RUANG METODOLOGI
METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN Johan Iskandar
1
Abstract This article describes the methodology in understanding the dynamic life of farmers in managing their agriculture. Several research approaches, including human ecology, agroecosystem, and farming system have been described. The human ecological approach may be used to study a relationship between population dynamic and the environment in the farming system. Agroecosystem analysis approach may be implemented to analyse the multidiscipline and rapid appraisal techniques of farming system. Farming system approach may be undertaken for analysing a particular arrangement of farming enterprises which are managed by farmers. Keywords: methodology, dynamic life of farmers, human ecology, agroecosystem, farming system.
Pengantar
rah-daerah pedesaan, terpisah dari dunia luar. Mereka sangat serius di da-
Petani adalah orang yang memiliki
lam mengelola pertanian di desanya
mata
dan
pencaharian
utama
dalam
cenderung
memiliki
orientasi
bidang pertanian. Di dalam kesehari-
pandangan ke dalam (inward looking
annya, petani biasanya hidup dalam
orientation). Namun, di sisi lain, ma-
dua dunia. Pada satu sisi, masyarakat
syarakat petani sangat tergantung
petani pada umumnya tinggal di dae-
dari dunia luar. Mereka dipengaruhi
1 Staf Dosen Biologi, FMIPA dan Staf Peneliti PPSDAL, Lemlit, Universitas Padjadjaran Unpad.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
171
METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN
oleh ekonomi pasar dan menjadi
hama baru, dan lain-lain.
subordinasi, objek politik pihak penguasa/pemerintah dan pihak luar,
Di samping itu, selain dipengaruhi
masyarakat luas (Cancian 1989). Ber-
oleh lingkungan sistem biofisik, para
dasarkan sejarah, kehidupan petani
petani juga dapat dipengaruhi oleh
dan sistem pertanian di Indonesia de-
sistem sosial, misalnya harus bekerja
wasa ini, tidak lepas dari pengaruh
sama atau berkompetisi dengan ang-
ekonomi pasar secara nasional mau-
gota petani lainnya. Antara lain, me-
pun internasional dan dinamika politik
reka harus bekerja sama dalam ber-
masa lalu. Demikian pula, dengan
organisasi
kian pesatnya perkembangan ekono-
irigasi dan saling bertukar tenaga
mi global dewasa ini. Maka, tidak ter-
kerja keluarga atau tenaga buruh
elakkan lagi petani-petani desa di ne-
upah. Selain itu, para petani juga
gara kita telah terbawa dalam arus
harus saling berkompetisi dengan
mengatur
saluran
air
mekanisme sistem ekonomi dunia
para petani lainnya, seperti kompetisi
(world system) yang didominasi oleh
untuk mendapatkan masukan-masu-
sistem kapitalis (bandingkan Rose-
kan untuk produksi dan menjual ha-
berry 1989).
sil-hasil pertanian.
Pada umumnya, dalam melakukan
Dengan demikian, selain dipengaruhi
usaha taninya, petani terlibat dalam
oleh faktor-faktor sistem biofisik dan
kegiatan yang sangat kompleks dan
sistem sosial lokal, masyarakat petani
penuh risiko. Mereka, dalam kese-
juga harus berurusan dengan ber-
harian mengelola usaha taninya, ha-
bagai faktor eksternal, seperti faktor-
rus berinteraksi mempengaruhi dan
faktor ekonomi pasar (harga asupan-
dipengaruhi oleh
lingkungan sistem
asupan dan keluaran-keluaran) dan
biofisik lokal (ekosistem), misalnya
faktor politik/kebijakan pemerintah
iklim, kelembaban udara, tanah, air,
(subsidi, pajak, dll.).
mikro organisme, jenis-jenis tanaman, hewan, tumbuhan pengganggu,
Untuk mempertahankan keberlanjut-
hama, dan penyakit. Bahkan di antara
an usaha taninya, petani senantiasa
faktor-faktor biofisik tersebut, bebe-
melakukan adaptasi secara dinamis
rapa di antaranya bersifat fenomena
dengan menyesuaikan dengan berba-
alam yang tidak dapat dikendalikan
gai perubahan internal dan eksternal.
petani, misalnya perubahan iklim, cu-
Karena itu, tidaklah heran bahwa da-
rah
lam melakukan usaha taninya, petani
172
hujan,
kekeringan,
timbulnya
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
RUANG METODOLOGI
senantiasa berhadapan dengan ber-
kemiskinan petani di tanah air. Salah
bagai hal yang sangat kompleks. Kon-
satu faktornya adalah terjadinya ke-
sekuensinya, untuk mengkaji kehi-
timpangan penguasaan akses lahan
dupan petani tidaklah sederhana dan
tani, yang telah mempengaruhi ting-
perlu suatu pendekatan khusus.
kat kehidupan petani yang rendah. Kondisi ketimpangan itu telah terjadi
Tulisan ini mencoba mendeskripsikan
cukup lama, yaitu mulai dari masa
metodologi yang kiranya dapat meng-
prakolonial hingga pascakolonial, dan
kaji dinamika kehidupan petani yang
berlanjut hingga dewasa ini.
kompleks dalam bertani. Yaitu, suatu pendekatan yang mencoba mengin-
Pada masa prakolonial di pulau Jawa,
tegrasikan antara konsep-konsep so-
yaitu pada masa pemerintahan kera-
sial dengan fenomena sistem biofisik,
jaan Jawa tradisional, struktur pe-
antara lain ekologi manusia (human
nguasaan lahan sawah sangat tim-
ecology), agroekosistem (agroeco-
pang. Raja memiliki kedudukan yang
system), dan sistem usaha tani/sis-
hampir bersifat Illahi. Raja memiliki
tem farming (farming system). Tulis-
hamba kerajaan (abdi dalem) yang
an ini dibagi menjadi empat bagian
menghubungkan massa rakyat (wong
utama yaitu: (1) pengantar; (2) so-
cilik) dan pihak kerajaan. Sehingga
rotan atas nasib petani Indonesia; (3)
para hamba kerajaan disebut priyayi
metodologi pengkajian kehidupan pe-
(yayi=adik raja) (Onghokham 1984).
tani dengan pendekatan riset ekologi
Secara persepsi pribadi raja, hanya
manusia, agroekosistem, dan sistem
hamba-hamba kerajaan yang diang-
farming; dan (4) penutup.
gap sebagai warganya. Raja mutlak pemilik tanah. Para pangeran dan priyayi diberi lungguh (apanage) tanah
Keterpurukan Kehidupan Petani
gaji. Tanah tersebut akan dikemba-
Indonesia Sepanjang Masa
likan lagi ke raja jika pemegangnya dipecat atau meninggal. Perbedaan
Pada umumnya sebagian besar ma-
antara kaum petani dibedakan atas
syarakat petani di Indonesia hidup
cara ia menguasai tanah. Petani pe-
miskin. Dari 49,9 juta penduduk mis-
nguasa tanah disebut sikep. Para si-
kin di Indonesia pada tahun 2002, se-
kep tersebut memiliki tanggungan
kitar 54% di antaranya terdiri dari
(numpang) yang disebut bujang (be-
masyarakat petani (BPS 2002). Ba-
lum menikah). Dalam hal makanan
nyak faktor yang dapat menyebabkan
dan tempat tinggal, seorang petani
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
173
METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN
numpang tergantung sepenuhnya pa-
manis, dan kina ditanam di lahan
da sikep. Petani-petani bujang tidak
hutan dan ladang (Geertz 1963:
mempunyai kewajiban seperti mem-
53—54). Sistem perdagangan hasil
bayar pajak atau kerja bakti terhadap
jenis-jenis tanaman tersebut diken-
negara, melainkan terhadap sikep-
dalikan dan dimonopoli oleh peme-
nya. Sementara semua kewajiban ter-
rintah kolonial Belanda. Sistem tanam
hadap negara dan kerja bakti dibe-
paksa di Pulau Jawa selain menye-
bankan pada kaum tani penguasa ta-
babkan kerusakan lingkungan hutan
nah. Namun demikian, kadang-ka-
secara besar-besaran, menyebabkan
dang sikep menggunakan bujang-bu-
pula kemiskinan massal bagi pendu-
jang untuk melakukan kerja bakti ba-
duk pedesaan (Sritua dan Sasono
gi negara. Jadi, bujang merupakan la-
1984). Pada kurun waktu tersebut
pisan terendah dari masyarakat desa
tercatat bencana kelaparan menimpa
dan kebebasannya tergantung dari
penduduk pedesaan di Jawa Tengah
para sikepnya (Onghokham 1984).
(Jepara tahun 1842; Demak/Grobogan tahun 1849—50) dan di Jawa
Kemiskinan sebagian besar petani di
Barat (Cirebon tahun 1844—46) (Sa-
pedesaan tidak berakhir dengan ber-
yogyo 1993:5).
akhirnya masa kerajaan Pulau Jawa, tetapi berlanjut hingga masa kolonial
Pada tahun 1870 sistem tanam paksa
Belanda. Contohnya adalah program
secara formal berakhir, dan selan-
tanam paksa (cultuurstelsel) selama
jutnya diberlakukan UU Agraria. Sua-
40 tahun (1830—1870) di Pulau Jawa
tu masa peralihan menuju ke zaman
yang telah menyebabkan kemiskinan
liberalisme yang lebih bebas, sehing-
sebagian besar petani di pedesaan.
ga menyebabkan kian meluasnya per-
Berdasarkan sistem tanam paksa ter-
kebunan besar yang memberi dam-
sebut, petani dipaksa untuk mena-
pak merugikan pada kaum tani. Hal
nam seperlima dari tanah mereka de-
tersebut terjadi karena kesejahteraan
ngan tanaman ekspor yang telah dite-
kaum tani tidak mengalami pening-
tapkan pemerintah kolonial Belanda.
katan di Pulau Jawa maupun luar Pu-
Jenis-jenis tanaman semusim seperti
lau Jawa. Di luar Jawa, pada tahun
tebu, indigo (nila), dan tembakau di-
1874, lahan hutan dibuka secara be-
haruskan ditanam di lahan sawah se-
sar-besaran di Deli, pesisir timur Su-
cara berotasi dengan tanaman padi.
matera. Kawasan tersebut dijadikan
Sedangkan jenis-jenis tanaman ta-
kebun tembakau dengan mendatang-
hunan seperti teh, kopi, lada, kayu
kan kuli-kuli sebagai tanah perkebun-
174
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
RUANG METODOLOGI
an. Dua tahun setelah mulai berdi-
tersebut menimbulkan berbagai ke-
rinya perkebunan tercatat 40 per-
rugian ekologi dan sosial ekonomi
kebunan yang beroperasi. Namun na-
yang parah (Soemarwoto 1991; Wa-
sib para kuli sangat menyedihkan,
hono 1999; Winarto 1998; Iskandar
mereka hidup dalam kemelaratan ser-
2000). Pembangunan pertanian ter-
ta angka kematian kuli yang sangat
sebut dinikmati oleh hanya lapisan
tinggi. Selama setahun saja tercatat
tipis di atas dan kurang dinikmati la-
213 buruh meninggal (Breman 1997:
pisan gurem yang merupakan bagian
26).
besar dari jumlah petani. Pada akhirnya tujuan pembangunan pertanian
Pada masa pascakolonial, ketimpang-
untuk mengurangi pengangguran dan
an tanah juga tetap menyolok. Con-
menghapus kemiskinan menjadi ke-
tohnya adalah hasil sensus pertanian
timpangan pembagian pendapatan
1973. Pada lapisan atas dan mene-
dan tidak tercapainya konservasi ling-
ngah tercatat terdapat 41 persen ru-
kungan (Wahono 1999:29).
mah tangga dengan luas rata-rata 1,16 hektar. Sebaliknya petani sawah
Ketimpangan dan ketidakadilan juga
lapisan bawah (kurang dari 0,5 ha)
terjadi pada petani ladang dan nela-
tercatat sebanyak 59 persen dengan
yan. Contohnya di Kalimantan Timur,
luas rata-rata 0,25 ha.
luas HPH yang 9.660.669 ha dikuasai
Program peningkatan produksi padi
Sementara itu, peladang setempat
melalui revolusi hijau diperkenalkan
yang dilahirkan, dibesarkan, dan me-
di Indonesia tahun 1960-an pada la-
ngembangkan kehidupan di hutan
hanya oleh 6 pengusaha (Link 2000).
han-lahan sawah. Kendati program
diperlakukan sebagai perambah dan
tersebut berhasil mencapai swasem-
ruang geraknya dibatasi sehingga
bada beras selama 5 tahun, yaitu ta-
mereka jadi miskin (Boedhisantoso
hun 1985—1988 dan 1990, namun
1999).
karena adanya ketimpangan akses terhadap lahan, sifat pembangunan
Di samping itu, nasib ekonomi petani
yang sentralistik, serta usaha tani
Indonesia kian terpuruk karena tidak
yang lebih menekankan pada asupan
mendapat perlindungan pemerintah.
modern dari luar, akhirnya Indonesia
Hal ini sangat berbeda dengan nasib
kembali menjadi pengimpor beras
petani di negara-negara yang telah
seperti posisi di awal tahun 1965,
maju, seperti petani di Uni Eropa dan
yaitu 2,9 juta ton. Tentu saja program
Amerika Serikat. Di negara-negara
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
175
METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN
tersebut petani hanya sekitar 5—7
tidak memiliki biaya untuk membeli
persen dari total populasi, tetapi m-
asupan-asupan yang menyebabkan
enerima subsidi lebih dari 50 persen
rendahnya produksi pertanian, dan
anggaran
(Iwantoro
akhirnya menyebabkan pendapatan
2003). Sebaliknya di Indonesia, pen-
yang tidak memadai untuk membeli
duduk petani sawah yang jumlahnya
asupan-asupan pertanian.
pemerintah
lebih dari 50 persen total penduduk tidak mendapat subsidi yang layak
Di atas semua itu, dewasa ini berkem-
dari pemerintah. Harga pupuk kimia
bang fakta yang sangat menyedihkan
dan pestisida terus melambung, se-
bahwa dari tahun ke tahun luas areal
mentara harga jual gabah padi ren-
persawahan di Indonesia terus berku-
dah. Selain itu petani gurem tanpa
rang karena dikonversikan pada per-
subsidi yang terpuruk tersebut harus
untukan lain, seperti rumah-rumah,
bersaing melawan petani negara lain
perkantoran, dan industri. Dalam ku-
yang ekonominya telah maju, yang
run waktu tiga tahun (1999—2002)
bebas mengekspor beras ke Indo-
saja, luas sawah di Indonesia telah
nesia tanpa dikenai tarif yang layak
berkurang menjadi 563.200 ha, yaitu
karena mendukung ekonomi pasar
di Pulau Jawa seluas 167.200 ha dan
yang dipaksakan oleh kaum kapitalis
di Luar Pulau Jawa seluas 396.000 ha.
dengan semangat globalisasi. Tidak-
Penambahan luas sawah dalam kurun
lah heran dengan adanya ketimpang-
waktu yang sama hanya 18.000 ha di
an akses sumber daya 2/sumberdaya
Pulau Jawa dan 121.300 ha di luar
alam 3 pada petani di pedesaan serta
Jawa (BPS 2003).
sifat pembagunan yang tidak memi4
hak masyarakat bawah , maka banyak penduduk terjebak dalam lingkaran setan atau vicious circles of poverty (bandingkan Todaro 1977). Mereka
2 Sumberdaya dapat diartikan secara luas seperti hak milik, produk, sarana-sarana, kepunyaan,
kekayaan, nasib baik, kemakmuran, dan modal. Tetapi ada dua makna utama yaitu aspek pendapatan dan aspek pengamanan sosial (Koning 2001; Nootebom 2001). 3 Sumberdaya alam berdasarkan poperty rights dapat dibedakan menjadi sumber daya akses terbuka, kepemilikan perorangan/swasta, kekayaan negara, dan milik umum/komunal (Berkes, dkk. 1989). 4 Pemerintah Orde Baru digambarkan sebagai sentralistis dan otorisme kekuasaan rezim yang dipraktikkan dalam pembangunan yang lebih mengedepankan segi keseragaman, dominasi negara terhadap rakyat, menekankan pada pertumbuhan ekonomi, bersifat sektoral, bias pada kekuatan konglomerasi, penggusuran tanah, serta penguasaan sumber daya alam pada segelintir elit politik di Jakarta (Abdullah dan Saleh 2001:vi; Keraf 2001:132).
176
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
RUANG METODOLOGI
Metodologi Mengkaji Petani dan
pendekatan dan metoda, antara lain
Pertanian
ekologi manusia, agroekosistem, dan sistem farming (gambar 1).
Studi-studi tentang kehidupan petani dapat dilakukan melalui beberapa
Gambar 1 Metodologi Penelitian Petani dengan Pendekatan Ekologi Manusia, Agroekosistem, dan Sistem Farming
Keterangan: (1) Pendekatan riset ekologi manusia (human ecology): interaksi manusia dengan lingkungan alam (ekosistem) dengan terjadi arus energi, materi dan informasi. (2) Pendekatan analisis agroekosistem: interaksi manusia dengan ekosistem binaan/pertanian (agroecosystem). Pendekatan sistem, sistem hirarki, dan sistem pemilikan: produktivitas, stabilitas, ekuitabilitas, dan stabilitas. (3) Pendekatan sistem usaha tani (farming system): pengelolaan petani pada suatu jenis usaha tani.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
177
METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN
Pada umumnya, pendekatan tersebut
bungan tersebut menghasilkan fungsi
berupaya menjembatani konsep-kon-
khusus di kumpulan tersebut, sehing-
sep sosial dan fenomena biofisik da-
ga apabila terjadi perubahan pada
lam sistem pertanian, karena sistem
salah satu unsurnya dapat menyebab-
pertanian pada hakikatnya menyang-
kan perubahan pada unsur-unsur la-
kut sistem sosial manusia dan sistem
innya.
biofisik (ekosistem). Selain itu, pendekatan-pedekatan
ini
berupaya
Menurut pendekatan teori sistem,
mengkaji petani pada berbagai hie-
atom-atom, sel-sel, organisma-orga-
rarki pada tingkat mikro dan makro,
nisma, ekosistem-ekosistem, kelom-
dan senantiasa ditekankan pada satu
pok-kelompok masyarakat, bahkan
kesatuan sistem sosial dan sistem
dunia ini secara keseluruhan dapat di-
ekologi (ekosistem). Beberapa meto-
pandang sebagai suatu model kesa-
da dan teknik yang dapat digunakan
tuan sistem. Para ilmuwan Ekologi
untuk mengumpulkan data lapangan
Biologi telah lama menggunakan isti-
dengan pendekatan tersebut antara
lah ekosistem untuk merujuk pada
lain RRA/PRA, wawancara, observasi
suatu sistem ekologi yang merupakan
berpartisipasi, recall method, dan
kesatuan hubungan antara faktor-
lain-lain (gambar 1).
faktor hidup (biotik) dan tak hidup (abiotik) (Odum 1953). Demikian pula di antara para ilmuwan sosial, telah
Model Sistem dan Ekologi Manu-
lama mengenal bahwa masyarakat
sia
manusia disusun oleh sistem organi-
Berdasarkan perkembangan ilmu pe-
sasi, seperti yang diungkapkan oleh
ngetahuan, telah berkembang teori
Emile Durkheim. Secara umum kon-
yang dinamakan teori sistem. Sistem
sep pendekatan ekosistem diadopsi
dapat diartikan sebagai sebagai suatu
oleh kalangan ilmu sosial/antropologi
kumpulan dari unsur-unsur yang ter-
pada tahun 1960-an (Moran 1990).
susun dalam suatu batas kumpulan
Beberapa peneliti, antara lain Geertz
tertentu. Unsur-unsur tersebut memi-
dan Rappaport, telah mengkaji secara
liki hubungan fungsional yang sangat
khusus tentang hubungan manusia
kuat satu sama lainnya. Namun demi-
dengan
kian, hubungan tersebut lemah atau
menggunakan
tidak ada dengan unsur-unsur di da-
tem. Geertz (1963), misalnya, meng-
lam kumpulan-kumpulan lainnya. Ga-
kaji tentang dinamika kehidupan pe-
bungan dari unsur-unsur yang berhu-
tani di Pulau Jawa yang dipengaruhi
178
lingkungannya, pendekatan
dengan ekosis-
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
RUANG METODOLOGI
oleh lingkungan biofisik (ekosistem)
grasi dalam sistem ekologi (ekosis-
dan berbagai pengaruhan sosial, an-
tem). Manusia dalam kehidupannya
tara lain pertambahan penduduk dan
senantiasa mempengaruhi dan dipe-
kebijakan kolonial Belanda. Sedang-
ngaruhi oleh lingkungannya. Perubah-
kan Rappaport (1968) telah mengkaji
an pada salah satu komponen terse-
hubungan antara daur ritual dengan
but akan menyebabkan perubahan
populasi babi, populasi manusia, dan
pada komponen-komponen lainnya
siklus peperangan, serta siklus masa
secara keseluruhan. Keteraturan hu-
bera sistem perladangan di suku Me-
bungan sistem sosial dan ekosistem
ring, Tsembaga, Papua Nugini.
itu, menurut Rambo (1983), terwujud sebagai arus energi, materi, dan in-
Berdasarkan teori sistem, manusia
formasi secara internal maupun pe-
dengan sistem sosialnya merupakan
ngaruh dari luar (gambar 2).
komponen utama dan bagian terinte-
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
179
Gambar 2 Hubungan Timbal Balik antara Manusia dengan Sistem Sosialnya dan dengan Sistem Biofisik (Ekosistem) (Sumber: Rambo 1983)
METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN
180
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
RUANG METODOLOGI
Sebagai gambaran umum bagaimana
teri tersebut terjadi arus materi dari
suatu sistem ekologi bekerja, dibe-
ekosistem ke sistem sosial berupa ba-
rikan contoh pada perubahan eko-
han-bahan pangan karbohidrat, bu-
sistem di Daerah Aliran Sungai (DAS)
ah-buahan, sayuran, bumbu masak,
Citarum hulu (bandingkan Iskandar
obat-obatan tradisional, bahan kayu
dan Abdoellah 2001). Pada ekosistem
bakar, bahan bangunan, dan lain-lain.
tersebut, aktivitas petani desa dalam
Selanjutnya di alam, berbagai sisa-
sistem pertanian mempengaruhi dan
sisa materi dari jenis-jenis tanaman
dipengaruhi oleh lingkungannya. Pada
dan makhluk hidup lain, termasuk
hubungan kedua sistem tersebut ter-
manusia mati, terurai menjadi unsur-
jadi arus energi, materi, dan informa-
unsur hara yang digunakan lagi oleh
si. Ketika petani menggarap sawah,
tanaman untuk keperluan hidupnya.
kebun sayur, kebun campuran pepohonan kayu dan buah-buahan, peka-
Berbeda dengan materi, energi hanya
rangan, dan lain-lain, mereka menda-
ada satu, yaitu energi matahari g
patkan sumber energi antara lain be-
tumbuhan g manusia dan hewan g
rupa bahan-bahan pangan karbohi-
kembali lepas ke alam. Energi di alam
drat, seperti padi, jagung, singkong,
jumlahnya senantiasa tetap dan tidak
ubi jalar, talas, dan lain-lain. Di sam-
dapat diciptakan serta dimusnahkan.
ping itu, petani juga mendapat energi
Dengan demikian, jika enegi di suatu
nonpangan untuk keperluan rumah
tempat bertambah, maka energi ter-
tangganya, seperti untuk memasak,
sebut datang dari tempat lain. Bia-
kayu bakar dari pekarangan, kebun
sanya energi yang ada di alam tidak
campuran dan hutan. Dengan demi-
seluruhnya dapat dipakai untuk mela-
kian, dalam hal ini terjadi arus energi
kukan kerja, karena saat kita mela-
yang mengalir dari sistem ekologi
kukan kerja tidak mungkin terjadi efi-
(ekosistem) pekarangan, kebun cam-
siensi seratus persen. Selalu ada ba-
puran, dan hutan ke dalam sistem so-
gian energi yang tidak dapat dipakai
sial.
untuk melakukan kerja (entropi). Karena itu, energi yang mengalir di alam
Sumber energi tersebut berasal dari
dari matahari ke tumbuhan, hewan
matahari. Energi matahari tersebut,
herbivora, hewan karnivora, terma-
melalui proses fotosintesis, diubah
suk ke manusia, jumlahnya berkurang
menjadi karbohidrat dan zat-zat lain-
karena terjadi entropi di alam pada
nya di tanaman seperti protein, vita-
tiap tingkatan jaring makanan.
min, dan mineral. Bersama arus ma-
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
181
METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN
Dalam mengelola lingkungannya me-
populasi penduduk di DAS Citarum
lalui kegiatan pertanian, petani men-
hulu, telah menyebabkan tekanan
dapatkan berbagai informasi dari ling-
penduduk yang tinggi terhadap eko-
kungannya, seperti informasi tentang
sistem, antara lain dalam bentuk
perubahan musim, dengan cara me-
pembukaan lahan-lahan hutan di le-
ngamati tanda-tanda atau fenomena
reng-lereng Gunung Wayang oleh
alam seperti perputaran bintang (an-
penduduk. Berubahnya ekosistem hu-
tara lain bintang kidang/bintang wu-
tan tersebut telah menyebabkan ke-
luku, bintang kartika), masa ber-
rusakan ekosistem seperti erosi ta-
bunga dan berbuah jenis-jenis tum-
nah, banjir dan kekeringan. Kesemua
buhan tertentu, dan sebagainya.
gangguan ekosistem tersebut pada akhirnya dapat pula menyebabkan
Selain arus energi, materi, dan infor-
perubahan pada sistem sosial, seperti
masi dari ekosistem pada sistem so-
gangguan sosial ekonomi keluarga
sial, terjadi pula arus kebalikannya
petani karena hasil-hasil kayu bakar
yaitu dari sistem sosial pada ekosis-
dari hutan berkurang/tidak ada, dan
tem. Selain memanfaatkan energi
kegagalan hasil panen karena banjir,
matahari dalam proses fotosintesis
kekeringan, erosi tanah, gangguan
tanaman, petani juga memberi sub-
hama, dan lain-lain. Karena itu, untuk
sidi energi dari luar pada lahan usaha
mencapai
taninya berupa pupuk kimia sintesis
yang
dari pabrik-pabrik atau pasar. Pada
memperhatikan konservasi ekosis-
arus itu terjadi pula arus materi beru-
tem, berbagai aspek sistem sosial
pa material pupuk yang diberikan oleh
ekonomi budaya petani seperti faktor
petani (sistem sosial) pada ekosistem
ekonomi keluarga, teknologi, pendi-
(lahan pertanian). Di samping itu, ju-
dikan, pengetahuan, dan nilai petani
ga terjadi arus informasi dari sistem
perlu diperhatikan secara seksama.
pembangunan
berkelanjutan,
pertanian
selain
perlu
sosial pada ekosistem, misalnya dengan adanya pengelolaan ekosistem
Secara umum ada beberapa manfaat
oleh manusia.
teori sistem/ekosistem dalam studi interaksi
Perubahan pada salah satu komponen
manusia
dengan
lingku-
ngannya. Pendekatan ini dapat mem-
sistem sosial akan menyebabkan per-
berikan kerangka kerja yang luas dan
ubahan pada komponen-komponen
komprehensif, mendeskripsikan seca-
ekosistem, serta vice versa. Perubah-
ra kualitatif, menekankan dinamika
an sistem sosial, seperti pertambahan
internal suatu sistem, serta mengkaji
182
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
RUANG METODOLOGI
perubahan masyarakat petani secara
jenis-jenis tanaman tersebut, bagai-
internal dan spontan maupun akibat
mana memanfaatkan hasil panen ta-
program pembangunan (bandingkan
naman tersebut untuk memenuhi
Sajise 1988; Moran 1990).
konsumsi keluarga maupun untuk di-
Pengetahuan Petani
mana memelihara kesuburan lahan
Berdasarkan sudut pandang konven-
pertaniannya. Masih banyak lagi fak-
sional, usaha tani dapat dikaji secara
tor yang harus dihadapi petani, baik
jual ke bandar atau pasar, dan bagai-
parsial oleh berbagai subdisiplin per-
faktor-faktor alam maupun faktor-
tanian seperti agronomi, ilmu tanah,
faktor sosial.
ilmu hama, teknologi pertanian, perikanan, peternakan, sosial ekonomi
Para petani tradisional pada umum-
pertanian, nutrisi, dan lain-lain. Na-
nya memperoleh pengetahuan ten-
mun berbeda dengan ilmu pengeta-
tang berbagai usaha tani melalui pe-
huan akademik yang sifatnya parsial/
warisan dari leluhurnya dan melaku-
spesialis dan abstrak, pengetahuan
kan trial and error di lapangan dalam
petani dalam melakukan usaha tani-
kurun waktu yang sangat lama. Pewa-
nya bersifat holistik dan menginte-
risan pengetahuan pada masyarakat
grasikan seluruh pengetahuan dari di-
tradisional biasanya melalui 3 ting-
siplin-disiplin akademik tersebut. Pe-
katan, yaitu parental, peer, dan indi-
senantiasa
vidual learning (bandingkan Boyd dan
berhadapan dengan berbagai perma-
Richardson 1985, serta Hawlett dan
ngelolaan
usaha
tani
salahan yang sangat kompleks. Con-
Cavalli Sforza, dikutip Puri 1997:399).
tohnya ketika para petani akan me-
Parental
mulai bercocok tanam, mereka harus
lajaran pengetahuan petani melalui
menentukan jenis-jenis tanaman apa
proses dari orang tua pada anak-
learning
adalah
pembe-
yang akan ditanam, memiliki penge-
anaknya atau pun dari saudara-sau-
tahuan tentang kapan waktu yang te-
dara lain yang lebih tua (vertical cul-
pat untuk menanam jenis-jenis ta-
tural transmission) dengan cara dili-
naman tersebut, bagaimana menyi-
batkan langsung dalam berbagai akti-
apkan lahan tersebut untuk ditanami
vitas pengerjaan ladang oleh generasi
jenis-jenis tanaman yang mereka pi-
yang lebih tua (proses observasi ber-
lih, bagaimana merawat tanaman, ba-
partisipasi).
gaimana mendapatkan aneka asupan (input), seperti pupuk, obat-obatan,
Peer learning yaitu pembelajaran ber-
dan lain-lain, bagaimana memanen
bagai pengetahuan dari teman-teman
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
183
METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN
sebaya (peer group), kira-kira mulai
gala aspek dalam lingkungan hidup-
pada usia 14—20 tahun atau bahkan
nya.
lebih dini. Di antara kelompok usia tersebut terjadi proses berbagi pe-
Berdasarkan perkembangan perha-
ngalaman di antara mereka, dan tidak
tian terhadap pengetahuan lokal ter-
lagi sepenuhnya mengandalkan ber-
sebut, berkembang bidang ilmu yang
bagai pengetahuan dari generasi tua-
mengkombinasikan pengetahuan lo-
nya. Selanjutnya, terjadi proses pem-
kal dengan pengetahuan barat/mo-
belajaran pengetahuan tradisional se-
dern, misalnya etnoekologi. Etnoeko-
cara mandiri oleh masing-masing in-
logi yang dikenal sebagai suatu pen-
dividu dewasa (individual learning a-
dekatan dari ekologi manusia, ber-
tau horizontal cultural transmission).
kembang sejak akhir tahun 1950-an
Berdasarkan hal di atas, tidaklah he-
kian berkembang terutama setelah
dan awal tahun 1960-an. Etnologi ran bahwa para petani atau penduduk
munculnya beberapa artikel menarik
lokal umumnya memiliki pengetahuan
yang
ditulis
oleh
Harold
Conklin
yang rinci dan kaya tentang kondisi
(1957) dan Charles Frake (1962).
lingkungannya, baik lingkungan sis-
Frake (1962) mengungkapkan bahwa
tem biofisik (ekosistem) maupun ling-
seorang peneliti lapangan biasanya
kungan sosial. Pengetahuan lokal pe-
merasa tidak puas hanya dengan
tani (indigenous knowledge) tersebut
membuat daftar nama tentang kom-
secara umum memiliki kesejalanan
ponen-komponen
dengan prinsip-prinsip ilmiah, tetapi
berdasarkan kategori-kategori kon-
lebih kaya berkat terakumulasinya
sep dari ilmu pengetahuan 'barat'
pengalaman-pengalaman
setempat
atau 'modern'. Peneliti seyogianya ju-
yang unik (Winarto 1998:53). Selain
ga mendeskripsikan lingkungan ber-
suatu
ekosistem
itu, menurut Richards (dikutip oleh
dasarkan penafsiran dari 'masyarakat
Winarto 1998: 53), pengetahuan lokal
lokal' sendiri menurut kategori-kate-
umumnya memiliki kemampuan yang
gori etnosains ataupun etnoekologi.
lebih baik daripada pengetahuan il-
Karena itu, menurut Milton (1996:
miah bila digunakan untuk menilai
49), etnoekologi telah muncul sebagai
faktor-faktor risiko yang menyangkut
cabang ilmu dari etnografi baru yang
keputusan-keputusan produksi. Na-
mendeskripsikan model-model kon-
mun ini tidaklah berarti bahwa petani
sep penduduk terhadap lingkungan-
atau penduduk setempat memiliki pe-
nya. Hal ini dapat dibedakan berda-
ngetahuan menyeluruh tentang se-
sarkan perihal subjeknya, termasuk
184
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
RUANG METODOLOGI
klasifikasi
tumbuhan,
miarto Aji Purwanto (1998), Visser
binatang, bentuk lahan, dan lain-lain-
jenis-jenis
(1989), Iskandar dan Ellen (1999),
nya, serta metoda yang berlandaskan
dan Lahajir (2001). Winarto telah
pada antropologi kognitif. Prefiks etno
mengkaji tentang aspek-aspek dina-
yang digunakan dalam berbagai disi-
mik pengetahuan petani dalam pe-
plin ilmu alam (sains) diartikan seba-
ngendalian hama padi di Kabupaten
gai pandangan masyarakat yang kita
Subang, Jawa Barat. Peneliti lainnya,
kaji. Dengan demikian, etnoekologi
Purwanto telah melakukan studi ten-
adalah merupakan cabang dari etno-
tang faktor-faktor yang melandasi
sains. Di dalamnya tercakup pula be-
pertimbangan petani dalam memu-
berapa
seperti
tuskan menanam suatu varietas padi
etnobiologi, etnoekologi, etnobotani,
di daerah Sidamukti, Jawa Barat.
etnozoologi, dan etnoastronomi. De-
Visser secara khusus meneliti sistem
ngan kata lain, penggunaan prefiks
perladangan pada masyarakat Sahu,
subdisiplin
lainnya
etno mengandung arti etnosentrik,
Nusa Tenggara. Demikian pula Lahajir
pengetahuan penduduk, dan bukan
yang melakukan penelitian sistem
pengetahuan barat atau modern (lihat
perladangan berpindah pada masya-
juga pendapat Gerry Martin 1995).
rakat Dayak Tujung Linggang, Kali-
Beberapa ahli etnoekologi melihat isu-
mantan Timur. Sementara itu, Iskan-
isu keberlanjutan atau sustainabilitas
dar dan Ellen telah mengkaji penge-
penduduk lokal di dalam pengelolaan
tahuan masyarakat Baduy, Banten
lingkungannya, sehingga etnoekologi
Selatan, tentang varietas padi lokal
telah dilibatkan dalam isu-isu yang
dan pengelolaannya pada sistem per-
lebih luas tentang aspek konservasi,
ladangan berpindah (huma).
antara lain menyangkut sistem manajemen atau tataguna lahan lokal dan
Metoda yang digunakan untuk me-
pengetahuan petani lokal tentang je-
ngumpulkan data etnoekologi, terma-
nis-jenis tanaman pertanian dan cara-
suk dalam bidang pertanian, biasanya
cara pengelolaannya dalam bidang
berupa teknik wawancara secara ber-
usaha tani mereka.
struktur dengan responden yang di-
Studi-studi menarik tentang penge-
timbangkan representasi kuantitatif.
pilih secara acak dengan mempertahuan penduduk lokal/petani terha-
Wawancara juga dilakukan secara se-
dap lingkungannya dalam usaha tani
mi terstruktur dengan informan kunci
di Indonesia antara lain telah dilaku-
yang
kan oleh Yunita T. Winarto (1998), Se-
hatikan keragaman/triangulasi sum-
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
kompeten
dengan
memper-
185
METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN
ber (bandingkan Bernard 1994). Tek-
secara genetik, tetapi diperoleh de-
nik pengumpulan data dilakukan pula
ngan cara belajar, berkat kemampu-
dengan pengamatan langsung dan
an untuk membuat, memahami, dan
observasi berpartisipasi (bandingkan
mengkomunikasikan
antara lain Visser 1989; Marten 1995,
abstrak, serta mewujudkan kelakuan
Iskandar dan Ellen 1999; Lahajir
simbolik, terutama karena manusia
2001).
mempunyai bahasa.
Strategi Adaptasi Petani
penting sebagai pedoman hidupnya
Petani sebagai komponen utama dan
dan sebagai alat untuk beradaptasi
bagian integral dari suatu ekosistem
dengan lingkungannya, sebagai stra-
ide-ide
yang
Kebudayaan bagi manusia sangat
dalam kehidupan sehari-harinya se-
tegi untuk merespons perubahan ling-
nantiasa perlu melakukan proses a-
kungan maupun perubahan sosial.
daptasi dengan lingkungannya. Seca-
Dalam kehidupan keseharian petani,
ra umum manusia, termasuk petani,
strategi adaptasi itu terlihat dalam
memiliki kelenturan yang tinggi dalam
perilaku untuk mengalokasikan sum-
mengadaptasikan diri pada berbagai
berdaya yang mereka miliki dalam
lingkungannya. Telah dikenal 3 jenis
menghadapi masalah-masalah, seba-
penyesuaian manusia untuk menga-
gai pilihan-pilihan tindakan yang te-
daptasikan dirinya pada berbagai per-
pat guna sesuai dengan lingkungan
ubahan lingkungannya, yaitu: (1) pe-
sosial, budaya, ekonomi, politik, dan
nyesuaian cara fisiologi; (2) penye-
ekologi di tempat mereka tinggal
suaian perilaku; dan (3) budaya (Mo-
(bandingkan Marzali 2003:26).
ran 1982:5). Penyesuaian fisiologi dan perilaku merupakan proses adap-
Beberapa studi tentang kehidupan pe-
tasi secara biologi atau evolusi dari
tani dengan pendekatan strategi a-
manusia untuk dapat survive dan be-
daptasi manusia dengan lingkungan-
reproduksi, dan kemampuan ini bersi-
nya antara lain telah dilakukan oleh
fat pewarisan yang diturunkan secara
Abdoellah (1993) dan Marzali (2003).
genetik. Namun demikian, ada hal
Abdoellah mengkaji strategi adaptasi
yang membedakan manusia dari he-
petani transmigran yang berasal dari
wan. Manusia mempunyai kemampu-
Bali dan Jawa Tengah di lingkungan
an melakukan adaptasi dengan ling-
baru, daerah transmigran Barambai,
kungannya secara budaya. Ini adalah
Kalimantan Selatan. Sedangkan Mar-
kemampuan yang tidak diwariskan
zali (2003) meneliti tentang berbagai
186
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
RUANG METODOLOGI
strategi adaptasi yang dilakukan pe-
(2)dapat menggambarkan variabel-
tani sawah di Cikalong, Cianjur, Jawa
variabel dan kondisi-kondisi yang
Barat, dalam menghadapi tekanan
menciptakan
penduduk yang terus meningkat dan
strategi-strategi tersebut;
tekanan kemiskinan di pedesaan.
dan
memperkuat
(3)dapat menjelaskan mengapa variabel yang satu lebih menentukan
Beberapa metoda untuk mengumpul-
daripada variabel yang lain; dan
kan data tentang strategi adaptasi
(4)dapat meramalkan arah perkem-
berupa penelitian etnografi, survei
bangan dan implikasi jangka pan-
dengan wawancara berstruktur terha-
jang dari pilihan-pilihan strategi
dap responden yang dipilih secara
terhadap perubahan struktur a-
acak. Wawancara semi terstruktur di-
graria.
lakukan dengan informan kunci yang dianggap berkompeten yang dipilih secara purposif dengan penarikan
Analisis Sistem Model
sampel berstratifikasi (berjenjang). Teknik pengumpulan data lainnya an-
Untuk menganalisis perihal hubungan
tara lain mengamati langsung akti-
timbal balik antara petani dengan
vitas petani, ikut berpartisipasi dalam
lingkungannya serta segala dinami-
berbagai kegiatan petani (partisipasi
kanya dapat digunakan model sys-
observasi), 'karang sendiri' (beberapa
tem. Model dapat diartikan sebagai
informan menulis sendiri pengala-
suatu
penyederhanaan
penggam-
mannya), 'sejarah hidup' (pengala-
baran dari berbagai aspek kenyataan
man nyata beberapa orang informan),
yang ada di alam, dapat berupa suatu
dan lainnya (Abdoellah 1993; Marzali
objek, situasi, proses, diagram, kon-
2003).
sep, atau seperangkat persamaan. Model dibutuhkan untuk mengerti
Beberapa keuntungan dari pende-
tentang lingkungan yang sangat kom-
katan strategi adaptasi, menurut Bar-
pleks dengan segala interaksinya.
lett 1980 (dikutip Marzali 2003:26)
Analisis sistem model juga memu-
yaitu:
dahkan penyampaian masukan-ma-
(1)dapat mendeskripsikan dengan je-
sukan terhadap pengambil keputus-
las strategi nyata yang dilancarkan
an.
para petani, dan keanekaan pilihan strategi;
Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk analisis sistem dengan
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
187
METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN
menggunakan model yaitu: (1) me-
katkan kebutuhan pangan, yang ha-
nentukan
batas-batas
rus dipenuhi dengan meningkatkan
wilayah yang dikaji; (2) membangun
produksi pertanian. Produksi perta-
hubungan timbal balik antara kom-
nian utamanya diperoleh dari ladang
ponen; (3) analisis skenario; dan (4)
(huma), hutan sekunder bekas ladang
analisis kebijakan. Contoh penerapan
yang diberakan (reuma), dan hutan
analisis model dalam sistem pertanian
sekitar kampung (dukuh lembu). Se-
antara lain studi perladangan (huma)
lain dipengaruhi oleh luas lahan, pro-
di masyarakat Baduy, Banten Selatan,
duksi pertanian juga dipengaruhi oleh
yang
kesuburan tanah.
tujuan
telah
dan
dilakukan
Iskandar
(1991). Setiap tahunnya, sekitar 0,5—2 ha laDalam model interaksi antara pendu-
han hutan sekunder tua (reuma kolot)
duk Baduy Luar dengan lingkungan-
dibuka untuk dijadikan ladang, dan di-
nya dalam hal berladang terdapat be-
tanami padi 1 atau 2 tahun berturut-
berapa faktor utama, yaitu populasi
turut. Setelah padi dipanen, lahan la-
penduduk, ketersediaan pangan, pro-
dang biasanya dibiarkan membentuk
duksi pertanian, tataguna lahan (la-
hutan kembali, hutan sekunder muda
dang, reuma ngora, reuma kolot, du-
(reuma ngora), dan seterusnya me-
kuh lembur), dan kesuburan lahan
ngalami suksesi menjadi hutan se-
(gambar 3). Faktor utama dalam sis-
kunder tua (reuma kolot). Dengan de-
tem ladang tersebut adalah populasi
mikian, sambil menunggu bekas la-
Baduy Luar yang setiap waktu menga-
dang siap digarap kembali, peladang
lami perubahan dan dipengaruhi oleh
biasanya pindah ke tempat lainnya
laju kelahiran, kematian, dan migrasi
untuk membuka hutan sekunder ba-
dari masyarakat Baduy Dalam yang
ru. Namun karena hutan sekunder tua
pindah ke Baduy Luar (biasanya kare-
di Baduy Luar makin terbatas, karena
na ada pelanggaran adat). Selain itu
penduduk terus bertambah, maka un-
terjadi pula migrasi Baduy Luar ke luar
tuk memenuhi kebutuhan lahan la-
daerahnya untuk berladang semen-
dang dan pangannya, penduduk Ba-
tara di kawasan desa tetangganya
duy Luar biasanya melakukan migrasi
(nganjor). Populasi penduduk Baduy
ke luar daerah secara sementara
Luar setiap tahun bertambah secara
(nganjor) (gambar 3).
logaritmis, karena laju kelahiran lebih tinggi dari pada laju kematian. Bertambahnya penduduk terus mening-
188
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
RUANG METODOLOGI Gambar 3 Model Hubungan Timbal Balik Penduduk Baduy Luar dengan Ladang dan Komponen Lainnya dalam Berladang
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
189
METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN
Di luar daerahnya, penduduk Baduy
wan yang tinggi dan sangat kompleks,
Luar biasa menggarap ladang dengan
direduksi menjadi suatu kelompok in-
menyewa, bagi hasil, dan menjadi te-
teraksi yang khusus berupa tanaman
naga kerja yang dibayar dalam pem-
budidaya,
buatan kebun bagi masyarakat mu-
pengganggu. Contoh sederhana ada-
slim di luar derah Baduy. Untuk mem-
lah dari sepetak lahan sawah. Pada
hama,
dan
tumbuhan
peroleh cash income bagi keluarga-
suatu petak lahan sawah, batas fisik-
nya, biasanya mereka juga terlibat
nya dipertegas dengan membuat pe-
dalam berbagai pekerjaan di luar usa-
matang-pematang
ha tani (off-farm), seperti berburuh
batas fisiknya menjadi jelas, proses-
serta berdagang hasil-hasil nonpadi
proses dasar ekologi pada ekosistem
seperti gula aren, pisang, petai, dan
masih ada di dalamnya. Namun demi-
sawah.
Kendati
durian. Penduduk Baduy Luar biasa-
kian, terjadi kompetisi antara tanam-
nya akan kembali lagi ke desanya a-
an padi dengan tumbuhan peng-
pabila lahan bekas ladang yang telah
ganggu serta proses predasi, antara
diberakan telah pulih kesuburannya
lain tanaman padi dimangsa hewan
dan siap untuk digarap lagi. Dengan
hama serangga dan tikus, dan selan-
adanya kebiasaan masyarakat Baduy
jutnya, serangga dan tikus tersebut
Luar menggarap ladang di luar dae-
dimangsa oleh musuh alami seperti u-
rahnya, maka mereka secara umum
lar sawah dan burung elang.
dapat mempertahankan sistem pertanian ladang berpindah (ngahuma) se-
Keadaan ekosistem pertanian terse-
cara berkelanjutan, kendati lahan hu-
but mengalami perubahan lebih kom-
tan mereka telah berkurang (Iskan-
pleks karena banyak mendapat pe-
dar 1998).
ngaruh manusia. Contohnya adalah petani melakukan pengelolaan terha-
Agroekosistem
dap sistem alami (ekosistem sawah),
Menurut Conway dan Barbier (1990),
antara lain dengan memberi pupuk,
di dalam sistem pertanian terjadi pro-
mengontrol hama, mengatur air, me-
ses transformasi sistem ekologi (eko-
manen hasil, dan memasarkan hasil-
sistem) oleh kegiatan manusia dalam
hasil pertanian. Dalam hal ini, meka-
usaha memperoleh sumber pangan
nisme alami berubah dan didominasi
dan
kebutuhan-kebu-
oleh pengelolaan manusia dengan
tuhan lainnya. Dalam proses trans-
sistem sosialnya. Manusia mengubah
formasi tersebut, ekosistem yang me-
ekosistem menjadi ekosistem binaan
miliki keanekaan tumbuhan dan he-
untuk kepentingan usaha tani. Di da-
190
pemenuhan
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
RUANG METODOLOGI
lam sistem sosial terdapat kepen-
lam sistem ini terdapat gen, sel, ja-
tingan ekonomi di antara individu-in-
ringan, organ, seluruh organ/indivi-
dividu petani yang dapat dicapai de-
du, populasi, komunitas, dan ekosis-
ngan bekerjasama atau berkompetisi
tem. Demikian pula sistem sosial ter-
di antara petani. Pada hubungan tim-
susun dalam hierarki, seperti kelu-
bal balik tersebut, faktor-faktor sis-
arga-kampung-desa-kecamatan-ka-
tem
menjadi
bupaten-provinsi-DAS-regional-ne-
tumpang tindih dengan faktor-faktor
gara. Dalam setiap tingkatan sistem
ekologi
(ekosistem)
sistem sosial dan ekonomi. Bahkan,
tersebut, komponen yang berada di
pada akhirnya, faktor dominan dalam
bawahnya menjadi kumpulan di atas-
ekosistem tersebut adalah tujuan
nya; suatu sistem menjadi suatu
utama manusia dalam usaha tani.
komponen dari komponen lainnya da-
Maka terbentuklah sistem pertanian
lam suatu rantaian.
yang sangat kompleks, yaitu sistem atau
Sistem pertanian mengandung hie-
biasa disebut “agroekosistem” (Con-
rarki, baik hierarki biologi, ekosistem,
“agro-sosio-ekonomi-ekologi” way
1986;
Conway
dan
Barbier
maupun sistem sosial. Hirarki pada ekosistem pertanian dari tingkat ba-
1990).
wah ke tingkat atas, yaitu jenis-jenis Analisis
agroekosistem
biasanya
tanaman-air-tanah-petak lahan per-
menggunakan analisis sistem (sys-
tanian-farming-desa-daerah
tem analysis), sistem hierarki (hierar-
irigasi/daerah aliran sungai (DAS)-
chical
provinsi-regional/nasional-pasar du-
system),
sistem
pemilikan
(property systems), waktu (kalender
sistem
nia.
musiman dan kecenderungan jangka panjang), bagan aliran dan hubungan
Sistem pemilikan yang utama dalam
(diagram arus, diagram kausal, dia-
agroekosistem adalah produktivitas
gram Venn, dan diagram lain), nilai-
(productivity), stabilitas (stability), e-
nilai relatif (diagram batang dari sum-
kuitabilitas sosial (equitability), dan
bersumber pendapatan relatif, dll.),
sustainabilitas (sustainability). Pro-
dan bagan alur pengambilan kepu-
duktivitas dapat didefinisikan sebagai
tusan.
suatu tingkat produksi atau keluaran
Sistem hierarki adalah susunan kom-
produktivitas padi/ha/tahun. Stabili-
ponen secara bertingkat/berjenjang.
tas diartikan sebagai tingkat produksi
Contohnya adalah sistem biologi. Da-
yang dapat dipertahankan dalam kon-
berupa barang atau jasa, misalnya
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
191
METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN
disi konstan normal, meskipun kondisi
kanan' diartikan suatu keadaan yang
lingkungan berubah-berubah. Con-
sifatnya dapat teratur, kejadiannya
tohnya adalah perubahan iklim atau
secara kadang-kadang tetapi berke-
perubahan kondisi ekonomi. Suatu
lanjutan, relatif kecil atau ringan, dan
memiliki
kondisinya dapat diramalkan. 'Gang-
kestabilan tinggi apabila hanya sedikit
guan' adalah sesuatu yang tidak ter-
saja
sistem
dapat
dikatakan
ketika
atur, tidak datang secara terus mene-
sistem usaha tani tersebut mengalami
rus, dan keadaannya relatif besar.
mengalami
fluktuasi
gangguan. Sebaliknya, sistem itu di-
'Gangguan' datangnya tidak dapat
katakan memiliki kestabilan rendah
diramalkan. Misalnya terjadi gempa
apabila sistem usaha tani tersebut,
bumi atau badai. Suatu sistem usaha
fluktuasi yang dialami sistem usaha
tani dikatakan memiliki tingkat keber-
tani tersebut besar. Ekuitabilitas so-
lanjutan rendah apabila sistem usaha
sial digunakan untuk menggambar-
tani tersebut mengalami penurunan
kan bagaimana hasil-hasil pertanian
keambrukan yang tiba-tiba (Conway
dinikmati oleh segenap lapisan ma-
1986).
syarakat. Contoh adalah suatu sistem usaha tani dapat dikatakan memiliki
Dalam menganalisis satu agroeko-
suatu pemerataan sosial yang tinggi
sistem, keempat sistem pemilikan
apabila
memperoleh
tersebut sangat penting untuk dides-
manfaat pendapatan, pangan, dan
kripsikan secara normative dengan
lain-lain yang cukup merata dari
menggunakan
penduduknya
indikator-indikator
sumber daya yang ada. Indikatornya
performannya, dan dapat digunakan
antara lain rata-rata keluarga petani
untuk menelusuri evolusi atau sejarah
memiliki akses lahan yang luasnya
agroekosistem serta evaluasi poten-
tidak terlalu berbeda atau senjang.
sialnya, lalu dikaji terhadap macam-
Pemerataan sosial tersebut dapat
macam bentuk tata guna lahan atau
diukur antara lain dengan mengukur
introduksi macam-macam teknologi
Gini coefficient atau Lorenz curve.
baru.
Sementara itu, istilah sustainabilitas
Pengalaman menunjukkan bahwa da-
merujuk ke kemampuan suatu sistem
lam pembangunan pertanian senan-
usaha tani dalam mempertahankan
tiasa terjadi trade-off antara keempat
produktivitasnya, kendati sistem usa-
sistem pemilikan itu. Misalnya, ben-
ha tani tersebut banyak mengalami
tuk baru tata guna lahan atau tek-
'tekanan' atau 'gangguan besar'. 'Te-
nologi-teknologi baru secara umum
192
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
RUANG METODOLOGI
biasanya mempunyai pengaruh sege-
trade-off yang sangat nyata antara
ra terhadap kenaikan produktivitas,
produktivitas dan stabilitas di satu pi-
tetapi pada umumnya memiliki nilai
hak, dan antara sustainabilitas dan
yang rendah terhadap satu atau lebih
ekuitabilitas di pihak lain, maupun di
sistem kepemilikan lainnya. Oleh ka-
antara ke empat sistem kepemilikan
rena itu, dalam kasus ini diperlukan
tersebut.
Tabel 1 Pembangunan Pertanian Dipandang dari Empat Sistem Kepemilikan Agroekosistem Tipe Agroekosistem
Produktivitas
A. Ladang berpindah B. Pertanian tradisional menetap C. Perbaikan/ Improved D. Perbaikan/ Improved E. Ideal pada lahan subur F. Ideal pada lahan margina
Stabilitas Sustainabilitas Ekuitabilitas
Rendah Medium Tinggi Tinggi Tinggi Medium
Rendah Medium Rendah Tinggi Medium Tinggi
Tinggi Tinggi Rendah Rendah Tinggi Tinggi
Tinggi Medium Rendah Tinggi Tinggi Tinggi
Sumber: Conway (1986:26).
Pada umumnya agroekosistem ladang
nya berfluktuasi secara besar, tetapi
atau swidden cultivation (A), memiliki
cenderung menurun diakibatkan oleh
(i) produktivitas dan stabilitas yang
meningkatnya serangan hama dan
rendah, tetapi (ii) ekuitabilitas dan
penyakit (B). Pada perkembangan be-
(iii) sustainabilitasnya tinggi. Sistem
rikutnya, varietas padi baru dicoba di-
pertanian tradisional (B) memiliki ka-
kombinasikan antara yang memiliki
rakteristik umum produktivitas dan
sifat produktivitas dan stabilitas ting-
stabilitas
gi, namun demikian keterlanjutan-
medium,
sustainabilitas
tinggi, dan ekuitabilitas medium. A-
nya/sustainabilitasnya
kan tetapi introduksi teknologi baru
Target idealnya pada lahan subur se-
secara umum memberikan pengaruh
mua sistem kepemilikan tinggi dan
peningkatan
namun
stabilitas medium (E). Sedangkan pa-
sistem kepemilikan lainnya rendah.
da lahan marginal, diidealkan seperti
Contohnya adalah berdasarkan pe-
yang digambarkan dalam model F.
produktivitas,
rendah
(D).
ngalaman introduksi varietas benih unggul baru pada program Revolusi Hijau, seperti IR8 dan lain-lainnya pada tahun 1960-an, produktivitas-
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
193
METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN
menjadi PRA (Participatory Rural Ap-
Analisis Agroekosistem
praisal/Memahami Desa Secara Partianalisis
sipatif) (lihat Chambers 1996). Wa-
agroekosistem adalah: (a) pendefini-
wancara partisipatif dapat dilakukan
sian sistem; (b) pola analisis; dan (c)
secara individu dengan informan kun-
rancangan riset dan implementasi
ci atau secara kelompok (dewasa ini
(gambar 4).
lebih berkembang FGD= Focus Group
Beberapa
langkah
untuk
Discussion).
Wawancara
dilakukan
Tujuan dan Pendefinisian Sistem
secara berstruktur dengan responden
Pertama-tama perlu ditentukan apa
yang dipilih secara acak. Selain wa-
yang akan dijadikan objektif dalam
wancara, analisis agroekosistem dila-
analisis agoekosistem tersebut. Mi-
kukan dengan pengamatan langsung,
salnya dalam suatu analisis agroeko-
melakukan
sistem di Desa Alam Endah, Ciwidey,
dan ikut terlibat dengan informan
Bandung,
(participant observation).
telah
ditentukan
untuk
pengukuran
langsung,
mengkaji sistem produksi dan keberlanjutan pada beberapa tipe agroeko-
Pendekatan kualitatif ini mengguna-
sistem/sistem
(Iskandar,
kan beberapa alat bantu untuk me-
dkk. 1993). Batas studi yang telah di-
mahami dan berkomunikasi dengan
definisikan pada studi ini adalah Desa
petani desa, antara lain peta, bagan
farming
Alam Endah, yang merupakan bagian
transek, lintasan waktu, kalender per-
dari Daerah Aliran Sugai (DAS) Cita-
tanian,
rum Hulu. Secara hierarki, desa terse-
mata pencaharian, diagram arus pe-
but dapat disusun menjadi kampung-
masaran hasil pertanian, diagram
desa-kecamatan-DAS Citarum hulu.
Venn, dan diagram arus pohon kepu-
ethnobiographies,
analisis
tusan mengelola usaha tani setiap Metoda utama yang digunakan dalam
tahun.
analisis agroekosistem di Desa Alam Endah tersebut antara lain pendekat-
a. Peta; selain menggunakan peta
an deskriptif analitis secara kualitatif
yang telah dibuat/tersedia di desa,
dengan teknik RRA (Rapid Rural
dibuat pula model dan peta secara
Appraisal/PPS=Pemahaman Pedesa-
partisipatif, yaitu para petani turut
an Dengan Cepat). Dalam perkemba-
membuat peta sosial seperti kawa-
ngannya, dewasa ini teknik tersebut
san hutan, daerah pertanian, dan
dimodifikasi dengan lebih mengajak
lain-lain
dengan
menggunakan
partisipasi penduduk desa, sehingga
194
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
RUANG METODOLOGI
berbagai alat bantu, terutama ker-
pada awal abad ke dua puluh lahan
tas dan alat tulis
dominan di Desa Alam Endah me-
b. Tinjauan transektoral atau tran-
rupakan kawasan hutan. Pada ta-
sect walk; dibuat dengan cara ber-
hun 1910, di kawasan hutan desa
jalan dengan informan secara sis-
tersebut terdapat perkebunan ko-
tematis melewati suatu area, me-
pi. Karena perkebunan tersebut ti-
ngamatinya, menanyakan, men-
dak berfungsi dengan baik, para
dengarkan,
mendiskusikan,
pekerja kebun kopi tersebut bera-
mengidentifikasi zona yang berbe-
lih usaha sendiri dengan bertanam
da, teknologi lokal, mengenalkan
buah-buahan, bambu, albasiah,
teknologi, menemukan masalah,
dan lain-lain, sehingga terbentuk
peluang dan pemecahan, serta
kebun
membuat peta dan diagram sum-
(kebon tatangkalan). Di desa ter-
ber daya dan penemuan-pene-
sebut juga terdapat pekerjaan off-
muan. Contohnya adalah pene-
farm, yaitu pekerjaan di pabrik be-
campuran
kayu-kayuan
lusuran pembuatan transek terse-
lerang yang didirikan kira-kira ta-
but dapat dibuat gambar transek,
hun 1930-an. Pada masa pendu-
yang
macam-
dukan Jepang, pabrik tersebut di-
macam tipe agroekosistem/sistem
kuasai oleh Jepang. Pada tahun
farming dengan susunan vegeta-
1945, pabrik tersebut berhenti
sinya secara vertikal. Garis tran-
beroperasi dan dipindahkan ke
sek tersebut melintang dari dae-
Wanaraja, Garut. Selanjutnya, pa-
rah lembah hingga puncak bukit.
da tahun 1960, ada seorang petani
Tipe-tipe vegetasi pada pekara-
Cina dari luar desa yang memper-
ngan, kebun sayur, sawah, dan
kenalkan sistem pertanian sayuran
hutan dapat diperlihatkan dalam
dengan menggunakan pupuk ki-
transek. Transek tersebut disertai
mia dan obat-obatan. Sejak itulah
menggambarkan
dengan berbagai keterangan, an-
berkembang sistem kebun sayuran
tara lain jenis-jenis tanaman, sta-
dan banyak lahan kebon tatang-
tus tanah, kesuburan tanah, ma-
kalan dikonversikan menjadi ke-
salah-masalah,
potensinya
bun sayuran. Beberapa lahan per-
(bandingkan Djohani, dkk. 1996:
tanian juga berubah menjadi dae-
104).
rah pemukiman dan pekarangan.
dan
c. Lintasan waktu; adalah kronologi
Informasi lintas waktu biasanya
kejadian, daftar kejadian utama
digali dari masyarakat desa de-
yang diingat. Contohnya adalah
ngan mencari waktu-waktu yang
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
195
METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN
penting/bersejarah di desa yang
f. Analasis mata pencaharian; yaitu
mudah diingat, lalu dikonversikan
pencatatan tentang stabilitas mau-
pada standar waktu dalam tahun.
pun krisis dan penanggulangannya
Misalnya, zaman Belanda, zaman
dengan perhatian pada penda-
kemerdekaan,
patan, pengeluaran, kredit, hu-
waktu Gunung Galunggung mele-
tang, aktivitas ganda, dan lain-
Jepang,
zaman
lain.
tus, dan lain-lain. d. Kalender pertanian; mencakup ka-
g. Diagram pemasaran hasil perta-
lender pertanian yang bersifat mu-
nian; membuat aliran/arus pro-
sim utama atau secara bulanan
duksi hasil-hasil pertanian dari
untuk menunjukkan hari dan dis-
tingkat petani, bandar desa hingga
tribusi hujan, jumlah hujan atau
pasar/kota.
kelembaban tanah, dan berbagai
h. Pohon keputusan; penggambaran
kegiatan pertanian petani. Con-
alur pengambilan keputusan peta-
tohnya adalah pola curah hujan
ni untuk melakukan pengelolaan
tahunan, diperoleh dari sumber
usaha taninya setiap tahun yang
sekunder seperti dari kantor Ba-
dipengaruhi oleh lahan, tenaga
dan Meteorologi dan Geofisika.
kerja dan modal yang tersedia.
Data
pola
hujan
tersebut
di-
lengkapi data dari masyarakat de-
Selanjutnya, berbagai informasi ter-
sa seperti waktu musim hujan,
sebut dapat digunakan untuk meng-
musim kemarau, masa tanam pa-
analisis sistem kepemilikan, perta-
di, masa tanam aneka ragam je-
nyaan-pertanyaan
kunci,
nis-jenis sayuran, dan lain-lain.
untuk
eksperimen-eks-
membuat
hipotesis
e. Ethnobiographies; menggambar-
perimen dan desain riset atau survei
kan sejarah lokal panenan, hewan
lapangan, serta pada akhirnya men-
piaraan,
jadi masukan-masukan bagi pem-
pohon,
hama,
angan, dan lain-lain.
penyi-
bangunan
pertanian
berkelanjutan
(gambar 4).
196
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
RUANG METODOLOGI Gambar 4 Prosedur umum untuk menganalisis Agroekosistem (Sumber: Conway 1986)
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
197
METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN
Boks 1 Analisis Sistem Kepemilikan Agroekosistem Studi Kasus Desa Alam Endah, Ciwidey Empat hal pokok berkaitan dengan sistem kepemilikan yang dianalisis dalam agroekosistem di Desa Alam Endah, Ciwidey, adalah produktivitas, stabilitas, ekuitabilitas sosial, dan sustainabiltas. Produktivitas. Masukan-masukan dan keluaran-keluaran dari masingmasing tipe agroekosistem/usaha tani utama dianalisis, yaitu pekarangan, kebun sayuran, dan sawah. Masukan tersebut dapat berupa curahan tenaga kerja dan biaya yang diberikan terhadap tiap tipe agroekosistem/usaha tani. Sedangkan keluaran-keluaran dari masing-masing tipe agroekosistem/usaha tani berupa produksi yang dihasilkan, baik untuk dijual ataupun dikonsumsi dalam keluarga. Berdasarkan analisis produktivitas tersebut dapat diketahui bahwa kebun sayur memberikan produktivitas tertinggi dibandingkan pekarangan dan sawah. Tingkat produktivitas berikutnya yang cukup tinggi adalah sawah. Usaha tani sawah hanya dilakukan kadang-kadang, sebagai selingan apabila tanah mengalami kerusakan/menurut kesuburannya akibat ditanami tanaman sayuran secara terus menerus. Produktivitas paling rendah adalah sistem pekarangan, karena pekarangan di daerah penelitian belum digarap intensif dan dibiarkan cenderung terbuka, kurang ditanami jenis-jenis tanaman dengan keanekaan tinggi. Hal tersebut dikarenakan usaha tani penduduk lebih difokuskan pada usaha tani kebun sayuran. Stabilitas. Dari masing-masing tipe agroekosistem/usaha tani dapat dianalisis dari berbagai hal. Contohnya stabilitas produksi, harga jual produksi, hama, dan gangguan tumbuhan pengganggu (lihat Iskandar dan Abdoellah 1988). Kendati di Desa Alam Endah sistem pekarangan mempunyai produktivitas rendah, tetapi memiliki stabilitas tinggi dibandingkan dengan kebun sayuran dan sawah. Misalnya, sistem pekarangan yang tidak atau kurang terpengaruh fluktuasi harga asupan-asupan atau keluarankeluaran. Harga keluaran tidak terpengaruh harga jual di pasar, karena hasil pekarangan beraneka ragam. Dengan demikian, apabila harga salah satu hasil komoditas pekarangan jatuh di pasar, harga komoditas-komoditas lainnya masih dapat tinggi. Demikian pula, karena sistem pekarangan tidak memerlukan banyak asupan yang harus dibeli dari pasar (benih, pupuk kimia, obat-obatan), maka fluktuasi harga asupan di pasar tidak banyak mempengaruhi sistem pekarangan dibandingkan dengan kebun sayur dan sawah. Sistem sawah di Desa Alam Endah tidak digarap secara intensif, hanya sebagai penyelang dari bercocok tanam sayuran. Karena itu berbagai
198
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
RUANG METODOLOGI
perubahan harga asupan dan keluaran dari sawah (terutama padi) stabilitasnya lebih tinggi pada kebun sayuran, tetapi masih lebih rendah dari sistem pekarangan. Sistem yang stabilitasnya paling rendah adalah kebun sayuran, karena sering terjadi fluktuasi harga keluaran-keluaran yang sangat ekstrim setiap waktu. Secara umum harga jual produksi sayuran sangat kuat dipengaruhi oleh supply and demand dari pasar setiap waktu. Ekuitabilitas sosial. Tipe agroekosistem/usaha tani sayur, kendati memberikan keuntungan besar tetapi memiliki kesenjangan besar dalam memberikan keuntungan di antara anggota keluarga petani di Desa Alam Endah. Pada umumnya keluarga petani yang memiliki modal lebih kuat dapat memperoleh keuntungan lebih besar dibandingkan keluarga yang memiliki modal kecil atau bahkan tidak memiliki modal. Sistem sawah juga memiliki ekuitabilitas rendah, seperti kebun sayur, karena terjadi kesenjangan cukup tinggi dalam perolehan produksi antara petani yang bermodal tinggi atau berlahan luas dengan mereka yang bermodal kecil atau berlahan sempit. Adapun pekarangan kendati tidak memberikan produktivitas tinggi, tetapi memberikan ekuitabilitas manfaat yang relatif tinggi bagi warga Desa Alam Endah. Sustainabilitas sistem secara umum lebih sulit untuk dianalisis, karena cakupannya yang luas dan kompleks. Misalnya, suatu tipe agroekosistem/usaha tani yang memiliki sistem sustainabilitas tinggi pada aspek ekologi belum tentu memiliki sistem sistem sustainabiltias tinggi pula dalam aspek ekonomi dan sosial (lihat Iskandar dan Abdoellah 1988). Karena itu, untuk menganalisis sistem sustainabilitas dari tiap-tiap tipe agroekosistem/usaha tani, perlu dilakukan analisis secara menyeluruh, menyangkut aspek ekologi, ekonomi, dan sosial. Berdasarkan analisis dari aspek ekologi (erosi, kesuburan lahan, pencemaran lingkungan oleh pestisida), ekonomi (harga pasar, modal), dan sosial (kesenjangan ekuitabilitas), sistem sayur memiliki sistem ekuitabilitas rendah dibandingkan dengan sawah dan pekarangan. Misalnya, homogenisasi kebun sayur dengan intensifikasi pemberian pupuk kimia dan obat-obatan di Desa Alam Endah, selain telah memberikan berbagai keuntungan pada keluarga petani kaya, ternyata juga menimbulkan berbagai masalah seperti terjadinya erosi genetik tanaman, erosi tanah, pencemaran pestisida, dan kesenjangan petani kaya dan miskin. Dengan demikian, sustainabilitas sistem kebun sayur untuk jangka panjang sesungguhnya cukup mengkhawatirkan.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
199
METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN
Rancangan Riset dan Implementasi
pemilihan responden dilakukan de-
Pembangunan
ngan prosedur systematic random
Berdasarkan hasil analisis agroeko-
sampling. Dari daftar keluarga yang
sistem di Desa Alam Endah tersebut
terdapat di masing-masing Rukun
dapat dirancang riset yang lebih men-
Warga (RW), dipilih responden secara
dalam dan implementasinya dalam
sistematis dengan menggunakan sua-
program pembangunan. Misalnya, ba-
tu interval tertentu yang dihasilkan
gaimana agar usaha tani sayur yang
dari pembagian antara jumlah popu-
memberikan produktivitas tinggi da-
lasi dan jumlah responden.
pat juga memiliki stabilitas, ekuitabilitas, dan sustainabilitas tidak ren-
Untuk wawancara berstruktur dengan
dah. Upaya yang dapat dilakukan mi-
responden disiapkan lembaran kuesi-
salnya dengan pengembangan agro-
oner. Isi kuesioner tesebut mencakup
forestry yang dapat memberikan ke-
identitas
untungan ekologi, sosial ekonomi,
nguasaan macam-macam usaha tani
dan budaya yang cukup tinggi pada
dan luasnya (pekarangan, kebun sa-
masyarakat tani di desa.
yur, kebun campuran, sawah), usaha
responden,
pemilikan/pe-
tani, masyarakat dan hutan, kelemTeknik pengumpulan data pada ana-
bagaan dan organisasi sosial, ekonomi
lisis agroekosistem selain menggu-
rumah tangga on-farm dan off-farm,
nakan teknik RRA/PRA yang sifatnya
dan pengeluaran rumah tangga.
kualitatif dengan wawancara semi struktur dan diskusi bersama masya-
Secara umum dapat disimpulkan bah-
rakat petani, juga dapat dilengkapi
wa pendekatan agroekosistem memi-
dengan survei kuantitatif mengenai
liki karakteristik, antara lain: (a) me-
sistem ekonomi. Ini adalah wawan-
nekankan pada workshop multidisiplin
cara berstruktur dengan responden
dan teknik analisis cepat; (b) meng-
yang dipilih secara acak. Jumlah res-
gunakan konsep-konsep ekologi dan
ponden/sampel ditentukan berdasar-
sosial ekonomi; (c) menyadari pen-
kan representasi populasi, antara lain
tingnya trade-off dalam pembangun-
dengan menggunakan formula Lynch,
an pertanian antara produktivitas,
dkk. (1974).
stabilitas, ekuitabilitas, dan sustainabilitas; dan (d) dapat diaplikasikan
Berdasarkan formula ini, dapat dike-
tidak hanya pada sistem usaha tani,
tahui jumlah responden. Selanjutnya,
tetapi juga pada analisis dan pem-
setelah jumlah responden diketahui,
bangunan pada sistem yang lebih luas
200
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
RUANG METODOLOGI
di tingkat desa, DAS, regional, dan
Cabang-cabang usaha yang dikelola
bahkan tingkat nasional (Conway dan
petani mengikuti serangkaian urutan
Barbier 1990:164). Dengan kata lain,
tertentu, membentuk suatu sistem
beberapa keuntungan studi agroeko-
usaha tani yang merupakan satu kesa-
sistem antara lain analisisnya cukup
tuan pengelolaan usaha tani yang ti-
kuat, cukup praktis, dapat memadu-
dak terpadu. Pilihan komoditinya dise-
kan studi sains dan sosial, dan dapat
suaikan dengan keadaan lingkungan
bermanfaat untuk pengambil kebi-
tempat tumbuh dan kepentingan ke-
jakan untuk merencanakan penelitian
luarga petani yang beraneka ragam.
lebih intensif dan pembangunan per-
Pilihan komoditi pada lahan kering, se-
tanian berkelanjutan secara lebih luas
perti pekarangan dan kebun campur-
di masa depan (bandingkan Conway
an, lebih banyak dibandingkan dengan
1986; Chambers 1996).
lahan sawah. Keberhasilan seorang petani dalam mengelola usaha taninya sangat ditentukan oleh ketetapan pe-
Sistem Usaha Tani (Farming Sys-
tani dalam memutuskan pola usaha
tem)
tani yang dipilih. Pemilihan harus dise-
Sistem usaha tani (farming system)
suaikan dengan faktor-faktor produksi
adalah suatu organisasi produksi pada
yang dimiliki atau dikuasai petani (Ke-
keluarga petani. Petani sebagai pe-
pas 1988).
ngelola usaha tani mengorganisasikan faktor-faktor produksi (lahan, te-
Beberapa macam sistem usaha tani di
naga kerja, modal) yang ditujukan
Jawa Barat antara lain adalah sawah,
untuk perolehan produksi pertanian,
ladang (huma), pekarangan, talun-
baik untuk pencarian laba maupun
kebun, dan kebun sayuran komersial
untuk pemenuhan kebutuhan sehari-
(tabel 2).
hari dalam keluarga (Kepas 1988).
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
201
202 Tinggi Dengan sistem rotasi Cukup tinggi, terutama pada fase awal/kebun Panen tumbuhan semusim utama dipanen regular, panen jenis-jenis tanaman lainnya tidak teratur Lebih komersil, terutama hasil dari kebun
Kurang komersili
Fungsi
Sumber: Pengamatan dan pengalaman langsung di lapangan (1993)
Tidak reguler dapat dipenen setiap saat sepenjang tahun
Panen
Tinggi
Tinggi Tanpa rotasi Rendah
Penutupan tajuk tanaman Ground cover Rotasi Pemeliharaan
Keanekaan tanaman
Hewan Peliharaan
Ukuran lebih luas Bervariasi di datar atau lahan miring Hewan peliharaan merupakan bagian tidak langsung Keanekaan tanaman tinggi tapi lebih rendah dari pekarangan Tinggi
Ukuran relatif sempit Biasanya di lahan datar Hewan peliharaan merupakan bagian terintegrasi di pekarangan Keanekaan tanaman sangat tinggi
Ukuran Relief bentang alam
Tidak ada rumah, biasanya di luar permukiman
Terdapat rumah, lokasi di permukiman
Kehadiran rumah
Talun-Kebun
Pekarangan
Keterangan
Kurang-komersil, tergantung luas sawah
Rendah Tanpa rotasi Sangat tinggi, dalam tenaga kerja, pupuk, pestisida. Panen teratur tiap 3-3,5 bulan sepanjang tahun
Rendah
Ukuran lebih luas Dibuat petak-petak dan teras/sengkedan Hewan peliharaan merupakan bagian tidak langsung Keanekaan tanaman sangat rendah
Tidak ada rumah, biasanya di luar permukiman
Sawah
Rendah Rendah Tanpa rotasi Tinggi dalam pemberian pupuk dan pestisida Panen reguler tergantung umur tanaman jenis sayur
Lebih utama untuk komersil
Tinggi Tinggi Dengan sistem rotasi Rendah Panen padi reguler tiap 5-6 bulan, nonpadi dapat setiap saat
Kurang komersil
Ukuran lebih luas Bervariasi di lahan datar dan miring Tidak ada hewan peliharaan Keanekaan tanaman rendah
Tidak ada rumah, lokasi di luar permukiman.
Kebun sayuran komersil
Tidak ada rumah namun biasanya didirikan dangau/gubuk, lokasinya di luar permukian Ukuran lebih luas Bervariasi di tempat datar dan lahan miring Hewan peliharaan merupakan bagian tidak langsung Keanekaan sangat tinggi
Ladang
Tabel 2 Gambaran Umum Macam-Macam Sistem Usaha Tani (Farming System) di Jawa Barat
METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
RUANG METODOLOGI
Secara umum riset tentang farming
luarga antara lain:
system difokuskan pada usaha tani
Gross margin per ha = nilai total ke-
keluarga. Namun usaha tani tersebut
luaran per ha - total biaya tidak tetap
dipandang sebagai suatu integrasi
(variable costs) per ha.
holistik antara sistem sosial dan eko-
Produktivitas lahan = gross margin
sistem. Karena itu, untuk mengkaji
per ha.
sistem usaha tani diperlukan suatu
Produktivitas tenaga kerja per ha =
pendekatan multidisiplin antara bi-
gross margin per ha/total hari orang
dang sains (pertanian, biologi) dan
kerja yang digunakan per ha.
sosial. Biasanya riset tersebut diran-
Efisiensi uang tunai per ha = gross
cang untuk menemukan suatu meka-
margin per ha/total biaya tunai untuk
nisme yang lebih efektif untuk petani-
variabel-variabel per ha.
petani skala kecil. Riset tersebut ber-
Biaya-biaya tidak tetap (variable cost)
upaya mengkomunikasikan kebutuh-
dalam usaha tani biasanya biaya yang
an-kebutuhan dan kendala petani un-
digunakan untuk asupan-asupan, yai-
tuk merancang penelitian-penelitian
tu benih, pupuk, obat-obatan, bahan
pertanian dan untuk percobaan tek-
bakar, dll. Sedangkan, biaya-biaya te-
nologi-teknologi baru pada suatu la-
tap (fixed costs) antara lain depresiasi
han-lahan percobaan.
peralatan dan bangunan, pemeliharaan dan perbaikan bangunan dan
Pada umumnya riset sistem usaha ta-
peralatan, upah buruh yang reguler,
ni dilakukan dengan beberapa lang-
uang sewa, dan bunga dari pinjaman
kah secara timbal balik, yaitu: (1) me-
modal.
nyeleksi daerah atau target petani; (2) mengidentifikasi berbagai perma-
Selain itu, keluaran-keluaran dari ma-
salahan dan pengembangan pertani-
sing-masing usaha tani tersebut dapat
an; (3) merencanakan dan meran-
dianalisis dalam bentuk nutrisi, seperti
cang suatu riset; (4) mengimplemen-
kalori (Ckal), protein (gram), vitamin
tasikan riset pada suatu lahan dan
A (I.V) dan vitamin C (mgr). Cara pe-
mengevaluasinya; dan (5) melakukan
ngukurannya,
penyuluhan-penyuluhan
berbagai keluaran dari masing-masing
(Sajise
1988).
dengan
menimbang
usaha tani dengan dikonversikan pada standar baku kandungan nutrisi yang
Beberapa teknik perhitungan untuk
telah disusun, antara lain Direktorat
analisis keuntungan usaha tani dari
Gizi, FAO, dan lain-lain.
macam-macam sistem usaha tani ke-
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
203
METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN
Metoda yang lazim digunakan dalam
metodologi sosial dengan perhatian
analisis sistem farming, antara lain
terhadap berbagai kendala biofisik
dengan pendekatan kualitatif dan/a-
dan sosial dalam produksi pertanian;
tau kuantitatif. Data kualitatif biasa-
(3) mencoba mengajak partisipasi pe-
nya dikumpulkan dengan melakukan
tani dalam riset dan proses-proses
wawancara semi struktur dengan in-
pembangunan, terutama dalam per-
forman kunci. Sedangkan, data kuan-
cobaan-percobaan di lapangan; dan
titatif dilakukan dengan wawancara
(4) penggunan sistem farming skala
berstruktur dengan responden yang
kecil sebagai unit analisis (Conway
dipilih secara stratified random, dan
dan
berlandaskan representasi populasi.
kontribusi atau keuntungan dari studi
Di samping itu, dapat pula dilakukan
usaha tani antara lain adalah pening-
observasi berpartisipasi dan beberapa
katan dan pemahaman tentang (a)
pengukuran langsung. Misalnya, me-
kompleksitas, keragaman, dan keren-
ngukur nutrisi dari produksi pertanian
tanan terhadap risiko berbagai sistem
maupun yang dikonnsumsi keluarga.
usaha tani; (b) pengetahuan, profe-
Selain itu dengan membuat catatan
sionalisme, dan rasionalitas petani la-
harian yang dilakukan oleh beberapa
han sempit dan miskin; (c) pola pikir
petani sendiri. Misalnya, mencatat
dan perilaku eksperimen petani; dan
macam-macam kegiatan dengan alo-
(d) kemampuan petani untuk melaku-
kasi waktunya, pencatatan aneka ra-
kan analisis sendiri (Chambers 1996).
Barbier
1990:114).
Beberapa
gam hasil-hasil pertanian, pencatatan macam-macam makanan yang dikonsumsi, asupan-asupan dan keluaran
Penutup
dari usaha tani, dan lain-lain. Dalam melakukan usaha taninya, peSecara umum, pendekatan studi sis-
tani terlibat dalam kegiatan yang sa-
tem usaha tani dan program penyu-
ngat kompleks dan penuh risiko. Kare-
luhan sistem usaha tani berbeda dari
na itu metodologi untuk memahami
studi pertanian konvensional dan pe-
dinamika kehidupan petani dan perta-
nyuluhannya: (1) analisisnya lebih
nian dapat dilakukan dengan bebe-
menekankan pada suatu sistem ke-
rapa pendekatan dan pada berbagai
rangka kerja daripada pendekatan
tingkatan. Pada tingkat mikro dapat
berdasarkan suatu komoditas; (2)
dianalisis sistem usaha tani (farming
menggantungkan
ekplisit
system). Dapat pula dilakukan analisis
perspektif-perspektif dan metodologi-
agroekosistem dengan memperhati-
204
secara
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
RUANG METODOLOGI
kan keterkaitan yang terintegrasi se-
wasa ini kurang menguntungkan nasib
cara holistik antara sistem biofisik dan
petani. Kepemilikan/penguasaan la-
sosial. Pada analisis tersebut juga di-
han sawah di Pulau Jawa sudah tidak
perhatikan sistem hierarki, mulai di
ideal bagi petani untuk mengembang-
tingkat petak pertanian, tingkat usa-
kan usaha tani sawah, mengingat se-
ha tani, tingkat desa, tingkat DAS,
bagian besar petani hanya mempu-
dan lain-lain. Selain itu, secara kom-
nyai lahan sempit, yaitu kurang dari
prehensif dianalisis pula sistem pemi-
0,5 ha. Bahkan makin banyak di anta-
likan, tidak saja aspek produksi, teta-
ra petani tersebut sudah tidak memili-
pi juga trade-off di antara faktor stabi-
ki lahan sawah lagi. Kondisi pemilik-
litas, ekuitabilitas, dan sustainabilitas
an/penguasaan lahan tersebut terjadi
untuk jangka panjang. Bahkan, dina-
pula pada sistem ladang berpindah di
mika kehidupan petani dapat pula dia-
luar Pulau Jawa. Kini, banyak pela-
nalisis dengan pendekatan model sis-
dang berpindah yang makin berku-
tem/ekosistem untuk melihat dinami-
rang pemilikan/penguasaan lahan la-
ka populasi petani dan kaitannya de-
dangnya, karena lahan-lahan ladang
ngan faktor-faktor lain seperti kebu-
mereka telah dikonversikan menjadi
tuhan pangan, kebutuhan lahan per-
peruntukan lain seperti pembalakan,
tanian, kebutuhan income dari off-
hutan tanam industri, penambangan,
farm, dan lain-lain. Dari model sis-
perkebunan monokultur komersil, dan
tem/ekosistem dapat dibuat berbagai
pendirian pabrik-pabrik/industri.
skenario dengan mengubah faktorfaktor yang menyusun model terse-
Menjadi tenaga kerja untuk pertanian
but, sehingga sangat berguna bagi
juga tidak menguntungkan. Penduduk
para pengambil kebijakan guna me-
desa yang masih aktif di sektor perta-
rancang dan melakukan pembangun-
nian umumnya didominasi generasi
an pertanian berkelanjutan.
tua, sedangkan genenerasi muda secara umum cenderung kurang bermi-
Dewasa ini pembangunan sistem per-
nat lagi bekerja di bidang pertanian,
tanian di Indonesia cenderung masih
sebab usaha pertanian tidak membe-
bersifat parsial dan kurang memper-
rikan keuntungan yang memadai pada
hatikan nasib petani. Secara klasik te-
generasi muda. Bahkan orang-orang
lah diketahui bahwa kegiatan per-
tua tani tersebut juga tidak menghen-
tanian dipengaruhi oleh lahan (land),
daki anak-anak atau cucunya menjadi
tenaga kerja (labour), dan modal
petani melanjutkan usaha leluhurnya.
(capital). Semua unsur tersebut de-
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
205
METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN
Modal tani berupa modal uang, tekno-
lemahan tersebut, rasanya sulit untuk
logi, dan pengetahuan secara umum
membangun
juga sangat lemah. Sebagian besar
yang berkelanjutan.
pertanian
Indonesia
petani biasanya tidak mempunyai modal uang yang kuat, karena penda-
Kiranya untuk mencapai pembangun-
patan mereka dari usaha tani rendah.
an pertanian harus dilakukan berbagai
Karena pendapatannya rendah, me-
perubahan yang radikal. Perlu keber-
reka umumnya tidak mempunyai ke-
pihakan politik dari pemerintah terha-
mampuan memadai untuk membeli a-
dap petani, perlu perombakan agraria
supan-asupan bagi produksi perta-
untuk menata distribusi pemilikan/
nian. Ditambah lagi lahan-lahan per-
penguasaan tanah/lahan, dan perlu
tanian mereka yang sempit atau bah-
peningkatan sumberdaya petani, se-
kan tidak ada. Modal dan lahan terba-
perti pelayanan pendidikan, kese-
tas tersebut menyebabkan produksi
hatan, dan sumberdaya alam mereka.
pertanian mereka rendah. Produksi
Dengan demikian, tanpa memper-
pertanian rendah menyebabkan pen-
hatikan kemampuan sosial ekonomi
dapatan keluarga rendah. Pada ak-
petani (economically viable), aspek-
hirnya petani terjebak dalam ling-
aspek
karan setan (vicious circle) dan ke-
sound), aspek sosial budaya yang ber-
miskinan sepanjang masa. Akibat
keadilan
pendapatan keluarga petani yang ren-
matan terhadap hak hidup makluk lain
dah tersebut, maka tingkat pendi-
(humane), dan kemampuan petani
dikan dan gizi generasi muda petani
beradaptasi dengan berbagai peru-
menjadi rendah. Pendidikan petani
bahan lingkungan seperti pertam-
yang rendah tersebut juga telah
bahan penduduk, kebijakan peme-
mengakibatkan penerimaan pengeta-
rintah, perkembangan teknologi, dan
huan, pelatihan, dan teknologi tidak
perkembangan pasar (adaptable) ra-
berjalan dengan baik. Di atas kese-
sanya sulit pembangunan pertanian
lingkungan (socially
(ecologically
just),
penghor-
mua kelemahan tersebut, kepedulian
berkelanjutan (bandingkan Reijntjes,
pemerintah terhadap petani sangat
dkk. 1992:2) diwujudkan di tanah air
rendah. Dengan berbagai kondisi ke-
kita tercinta.
206
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
RUANG METODOLOGI
Daftar Pustaka
Abdoellah, O.S. 1993. “Indonesian Transmigrants and Adaptation: An Ecological Anthropological Persprective”. Monograph No. 33. California: Center for Southeast Asia Studies. Abdoellah, I. dan A.S. Saleh. 2001. “Sebuah Pengantar Pentingnya Jaminan Sosial Dalam Masyarakat Yang Sedang Berubah”, dalam K.V. BendaBeckman dan Koning (eds.). Sumber Daya Alam dan Jaminan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Berkes, F.M dan T. Farvar, 1989. “Introduction and Overview”, dalam F. Berkes (ed.), Common Property Resources: Ecology and Community Based Sustainabe Development. London: Belhaven Press. Breman, J. 1997. Menjinakkan Sang Kuli: Politik Kolonial Pada Awal Abad ke-20. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Budhisantoso, S. 1999. “Keterbatasan Lingkungan dan Keberingasan Sosial”. Antropologi Indonesia XXIII(59): 20—32. Cancian, F. 1989. “Economic Behavior in Peasant Communities”, dalam Plattner, S. (ed.). Economic Anthropology. Stanford: Stanford University Press. Chambers, R. 1996. PRA Participatory Rural Appraisal Memahami Desa Secara Partisipatif. Yogyakarta: Penerbit Kansius. Conklin, H.C. 1957. Hanunoo Agriculture: a Report on an Integral System of Shifting Cultivation in the Philippines. Rome: Food and Agricultural Organization, United Nations. Conway, G.R. 1986. Agroekosistem Analysis for Research And Development. Bangkok: Winrock Internasional Institute For Agricultural Development.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
207
METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN
Conway, G.R and E.B. Barbier. 1990. After the Green Revolution: Sustainable Agriculture for Development. London: Earthscan Publications, Ltd. Djohani, dkk. 1986. Berbuat Bersama Berperan Setara: Acuan Penerapan Participatory Rural Appraisal. Bandung: Dryamedia. Dove, M.R. 1988. Sistem Perladangan di Indonesia: Studi-Kasus dari Kalimantan Barat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Dove, M.R. 1996. “So Far From Power, So Near to the Forest: A Structural Analysis of Gain and Blame in Tropical Forest Development”, dalam C. Padoch and Peluso (eds.). Borneo in Transition People, Forests, Conservation, and Development. Kualalumpur: Oxford University Press. Frake, C.O. 1962. “Cultural Ecology and Ethnography”. American Anthropologist 63(1):113—32. Geertz, 1963. Agricultural Involution: the Process of Ecological Change in Indonesia. Berkeley, Los Angeles, and London: University of California. Iskandar, J. dan O.S. Abdoellah. 1988. “Agroecosystem Analysis: A Case Study in West Java”, dalam K. Rerkasem and A.T. Rambo. (eds). Agroecosystem Research for Rural Develoment. Chiang Mai: MCC, Chiang Mai University-SUAN. Iskandar, J. 1991. An Evaluation of the Shifting Cultivation System of the Baduy Community in West Java Using System Modeling. M.Sc. thesis at Chiang Mai University. Iskandar, J, dkk. 1993. Laporan Penelitian Analisis Agroekosistem Untuk Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Suatu Studi Kasus di DAS Citarum Jawa Barat, Indonesia. Bandung: PPSDAL, Lembaga Penelitian, Universitas Padjadjaran. Iskandar, J. 1998. Swidden Cultivation as a Form on Cultural Identity: The Baduy Case. Ph.D dissertation at University of Kent at Canterbury.
208
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
RUANG METODOLOGI
Iskandar. J and Ellen, F.R. 1999. “In Situ Conservation of Rice Landraces among the Baduy of West Java”. Journal of Ethnobiology 19(1):97—125. Iskandar, J. 2000. “An Assesment of the Ecological Consequences of the Green Revolution”. Bionatura 2(1):14—19. Iswantoro, S. 2003. 'Krisis Gula'. Tempo, Edisi 12—18 Mei. Kepas, 1988. Pedoman Usaha Tani Konservasi Tanah Lahan Kering: Zone Agroekosistem Batuan Kapur. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian-The Ford Foundation. Keraf, A.S. 2001. “Eksploitasi Sumberdaya Alam dalam Kebudayaan Lokal dan Otonomi Daerah”. Antropologi Indonesia No. 64:129—133. Koning, J. 2001. “Akses Terhadap Tanah dan Air di Pedesaan Jawa: Peranan Sumberdaya Alam”, dalam K.V. Benda-Beckman dan Koning (eds.). Sumber Daya Alam dan Jaminan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Lahajir. 2002. Etnoekologi Perladangan Orang Dayak Tunjung Linggang: Etnografi Lingkungan Hidup diDaratan Tinggi Tunjung. Yogyakarta: Galang Press. Link. 2000. Aphi Selalu Berjalan Pada Koridor Undang-Undang. Jakarta: LINK. Lynch, F. et. al. 1974. Data Gathering by Social Survey. Quezon City: Phillipine Social Science Council, Inc. Manan, I., N.S. Kalangie, Y.T. Winarto (peny.). 1999. “Pembangunan Gaya 'Orde Baru' dan Krisis Budaya: Suatu Pengantar”. Antropologi Indonesia XXIII (59):iii—iv. Martin, G.J. 1995. Ethnnobotany: A Methods Manual. London: Chapman & Hall. Marzali, A. 2003. Strategi Peisan Cikalong Dalam Menghadapi Kemiskinan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
209
METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN
Milton, K. 1996. Environmentalism and Cultural Theory: Exploring the Role of Anthropology in Environmental Discourse. London and New York: Routledge. Moran, E.F. 1982. Human Adaptability: An Introduction to Ecological Anthropology. Boulder, Colorado: Westview Press. Moran, E.F. 1990. “Ecosystem Ecology in Biology and Anthropology: A Critical Assesment”, dalam E.F. Moran (eds.). The Ecosystem Approach in Anthropology. Ann Arbor: The University of Michigan Press. Nooteboom, G. 2001. “Kerja Terus: Realitas Kerja Sehari-hari dan Akses Pada Sumber di Krajan, Jawa Timur”, dalam K.V. Benda-Beckman dan Koning (eds.). Sumber Daya Alam dan Jaminan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Odum, E. 1953. Fundamentals of Ecology. Philadelphia: Saunders. Onghokham, 2004. “Perubahan Sosial di Madiun Selama Abad XIX: Pajak dan Pengaruhnya Terhadap Penguasaan Tanah”, dalam S.M.P. Tjondronegoro dan G. Wiradi (peny.). Dua Abad Penguasaan Tanah: Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa. Jakarta: Gramedia. Puri, R.K. 1977. Hunting Knowledge of Penan Benalui of East Kalimantan Indonesia. Ph.D Dissertation at the Department of Anthropology at the University of Hawaii. Purwanto, S.A. 1998. “Menanam Padi: Kajian Pengambilan Keputusan Petani Dalam Menentukan Varietas Padi”. Jakarta: Antropologi Indonesia XII (55):69—83. Rambo, A.T. 1983. Conceptual Approaches to Human Ecology. Hawaii: East West Center. Rappapor, R. 1968. Pigs for the Ancestors. New Haven: Yale University Press.
210
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
RUANG METODOLOGI
Reijntjes, C. B., Haverort and A. Wates-Bayer. 1992. Farming for The Future: An Introduction to Low-External-Input and Sustainable Agriculture. London and Basingstoke: The MacMillan Press. Rosberry, W. 1989. “Peasants and the World”, dalam S. Plattner (ed.). Economic Anthropology. Stanford: Stanford University Press. Sajise, P.E. 1988. “Agroecosystem Analysis: The SUAN Approach”, dalam K. Rerkasem and A.T. Rambo (eds.). Agroecosystem Research for Rural Development. Chiang Mai: MCC, Chiang Mai University-SUAN. Sayogyo, 1993. “Pemikiran Tentang Kemiskinan di Indonesia”. Prisma XII(3): 3—9. Soemarwoto, O. 1991. “Human Ecology in Indonesia: The Search for Sustainability in Development”, dalam J. Hardjono (peny.). Indonesia: Resources, Ecology, and Environment. Singapore: Oxford University Press. Sritua, A dan A. Sasono. 1981. Ketergantungan dan Keterbelakangan. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan. Todaro, M.P. 1977. Economic Development in the Third World. London and New York: Longman. Visser, L.E. 1989. My Rice Field is My Child. Dodrecht: Foris Publications Holland. Wahono, F. 1999. “Revolusi Hijau: Dari Perangkap Involusi ke Perangkap Globalisasi”. Wacana No IV:9—46. Winarto, Y.T. 1998. “Hama dan Musuh Alami, Obat dan Racun: Dinamika Pegetahuan Petani dalam Pengendalian Hama”. Antropologi Indonesia XII(55): 53—68.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
211