Tugas Sarjana Teknik Material 2008
BAB III Metodologi Penelitian BAB III
METODOLOGI PENELITIAN Diagram Alir Penelitian Mulai
Studi Literatur Pracoba & Penentuan Parameter Eksperimen Penyiapan Proses
Penyiapan Alat
Penyiapan bahan
Karakterisasi awal bahan
Penimbangan dan pencampuran bahan
Proses Pembuatan Aluminium Foam Peleburan Aluminium Penuangan Foaming Agent, Pengadukan dan tahap foaming
Karakterisasi Produk Aluminium Foam
Pengujian Densitas
Mikroskopi
Spektroskopi
Pengujian Mekanik
Karakterisasi morfologi & distribusi sel
XRD
Uji Tekan
Analisis Hasil Kesimpulan Selesai Gambar III. 1 Diagram alir eksperimen
Muhammad Fida Helmi 13703040
44
Tugas Sarjana Teknik Material 2008
BAB III Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan serangkaian tahapan proses, agar tujuan untuk mendapatkan kesimpulan dapat dilakukan secara sistematis. Penelitian dimulai dengan peninjauan pustaka yang dapat mendukung dasar teori dan kerangka berpikir awal. Setelah mendapatkan literatur yang sesuai, maka dipilihlah rute proses yang cocok mempertimbangkan ketersedian bahan dan alat pendukung. Setelah mendapatkan kepastian rute proses yang akan digunakan, maka selanjutnya dilakukan pracoba untuk mendapatkan perkiraan kisaran parameter yang sesuai. Adapun parameter utama yang akan dipelajari adalah, rasio antara campuran foaming agent dan temperatur pencampuran foaming agent kedalam aluminium cair, terhadap densitas; morfologi, distribusi, persen area sel; dan kemampuan penyerapan energi mekanik.
Setelah penentuan parameter proses dilakukan, selanjutnya adalah penyiapan bahan yang terdiri dari paduan aluminium sebagai matriks dan campuran foaming agent. Tahapan penyiapan juga diantaranya adalah pencarian spesifikasi dan karakterisasi bahan campuran foaming agent yang digunakan.
Proses pembuatan aluminium foam yang dilakukan merupakan rute Direct foamingmelt based process. Rute ini dilakukan dengan melelehkan paduan aluminium, menuangkan campuran foaming agent, pengadukan, dan pengembangan (foaming).
Karakterisasi produk Aluminium Foam dilakukan dengan pengujian densitas, mikroskopi, spektroskopi dan pengujian mekanik. Hasil karakterisasi dari berbagai macam metode pengujian kemudian menghasilkan data-data yang kemudian digunakan
untuk
menganalisis
hasil
penelitian.
Analisis
dilakukan
dengan
mempelajari hasil karakterisasi dan tinjauan pustaka sehingga dihasilkan kesimpulan sebagai jawaban dari tujuan awal penelitian.
III.1 Pracoba dan Penentuan Parameter Eksperimen Pracoba dilakukan untuk mencoba rute proses yang paling mungkin dilakukan, diantara berbagi rute proses produksi aluminium foam. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian tinjauan pustaka, secara komersil pembuatan aluminium foam terdiri dari direct foam dan indirect foam. Rute proses yang dipilih nantinya disesuaikan dengan kemudahan dan ketersedian alat serta bahan. Pracoba dilakukan secara trial & error. Muhammad Fida Helmi 13703040
45
Tugas Sarjana Teknik Material 2008
BAB III Metodologi Penelitian
III.1.1 Rute Sintering Serbuk Gergaji Aluminium dengan Hot Compaction Pada kesempatan pertama, dilakukan rute proses pembuatan dengan men-sinter serbuk gergaji aluminium. Limbah dari serbuk gergaji aluminium dibersihkan dari partikel pengotor dengan meshing dan dibersihkan dari oli dan oksida dengan menggunakan larutan pickling NaOH. Tahap sintering menggunakan hot compaction. Serbuk gergaji aluminium yang telah bersih, dikompaksi dengan menggunakan dies yang dilingkupi dengan komponen elemen pemanas. Pemberian tekanan saat kompaksi dilakukan dengan memakai mesin uji bending Targronocki sementara proses sintering dilakukan.
Rute proses pracoba pertama gagal menghasilkan aluminium foam. Hal ini disebabkan
karena
ketidakmampuan
komponen
elemen
pemanas
untuk
0
menghasilkan temperatur sintering sebesar 550 C. Diperkirakan, perlu penghitungan lebih lanjut jenis dan jumlah lilitan elemen pemanasnya. Setelah dilakukan perbaikan pada komponen elemen pemanasnya, temperatur sintering yang diinginkan sebesar 5500C dapat dicapai. Akan tetapi, aluminium foam tidak juga berhasil dibuat. Serbuk gergaji aluminium hasil pracoba, tidak mengalami difusi atau penempelan dengan serbuk lainnya. Serbuk aluminium terlihat hangus yang diperkirakan terjadi karena penambahan oksida. Diperkirakan, serbuk aluminium tidak dapat berdifusi dan menempel karena tebalnya lapisan oksida pada serbuk, akibat kenaikan temperatur pada atmosfer terbuka.
III.1.2 Rute Sintering Serbuk Gergaji Aluminium dengan Atmosfer Gas Reduktor Pada kesempatan kedua, digunakan perbaikan rute proses dengan pemakaian atmosfer gas reduktor saat sintering berlangsung. Hal ini, merupakan usaha perbaikan dari rute pertama, yang bertujuan mereduksi lapisan oksida yang telah ada dan bertambah saat proses sintering terjadi.
Serbuk gergaji aluminium disiapkan seperti halnya pada rute proses pertama. Selanjutnya dikompaksi menggunakan dies dan mesin uji bending Targronocki. Green product yang dihasilkan dari kompaksi tanpa binder, kemudian di-sinter menggunakan tube furnace yang dialiri gas reduktor. Gas H212%-Ar, dipilih sebagai reduktor, yaitu gas hidrogen sebagai reduktor dan argon sebagai gas inert-nya. Temperatur dinaikkan dari suhu kamar sampai temperatur sintering, kemudian ditahan selama Muhammad Fida Helmi 13703040
46
Tugas Sarjana Teknik Material 2008
BAB III Metodologi Penelitian
satu jam (holding time) agar proses difusi berlangsung sempurna, kemudian sampel didinginkan dalam tungku sampai mendingin pada temperatur kamar. Temperatur sintering yang dipakai adalah sebesar 450-5000C. Penyemburan
gas reduktor
dimulai pada kenaikan T > 1500C, dan diakhiri saat penurunan temperatur T < 1500C, karena sebelumnya telah diperkirakan bahwa proses oksidasi akan bertambah pada T=1500C keatas.
Rute proses kedua ternyata juga tidak menghasilkan aluminium foam yang diinginkan. Meskipun temperatur sintering dapat dicapai dan digunakan pula gas reduktor, serbuk gergaji aluminium tidak bedifusi dan menempel dengan baik. Hasil yang didapatkan, tidak jauh berbeda dengan rute pertama, walaupun terlihat tidak terlalu hangus menghitam. Diperkirakan lapisan oksida masih terlalu tebal saat awal dan proses sintering berlangsung sehingga menghambat terjadinya difusi. Artinya gas reduktor, masih belum mampu mereduksi lapisan oksida. Setelah dilakukan pengkajian ulang menggunakan diagram Ellingham, ternyata disosiasi oksida Al2O3 dilakukan dengan pH2 yang relatif tinggi pada temperatur diatas 16000C. Hal ini, cukup menjelaskan bahwa rute proses sintering menggunakan serbuk gergaji aluminium sangat sulit untuk dilakukan, mengingat kereaktifan pembentukan lapisan oksida alumina yang tinggi, sesuai energi bebasnya.
III.1. 3 Rute Invesment Casting dengan Menggunakan Preform Garam Pada kesempatan ketiga, digunakanlah rute invesment casting dengan menggunakan preform garam. Rute proses ini dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu: tahap pertama adalah penyiapan preform (cetakan) dengan cara men-sinter bongkahan partikel garam pada 8000C. Garam digunakan karena temperatur sinter yang relatif rendah, namun masih diatas temperatur leleh aluminium, juga selain harganya yang murah. Tahap kedua, dilakukan dengan melelehkan paduan aluminium sekitar 6600C, menginfiltrasikan kedalam preform. Proses infiltrasi menggunakan bantuan gaya gravitasi. Tahap ketiga, dilakukan dengan pelarutan preform garam sehingga didapatkan aluminium foam bersel terbuka.
Penggunaan rute invesment casting dengan menggunakan preform garam ternyata tidak juga dapat menghasilkan aluminium foam yang diinginkan. Hal ini dikarenakan sulitnya mengatur bongkahan garam yang berbentuk seragam, juga menentukan proses sintering yang tepat sehingga didapatkan preform berongga yang bagus. Muhammad Fida Helmi 13703040
47
Tugas Sarjana Teknik Material 2008
BAB III Metodologi Penelitian
Kesulitan juga terjadi saat tahap infiltrasi aluminium cair dilakukan. Bantuan gaya gravitasi dinilai sangat kurang agar aluminium cair mengisi celah-celah preform. Diperlukan bantuan kombinasi keadaan vakum pada preform dan penambahan tekanan saat infiltrasi terjadi. Mengingat fasilitas tersebut sulit untuk didapatkan, maka pembuatan aluminium foam dengan rute ini tidak bisa dilakukan.
III.1.4 Rute Direct Foaming Menggunakan CaCO3 Sebagai Foaming Agent Pada kesempatan pracoba keempat, digunakan rute direct foaming menggunakan CaCO3 sebagai foaming agent. Rute proses ini dilakukan dengan melelehkan paduan aluminium didalam crucible menggunakan tungku listrik. Sementara itu disiapkan CaCO3 sebagai foaming agent dan alat pengaduk berupa mesin drill/bore tangan. Setelah paduan aluminium meleleh seluruhnya, lalu diukur temperaturnya, maka dituangkan foaming agent secara perlahan sambil dilakukan pengadukan dengan rpm rendah. Setelah semua foaming agent tertuang, pengadukan dilakukan dengan kecepatan sekitar 550 rpm.
Hasil yang didapat, ternyata tidak telalu memuaskan. CaCO3 menggumpal diatas aluminium cair dan temperatur drop terlalu cepat sehingga proses foaming tidak maksimal. Maka, dilakukan perbaikan dengan menambahkan serbuk aluminium sebagai campuran foaming agent, untuk memperbaiki wettabilty aluminium cair terhadap foaming agent. Kemudian, pelelehan paduan aluminium juga diganti menggunakan induction furnace, agar temperature drop bisa dihindari. Hasilnya, proses foaming pada aluminium cair dapat berjalan secara baik.
III.1. 5 Parameter Eksperimen Melalui pracoba dengan rute direct foaming menggunakan CaCO3 sebagai foaming agent, maka kemudian ditentukanlah parameter-parameter eksperimen dalam pembuatan aluminium foam. Paramater yang divariasikan adalah rasio antara pencampuran CaCO3 dan serbuk aluminium dan temperatur penuangan foaming agent kedalam aluminium cair. Sedangkan, parameter proses yang lain diusahakan tetap pada kisaran tertentu, mengingat sulitnya penanganan proses. Parameter yang digunakan ditabelkan sebagai berikut:
Muhammad Fida Helmi 13703040
48
Tugas Sarjana Teknik Material 2008
BAB III Metodologi Penelitian
Tabel III. 1 Parameter awal proses pembuatan aluminium foam
No 1 2 3 4 No 5 6 7
Tahap I Rasio CaCO3 : Al powder (%w) 10 : 0 10 : 1 10 : 3 10 : 5 Tahap II Rasio CaCO3 : Al powder (%w) 10 : 3 10 : 3 10 : 3
Temperatur (0C) 750 750 750 750 Temperatur (0C) 800 700 650
III.2 Penyiapan Proses Penyiapan proses yang dilakukan tentunya menyangkut dengan tersedianya peralatan dan bahan proses. Dalam proses ini penyiapan proses yang dilakukan terdiri dari:
III.2.1 Penyiapan Alat Alat yang digunakan dan disiapkan pada proses ini diantara lain adalah :
Twin shell mixer merupakan alat pencampur berbentuk huruf V, dengan mekanisme difusi. Mekanisme tersebut muncul dengan pergerakan individu partikel-partikel ke serbuk secara keseluruhan.
Crucible berbentuk silinder yang terbuat dari fireclay dipakai sebagai wadah untuk melelehkan paduan aluminium. Permukaan dalam crucible dilapisi dengan serbuk grafit agar aluminium tidak menempel pada permukaan. Selanjutnya crucible diletakkan didalam induction furnace dan disangga oleh pasir silika.
Batang pengaduk yang terbuat dari baja karbon rendah yang dibentuk menyiku pada ujungnya. Bentuk menyiku dibuat agar terjadi proses pergeseran pada aluminium cair sehingga foaming agent dapat terdispersi secara merata sebelum mengalami dekomposisi. Pada saat penggunaan, batang pengaduk terlebih dahulu dipanaskan, agar tidak terjadi pembekuan aluminium pada permukaan batang (chilling).
Mesin hand drill, dengan merek BoschTM GSB 550 RE Professional digunakan untuk mengaduk aluminium cair dengan kecepatan yang diinginkan, yaitu: 60 rpm saat pemasukan foaming agent, dan 550 rpm saat pengadukan untuk mendispersikan foaming agent kedalam aluminium cair. Pengaturan kecepatan dilakukan melalui alat yang terdapat pada mesin hand drill, dengan tingkat penekanan tertentu pada tombol drill.
Muhammad Fida Helmi 13703040
49
Tugas Sarjana Teknik Material 2008
BAB III Metodologi Penelitian
Gambar III. 2 Mesin hand drill dan batang pengaduk yang digunakan pada proses
Thermocouple type K, dengan merek YokogawaTM digunakan untuk menentukan temperatur yang digunakan dalam proses pembuatan Aluminium foam. Alat ini sangat sensitif pada frekuensi elektromagnet yang dihasilkan oleh induction furnace. Oleh karena itu, saat pemakaian thermocouple ini, induction furnace perlu untuk dimatikan terlebih dahulu.
Induction Furnace digunakan untuk melelehkan paduan aluminium. Cara kerjanya adalah dengan mengalirkan arus AC pada lilitan induksi sehingga menghasilkan medan magnetik, yang kemudian mengalirkan arus pada logam. Aliran arus ini digunakan untuk memanaskan dan melelehkan logam. Jumlah energi yang diserap oleh material logam tergantung oleh intensitas medan magnetik, resistivitas elektrik dari beban, dan frekuensi operasi. Penyiapan dilakukan dengan mengalirkan air pendingin, menyalakan trafo dan mengatur eksitasi arus yang digunakan sebesar 30 unit.
Gambar III. 3 Induction furnace dan trafo yang digunakan pada proses
Muhammad Fida Helmi 13703040
50
Tugas Sarjana Teknik Material 2008
BAB III Metodologi Penelitian
III.2.2 Penyiapan Bahan
Karakterisasi Awal Bahan Bahan yang digunakan untuk proses pembuatan aluminium foam pada eksperimen ini terdiri dari paduan aluminium 7055 T-7751, CaCO3 light buatan taiwan, aluminium powder bermerek MerckTM. Tabel III. 2 Komposisi kimia paduan aluminium 7055 (%wt)[2]
Penimbangan dan Pencampuran Bahan Berat Aluminium yang digunakan pada eksperimen sekitar 180-220 gram. Menyesuaikan kapasitas crucible dan induction furnace yang dipakai, selain volume spesimen uji tekan yang nantinya akan dibuat. CaCO3 yang digunakan sebagai foaming agent, mempunyai berat sebesar 3 % dari berat aluminium yang dilelehkan. Persen angka ini merupakan jumlah optimal, yang didapatkan dari eksperimen sebelumnya.
Gambar III. 4 Alat penimbang yang digunakan saat penyiapan bahan
Penambahan serbuk aluminium kepada CaCO3, dalam campuran foaming agent, dimaksudkan untuk menambah wettabiliy dari CaCO3. Mengingat, CaCO3 tidak dapat
Muhammad Fida Helmi 13703040
51
Tugas Sarjana Teknik Material 2008
BAB III Metodologi Penelitian
tercampur dengan mudah kedalam aluminium cair karena wettability-nya yang cukup rendah.
Pencampuran CaCO3 dengan serbuk aluminium menggunakan metode dry powder mixing via difusi. Dry powder mixing menggunakan alat twin shell yang diputar dengan bantuan mesin bubut (turning machine) dengan rotasi rata-rata sebesar 180 rpm, selama 30 menit.
Gambar III. 5 Proses pencampuran foaming agent menggunakan twin shell dan mesin bubut
III.3 Proses Pembuatan Aluminium Foam Setelah melakukan tahapan penyiapan proses, mulai dari alat sampai bahan yang akan digunakan, maka proses pembuatan aluminium foam dapat segera dimulai. Pembuatan aluminum foam yang digunakan menggunakan proses direct foaming, menggunakan foaming agent. Artinya, proses akan dimulai dengan peleburan aluminium menjadi cair, pengukuran temperatur tuang, penuangan campuran foaming agent, pengadukan, foaming, lalu pelepasan produk aluminium foam dari crucible.
Muhammad Fida Helmi 13703040
52
Tugas Sarjana Teknik Material 2008
Loading bahan aluminium
Peleburan aluminium dengan induction furnace
Foaming 10-60 detik Pengempesan 20-30 detik
Pengadukan (550 rpm) 40-60 detik
BAB III Metodologi Penelitian
Pengukuran temperatur
Penuangan foaming agent 60-120 detik
Gambar III. 6 Rangkaian tahapan proses pembuatan aluminium foam
III.3.1 Peleburan Aluminium Persiapan yang dilakukan untuk melebur aluminium adalah penyiapan crucible dan induction furnacenya. Crucible yang digunakan dimasukkan kedalam bagian induction furnace, lalu bagian yang kosong diantara keduanya dipadatkan menggunakan pasir silika. Terlebih dahulu, crucible dilumuri dengan serbuk grafit, agar tidak terjadi pelekatan aluminium cair pada dinding crucible.
Potongan aluminium yang telah ditimbang, kemudian dimasukkan kedalam crucible dengan pengaturan supaya ruang kosong yang dibentuk antara potongan aluminium paling kecil. Hal ini, dimaksudkan agar proses induksi listrik berjalan secara efisien. Selain itu, digunakan juga penutup logam diatas crucible, yang dimaksudkan untuk mengefisienkan induksi listrik selama proses peleburan berlangsung. Pendingin air dibuka, dan travo sebagai suplai energi diatur dengan eksitasi sebesar 30. Proses peleburan aluminium sendiri memerlukan waktu sekitar 20-30 menit, sesuai temperatur akhir yang diinginkan.
Muhammad Fida Helmi 13703040
53
Tugas Sarjana Teknik Material 2008
BAB III Metodologi Penelitian
III.3.2 Penuangan Foaming Agent, Pengadukan dan Tahap Foaming Aluminium yang telah mencair, kemudian diukur temperaturnya secara berulang menggunakan thermocouple tipe K. Selama pengukuran, induction furnace dimatikan suplai listriknya agar frekuensi induksi tidak mengganggu pengukuran temperatur dengan thermo couple. Setelah didapatkan temperatur yang cocok sesuai parameter proses yang diinginkan, maka campuran foaming agent siap untuk dituangkan kedalam aluminium cair.
Saat penuangan, induction furnace masih menyuplai listrik, lalu dilakukan pengadukan secara perlahan, agar tidak terjadi penggumpalan. Selain itu, pengadukan dengan kecepatan rendah dilakukan agar selama penuangan, campuran foaming agent tidak terbuang terlalu banyak yang disebabkan putaran batang pengaduk, mengingat campuran yang sangat ringan. Penuangan campuran foaming agent kedalam aluminium cair berserta pengadukan, kurang lebih waktunya berkisar diantara 60-120 detik.
Setelah foaming agent yang dituangkan habis, kemudian pengadukan dilakukan dengan putaran yang tinggi, sekitar 550 rpm.
Selama pengadukan berlangsung,
batang pengaduk diarahkan secara berputar, agar tidak terjadi penggumpalan disekitar dinding crucible. Tahap pengadukan ini cukup kritis, karena diinginkan campuran foaming agent dapat terdispersi secara merata, dan tidak adanya lipatanlipatan diantara lapisan aluminium cair akibat adukan. Selama pengadukan, aluminium cair akan mengembang secara perlahan, menandakan proses foaming mulai berlangsung. Pengadukan aluminium cair ini kurang lebih dilakukan dengan waktu berkisar antara 40-60 detik.
Tahap selanjutnya adalah mengeluarkan batang pengaduk dari aluminium cair (semisolid) yang mulai mengembang secara signifikan. Selama tahap foaming, kurang lebih membutuhkan waktu sebesar 10-60 detik. Kemudian setelah aluminium semisolid berhenti mengembang, maka travo induction furnace dimatikan. Setelah dimatikan, temperatur akan perlahan turun dan terjadi pengempisan (collapse) dari aluminium semi-solid selama 20-30 detik. Aluminium semi-solid, yang menjadi bakal aluminium foam kemudian didinginkan didalam induction furnace yang telah dimatikan. Setelah mendingin, crucible dilepas dari induction furnace, lalu aluminium foam dapat dikeluarkan dari crucible. Muhammad Fida Helmi 13703040
54
Tugas Sarjana Teknik Material 2008
BAB III Metodologi Penelitian
III.4 Karakterisasi Produk AlumiumFoam Produk Aluminium Foam dikarakterisasi melalui 4 macam pengujian, yaitu: pengujian densitas, mikroskopi, spektroskopi X Ray Diffraction, dan pengujian tekan.
III.4.1 Pengujian Densitas Pengujian densitas digunakan untuk mengetahui perbandingan antara berat dan volume produk aluminium foam yang dihasilkan. Dari pengujian ini akan didapatkan pula perkiraan densitas porositas atau sel pada produk aluminium foam. Densitas produk, kemudian akan dibandingkan dengan densitas paduan aluminium padat sehingga didapatkan rasio densitas spesifik dari aluminium foam yang nilainya berkisar antara 0 sampai 1.
Penentuan densitas aluminium foam dilakukan pada produk utuh, dan produk yang telah dibentuk kotak. Untuk menentukan volume produk utuh, maka dilakukan pengukuran dengan memanfaatkan prinsip archimedes. Aluminium foam utuh dimasukkan kedalam bejana air, kemudian kenaikan permukaan air didalam bejana dihitung. Jumlah kenaikan permukaan air lalu dikalikan dengan luas permukaan bejana sehingga didapatkan pendekatan nilai volume dari aluminium foam.
Gambar III. 7 Penentuan densitas aluminium foam bulk secara sederhana menggunakan prinsip archimedes
Sedangkan aluminium foam yang telah dibentuk kubus pada bagian foamnya, maka penentuan densitas digunakan dengan cara sederhana. Kubus aluminium foam ditimbang dan diukur volumenya, lalu setelah itu densitas didapatkan dengan cara membandingkan berat dan volume aluiminum foam.
Muhammad Fida Helmi 13703040
55
Tugas Sarjana Teknik Material 2008
BAB III Metodologi Penelitian
III.4.2 Mikroskopi Mikroskopi dilakukan untuk melihat gambaran morfologi, ukuran, bentuk, area, dan distribusi pori atau sel aluminium foam. Gambaran ditentukan dengan 2 cara, yaitu dengan pemotretan penampang melintang pori atau sel berskala milimeter, dan dengan scanning electron microscope berskala mikrometer atau dibawahnya.
Preparasi sampel Aluminium foam utuh dipotong penampang vertikalnya sehingga didapatkan gambaran proses foaming atau pengembangan aluminium yang terjadi. Pemotongan dilakukan dengan menggunakan gergaji tangan. Hasil potongan aluminium foam tadi kemudian di mounting menggunakan resin + katalis. Pada saat tahapan mounting, resin + katalis diusahakan untuk dapat memasuki pori-pori foam. Hal ini dilakukan agar pada saat pengamplasan, sel pori-pori foam tidak mudah rusak atau patah. Setelah mounting aluminium foam mengering, maka dapat dilakukan proses pengamplasan.
Selain pemotongan secara vertikal pada bagian aluminium foam utuh, dilakukan pula preparasi sampel untuk
pengujian tekan. Aluminium foam dipotong membentuk
kubus dengan ukuran 30 X 30 X 30 mm3, juga dengan menggunakan gergaji tangan. Potongan
kubus
kemudian
dirapihkan
dimensinya
dengan
cara
diamplas
menggunakan mesin amplas putar. Amplas yang digunakan bernomor 120, 180, 320, 400 dan 2000. Selain untuk memperbaiki dimensinya, pengamplasan juga digunakan untuk memperlihatkan penampang melintang dari pori-pori aluminium foam. Perlu diperhatikan disini, bahwa pengamplasan sampel tanpa menggunakan mounting, sangat rentan terhadap rusaknya bentuk sel.
Preparasi sampel untuk scanning electron microscope (SEM), dilakukan dengan menentukan terlebih dahulu daerah-daerah yang ingin dilihat secara mikro. Diantaranya adalah: lipatan sel, permukaan pori, batas permukaan pori, lubang pecah pada permukaan sel, dan penempelan sisa foaming agent pada permukaan sel.
Penentuan Karakter Mikroskopik Sampel penampang vertikal yang telah dimounting dan sampel berbentuk kubus kemudian dipotret menggunakan kamera makro. Pengaturan cahaya dan sudut
Muhammad Fida Helmi 13703040
56
Tugas Sarjana Teknik Material 2008
BAB III Metodologi Penelitian
pemotretan perlu diperhatikan agar hasilnya dapat mempelihatkan pembedaan antara rangka sel dan pori.
Pada sampel berbentuk kubus, dilakukan pemotretan pada kesemua sisi. Penting diperhatikan, bahwa pada beberapa gambar, gambaran sel dan pori yang dihasilkan tidak terlalu baik. Hal ini dikarenakan pada saat pengamplasan rangka sel seringkali patah atau rusak. Oleh karena itu, beberapa gambar perlu diperbaiki (edit) menggunakan software PhotopaintTM, agar dapat menggambarkan pendekatan bentuk pori dan sel yang lebih baik.
Analisis gambaran mikroskopi pada hasil pemotretan dilakuan dengan bantuan software Image Pro 5.0TM, untuk menentukan area, diameter, persen area, perimeter, distribusi pori, dan lain sebagainya.
Scanning Electron Microscope (SEM) Penentuan mikroskopik menggunakan instrumen SEM Phillips XL-20 dilakukan di Laboratorium Metalurgi ITB. Sampel yang akan ditinjau, terlebih dulu diletakkan diatas holder aluminium, menggunakan perekat lem. Dikarenakan sampel yang akan ditinjau adalah material yang konduktif, maka tidak perlu digunakan pelapisan emas terlebih dahulu. Sampel dimasukkan kedalam ruang vakum, sementara itu elektron dibangkitkan dari filamen lalu dipercepat sehingga menumbuk sampel. Pantulan elektron menghasilkan secondary electron, back-scattered electron, dan X-Ray. Secondary electron ditangkap dan divisualisasikan menjadi gambaran gelap terang sesuai dengan kontur mikro sampel. Hasil gambaran SEM kemudian dapat dianalisis dengan pembesaran .
Gambar III. 8 Instrumen SEM-EDS Philips XL-20 dan gold coater
Muhammad Fida Helmi 13703040
57
Tugas Sarjana Teknik Material 2008
BAB III Metodologi Penelitian
III.4.3 Spektroskopi Karakterisasi spektroskopi dilakukan untuk mengetahui kemungkinan munculnya fasa oksida-oksida pada permukaan pori atau sel. Jenis spektroskopi yang dipakai pada eksperimen ini adalah X Ray diffraction.
X-Ray Diffraction Karakterisasi X-Ray Diffraction dilakukan di PPGL survey geologi. Alat yang digunakan bermerek Philllips PANalyticalTM.
Preparasi sampel dilakukan dengan
mengikir sel-sel aluminium foam yang diperkirakan mengandung oksida, berdasarkan pengamatan perubahan warna yang terjadi. Hasil kikiran, kemudian dihaluskan lebih lanjut menggunakan mortar. Setelah sampel siap, maka karakterisasi XRD pun dimulai, sampai akhirnya didapatkan data utama berupa grafik intensitas terhadap 2Ө. Data yang didapat dari alat XRD kemudian diolah menggunakan bantuan software “X’pert Pro” dan diverifikasi menggunakan software “X-Powder” dan database PCPDFWIN98.
III.4.4 Pengujian Mekanik Pengujian mekanik yang digunakan untuk menguji kemampuan aluminium dalam penyerapan energi mekanik, adalah dengan pengujian tekan. Dalam aplikasi aluminium foam sebagai penyerap energi tabrakan, maka seharusnya pengujian dilakukan dengan menggunakan beban impak (strain rate = 102 – 104 s-1). Akan tetapi, pada pengujian ini, penyerapan energi didekati menggunakan pengujian quasi -statik (strain rate sebesar 10-5 – 10-1 s-1).
Uji tekan dilakukan di Laboratorium Metalurgi ITB, menggunakan mesin uji universal (Universal Testing Machine) INSTRON 1195. Mesin uji ini dimodifikasi dengan memposisikan load cell dibawah landasan spesiman uji dan crosshead yang bergerak menekan dengan kecepatan konstan. Mesin INSTRON 1195 memiliki kapasitas beban sebesar 10 ton, tetapi dalam pengujian ini dipakai sel beban sebesar 1 ton. Sedangkan kecepatan penekanan crosshead yang digunakan pada mesin uji ini adalah sebesar 1 mm / menit atau setara 1.8 x 10-3 s-1.
Muhammad Fida Helmi 13703040
58
Tugas Sarjana Teknik Material 2008
BAB III Metodologi Penelitian
Gambar III. 9 Mesin Universal Testing Machine INSTRON 1195, beserta crosshead dan loadcell-nya
Penyiapan sampel uji tekan dimulai dengan pemotongan produk aluminium foam membentuk kubus, dengan menggunakan gergaji tangan. Pengujian tekan untuk metal foam mensyaratkan ukuran dimensi minimal sampel adalah 9 kali dari diameter pori, agar didapatkan sifat mekanik dari foam secara utuh. Maka, ukuran sampel yang dipakai dalam pengujian ini adalah sebesar 30 X 30 X 30 mm3. Sampel kemudian dihaluskan dan diratakan menggunakan piringan amplas, menggunakan amplas 180, 240, 400, dan 2000.
Gambar III. 10 Spesimen kubus untuk pengujian tekan berdimensi 30 X 30 X 30 mm3
Setelah sampel selesai dipersiapkan, maka pengujian dimulai. Pengujian dilakukan dengan memberikan regangan negatif (tekan) secara konstan. Kemudian, kenaikan beban yang teramati oleh load cell, akan direkam oleh komputer. Data yang dihasilkan adalah berupa kurva beban (Kg) terhadap perubahan regangan (mm/mm). Selama pengujian tekan, sampel dipotret pada tahapan reduksi 15%, 30%, 45%, 60%.
Muhammad Fida Helmi 13703040
59