METODE ODE PERHITUNGAN DAN PENGUKURAN MET TARAM A MA T MASJID DI KOT ARAH KIBLA MAT KOTA KIBLAT Salimul Jihad Institut Agama Islam Hamzanwadi (IAIH) Pancor Jl. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid Nomor 1 Pancor Lombok Timur Email:
[email protected]
Abstrak: Kiblat adalah arah yang wajib bagi seorang muslim untuk dituju ketika melaksanakan shalat. Tetapi karena jarak dan perbedaan tempat, maka arah kiblat kerap memunculkan persoalan, di antaranya adalah masalah akurasi arah kiblat yang benar-benar menghadap ke Baitullah al-Haram, termasuk arah kiblat masjid di Kota Mataram. Kendati demikian, dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama ilmu Falak, Ka’bah sebagai arah kiblat dapat diketahui secara akurat dengan menggunakan perhitungan yang cermat dan pengukuran yang baik sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu Falak. Berdasarkan penelitian deskriptif-analitis, dengan desain kualitatif, didapatkan bahwa hampir 90% dari masjid yang menjadi sampel menunjukkan bahwa kiblat masjid-masjid di Mataram sudah sesuai arah kiblatnya, kalaupun ada yang tidak tepat, namun masih di bawah batas yang dapat ditoleransi, yaitu di bawah lima derajat. Sekalipun demikian masih perlu dilakukan pengukuran-pengukuran ulang untuk menambah akurasi dan untuk lebih meyakinkan, serta lebih bisa dipertanggungjawabkan, sesuai metode pengukuran dan perhitungan arah kiblatnya dalam Ilmu Falak. Abstract: Qibla is the compulsory direction for a Muslim to face when praying. However, due to the distance and different places, it often raises the issues of Qibla direction, among which is the issue of accuracy of Qiblah direction actually facing Baitullah al-Haram, including the direction of Qibla mosque in the city of Mataram. With the help of science and technology, particularly science of Falak, the Kaaba as the Qiblah direction can be detected accurately by using careful calculation and measurement which fits well with the principles of science of Falak. Based on the descriptive-analytical study, the qualitative design, it was found out that almost 90% of mosques taken as the sample shows that the direction of mosques in Mataram is in the direction of the Qibla, althought some are not accurate, it still within acceptable limits, i.e. below five degrees difference. Yet remeasurement is still necessary to increase the accuracy and reliabilility, according to the method of measurement and calculation of the direction of the Qibla in Science of Falak. Kata Kunci Kunci: Masjid al-Haram, azimuth al-Qiblat, Rus}d al-Qiblat, kompas, kiblat locator, urd} albalad, t}ul> al-balad
PENDAHULUAN Masalah kiblat adalah masalah arah, yakni arah ka’bah di Mekkah. Arah ka’bah ini ditentukan dari setiap titik atau tempat di permukaan bumi dengan melakukan perhitungan dan pengukuran. Oleh sebab itu, perhitungan arah kiblat pada dasarnya adalah perhitungan yang dimaksudkan untuk mengetahui ke arah mana ka’bah di Mekkah itu dilihat dari suatu tempat di permukaan bumi ini, sehingga semua gerakan orang yang sedang melaksanakan
93
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 8, No. 1, Januari 2012: 93-109
shalat, baik ketika berdiri, ruku’, maupun sujudnya selalu berhimpit dengan arah yang menuju ka’bah. Umat Islam telah bersepakat bahwa menghadap kiblat dalam shalat merupakan syarat sahnya shalat, sebagaimana dalil-dalil syar’i yang ada.1 Bagi orang-orang di kota Mekkah dan sekitarnya perintah demikian ini tidak menjadi persoalan, karena dengan mudah mereka dapat melaksanakan perintah itu. Namun bagi orang-orang yang jauh dari Mekkah tentunya timbul permasalahan tersendiri, terlepas dari perbedaan pendapat para ulama tentang cukup menghadap arahnya saja sekalipun kenyataannya salah, ataukah harus menghadap ke arah yang sedekat mungkin dengan posisi ka’bah yang sebenarnya. Sementara yang dimaksud dengan arah kiblat adalah arah atau jarak terdekat sepanjang lingkaran besar yang melewati kota Mekkah (Ka’bah) dengan tempat kota yang bersangkutan.2 Dengan demikian tidak dibenarkan, misalkan orang-orang Mataram melaksanakan shalat menghadap ke arah Timur serong ke Selatan sekalipun bila diteruskan juga akan sampai ke Mekkah, karena arah atau jarak yang paling dekat ke Mekkah bagi orang-orang Mataram adalah arah Barat serong ke Utara. Berdasarkan kitab Fiqh Lima Mazhab susunan oleh Muhammad Jawad Mughniyah, Imam Sha>fi‘iy menjelaskan bahawa wajib menghadap Ka’bah, baik bagi orang yang dekat maupun orang yang jauh. Sekiranya dapat mengetahui arah Ka’bah itu sendiri secara tepat, maka ia harus mengadap ke arah tersebut. Tetapi sekiranya tidak dapat dipastikan arah Ka’bah maka cukuplah dengan perkiraan karena orang yang jauh mustahil untuk memastikan ke arah Kiblat (Ka’bah) yang tepat dan pasti.3 Pada awal perkembangan Islam, penentuan arah kiblat tidak menimbulkan masalah karena Rasulullah SAW ada bersama-sama sahabat dan beliau sendiri yang menunjukkan arah ke kiblat apabila berada di luar Kota Mekkah. Apabila para sahabat mulai mengembara untuk mengembangkan Islam, kaidah menentukan arah kiblat menjadi semakin rumit. Mereka mulai merujuk kepada kedudukan bintang-bintang dan matahari yang dapat memberi petunjuk arah kiblat. Di Tanah Arab, bintang utama yang dijadikan rujukan dalam penentuan arah adalah bintang Qutbi (bintang Utara), yakni satu-satunya bintang yang menunjuk tepat ke arah Utara bumi. Merujuk kepada bintang ini dan beberapa bintang lain, arah kiblat dapat ditentukan dengan mudah. Usaha untuk menentukan arah kiblat setepat mungkin dilakukan para -ahli falak Islam. Di antara usaha terawal dilakukan oleh Khalifah al-Makmun (813 M). Beliau memerintahkan supaya koordinat geografi Kota Mekkah ditentukan dengan tepat supaya arah kiblatnya dari Baghdad dapat dihitung dengan baik.4 Al-Jaza>iry, Fiqh Madha>hib al-Arba’ah (Beirut: Da>r al-Fikr, t.th). Moh.Murtadho, Ilmu Falak Praktis, (Malang: UIN Malang Press, 2008), 67. 3 Muh}ammad Jawa>d Mughniyah, al-Fiqh’ ala> al-Madha>hib al-Khamsah (Beirut: Da>r al-Tayya>r al-Jadi>d, 1992), 82. 4 Abd Hafid, Fenomena Arah Kiblat di Indonesia. Makalah disampaikan dalam Sosialisasi Arah Kiblat, Jakarta, 15 Maret 2010. 1
2
94
Metode Perhitungan dan Pengukuran Arah Kiblat Masjid di Kota Mataram (Salimul Jihad)
Seberapa akurat arah kiblat harus ditentukan? Pada umumnya jarak tempat di Indonesia ke Mekkah adalah berkisar 8000 km. Apabila mengacu pada hadits bahwa kiblat orang Indonesia adalah menghadap Tanah Haram (Mekkah), dengan asumsi luas Tanah Haram berada pada radius 20 km dari Ka’bah, maka penentuan arah kiblat harus dilakukan dengan ketelitian 10’ (sepuluh menit). Kenyataan yang ada kebanyakan masjid-masjid di Indonesia arah kiblatnya tidak akurat, karena tingkat ketelitiannya masih dalam hitungan derajat (°).5 Masjid-masjid di kota Mataram juga termasuk yang arah kiblatnya masih perlu dipertanyakan akurasinya, karena pengukuran dan perhitungan yang dilakukan selama ini, masih menggunakan metode pengukuran yang sangat sederhana yang tingkat ketelitian masih pada tinggkat derajat, belum sampai pada tingkat ketelitian menit apalagi sampai kepada tingkat per detik. Demikian juga metode perhitungan yang kurang memperhatikan kaidahkaidah perhitungan arah yang seharusnya. Oleh karena itu, penelitian ini menjadi sangat penting dalam rangka melakukan pemetaan akurasi arah kiblat bagi masjid-masjid yang ada di kota Mataram serta metode pengukuran dan perhitungan yang dilakukan. Dengan demikian akan dapat dilakukan tindak lanjut untuk memperbaiki arah kiblatnya agar lebih mendekati kesahihan karena diukur dan dihitung dengan peralatan pengukuran yang lebih canggih serta dengan perhitungan yang lebih cermat. Agar lebih terarah, maka rumusan masalah yang menjadi fokus adalah berkaitan dengan bagaimana metode pengukuran dan perhitungan arah kiblat masjid-masjid di kota Mataram, dan bagaimana tingkat akurasi dari arah kiblat masjidmasjid tersebut. MET ODE PENELITIAN METODE Penelitan ini bersifat deskriptif-analitis, dan didesain dengan pendekatan kualitatif. Selain deskriptif-kualitatif, pendekatan lain yang digunakan adalah antropologis, dimensidimensi kepercayaan, keyakinan, ritual, dan tradisi yang telah berlangsung lama dan diikuti banyak orang. Penelitian ini mengambil sampel 10 Masjid yang tersebar di 6 Kecamatan yang ada di Kota Mataram, yaitu Masjid Raya at-Taqwa Mataram, Lebai Sandar Ampenan, Hamidah Ampenan, al-Abrar Bendega, Tanjung Karang, Ar-Raisiyah Sekarbela, Nurul Huda Karang Tapen Cakranegara, al-Ijtihad Lendang Re Sayang-Sayang, Nurul Huda Tegal Selagalas, Nurul Yakin Sayang-Sayang, dan al-Muttahidah Petemon Pagutan Timur. Teknik utama pengumpulan data adalah dengan observasi dan wawancara mendalam. Dalam hubungan ini teknik wawancara tak-berstruktur digunakan karena dapat lebih bebas dan leluasa dalam mengungkap fakta-fakta tata cara pengukuran arah kiblat masjid ketika sedang dibangun. Wawancara mendalam diajukan kepada para pengurus masjid baik yang terlibat langsung dalam pembangunan masjid atau ketika masjid itu direnovasi, maupun
Mughniyah, al-Fiqh, 82. Lihat juga, Hafid, Fenomena, 2010.
5
95
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 8, No. 1, Januari 2012: 93-109
anggota masyarakat yang menjadi saksi proses pengukuran arah kiblat masjid. Selain itu wawancara tidak mendalam juga dilakukan kepada anggota masyarakat yang aktif melaksanakn ibadah di masjid-masjid tersebut, untuk kelengkapan data dan sebagai bahan perbandingan. Berdasarkan pengalaman, untuk menggali fakta-fakta terkait dengan proses pengukuran arah kiblat tidak mudah. Ada sebagian pengurus masjid yang khawatir, apabila berdasarkan hasil pengukuran peneliti arah kiblat masjid tidak akurat, maka akan terjadi kegelisahan dan keraguan di kalangan masyarkat bahwa selama ini arah kiblat masjid tidak tepat. Kendala ini diatasi tim peneliti dengan menggunakan pendekatan persuasif dan partsipasif. Metode pengamatan terlibat atau observasi langsung juga digunakan, untuk dapat mengamati keadaan yang wajar dan sebenarnya tanpa usaha yang disengaja untuk mempengaruhi, mengatur, atau memanipulasi, di antaranya letak geografis masjid-masjid di Kota Mataram dan sarana-prasarana penunjangnya. Data yang diperoleh melalui teknik dokumentasi, wawancara, dan observasi di atas dibuat pemetaan sesuai pokok masalah yang ada dengan analisis reflektif. Khusus untuk data literer, dianalisis dengan metode content analysis, yaitu menjelajahi makna-makna terdalam dalam ungkapan teks. Tahap berikutnya menganalisis data-data hasil observasi dan wawancara, dengan metode induktif, deduktif, dan komparatif. Ketiga metode ini digunakan secara acak sesuai kebutuhan. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kota Mataram Mataram adalah pusat pemerintahan dan pusat perekonomian di Nusa Tenggara Barat, khususnya Lombok. Sejarah Kota Mataram dimulai dari masa pemerintahan raja-raja di pulau Lombok. Sebelum dikuasai Belanda, Mataram merupakan sebuah kerajaan yang sampai tahun 1843 wilayahnya meliputi Pagesangan dan Kahuripan, dengan ibu kota kerajaan Cakra Negara.6 Ketika Lombok dikuasai penjajah Belanda, wilayahnya dibagi menjadi tiga daerah administratif, yaitu West Lombok (Lombok Barat), Midle Lombok (Lombok Tengah), dan East Lombok (Lombok Timur). Sebutan Kota Mataram menjadi kurang dikenal dan hanya menjadi bagian dari Lombok Barat, yang wilayahnya mencakup kedistrikan Ampenan Barat di Dasan Agung, Ampenan Timur di Narmada, Bayan di Bayan Belek, Tanjung di Tanjung, Gerung di Gerung, dan Asisten Distrik Gondang di Gondang, serta Kepunggawaan Cakranegara di Mayura. Untuk yang terakhir ini tidak memiliki kekuasaan administratif, tetapi hanya sebuah bentuk kepemimpinan umat Hindu. Musta’in, dkk, Pluralisme Pendidikan Agama Hubungan Muslim – Hindu di Lombok, (Mataram: LKIM IAIN Mataram, 2005), 98. 6
96
Metode Perhitungan dan Pengukuran Arah Kiblat Masjid di Kota Mataram (Salimul Jihad)
Setelah Indonesia merdeka, terjadi perubahan dalam pengelolaan wilayah pemerintahan, termasuk di Nusa Tenggara Barat, khususunya pada tahun 1969 dan sesudahnya. Pada tahun tersebut keluar SK Gubernur KDH. Tk. I Propinsi NTB No. 156/Pem.7/2/266 tanggal 30 Mei 1969 tentang penambahan kecamatan baru, yaitu kecamatan Mataram yang wilayahnya mencakup sebagian wilayah kecamatan Ampenan dan Cakranegara. Dengan mengacu pada PP Nomor 21 tahun 1978 lahir di kota administratif Mataram dengan walikotanya Drs. H.L. Mudjitahid, Selanjutnya, berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 4 tahun 1993, Mataram terpisah dari Lombok Barat dan menjadi wilayah tersendiri, yaitu Kotamadya Mataram. Secara geografis Mataram merupakan wilayah yang berada di ujung barat pulau Lombok Propinsi Nusa Tenggara Barat. Bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Gunungsari dan Narmada Kabupaten Lombok Barat, bagian selatan berbatasan dengan Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat, bagian barat berbatasan dengan selat Lombok, dan bagian timur berbatasan dengan Kecamatan Narmada Kabupaten Lombok Barat. Luas wilayah Kota Mataram mencapai 6130 Ha (61,30Km2) mencakup tiga kecamatan, yaitu Ampenan, Mataram, dan Cakranegara. Ketiga kecamatan tersebut terdiri dari 23 kelurahan, 247 lingkungan, 403 Rw, dan 1257 Rt. Pada tahun 2009 diadakan pemekaran kecamatan, mejadi 6 (enam) kecamatan yaitu Kecamatan Ampenan, Mataram, Cakranegara, Sekarbela, Selaparang, dan Sandubaya. Dari segi keberagaman, mayoritas penduduk kota Mataram beraga Islam, yang mencapai jumlah 236.808 jiwa (78,60%), penganut Hindu 52.578 jiwa (17,45%), Kristen 4.346 jiwa (1,44%), Budha 4.197 jiwa (1,39%), dan Katholik 3.344 jiwa (1,10 %). Jumlah penganut agama di atas memiliki sarana tempat ibadah berjumlah 613 buah, terdiri dari masjid 225 buah, musholla 107 buah, langgar 140 buah, pura 121 buah, gereja Kristen 15 buah, gereja Katholik 2 buah, dan vihara 3 buah.7 Deskripsi Masjid-Masjid Kota Mataram
Masjid Raya at-Taqwa Mataram Masjid Raya At-Taqwa Mataram dibangun atas inisiatif seorang tokoh kota Mataram yang bernama H. Ahmad alias Mamiq Rifa’ah yang bekerjasama dengan Distrik Kec. Ampenan mencari sebidang tanah untuk lokasi Masjid yang akan dibangun. Tanah tersebut kemudian dibagi menjadi dua; satu hektar untuk pembangunan Masjid dan satu hektarnya lagi menjadi lokasi pembangunan sekolah yang sekarang ditempati oleh Perguruan Muhammadiyah.8 Pada tahun 1960 pembangunan Masjid mulai dilaksanakan yang pada awalnya rencana pembangunannya berukuran 30 x 30 M² dengan berlantai dua. Kemudian pada pertengahan tahun 1961 Masjid ini sudah mulai digunakan walaupun belum selesai 100%. Ibid. Dokumentasi, diutip 7 Desember 2010.
7 8
97
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 8, No. 1, Januari 2012: 93-109
Tetapi kegiatan takmirul Masjid dapat dilaksanakan, seperti shalat lima waktu, shalat jumat, pengajian majelis taklim dan lain-lain. Bahkan dalam rangka melancarkan berbagai kegiatan, di Masjid ini kemudian dibentuk Dewan Kesejahteraan Masjid (DKM) Tk. I Prop. NTB. Pada bulan Oktober tahun 1979 Daerah NTB terutama di Lombok Barat termasuk Mataram terjadi gempa bumi yang cukup besar sehingga mengakibatkan banyak rumahrumah dan Masjid mengalami kerusakkan dan retak-retak. Salah satu yang terkena dampak dari gempa bumi ini adalah Masjid Raya tersebut. Sekalipun tidak sampai meruntuhkan bangunannya, tetapi berdasarkan rekomendasi dari Kanwil Pekerjaan Umum (PU), Masjid Raya Mataram harus dibangun kembali, karena bangunannya sudah tidak layak digunakan dan berbahaya. Maka kegiatan ibadah kemudian dialihkan sementara waktu ke lapangan bulu tangkis PGAN Mataram di jalan Pendidikan Mataram. Dengan SK Bapak Gubernur NTB dan persetujuan para tokoh agama/ masyarakat disepakati untuk membangun kembali Masjid Raya Matarm berlantai dua, dan bangunan diperlebar mencapai 5.700 M², dengan daya tampung 7.500 orang. Pada bulan Juni 1980 peletakkan batu pertama pembangunan mulai dilaksanakan oleh Gubernur NTB H. Gatot Suherman, selesai pembangunannya pada 30 Juni 1982 telah mencapai 95%, dan sudah mulai bisa dipergunakan dan diresmikan penggunaannya oleh Mendagri H. Amir Mahmud.9 Bangunan Masjid inilah yang sampai saat ini masih berdiri kokoh dan belum pernah lagi ada pembangunan secara besar-besaran di lokasi Masjid. Kaitannya dengan penetapan Arah Kiblat Masjid at-Taqwa Mataram, menurut data Kanwil Kementerian Agama NTB telah dilakukan oleh ahlinya dengan metode perhitungan dengan menggunakan alat bantu kompas. Tetapi pengukuran pada saat itu, karena masih menggunakan peralatan yang relatif sederhana, maka masih perlu dilakukan pengukuran ulang. Pada tanggal 24 Agustus 2010 telah dilakukan pengukuran ulang dengan kompas yang lebih canggih dan ternyata menurut hasil pengukuran ulang terjadi pergeseran arah yang cukup signifikan dari posisi sekarang ke arah selatan.10 Pengukuran kembali Masjid Agung At-Taqwa Mataram dilakukan pada tanggal 24 Agustus oleh Tim Kanwil Kementerian Agama NTB dengan koordinator Drs. H.Mustami’uddin Ibarahim, SH, yang menetapkan arah kiblat dari Masjid Agung at-Taqwa Mataram adalah 22° 02’ 37.08’’ dari barat ke utara. Berdasarkan hasil itu, maka posisi kiblat yang sekarang masih harus ditarik ke arah selatan, karena posisinya pada 23° 32’ 37.08".11 Namun demikian, karena kelebihannya ke arah Utara masih kurang dari satu derajat, maka kelebihan ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap arah kiblat Masjid.12
Ibid. Drs. Marifudin, Wawancara, 6 Desember 2010. 11 Ibid. 12 Ibid. 9
10
98
Metode Perhitungan dan Pengukuran Arah Kiblat Masjid di Kota Mataram (Salimul Jihad)
Berdasarkan penjelasan responden dan hasil pengamatan peneliti dengan membandingkan hasil pengukuran Islamic Centre yang baru mulai dibangun, maka arah kiblat Masjid yang sekarang memang agak berat ke arah utara, hal ini memperkuat penjelasan dari Bapak Ma’rifuddin salah seorang anggota Tim yang melakukan kalibrasi ulang pada tanggal 24 Agustus 2010. Arah kiblat yang lebih tepat dari Masjid Agung At-Taqwa Mataram adalah ditarik ke arah selatan sekitar satu atau dua derajat dari arah kiblat Masjid yang sekarang ini. Hal ini agak berbeda dengan hasil pengukuran peneliti dengan menggunakan pantauan citra satelit yang menunjukkan bahwa arah kiblat Masjid Raya At-Taqwa Mataram sudah sesuai dan pas, hanya karena hasil pengukuran dan perhitungan dari Kementerian Agama Wilayah NTB tidak terlalu signifikan perbedaannya, maka menurut peneliti perbedaan ini masih dalam tarap yang wajar dan tidak menyimpang dari arah kiblat yang sebenarnya. Menurut data yang peneliti peroleh dari Qibla Locator Rukyatul Hilal Indonesia data falakiyah arah kiblat Masjid Raya at-Taqwa Mataram adalah letak wilayah: 8.58124° LS (Lintang) 8°34’52" LS, 116.09943° BT (Bujur) 116°5’58" BT, sedangkan Azimuth: 293°32’53" Desimal: 293.55° Dari U ke B: 66.45° Dari B ke U : 23.55°, jarak Mataram ke Mekkah al-Mukarramah adalah 8968.47 km.
Masjid Lebai Sandar Ampenan Pada sekitar tahun 1903 seorang saudagar dari Makasar bernama Lebai Sandar berinisiatif untuk mendirikan tempat ibadah (Masjid). Dia kemudian mewaqafkan sebidang tanah dan kemudian dibangun Masjid sederhana dengan ukuran sekitar 7x13M pada tanggal 19 Agustus 1903.13 dengan bangunan semi permanen, maka Masjid tersebut dijadikan sebagai pusat ibadah termasuk shalat Jum’at bagi masyarakat sekitar yang meliputi kampung lama Ampenan dan lain-lain. Masjid ini menjadi Masjid tertua di Kecamatan Ampenan yang meliputi empat wilayah kedistrikan. Menurut tokoh masyarakat Arab Abdullah Ba’asyir kegiatan pembangunan Masjid yang diprakarsai oleh Lebai Sandar mendapat dukungan dari masyarakat, sehingga Masjid ini pernah dirombak sampai kurang lebih dari empat kali. Bangunan yang ada sekarang ini dibangun sekitar tahun delapan puluhan dengan ukuran bangunan sekitar 10 x 17M.14 Berdasarkan informasi dari Abdullah Ba’ashir (85th.), pengukuran arah kiblat pada saat dibangun pertama kali tidak diketahui secara persis, tetapi beliau meyakini bahwa pembangunan pada saat itu telah sesuai dengan kaidah-kaidah pengukuran arah kiblat yang sesuai dengan ilmu Falak. Hal ini diperkuat dengan tidak adanya perubahan yang berarti pada arah kiblat dari bangunan asli hingga empat kali perbaikan. Bahkan pada saat terakhir pengukuran dilakukan dengan kompas oleh TGH. Sakaki yang pada saat itu menjabat sebagai Dokumentasi, dikutip 10 Dessember 2010. Abdullah Ba’asyir, Wawancara, 9 Desember 2010.
13 14
99
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 8, No. 1, Januari 2012: 93-109
Qadhi agama, memperkuat bahwa, arah kiblat bangunan lama tetap bisa dipertahankan. Tetapi menurut Abdullah Ba’ahyir memang perlu dilakukan kalibrasi ulang untuk mentashhih pengukuran dengan peralatan yang lebih canggih, lebih-lebih dengan adanya informasi tentang pergeseran lempeng bumi yang berpengaruh pada terjadinya perubahan arah kiblat wilayahwilayah di Indonesia, khusunya NTB (Lombok).15 Alat yang dipergunakan dalam pengukuran arah kiblat pada saat itu adalah kompas kecil yang berwarna keemasan. Pada saat pengukuran sebelumnya arah kiblat ditentukan berdasarkan pada buku petunjuk yang terdapat pada kompas. Pada kompas terdapat anak panah yang bertulis kiblat, dan apabila jarum kompas mengarah ke pada angka delapan derajat. Maka berarti kiblat sesuai dengan arah dari anak panah yang bertuliskan kiblat, seperti itu penjelasan TGH. Sakaki berdasarkan informasi dari Abdullah Ba’ashir. Berdasarkan hasil citra satelit dari qibla locator diperoleh data lokasi dari Masjid Lebai Sandar sebagai berikut: Latitude: 8.56954° LS (Lintang) 8°34’10" LS Longitude: 116.07745° BT (Bujur) 116°4’39" BT. Sedangkan arah kiblat yang seharusnya adalah Azimuth: 293°33’4" Desimal: 293.55° Dari U ke B : 66.45° Dari B ke U: 23.55°. Jarak lokasi dengan Mekkah al-Mukarramah adalah: 8965.73 km. Atas dasar citra satelit ini, maka kondisi kiblat Masjid Lebai Sandar saat ini, sudah dapat dikatakan cukup akurat, karena posisi kiblatnya saat ini tepat sesuai dengan hasil citra satelit di atas, meskipun tidak persis sama, tetapi perbedaannya kurang dari satu derajat.
Masjid Hamidah Ampenan Masjid Hamidah adalah salah satu Masjid yang cukup tua di wilayah Ampenan. Lokasinya berada di pinggir sebelah Barat jalan ke Pasar Kebon Rowek. Masjid ini dibangun sekitar tahun 1960-an. Pada mulanya Masjid ini hanya ditempati untuk shalat lima waktu, tidak dipergunakan untuk shalat Jum’at, namun sejak tahun 1993, Masjid ini mulai ditempati shalat Jum’at. Masjid ini dibangunan di atas tanah waqaf dari Bapak Hamidah, ayahanda dari TGH. Mushannif, salah seorang tokoh di Ampenan. Menurut H. Awaludin – salah seorang tokoh tua di wilayah ini, pada mulanya Masjid ini memiliki bangunan yang sangat sederhana dan hanya ditempati untuk shalat lima waktu. Sedangkan untuk shalat Jum’at masyarakat sekitar Masjid ini masih dilakukan di Masjid Lebai Sandar. Arah kiblatnya juga mengikuti arah Masjid Lebai Sandar, karena lokasi Masjid ini tidak terlalu jauh dari Masjid Lebai Sandar.16 Berdasarkan penjelasan dari bapak Awaludin, juga diperkuat oleh pak Abdullah salah satu kepala lingkungan bahwa pengukuran arah kiblat Masjid Hamidah menggunakan peralatan kompas, disamping juga dengan membandingkan arah kiblatnya dengan Masjid Lebai Sandar yang cukup dekat dari lokasi Masjid Hamidah. Tidak ada penjelasan rinci Ibid. H.Awaludin,Wawancara, 10 Desember 2010.
15 16
100
Metode Perhitungan dan Pengukuran Arah Kiblat Masjid di Kota Mataram (Salimul Jihad)
tentang bagaimana pengukuran dilakukan dan metode perhitungannya, tetapi diyakini sudah memenuhi kriteria pengukuran yang benar.17 Menurut Abdullah pengukuran pada saat itu menggunakan beberapa cara, yaitu dengan melihat arah kiblat Masjid Lebai Sandar yang berdekatan dengan lokasi, juga menggunakan pedoman arah Matahari tenggelam,18 bahkan menurut pak Awaludin juga memakai kompas. Tetapi tidak ada penjelasan cara perhitungan dan pengukurannya. Data lokasi Masjid dan arah kiblatnya versi Qibla Locator RHI adalah: Latitude: 8.56665° LS (Lintang) 8°33’60" LS Longitude: 116.07612° BT (Bujur) 116°4’34" BT. Sedangkan arah kiblatnya adalah Azimuth: 293°33’3" Desimal: 293.55° Dari U ke B: 66.45° Dari B ke U: 23.55°. Jarak lokasi dengan Mekkah al-Mukarramah adalah 8965.46 km. Arah kiblat saat ini, sudah bisa dikategorikan cukup akurat, meskipun tidak pas sebagaimana hasil citra satelit, tetapi perbedaannya tidak signifikan, sehingga posisi kiblat saat ini dapat digunakan dan sudah sah secara syara’ dipedomani.
Masjid Al-Abrar Bendega Tanjung Karang Menurut catatan Kementerian Agama Kota Mataram, Masjid ini dibangun sekitar tahun 1950, tetapi masyarakat Bendega sendiri meyakini bahwa Masjid ini sesungguhnya sudah ada jauh sebelum 1950. Konon menurut mereka, Masjid ini dibangun oleh seorang wali yang bernama Gauts Abd Razak. Menurut Haji Marwi salah seorang pengurus Masjid bahwa renovasi Masjid sudah dilakukan lebih dari tiga kali, yaitu sekitar tahun 1965, 1983, dan tahun 2009 sampai sekarang. Lahan Masjid sekitar 1800 M², dan bangunan Masjid berukuran sekitar 17 x 10 M. Berdasarkan penjelasan dari Ust. H.Zainuddin salah seorang tokoh agama dan Imam Masjid, bahwa arah kiblat Masjid telah diukur oleh orang tua dulu, terutama dilakukan oleh Gauts Abd Razak yang diyakini merupakan salah satu waliyullah. Sehingga sejak bangunan pertama tidak pernah lagi dilakukan pengukuran, tetapi selalu berpedoman kepada bangunan lama yang sudah ada dan tidak perlu lagi dilakukan pengukuran ulang.19 Pendapat senada juga disampaikan oleh H. Marwi, bahkan kalau akan dilakukan pengukuran ulang akan bisa menimbulkan keributan, karena dikhawatirkan hasil pengukuran ulang akan berbeda dengan apa yang ada saat ini. Tetapi menurut Bapak Fathul Rahman salah seorang nazhir Masjid, pengukuran arah kiblat Masjid pernah diukur dengan menggunakan kompas, hanya dia tidak bisa menjelaskan cara pengukuran yang dilakukan.20 Data lokasi Masjid dan arah kiblatnya versi Qibla Locator RHI adalah Latitude: 8.60085° LS (Lintang) 8°36’3" LS Longitude: 116.07806° BT (Bujur) 116°4’41" BT Azimuth: 293°33’21" Desimal: 293.56° Dari U ke B: Ibid. Abdullah,Wawancara, 10 Desember 2010. 19 Ust. H. Zainuddin, Wawancara, 28 Desember 2010. 20 Fathul Rahman, Wawancara, 4 Januari 2011. 17 18
101
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 8, No. 1, Januari 2012: 93-109
66.44° Dari B ke U: 23.56°. Jarak lokasi Masjid ke Mekkah al- Mukarramah 8967.18 km. Dan berdasarkan hasil photonya ternyata arah kiblat Masjid sudah tepat.
Masjid Ar -Raisiyah Sekarbela Ar-Raisiyah Masjid ini terletak di Karang Pule Lingkungan Pande Mas Barat. Tidak diketahui persis kapan Masjid ini pertama kali dibangun, tetapi menurut H.Nawawi salah seorang tokoh masyarakat dan pengurus Masjid, Masjid ini didirikan sekitar tahun 1900-an. Pendiri Masjid ini juga masih tidak terlalu jelas, hanya menurut H.Nawawi diyakini Masjid ini merupakan salah satu peninggalan dari Gaust Abd Razak. Pengukuran arah kiblat Masjid sudah dilakukan sejak awal pembangunan dengan berpedoman kepada kompas, juga Matahari. Bahkan pengukuran tidak hanya dilakukan pada awal pembangunan, ketika rehabilitasi Masjid, juga dilakukan pengukuran ulang, dan tidak pernah ada pergeseran dari arah awal Masjid. Pengukuran dilakukan oleh para Tuan Guru, terutama oleh Tuan Guru Rais Sekarbela salah seorang tokoh tertua dan paling disegani di wilayah sekarbela dan sekitarnya.21 Masjid ini oleh masyarakat kemudian dinamai sesuai dengan nama beliau, yaitu Ar-Ra’isiyah. Peneliti melihat bahwa metode pengukuran dan perhitungan yang dipergunakan belum dapat dijelaskan secara rinci, tetapi berdasarkan hasil pengukuran terdahulu, arah kiblat sudah cukup akurat, meskipun masih agak miring ke Utara, karena kurang dari satu derajat. Data lokasi Masjid dan arah kiblatnya versi Qibla Locator RHI adalah Latitude: 8.59896° LS (Lintang) 8°35’56" LS Longitude: 116.09459° BT (Bujur) 116°5’41" BT Azimuth: 293°33’7" Desimal: 293.55° Dari U ke B: 66.45° Dari B ke U: 23.55°. Jarak lokasi dari Mekkah al-Mukarramah: 8968.77 km.
Masjid Nurul Huda Karang Tapen Masjid Nurul Huda adalah salah satu Masjid yang berlokasi di kampung Karang Tapen sebuah perkampungan yang terletak di belakang Hotel Lombok Raya Mataram. Menurut penuturan Bapak H. Nawawi (60th) Masjid ini didirikan pada masa Raja Anak Agung masih berkuasa (abad IIX). Tetapi akibat dari peperangan, Masjid tersebut mengalami kerusakan berat, sehingga dibangun kembali sekitar tahun 1950-an. Masjid ini merupakan Masjid yang dibangun atas swadaya masyarakat yang dipelopori oleh orang tua dari H. Nawawi sendiri yang bernama H. Abdullah. Sejak saat ini Masjid Nurul Huda sudah mengalami pemugaran dua kali, yang terakhir pada tahun 1982. Menurut penuturan H. Nawawi yang diperkuat oleh Bapak Mustaan bahwa arah kiblat Masjid Nurul Huda sudah diukur dengan menggunakan peralatan kompas, tetapi keduanya tidak bisa menjelaskan bagaimana proses pengukuran dilakukan. Mereka mengatakan bahwa pengukuran dilakukan secara manual, dengan melihat pada kompas kemudian diukur dengan H.Nawawi, wawancara, 13 Desember 2010.
21
102
Metode Perhitungan dan Pengukuran Arah Kiblat Masjid di Kota Mataram (Salimul Jihad)
meteran.22 Demikian juga dalam proses pembangunan Masjid, arah kiblatnya sedikit mengalami pergeseran dari arah hasil pengukuran,, karena para tukang yang membangun Masjid ini dengan pertimbangan estetika, melihat arah tersebut membuat Masjid kelihatan kurang bagus karena agak miring.23 Penjelasan ini tentu tidak sepenuhnya benar, karena setelah peneliti melakukan pengecekan arah kiblat Masjid sebenarnya sudah cukup baik dan sudah mengarah ke arah kiblat yang benar. Besar kemungkinan pengubahan oleh yang mengerjakan bangunan tidak hanya didasarkan kepada estetika semata, tetapi didasarkan pada pengukuran arah kiblat yang benar, hanya bagaimana itu dilakukan, peneliti kesulitan menelusurinya, karena sebagian besar orang-orang yang ikut terlibat dalam pembangunan Masjid sudah meninggal dunia. Data lokasi Masjid dan arah kiblatnya versi qibla locator RHI adalah Latitude: 8.59126° LS (Lintang) 8°35’29" LS Longitude: 116.11941° BT (Bujur) 116°7’10" BT Azimuth: 293°32’43" Desimal: 293.55° Dari U ke B: 66.45° Dari B ke U: 23.55°. Jarak lokasi Masjid dari Mekkah al-Mukarramah adalah sekitar 8970.93 km. dan arah kiblat Masjid ini cukup akurat, meskipun ada perbedaan dengan hasil pengukuran dengan menggunakan Qibla Locator RHI, tetapi perbedaannya tidak signifikan, masih di bawah satu derajat.
Masjid Al-Ijtihad Lendang Re Masjid ini terletak di Lendang Re Kelurahan Sayang-Sayang Kecamatan Cakranegara yang berdiri di atas tanah wakaf guru Inah/Papuk Inah dengan luas 23x20 meter. Masjid ini didirikan tahun 1965 dan sudah satu kali mengalami perbaikan yaitu tahun 1990. Sampai sekarang, Masjid ini masih berdiri dengan tegak dan senantiasa ditempati untuk shalat Jum’at dan shalat lima waktu oleh masyarakat sekitarnya. Arah kiblat diukur oleh TGH. Lopan dan sampai dengan saat ini tidak pernah berubah. Namun tidak diketahui secara persis, bagaimana pengukuran dilakukan. Berdasarkan hasil wawancara, bahwa beliau menggunakan Matahari sebagai pedoman dalam penentuan arah kiblat.24 Terakhir diukur tahun 1990 oleh tokoh agama setempat dengan menggunakan kompas.25 Sampai saat ini arah kiblatnya tidak pernah diukur lagi dan belum diketahui secara pasti keakuratannya. Setelah peneliti melakukan pengukuran ulang, maka peneliti menemukan arah kiblat Masjid sudah cukup akurat, hal ini didasarkan pada citra satelit yang menunjukkan bahwa arah kiblat Masjid sudah pas. Memang untuk menemukan hasil yang lebih akurat dan dapat dipertanggung jawabkan hasilnya perlu dilakukan pengukuran ulang.
H. Nawawi , wawancara, 23 Desember 2010. Ibid. 24 H. Ruslam, Wawancara, 10 Desember 2010. 25 Surkati, wawancara, 10 Desember 2010. 22 23
103
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 8, No. 1, Januari 2012: 93-109
Data lokasi Masjid dan arah kiblatnya versi Qibla Locator RHI adalah Latitude: 8.57036° LS (Lintang) 8°34’13" LS Longitude: 116.12812° BT (Bujur) 116°7’41" BT ,Azimuth: 293°32’25" Desimal: 293.54° Dari U ke B: 66.46° Dari B ke U: 23.54°. Jarak antara lokasi Masjid dengan Mekkah al-Mukarramah adalah 8970.88 km.
Masjid Nurul Huda Tegal Selagalas Masjid Nurul Huda berdiri di atas tanah wakaf atas nama H. Mahzab yang luasnya 25x23 meter. Setelah dibangun, sudah terjadi dua kali perehaban, yaitu tahun 1965 dan tahun 1988. Mengenai kapan dirikan, dan dipelopori oleh siapa, masyarakat tidak ada yang tahu persis. Tetapi berdasarkan penuturan dari salah satu narasumber, Masjid ini dibangun atas swadaya masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengurus Masjid dan tokoh masyarakat setempat, bahwa arah kiblat diukur oleh TGH. Zul Shaleh Hambali dan TGH Ibrahim, Kediri. Arah kiblat diukur tahun 1988 dan sampai sekarang tidak ada perubahan.26 Alat yang dipergunakan dalam pengukuran arah kiblatnya adalah menggunakan kompas yang diperkuat dengan pedoman arah Matahari.27 Dalam penggunaan kedua metode ini memang tidak dijelaskan bagaimana pengukuran dilakukan, tetapi kami bisa menyimpulkan bahwa pengukuran dengan menggunakan kompas masih dengan menggunakan petunjuk manual dari kompas yang langsung menunjukkan ke arah kiblat dengan berpegang kepada delapan derajat. Padahal penggunaan kompas memerlukan beberapa ketentuan diantaranya keharusan pengukuran untuk mencari deklinasi medan magnetik lokasi. Hal ini menurut peneliti tidak dilakukan karena keterbatasan peralatan untuk melakukan pengukuran dan perhitungan. Tetapi sekalipun demikian setelah peneliti melakukan pemantauan dan pengukuran dengan menggunakan bantuan Qibla Locator dari Google Map, kami menemukan arah kiblat Masjid sudah mendekati titik kiblat yang benar. Hasil perhitungan lokasi Masjid dan arah kiblatnya adalah Latitude: 8.58426° LS (Lintang) 8°35’3" LS Longitude: 116.15477° BT (Bujur) 116°9’17" BT Azimuth: 293°32’12" Desimal: 293.54° Dari U ke B: 66.46° Dari B ke U: 23.54° dan jarak lokasi dari Mekkah al-Mukarramah adalah 8974.18 km.
Masjid Nurul Yaqin Sayang-Sayang Masjid ini didirikan di atas tanah wakaf dengan luas 27x25 meter. Sejak didirikan sampai dengan saat ini, Masjid Nurul Yaqin sudah lima kali mengalami perehaban, yaitu tahun 1976, 1980, 1987, dan 2007. Sedangkan kapan Masjid ini didirikan, tidak ada informasi yang jelas, namun diperkirakan sekitar tahun 60-an.28
Sholihin, wawancara, 24 Desember 2010. Ibid. 28 H. Herjan, pengurus pembangunan Masjid, wawancara, 11 Desember 2010. 26
27
104
Metode Perhitungan dan Pengukuran Arah Kiblat Masjid di Kota Mataram (Salimul Jihad)
Arah kiblat diukur oleh TGH Shaleh Gegutu, dengan menggunakan kompas. Sampai saat ini, arah kiblat tidak pernah berubah, dan terakhir diukur tahun 1992.29 Seperti halnya Masjid yang lain, pengukuran dan perhitungan memang belum dilakukan secara mendalam, karena keterbatasan alat dan ilmu pengetahuan berkaitan dengan ilmu Falak. Cara pengukuran berdasarkan informasi yang ada adalah dengan menggunakan kompas sederhana, dan mengikuti pedoman yang menjelaskan bahwa arah kiblat di Mataram adalah apabila arah jarum kompas menunjuk kepada angka delapan darajat pada kompas, baru kemudian dibentangkan tali sesuai dengan arah yang ditunjukkan oleh kompas.30 Pengukuran ini dilakukan secara tulus dan hati-hati, maka tingkat kecermatan hasilnya cukup baik. Hal ini bisa dilihat dari hasil pemotreran citara satelit yang menghasilkan data sebagai berikut: Latitude: 8.57903° LS (Lintang) 8°34’45" LS Longitude: 116.13904° BT (Bujur) 116°8’21" BT Azimuth: 293°32’21" Desimal: 293.54° Dari U ke B: 66.46° Dari B ke U: 23.54°, dan jarak lokasi dengan Mekkah al-Mukarramah sekitar 8972.36 km.
Masjid al-Muttahidah Petemon Pagutan Timur Masjid ini didirikan pada tahun 1966.31Nama al-Muttahidah diberikan oleh Kepala Kantor Depag. Lombok Barat setelah disatukannya bangunan Masjid yang sebelumnya terdiri dari dua bagian; bagian depan dibangun oleh masyarakat yang menganut paham waktu lima, sedangkan bagian belakang Masjid dulunya merupakan Masjid khusus bagi penganut paham wetu telu. Tokoh-tokoh yang banyak berperan dalam pendirian Masjid al-Muttahidah di antaranya H. Mansyur, H. Azizudin, Amaq Sumirah, Amaq Shah, Papuq Adoh, dan lain-lain. Tanah Masjid dibeli dari pemilik tanah yang bernama Inaq Milah dengan luas kurang lebih 400m². Masjid ini telah mengalami renovasi sebanyak tiga kali, yaitu tahun 1978,1987,1989. Pada renovasi terakhir inilah Masjid kemudian disatukan dan diberi nama al-Muttahidah.32 Berdasarkan informasi dari bapak H. Meder Salam salah saorang tokoh masyarakat dan pengurus Masjid, bahwa kiblat Masjid telah diukur dengan menggunakan kompas oleh petugas dari Depag Lobar pada saat penyatuan kembali Masjid tersebut. Tetapi tidak diketahui persis cara pengukurannya. “Yang jelas kalau melihat arah Masjid saat ini, kelihatannya sudah pas, kalau dilihat berdasarkan pedoman matahari”, demikian keterangan dari H.Meder.33 Melihat tingkat akurasi arah kiblat Masjid, pengukuran dan perhitungan arah kiblat Masjid sudah memenuhi kaidah-kaidah pengukuran. Hal ini berdasarkan hasil potret citra satelit yang dihasilkan dari Qiblat Locator, yaitu sebagai berikut: Latitude: 8.61298° LS (Lintang) 8°36’47" LS Longitude: 116.12748° BT (Bujur) 116°7’39" BT. Azimuth: Ibid. Ibid. 31 Dokumentasi Kantor Kementerian Agama Kota Mataram, dikutip 11 Desember 2010. 32 H.Meder Salam, Wawancara, 11 Desember 2010. 33 Ibid. 29 30
105
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 8, No. 1, Januari 2012: 93-109
293°32’49" Desimal: 293.55° Dari U ke B : 66.45° Dari B ke U: 23.55°, dan jarak antara lokasi Masjid dengan Mekkah al-Mukarramah kurang lebih 8972.71 km. FENOMENA ARAH KIBLA T MASJID-MASJID KOT A MA TARAM KIBLAT KOTA MAT Masjid sebagai sebuah bangunan yang permanen salah satu fungsinya adalah untuk tempat beribadah. Maka dalam menentukan arah kiblatnya dituntut perhitungan dan pengukuran yang sangat teliti. Kesalahan dalam menentukan arah kiblat akan berpengaruh kepada ketidaksahan ibadah (shalat) yang dilakukan. Dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan dewasa ini, upaya untuk meningkatkan akurasi penentuan arah kiblat juga dapat dilakukan. Selama ini pengukuran arah kiblat di Masjid-masjid khususnya di Mataram, masih menggunakan alat yang sangat sederhana, yaitu kompas. Menurut penelitian Prof. Dr.Sa’adoedin Djambek, kompas yang beredar di masyarakat selama ini tidak dijamin ketelitian hasil kerjanya, diperparah lagi dengan kemampuan pengguna kompas juga yang sangat minim sehingga hasil pengukurannya masih jauh dari tingkat akurasi yang diharapkan. Berdasarkan wawancara peneliti dengan hampir seluruh narasumber yang merupakan pengurus Masjid dan tokoh masyarakat, rata-rata penjelasannya tentang pengukuran arah kiblat dengan menggunakan kompas, tetapi mereka tidak bisa menjelaskan bagaimana pengukuran arah kiblatnya. Hal ini diperkuat dengan penjelaskan bapak Drs Ma’rif dari Kanwil Kementerian Agama NTB yang mengatakan bahwa pengukuran yang dilakukan oleh masyarakat masih banyak bermasalah, karena mereka hanya mengikuti apa yang dikatakan oleh tuan guru atau tokoh masyarakat setempat yang kebanyakan mereka tidak menguasai ilmu Falak, terutama bagaimana melakukan pengukuran dan perhitungan arah kiblat, termasuk bagaiamana menggunakan kompas dengan baik dan benar. Menurut Shuhudi Ismail, kompas sebagai alat pengukuran arah memiliki banyak kelemahan, di antaranya: Ujung jarum kompas yang diberi warna merah, mengarah ke arah belahan bumi Utara yang disebut dengan Kutub Magnit Utara. Sedangkan pusat magnit bumi tidak selalu berhimpit dengan kutub Utara bumi. Jadi ada penyimpangan jarum kompas/ jarum magnit yang disebut dengan Deklinasi Magnit untuk tempat yang diukur. Deklinasi Magnit untuk semua tempat di Indonesia tidak sama, karena itu diperlukan untuk menggunakan kompas,harus diketahui deklinasi magnit untuk daerah setempat. Mataram misalnya deklinasi magnitnya 01° 30’, artinya sudut arah kiblat yang dihasilkan oleh kompas masih harus dikurangi satu derajat setengah, itulah arah kiblat yang benar berdasarkan kompas. Belum lagi persoalan kompas yang sangat rentan dengan benda-benda logam yang akan mempengaruhi gerakan jarum yang ada pada kompas. Demikian juga pengukuran arah kiblat yang menggunakan pedoman matahari, masih perlu ditelusuri keabsahannya, karena pengukuran dengan berpedoman kepada sinar matahari
106
Metode Perhitungan dan Pengukuran Arah Kiblat Masjid di Kota Mataram (Salimul Jihad)
memiliki kaidah-kaidah terkait dengan waktu, tempat dan cara pengukurannya. Dalam penjelasan dari responden tidak ada kejelasan tentang itu sehingga sulit dipertanggung jawabkan hasil pengukurannya. Kecuali penjelasan yang menyatakan bahwa arah kiblat disesuaikan dengan arah tenggelamnya matahari. Tetapi arah tenggelamnya matahari tidak setiap saat sesuai dengan arah kiblat,bahkan matahari tenggelam searah dengan ka’bah, hanya dua kali dalam satu tahun, yaitu pada tanggal 28 Mei pukul 16.16 WIB dan pada 16 Juli pukul 16.28 WIB. Berdasarkan hasil pengukuran dengan berpedoman kepada qibla locator dari google map dan juga yang dipergunakan oleh lembaga Ru’yatl Hilal Indonesia (RHI) sebuah organisasi yang berkompeten dan consern dengan persoalan falakiyah di Indonesia, peneliti menemukan bahwa tingkat akurasi rata-rata Masjid di kota Mataram, sudah cukup baik, kalaupun ada sedikit perbedaan dengan hasil pengukuran peneliti dengan kenyataan arah kiblat Masjid-masjid di Mataram, masih dalam tarap wajar dan tidak signifikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari citra satelit yang kami ambil pada tanggal 6 Januari 2011 dari beberapa Masjid yang ada di kota Mataram. SIMPULAN Berdasarkan uraian terdahulu dapat disimpulkan bahwa metode pengukuran arah kiblat Masjid-masjid kota Mataram sebagian besar menggunakan alat kompas, dengan metode perhitungan yang belum berpegang kepada rumus-rumus perhitungan yang dapat dipertanggungjawabkan akurasinya. Hal ini disebabkan karena kebanyakan orang yang melakukan pengukuran tidak memiliki keahlian yang memadai tentang ilmu Falak, terutama yang berhubungan dengan metode pengukuran dan perhitungan arah kiblat. Di samping itu juga pada saat pengukuran dilakukan belum ada kompas dan peralatan hitung yang memadai seperti halnya kalkulator scientifik. Tingkat akurasi arah kiblat Masjid-masjid di kota Mataram cukup baik, sekalipun ada beberapa yang tidak terlalu pas, tetapi masih dalam batas-batas toleransi, sehingga keabsahan dan kesahan ibadah shalat juga tidak dipermasalahkan. Hal ini berdasarkan pantauan dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Nusa Tenggara Barat dan ditambah pula dengan hasil photo satelit yang menunjukkan arah kiblat Masjid-masjid cukup akurat. Sekalipun demikian, karena metode pengukuran dan perhitungannya masih belum memenuhi kaidah-kaidah pengukuran dan perhitungan yang baik, maka perlu dilakukan pengukuran dan perhitungan ulang agar didapatkan hasil yang lebih baik dan akurat, serta bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
107
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 8, No. 1, Januari 2012: 93-109
Daftar Pustaka Hafid, Abd. Fenomena Arah Kiblat di Indonesia. Makalah disampaikan dalam Sosialisasi Arah Kiblat 15 Maret 2010 di Jakarta al-Saqa,Abd Mu’t}i. al-Irshadah al-Saniyah ala> al-Ah}ka>m al-Fiqhiyah. Mesir: Mat}ba’ah alJamiliyah,1335 H Salam, Abd. Ilmu Falak (Hisab Salat, Arah Kiblat dan Kalender Hijriyah). Sidoarjo: Aqaba, 2001. al-Ja>ziry, Abd al-Rah}ma>n. al-Fiqh ala> Madha>hib al-Arba’ah. Beirut: Da>r al-Fikr, tt. Izzudin, Ahmad. Fiqh Hisab Rukyat di Indonesia. Yogyakarta: Logung Pustaka, 2003. Munawir, Ahmad Warson. al-Munawir Kamus Arab – Indonesia,. Surabaya: Pustaka Progresif, 1997. Maksum, Ali. Durus al-Falakiyah. Kudus: Menara Kudus, t.t al-Shauqa>ny, Nayl al-Aut}a>r. Kairo: Mus}ta} fa> al-Halaby, t.t al-Zuhayli, Wahbah. Fiqh al-Isla>m wa Adillatuhu. Damaskus: Da>r al-Fikr, 1986. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bineka Cipta, 1998. Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: Gema Risalah,1986 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,1995 Rusyd,Ibn. Bida>yah al-Mujtahid wa Niha>yah al-Muqtadi, Beirut: Da>r al-Kutub Ilmiyah, 1996. Manzur, Ibn. Lisa>n al-Arab, Beirut: Da>r al-S{a>dir, t.t Quda>mah, Ibn. Al-Mughni>, Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah. tt. al-Nawawy, Imam Mahyuddin. al-Majmu’ Sharh} al-Muhadhab, Madinah: Maktabah alSalafiyah, tt. al-Bantany, Imam Nawawi. Mura>qi> al-‘Ubu>diyah, ttp, Satori, Jam’an. dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2009. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008. Ma’rifuddin. Metode Perhitungan dan Pengukuran Arah Kiblat. Diktar Kuliah, tt.p. Hamdan, Mahmud. Ilmu Falak, dalam Teori dan Praktik I. Surabaya: Diantama, 2001. Murtadho, Moh. Ilmu Falak Praktis. Malang: UIN Malang Press, 2008. al-Sharbi>ny, Muh}ammad. Mughni> al-Muh}ta>j, Kairo: Mus}ta} fa> al-Halaby, 1958. Mughniyah, Muh}ammad Jawa>d. al-Fiqh ‘ala> Madha>hib al-Khamsah. Beirut: Da>r al-Fikr, 1999. Nur, Nurmal. Ilmu Falak (Teknologi Hisab Rukyat untuk Menentukan Arah Kiblat, Awal Waktu Shalat dan Awal Bulan Qamariyah. Padang: IAIN Imam Bonjol Padang,1997.
108
Metode Perhitungan dan Pengukuran Arah Kiblat Masjid di Kota Mataram (Salimul Jihad)
PBNU. Pedoman Rukyat dan Hisab dan Program Kerja Lembaga Sosial Mabarrat NU. Jakarta: Lajnah Falakiyah Lembaga Sosial Mabarrat PBNU, 1994 Farid, Ruskanda. dkk. Masalah Hisab dan Rukyat: telaah Syari’ah, Sains, dan Teknologi. Jakarta: Gema Insani Press,1996. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2009. Islmail, Shuhudi. Waktu Shalat dan Arah Kiblat. Jakarta: IIP Press, 2000. Husain, Taqiy al-Di>n Abu Bakar Muh. Kifa>yah al-Akhya>r fi> Hall Ghaya>h Ikhtisa>r, Surabaya: Da>r al-Kitab al-Isla>m, 1967.
109