner kembali, maka perlu segera dilakukan penanganan secara serius dan teliti. Penanganan data pad umumnya sebagai berikut:
a. Semua jawaban yang telah diterima kenbali, segera dicek sudah lengkap atau belum jawaban-jawaban tersbut, kalau belum diperlukan dikirim lagi kepad a orang yang bersangkutan atau tidak, untuk melengkapi data-datanya. b. Setelah itu selesai, kemu dian mentabulasikan hasil-hasil jawaban kedalam daftar tabulasi, dan untuk sementara bagi jawaban lengkap, dipisahkan terlebih dahulu. c. Mempertimban gkan jawaban-jawaban yang kurang lengkap ataupun yan g simpang siur, apakah dengan kurang lengkapn ya jawaban ataupun simpangsiurnya jawaban itu telah valid (sahih) atau perlu diulang kembali (re-cheking) d. Bila data yang masuk sudah cukup komplit dan persiapan analisa (tabulasi) telah cukup baik dan benar, maka analisa segera dilaksanakan. Dalam hal ini lebih mendalam dan kongkrit, maka digunkan analisis kuantitatif (statistic), ataupun b ila dipandang permasalahnnya cukup simple, dicukupkan dengan kualitatif (pertanyaan-pertanyaan / statmen-statmen) saja.
BAB VIII BEBERAPA TEHNIK PENGUMPULAN DATA (Bagian : 3)
INTERVIEW (WAWANCARA) A. Pengertian Wawancara adalah proses Tanya jawab penelitian yang berlan gsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keteran gan.
B . Jenis wawancara Dalam hal ini kita membedakan wawancara menu rut prosedur dan sasaran nya. 1. Menurut prosedurnya, wawancara dapat dibedakan menjadi : a. Wawancara bebas (wawancara tak terpimpin) b. Wawancara terpimpin c. Wawancara bebas terpimpin 2. Menurut sasaran pemjawabannya, wawancara dapat dibedakan menjadi : a. Wawancara perorangan b. Wawancara kelompok 1) a. Wawancara bebas Wawancara bebas adalah proses wawancara dimana interviewer tidak sengaja mengarahkan Tanya jawab pada pokok-pokok persoalan dari focus penelitian dan interviewee (orang yang diwawancara) Dalam banyak hal wawancara bebas akan lebih mendekati pembicaraan bebas atau free talk, sehingga menemukan kualitas wawancara. Karenya mempunyai kelemahan kelemahan antara lain: - Kualitas datanya rendah - Tak dapat digunakan untuk pengecekan secara mendalam - Makan waktu terlalu lama - Hanya cocok untuk penelitian eksploratif
b. Wawancara Terpimpin Wawancara ini juga disebut dengan Interview Guide, Controlled Interview, atau Structured Interview, yaitu wawancara yang menggunakan panduan poko-pokok maslaah yang diteliti. Ciri pokok wawan cara terpimpin ialah bahwa pewawancara terikat oleh suatu fungsi bukan saja sebagai pengumpul data yang relevan dengan maksud penelitian yang telah dipersiapkan, tetapi juga ada pedoman yang memimpin jalannya Tan ya-jawab. Dengan adanya pedoman atau panduan pokok-pokok masalah yang akan diselidiki akan memudahkan dan melancarkan jalannya wawancara. *) Kelemahan-kelemahan yang ada dalam wawancara terpimpin antara lain: - Apabila pokok-pokok masalah disusun dalam daftar pertanyaan yang lebih detail, maka hal ini akan menyerupai angket. - Apabila suasana hubungan antara pewawancar a dengan yang diwawancarai terlalu formil, maka jalannya wawancara akan tampak kaku dan kurang luwes. *) Sedangkan kebaikan-kebaikan dalam wawancara terpimpin antara lain: - Keseragaman pertanyaan akan memudahkan peneliti untuk membandingkan jawabnnya pada interview untuk diambil kesimpulan. - Pemecahan problem akan mudah diselesaikan - Memungkinkan analisa kuantitatif disamping kualitatif - Kesimpulan lebih realibel c. Wawancara bebas terpimpin Wawancara bebas terpimpin adalah merupakan kombinasi wawancara bebas dan terpimpin. Jadi pewawancara hanya membuat pokok-pokok masalah yang akan diteliti, selanjutn ya dalam proses wawancara berlangsung mengikuti situasi. Pewawan cara harus pandai mengarahkan yang diwawancarai apabila ia ternyata men yimpang. Pedoman interview berfungsi sebagai pengendali, jangan sampai wawancara kehilangan arah.
2) a. Wawancara perorangan: Wawancara perorangan adalah apabila p roses tanya jawab tatap muka itu berlangsung secara langsung antara pewawancara dengan seseorang yang diwawancarai. Cara ini akan lebih intensif dan efektif. b. Wawancara kelompok : Wawancara kelompok yaitu apabila proses interview ini berlangsung sekaligus dua orang pewawancara atau lebih menghadapi dua orang atau lebih yang diwawancarai. Wawancara kelompok sangat berguna sebagai alat pengumpulan data yang sekaligus difungsikan sebagai cross chek. Wawancara kelompok juga akan menjadi alat untuk memperoleh informasi yang luas dan lengkap tentang hubungan social dan aksi reaksi pribadi dalam hubungan social.
C. Peranan Wawancara Sejalan dengan pentingnya wawancara didalam melakukan survey, per anan wawan cara sangatlah penting. Meskipun daftar pertanyaan telah dibuat dengan sempurna oleh para peneliti, namun tetap kuncinya terletak pada pewawancara. Kesuksesan pengumpulan d ata sangatlah tergantung pada mereka, mengin gat hal-hal berikut: 1. Dapatkah mereka menciptakan hubungan baik dengan responden, sehingga wawan cara berjalan lancer? 2. Dapatkah mereka menyampaikan semua pertanyaan dalam daftar pertanyaan kepada responden dengan baik dan tepat? 3. Dapatkah mereka mencatat semua jawaban lain dari responden dengan teliti dan jelas maksudn ya? 4. Apabila jawaban responden tidak jelas, dapatkah mereka men ggali tambahan informasi dengan men yampaikan pertanyaan yang tepat dan netral (‘probling )
D. Tujuan Wawancara Tujuan wawancara ialah untuk mengumpulkan informasi dan bukannya untuk merubah ataupun mempengaruhi pendapat responde.
E . Situasi Wawancara Perbedaan wawan cara dengan percakap an sehari-hari ad alah bahwa pewawancara dan responden saling belum mengenal, pewawancara adalah pihak yang terus menerus bertanya, sedangkan responden pihak selalu manjawab pertanyaan tersebut, ada urut-urutan pertanyaan yang harus ditanyakan. Oleh perbed aan tersebut diatas, maka: 1. Pewawancara harus dapat menciptakan suasana sedimikian rupa sehingga responden merasa aman dan berkeinginan untuk memberikan informasi yang sebenarnya. 2. Pewawancara harus netral, tidak bereaksi terhadap jawaban responden apapun yang dikatakannya. Namun demikian menunjukkan p erhatian itu perlu d an dianjurkan, yaitu dengan menganggukan kepala atapun ucapan misalnya:
h, ya..
3. Pewawancara harus sanggup terus-menerus menarik perhatian responden selama wawancara berjalan.
F. Pedoman wawancara Langkah pertama dalam proses wawancara ialah membina hubungan ak rab dengan responden dan bersikap kooperatif. Mendekati responden dan membina hubungan baik dengan responden untuk melak sanan wawancara tidaklah mudah. Apabiladilihat secara sepintas, menemui seseorang untuk menanyak an tetang berbagai topic, nampaknya tidak sulit. Dalam kenyataannya komunikasi itu tidak sederhana. Komunikasi didalam wawancara sengat rumit, karena disini berinteraksi dua kepribadian yaitu pewawancara dan responden. Kesan pertama dan penampilan pewawancara, yang pertama diucapkan dan dilakukan oleh pewawancara sangatlah penting untuk menciptakan kerja sama dari pihak r esponden. Berdasarkan pengelaman Michigan Survey Research center diketahui bahwa responden lebih mengingat tentang pewawancara dan cara dia mewawancar ai dari pada tentang isi wawan cara.oleh sebab itu, segala usaha untuk bisa mendapatkan sambutan simpatik dan sikap kooperatif dari responden sebaiknya dipahami dan dilatih den gan seksama. Dalam melaksanakan tugas wawancara, pewawancara harus sadar bahwa dialah pihak yang memerlukan dan bukannya sebaliknya.
Pedoman untuk mencapai tujuan wawancara dengan baik, antara lain: 1. Berpakaian sederhana dan rapi. 2. Sikap rendah hati. 3. Sikap hormat kepada responden. 4. R amah dalam kata-kata dan disertai mimic muka yang cerah, tidak muram. 5. Sikap yang penuh pengertian terhadap responden dan netral. 6. Bersikap seolah-olah setiap responden yang kita hadapi selalu ramah dan menarik. 7. Sanggup menden garkan responden dengan baik.
G. Ciri-ciri Hubungan Yang Baik Dalam Wawancara Hubungan yang baik dalam suatu wawancara sangatlah penting. Adanya hubungan yan g baik tersebut ditandai oleh: 1. Apabila responden merasakan kehangatan dan sikap simpatik dari pihak pewawancara. 2. Apabila responden merasa bebas mengutarakan perasannya atau pandangannya. Dengan adanya suasana wawancara seperti ini, maka responden tidak hanya merasa bebas memberikan informasi, tetapi bahkan teransang atau berkeinginan untuk berbicara.
H. Melatih Wawancara (asistan langsung) Agar wawancara d apat berjalan sesuai dengan harapan., maka diperlukan latihan terutama bagi peneliti pemula atau asisten langsung yan g aka membantu mengumpulkan data melalui wawancara. Pada prinsipn ya perlu diberikan selama masa latihan formal ialah: 1. Menjelaskan tujuan penelitian. 2. Menjelaskan tujuan dan tugas pewawancara, menekankan pentingnya peranan pewawancara. 3. Menjelaskan prosedur lapangan, termasuk didalamn ya disiplin menjaga keseh atan, komunikasi yang lancer dengan sesame anggota tim, dan supervisor, menekankan efisiensi kerja. Dalam mengisi daftar pertanyaan, tulisan harus jelas, singkatan tidak diperbolehkan, men gisi laporan harian, memperhatikan norma-norma yang berlaku (cara berpakaian, tingkah laku, dan laranga-larangan lainnya). 4. Menerangkan prosedur wawancara: dari memperkenalkan diri sampai dengan meninggalkan responden.
5. Memberikan pengertian yang mendalam tentang pedoman wawancara, untuk mengurangi sejauh mungkin kegagalan dalam mendekati responden. 6. Menerangkan daftar pertanyaan nomor per nomor dengan jelas. Men gapa pertanyaan disusun demikian. Apa tujuan setiap pertanyaan. Pewawancara harus mengetahui dengan tepat maksud dari semua pertanyaan, supaya dap at mengumpulkan informasi yang tepat dan jelas pula. 7. Menerangkan cara mencatat jawaban responden. 8. Memberikan orientasi masalah apa yang dapat timbul di lapangan dan bagaimana mengatasinya. 9. Latihan wawancara sebelum terjun ke lapangan melalui: a. Memakai peranan dalam wawancara, baik sebagai pewawancara, responden atau pengamat. b. Berlatih ke lapangan dengan mencari sendiri orang yang dijadikan responden. 10. Diskusi tentang memecahkan wawancara hasil latihan.
I.
Menggali Informasi Lebih Dalam Sering ditemukan jawabn responden kurang memuskan karena bersifat masih terlalu umum, kurang spesifik, misalnya:
nak dapat membantu orang tua . Membantu dalam hal apa? Ini
masih sangat luas kemungkinann ya. Karena itu masih perlu ditanyakan lebih lanjut. Inilah yang disebut menggali informasi lebih dalam atau
robing
apa yang Bapak maksud
dengan membantu oran g tu ? Berbagai jawaban muncul: nak dapat membantu keuangan nak dapat membantu pekerjaan orang tua nak dapat membantu memecahkan masalah keluarga Apabila jawaban responden kurang meyakinkan perlu ditambahkan pertanyaan. Tambahan pertanyaan ini sifatnya harus netral. Pertanyaan netral itu misalnya: ohon dijelaskan lagi Bapak alam hal apa ? aya belum mengerti maksudnya, dapatkah Bapak menerangkan sekali lagi ? pakah dia meninggal sesudah atau sebelum ulang tahun pertama ? dan sebaginya.
J. Persiapan Sebelum Wawancara. 1. Pelajari dan kuasailah questionnaire 2. Cobalah questionairi itu pada diri sendiri, untuk mengetes apakah kita tahu benar maksud pertanyaan itu. Lalu cobalah pada orang lain (kawan) untuk latihan. 3. Pikirkan jam berapa yang cocok untuk menemui responden, mengingat kesibukan / pekerjaan mereka. 4. Ulang-ulanglah membaca instruksi, juga selama wawancara.
K. Sikap Wawancara 1. Netral. Tugas pewawancara untuk merekam informasi tanpa menghiraukan apakah menganggap keterangan itu tidak baik, menjemukan, tidak menyenangkan. 2. Adil, dan tidak memihak. Sopan dan hormat kepada respond en. Semua responden kita diperlakukan dengan sama baik, siapapun dia. Penting untuk dapat memberikan perasaan aman bagi responden untuk menyampaikan pendapatnya. 3. Hindarkan ketegangan. Wawancarailah secara obrolan. Hindari kesan bahwa seolah-olah responden sedang damai. Tetapi harus waspada jangan sampai responden bercerita kesana kemari. Dengan sopan kita mengembalikan perhatian responden kepada pertanyaan kita. 4. Ramah. Sikap ramah sangat penting. Bermuka cerah segar, tidak malas, kesan yang kita berikan akan berpengaruh kepada responden.
L . Taktik Wawancara 1.
Usahakan pada wawancara hanya responden yang hadir. Tidak an ggota keluarga atau teman responden yang hadir. Pewawancara pun seyogyanya tidak membawa teman.
2. Reaksi atau jawabn pertama terhadap suatu pertanyaan itulah responden yang sesungguhn ya. Karena kalaupun responden berubah pendap at setelah pindah ke pertanyaan lain, janganlah dihapus pertan yaan yang tadi. 3. jangan tergesa-gesa menuliskan jawaban tahu
idak tahu
sering responden menjawab
idak
yang sebenarnya dia sedang berpikir, karena itu tunggulah sejenak. Disini
pewawancara harus sabar . 4. Pada jawaban
a
atau
idak , sering responden menambahkan keterangan
ya , dalam hal ini tulislah lengk ap, meskipun ini dikasudkan jawaban tertutup.
a
kalau
5. Semua komentar responden tulislah dengan lengk ap. Kata-kata yangd iucapkan untuk melukiskan perasaannya adalah sangat penting. 6. Jawaban responden sebelum dicatat harus dimengerti maksudnya. Kalau belum jelas tanyakan lagi. Jawban harus khusus, jangan terlalu umum ataupun mempunyai dua arti. aya suka karena itu baik ,
aya tidak suka , atau
arena menarik .
7. Usahakan sambil menulis tetap berbicara. B erilah pertanyaan yang mengajak berpikir, jangan biarkan respond en mananti terlalu lama, karena hal ini dapat menimbulkan kebosanan. 8. Selesai waweancara, periksalah kuesioner dengan teliti, untuk menjaga agar tidak ada nomor-nomor pertan yaan yang terlampaui.
M. Jawaban
idak Tahu
Apabila responden menjawab pertanyaan dengan mengatakan
idak tahu , pewawancara
perlu hati-hati. Sebaliknya pewawancara tidak lekas-lekas meninggalkan pertanyaan itu pindah kepertanyaan lain. Jawaban
idak tahu
dan
perlu mendapatkan perhatian, sebab dibalik
jawaban itu dap at mengandung arti macam-macam, diantaranya: a. R esponden tidak begitu mengerti pertanyaan pewawancara. Untuk menghindarikan jawaban
idak mengerti , maka dia menjawab
idak tahu .
b. R esponden sebenarnya sedang berpikir, tetapi karena merasa kurang tentram kalau membiarkan pewawancara menunggu lama, maka dia mengeluarkan jawaban
idak tahu
c. Sering karena responden tidak ingin diketahui pikirannya yang sesun gguhn ya k arena dianggap terlalu pribadi, maka dia mengatakan
idak tahu . Dapat juga terjadi karena
responden ragu-ragu ataupun takut mengutarakan pendapatnya. d. R esponden benar-benar tidak tahu. Tentu saja responden sungguh-sungguh tidak tahu, jawaban itu dapat diterima. Namun adalah tugas pewawancara untuk mengamati responden dengan cermat, benarkah responden tidak tahu, ataukah ada hal-hal lagi atau menambahkan pertan yaan untuk lebih yakin atas jawaban responden.
N. Pengendalian Mutu (Quality Control) Mengendalikan mutu berarti mengendalikan aktivitasselama tugas lapangan, jelasnya mengendalikan tugas wawancara untuk mendapatkan hasil survey yang memuaskan. Pengendalian mutu dapat dicapai dengan jelas: 1. Pengawas ( upervisor ) dan pewawancara terus menerus belajar selama tugas lapangan. 2. Pengawas selalu memeriksa den gan teliti daftar pertan yaan yang telah diisi segera setelah diterima dari pewawancara. 3. Pengawas mengikuti dengan seksama hasil kerja pewawan cara dan maslaah mereka masing-masing. 4. Pengawas mewawancarai pewawancara untuk mengetahui bagaiman a cara kerja mereka(‘port chek ). 5. Pengawas mendorong para pewawancara untuk selalu mengkomunikasikan secepat mungkin semua masalah lapan gan yang dialamiya 6. Asisten lapan gan yang dianggap kuranga mampu apabila tidak bias diper baiki lebih baik diminta mengundurka diri. 7. Secara teratur ptugas lapangan men gadakan disku si tentang masalah lapangan.
Yang paling utama dari semua ini adalah: pen gawas memeriksa daftar pertanyaan ( yang telah diisi) dengan cermat: 1. Apakah semua pertan yaan terlah terisi. 2. Apakah kalimat-kalimat jawaban jelas, tidak mempunyai arti ganda atau bahkan tidak ada arti sama sekali. Jawaban harus meyakinkan. 3. Tulisan harus jelas, kalau tidak jelas, tidak mempunyai arti. 4. Tulisan harus jelas, kalau tidak jelas, pengawas atau editor jangan menerka-nerka sebalikn ya pewawancara yang bersangkutan dinya apa maksudnya. Mengajak diskusi bersama secara teratur tentang masalah lapangan. Didalam kesempatan berdiskusi bersama anggota team akan saling belajar, makin sering pertemuan diskusi ini dilakukan makin baik. 5. Kesalahan dap at dipercepat diperbaiki. Bagi mereka yang belum mengalaminya, dapat menghindarinya.
Diskusi informasi pun sanagt baik dilakukan dan sering kali jal ini sangat efektif, misalnya : pada waktu makan bersama, pada waktu istirahat dan lain sebagainya. Dikatakan efektif karena disitu dianjurkan agar semua pengalaman ditulis, tetapi dalam kenyataannya sering pewawancara tidak menu liskan. Karen a itu diskusi informasi ini sangat berguna.
O. Penelitian dan tugas lapangan. Sebagai penutup, beb erapa hal yan g perlu ditanyakan: 1. Perlukah seorang peneliti ilmu0ilmu social dalam melaksanakan penelitian turut serta mengambil bagian di lapangan? 2. C ukupkah dia hanya menerima hasil tabulasi, dimeja kerjanya tanpa mengetahui proses sebelumn ya? Hal ini berhubungan dengan pertanyaan: - Sejauh mana seseorang peneliti perlu menghayati datanya. - Sejauh mana seseorang peneliti berusaha belajar dari peneliti itu sebagai keseluruhan, sehingga meningkatkan mutunya sebagai peneliti. 3. Dalam hal melatih dan membimbing asisten alapangan atau pewawancara dapatkah seorang peneliti melakukannya dengan baik tanpa pengalaman pribadi di lapangan.
P. Bentuk-bentuk Pertanyaan Dalam Wawancara Bentuk- bentuk pertanyaan dalam wawancaraada dua yaitu wawancara tertutup (closed interview) dan wawancara terbuka (open interview). - Wawancara tertutup terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang bentukn ya sedemikian rupa sehingga kemungkinana jawaban respon den maupun informasi (pemberi informasi/keterangan) amat terbatas. Misalnya : Responden/informasi tinggal jawab
a atau tidak .
- Sedangkah wawancara terbuka terdiri dari pertanyaan-pertanyaan memb erikan peluang bagi responden memberikan jawaban secara bebas, atau jelas dan kongkret, agar responden memberikan jawaban secara bebas, atau den gan kata lain jawaban tidak ditentukan terlebih dahulu seperti dalam pertanyaan tertutup. Seorang interviewer didalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan harus jelas dan kongkret, agar responden/informan dapat memberikan jawaban-jawaban secara tegas pula. Untuk itu ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Interviewer seyog yanya didalam bertanya menghindari adan ya kata-kata yang bermakna ganda (mempunyai dua arti atau lebih). 2. Jangan embuat pertanyaan-pertanyaan yang panjang. 3. Buatlah pertan yaan-pertanyaan yang kon gkr et dengan petunjuk waktu dan lokasi yan g kongkret pula. Misaln ya :
imanakah Saudara waktu Saudara masih muda? Tetapi bertanyalah dengan pertanyaan dengan pertanyaan yang kongkrit: ikota manakah Saudara tinggal, sewaktu masih sekolah di SMA?
4. Sebaiknya pertanyaan diajukan dalam rangka pengalaman yan g kongkrit dari responden. Misaln ya:
pakah yang bisa Bapak katakana kalau pegawai Bapak terlambat?
Sebaliknya pertan yaan tersbut dirumuskan sebagai berikut:
aya moh on
Bapak mengin gat kembali, nila pegawai Bapak, katakan terlambat, apakah yang Bapak katak ana kepada mereka waktu itu? 5. Sebaiknya men yebut semua alternatif yang dapat diberikan oleh responden atas pertanyaan, jan gan han ya menyebut satu alternatif saja. Misalnya pangakat dalam kantor Bapak berdasarkan atas hasil kary?
pakah ken aikan
Pertanyaan yan g
sedemikian kurang tepat, karena responden akan langsung menjawab
a
tanpa
mengindahkan kasus-kasus, dimana kenaikan pangakat itu mungkin berd easarkan atas lamanya masa kerja senioritas, hubungan baik dengan atasan dan lain sebagainya. Seyogyanya pertanyaan tersebut dirumuskan seb agai berikut:
iasanya, berdasarkan
apakah kenaikan pangkat dikantor Bapak? . 6. Hindarilah pertanyaan-pertanyaan yang membuat malu responden, dan seyogyanya kata-kata tersebut diperhalus atau dinetralisir (euphemisme). Misaln ya: anak , mun gkin akan lebih baik dig anti dengan : lebih netral daripada
emarahi ),
endisiplinkan anak
en gajar (terdengar
en ggauli istri secara . Bagi responden yang
terpelajar, dapat diganti dengan kata-kata
oitur .
7. Bila pertanyaan tersebut untuk menilai orang ketiga, sebaikn ya ditan yakan sifat yan g positif maupun negative mereka, misalnya :
en genl kepribadian kepala kantor
Saudara, sifat-sifat apakah yang palin g menonjol, yang paling terasa baiknya bagi Saudara, dan sifat apa pula yang kuran g memu askan bagi Saudara? .
Syarat-syarat untuk bertanya secara sempurna didalam wawancara sebagaimana tersebut di atas, hanya dapat diperoleh dengan banyknya latihan-latihan ataupun pengalamanpengalaman, b ahkan lebih cenderung pada seni. Jadi disamping latihan, pengalaman, juga diperlukan bakat sebetuln ya. Padahal jelas, peranan pewawancara sangat menentukan dalam penelitian, karena kualitas dan kesahihan (reability) dari d ata yang dikumpulkan ban yak tergantung pada p ewawancar a. Karena itu disebutkan oleh Irawati Singarimbun tentang : pemilihan pewawancara, disamping syaratsyarat /factor-faktor yang lain, maka factor kepribadian dan p enampilan seseorang pewawancaralah yang diutamakan, yaitu kepribadian yang matang dan penampilan (appeatabce) yang menyenangk an atau simpati bagi orang yan g dihadapinya. Q. Kelebihan dan Kelemahan Metode Interview. Tidak khayal lagi bahwa setiap tehnik pengambuilan data penelitian, tentu mengandung kelebihan dan k elemahan termasuk interview: 1. Kelebihan Interview a. Sebagai salah satu tehnik pengambilan data yang terbaik untuk menilai keadaan pribadi. b. Tanpa mengenal batas umur dan pendidikan subyek, selama ia dapat memberikan jawaban. c. Hampir seluruh penelitian sosial, selalu digunakan sebagai tehnik pelengkap. d. Karena sikap keluwesan, tehnik interview cocok untuk dipakai sebagai alat verifikasi data yang diperoleh dengan jalan observasi dan kuesioner. 2. Kelemahan Interview a. Kurang efisien, memboroskan waktu, tenaga dan biaya. b. Tergantung kepada kesediaan, kemampuan dan keadaan subyek. c. Jalannya interview sangat mudah dipengaruhi oleh keadaan-keadaan sekitar yan g memberikan tekanan-tekanan yang mengganggu. d. Perann ya haruslah benar-benar menguasai bahasa sub yek.
3. Perbedaan antara metode kuesioner dengan metode interview KUESIONER a. Informasi yang diperoleh terbatas pada hal-hal yang berhubungan d engan pertanyaanpertanyaan yang sudah diatur terlebih dahulu secara tertulis, kecuali bila disediakan ruan g komentar/penjelasan sehingga subyek berkesempatan memberi komentar. b. Administrasi cukup sederhana c. Dapat diberikan secara serentak dengan jumlah yang banyak d. Dengan terbatasnya waktu dan tenaga, dapat meneliti responden lebih banyak vairasinya. e. Lebih terjamin adanya uniformitas, baik dalam perumusan kata-kata isi maupun urutan pertanyaan f. Lebih banyak mempun yai kesempatan menjawab, dan kemungkinan jawabannya lebih ban yak variasinya. g. Terlalu formalistic, sehingga hanya men gun gkapkan soal-soal yang lebih umum dan netral. h. Suasana tenggang-menenggang (permissive) kurang dapat dijamin i. Tidak dapat dilaksanakan untuk orang-orang yang buta huruf atau anak-anak yan g belum mengenal huruf. j. Semua jawaban tercatat dengan sempurna, tidak ada yang terlewat ataupun ditambah
INTERVIEW a. Informasi yan g diperoleh dengan tanya jawab lisan dalam keadaan yang lebih longgar disamping mendapat jawaban, peneliti dapat mengadakan pengamatan tentang reaksi subyek terhadap pertan yaan dalam hubungannya dengan keseluruhan situasi. b. Administrasinya memerlukan kecapakan khusus c. Hanya dapat dilakukan seorang diri. Dengan metode kelompok kurang memadai hasilnya d. Dengan terbatasnya waktu dan tenaga, harus dapat meneliti lebih sedikit jumlahnya e. Sulit adanya uniformitas, karena harus menyesuaikan diri dengan situasi masingmasing interview. Penginterview sering ikut berperan. f. Kesempatan menjawab terbatas waktun ya, sehingga kewajaran jawaban lebih terjamin
g. Informasi lebih kompleks karena menyangkut emosional dan sentiment h. Penginterview yang cakap akan mudah menyesuaikan diri. i. Tidak terikat pada orang yang diteliti buta huruf, dewasa maupun anak-anak j. Jawaban-jawaban banyak yang tidak dapat dicatat sekaligus. Mudah ter libat dalam sesatan-kesesatan
BAB X T EHNIK PENGAMBUILAN SAMPEL Sebelum berbicara lebih jauh tetang tehnik pengambilan sample, berikut disampaikan pengertian dari populasi dan sample. Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin hasil menghitung maup un pengukuran, kualitatif maupun kuantitatif dari karakteristik tertentu mengenai sekumpulan obyek yan g lengkap dan yang ingin dipelajari sifat-sifatn ya (Sudjana, 1986). Sedangkan sample adalah contoh yang bisa mewakili populasi. Yang dimaksud bukanlah
uplikat
ewakili
atau replica yang cermat, melainkan sebagai cermin yang dapat dipandan g
menggambarkan secara maksimal keadaan populasi (Sutrisno Hadi, 1980). Definisi lain tentan g sample disampaikan oleh Suharsimi Arkunto bahwa : Sample adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan akan diteliti dengan menggunakan cara-cara tertentu (Suharmisi Arikunto, 1986). Dalam pelaksanaan suatu penelitian, kadang-kadang populasi sasaran kita demikian besar, sehingga akan lebih praktis jika kita menggunakan subkelompok dalam meramalkan seluruh anggota kelompok. Hal ini cocok sekali apabila kita menggunakan sample atau sub-kelompok daripada men ggunakan seluruh anggota atau populasi. Namun demuikian, ada beberapa penelitian/survey dalam bidang pendidikan, psikologi dan bidang-bidan g disiplin ilmu lain yan g tidak memerlukan sample karena kecilnya ukur an populasi yang akan diteliti. Sebagai contoh, jika kita ingin mengetah ui bakat montir dari 50 siswa sekolah lanjutan tinggak atas, maka jalan yang terbaik yang kita lakukan hanyalah apabila kita memberikan tes bakat montir untuk seluruh siswa tersebut. Hal ini karena populasinya han ya 50 siswa. Demikian pula halnya, apabila populasin ya besar dan kita ingin melibatkan setiap anggota populasi maka pengambilan sample tidak diperlukan. Contohnya adalah sensus yang dilakukan oleh setiap Negara. Sampel adalah kelompok kecil yang kita amati dan populasinya ad alah kelompok besar yang merupakan sasaran generalisasi kita. Gay (1976), mendefinisikan populasi sebagai kelompok dimana peneliti akan menggeneralisasikan hasil penelitiannya. Menurut Ferguson (1976), sample adalah populasi
atau
eberapa bagian kecil atau cuplikan yang tertarik dari
orsi dari suatu populasi. Sedangkan
Kerlinger (1973), mendefinisikan
populasi sebagai
eseluruhan an ggota, kejadian atau ob yek-obyek yang telah ditetapkan dengan
baik . Proses yan g meliputi pengambilan sebagian d ari populasi, melakukan pengamatan pada populasi secara keselur uhan disebut sampling atau pengambilan sample (Ary, Jacob dan Razavieh, 1981). Selanjutnya istilah sampling berkenaan den gan strategi-strategi yang memungkinkan untuk mengambil satu sub kelompok dari kelompok yang lebih besar, lalu kelompok kecil ini digunakan sebagai dasar untuk membuat keputusan tetang kelompok besar tersebut (Vocket, 1983). Seringkali, dalam pengambilan sample penelitian (sampling) tidak dapat dihindari untuk mempertimbangkan waktu, bniaya, dan tenaga. Sehingga peneliti tidak melakukan studi pada semua anggota populasi. Akan tetapi sepanjang sample yang digunakan porsinya cukup mewakili populasi, maka peneliti dapat menggeneralisasikan dan yakin bahwa generalisasi yang diambil dapat men ggambarkan populasi, sehin gga temuan dan kesimpulan yang diperoleh dari sampling tersebut adalah sah (Valid). Dengan tidak memperhatikan tehnik tertentu yang digunakan dalam pemilihan suatu sample, lan gk ah-lan gkah yang digunakan dalam pengambilan sample mencakup : pengidentifikasian populasi, p enetapan ukur an sample yang disyaratkan, dan pemilihan sample.
1. Ukuran Sample Untuk menentukan ukur an sample dari populasi, kita menggunakan rumus Slovin (1960) sebagian berikut: n=
N 1 + ne2
n = ukuran sample N = ukuran populasi ne = nilai kritis (batas ketelitian) yan g diinginkan (persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sample populasi) sebagai contoh jika dalam suatu penelitian populasi kita sebesar 9000 dan batas kesalahan yang diinginkan adalah 2 % berapa ukuran sample yang mewakili ?
Melalui perhitungan,
ukuran sample yang diperoleh akan menjadi 1.957. Hasil diperoleh melalui perhitungan berikut
n=
N 1 + ne2
9000 1 + 9000 (0.02) 2 9000 1 + 9000 (0,0004) 9000 1 + 3,6 9000 4,6 1,957 Perlu selalu diingat bahwa distribusi normal dari populasi harus tetap dipertimbangkan. Bila perkiraan distribusi normal populasi kecil, maka rum,us tersbut diatas dapat digunakan. Untuk informasi yang lebih jauh, berikut ini disajikan table yang dikutip dari Pagaso, Gracia dan Guerrero de Leon (1978), yan g memperlihatkan batas kesalahan yang tidak dapat digunakan pada ukuran p opulasi. Table dimaksud adalah seb agai berikut : Tabel 1: UKURAN SAMPEL UNTUK BATAS-BATAS KESALAHAN YANG DITENTUKAN POPULASI Batas-batas Kesalahan 1% 2% 3% 4% 5% 6% 500 * * * * 222 93 1500 * * 638 441 316 94 2500 * 1250 769 500 345 96 3000 * 1364 811 517 353 97 4000 * 1538 870 541 364 98 5000 * 1667 909 556 370 98 6000 * 1765 938 566 375 98 7000 * 1842 959 574 378 99 8000 * 1905 976 580 381 99 9000 * 1957 989 584 383 99 10000 5000 2000 1000 588 385 99 50000 8333 2381 1087 617 387 100 Tanda (*) pda table ini menunjukkan bahwa perkiraan normal adalah kecil dan dengan d emikian rumus sampling tersebut dapat dira gukan.
Gay (1976), menawarkan beberap a ukuran minimum yan g dapat diterima berdasarkan tipe penelitian, sebagai berikut: 1. Penelitian deskriptif – 10 persen dari populasi. Untuk populasi yang sangat kecil diperlukan minimum 20 persen. 2. Penelitian korelasi – 30 subjek 3. Penelitian ex post facto atau penelitian kasual komparatif – 15 subjek per kelompok 4. Penelitian experiment – 15 subjek per kelompok. Beberapa ahli percaya bahwa 30 subjek per kelomp[ok dapat dipertimbangkan sebagai ukuran minimum 2. Stategi Pengambilan Sampel Berikut ini adalah beberapa strategi pengambilan sample yang dipertimbangkan dalam buku ini: A. Pengambilan Sampel Acak Sederhana (Simpel Random Sampling). Pengambilan sample secara acak adalah metode pemilihan ukuran sample dari suatu populasi dimana setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama dan semua kemungkinana penggabungannya yang diseleksi sebagai sample mempun yai peluang yang sama (Weirsma, 1975) Oleh karena semua anggota populasi mempunyai p eluan g sama seb agai sample, maka strategi ini sering disebut sebagai prosedur yang baik. Syarat pengambilan sample secara acak meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut: Menetapkan populasi Daftar semua anggota populasi dan Memilih sample melalui prosedur yang sesuai dimana setiap an ggota mempunyai peluan g yang sama sebagai sample penyelidikan Ada dua prinsip dasar dalam pen gambilan secara acak yakni: a. Equi – Probability: ini berarti bahwa setiap anggota populasi yang termasuk dalam sample mempun yai peluang yang sama b. Independence – hal ini berkenaan dengan kenyataan bahwa bila satu anggota yang diseleksi (dipilih) sebagai sample tidak mempengaruhi peluang anggota lain.
Adapula teknik-teknik pengambilan sample secara acak sederhana yang sering digunakan adalah: 1. Tabel Nomor Acak. Teknik ini merupakan teknik yan g paling sistematik dalam perolehan unit-unit sample melalui acak. Table acak berisi kolom-kolom digit yang dihasilkan secara mekanik, umumnya dengan computer, untuk menyakinkan ssusunan acak. Hampir semua buku-buku statistic dan penelitian membuat table-tabel nomer acak. Untuk mengilustrasikan penggunaan Tabel Nomor Acak, pertama-tama harus disebutkan satu persatu atau men gidentifikasi semua anggota populasi dan kemudian setiap anggota diberi nomor. Daftar ini disebut kerangka pengambilan sample (sampling frame). Seandainya peneliti mempunyai 50, maka peneltii harus menggunakan digit didalam table acak yang sama dengan digit populasi. Sepanjang populasi hanya mempunyai dua digit , peneliti tidak boleh memilih tiga atau lebih digit. Untuk masuk pada table harus juga dilakukan secara acak. Oleh karena itu perlu diketahui berapa kolom yang ada dalam table. Ambil beberapa kertas kecil, tuliskan nomor setiap lembar sesuai jumlah dan nomor kolom; gun akan teknik undian, ambil satu lembar. Apabila yang diambil tadi nomor 6, kita masuk pada table melalui kolom 5. Demikian pula halnya dengan baris. Dimana letak titik pertemuan antara nomor baris dan nomor kolom, berarti disini titik dimulai. Setiap nomor yang diambil adalah merupakan anggota populasi yang dipilih sebagai sample. Proses ini dilanjutkan hingga jumlah sample yang diingnkan terpenuhi. Jika peneliti menemukan nomor diatas 50, nomor tersebu t diabaikan. Demikian pula bila nomor yang ditemukan berulang juga diabaikan. Semua nomor dalam table berurutan secara acak, sehin gga nomor-nomor itu dapat ditelusuri pada arah manapun juga sepanjang dimulai pada titik awal (entr y point).
2. Pengambilan Sampel Melalui Undian Fox (1969) menyebutkan sebagai teknik fishbowl. Prosedur ini dapat dilakukan melaui, pertama menetapkan nomor-nomor pada an ggota populasi yan g terkumpul dalam daftar sampling. Kemudian tulis nomor anggota pada potongan kertas kecil,
satu nomor untuk setiap anggota populasi. Selanjutnya, gulung semua kertas kecil tersebut lalu letakkan dalam kotak yang cukup besar sehingga gulung-gulungan kertas tersebut dapat bergerak secara bebas pada semua arah. Sekaran g, setelah diadukan secara sempurna ambil gulungan kertas tersebut sesuai jumlah yang diinginkan dan kotak tersebut. Ingat bahwa kotak tersebut harus terus digoyangkan hingga jumlah anggota yang dipersyaratkan dalam sample terpenuhi. Fox (1969) men yajikan dua rancangan dalam penggunaan teknik undian. Pertama, pengambilan sample tanpa pengembalian, yaitu setiap pengambilan potongan kertas tidak dikembalikan ke kotak. Proses yang lain disebut pengambilan sample yaitu setiap pengambilan kertas dikembalikan ke kotak. Ini memiliki probabilitas yan g constant. Misalnya, pada contoh 50 anggota populasi diatas, bila setiap pengambilan gulun gan potongan kertas dari kotak dikembalikan, maka kemun gkinan memilih satu dalam 50 diteruskan selama proses pen gembalian sample. Rancangan terakhir ini lebih ilmiah sepanjang stiap sample yang dipilih mempunyai peluang yang sama. 3. Pengambuilan Sampel Sistematis (Systematic Sampling). Bentuk pengambilan sample lain adalah pengambilan sample secara sistematik. Vockell (1983), mendefinisikan hal ini sebagai strategi untuk memilih anggota sample yang hanya dibolehkan melalui peluang dan suatu keanggotaan dalam sample. Menurut Vockell
ystem
system
untuk menentukan
adalah strategi yang
direncanakan untuk memilih anggota- anggota setelah melalui pemilihan secara acak, misalnya setiap subjek ke-5 setiap subjek ke 10 dan seterusnya. Untuk mengilustrasikan strategi ini, yang pertama yang diputuskan adalah jumlah sample yang ak an diambil, lalu membagi total populasi den gan jumlah yan g diperlukan untuk menentukan interval pengambilan sample (sampling). Sebagai contoh, bila kita akan memilih 200 sampel dari daftar anggota sebesar 2000, maka interval yang didapat adalah 2000/200 = 10. Langkah selanjutnya adalah memilih nomor secara acak antar 1 sampai dengan 10 untuk memulai pengambilan sample pertama. Setelah itu ambil setiap perserta ke-10, dari daftar tersebut. Nomor yang akan diambil antara 1 sampai dengan 10 harus dilakukan secara acak. Bila pengambilan sample acak antara 1 sampai dengan 10 untuk sample pertama kebetulan 3, maka
tambahan interval sampling (10) dengan 3 maka sample yang kedua adalah 13, selanjutn ya 23 untuk sample ketiga dan seterusnya. Penambahan dilanjutkan dengan interval constant sampai sample terakhir yaitu ampel ke 200. Untuk menjamin bahwa pen gambilan sample sistematik sudah disubsitusi dengan baik melalui pengambilan sample acak, maka daftar populasi yang sebenarnya harus diatur secara acak. Bila penyusunan nama-nama dilakukan secara alphabet, maka kemungkinan hasil sample yang diperoleh adah bias (Ary, Jacob dan Rzavieh, 1981). 4. Pengambilan Sampel Strata (Stratifield Random Sampling) Pengambilan sample strata didefinisikan sebagai suatu teknik pengambilan sample dengan cara ini sub kelompok (strata) yang spesifik akan memiliki jumlah yang cukup mewakili sample sebagai subanalisi dari anggota sub-kelompok tersebut (Vockell, 1983). Dalam strategi ini populasi dikatego rikan dalam kelompok-kelompok yang memiliki strata yang sama. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan memperoleh sample-sampel dari strata yang berbeda. Tetapi tentu efektifnya pengambilan sample strata, anggota didalam setiap strata harus diseleksi secara acak. Inilah yan g disebut dengan
engambilan sample strata
(Stratifield Random
Sampling). Disini dasar penentuam strata bisa secara geografis dan meliputi karakteristik dari populasi seperti pendapat, pekerjaan, jenis kelamin, umur lama pendidikan, status professional dan sebagainya. Strategi ini memungkinkan untuk menentukan sejauh mana setiap strata dalam populasi terwakili dalam sample. Oleh karena itu stategi ini disebut
engambilan sample strata (Stratifield Random
Sampling). Contoh yang diberikan untuk memahami bagaimana melakukan pengambilan sample strata adalah sebagai berikut. Jika populasi sebanyak 1000 dan sample yang akan diambil 100 sampel dari bebetapa strata menurut jumlah variabel, maka pertama indentifikasikan perbed aan strata yang ada dalam populasi. Kataknlah bahwa jenis kelamin sebagai strata pertama yang meliputi 200 pria dan 800 wanita. Kemudian bagilah anggota-anggota pria dan wanita dalam persen; yaitu 200 dibagi dengan 1000
adalah 20 persen dan 800 dibagi 1000 adalah 80 persen. Setelah ini, untuk memperoleh unit sample yang benar kalikan setiap pembagian persen dengan 100 unit sample. Sehingga 100 x 0,02 = 20 dan 100 xi 0,80 = 80. Penjumlahan 20 pria dan 80 wanita ad alah 100 unit sample. Dari dua kelompok tersebut selajutnya strata lain d apat diidentifikasi. Pengidentifikasian ditentukan oleh variabel-variabel yang termasuk dalam penelitian kita.
5. Pengambilan Sampel Kluster (Simpel Cluster Sampling) Disebut pengambilan sample kluster apabi;la kita menyeleksi anggota sample dalam kelompok dan bukan menyeleksi individu-individu secara terpisah (Vockell, 1983). Pengambilan sample dengan kelompok, bukan secara individu, diseleksi secara acak. Individu-individu yang memiliki karakteristik yang sama dikategorikan dalam satu kelompok. Pengambilan sample semacam ini kadang-kadang diakitak sebagai pengambilan sample wilayah, sebab dalam pelaksanaann ya sering kali didasarkan atas letak geografis. Subjek-subjek yang diteliti secara alami berkelompok atau kluster. Sebagai ilustrasi ambil beberapa sekolah secaraacak dari daftar sejumlah sekolah. Semua siswa dalam sekolah-sekolah tersebut ad alah termasuk sample sepanjang mereka berada pada sekolah itu. Siswa-siswa yang berada pada sekolah yang terseleksi secara acak, merupakan satu kluster dan dianggap mempunyai kedudukan yang sama, untuk karakteristik yang relevan terhadap variabel-variabel yang diteliti. Apabila peneliti ingin meneliti besarn ya pendapatan per bulan dari tiap-tiap, keluarga di suatu kelu rahan, maka kelurahan tersebut dibagi mejadi RW-RW. RWRW tersebut dijadikan gugus atau unsur sampling. RW-RW tersebut kemudian diberi nomor, kemudian dipilih secara acak satu RW atau lebih sebagai sample. Karena unsur penelitian adalah keluarga, maka semua keluarga yang ada di dalam RW terpilih yang menjadi sample. Pen gambilan sample acak sederhana yang demikian merupakan sample kluster. Ary, dkk (1979), mengatakan bahwa suatu kluster dipilih dari klusterkluster populasi, semua anggota kluster harus dimasukkan dalam sample. Tetapi, dalam hal ini bersifat terlalu besar maka pen gacakan populasi kluster yang terpilih harus dilakukan, sepanjang perkiraan peneliti terhadap populasi adalah normal.
B. Pengambilan Sampel Non-Acak Dalam strategi ini, semua anggota atau subjek penelitian tidak memiliki peluan g yang sama untuk dipilih sebagai sample. Beberapa bagian tertentu dalam semua kelompok secara sengaja tidak dimasukkan dalam pemilihan untuk mewakili kelompoknya (Gay 1976). Strategi ini biasa juga disebut pengambilan sample berdasarkan pertimbangan, karena dalam pelaksanaannya digunakan pertimbangan tertentu yang dikenakan kedalam sub-kelompok. Non-acak atau sample berdasarkan pertimbangan diklasifikasi ke dalam: a. Pengambilan sample purposif Suatu penelitian yuang ingin mengetahui reaksi khusus para mahasiswa diberbagai universitas dan perguruan tinggi di ibukota Jakarta, maka cukup menanyakan kepada pimpinan para mahasiswa di sekolah tinggi atau universitas saja. Pengambilan sample seperti ini disebut sampling purposif. b. Pengambilan sample quota Dalam pengambilan sample secara kuota, peneliti mengindentifikasi kumpulan karakteristik penting dari populasi dan kemudia memilih sample yang diinginkan secara non-acak. Hal ini diasumsikan bahwa sample-sample tersebut sesuai dengan karakteristik populasi yang telah ditetapkan (Vockel 1983). Teknik sampling ini juga dilakukan tidak mendasarkan diri pada strata atau daerah, tetapi mendasarkan diri pada jumlah yang sudah d itentukan. Dalam pengumpulan data peneliti menghubungi subjek yang memenuhi ciri-ciri populasi tanpa menghiraukan dari mana asal subjek ter sebut (asal masih dalam populasi). Biasanya yang dihubungi adalah subjek yang mudah ditemui, sehingga pengumpulan datanya mudah. Yan g penting disini adalah jumlah (quotum) yan g telah ditetapkan c. Pengambilan sample dipermudah Strategi pengambilan sample ini didasarkan pada kemudahan dan peneliti. Sebagai contoh jika peneliti ingin mengetahui pendapat masyarakat tentang masyarakat tentan g system pemilihan presiden secara lan gsung, peneliti melakukan wawancara melalui telepon, sehingga peluang hanya ada bagi pemilik telepon saja. Dasar pengambilan sample ini atas dasar kemudahan si peneliti.
BAB XI ANALISI DATA A. ANALISA DATA Analisa data adalah proses penyedehanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan interpretasikan. Dalam proses ini seringkali menggunakan statistic. Akan tetapi proses analisa tidak sampai disini saja. Setelah data dianalisa dan informasi diperoleh, hasilnya harus diinterprestasikan untuk mencari makna implikasi yang lebih luas dari hasil penelitian. Ada banyak tehnik analisa disajikan dalam buku-buku statistic. Dalam bab ini hanya akan disajikan satu contoh saja sebagai tersebut adalah tehnik analisa korelasional.
B . TEHNIK ANALISA KORELASIONAL Kata
orelasi
berasal dari bahasa Inggris ‘correlation’ yang berarti ‘hubungan’ atau
‘saling berhubunga’. Dalam ilmu statistic istilah ‘korelasi diberi pengertian ‘hubungan antara dua variabel atau lebih’. Hubungan antar dua variabel diken al dengan istilah ‘Bivariat Correlation’,sedangkan hubungan antar lebih adari dua variabel disebut ‘Multivariat Correlation’. Contoh dari bivariat co rrelation adalah: Suatu penelitian yang ingin mengetahui hubungan antara laman ya bekerja dengan tin gkat kedisiplinan kehadir an karyawan. Hanya ada dua variabel yang terlibat dalam penelitian ini. Sedangkan bila penelitian ingin menghubungkan pula dengan tin gkat pendidikan karyawan dan jebatan karyawan dalam penelitian tersebut, maka variabeln ya akan lebih dari dua. Berarti korelasi yang ada merupakan multivariate correlation. Hubungan antar variabel dalam penelitian bila dilihat dari segi arahnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu hubungan yang satu ar ah dan hubungan du a arah. Hubungan yang satu arah din amakan hubungan positif dan hubungan yang berlawanan arah dinamakan hubungan yang negative. Hubungan antara kenaikan harga BBM (variabel X) dengan kenaikan on gkos angkutan (Variabel Y) merupakan hubungan yang positif atau satu arah. Semakin tinggo ken aikan harga BBM (Variabel X) akan semakin tin ggi pula kenaikan ongkos angkutan (Variabel Y). sebaliknya hubungan berlawanan atau korelasi negative menunjukkan kenaikan pada variabel X akan diikuti penurunan pada Variabel Y. seb agai
contoh antara variabel frekuensi latihan dengan tingkat kesalah yang terjadi. Semakin sering berlatih semakin rendah tingkat kesalahan yang dibuat. Kuat-lemah, tinggi-rend ah atau besar-kecil suatu hubungan atau korelasi antar variabel dapat diketahuo dengan melihat an gk a (koefisien yang disebut Angka Indeks Korelasi (Coeficient Correlation) Angka tersebut biasanya diberi lambing tertentu, misalnya rxy sebagai lambing koefisien pada Tehnik Korelasi Product Moment; p (dibaca: Rho) sebagai lambing ko efisien Korelasi pada Jenjang; p (dibaca: Phi) sebagai lambing koefisien Korelasi pada Tehnik Korelasi Phi, C atau KK sebagai lambang koefisien Korelasi pada Teknik Korelasi Kontingensi dan lain-lain. Angka indeks korelasi akan berada pada kisaran -1,00 sampai +1,00. Bila angka indeks diluar dari range tersebut, maka dapat dipastikan telah terjadi kesalahan dalam proses perhitungannya. Bila diperoleh angka 0, berarti antar variabel yang diuji murni tidak ada hubungan. Bila diperoleh angka negative (minus) berarti ada hubun gan yang berlawanan arah atau negative dan bila diperolej angka positif (plus) berarti ada hubungan yang searah atau positif. Borg dan Gall (1979), menyebutkan terdapat 10 acam tehnik perhitungan kor elasi yang termasuk dalam tehnik analisa korelasional bivariat, yaitu: Tehnik Korelasi Product Moment (Product moment Correlation) Tehnik Korelasi Tata Jenjang (Rank Difference Correlation atau Rank Order Correlation). Tehnik Korelasi Koefisien Phi (Phi Coeffcient Correlation). Tehnik Korelasi Kontingensi (Contingency Cofficient Correlation). Tehnik Korelasi Point Biserial (Point Biserial Correlation). Tehnik Korelasi Biserial ( Biserial Correlation). Tehnik Korelasi Kendall Tau (Kendall` s Tau Correlation) Tehnik Korelasi Rasio (Correlation Ration) Tehnik The Widespread Correlation Tehnik Korelasi Tetrakorik (Tetrachoric Correlation)
Dalam kesempatan yang terbatas ini akan disajikan satu contoh penggunaan yaitu Teknik Korelasi Product Moment, dimana tehnik inidapat menggunakan 6 (enam) cara pendekatan untuk emncarai angka Indeks Korelasi yaitu: 1. Den gan cara menghitung deviasi standarnya terlebih dahulu 2. Den gan cara yang lebih singkat, yaitu tanpa menghitung deviasi standarnya 3. Den gan cara memperhitungkan skor-skor aslinya atau ukuran-ukuran kasarnya 4. Den gan cara memperhitungkan Mean-n ya 5. Den gan cara memperhitungkan selisih deviasi dari variabel-variabel yang dikorelasikan 6. Den gan cara memperhitungkan selisih masing-masing skor asli atau angka kasarnya Dari angka Ind eks korelasi, selanjutnya dapat diberikan penafsiran atau interprestasi tertentu. Ada dua cara yang bisa ditempuh dalam menginterprestasikan, yaitu: 1) Interprestasi secara kasar atau dengan cara sedehana. Cara ini biasanya dengan men ggunakan ancar-ancar sebagai berikut (J.P. Guilford, 1950): Besarnya Product Moment (rxy) 0,00 – 0,20
Interprestasi Antara variabel X dan Variabel Y memang terd apat korelasi, akan tetapi korelasi itu sangat lemah atau sangat rendah sehingga korelasi itu diabaikan (dianggap tidak ada korelasi antara Variabel X d an variabel Y)
0,20 – 0,40
Antara variabel X dan variabel U terdapat korelasi yang lemah atau rendah
0,40 – 0,70
Antara variabel X dan variabel U terdapat korelasi yang sedang atau rukupan
0,70 – 0,90
Antara variabel X dan variabel U terdapat korelasi yang kuat atau tinggi Antara variabel X dan variabel U terdapat korelasi yang sangat kuat atau sangat tinggi
0,90 – 1,00
2) Interprestasi diberikan dengan berkonsultasi pada Tabel Nilai r Product Moment (rxy) Sebagai ilustrasi, disini disajikan Cara Mencari (menghitung) Angka Indeks Korelasi Product Moment dimana N kurang dari 30, dengan langkah-langkah yang dapat ditempuh sebagai berikut:
a. Menyiapkan table kerja/ table perhitungan (biasanya 8 kolom, sesuai kebutuhan) - Kolom 1 : Subjek - Kolom 2 : Skor variablel X - Kolom 3 : Skor variablel Y - Kolom 4 : Deviasi skor X terhadap Mean grupnya - Kolom 5 : Deviasi skor Y terhadap Mean grupnya - Kolom 6 : Perkalian deviasi x dan deviasi y (perkalian kolom 4 dan kolom 5) - Kolom 7 : Pengkuadratan deviasi x (x ) - Kolom 8 : Pengkuadratan deviasi y (y ) b. Menghitung Mean variabel X dan Variabel Y SX Mx = N
My =
SY N
c. Menghitung Deviasi Standar variabel X dan Variabel Y SDx SDy
=
Sx N = S y N
d. Menghitung Angka Indek Korelasi menggunakan salah satu rumus dari enam pendekatan yang ada. e. Menginterpresentasikan Angka Indeks Korelasi Tabel Kerja / Tabel Perhitungan untuk Mencari Angka Indeks Korelasi Antara Variabel X (Mean Nilai Ujian Semester II I di LPK Borneo) dan variabel Y (Mean STTB SMU) dari Siswa LPK Borneo Cabang Banjarmasin. Subjek X Y x y xy x y A 6,5 7,5 0,0 0,8 0,00 0,00 0,64 B 5,8 5,6 -0,7 -1,1 0,77 0,49 1,21 C 7,2 6,6 0,7 -0,1 -0,07 0,49 0,01 D 6,9 6,4 0,4 -0,3 -0,12 0,16 0,09 E 7,6 6,9 1,1 0,2 0,22 1,21 0,04 F 6,7 6,2 0,2 -0,5 -0,10 0,04 0,25 G 6,2 5,9 -0,3 -0,8 0,24 0,09 0,64 H 5,6 5,8 -0,9 -0,9 0,81 0,81 0,81 I 6,8 6,1 0,3 -0,6 -0,18 0,09 0,36 J 6,0 7,1 -0,5 0,4 -0,20 0,25 0,16 K 6,4 7,4 -0,1 0,7 -0,07 0,01 0,49 L 6,2 7,2 -0,3 0,5 -0,15 0,09 0,25 M 7,2 6,3 0,7 -0,4 -0,28 0,49 0,16
N 6,5 6,7 0,0 0,0 0,00 0,00 0,00 O 6,3 6,5 -0,2 -0,2 0,04 0,04 0,04 P 6,6 7,6 0,1 0,9 0,09 0,01 0,81 Q 5,8 5,9 -0,7 -0,8 0,56 0,49 0,64 R 6,3 7,3 -0,2 0,6 -0,12 0,04 0,36 S 7,4 7,8 0,9 1,1 0,99 0,81 1,21 T 6,0 7,2 -0,5 0,5 -0,25 0,25 0,25 20 = N 130,0= 134,0= 0= 0= 218= 5,86= 8,42= SX SY Sx Sy Sxy Sx Sy Telah diketahui : xy = 2,18; N = 20; SDx = 0,541; dan Sdy = 0,649; Rumus mencari Angka Indeks Korelasi: 1. Dengan cara menghitung deviasi standardnya terlebih dahulu S ` R xy = N. SDx . SDy = 2,18 (20) (0,541) (0,649) = 2,18 7,00218
`
`
= 0,310 2. Dengan cara yang lebih singkat, yaitu menghitung deviasi standarn ya 3. Dengan cara memperhitungkan skor-skor aslinya atau ukuran-ukuran kasanya 4. Dengan cara memperhitungkan Mean-nya 5. Dengan cara memperhitungkan selisih deviasi dari variabel - variabel yang dikorelasikan 6. Dengan cara memperhitungkan selisih masing-masing skor aslu atau angka kasarnya
Setelah diperoleh Angka Indeks Korelasi, maka langkah selanjutnya ad alah memberikan interprestasi. Dalam hal ini angka yang diperoleh adalah 0,310. Angka tersebut tidak bertanda minus berarti hubungan se-arah atau hubungan positif. Namu n karena angka tersebut berad a dalam range 0,20 – 0,40; maka dapat diartikan bahwa antara variabel X dan variabel Y terdapat hubungan yang lemah.
BAB XII CARA PENULISAN DAFTAR PUSTAKA DAFTAR KUTIPAN DAN REFERENSI
1. Format Daftar Pustaka/ Kutipan / Referensi : Berbagai macam gaya dan system dapat digunakan untuk menyusun daftar pustaka, namun dasar penulisannya sama yaitu terbagi atas tiga bagian: Nama Penulis – Judul Tulisan – Data Penerbit. Ketiga bagian tersebut dipisahkan oleh jarak dua ketikan spasi. 2. Format ADP / AP-MLA / Chicago : Format ADP, AP-MLA atau Chicago, karakteristik dari fformat ini yaitu: Nama Pemulis – Judul Tulisan – Nama Penerbit. Berikut contoh penulisan dengan berbagai variasinya, misalnya buku yan g teridri dari satu, dua atau lebih penulis. BUKU: 1 (satu) Penulis Sanders, Donald H. Statistics : A fresh Approach.Singapore: Mc. Graw Hill, 1990 Sanders, Donald H. Statistics : A Fresh Approach.Singapore: Mc. Graw Hill, 1990 2 (dua) Penulis Siegel, Sidney., And John Castellen Jr. Nonparametic Statistic : For the Behavio ral Sciences. Singapo re : Mc. Graw Hill, 1988. Siegel, Sidney., And John Castellen Jr. Nonparametic Statistic : For the Behavioral Sciences. Singapo re : Mc. Graw Hill, 1988. 3 (tiga) Penulis Broom, Leon ardo., Philip Selzink., and Dorothy B. Darroch. Sociology. New York : Harper & Row, 1981.
Broom, Leon ardo., Philip Selzink., and Dorothy B. Darroch. Sociology. New York : Harper & Row, 1981. Lebih dari satu edisi: Cooper, Donald., C. William Emory. Business Research Methos. 5th ed. Chicago: Ir win, 1995. Lebih 2 buku dari pengarang yang sama Arikunto, Suharsini. Manajemen Pen elitian. Jakarta: Rineka Cipta,1990. _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ . Prosedur Peneliti : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta, 1991 Nama Samaran Green, Hannah [Joanne Greenberg], I Never Promised Youi a Rose Garden. New York: Holt, Rinehart and Winston, 1964. Green, Hannah [Joanne Greenberg], I Never Promised Youi a Rose Garden. New York: Holt, Rinehart and Winston, 1964. Penulis tidak diketahui Training With NLP : Skills for Managers Trainers and Communicator. San Fransisco: Thorons, 1994. Training With NLP : Skills for Managers Trainers and Communicator. San Fransisco: Thorons, 1994.
BAB XIII FORMAT PENULISAN Sebelum melaksanakan suatu penelitian untuk penyususnan kar ya tulis ilmiah (Tugas Akhir), mahasiswa biasanya diwajibkan menyususn suatu Proposal Penelitian (Usulan Penelitian) yang akan dilaksanakan. Usulan tersebut menguraikan masalah utama yang akan diteliti, pendekatana untuk pemecahan masalahn ya melalui kerangka pemikiran.
PENULISAN PROPOSAL PENELITIAN A. Bagian Depan (awal) Bagian awal sebu ah pr oposal penelitian biasanya terdiri atas halaman judul dan halaman persetujuan. 1. Halaman Judul: a. Judul Penelitian Judul proposal penelitian ilmiah terletak pada bagian atas, judul keseluruhannya diketik dengan huruf besar, satu spasi dengan ukuran font 14 dengan di bold, yang disusun secara piramida terbalik (bila lebih dari satu baris) dicantumkan tanpa ada kata yan g disingkat kecualu untuk singkatan yang sudah baku (seperti PT, CV). Judul harus dibuat sesingkat mungki, namun daoat menggabarkan secara garis besar rancangan penelitian tersebut yang mencakup, sifat atau jenis penelitian. Dibawahnya dicantumkan kata-kata proposal yang berada dalam tanda kurung. Contoh: SISTEM KOMPUTERISASI PENERIMAAN MAHASISWA BARU PADA STMIK BORNEO INTERNASIONAL BALIKPAPAN (Proposal) b. Penjelasan Pada halaman sepertiga bagian atas dicantumkan suatu penjelasan mengenai maksud proposal penulisan karya tulis ilmiah. Menjelaskan data yang sudah ada pada teks dan mempunyai dan kaitan dengan data lain secara menyeluruh, (1 ) berisikan kutipan panjang, (2) menyajikan hasil print computer, (3) memuat table, gamber, grafik yang panjang, (4) berisikan document pendukung.
Data Dasar Data dasar yang masih asli tidak perlu dicantumkan seluruhnya dalam uraian teks (bagian isi). Data tersebut perlu diuraikan pada lampiran karena masih berkaitan erat dengan pembahasan pada uraian teks. Tabulasi Hasil tabulasi dari analisa data, bila dicantumkan seluruhnya p ada teks akan mengakibatkan uraian ang terlalu panjang, karena terdapat banyak data/informasi yang tidak terikat langsung dengan uraian pada teks. Kutipan Panjang Kutipan (berupa kutipan langsung atau tidak langsung) yang digunakan pada teks, adakaln ya tidak bisa dicantumkan seluruhnya karena terlalu panjang.
Hasil Print Komputer Hasil dari analisis yang diprint computer, biasanya tidak dimasukkan seluruhnya dalam teks karena terlalu banyak d an panjang, serta terdapat data/informasi yang tidak terikat langsung dengan uraian pada teks.
Tabel Panjang Ada kalanya, table yang digunakan pada teks tidak bisa masuk seluruh nya, karena formatnya agak berbeda dengan format teks. Dokumen Panjang Beberapa dokumen pendukung sep erti: peraturan, ketentuan, gambar, peta dirasakan kurang penting bila dicantumkan ada teks, namun akan sangat membantu dan mendukung kita dalam penelaahan lebih lanjut isi uraian pada teks. Untuk itu dokumen tersebut dapat dicantumkan pada lampiran.
PENULISAN LAPORAN PENEL ITIAN Bentuk karya ilmiah sangat beragam dan mempunyai beberapa perbed aan antara yang satu dengan yang lain. Namun pada dasarnya betuk karya tulis imiah terdiri dari 3 bagian, yaitu: A. Bagian Depan (Awal) Halaman kulit luar menggunakan kertas yang disesuaikan dengan warna lembaga/program yaitu: Warna Kuning. Bahan kulit luar dari karya tulis ilmiah adalah bahan karton tebal yan g tulisannya dicetak dengan warna biru emas. 1. Sampul Depan a. Judul Karya Tulis Ilmiah Judul karya tulis ilmiah terletak pada bagian atas, judul keseluruhannya diketik dengan huruf besar, satu spasi dengan ukuran font 14 dengan dibold yang disusun secara piramida terbalik (bila lebih dari sati baris) dicantumkan tanpa ada kata yang disingkat kecualu untuk singkatan yang sudah baku (seperti PT, C V). Judul harus dibuat sesingkat mungki, namun daoat menggabarkan secara garis besar rancangan penelitian tersebut yang mencakup, sifat atau jenis penelitian. Karena merupak an laporan, maka kata-kata proposal tidak ada lagi. b. Penjelasan Pada bagian sepertiga b agian atas dicantumkan suatu penjelasan mengenai maksud penulisan kar ya tulis tersebut yang disusun secara piramida terbalik. Contoh: TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan di STMIK Borneo Internasional Program Studi Manajemen Informatika c. Nama Penulis Pada halaman bagian tengah dicantumkan nama lengkap penulis dan nomor induk mahasiswa pada baris berikutnya. d. Logo Lembaga Pada halaman bagian bawah dicantumkan logo lembaga, dengan diameter 5,0 – 5,5 cm.
e. Nama Lembaga Pada halaman bagian bawah dituliskan nama lembaga, diketikkan dengan huruf besar, cabang serta tahun penyerahan (lihat lampiran) Contoh: SEKOLAH TINGGI MANAJE MEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER ST MIK BORNEO INTERNASIONAL BALIKPAPAN 2009 2. Halaman Judul (sampul dalam) Halaman judul merupakan halaman pertama yang dip erhitungkan den gan menggunakan nomor awal
, namun penomoran tersebut tidak dicantumkan pada halaman judul
tersebut. Halaman judul berisikan tulisan sama dengan yang tercantum pada halaman kulit luar (sampul depan). 2.1.1 Halaman Persetujuan Halaman persetujuan (lihat lampiran) merupakan penerimaan dan persetujuan oleh pembimbing terhadap karya tulis ilmiah yang diajukan oleh mahasiswa, dan disahkan oleh ketua jurusan. 2.1.2 Halaman Motto dan / atau Persembahan (bila diperlukan) Motto merupakan pandangan hidup hidup yang digunakan penulis dalam menghadapi permasalahan yang akan diteliti yang dicantumkan dalam kalimat pendek berupa semboyan yan g putus. Motto ditulis dibagian kiri atas, dan dianjurkan agar sumber motto tersebut dapat dicantumkan. 2.1.3 Halaman Riwayat Hidup (bila ada) Halaman riwayat hidup ini berisikan nama lengkap, tempat tanggal lahir, nama kedua orang tua, riwayat pendidikan formaln ya sejak awal, perk erjaan serta daftar ilmiah yang pernah ditulis. 2.1.4 Halaman Kata Pengantar Pada umunya kata pengantar ini merupakan ucapan terima kasih kepada pihak yan g telah berjasa dan membantu dalam penyusunan karya tulis ilmiah (acknowledgment), serta ditambah rasa keterbatasannya sebagai manusia dalam menyusun atau mengan alisa suatu masalah.
2.1.5 Halaman Daftar Isi Halaman ini menunjukkan secara garis besar kerangka karya tulis ilmiah, serta memberikan petunjuk seruluh isi yang terdapat dalam kar ya tulis ilmiah tersebut. 2.1.6 Halaman Daftar Tabel (bila ada) Halaman ini memuat ju dul table yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ilmiah secara berututan sesuai dengan urutan nomornya. 2.1.7 Halaman Daftar Gambar Halaman ini memuat d aftar gambar (grafik, bagan, diagram, peta) yang d igunakan dalam penyusunan karya tulis ilmiah secara berurutan sesuai dengan urutan nomornya. 2.1.8 Halaman Daftar Lampiran (bila ada) Daftar lampiran disusun bila karya tulis ilmiah tersebut dianggap dengan lampiranlampiran yang merupakan kelengkapan dan penjelasan. Halaman ini berisikan judul lampiran dengan u rutan nomornya. 2.1.9 Halaman Abstraksi / Synopsis 2.1.9.1 Abstraksi (Program Infokom) Untuk karya tulis pada kalimat pertama, dimulai dengan nama lengkap penulis, judul tulisan, program yang bersangkutan. Kalimat kedua dan berikutnya merupakan ulasan singkatan tetang masalah yang dipelajari, materi dan metode penelitian serta hasil-hasil utama dan implikasinya. Abstraksi dibuat hanya dalam satu halaman (tidak boleh lebih) 2.1.9.2 Synopsis (Program Business Administration dan Sekretaris) Halaman ini diisi dengan synopsis dalam b ahasa Inggris. Untuk karya tulis pda kalimat pertama, dimulai dengan nama lengkap penulis, judul tulisan, program yang bersangkutan. Kalimat keuda dan berikutn ya metode penelitian serta hasil-hasil utama dan implikasinya. Penulisannya dibuat dengn ketentuan minimal 5 halaman dan benar secara gramatika, isi dan esensinya.
B . Bagian Isi (Teks) 1. Bab I Pendahuluan Bab ini berisikan sub-sub : a. Latar Belakang Masalah b. Identifikasi Masalah Masalah-masalah yan g sudah dipaparkan dalam latar belakang akan diidentifikasikan satu per satu dalam sub bahasan ini. c. Batasan Masalah d. Rumusan Masalah e. Hipotesa (bila ada) f. Tujuan g. Manfaat/signifikan Penelitian h. Metodogi Penelitian
2. Bab II Landasan Teori Bab ini atas sub-sub: a. Tujuan Pustaka. Tinjauan pustaka pustaka disusun hamper sama dengan yang dikemukakan pada usulan penelitian, tetapi lebih detail. b. Kerangka Pemikiran. 3. Bab III Deskripsi Perusahaan Berisi penjelasan tetang perusahaan dimana penelitian dilaksanakan yang meliputi: a. Sejarah berdirinya perusahaan. b. Struktur organisasi c. Bidang Usaha dan Perkembangan ya d. DFD system berjalan (khusus untuk Infokom) 4. Bab IV Analisa dan Pembahasan a. Bab IV Analisa dan pembahasan (untuk Business Administration dan Sekretaris) Pada bab ini terdiri dari beberapa sub bahasan diantaranya: Deskripsi Objek Penelitian Analisa Data
b. Bab IV rancangan System, Usulan (untuk Infokom) Pada bab ini menjelaskan tentang rancangan system yang diusulkan oleh penulis, dimana dalam bab ini dilengkapi dengan system yang berjalan diperusahaan (bila perusahaan sudah terkomputerisasi) 5. Bab V Penutup a. Kesimpulan b. Saran / Implikasi Merupakan sumbangan pemikiran peneliti berupa rekomendasi yang diambil dari hasil analisa dan pembahasan serta hasil kesimpulan.
C. Bagian Akhir (Pelengkap) 1. Daftar Pustaka Daftar pustaka memuat semua karya ilmiah yang digunakan oleh penulis sebagai acuan dalam penelitian dan disusun menurut abjad mana akhir (nama kerluarga atau nama sendiri) penulis. 2. Lampiran Lampiran digunakan bila terdapat informasi yang diperlukan baik bersifat melengk api atau menjelaskan tetapi tidak perlu dimasukkan dalam bagian isi.
STANDAR ATURAN PENULISAN A. Penyajian Penyajian data merupakan upaya untuk memudah kan penelaahan dan pemahaman hasil data yang diperoleh dan telah diolah. Secara umum, data terdiri atas dua macam yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif dapat disajikkan dalam bentuk metode table, seperti table distribusi frekuensi, table distribusi frekuensi relative, table distribuso relative kumulatif , metode grafik seperti: Ogive, histogram, dot plot. Data Kualitatif dapat disajikan dalam bentuk metode table, sep erti table distribusi frekuensi, table distribusi frekuensi relative, dan metode grafik seperti Pie C hart, Bar Graph.
B . Bahan dan Ukuran Kertas Naskah diketik pada k ertas yang mampu memenuhi persyaratan standar baku: 1. Kertas HVS 80 gr/m2 warna putih dan diketik 1 muka (tidak bolak balik) 2. Ukuran kertas : 21 x 28 cm 3. Naskah dibuat minimal rangkap 2 (dua) (untuk penulis dan lembaga) 4. Pengecualian untuk menggunakan kertas yang baku jika diperlukan
C. Pengetikan Pengetikan naskah harus memenuhi syarat seb agai berikut: 1. Jenis Huruf Jenis huruf yang digun akan adalah Arial den gan ukuran font 12 penggunaan huruf lain untuk teks yaitu jenis huf persegi, atau miring tidak diperkenankan dalam pengetikan laporan karya tulis ilmiah, kecuali untuk tujuan tertentu seperti pen ggunaan kutipan dan atau penggunaan kata asing. 2. Jarak Baris Jarak baris antar ketikan adalah 2 spasi, sekuali untuk kutipan panjang (melebihi 3 baris ketikan), judul daftar table dan gambar serta daftar pustaka yang lebih dari 1 baris, diketik dengan jaral 1 spasi. 3. R uang Ketikan Ruang ketikan adalah 14 x 21 cm atau terdiri dari kurang lebih 56 huruf Arial dan 52 spasi (52 baris ketikan 1 spasi atau 26 baris ketikan 2 spasi) 4. Batas Tepi Lebar ruang tepi (ruan g k osong disekeliling ruang ketik) diatur sbb: a. Tepi Kiri
: 4 cm
b. Tepi Kanan
: 3 cm
c. Tepi Atas
: 4 cm
d. Tepi Bawah : 3 cm 5. Indensi (Jarak) Indensi bagi pengetikan tugas akhir ada;ah lima atau tujuh yang berarti bahwa huruf pertama dimulai pada ketika yang ke-enam atau ke delapan. Indensi ini berlaku untuk
baris pertama pada alinea baru dalam teks. Indensi untuk setiap baris pada kutipan langsung adalah 10 dari batas mar gin kiri. 6. Bilan gan dan Satuan Bilangan diketik dengan angka, namun apabila bilangan tersebut ada pada awal kalimat harus dieja seperti: Lima Orang Responden. Satuan diungk apkan dengan sin gkatan berlaku tanpa diiringi titik belakangnya misalnya : m, gr, kg. 7. Judul Bab Judul bab diketik dengan huruf besar dan berada simetris ditengah tanpa tanda baca titik. Demikian pula dengan sub bab ditulis simetris ditengah dengan huruf besar, kecuali untuk kata pen ghubun g d an kata depan, serta tanpa diakhiri dengan tanda baca titik. 8. Daftar Isi Tulisan daftar isi diketik dengan huruf dan terletak tepat ditengah, tanpa menggunkan tanda titik. Kemudian ketik tulisan
alaman
2 spasi dibawah tulisan daftar isi yan g
terletak disebelah kanan ketikan. 9. Font (Huruf) Jenis huruf yan g digunakan adalah Arial dan besarn ya 12 untuk pengetikan isi dan 16 untuk judul. 10. Ukuran Kertas Ukuran kertas yang digunakan Kuarto (letter 8
x 11 inchi)
D. Peno moran Untuk keseragaman dalam penomoran ditentukan pedoman yang baku sebagai berikut: 1. Nomor Halaman a. Bagian Awal Di bagian awal ini dimulai dari judul sampai dengan halaman ringkasan d iberi nomor halaman dengan angka romawi kecil seperti : I, ii, iii, iv dst. b. Bagian Teks dan Bagian Akhir 2. Nomor Bab dan Bagiannya Secara umum terdapat 2 macam penulisan nomor yaitu Urutan angka huruf dan Pola decimal. Untuk penulisan karya ilmiah du LP3I menggunakan pola decimal. a. Bab, bab men ggunakan nomor dengan angka Romawi Besar b. Sub Bab, sub bab menggunakan penomoran arab.
C ontoh Halaman Kulit Luar Tugas Akhir SISTEM KOMPUTERISASI PENERIMAAN MAHASISWA BARU PADA STMIK BORNEO INTERNASIONAL BALIKPAPAN DENGAN VISUAL BASIC 6.0
TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan di STMIK Borneo Internasional Balikpapan Program Studi Manajemen Informatika (D3)
LOGO LEMBAGA I------------5 Cm -----------I
OLE H ANNISA NABILA NIM : 2009.010.021
SEKOLAH TINGGI MANAJE MEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER ST MIK BORNEO INTERNASIONAL BALIKPAPAN 2009
Gambaran secara umum Bagian Tugas Akhir dapat dilihat dalam contoh daftar isi berikut. DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL i HALAMAN PERSETUJUAN ii MOTTO iii TENTANG PENULIS/DAFTAR RIWAYAT HIDUP KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakangan Masalah 1.2. Identifikasi Masalah 1.3. Batasan Masalah 1.4. R umusan Masalah 1.5. Tujuan dan Manfaat 1.6. Metodologi Penelitian 1.7. Sistematika Penulisan BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Sistem 2.1.1. Pengertian Sistem 2.1.2. Elemen-Elemen Sistem 2.1.3. Kriteria Sistem 2.2. Informasi 2.3. Sistem Informasi 2.4. Sistem Informasi Manajement 2.5. Nilai Informasi 2.6. Konsep Data Flow Diagram 2.6.1 Diagram Konteks 2.6.2 Diagram Level n 2.6.3 Simbol-simbol DFD 2.7 Komponen Dasar Alir Data 2.8 Penggunaan Diagram Alir Data 2.9 Kerangka Pemikiran BAB III TUJUAN UMUM PERUSAHAAN 3.1. Sekilas Pengenalan Perusahaan 3.1.1 Sejarah Berdirinya Perusahaan 3.1.2 Visi dan Misi
iv
3.2 Struktur Organisasi 3.3 Bidang Usaha dan Perkembangannya 3.4 Flow Sistem Berjalan BAB IV RANCANGAN SISTEM 4.1. Data Flow Diagram 4.1.1 Diagram Konteks 4.1.2 Diagram Level 0 (Zero) 4.1.3 Diagram Detail 4.2 Normalisasi 4.3 ERD 4.4 Klasifikasi File 4.5 HIPO 4.6 Desain Menu Program BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran-saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN