Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia Januari 2014
Metodologi Pemeringkatan Industri Pupuk* Industri pupuk Indonesia merupakan salah satu sektor manufaktur yang sangat diatur oleh pemerintah. Industri ini sangat penting karena berkaitan erat dengan pembangunan sektor pertanian di negeri ini. Pentingnya pupuk bisa ditelusuri dari tingkat perbaikan produktivitas tanaman pangan utama Indonesia (padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar) di tengahtengah pertumbuhan lahan untuk tanaman yang stagnan di negara ini. Rata-rata produktivitas tanaman tersebut meningkat menjadi sekitar 70,4 kuintal/hektar (Ku/ha) pada tahun 2012 (dari 61,2 Ku/ha pada tahun 2009) dengan total produksi tanaman pangan meningkat menjadi sekitar 116,9 juta ton. Sementara itu, lahan untuk tanaman mencapai sekitar 20,1 juta hektar atau relatif tidak berubah dari posisi tahun 2009. Pada saat yang sama, dilaporkan bahwa permintaan pupuk untuk tanaman terutama yang anorganik yang terdiri dari zwavelzure ammoniak (ZA), Nitrogen-Fosfor-Kalium (NPK) dan urea memiliki kecenderungan meningkat. Selama periode 2009-2012, permintaan atas pupuk anorganik meningkat dengan rata-rata pertumbuhan majemuk (CAGR) sebesar 4,7% menjadi sekitar 9,8 juta ton. Urea memberikan kontribusi terbesar sekitar 52,3%, diikuti oleh NPK (38,6%) dan ZA (9,1%). Pada tahun 2013, diperkirakan bahwa total permintaan atas ketiga pupuk tersebut akan naik menjadi sekitar 10,2 juta ton, sejalan dengan tingkat produktivitas tanaman yang membaik menjadi sekitar 72,8 Ku/ha. Secara umum, jenis pupuk dapat dikategorikan menjadi anorganik (urea, NPK dan ZA) dan organik. Urea --sebagai produk pupuk utama-- adalah pupuk kimia yang mengandung hasil tinggi Nitrogen (N). Nitrogen merupakan unsur nutrisi yang sangat diperlukan untuk tanaman. Pupuk Urea mengandung unsur hara N sebesar 46% yang berarti bahwa per 100 kg ada 46 kg Nitrogen. Peraturan terkait industri pupuk, UU No 12 Tahun 2012 menetapkan pupuk sebagai sarana produksi harus memenuhi standar mutu dan pengadaan serta distribusinya harus diawasi. Pengadaan dan distribusi pupuk diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2001. Dalam hal pengadaan, pupuk dapat diproduksi di dalam negeri atau diimpor dengan tunduk pada standar mutu dan pengujian kualitas yang diterapkan. Pelabelan pupuk juga menjadi perhatian sistem distribusi sementara pengawasan ketat diperlukan untuk melindungi kepentingan pengguna, distributor, importir dan produsen serta untuk memenuhi kebutuhan pupuk. Nama dan alamat produsen sebagai salah satu komponen label diharapkan dapat meminimalkan distribusi pupuk yang tumpang tindih karena setiap produsen memiliki wilayah penjualan yang telah ditetapkan. Di sisi lain, presiden Indonesia telah memberikan mandat kepada para menteri terkait, gubernur dan walikota untuk berpartisipasi dalam revitalisasi dan peningkatan daya saing industri pupuk nasional. Selain itu, pemerintah selalu mengalokasikan subsidi untuk pupuk pada APBN setiap tahun. Pada tahun 2013, subsidi pupuk diperkirakan mencapai sekitar Rp17,9 triliun atau naik sekitar 28,5% dari realisasi tahun lalu. Subsidi diproyeksikan meningkat menjadi sekitar Rp21,0 triliun tahun 2014 dalam rangka meningkatkan swasembada pangan. Namun demikian, subsidi ini hanya sekitar 1,3% dari pendapatan negara yang mencapai sekitar Rp1.667,1 triliun. Selama 2009-2013, subsidi berkisar 1,5% dari penerimaan negara. Menurut pendapat ICRA Indonesia, faktor-faktor kunci penentu atas profil risiko bisnis perusahaan pupuk adalah kemampuan mereka untuk mengatasi risiko peraturan dan kondisi agroklimatis. Faktor-faktor lain termasuk efisiensi operasional, keragaman produk dan posisi pasar diuraikan sebagai berikut: ICRA Indonesia – Metodologi Pemeringkatan Industri Pupuk
Penilaian Profil Risiko Bisnis Risiko Peraturan Kerangka regulasi yang mengatur industri pupuk nasional berpotensi mempengaruhi profitabilitas perusahaan pupuk. Pada tingkat implementasi, SK menteri pertanian terkait permintaan dan harga eceran tertinggi (HET) mengatur HET di tingkat distribusi jalur IV. Di tingkat distribusi ini (pengecer resmi atau kios dalam wilayah kecamatan tertentu), petani atau kelompok petani sebagai konsumen akhir diharapkan memperoleh pupuk dengan harga yang terjangkau sesuai dengan peraturan. Saat ini harga pupuk anorganik per kg adalah Rp1.800 (Urea), Rp2.300 (NPK) , dan Rp1.400 (ZA) yang masing-masing dikemas sebesar 50 kg. Harga yang tercantum ini relatif stagnan dibandingkan dengan harga yang tertera pada SK sebelumnya. Kemungkinan kenaikan harga bahan baku serta biaya distribusi yang meliputi daerah-daerah tertentu sebagaimana diamanatkan oleh pemerintah akan menciptakan kesenjangan antara harga yang wajar dan HET pupuk bersubsidi. Kesenjangan yang melebar dapat terjadi ketika harga internasional meningkat namun terdapat larangan untuk mengekspor karena prioritas untuk memenuhi permintaan domestik. Akibatnya, produsen pupuk tidak bisa memaksimalkan keuntungan mereka pada situasi ini. Risiko Agro-klimatis Penggunaan pupuk tunduk kepada kondisi agro-klimatis di negeri ini, yaitu musim kering dan basah. Namun demikian, ketidakpastian pada perubahan iklim menjadi perhatian dari sektor pertanian karena dapat menggeser awal musim serta pola tanam. Curah hujan adalah faktor penting dalam menentukan waktu yang tepat untuk pemupukan sesuai dengan aplikasi pupuknya. Secara umum, fungsi air adalah sebagai pelarut. Pupuk yang telah disebar akan dilarutkan oleh air sehingga nutrisi pupuk dapat diikat ke tanah. Namun, jika curah hujan berlebihan, nutrisi dalam pupuk tidak dapat terikat dengan tanah tapi terbuang karena terbawa oleh aliran air hujan. Kurang curah hujan juga tidak baik karena pupuk tidak dapat larut sehingga nutrisi tidak dapat diikat oleh tanah. Untuk pupuk yang telah disebar tetapi belum larut, secara umum nutrisinya tidak hilang karena masih berada dalam pupuk. Oleh karena itu, dibutuhkan jadwal pemupukan berdasarkan faktor curah hujan. Pengukuran curah hujan dapat dilakukan setiap hari secara terus-menerus setiap tahun. Data pengukuran curah hujan kemudian diolah dan outputnya dapat menjadi dasar data curah hujan bulanan. Pedoman pemupukan dari pemerintah melalui menteri pertanian dalam bentuk sistem informasi kalender tanam dapat menjadi rekomendasi bagi petani untuk pemupukan tanaman. Di sisi lain, kalender tanam dapat menjadi alat yang efektif bagi produsen pupuk untuk mengelola persediaan mereka khususnya ketika mereka harus lebih agresif memasarkan pupuk berdasarkan kalender tanam tersebut. Keanekaragaman Produk Pupuk menambahkan nutrisi ke tanah yang bermanfaat bagi berbagai jenis tanaman, sayuran, pohon dan lain-lain. Pilihan pupuk yang digunakan biasanya tergantung pada sifat tanah, seperti apakah tanah itu bersifat asam atau alkali, berpasir, bertanah liat atau berbatu. Seperti disebutkan sebelumnya, hal mendasar untuk mengkategorikan pupuk adalah apakah organik atau anorganik. Pupuk organik berasal dari alam dan mencakup hal-hal seperti kompos, gambut, abu kayu dan kotoran. Mereka tidak membakar atau merusak tanaman dan bisa memiliki efek positif jangka panjang pada tanah tanpa merusak air tanah. Namun demikian, pupuk organik umumnya memiliki konsentrasi nutrisi lebih rendah dibandingkan pupuk anorganik. Sebaliknya, pupuk anorganik adalah buatan manusia dan biasanya berbentuk bubuk, butiran atau cairan. Contoh pupuk anorganik adalah bahan kimia tambahan yang dirancang bagi tanaman untuk menyerap secara langsung, seperti nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K). Ketiga unsur nutrisi penting ini secara alami terdapat pada tanah yang subur, tetapi beberapa tanaman membutuhkan kadar nutrisi yang lebih dari yang terkandung di dalam tanah. Bahan kimia lain yang mungkin dimasukkan dalam pupuk anorganik termasuk kalsium, sulfur, besi, seng dan magnesium. Namun dalam prakteknya terdapat kemungkinan adanya pemupukan berimbang untuk tanaman pangan. Adanya batasan maksimal kandungan residu kimia pada bahan pangan khususnya sayuran dan buah-buahan tidak serta merta berarti inputnya harus 100% pupuk organik. Untuk berkebun dan pertanian, dengan sejarah panjang penggunaan pupuk kimia, lingkungan sekitar praktis sudah kehabisan mikroba dan senyawa untuk pemupukan alami. Tanaman telah tergantung sepenuhnya ICRA Indonesia - Metodologi Pemeringkatan Industri Pupuk
Halaman 2 dari 5
pada asupan gizi dari input eksternal karena kemampuan swadaya untuk memenuhi hara dari sekitar tanaman telah lumpuh. Oleh karena itu, pemupukan berimbang antara pupuk anorganik dan organik akan mempertahankan produktivitas pertanian sementara pada saat yang sama meningkatkan lingkungan mikro tanaman. Produsen pupuk harus mampu menghadapi tantangan dinamika tersebut dengan menyediakan berbagai jenis pupuk. Ketergantungan yang tinggi terhadap pupuk tertentu berpotensi mengurangi pangsa pasar mereka ketika ada perubahan preferensi terhadap pupuk atau terdapat kebutuhan aplikasi pupuk yang berupa kombinasi dari beberapa pupuk. Oleh karena itu, produsen harus melengkapi pupuk anorganik seperti urea, ZA, fosfat, Phonska, NPK dan ZK dengan pupuk organik. Daya Saing Biaya Struktur biaya produsen urea ditentukan oleh bahan baku yang digunakan, teknologi yang diadopsi, tingkat konsumsi energi dan lokasi unit. Akses ke bahan baku murah penting untuk daya saing produsen. Tingkat konsumsi energi merupakan fungsi dari model unit produksi, proses teknologi yang diadopsi dan pemeliharaannya. Dengan sedikitnya opsi yang tersedia, proses teknologi yang diapdosi akan ditentukan oleh model unit produksinya. Pabrik pupuk yang baru akan mengadopsi proses produksi yang modern sedangkan pabrik yang lama akan mengadopsi proses yang berlaku saat itu. Unit produksi yang efisien mengkonsumsi energi yang lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata normatif sementara lokasi unit dapat mempengaruhi baik biaya bahan baku maupun distribusi pupuk. Secara umum, lokasi unit yang dekat dengan pasar yang besar memberikan keunggulan kompetitif karena produsen pupuk akan mampu mengelola biaya distribusi dengan efisien. Kemampuan untuk mengendalikan biaya produksi keseluruhan secara normatif akan menjadi sumber kekuatan utama bagi para produsen, yang dipengaruhi oleh harga impor, fluktuasi nilai tukar dan efisiensi. Sistem penanganan dan fasilitas penyimpanan yang memadai, dengan mempertimbangkan ketergantungan impor yang tinggi, juga dapat memberikan keunggulan kompetitif. Posisi Pasar Sebagai salah satu komponen kunci, pupuk memiliki peran yang sangat penting bagi peningkatan pertanian di Indonesia karena petani memiliki ketergantungan yang besar kepada pupuk. Dalam lingkup yang lebih luas, terdapat juga ketergantungan yang tinggi terhadap pupuk ketika pemerintah menerapkan program pembangunan pertanian yakni swasembada pangan, terkait dengan intensifikasi pertanian. Program ini dilakukan sehubungan dengan peningkatan jumlah penduduk yang juga sejalan dengan kebutuhan produksi pertanian yang lebih besar. Untuk mendukung program pembangunan pertanian ini, pemerintah sebenarnya telah mengeluarkan peraturan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian. Peraturan yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan pada tanggal 11 Februari 2003 (Keputusan No 70/MPP/Kep/2/2003) memberlakukan pola area distribusi pupuk bagi produsen. Ada tanggung jawab bagi produsen pupuk untuk mendistribusikan pupuk ke daerah-daerah tertentu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, pertumbuhan produksi dari masing-masing produsen pupuk merupakan faktor penting karena peningkatan pangsa pasar harus dibarengi dengan produksi yang lebih kuat. Berdasarkan amandemen baru atas regulasi pada tahun 2013, PT Pupuk Indonesia ditunjuk untuk melakukan pengadaan dan distribusi pupuk bersubsidi untuk kelompok petani dan/atau petani berdasarkan kesepakatan antara menteri pertanian dan PT Pupuk Indonesia. PT Pupuk Indonesia yang didirikan pada Desember 2012 sekarang menjadi perusahaan induk bagi beberapa perusahaan pupuk milik negara. Kelima anak perusahaan pupuk adalah PT Pupuk Sriwidaja Palembang, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Kujang dan PT Petrokimia Gresik. Kualitas Manajemen Semua peringkat hutang harus menggabungkan penilaian kualitas manajemen perusahaan serta kekuatan/kelemahan yang timbul akibat perusahaan tersebut merupakan bagian dari kelompok bisnis/grupnya. Juga hal penting adalah kemungkinan arus kas perusahaan yang dipakai untuk mendukung entitas lain dalam grup, dalam hal perusahaan adalah salah satu entitas kuat dalam kelompok bisnis tersebut. Diskusi yang rinci dengan manajemen diselenggarakan untuk memahami tujuan bisnis, rencana dan strategi serta pandangan tentang kinerja masa lalu, selain prospek industri. Beberapa poin lain yang dinilai adalah: • Pengalaman promotor/manajemen dalam bidang usaha yang bersangkutan • Komitmen promotor/manajemen dalam bidang usaha yang bersangkutan ICRA Indonesia - Metodologi Pemeringkatan Industri Pupuk
Halaman 3 dari 5
• • • • •
Kebijakan promotor/manajemen dalam pengambilan dan pengendalian risiko Kebijakan-kebijakan perusahaan terhadap hutang, risiko bunga dan risiko mata uang Rencana perusahaan atas proyek-proyek baru, akuisisi, ekspansi dan lain-lain Kekuatan perusahaan lain dalam grup yang sama dengan perusahaan Kemampuan dan kemauan grup untuk mendukung perusahaan melalui langkah seperti penambahan modal, jika diperlukan.
Penilaian Profil Risiko Keuangan Tujuannya adalah untuk menentukan posisi keuangan perusahaan saat ini dan profil risiko keuangannya. Beberapa aspek yang dianalisis dalam konteks ini adalah: Profitabilitas Operasional: Analisis ini berfokus pada penentuan tren profitabilitas operasional perusahaan dan perbandingan dengan para pesaingnya. Kemampuan perusahaan untuk mencapai imbal hasil yang ditetapkan dari berbagai jenis pupuk akan menjadi parameter penilaian utama. Perusahaan urea yang efisien mencapai hasil yang lebih tinggi dengan mengoperasikan unit produksi lebih dari kapasitas terpasang normatifnya. Menkonsumsi energi lebih rendah dari yang ditetapkan juga menjadi keuntungan bagi unit produksi. Efisiensi pengadaan bahan baku, kontrol atas nilai tukar dan konversi yang efisien dapat membantu profitabilitas mengingat intensitas bahan baku yang tinggi dalam bisnis. Tingkat Hutang: Tujuannya untuk memastikan tingkat hutang dalam kaitannya dengan dana milik perusahaan dan dalam hubungannya dengan risiko bisnis yang dihadapi oleh perusahaan. Kemampuan Membayar Hutang: Di sini, tren rasio pengembalian hutang yang penting seperti rasio pembayaran bunga dan rasio laba yang dihasilkan terhadap total hutang dianalisis. Intensitas Modal Kerja: Analisis ini dilakukan dengan mengevaluasi tren dalam indikator modal kerja utama perusahaan seperti piutang, persediaan dan hutang usaha dibandingkan dengan para pesaingnya. Ketersediaan subsidi secara tepat waktu dapat mempengaruhi likuiditas perusahaan. Sebaliknya, penundaan pencairan subsidi dapat menekan posisi likuiditasnya.
Aspek lain yang dianalisis meliputi: Analisis arus kas: Kas diperlukan untuk pembayaran hutang. Arus kas mencerminkan sumber dari mana kas yang dihasilkan dan pengunaannya. Analisis yang dilakukan dalam hal ini adalah tren arus kas dari operasi setelah dilakukan penyesuaian untuk perubahan modal kerja, arus kas yang ditahan dan arus kas bebas setelah memenuhi kewajiban pembayaran hutang dan kebutuhan belanja modal. Analisis arus kas juga membantu dalam memahami kebutuhan pendanaan eksternal yang dibutuhkan perusahaan untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo. Risiko terkait valuta asing: risiko tersebut timbul jika biaya dan pendapatan utama perusahaan berasal dari mata uang yang berbeda. Contoh dalam hal ini adalah perusahaan yang menjual di pasar domestik tetapi melakukan impor dalam skala besar atau unit usaha berorientasi ekspor dengan sebagian besar struktur biaya dalam mata uang domestik. Risiko mata uang asing juga dapat timbul dari kewajiban yang tidak memiliki lindung nilai, terutama bagi perusahaan yang sebagian dari pendapatannya dalam mata uang lokal. Fokus di sini adalah pada penilaian kebijakan lindung nilai perusahaaan yang bersangkutan dalam konteks jangka waktu dan sifat kontrak dengan pihak lawan (jangka pendek/panjang, harga tetap/mengambang). Kesenjangan jatuh tempo dan risiko yang berkaitan dengan suku bunga dan pembiayaan kembali: Ketergantungan yang besar pada pinjaman jangka pendek untuk membiayai investasi jangka panjang dapat mengekspos perusahaan terhadap risiko pembiayaan kembali yang signifikan, terutama selama periode likuiditas ketat. Keberadaan dana penyangga yang berasal dari aktiva likuid/hutang bank untuk memenuhi kewajiban jangka pendek dipandang positif. Demikian pula, sejauh mana perusahaan akan terkena dampak pergerakan suku bunga dievaluasi. Kualitas akuntansi: Di sini, kebijakan akuntansi, catatan terhadap keuangan perusahaan dan komentar auditor dikaji. Setiap penyimpangan dari praktik akuntansi yang berlaku umum dicatat dan laporan keuangan perusahaan disesuaikan untuk mencerminkan dampak dari penyimpangan tersebut. ICRA Indonesia - Metodologi Pemeringkatan Industri Pupuk
Halaman 4 dari 5
Kewajiban kontinjensi/Kewajiban di luar neraca: Dalam kasus ini, kemungkinan timbulnya kewajiban kontinjensi/kewajiban di luar neraca dan implikasi keuangannya dievaluasi.
Kesimpulan Karena industri ini sangat diatur oleh pemerintah, kemampuan untuk mengendalikan biaya akan menjadi faktor kunci untuk profitabilitas dan kemampuan membayar hutang produsen pupuk. Namun, ICRA Indonesia percaya, bahkan dalam skenario deregulasi sebagian atau sepenuhnya, efisiensi operasi akan berperan lebih penting. Produsen dengan struktur biaya yang kompetitif dan posisi pasar yang telah terbentuk akan mampu mengurangi dampak deregulasi dan menjaga kualitas kredit mereka.
*Diadopsi dan dimodifikasi dari Rating Methodology for Fertilizer Industry oleh ICRA Limited © Copyright, 2014, ICRA Indonesia. All Rights Reserved. Semua informasi yang tersedia merupakan infomasi yang diperoleh oleh ICRA Indonesia dari sumber-sumber yang dapat dipercaya keakuratan dan kebenarannya. Walaupun telah dilakukan pengecekan dengan memadai untuk memastikan kebenarannya, informasi yang ada disajikan 'sebagaimana adanya' tanpa jaminan dalam bentuk apapun, dan ICRA Indonesia khususnya, tidak melakukan representasi atau menjamin, menyatakan atau menyatakan secara tidak langsung, mengenai keakuratan, ketepatan waktu, atau kelengkapan dari informasi yang dimaksud. Semua informasi harus ditafsirkan sebagai pernyataan pendapat, dan ICRA Indonesia tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang dialami oleh pengguna informasi dalam menggunakan publikasi ini atau isinya.
ICRA Indonesia - Metodologi Pemeringkatan Industri Pupuk
Halaman 5 dari 5