Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia November 2014
Pendekatan Untuk Pemeringkatan Perusahaan Telepon Seluler* Metodologi pemeringkatan ICRA Indonesia untuk perusahaan penyedia layanan telekomunikasi seluler berfokus pada evaluasi perkembangan regulasi yang berdampak pada industri, posisi atau profil bisnis perusahaan, strategi manajemen, dan risiko yang terkait dengan investasi baru. ICRA Indonesia mengevaluasi profil risiko keuangan perusahaan dengan menganalisis kekuatan dan komitmen para sponsor terhadap bisnis seluler disamping indikator-indikator struktur modal perusahaan, profitabilitas, arus kas bebas, dan kecukupan pembayaran hutang. Selain itu, ICRA Indonesia menilai risiko kredit yang timbul dari ekspansi, restrukturisasi, dan aliansi strategis untuk menentukan kemungkinan dampaknya pada kemampuan perusahaan membayar hutang.
Risiko Regulasi Industri telekomunikasi di Indonesia sangat diatur dan menurut ICRA Indonesia, lingkungan peraturan memiliki pengaruh penting terhadap pemeringkatan untuk perusahaan penyedia layanan telekomunikasi seluler karena menentukan intensitas persaingan bagi pemain lama dan menggambarkan peluang bagi pendatang baru. Sektor telekomunikasi di Indonesia diatur oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika melalui badan pengawas independen yakni Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) yang didirikan pada tahun 2003. Pembentukan badan independen ini diharapkan dapat melindungi kepentingan publik (pengguna jasa telekomunikasi) dan untuk mendukung serta menjaga persaingan yang sehat dan efisien di bisnis telekomunikasi sehingga dapat menarik investor. Telekomunikasi Indonesia telah berubah dari lingkungan kompetisi yang bersifat duopoli menjadi persaingan penuh sejak tahun 1999 ketika pemerintah mengeluarkan UU No 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi. Saat ini, sebagai regulator, BRTI memiliki kewenangan untuk meninjau pelaksanaan standar kinerja operasional jaringan dan layanan telekomunikasi, persaingan antar jaringan dan layanan operator, dan ketaatan pada penggunaan perangkat telekomunikasi sesuai dengan standar yang berlaku. Undang-Undang Telekomunikasi mengklasifikasikan penyedia telekomunikasi ke dalam tiga kategori: (i) penyedia jaringan telekomunikasi; (ii) penyedia layanan telekomunikasi; dan (iii) penyedia layanan telekomunikasi khusus. Lisensi diperlukan untuk setiap kategori layanan telekomunikasi. Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan beberapa peraturan baru tentang telekomunikasi, misalnya yang terkait dengan perkembangan teknologi yang diterapkan pada industri ini.
Posisi Bisnis Emiten Faktor utama yang menentukan posisi bisnis emiten adalah daya tarik area layanan operasi, kekuatan operasional, skala ekonomi yang dicapai dari keseluruhan area layanan, dan struktur biaya.
Potensi Pasar Area Layanan Emiten Menurut perjanjian lisensi, untuk semua penyedia layanan seluler telah ditetapkan jaringan tertentu seperti Global System for Mobile Communication (GSM) atau Code Division Multiple Access (CDMA) yang menyediakan layanan telekomunikasi di area layanannya. Kelangsungan aspek operasional dan keuangan dari penyedia layanan telekomunikasi seluler tergantung pada faktor-faktor seperti penambahan jumlah pelanggan, rata-rata pendapatan setiap pelanggan, dan potensi pertumbuhan yang semuanya didorong oleh prospek ekonomi area layanan. Oleh karena itu, ICRA Indonesia menganalisis factor-faktor yang relevan seperti tingkat penetrasi sepanjang area layanannya. ICRA ICRA Indonesia
Indonesia mengukur pasar layanan telekomunikasi seluler dari jumlah penduduk serta penetrasi yang diharapkan dari layanan seluler dan laju pertumbuhannya.
Basis dan Komposisi Pelanggan Untuk pemeringkatan penyedia layanan selular yang telah beroperasi, ICRA Indonesia melihat daya tarik basis pelanggan yang sudah ada seperti tercermin dari: Ukuran Penambahan bersih jumlah pelanggan setiap bulan Bauran pelanggan prabayar/pasca bayar Ukuran pelanggan yang dilayani dan penambahan bersih jumlah pelanggan setiap bulan menentukan pangsa pasar operator. Bauran antara pelanggan prabayar dan pasca bayar beserta perkembangannya adalah faktor penting karena secara rata-rata pelanggan pasca bayar menghasilkan pendapatan rata-rata per pelanggan (ARPU) yang lebih tinggi dan menunjukkan loyalitas yang lebih baik terhadap penyedia layanan telekomunikasi dibandingkan dengan pelanggan prabayar. Selain itu, dengan penurunan biaya aktivasi dan biaya awal lain, bauran pelanggan pascabayar dan prabayar yang tidak sepadan dapat meningkatkan perpindahan pelanggan karena pelanggan prabayar sangat lebih tinggi dipengaruhi oleh biaya dan dengan mudah dapat dipengaruhi oleh strategi harga murah yang diterapkan pesaing. Namun demikian, beberapa faktor retensi pelanggan pasca bayar juga turun jika perpindahan pelanggan dari suatu operator tanpa perlu mengganti nomor telepon diijinkan dan biaya aktivasi menurun karena tekanan persaingan.
Intensitas Persaingan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi menandai berakhirnya rezim duopoli industri operator seluler di Indonesia. Setelah pelaksanaan undang-undang ini, beberapa perusahaan telekomunikasi memulai bisnis layanan seluler dengan menggunakan jaringan GSM dan CDMA. Selain dua pemain lama yaitu Telkomsel dan Indosat, ada pemain lain yang menggunakan teknologi GSM seperti XL Axiata, Hutchison 3, dan Axis Telekom Indonesia (kemudian diakuisisi oleh XL Axiata). Sementara itu, pemain di jaringan CDMA adalah Telkom, Indosat, Bakrie Telecom dan SmartFren Telecom. Jumlah operator telepon seluler yang lebih banyak telah meningkatkan intensitas persaingan yang mengarahkan operator untuk menurunkan biaya sewa dan tarif secara signifkan demi mempertahankan/meningkatkan pangsa pasar. Kebijakan ini awalnya mempengaruhi pendapatan dan profitabilitas operator telekomunikasi yang telah ada tetapi setelah melewati periode tertentu penurunan ini mampu dikompensasi oleh pertumbuhan yang signifikan dalam hal jumlah pelanggan dan peningkatan waktu pemakaian. Namun demikian, ke depannya mungkin tidak lagi seperti itu. Bagi pendatang baru, kemampuan mendapatkan pangsa pasar di pasar telekomunikasi seluler yang sedang berkembang adalah faktor penting untuk kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang. Dengan demikian, memahami kekuatan dari berbagai operator dan strategi bersaing yang digunakannya adalah faktor penting untuk memperkirakan pangsa pasar mereka dan profitabilitas di masa depan. Oleh karena itu, untuk sampai pada suatu hasil pemeringkatan, ICRA Indonesia mengevaluasi daya saing para operator dengan menilai jangkauan dan kualitas jaringan, upaya pengembangan merek, standar pelayanan pelanggan, jaringan penjualan dan distribusi, serta struktur biaya dan kekuatan keuangan.
Cakupan dan Kualitas Jaringan Karena pelanggan telepon seluler ingin dapat menggunakan ponsel mereka di mana-mana, operator yang menawarkan cakupan yang luas, kualitas suara yang lebih baik dan tingkat gangguan yang lebih rendah memiliki keunggulan kompetitif. Faktor cakupan bahkan semakin relevan untuk operator di negara kepulauan seperti Indonesia. ICRA Indonesia telah mengamati bahwa penyedia layanan seluler yang memiliki cakupan terbatas di tengah persaingan di area layanan tertentu biasanya memiliki pangsa pasar yang lebih rendah di area tersebut. Dengan demikian, untuk menentukan potensi pertumbuhan pelanggan dan penetrasi operator seluler, ICRA Indonesia mengevaluasi cakupan saat ini dan rencana perluasan jaringan yang antara lain meliputi jumlah kota yang dilayani saat ini serta yang direncanakan dan jumlah titik interkoneksi di suatu area layanan. Selanjutnya, ICRA Indonesia menilai kecukupan spektrum yang tersedia bagi operator untuk memberikan layanan untuk pelanggan saat ini maupun pertumbuhannya dalam jangka panjang dan kemampuan untuk mendukung belanja modal lebih tinggi jika alokasi spektrum saat ini tidak memadai.
ICRA Indonesia
Halaman 2 dari 7
Citra Merek ICRA Indonesia mengamati bahwa dalam lingkungan yang kompetitif, penurunan tarif selalu dapat ditandingi oleh para pesaing. Dengan demikian, harga dasar layanan seluler dapat digunakan untuk membangun citra merek di kalangan pelanggan. Dalam memilih operator, pelanggan biasanya melakukan sendiri evaluasi merek dan juga mengandalkan referensi dari mulut ke mulut. Dengan meningkatnya persaingan harga, perbandingan produk menjadi lebih sulit dan membangun citra serta kualitas pelayanan menjadi lebih penting. Jadi ICRA Indonesia percaya bahwa operator dengan merek yang sama di berbagai area layanan akan lebih mudah dikenal konsumen dan pada gilirannya akan mengurangi biaya iklan. Layanan dan Retensi Pelanggan Operator seluler menghabiskan sumber daya dalam jumlah besar untuk menambah pelanggan dan dengan demikian retensi pelanggan sangat penting bagi mereka. Hilangnya pelanggan diukur dengan "churn", yang merupakan rasio pelanggan yang meninggalkan jaringan dibandingkan jumlah pelanggan saat ini. Churn dapat bersifat sukarela (pelanggan memilih untuk paket yang lebih baik yang ditawarkan oleh pesaing, menganggap kualitas pelayanan yang rendah untuk pindah ke penyedia layanan lain, memutuskan untuk menghentikan layanan seluler sama sekali, dll) atau tidak sukarela (diputus oleh operator misalnya karena masalah tagihan). Churn sukarela yang tinggi dapat memiliki dampak besar pada profitabilitas operator, karena semakin tinggi kehilangan jumlah pelanggan, semakin banyak usaha yang dilakukan untuk menambah pelanggan dalam rangka menunjang pertumbuhan total pelanggan. Dengan demikian, ICRA Indonesia mengevaluasi strategi layanan dan retensi pelanggan yang dilakukan oleh operator. Evaluasi ini melibatkan penilaian terhadap seluruh rantai, dimulai dengan kontak pelanggan di tahap awal, kemudian melalui pemecahan masalah dan dukungan yang berkelanjutan, hingga memantau alasan pindah operator. Memberikan sebuah dimensi lain untuk penilaian layanan dan retensi pelanggan adalah struktur piramida pendapatan seluler, dimana sebagian kecil dari pelanggan menyumbang porsi yang signifikan dari pendapatan. Operator baru biasanya mencurahkan sumber daya yang cukup besar dalam memikat pelanggan untuk pindah dari pemain lama. Oleh karena itu, saat menilai strategi layanan dan retensi pelanggan operator ini, ICRA Indonesia juga mengevaluasi sistem operator dalam mengidentifikasi pelanggan tersebut dan mempertahankan mereka.
Penjualan dan Distribusi ICRA Indonesia percaya bahwa dalam bisnis layanan seluler, jaringan penjualan dan distribusi operator adalah cukup penting karena memungkinkan operator untuk merespons secara efektif perubahan pasar dan kebutuhan konsumen, dan juga untuk menarik pelanggan baru. Dengan demikian, ICRA Indonesia mengevaluasi strategi distribusi saat ini dan yang diusulkan penyedia layanan selular. Evaluasi ini melibatkan penilaian terhadap saluran distribusi langsung dan tidak langsung dari operator, dan dukungan operasional, teknis dan keuangan yang diberikan oleh operator kepada mitra distribusinya. Biaya Operasional Biaya operasional penyedia layanan selular memiliki tiga komponen utama: Biaya terkait jaringan Biaya akuisisi pelanggan Biaya penagihan dan administrasi Biaya terkait jaringan: Untuk operator seluler, biaya utama terkait jaringan adalah biaya penyewaan tempat untuk jaringan, biaya transmisi, dan biaya pemeliharaan. ICRA Indonesia mengevaluasi strategi operator untuk menurunkan biaya tersebut, misalnya, dengan menandatangani kontrak jangka panjang untuk penyewaan tempat jaringan, atau berbagi tempat jaringan dengan operator lain. Biaya transmisi tergantung pada media penghubung yang dipilih (serat optik atau microwave) dan apakah media tersebut dimiliki atau disewa oleh perusahaan. Biaya Akuisisi Pelanggan: Biaya akuisisi pelanggan meliputi biaya penjualan dan distribusi serta sarana untuk menurunkan biaya masuk pelanggan seperti subsidi pada alat telepon dan kemasan paket. Dalam lingkungan yang penuh persaingan, mengurangi biaya akuisisi pelanggan menjadi semakin sulit. Oleh karena itu, ICRA Indonesia menganalisis strategi yang diadopsi oleh operator layanan seluler untuk memanfaatkan jalur distribusi mereka secara efektif. ICRA Indonesia juga menilai inisiatif yang diambil oleh operator untuk biaya distribusi yang lebih rendah dengan mengadopsi saluran baru untuk pemasaran masal seperti menyediakan fasilitas pendaftaran secara ICRA Indonesia
Halaman 3 dari 7
online, dan melakukan aliansi dengan perusahaan yang sudah memiliki jaringan pelanggan (penerbit kartu kredit, gerai ritel atau perusahaan pembiayaan konsumen). Biaya penagihan dan administrasi: ICRA Indonesia mengevaluasi tingkat piutang yang tak tertagih dari konsumen, beban penagihan, dan biaya lain terkait dengan pelanggan dan perusahaan dalam parameter ini. Besarnya piutang tak tertagih tergantung pada sistem kredit yang diberikan dan proporsi pelanggan pasca bayar dalam bauran pelanggan. Meskipun seperti kebanyakan biaya operasional lainnya biaya ini sangat dipengaruhi oleh dinamika pasar, operator dapat mengendalikannya dengan pengelolaan yang baik. Oleh karena itu, ICRA Indonesia menganalisis sistem kredit operator secara rinci, mencakup seluruh rentang operasi termasuk verifikasi pelanggan baru, menetapkan tingkat kredit, pemantauan pola penggunaan, dan mekanisme penagihan dan pengumpulannya. ICRA Indonesia mengukur norma kredit dalam hal efisiensi pengumpulan bulanan, siklus penagihan (jumlah hari di mana operator mengumpulkan 95% tagihan bulanan), profil umur piutang, dan biaya penagihan sebagai persentase dari pendapatan pasca bayar. Sistem evaluasi kredit yang baik mengurangi kemungkinan penipuan dan piutang tak tertagih. Secara keseluruhan, indikator yang baik dari daya saing biaya adalah pengeluaran biaya untuk penagihan dan administrasi per pelanggan.
Skala Ekonomi Salah satu biaya operasi utama untuk operator layanan seluler adalah biaya interkoneksi. Biaya ini mengacu pada biaya interkoneksi dengan jaringan lain dalam area layanan telekomunikasi yang sama dan menghubungkan operator-operator di area layanan telekomunikasi yang berbeda. Pengaturan interkoneksi dan tarif yang dikenakan untuk membawa lalu lintas melalui jaringan interkoneksi dapat berdampak pada biaya, keuntungan dan strategi bisnis operator. Perusahaan layanan seluler yang beroperasi di sejumlah besar area layanan dapat memiliki daya tawar yang lebih baik dengan operator lain dan layanan telekomunikasi jarak jauh yang pada gilirannya dapat memberikan keunggulan kompetitif kepada mereka terhadap pemain yang beroperasi di satu atau dua area layanan. Operator besar dapat menegosiasikan persyaratan yang lebih baik dengan pemasok untuk peralatan dasar serta peralatan bagi konsumen, perbaikan dan pemeliharaan serta dapat mendistribusikan biaya pemasaran dan operasional mereka kepada basis pelanggan yang lebih besar. Operator dengan merek yang dikenal di seluruh area layanan memiliki kesadaran konsumen yang lebih tinggi dan biaya iklan yang lebih rendah. Dengan demikian, ICRA Indonesia menilai bahwa risiko akan lebih rendah bagi pemain yang beroperasi di sejumlah besar area layanan.
Kualitas dan Strategi Manajemen Keputusan pemeringkatan secara signifikan dipengaruhi oleh strategi manajemen operator seluler untuk pertumbuhan dan profitabilitasnya di masa mendatang serta kemampuannya untuk melaksanakan strategi tersebut. Hal ini sangat penting bagi industri yang ditandai dengan perubahan yang cepat. ICRA Indonesia saat mengevaluasi kualitas dan strategi manajemen penyedia layanan seluler secara khusus meneliti aspek-aspek sebagai berikut:
Strategi untuk mempertahankan posisi pasar: Hal ini penting untuk pemeringkatan penyedia layanan seluler yang telah lama beroperasi karena skenario persaingan berubah secara signifikan dan terus-menerus. Strategi untuk membangun keahlian dan sumber-sumber pendapatan baru: Mengingat segmen suara menjadi bersifat komoditas dan rentan terhadap risiko harga, ICRA Indonesia mengevaluasi strategi operator seluler untuk pengenalan layanan-layanan baru seperti layanan data dan video yang memberikan margin yang lebih tinggi. Akuisisi dan merambah bisnis baik yang terkait atau tidak terkait: ICRA Indonesia mengevaluasi keinginan operator seluler untuk akuisisi dan diversifikasi baik ke bidang terkait atau tidak terkait. Hal ini dapat menjadi perhatian pemeringkatan jika kedua hal tersebut membutuhkan proses yang lama atau didanai terutama melalui hutang, yang dapat mempengaruhi struktur modal dan profitabilitas operator.
Selain isu-isu spesifik tersebut, ICRA Indonesia berupaya untuk memperoleh pemahaman tentang filosofi penyedia layanan seluler mengenai risiko, khususnya dalam hal mengadopsi teknologi baru, dan kebijakan keuangannya.
ICRA Indonesia
Halaman 4 dari 7
Promotor asing ICRA Indonesia mengevaluasi kekuatan operasional dan keuangan dari promotor asing penyedia layanan selular pada saat proses pemeringkatan. Pengalaman promotor asing di pasar multi-operator, dan keahlian dalam pengaturan dan operasional jaringan berbasis pada teknologi baru dapat menjadi keuntungan tambahan. Pendekatan Teknologi Saat ini, penyedia layanan seluler dihadapkan dengan sejumlah teknologi yang saling bersaing. Kunci pembeda di masa depan adalah produk-produk dan layanan inovatif dengan platform teknologi yang unggul. Operator harus memilih produk dan jasa yang ditawarkan serta platform teknologinya. Namun, penyedia layanan seluler harus membuat investasi keuangan yang cukup besar untuk dapat menawarkan produk dan layanan tersebut sehingga peringkat yang ditetapkan ICRA Indonesia dipengaruhi oleh prospek risiko/imbal hasil platform teknologi yang dipilih oleh operator. Selain itu, dalam jangka panjang, mengingat teknologi seluler berkembang pesat, ada risiko keusangan dan penggantian aset. Oleh karena itu, ICRA Indonesia mempertimbangkan asumsi peningkatan jaringan secara periodik untuk memperhitungkan teknologi yang usang dalam pemodelan arus kas. Dengan demikian, kemajuan teknologi merupakan tantangan besar di berbagai bidang termasuk kemampuan untuk mendukung transisi yang mulus tanpa mengganggu kualitas jaringan dan layanan pelanggan yang ada, kekuatan keuangan untuk mendukung investasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan jaringan, dan kemampuan manajemen untuk menilai potensi pendapatan dari layanan baru.
Kekuatan Sponsor dan Fleksibilitas Keuangan Industri layanan seluler di Indonesia telah membukukan tingkat pertumbuhan majemuk yang sehat di kisaran 17,1% dalam periode 2008-2013 dalam hal jumlah pelanggan. Akibatnya, sebagian besar operator memiliki kebutuhan dana yang besar, dan kemampuan untuk mengumpulkan dana melalui sumber-sumber alternatif merupakan faktor penentu kredit yang penting. Selain kekuatan keuangan operator, penilaian terhadap kekuatan keuangan dari sponsor juga penting. Oleh karena itu ICRA Indonesia menilai kemampuan dan kemauan para sponsor untuk menyuntikkan dana tambahan dalam bisnis selular dengan melihat pada kekuatan keuangannya dan pentingnya usaha layanan seluler dalam rencana bisnis sponsor secara keseluruhan. Dalam hal usaha seluler memiliki promotor asing, ICRA Indonesia meneliti persyaratan peraturan yang harus dipatuhi promotor asing untuk menyuntikkan dana tambahan kepada perusahaan di Indonesia. Kapasitas usaha seluler untuk mendapatkan pinjaman, selain kesehatan keuangannya, juga ditentukan oleh hubungan sponsor dengan lembaga pemberi pinjaman dan dukungan dari sponsor dalam bentuk jaminan atau bentuk lain. ICRA Indonesia juga akan mengevaluasi fleksibilitas keuangan yang tersedia bagi penyedia layanan seluler dalam hal periode pemenuhan kebutuhan pendanaan lebih lama dari yang diperkirakan. Sumber penting fleksibilitas keuangan bisa berupa rasio hutang terhadap ekuitas yang moderat atau opsi untuk menerbitkan saham kepada investor strategis lainnya.
Risiko Proyek Baru Beberapa operator telah memperoleh area layanan baru, sementara para pendatang baru sedang dalam proses menyiapkan jaringan selulernya. Dari perspektif pemeringkatan, ICRA Indonesia melihat positif pada penyedia layanan seluler yang memiliki rekam jejak yang baik dalam membangun jaringan selular dengan cara yang efisien dan tepat waktu. ICRA Indonesia juga akan mengevaluasi status semua persetujuan dan perizinan sebagaimana yang disyaratkan dalam perjanjian lisensi seluler. Selanjutnya, ICRA Indonesia akan menilai status pendanaan yang telah didapatkan operator seluler untuk memenuhi belanja modal yang diusulkan. Hal ini akan melibatkan evaluasi kemampuan promotor untuk memenuhi persyaratan ekuitas dan status perjanjian pinjaman dengan pemasok dan lembaga keuangan.
ICRA Indonesia
Halaman 5 dari 7
Evaluasi Keuangan ICRA Indonesia mengevaluasi kinerja keuangan masa lalu penyedia layanan seluler dan menyusun proyeksi arus kas untuk menilai kecukupan arus kas terkait dengan kewajiban pembayaran hutang mereka. Proses ini juga mencakup perbandingan parameter dan rasio keuangan utama penyedia layanan dengan para pesaingnya dalam industri tersebut. Parameter kunci termasuk biaya modal per pelanggan, rata-rata pendapatan per pelanggan (ARPU), biaya operasi per pelanggan, margin laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (OPBDITA), dan efisiensi penagihan. Rasio keuangan utama lainnya yang ICRA Indonesia pertimbangkan dalam pemeringkatan penyedia layanan seluler di antaranya adalah: Total Hutang/OPBDITA Arus Kas Ditahan (Kas Akrual Bersih)/Hutang Arus Kas Ditahan/Belanja Modal Arus Kas Bebas/Hutang OPBDITA /Beban Bunga EBIT/Beban Bunga Hutang/Ekuitas Rasio Pembayaran Hutang Analisis rasio dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik industri layanan seluler. Misalnya, operator layanan seluler biasanya memiliki rasio hutang terhadap ekuitas tinggi karena investasi besar-besaran dalam membangun jaringan di daerah layanan baru atau peningkatan jaringan. Jadi rasio ini diperbandingkan dengan prospek kenaikan akrual kas internal di masa depan. Jika prospek positif, ada kemungkinan bahwa rasio hutang terhadap ekuitas akan menurun ke tingkat yang lebih baik di masa depan. Saat menilai kecukupan arus kas di masa depan untuk memenuhi kewajiban pembayaran hutang, selain indikator pembayaran hutang konvensional, hal-hal lain yang dipertimbangkan termasuk kebutuhan pendanaan di waktu puncak, sarana untuk menutup defisit pendanaan, dan status pendanaan yang telah didapatkan.
Kesimpulan Selama beberapa tahun terakhir, tindakan merger dan akuisisi telah terjadi di sektor telekomunikasi seluler karena sifatnya sebagai industri padat modal, yang mengharuskan operator untuk memiliki dana yang berlimpah dan manfaat dari skala ekonomi. Merger dan akuisisi telah mengakibatkan munculnya pemain yang kuat dalam jumlah yang sedikit yang beroperasi di sejumlah area layanan. Ke depan, ICRA Indonesia mengharapkan konsolidasi berikutnya dengan operator yang lebih kecil kemungkinan diakuisisi oleh operator yang lebih kuat. Industri jasa seluler di Indonesia telah membukukan pertumbuhan yang kuat selama beberapa tahun terakhir. Dalam pandangan ICRA Indonesia, pertumbuhan akan berlanjut meskipun dengan tingkat yang lebih lambat seiring dengan penurunan harga handset, penurunan tarif (karena tekanan kompetisi) dan meningkatnya penetrasi prabayar. Selain itu, prospek operator seluler telah membaik seiring dengan penurunan signifikan biaya peralatan yang meningkatkan kelangsungan bisnisnya. Namun demikian, dengan tekanan persaingan akan tetap intens, biaya retensi dan akuisisi pelanggan dapat mengalami peningkatan bahkan saat tarif dan sewa menurun. Selain itu, kemajuan teknologi tidak dapat dikesampingkan dalam jangka menengah dan jangka panjang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kebutuhan investasi operator layanan seluler secara signifikan. Dapat disimpulkan, pemeringkatan yang dilakukan ICRA Indonesia pada penyedia layanan seluler dipengaruhi oleh berbagai faktor dengan tingkat kepentingan yang beragam. ICRA Indonesia tetap terbuka untuk melakukan penyesuaian dalam metodologi pemeringkatan guna menanggapi atau mengantisipasi perubahan yang berdampak pada dinamika sektor jasa seluler. Perubahan tersebut antara lain dapat dipicu oleh peraturan yang terus berkembang, kemajuan teknologi, konvergensi media dan penurunan biaya.
ICRA Indonesia
Halaman 6 dari 7
*****
© Copyright, 2014, ICRA Indonesia. All Rights Reserved. Semua informasi yang tersedia merupakan infomasi yang diperoleh oleh ICRA Indonesia dari sumber-sumber yang dapat dipercaya keakuratan dan kebenarannya. Walaupun telah dilakukan pengecekan dengan memadai untuk memastikan kebenarannya, informasi yang ada disajikan 'sebagaimana adanya' tanpa jaminan dalam bentuk apapun, dan ICRA Indonesia khususnya, tidak melakukan representasi atau menjamin, menyatakan atau menyatakan secara tidak langsung, mengenai keakuratan, ketepatan waktu, atau kelengkapan dari informasi yang dimaksud. Semua informasi harus ditafsirkan sebagai pernyataan pendapat, dan ICRA Indonesia tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang dialami oleh pengguna informasi dalam menggunakan publikasi ini atau isinya.
* Dimodifikasi dan diterjemahkan dari Rating Methodology for Mobile Service Providers dari ICRA Limited.
ICRA Indonesia
Halaman 7 dari 7