Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia April 2015
Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Pendahuluan Sektor perkebunan terutama kelapa sawit memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia karena merupakan salah satu kontributor terbesar bagi ekspor non-migas. Bahkan, minyak sawit merupakan penyumbang terbesar ekspor produk manufaktur yang mencapai sekitar 15,1% dari total ekspor produk manufaktur atau setara dengan USD 17,5 miliar pada tahun 2014. Kontribusi minyak sawit terhadap total ekspor non-migas adalah 11,9%. Selain itu, Indonesia juga merupakan produsen minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) terbesar di dunia dengan pangsa pasar produksi dan ekspor sekitar 52,5% dan 49,7% pada tahun 2014. Dalam industri ini, ruang lingkup usaha dapat diklasifikasikan menjadi hulu, hilir dan terpadu. Kegiatan perkebunan kelapa sawit, produksi tandan buah segar (TBS) dan pengolahan menjadi minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) dianggap sebagai hulu. Sementara itu, kegiatan hilir meliputi penyulingan minyak sawit, penghancuran inti sawit serta pembuatan produk untuk makanan berbasis kelapa sawit dan minyak khusus dan lemak. Pelaku industri kelapa sawit terpadu atau terintegrasi mencakup kegiatan baik hulu maupun hilir yang diharapkan memiliki pendapatan yang lebih stabil meskipun harga CPO mengalami fluktuasi. Kelapa sawit banyak digunakan di pasar global untuk berbagai aplikasi. Bahan berbasis kelapa sawit dan PKO dijumpai pada sekitar 50% dari berbagai produk di rak-rak supermarket baik makanan maupun non makanan. Minyak sawit di banyak negara digunakan sebagai minyak goreng yang sederhana, tetapi di banyak negara lainnya kelapa sawit dan PKO digunakan oleh produsen makanan untuk konsumen ritel dan makanan ringan; perawatan pribadi dan kosmetik (terutama PKO); bahan bakar nabati dan energi; pakan ternak; farmasi; sekor industri; dan industri jasa makanan. Dapat dipanen sepanjang tahun, pohon-pohon kelapa sawit mampu menghasilkan ratarata 10 ton buah per hektar - jauh lebih banyak daripada kedelai, tanaman rapeseed dan bunga matahari (sumber: greenpalm.org).
Kerangka Pemeringkatan Kerangka peringkatan ICRA Indonesia untuk pelaku di industri kelapa sawit meliputi penilaian risiko industri kelapa sawit dan evaluasi terhadap posisi operasional, pasar dan keuangan perusahaan serta kualitas manajemen.
Penilaian Risiko Industri Risiko Peraturan Industri kelapa sawit dalam batas tertentu diatur oleh pemerintah. Misalnya, di sektor hulu, pemerintah telah memperpanjang moratorium konversi hutan primer dan lahan gambut untuk tujuan pertanian atau penggunaan lainnya sampai dengan tahun 2015 yang akan meredam ekspansi perkebunan kelapa sawit. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi laju penggundulan hutan. Di sektor hilir, pemerintah juga memiliki komitmen untuk meningkatkan penggunaan minyak sawit untuk ICRA Indonesia – Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit
campuran bahan bakar biodiesel. Persyaratan minimum minyak sawit sebagai komponen biodiesel diatur menjadi 20% pada tahun 2016 dibandingkan dengan 10% saat ini. Pelaksanaan program bahan baku diesel B20 (20% dari metil ester minyak sawit) akan meningkatkan permintaan domestik CPO dan akibatnya dapat mengurangi pasokan CPO di pasar global. Selain itu, pemerintah juga menentukan pajak ekspor untuk CPO yang tujuan utamanya adalah untuk mempertahankan pasokan minyak sawit di pasar domestic, di samping meningkatkan pendapatan pemerintah. Pasokan dan Permintaan ICRA Indonesia mengevaluasi penawaran dan permintaan minyak sawit di pasar global terutama dari dua negara produsen terbesar, yakni Indonesia dan Malaysia. Risiko utama yang mempengaruhi pasokan minyak sawit adalah faktor lingkungan dan peraturan. Fenomena cuaca seperti El Nino dapat menjadi faktor kunci yang mempengaruhi produksi CPO karena dapat merusak tanaman. Namun demikian, pengaruh lingkungan ini dapat dikurangi dengan tingkat persediaan dan jadwal penanaman yang dikelola dengan baik. Faktor lain yang berpotensi mempengaruhi pasar CPO adalah kerangka peraturan seperti yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia sebagaimana yang disebutkan di atas. Permintaan CPO dari pasar global diperkirakan tetap kuat didukung oleh tingginya permintaan dari tiga importir terbesar yaitu India, Uni Eropa dan China. India dan China dengan jumlah penduduk yang sangat besar ditambah dengan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita diperkirakan akan mendorong permintaan CPO di masa mendatang. Pemicu lain permintaan yang kuat adalah implementasi biodiesel khususnya di Eropa. Bahkan, konsumsi yang meningkat terutama untuk memenuhi kebutuhan biodiesel sejak tahun 2006 telah menempatkan Eropa sebagai importer CPO terbesar kedua di dunia. Berbagai aplikasi dari CPO dan produk turunannya untuk makanan dan segmen industri diharapkan dapat mempertahankan permintaan minyak sawit. Intensitas Modal Industri kelapa sawit bersifat padat modal karena membutuhkan investasi awal yang besar agar suatu perusahaan kelapa sawit bisa menjadi komersial. Para pelaku dalam tahap awal bisnisnya membutuhkan berbagai investasi untuk pembebasan lahan, pembersihan lahan, pembangunan infrastruktur dasar, pengembangan fasilitas produksi, dan pengeluaran terkait perkebunan kelapa sawit lainnya. Mereka harus menutupi pengeluaran terkait agronomi yang terjadi antara periode penanaman awal dan panen buah pertama kali yang biasanya berlangsung sekitar 30 bulan dengan tidak ada keuntungan yang dibukukan selama periode ini. Selanjutnya, hasil (yield) juga masih rendah dan mungkin tidak menguntungkan dalam beberapa tahun pertama periode panen. Pengelolaan perkebunan profesional dibutuhkan karena siklus perkebunan kelapa sawit relatif lama yaitu sekitar 25 tahun. Struktur Biaya Biaya pupuk dan panen serta pemeliharaan adalah bagian terbesar dari struktur biaya perusahaan kelapa sawit. Pupuk dibutuhkan untuk program budidaya dan penanaman kembali. Dengan demikian, menjaga hubungan yang baik dengan para pemasok diharapkan dapat membantu mempertahankan pasokan pupuk bagi perusahaan. Biaya panen dan pemeliharaan didominasi oleh biaya tenaga kerja. Namun, hal ini kemungkinan tidak menjadi masalah utama mengingat ketersediaan tenaga kerja di Indonesia yang berlimpah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia. Faktor Lingkungan Tantangan faktor lingkungan pada industri kelapa sawit terutama berasal dari negara-negara di benua Eropa. Beberapa organisasi telah menyatakan kekhawatiran atas kelestarian lingkungan terhadap industri minyak kelapa sawit. Dengan demikian, permintaan di seluruh dunia akan mengarah ke produk berkelanjutan yang lebih ramah lingkungan. Partisipasi pelaku industri minyak sawit untuk menjawab keprihatinan iklim global ini dipandang positif untuk mengurangi dampak dari kampanye negatif terhadap impor minyak sawit dan biodiesel terutama dari Indonesia. Faktor ini ICRA Indonesia – Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit
Halaman 2 dari 5
terkait dengan fakta bahwa negara-negara Eropa adalah salah satu pasar ekspor terbesar untuk minyak sawit Indonesia.
Penilaian Daya Saing Profil Perkebunan Daya saing suatu perusahaan kelapa sawit dapat dinilai dari profil perkebunan termasuk ketersediaan bank tanah dan profil usia tanaman. Ketersediaan bank tanah disertai dengan infrastruktur dan fasilitas untuk perkebunan akan memungkinkan perusahaan untuk berkembang di masa depan. Sementara itu, profil usia tanaman juga merupakan faktor penting untuk dinilai. Pohon kelapa sawit yang normal mampu berproduksi sampai periode 20-25 tahun setelah panen pertama pada usia 30 bulan. Namun demikian, usia paling produktif pohon kelapa sawit adalah 8-20 tahun. Program penanaman kembali pohon kelapa sawit umumnya dilaksanakan setelah melewati ambang batas usia 25 tahun. Oleh karena itu, profil usia tanaman yang berbeda dapat mencerminkan risiko bisnis yang berbeda dan akan berkorelasi dengan struktur biaya perusahaan yang terutama didominasi oleh biaya pupuk dan pemeliharaan. Pengukuran Produktivitas Terdapat ukuran-ukuran yang umum digunakan oleh industri kelapa sawit untuk menilai produktivitas seperti jumlah Tandan Buah Segar atau TBS (ton), dan yield TBS. TBS adalah buah yang dihasilkan oleh pohon kelapa sawit dan dapat diukur dengan menghitung produksi yang dihasilkan per tahun. Sementara itu, yield TBS didasarkan pada perhitungan TBS ton per hektar. Dalam hal ini, hasil ratarata yield TBS dihitung pada tingkat perusahaan dan kemudian dibandingkan dengan perusahaan kelapa sawit sejenis lainnya serta rata-rata industri untuk menilai tingkat produktivitasnya. Tingkat produktivitas antar perusahaan dapat berbeda yang dipengaruhi antara lain oleh porsi yang lebih besar tanaman perkebunan yang berusia muda, praktik pengelolaan perkebunan dan kualitas bibit. Terdapat pula ukuran lain dalam hal produktivitas yakni tingkat ekstraksi minyak kelapa sawit (oil extraction rate/OER). OER adalah pengukuran ekstraksi CPO per unit TBS yang diukur dalam persentase. Parameter ini bisa menjadi alat untuk menilai kinerja pabrik kelapa sawit dan perkebunannya. Tingkat ekstraksi yang lebih tinggi diharapkan dapat meningkatkan profitabilitas dan mencerminkan kualitas pohon kelapa sawit serta praktik pengelolaan perkebunan. Sama dengan yield TBS, rasio OER juga dibandingkan dengan rata-rata dari para pesaing dan industri. Integrasi Vertikal Tingkat integrasi perusahaan kelapa sawit dapat ditelusuri dari proses penanaman, budidaya, panen, dan produksi CPO dan produk turunannya. Penjualan produksi CPO terutama kepada pihak ketiga karena tidak cukup kapasitas produksi di sektor hilir berpotensi menyebabkan margin yang tipis. Demikian juga, memiliki kapasitas pabrik besar tapi dengan tingkat utilisasi yang rendah mencerminkan inefisiensi. Di sisi lain, perusahaan kelapa sawit dengan kemampuan untuk menghasilkan berbagai produk turunan akan menurunkan paparan terhadap fluktuasi harga komoditas. Selanjutnya, produk turunan atau yang memiliki nilai tambah seperti barang konsumsi disertai dengan merek, jaringan distribusi dan pemasaran yang kuat akan menjadi keuntungan bagi pelaku di industri ini. Diversifikasi Tingkat diversifikasi perusahaan kelapa sawit dalam hal lokasi geografis wilayah perkebunan, produk, pasar dan pelanggan akan dievaluasi. Diversifikasi tersebut dapat mengurangi risiko konsentrasi perusahaan kelapa sawit. Hal ini juga diharapkan dapat mempertahankan stabilitas pendapatan dan arus kas khususnya dengan mempertimbangkan adanya fluktuasi harga produk yang akan mempengaruhi permintaan.
ICRA Indonesia – Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit
Halaman 3 dari 5
Penilaian Risiko Keuangan Profitabilitas Selain secara tersendiri, perbandingan profitabilitas antar pelaku industri dinilai untuk menganalisis daya saing dan efisiensi operasi. Penilaian tersebut akan dimulai dari marjin usaha sampai dengan imbal hasil atas modal yang diinvestasikan. Marjin dan tingkat imbal hasil yang lebih tinggi akan menghasilkan kemampuan yang lebih baik untuk menahan dampak volatilitas harga CPO. Analisis marjin tersebut selanjutnya akan berkorelasi dengan ukuran profitabilitas lainnya seperti laba ditahan atau pembayaran dividen, tingkat pengembalian atas modal atau total modal yang digunakan. Profitabilitas yang kuat akan memberikan perusahaan fleksibilitas yang lebih tinggi untuk melewati berbagai siklus dan membiayai pertumbuhan. Struktur Modal Penilaian struktur modal akan mencakup tingkat hutang perusahaan kelapa sawit di masa lalu, saat ini dan perkiraan di masa mendatang seperti rasio total hutang terhadap ekuitas dan total hutang terhadap laba usaha sebelum penyusutan, bunga, pajak dan amortisasi (OPBDITA). Analisis lebih dalam tentang struktur modal akan mencakup profil hutang jangka pendek dan jangka panjang perusahaan, paparan terhadap risiko tingkat bunga dan nilai tukar, serta membandingkannya dengan para pesaing dan rata-rata industri. Kecukupan Arus Kas Penilaian arus kas perusahaan kelapa sawit penting karena arus kas merupakan sumber utama pembayaran hutang baik jangka pendek maupun jangka panjang. Idealnya, arus kas dari operasi adalah positif dan terjaga dengan baik karena mencerminkan operasional harian perusahaan. Selain itu, ketersediaan arus kas bebas adalah yang diharapkan karena dapat mencerminkan kemampuan untuk memenuhi kewajiban keuangan dan komitmen bisnis di masa depan. Namun demikian, perusahaan kelapa sawit yang memiliki program penanaman kembali atau perluasan area untuk penanaman baru yang signifikan berpotensi memiliki arus kas bebas yang bernilai negatif. Dengan demikian, perusahaan pada tahap ini akan membutuhkan pinjaman tambahan untuk memenuhi komitmennya. Semua analisis akan dibandingkan dengan para pesaing dan industri. Fleksibilitas Keuangan Fleksibilitas keuangan pada dasarnya mengacu pada opsi yang dimiliki oleh perusahaan kelapa sawit untuk membayar kewajiban hutang atau selama dalam kondisi keuangan yang sulit. Penilaian itu akan meliputi kondisi keuangan saat ini, khususnya dalam hal hutang, di samping kekuatan daya saing perusahaan dalam memikat investor atau kreditor. Selain itu, aktiva yang likuid, fasilitas perbankan, akses ke pasar modal dan dukungan dari kelompok bisnis/pemegang saham juga dievaluasi. Kualitas Manajemen Semua peringkat hutang selalu menggabungkan penilaian terhadap kualitas manajemen perusahaan, dan kekuatan/kelemahan karena menjadi bagian dari "kelompok" bisnis. Faktor penting lainnya adalah kemungkinan arus kas perusahaan digunakan untuk mendukung entitas lain, dalam hal perusahaan yang bersangkutan adalah salah satu entitas yang kuat dalam kelompok bisnis tersebut. Biasanya, pembahasan lebih mendalam akan dilakukan dengan manajemen untuk memahami tujuan bisnis, rencana dan strategi, dan pandangan tentang kinerja masa lalu, selain prospek industri. Beberapa poin lain yang dinilai adalah: • Pengalaman promotor/manajemen dalam bidang usaha yang bersangkutan • Komitmen promotor/manajemen dalam bidang usaha yang digeluti • Kebijakan promotor/manajemen dalam pengambilan dan pengendalian risiko • Kebijakan perusahaan dalam hal hutang, risiko suku bunga dan mata uang • Rencana perusahaan sehubungan dengan proyek-proyek baru, akuisisi, ekspansi, dll • Kekuatan perusahaan lain dalam kelompok bisnis yang sama • Kemampuan dan kesediaan grup untuk mendukung perusahaan melalui langkah-langkah seperti ICRA Indonesia – Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit
Halaman 4 dari 5
penambahan modal, jika diperlukan.
Kesimpulan Peringkat kredit ICRA Indonesia adalah representasi simbolis dari opini mengenai risiko kredit relatif yang terkait dengan instrumen yang dinilai. Opini ini diperoleh dengan mengevaluasi secara rinci risiko bisnis dan keuangan perusahaan, daya saing, manajemen, serta arus kas sepanjang umur instrumen yang dinilai dan kecukupan arus kas tersebut untuk memenuhi kewajiban pembayaran hutangnya.
© Copyright, 2015, ICRA Indonesia. All Rights Reserved. Semua informasi yang tersedia merupakan infomasi yang diperoleh oleh ICRA Indonesia dari sumber-sumber yang dapat dipercaya keakuratan dan kebenarannya. Walaupun telah dilakukan pengecekan dengan memadai untuk memastikan kebenarannya, informasi yang ada disajikan 'sebagaimana adanya' tanpa jaminan dalam bentuk apapun, dan ICRA Indonesia khususnya, tidak melakukan representasi atau menjamin, menyatakan atau menyatakan secara tidak langsung, mengenai keakuratan, ketepatan waktu, atau kelengkapan dari informasi yang dimaksud. Semua informasi harus ditafsirkan sebagai pernyataan pendapat, dan ICRA Indonesia tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang dialami oleh pengguna informasi dalam menggunakan publikasi ini atau isinya.
ICRA Indonesia – Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit
Halaman 5 dari 5