III. A.
METODELOGI PENELITIAN
BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan baku yang digunakan adalah kelopak kering bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) yang berasal dari petani di Dramaga dan kayu secang (Caesalpinia sappan L.) yang diperoleh dari pasar Bogor. Bahan baku pembuatan model minuman terdiri dari sukrosa dan air minum dalam kemasan. Bahan-bahan yang diperlukan untuk analisis dan ekstraksi antara lain metanol 24.6 M, HCl 1 N, etanol 95%, etanol 50%, aquades, standar brazilein, dan kertas saring Whatman No 1. 2. Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah blender, disc mill, penyaring vakum, vaccum evaporator, water bath, refrigerator, neraca analitik, chromameter, spektrofotometer, termometer, alat-alat gelas, botol bening, dan botol gelap.
B.
METODE PENELITIAN Penelitian ini terbagi menjadi beberapa tahap penelitian yang meliputi ekstraksi sampel dan pengujian stabilitas warna model minuman ringan terhadap suhu dan sinar UV. 1. Ekstraksi Pigmen Pada tahap ini dilakukan ekstraksi senyawa pigmen yaitu antosianin dari kelopak kering bunga rosela dan brazilein dari kayu secang. Senyawa yang dihasilkan merupakan bahan utama yang dijadikan sebagai subyek pada tahap penelitian selanjutnya.
18
a. Ekstraksi Antosianin (Adawiyah et al., 2008) Sebanyak 50 gram kelopak bunga rosela diekstraksi dengan 500 ml aquades. Kelopak bunga rosela kering dihancurkan menggunakan blender dengan menambahkan 250 ml aquades. Setelah itu, hancuran rosela dipindahkan ke dalam gelas piala dan sisa larutan pengekstrak yaitu 250 ml ditambahkan ke dalam hancuran rosela. Kemudian dilakukan proses maserasi pada suhu ruang dan ruang gelap selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan proses penyaringan dengan menggunakan kain saring. Penyaringan bertujuan untuk memisahkan filtrat dan ampas rosela. Filtrat hasil penyaringan ditambahkan etanol 95% sebanyak setengah volume filtrat. Ekstrak disaring dengan penyaring vakum yang telah dilapisi kertas Whatman No.1. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya dipekatkan dengan vaccum evaporator pada suhu 40oC untuk menghilangkan sisa pelarut sehingga diperoleh rendemen berupa ekstrak antosianin. Ekstrak antosianin yang diperoleh dilakukan karakterisasi meliputi rendemen ekstrak, total antosianin, total padatan terlarut ekstrak, dan pH ekstrak. Selain itu dilakukan pengukuran dengan menggunakan chromameter sebagai sumber data objektif untuk melihat nilai L, a, dan b. b. Ekstraksi Brazilein ( Ye Min et al., 2006) Kayu secang kering digiling menggunakan disc mill untuk memperkecil ukuran. Sebanyak 100 gram kayu secang diekstrak dengan 1000 ml etanol 50% sebanyak 3x30 menit pada suhu 800C. Filtrat dan ampas kayu kemudian dipisahkan dengan saringan. Filtrat yang didapat kemudian disaring dengan penyaring vakum yang telah dilapisi kertas Whatman No.1. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya dipekatkan dengan vaccum evaporator pada suhu 40oC untuk menghilangkan sisa pelarut sehingga diperoleh rendemen berupa bubuk brazilein kering.
19
Ekstrak brazilein yang diperoleh dilakukan karakterisasi meliputi rendemen ekstrak, total brazilein, kadar air, dan pH ekstrak. Selain itu dilakukan pengukuran dengan menggunakan chromameter sebagai sumber data objektif untuk melihat nilai L, a, dan b. 2. Pengujian Stabilitas Antosianin dan Kopigmentasi AntosianinBrazilein Pada tahap ini dilakukan pembuatan model minuman yang terdiri dari model minuman antosianin dan kopigmentasi antosianinbrazilein. Selanjutnya dilakukan pengujian stabilitas terhadap pemanasan dan sinar UV. a. Pembuatan Model Minuman dan Kopigmentasi Model minuman merupakan media yang digunakan untuk mengetahui kestabilan antosianin dan kopigmentasi antosisninbrazilein. Model minuman ringan terdiri dari air minum dalam kemasan, sukrosa 10 % , ekstrak antosianin, dan brazilein. Model minuman yang dibuat merupakan model pangan memiliki pH rendah. Model minuman yang dibuat terdiri dari model minuman antosianin dan model minuman kopigmentasi antosianin-brazilein Penambahan antosianin dan brazilein pada model minuman berdasarkan perbandingan molar. Jumlah antosianin dan brazilein yang ditambahkan dapat terlihat pada Tabel 2. Antosianin dari rosela dinyatakan sebagai delpinidin 3glukosida dengan massa molekul relatif 501 gr/mol, sedangkan massa molekul relatif brazilein 284.3 gr/mol. Model minuman yang diperoleh dilakukan pengukuran terhadap serapan panjang gelombang maksimal. Model minuman diperoleh selanjutnya dilakukan pengujian terhadap stabilitas pemanasan dan penyinaran dengan UV. Model minuman yang dilakukan pengujian stabilitas pemanasan sebelumnya tidak dilakukan proses pemanasan. Sedangkan model minuman yang
20
akan diuji stabilitas penyinaran dengan UV dilakukan pemanasan karena penyimpanan pada suhu ruang. Tabel 2. Jumlah antoisianin dan brazilein yang ditambahkan pada model minuman Jumlah antosianin (ml) 1 1 1 1 1 1
Jumlah brazilein (mg) 0 4.5 6.0 7.6 9.1 10.6
Konsentrasi antosianin (M) 5.82x10-5 5.82x10-5 5.82x10-5 5.82x10-5 5.82x10-5 5.82x10-5
Konsentrasi brazilein (M) 0 1.74 x10-4 2.32 x10-4 2.91 x10-4 3.50 x10-4 4.07 x10-4
Perbandingan antosianin: brazilen 1:0 1:3 1:4 1:5 1:6 1:7
b. Stabilitas Warna terhadap Suhu Pemanasan Sebanyak 10 ml model minuman yang telah ditambahkan dengan pigmen antosianin dan kopigmentasi antosianin-brazilein dimasukkan ke dalam botol gelap. Model minuman dipanaskan pada suhu 40oC, 50oC, 60oC, 70oC, dan 80oC. Pengukuran stabilitas dilakukan setiap 15 menit untuk suhu 80oC selama 2 jam, 30 menit untuk suhu 70oC selama 4 jam, 45 menit untuk suhu 60oC selama 6 jam, 60 menit untuk suhu 50oC selama 8 jam, 75 menit untuk suhu 40oC selama 10 jam. c.
Stabilitas Warna terhadap Sinar UV Sebanyak 10 ml model minuman yang telah ditambahkan dengan pigmen antosianin dan kopigmen brazilein dimasukkan ke dalam botol bening. Sebelum dilakukan penyinaran UV, model minuman dilakukan pasteurisasi pada suhu 85oC selama 15 menit. Selanjutnya model minuman diletakkan di bawah lampu dengan panjang gelombang pendek (UV) 20 watt selama 6 hari. Sampel diletakkan dalam aquarium kaca dengan ukuran 90x60x45 cm. Jarak antara lampu dengan model minuman adalah 30 cm.
21
Pengukuran intensitas warna dilakukan setiap hari. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui stabilitas warna karena pengaruh sinar UV. Stabilitas warna diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm untuk model minuman antosianin dan 515 nm untuk model minuman kopigmentasi antosianinbrazilein untuk melihat nilai absorbansi. Selain itu pengukuran juga dilakukan dengan chromameter untuk melihat nilai L, a, dan b.
C. METODE ANALISIS 1. Penentuan Rendemen Ekstrak Rendemen ekstrak dihitung dalam persen yang menyatakan banyaknya ekstrak yang terdapat di dalam sampel berdasarkan berat sampel. Rendemen ekstrak dapat dilihat pada rumus : Rendemen ekstrak =
x 100 %
2. Analisis Total Padatan Terlarut (AOAC, 1995) Sebanyak 1-2 gram ekstrak rosela cair ditimbang dan diletakkan dalam cawan petri kemudian diuapkan menggunakan penangas selama 30 menit. Setelah itu dimasukkan ke dalam oven selama 3.5 jam pada suhu 100-105°C. Setelah dingin cawan ditimbang dan kemudian dimasukkan kembali ke dalam oven beberapa menit. Setelah itu, dimasukan ke dalam desikator untuk didinginkan kemudian ditimbang. Tahap ini dilakukan berulang sampai didapatkan berat yang konstan dari sampel.
Keterangan : a = berat awal sampel b = berat sampel setelah dikeringkan
22
3. Analisis Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Penentuan kadar air ini didasarkan atas perbedaan berat sampel sebelum dengan setelah dikeringkan dengan oven. Cawan aluminium dikeringkan pada suhu 100-105°C selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator. Sebanyak 1-2 gram brazilein ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan aluminium yang telah dikeringkan. Sampel beserta cawan dikeringkan dalam oven selama 3 jam pada suhu 100-105°C dan didinginkan dengan cara memasukkannya dalam desikator. Setelah dingin cawan ditimbang kemudian dimasukkan kembali ke dalam oven selama beberapa menit. Sampel dimasukan kembali ke dalam desikator untuk didinginkan selanjutnya ditimbang. Tahap ini dilakukan berulang sampai didapatkan berat yang konstan dari sampel. Kadar air sampel dihitung dengan rumus berikut :
Keterangan : a = berat awal sampel b = berat sampel setelah dikeringkan 4. Analisis Spektrofotometri Total Antosianin (Modifikasi Igelias et al., 2008) Sebanyak 0.1 ml ekstrak antosianin ditepatkan sampai volume 50 ml dengan modifikasi pelarut yang metanol 24.6 M dan HCl 1N dengan perbandingan 98:2. Sampel yang telah terekstrak disimpan dalam ruang gelap yang ditutup dengan aluminium foil selama 1 malam pada suhu 40C. Ekstrak antosianin diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 543 nm. Perhitungan total antosianin dapat dihitung dengan rumus: A= εxbxc Jumlah antosianin (mg/ml sampel) =
23
Keterangan : A
= absorbansi
ε
= emisifitas antosianin (2.9 x 104 liter/mol)
b
= lebar kuvet (1.1cm)
c
= konsentrasi ekstrak (mol/liter)
BM = massa molekul relatif delphinidin 3-glukosida (501 gr/mol) 5. Analisis Spektrofotometri Total Brazilein Analisis total brazilein dilakukan dengan menggunakan kurva standar. Larutan stok brazilein murni dibuat dengan melarutkan 1 mg/ml etanol 95%, selanjutnya dilakukan beberapa seri pengenceran yaitu 0.05, 0.06, 0.07, 0.08, 0.09, 0.10, dan 0.11 mg/ml. Pengukuran absorbansi
dilakukan
dengan
spektrofotometer
dengan
panjang
gelombang 445 nm. Sebanyak 5 mg ekstrak dilarutkan dengan 10 ml etanol 95 % kemudian diukur pada absoransi 445 nm. Penghitungan total brazilein dilakukan dengan rumus: Jumlah brazilein (mg/mg sampel) = Keterangan: c = konsentrasi ekstrak yang didapat dari kurva standar (mg/ml) FP = faktor pengenceran 6. Pengamatan Warna Metode Chromameter (Hutching, 1999) Pengukuran warna dilakukan dengan Minolta Chroma Meters CR-310. Prinsip dari Minolta Chroma Meters adalah pengukuran perbedaan warna melalui pantulan cahaya oleh permukaan sampel. Chromameter adalah suatu instrument untuk analisis warna secara terstimulus untuk mengukur warna yang dipantulkan suatu permukaan. Data pengukuran yang diperoleh dapat berupa nilai absolut maupun nilai selisih dengan warna standar. Sistem warna Hunter Lab memiliki tiga atribut yaitu L, a, dan b. Nilai L menunjukkan kecerahan sampel, memiliki skala dari 0 sampai 100 dimana 0 menyatakan sampel sangat gelap dan 100 menyatakan 24
sampel sangat cerah. Nilai a menunjukkan derajat merah atau hijau sampel. Nilai a positif menunjukkan warna merah dan a negatif menunjukkan warna hijau. Nilai a memiliki skala dari -80 sampai 100. Nilai b menunjukkan derajat kuning atau biru. Nilai b positif menunjukkan warna kuning dan b negatif menunjukkan warna biru. Nilai b memiliki skala dari -70 sampai 70. Pengukuran juga dilakukan terhadap nilai ohue dan ∆E. Nilai ohue menggambarkan kisaran warna kromatis yang dapat dilihat pada Tabel 3. Nilai ∆E menggambarkan perubahan warna yang terjadi secara keseluruhan. Sebelum digunakan chromameter harus dilakukan kalibrasi. Kalibrasi menggunakan plat putih dengan nilai Y = 92,89, x = 0.3178, dan y = 0.3338. o
hue = tan-1(b/a)
∆E=[(∆L)2+(∆a)2+(∆b)2]1/2 Daerah warna suatu bahan dapat diketahui melalui nilai ohue seperti Gambar 8.
Gambar 8. Lingkaran warna kromatis (Anonimb, 2008)
25
Tabel 3. Nilai ohue dan daerah kisaran warna kromatis Nilai ohue 342o-18o 18o-54o 54o-90o 90o-126o 126o-162o 162o-198o 198o-234o 234o-270o 270o-306o 306o-342o
Daerah kisaran warna Merah-Ungu Merah Kuning-Merah Kuning Kuning-Hijau Hijau Biru-Hijau Biru Biru-Ungu Ungu
7. Analisis Stabilitas Model Minuman (Gradinaru et al., 2002) Laju degradasi pigmen diperoleh dengan menghubungkan nilai retensi warna dengan waktu. Kinetika laju degradasi mengikuti persamaan Arhenius orde satu. Pengamatan kinetika degradasi antosianin dilakukan melalui persamaan matematis yang diinterpretasikan sebagai berikut : = ln At-ln Ao = - kt + C ln At/Ao= -kt + C dimana: At
= konsentrasi pigmen pada waktu tertentu
Ao
= konsentrasi awal pigmen
k
= konstanta laju reaksi (menit-1)
t
= waktu (menit)
Berdasarkan nilai k yang bisa dihitung waktu paruh (t 1/2). Waktu paruh (t1/2) bisa dihitung dengan persamaan : t½ dimana: k
= konstanta laju reaksi (menit-1)
t
= waktu (menit)
C
= intersep persamaan garis 26
Setelah nilai k didapat dari
masing-masing suhu. Selanjutnya
dibuat grafik hubungan antara 1/T (K-1) dengan ln k (menit-1) yang dapat dihitung dengan persamaan: k = ko e-Ea/RT ln k = ln ko – Ea/RT dimana : k
= tetapan laju reaksi
ko
= faktor frekwensi
Ea
= energi aktivasi (kal atau Joule)
R
= tetapan gas (1.987 kal/mol K atau 8.3145 J/mol K)
T
= suhu mutlak (K)
27