Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia Juli 2014
Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Perdagangan* Metodologi pemeringkatan ini menjelaskan pendekatan ICRA Indonesia dalam menganalisis risiko bisnis dan keuangan perusahaan perdagangan. ICRA Indonesia mendefinisikan perusahaan perdagangan sebagai perusahaan yang kegiatan usaha utamanya memperdagangkan dan mendistribusikan komoditas-komoditas pokok dalam jumlah besar, seperti produk pertanian, logam, bahan bangunan & konstruksi, dan minyak/energi. Perusahaan tersebut memiliki persediaan fisik komoditas dan aset dalam jumlah besar yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai tambah atau logistik. Tujuan dari paparan metodologi pemeringkatan ini adalah memberikan referensi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi profil kredit perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan. Ini dimaksudkan untuk membantu perusahaan, investor dan pelaku pasar lain memahami pendekatan ICRA Indonesia dalam menganalisis karakteristik risiko kuantitatif dan kualitatif yang mungkin mempengaruhi hasil pemeringkatan. Metodologi ini tidak dimaksudkan untuk mencakup keseluruhan faktor yang dipertimbangkan dalam pemeringkatan tetapi memungkinkan pembaca untuk memahami faktor-faktor yang paling penting.
Tinjauan Sekilas Indonesia dianggap sebagai salah satu pasar yang terbesar dan paling menarik di dunia ditopang oleh populasi yang besar di negara ini yang mencapai sekitar 248,8 juta jiwa pada bulan Juni 2013 (Badan Pusat Statistik) ditambah dengan PDB per kapita yang mengalami peningkatan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), GDP per kapita Indonesia telah menunjukkan kinerja yang membaik karena meningkat menjadi sekitar Rp36,5 juta pada tahun 2013 (dari Rp23,9 juta pada tahun 2009). BPS juga melaporkan bahwa persentase pengeluaran rumah tangga untuk makanan mengalami tren penurunan menjadi 47,19% (September 2013) dari 50,62% pada tahun 2009. Hal ini otomatis meningkatkan persentase pengeluaran rumah tangga untuk non makanan menjadi 52,81 % dibandingkan dengan 49,38% pada periode yang sama yang mengindikasikan semakin banyak jenis barang yang dikonsumsi. Pada dasarnya tiga pemain utama bisnis perdagangan di pasar Indonesia adalah pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Menurut kementerian perdagangan, terdapat sekitar 9.599 pasar tradisional - dengan jumlah pedagang mencapai sekitar 2,6 juta orang dimana hanya sekitar 461 pasar tradisional yang telah direvitalisasi oleh pemerintah. Selain itu, berdasarkan Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia terdapat sekitar 240 mal dan pusat perbelanjaan di Indonesia dan diperkirakan akan tumbuh di masa depan bersama-sama dengan pendapatan GDP yang kuat. Di sisi lain, menurut Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, peritel modern di Indonesia selama 2007-2012 telah tumbuh pada rata-rata 17,6% per tahun menjadi sekitar 18.521 gerai pada tahun 2012 (dari 10.365 gerai di 2007). ICRA Indonesia menilai beberapa perusahaan juga mungkin terlibat dalam perdagangan produk produk bermerek seperti komponen otomotif, peralatan medis, peralatan listrik, material bangunan & konstruksi dan bahkan waralaba dari pakaian bermerek. Untuk menganalisis perusahaan tersebut, ICRA Indonesia melihat berbagai parameter yang mungkin spesifik untuk perusahaan secara individu. Beberapa yang umum adalah a) tingkat imbal hasil (margin) kotor yang ditawarkan oleh prabrikan
ICRA Indonesia
orisinil, b) keberadaan dan kualitas jaringan ritel, c) hubungan dengan pabrikan orisinil, d) sifat kontrak (terkait dengan eksklusivitas, wilayah atau pengaturan pembelian kembali). Mengingat fakta bisnis perdagangan beroperasi pada profitabilitas yang sangat tipis dengan ruang untuk diferensiasi atau nilai tambah yang terbatas, ICRA Indonesia menganggap manajemen risiko sebagai faktor penting untuk rantai pasokan komoditas perusahaan. Namun karena sektor ini sangat terfragmentasi, sebagian besar pemain tidak memiliki kerangka kerja manajemen risiko dan system informasi yang cukup baik. Meskipun promoter/induk perusahaan memiliki pengalaman yang luas, kelangkaan praktek manajemen bisnis yang sesuai standar menghadapkan mereka pada risiko pasar.
Skala usaha, posisi pasar dan diversifikasi Sejalan dengan metodologi pemeringkatan untuk sebagian besar sektor korporasi lainnya, penilaian skala usaha, posisi pasar dan diversifikasi perusahaan perdagangan memainkan peranan penting dalam mencerminkan kekuatan kompetitif perusahaan di pasar yang dilayaninya, daya tawar dengan pemasok dan pelanggan. Perdagangan tradisional telah menjadi bisnis yang terfragmentasi dengan pengecualian beberapa sektor. Sebagian besar usaha perdagangan baik itu komoditas, bahan bangunan & konstruksi serta produk pertanian secara tradisional dikelola oleh bisnis keluarga. Meskipun memiliki pengalaman luas dalam bidangnya, biasanya mereka memiliki posisi pasar atau diversifikasi yang kurang kuat. Namun, karakter bisnis dapat bervariasi dari bisnis yang satu ke bisnis yang lain. Misalnya, pangsa pasar pemain yang terorganisasi di perdagangan komoditas pertanian, khususnya beras, telah mencapai level yang cukup besar selama bertahun-tahun, sementara beberapa usaha perdagangan tetap sangat terfragmentasi. Dengan peluang ekspor yang signifikan, banyak pemain telah secara bertahap mencapai skala usaha dan posisi pasar yang berarti dalam perdagangan komoditas pertanian dan juga telah mengeksplorasi langkah-langkah integrasi baik hulu maupun hilir untuk memperkuat profil bisnis mereka. Namun demikian, skala usaha dan posisi pasar dapat memperoleh pembobotan yang berbeda di seluruh sektor dan faktor kualitatif seperti pengalaman promoter/induk dan pemahaman bisnis mereka akan mendapatkan perhatian pada saat menilai risiko bisnis. Beberapa parameter kunci yang dianalisis oleh ICRA Indonesia termasuk: - Tingkat volume perdagangan - Hubungan dengan pemasok (produsen, petani dan lain-lain) - Hubungan dengan pelanggan, pangsa pasar bisnis dan daya tawar - Keberadaan – secara regional atau nasional - Konsentrasi pelanggan - Dukungan pemasok atau ujung tombak pemasaran/distribusi. Perusahaan yang bernilai tinggi pada parameter di atas sering memperoleh sumber produk dengan harga yang kompetitif, biaya logistik yang rendah dan dapat melakukan pengiriman produk dengan cepat. Akibatnya, perusahaan dengan pangsa pasar yang lebih besar mampu menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu misalnya dengan memanfaatkan perbedaan harga secara regional dan ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan dalam jangka pendek.
Tingkat integrasi bisnis Selain melalui posisi pasar yang kuat dan terdiversifikasi, usaha perdagangan juga memperkuat profil bisnis mereka dengan mengintegrasikan operasi mereka secara vertikal. Beberapa pemain besar dalam bisnis perdagangan, terutama yang bergerak di bidang komoditas pertanian seperti minyak goreng, gandum, beras dan lain-lain juga terintegrasi setelah menjajaki kemungkinannya baik ke hulu maupun hilir. Misalnya, perusahaan yang bergerak dalam perdagangan minyak nabati telah ICRA Indonesia
Page 2 of 7
memperkuat sumber pasokan mereka dengan mengakuisisi unit pengolahan di satu sisi danmenciptakan merek pemasaran di sisi lain dengan tujuan untuk menyerap nilai tambah dari keseluruhan rantai perdagangan. Selain meningkatkan profitabilitas, tindakan tersebut juga membantu perusahaan dalam mengurangi dampak dari fluktuasi harga komoditas sampai batas tertentu. Sementara integrasi ke hulu pada pandangan pertama memperkuat model bisnis perusahaan, tingkat investasi yang diperlukan dan kemampuan perusahaan merupakan hal penting dalam upaya untuk mengubah model bisnis. Misalnya, perusahaan perdagangan baja atau karet mungkin tidak memiliki neraca yang cukup kuat atau kemampuan yang memadai untuk mendirikan masing-masing pabrik baja atau pabrik ban. Akibatnya, sifat usaha tertentu telah membatasi peluang integrasi vertikal. Dengan demikian, ketika melakukan pemeringkatan ICRA Indonesia membedakan pendekatan tergantung pada sektor usaha dan melakukan perbandingan secara komprehensif dengan kelompok sejenis.
Risiko Bisnis Sama seperti sektor lain, bisnis perdagangan juga memiliki beberapa jenis risiko yang timbul dari risiko pasar akibat perubahan harga komoditas, risiko kredit dari eksposur dengan beberapa rekanan, risiko dari aktivitas jual-beli dan lindung nilai, risiko kehilangan selama penyimpanan atau transit dan lain-lain. Mengingat volatilitas imbal hasil yang timbul dari variabel-variabel ini, manajemen risiko merupakan kompetensi penting dan penggerak utama dalam pemeringkatan di industri ini. Penilaian ICRA Indonesia atas praktek manajemen risiko termasuk, namun tidak terbatas pada, hal-hal berikut:
A) Risiko Pasar Salah satu risiko utama yang dihadapi perusahaan perdagangan adalah risiko pasar yang timbul dari volatilitas harga komoditas yang dapat dipengaruhi oleh tren harga komoditas internasional, dinamika penawaran-permintaan dan tren makro-ekonomi. Ekposur terhadap komoditas bisa berasal dari kepemilikan fisik atau melalui derivatif keuangan dan risiko ini dapat dilindung nilai melalui transaksi back-to-back atau melalui perjanjian pembelian pada bursa lokal/global. Dalam menilai risiko pasar, ICRA Indonesia mengevaluasi strategi perdagangan dan lindung nilai, rekam jejak manajemen dalam bisnis, volatilitas laba dari segmen bisnis inti dan lamanya perusahaan beroperasi di masing-masing segmen pasar utama. Selain itu, tingkat risiko pasar dalam bisnis juga dipengaruhi oleh jangka waktu persediaan yang dimiliki. Bisnis dengan jangka waktu persediaan yang relatif tinggi karena faktorfaktor seperti pengolahan dan logistik mungkin menghadapi risiko pasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki perputaran yang lebih cepat seperti perdagangan logam.
B) Risiko Peraturan Setelah risiko pasar, tantangan lain yang dihadapi perusahaan perdagangan adalah potensi perubahan peraturan yang berkaitan dengan perdagangan komoditas. Lingkungan peraturan yang cukup ketat akan membatasi perdagangan bebas, pengadaan, pergudangan dan bahkan penentuan harga komoditas-komoditas penting. Dalam upaya menyeimbangkan antara kesejahteraan masyarakat pertanian dan kepastian persediaan dengan harga yang bersaing, pemerintah bisa terlibat langsung dalam pengadaan dan penetapan harga (harga patokan minimum) komoditas penting. Selain itu, pemerintah juga menerapkan pembatasan impor/ekspor dari waktu ke waktu tergantung pada kondisi pasar yang berlaku. Bea masuk impor/ekspor sering diubah untuk menyesuaikan dengan kepentingan industri lokal. Hal tersebut menjadikan perusahaan perdagangan komoditas utama terpapar risiko perubahan kebijakan pemerintah yang pada akhirnya menekankan pentingnya melakukan diversifikasi. Mempertimbangkan hal tersebut, ICRA Indonesia melakukan analisis rinci pada kerangka peraturan dan membuat penyesuaian dalam kerangka analisis untuk perusahaan perdagangan. Misalnya, sering usaha yang bergerak dalam ekspor komoditas tertentu cenderung mengalami kerugian dari bea ekspor, yang mengurangi sebagian laba sehingga laba dapat berfluktuasi seiring dengan perubahan kebijakan.
ICRA Indonesia
Page 3 of 7
Secara umum, pemerintah memiliki peran penting dalam industri perdagangan. Sebagai contoh, pemerintah mengeluarkan peraturan khusus untuk mendorong daya saing sektor ritel serta untuk melindungi pelaku usaha kecil terutama pasar tradisional. Peraturan Menteri Perdagangan No 70/MDAG/PER/12/2013 yang diterbitkan pada akhir tahun 2013 memiliki peran sebagai pedoman penataan dan pengembangan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Ketentuan utama dari peraturan ini diantaranya mencakup batasan atas jumlah gerai toko modern yang dimiliki dan dikelola sendiri yaitu paling banyak 150 gerai. Jika pebisnis berniat untuk membangun lebih banyak gerai, mereka diminta untuk melakukan kemitraan dengan usaha kecil atau menengah dari mitra lokal. Batasan lainnya berlaku atas penjualan barang impor dimana setidaknya 80% dari semua barang yang dijual di setiap toko modern harus terdiri dari barang yang diproduksi lokal. Dalam hal area penjualan, peraturan ini mensyaratkan luas lantai penjualan toko modern per kategori seperti 2 minimarket (kurang dari 400 m ), supermarket dan department store (lebih dari 400 m2), dan hypermarket dan perkulakan (lebih dari 5,000 m2).
C) Risiko Kredit (Pihak Rekanan) Keterlibatan beberapa rekanan dalam transaksi perdagangan juga menimbulkan risiko kredit bagi perusahaan, dan membutuhkan sistem manajemen risiko kredit yang komprehensif untuk mengidentifikasi, menilai, dan memantau risiko kredit sehubungan dengan pelanggan dan pemasok. Risiko kredit dapat dikurangi dengan pengelolaan eksposur rekanan melalui pembatasan plafon menurut risiko dan persyaratan kredit disesuaikan dengan hasil penilaian kredit. Upaya pengendalian risiko lainnya bisa berupa jaminan pihak ketiga, perjanjian agunan, setoran jaminan, dan asuransi perdagangan. Pelaksanaan tindakan tersebut dan pemantauannya secara ketat dianggap positif oleh ICRA Indonesia. Perusahaan perdagangan memiliki beberapa risiko lainnya di seluruh rantai pasokan, termasuk tetapi tidak terbatas pada, risiko kehilangan atau kerusakan selama penyimpanan atau transit, risiko nilai tukar mata uang asing atau risiko kejadian politik. Sementara kerugian fisik dapat diatasi dengan klaim asuransi yang memadai untuk kewajiban umum dan khusus, perusahaan dapat melakukan lindung nilai eksposur mata uang asing melalui kontrak derivatif. Selain itu, asuransi risiko politik memberikan perlindungan terhadap peristiwa seperti antara lain perang, pembatasan ekspor, penahanan dana, dan larangan transfer dalam mata uang asing. Evaluasi ICRA Indonesia didasarkan pada besarnya perhatian perusahaan kepada risiko ini dan tercermin dalam kebijakan asuransi dan mata uang asing.
Kebijakan Keuangan Selain kekuatan bisnis, toleransi terhadap risiko keuangan adalah pertimbangan lain yang menjadi kunci ketika memeringkat perusahaan perdagangan. Faktor ini bertujuan untuk menilai bagaimana kebijakan keuangan akan berdampak pada keputusan tingkat hutang dan manajemen likuiditas di masa depan. Namun mengingat banyak bisnis perdagangan yang tidak terorganisasi, kebijakan keuangan sering tidak didefinisikan dengan baik oleh perusahaan. Ini menjadi tantangan tersendiri untuk menilai kemampuan perusahaan dalam pengambilan risiko dan dampaknya terhadap kualitas kredit. Dengan kendala tersebut, ICRA Indonesia memberikan nilai lebih tinggi untuk aspek kualitatif yang dihasilkan dari rapat-rapat manajemen. Masalah-masalah utama yang dilihat meliputi a) target indikatif mengenai laba dan tingkat hutang, b) rencana pertumbuhan anorganik (potensi akuisisi dan lain-lain), c) rencana pendanaan dan, d) rencana untuk meningkatkan efisiensi modal dan likuiditas di masa mendatang. Dalam menilai profil kredit perusahaan, ICRA Indonesia menganalisis tingkat hutang baik yang disesuaikan maupun yang tidak. Penyesuaian yang material diterapkan untuk perhitungan beberapa rasio termasuk dampak biaya sewa (yang terkait dengan gudang, kapal dan lain-lain) dan pinjaman dari pemegang saham/grup perusahaan. ICRA Indonesia mengamati bahwa sebagian besar usaha perdagangan cenderung menjadi bisnis keluarga termasuk dalam hal pendanaan (biasanya dalam bentuk pinjaman pemegang saham) selain pinjaman bank. Sebagai bagian dari manajemen modal ICRA Indonesia
Page 4 of 7
kerja, perusahaan juga mendiskontokan piutang. Dalam kebanyakan kasus, hal seperti ini tidak dibukukan di neraca perusahaan. ICRA Indonesia menganggap pembiayaan tersebut sebagai bagian dari utang. Beberapa indikator kunci yang di perhatikan oleh ICRA Indonesia termasuk: - Tingkat hutang (melalui Total hutang/Kekayaan bersih) - Total hutang/Laba operasional sebelum bunga, pajak depresiasi dan amortisasi (OPBDITA) - Arus dana dari kegiatan operasi/Biaya bunga - Arus kas yang ditahan/Total hutang
Penilaian atas Likuiditas Bisnis perdagangan ditandai dengan volatilitas pendapatan dan arus kas karena volatilitas yang melekat pada harga komoditas dan perubahan kondisi permintaan-pasokan, yang mengakibatkan fluktuasi dalam kebutuhan modal kerja. Usaha yang bergerak dalam perdagangan komoditas pertanian seperti gandum, beras, gula, kapas dan lain-lain cenderung memiliki sifat musiman dalam bisnis mereka, yang akan membutuhkan pendanaan yang sangat tinggi selama musim pengadaan dan relatif rendah pada waktu-waktu sisanya. Hal ini umumnya ditemukan di perusahaan-perusahaan perdagangan dengan diversifikasi yang terbatas. Selanjutnya, kebutuhan dana juga cenderung menjadi fungsi dari rencana pertumbuhan perusahaan. Perusahaan perdagangan umumnya mengandalkan sistem perbankan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja mereka secara external dan memiliki akses ke pasar modal yang terbatas. Mengingat ketentuan pinjaman yang ketat, akses pendanaan ke bank sering memakan waktu yang lama, terutama bagi perusahaan yang baru mulai atau tengah tumbuh pesat, sehingga muncul masalah likuiditas atau bahkan penundaan pembayaran hutang. Mengingat pentingnya likuiditas di industri ini, ICRA Indonesia mempertimbangkan pendekatan manajemen dan rekam jejak dalam menjaga ekses likuiditas agar cukup untuk menyerap kenaikan harga komoditas atau peristiwa lain yang bisa menekan likuiditas.
Kualitas Pemegang Saham/Manajemen Semua peringkat hutang harus menggabungkan penilaian terhadap kualitas manajemen perusahaan serta kekuatan dan kelemahan yang timbul akibat perusahaan menjadi bagian dari suatu konglomerat atau kelompok bisnis yang besar. Dalam kasus perusahaan adalah salah satu entitas kuat dalam kelompok, rekam jejak masa lalu dan rencana masa depan dalam mendukung perusahaan grup lainnya juga dianalisis. Biasanya, dilakukan pembahasan rinci dengan manajemen untuk memahami tujuan bisnis, rencana dan strategi, selain prospek industri perusahaan. Beberapa poin lain yang dinilai adalah: - Pengalaman pemegang saham/manajemen dalam lini bisnisnya - Kemampuan dan kemauan grup untuk mendukung perusahaan dengan langkah-langkah seperti penyuntikan dana, dan sebagainya - Kebijakan penggunaan hutang, risiko tingkat suku bunga dan risiko mata uang - Rencana pertumbuhan, investasi/akuisisi lahan/proyek baru, dan lain-lain - Kekuatan bisnis dan keuangan dari perusahaan-perusahaan lain dalam grup.
Pertimbangan lain dalam pemeringkatan Selain kualitas dan pengalaman manajemen, penilaian tata kelola perusahaan, kualitas pelaporan keuangan dan keterbukaan informasi dapat dipertimbangkan dalam proses pemeringkatan. Yang menjadi fokus dalam tata kelola perusahaan diantaranya adalah keberadaan komite audit, keahlian keuangan dan tingkat pengawasan, dan proses pemikiran akan langkah-langkah perusahaan dalam mengelola risiko perdagangan, insentif yang dihasilkan dari paket kompensasi eksekutif, transaksi pihak terkait, interaksi dengan auditor, dan struktur kepemilikan. Penilaian faktor-faktor ini bisa sangat subjektif dan berubah dari waktu ke waktu. Peringkat mungkin mencakup faktor tambahan yang sulit untuk diukur atau yang hanya memiliki pengaruh yang berarti ICRA Indonesia Page 5 of 7
pada saat membedakan kualitas kredit antar perusahaan dalam beberapa kasus. Faktor-faktor tersebut meliputi penggunaan teknologi dalam bisnis, risiko reputasi, perubahan pola konsumsi dan belanja bisnis, strategi pesaing, campur tangan pemerintah, dan tren makro-ekonomi. Analisis faktorfaktor ini tetap merupakan bagian integral dari proses pemeringkatan ICRA Indonesia.
© Copyright, 2014 2014, ICRA Indonesia. All Rights Reserved.
Semua informasi yang tersedia merupakan infomasi yang diperoleh oleh ICRA Indonesia dari sumber-sumber yang dapat dipercaya keakuratan dan kebenarannya. Walaupun telah dilakukan pengecekan dengan memadai untuk memastikan kebenarannya, informasi yang ada disajikan 'sebagaimana adanya' tanpa jaminan dalam bentuk apapun, dan ICRA Indonesia khususnya, tidak melakukan representasi atau menjamin, menyatakan atau menyatakan secara tidak langsung, mengenai keakuratan, ketepatan waktu, atau kelengkapan dari informasi yang dimaksud. Semua informasi harus ditafsirkan sebagai pernyataan pendapat, dan ICRA Indonesia tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang dialami oleh pengguna informasi dalam menggunakan publikasi ini atau isinya.
*)Diadopsi, dimodifikasi dan diterjemahkan dari rating methodology for trading companies dari ICRA Limited.
ICRA Indonesia
Page 6 of 7
ICRA Indonesia