IV. 4.1
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di Kecamatan
Karawang Timur, Kabupaten Karawang. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan atas wilayah Kecamatan Karawang Timur dijadikan sebagai kawasan pemukiman dan kawasan industri berskala kecil berdasarkan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Karawang. Hal ini mengindikasikan terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke pemukiman ataupun industri. Selain itu, wilayah ini juga merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Karawang sehingga memberikan implikasi terjadinya perubahan tata guna lahan. Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel Desa Kondangjaya. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) atau disebut juga judgemental sampling karena wilayah tersebut merupakan wilayah yang mengalami alih fungsi lahan tertinggi di Kabupaten Karawang pada tahun 2011. Proses pengumpulan data primer dan sekunder dilakukan pada bulan Februari hingga April 2012. 4.2
Jenis dan Sumber data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di tingkat petani, dampak lingkungan dari alih fungsi lahannya, serta dampak alih fungsi lahan pertanian terhadap pendapatan petani. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dari pemilik lahan baik melalui kusioner maupun melalui wawancara mendalam. Data sekunder digunakan untuk mengetahui laju alih fungsi lahan dan faktor-faktor yang
28
mempengaruhi alih fungsi lahan di tingkat wilayah dengan menggunakan data time series 2001– 2010. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) nasional, BPS kabupaten Karawang, Dinas Pertanian, kehutanan, perkebunan, dan Peternakan Kabupaten Karawang, Kantor Kecamatan Karawang Timur, dan Kantor Desa Kondangjaya, Bappeda Kabupaten Karawang dan dinas-dinas terkait lainnya. Data sekunder berupa data kebijakan alih fungsi lahan yang berlaku, harga lahan, dan kependudukan, serta data-data lain yang di anggap mendukung dalam menjawab pertanyaan penelitian. 4.3
Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sample yang dilakukan kepada petani pemilik lahan yang
mengalami alih fungsi lahan dan tidak mengalami alih fungsi lahan dilakukan secara purposive sampling. Teknik purposive sampling merupakan bentuk dari non-probability sampling method. Penelitian dilaksanakan menggunakan metode sampling non-probability disebabkan oleh jumlah masing-masing populasi yang akan diteliti tidak diketahui secara pasti. Sampel pada sampling tidak acak akan menyebabkan populasi yang akan diteliti tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Responden dalam penelitian ini adalah petani setempat yang lahan usaha taninya pernah mengalami alih fungsi lahan dan tidak mengalami alih fungsi lahan.
Penelitian yang dilaksanakan mengambil responden berjumlah 40
responden. Penetapan sampel ini disasarkan pada pendapat Bailey dalam Hasan (2002) yang menyatakan bahwa ukuran sampel minimum yang menggunakan analisis data statistik ialah 30 responden dimana populasi menyebar normal. Sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu
29
yang juga mewakili karateristik tertentu, jelas, dan lengkap yang bisa dianggap bisa mewakili populasi. Pengambilan data primer dilakukan melalui teknik wawancara dengan bantuan kuisioner kepada responden. Responden merupakan pihak yang memberikan informasi dan dapat mewakili dalam menjawab permasalahan penelitian. 4.4
Metode dan Prosedur Analisis Penelitian Dalam penelitian ini digunakan dua metode analisis, yaitu metode analisis
deskriptif dan analisis kuantitatif. Metode analisis deskriptif digunakan dengan tujuan untuk memberikan penjelasan dan interpretasi atas data dan informasi pada tabulasi data. Kemudian metode analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui laju alih fungsi lahan, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan, mengetahui dampak alih fungsi lahan terhadap pendapatan petani dan lingkungan. Metode analisis kuantitatif menggunakan persamaan laju alih fungsi lahan, analisis regresi berganda, analisis regresi logistik. dan analisis uji beda ratarata. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan program microsoft office exel 2007 dan Statistical Program and Service Solution (SPSS) 20.0. 4.4.1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan metode pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat mengenai masalah-masalah yang ada dalam masyarakat, tata cara yang berlaku, serta situasi-situasi tertentu termasuk tentang hubungan, kegiatan, sikap,
30
pandangan, serta proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena (Withney 1960) dalam (Nazir 2005). Data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Penulisan data dan informasi yang diperoleh selama penelitian dengan tujuan untuk mengevaluasi data. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi selama pengamatan.
2.
Merumuskan data yang diperoleh ke dalam bentuk tabel untuk menghindari kesimpangsiuran
interpretasi
serta
sekaligus
untuk
mempermudah
interpretasi data. 3.
Menghubungkan hasil penelitian yang diperoleh dengan kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian, dengan tujuan mencari arti atau memberi interpretasi yang lebih luas dari data yang diperoleh. Dengan menggunakan analisis deskriptif ini maka akan diperoleh gambaran
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian dan dampaknya terhadap pendapatan petani. 4.4.1 Analisis Laju Alih Fungsi Lahan Dalam penghitungan laju alih fungsi lahan pertanian digunakan persamaan alih fungsi lahan yang digunakan oleh sutandi (2009) dalam Astuti (2011). Laju alih fungsi lahan dapat ditentukan dengan cara menghitung laju alih fungsi lahan secara parsial. Laju alih fungsi lahan secara parsial dapat dijelaskan sebagai berikut: .................................................................................. (4.1)
31
dimana: V
= laju alih fungsi lahan (%)
Lt
= Luas lahan tahun ke-t (ha)
Lt-1
= Luas lahan sebelumnya (ha) Laju alih fungsi lahan (%) dapat ditentukan melalui selisih antara luas
lahan tahun ke-t dengan luas lahan tahun sebelumnya (t-1). Kemudian dibagi dengan luas lahan tahun sebelumnya dan dikalikan dengan 100 persen. Hal ini dilakukan juga pada tahun-tahun berikutnya sehingga diperoleh laju alih fungsi lahan setiap tahun. 4.4.1
Analisis Regresi Linear Berganda Dalam mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan lahan akibat
alih fungsi lahan pertanian digunakan model analisis regresi linear berganda. Analisis regresi adalah sebuah alat analisis statistik yang memberikan penjelasan tentang pola hubungan (antara dua variabel atau lebih). Tujuan dari analisis regresi ini adalah meramalkan nilai rata-rata satu variabel. Metode ini sebenarnya menggambarkan hubungan antara peubah bebas atau independent (Y) dengan peubah tak bebas atau dependent (X) dan sering disebut dengan peubah penjelas. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap kegiatan alih fungsi lahan di tingkat wilayah adalah: 1.
Laju Pertumbuhan Penduduk (persen) Jumlah penduduk mempengaruhi permintaan lahan. Semakin meningkat jumlah penduduk maka permintaan lahan terutama untuk pembangunan perumahan akan semakin tinggi sehingga mendorong penurunan luas lahan sawah akibat alih fungsi lahan sawah yang semakin tinggi.
32
2.
Jumlah Industri (unit) Adanya peningkatan jumlah industri mendorong terjadinya peningkatan permintaan lahan. Semakin tinggi jumlah industri maka semakin tinggi penurunan luas lahan sawah akibat alih fungsi lahan sawah yang terjadi.
3.
Produktivitas Lahan Pertanian (ton/ha) Semakin rendah produktivitas lahan pertanian, maka diduga akan meningkatkan penurunan luas lahan sawah akibat alih fungsi lahan karena lahan dianggap memiliki opportunitunity cost.
4.
Proporsi Luas Lahan Sawah Terhadap Luas Wilayah (persen) Peningkatan luas lahan sawah karena adanya pencetakan sawah baru menyebabkan terjadinya pembangunan yang dilakukan di atas lahan sawah akan semakin besar. Semakin luas proporsi luas lahan sawah terhadap luas wilayah maka akan semakin tinggi penurunan luas lahan sawah akibat alih fungsi lahan yang terjadi.
5.
Kebijakan pemerintah (dummy) Adanya kebijakan pemerintah mengenai tata ruang wilayah pada saat ini dan saat tahun sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk membedakan penggunaan lahan pertanian berdasarkan kebijakan tata ruang wilayah saat ini dan tahun sebelumnya. Adanya perubahan kebijakan menyebabkan terjadinya peningkatan penggunaan lahan sawah untuk keperluan nonpertanian. Persamaan model regresi linear berganda untuk mengetahui faktor yang
mempengaruhi alih fungsi lahan adalah sebagai berikut: Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5D + ε ........................................... (4.2)
33
Tanda yang diharapkan: β1 > 0 β2 > 0 β3 < 0 β4 > 0 D>0 Dimana: Y
= Penurunan lahan pertanian akibat alih fungsi lahan (m2 )
α
= Intersep
Xi
= Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi alih fungsi lahan
βi
= Koefisien Regresi
D
= Dummy
ε
= Eror Term Model analisis regresi linear berganda merupakan metode analisis yang
didasarkan pada metode Ordinary Least Square (OLS). Konsep dari metode least square adalah menduga koefisien regresi (β) dengan meminimumkan kesalahan (error). Ordinary least square (OLS) dapat menduga koefisien regresi dengan baik karena: (1) memiliki sifat tidak bias dengan varians yang minimum (efisien) baik linear maupun bukan, (2) konsisten, dangan meningkatknya ukuran sampel maka koefisien regresi mengarah pada nilai populasi yang sebenarnya, serta (3) β0 dan β1 terdistribusi secara normal (Gujarati 2002). Model ini mencangkup hubungan banyak variabel terdiri dari satu variabel dependent dan berbagai variabel independent. Penggunaan metode ini saling terikat antara satu variabel dengan variabel lainnya. Jika dijumpai bahwa saat satu
34
variabel terikat yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas dalam mempengaruhi variabel terikat itu bermacam maka bentuk hubungan antar variabel pun juga akan berbeda. Dalam regresi linear berganda sifat hubungan berjenjang sering kali terjadi dalam kajian ilmu sosial. Sebagai langkah awal pengujian dilakukan pengujian ketelitian dan kemampuan model regresi. Pengujian model regresi diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari tiga pengujian, yaitu uji koefisien determinasi (R-squared), Uji F, dan Uji t. Untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh peubah-peubah dalam persamaan akan mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian akan uji statistik sebagai berikut: 1.
Uji Koefisien Determinasi (R-squared) Nilai R-squared mencerminkan seberapa besar keragaman dari variabel
dependen yang dapat diterangkan oleh variabel independen. Nilai R-squared memiliki besaran yang positif dan besarannya adalah 0 < R-squared < 1. Jika nilai R-squared bernilai nol maka artinya keragaman variabel dependen tidak dapat dijelaskan oleh variabel independennya. Sebaliknya, jika nilai R-squared bernilai satu maka keragaman dari variabel dependen secara keseluruhan dapat diterangkan oleh variabel independennya secara sempurna (Gujarati, 2002). Rsquared dapat dirumuskan sebagai berikut: ....................................................................................................(4.3) Dimana: ESS = Explained of Sum Squared TSS = Total Sum of Squared
35
2.
Uji t Uji t dilakukan untuk menghitung koefisien regresi masing-masing
variabel independen sehingga dapat diketahui pengaruh variabel independen tersebut terhadap variabel dependennya. Adapun prosedur pengujiannya yang diungkap Gujarati (2002): H 0 : β1 = 0 H0 : β1 ≠ 0
.................................................................................................... (4.4) Dimana: b
= Parameter dugaan
βt
= Parameter Hipotesis
Seβ
= Standar error parameter β Jika t
hitung (n-k)
tabel α/2,
maka H0 diterima, artinya variabel berarti variabel
(Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap (Y). Namun, jika t hitung (n-k) > t tabel α/2, maka H0 ditolak, artinya variabel (Xi) berpengaruh nyata terhadap (Y)
3.
Uji F Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independent atau
bebas (Xi) secara bersama-sama terhadap variabel dependent atau tidak bebas (Y). Adapun prosedur yang digunakan dalam uji F (Gujarati 2002): H0 = β1 = β2 = β3 = .... = βi = 0 H1 = minimal ada satu βi ≠ 0
..................................................................................... (4.5)
36
Dimana: JKR
= Jumlah Kuadrat Regresi
JKG
= Jumlah Kuadrat Galat
k
= jumlah variabel terhadap intersep
n
= jumlah pengamatan/sampel Apabila F
hitung
< F
tabel
maka H0 diterima dan H1 ditolak yang berarti
bahwa variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (Y). Sedangkan apabila F
hitung
> F
tabel
maka H0 ditolak dan H1 diterima yang
berarti bahwa variabel (Xi) berpengaruh nyata terhadap variabel (Y). Model yang dihasilkan dari regresi linear berganda haruslah baik. Jika tidak baik maka akan mempengaruhi interpretasinya. Interpretasi ini menjadi tidak benar apabila terdapat hubungan linear antara variabel bebas (Chatterjee and price dalam Nachrowi et all 2002) Namun, agar diperoleh model regresi linear berganda yang baik, maka model harus memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). BLUE dapat dicapai bila memenuhi asumsi klasik. Uji asumsi klasik merupakan pengujian pada model yang telah berbentuk linear untuk mendapatkan model yang baik. Setelah model diregresikan kemudian dilakukan uji penyimpangan asumsi. a.
Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah model tersbut baik atau
tidak. Model dikatakan baik jika mempunyai distribusi normal atau hampir normal. Uji yang dapat digunakan adalah Uji Kolmogorov-Smirnov. Hipotesis pada uji Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut: H0 : Error term terdistribusi normal.
37
H1 : Error term tidak terdistribusi normal. Dengan kriteria uji : Jika P-value < α maka tolak H0 Jika P-value > α maka terima H0 Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan persepsi di antara satu pengamat dengan pengamat lain. Penerapan pada uji Kolmogorov-Smirnov adalah jika signifikansi di atas 5 persen berarti tidak terdapat pebedaan yang signifikan antara data yang akan diuji dengan data normal baku, artinya data tersebut normal. b.
Uji Autokorelasi Menurut Nachrowi et all (2002), Autokorelasi adalah adanya korelasi
antara variabel itu sendiri, pada pengamatan berbeda waktu dan individu. Umumnya, kasus autokorelasi terjadi pada data time series. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi. Salah satu cara yang digunakan adalah Uji Durbin Watson (DW-test). Uji ini hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept dalam model regresi dan tidak ada variabel lag diantara variabel penjelas. Jika pengujian autokorelasi diabaikan, maka akan berdampak terhadap pengujian hipotesis dan proses peramalan. Besarnya nilai statistik DW dapat diperoleh dengan rumus (Nachrowi et all. 2002): .........………………………………………...... (4.6) Dimana: d
= statistik Durbin-Watson
ut dan ut-1
= Gangguan estimasi
38
Pengambilan keputusannya: −
Jika nilai DW terletak antara batas atau upper bound (du) dan (4-du), maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi positif.
−
Jika nilai DW lebih rendah dari pada batas bawah atau lower bound (dl), maka koefisien autokorelasi lebih besar dari pada nol, berarti ada autokorelasi positif.
−
Jika DW lebih besar dari pada (4-dl), maka koefisien autokorelasi lebih kecil dari pada nol, berarti ada autokorelasi positif.
−
Jika nilai DW lebih besar dari pada (4-dl), maka koefisien autokorelasi lebih kecil dari pada nol, berarti ada autokorelasi negatif.
−
Jika nilai DW terletak diantara batas atas (du) dan batas bawah (dl) atau DW terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.
c.
Uji Multikolinearitas Jika suatu model regresi berganda terdapat hubungan linear sempurna
antar peubah bebas dalam model tersebut, maka dapat dikatakan model tersebut mengalami multikolinearitas.
Terjadinya multikolinearitas menyebabkan R-
squared tinggi namun tidak banyak variabel yang signifikan dari uji t. Ada berbagai cara untuk menentukan apakah suatu model memiliki gejala multikolinearitas. Salah satu cara yang digunakan adalah uji Varian Infiaction Factor (VIF). Cara ini sangat mudah, hanya melihat apakah nilai VIF untuk masing-masing variabel lebih besar dari 10 atau tidak. Bila nilai VIF lebih besar dari 10 maka diindikasikan model tersebut mengalami multikolinearitas.
39
Sebaliknya, jika VIF lebih kecil dari 10 maka diindikasikan bahwa model tersebut tidak mengalami multikolinearitas yang serius. d.
Uji Heteroskedastisitas Asumsi penting dari regresi linear klasik adalah bahwa gangguan yang
muncul dalam fungsi regresi adalah heteroskedastisitas. Menurut Juanda (2009), heteroskedastisitas terjadi jika ragam sisaan tidak sama untuk tiap pengamatan kei dari peubah-peubah bebas dalam model regresi. Masalah heteroskedastisitas biasanya sering terjadi dalam data cross section. Salah satu cara dalam mendeteksi heteroskedastisitas adalah dengan transformasi terhadap peubah respon dilakukan dengan tujuan untuk menjadikan ragam menjadi homogeny pada peubah respon hasil
transformasi
tersebut.
Namun,
dalam
mendeteksi
terjadinya
heteroskedastisitas dalam model dapat digunakan juga metode grafik (Nachrowi et all 2002). Selain itu, dapat juga dilakukan dengan uji glejser. Uji Glejser dilakukan dengan meregresikan variabel-variabel bebas terhadap nilai absolute residualnya (Gujarati 2006). Jika nilai signifikan dari hasil uji Glejser lebih besar dari α maka tidak terdapat heteroskedastisitas dan sebaliknya. 4.4.2
Analisis Regresi Logistik Dalam mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam
mengalihfungsikan lahan sawah digunakan analisis regresi logistik. Menurut Nachrowi et all (2002), model logit adalah model non linear, baik dalam paramater maupun dalam variabel. Model logit diturunkan berdasarkan fungsi peluang logistik yang dapat di spesifikasikan sebagai berikut (Juanda 2009): ....................................... (4.7)
40
Dimana e mempresentasikan bilangan dasar logaritma natural (e=2.718...). Kemudian dengan menggunakan aljabar biasa, persamaan
dapat ditunjukkan
menjadi: ................................................................................................. (4.8) Peubah Pi / 1 – Pi dalam persamaan diatas disebut sebagai odds, yang sering diistilahkan dengan resiko atau kemungkinan, yaitu rasio peluang terjadinya pilihan 1 terhadap peluang terjadinya pilihan 0 alternatif. Parameter model estimasi logit harus diestimasi dengan metode maximum likelihood (ML). Jika persamaan ditransformasikan dengan logaritma natural, maka: ................................................... (4.9) Persamaan model regresi logistik untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan adalah sebagai berikut: = Z = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 + β6 X6 + ε ...... (4.10) Dimana: Z
= Peluang alih fungsi lahan (1) dan tidak alih fungsi lahan (0)
α
= Intersep
Xi
= Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan alih fungsi lahan
βi
= Koefisien Regresi
ε
= Eror Term Adapun faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan petani dalam
mengalihfungsikan lahan, antara lain:
41
1.
Tingkat Usia (Tahun) Tingkat usia menunjukkan produktivitas seseorang dalam bekerja. Semakin tinggi usia seseorang maka produktivitas dalam bekerja akan semakin menurun. Hal ini akan mendorong terjadinya alih fungsi lahan yang dilakukan.
2.
Lama Pendidikan Petani (Tahun) Lama pendidikan diduga berpengaruh terhadap keputusan petani dalam melakukan alih fungsi lahan. Lama pendidikan menunjukkan tingkat pendidikan yang dicapai. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka akan semakin bijaksana dalam pengambilan keputusan alih fungsi lahan.
3.
Luas Lahan (Hektar) Petani yang memiliki ukuran lahan yang luas cenderung untuk mempertahankan lahannya karena semakin luas lahan maka usaha tani akan semakin efisien dan relatif lebih besar keuntungannya. Semakin luas lahan yang dimiliki oleh petani maka semakin kecil alih fungsi lahan yang terjadi.
4.
Proporsi pendapatan hasil usaha tani (Persen) Semakin rendah pendapatan yang diperoleh dari hasil usaha tani, maka akan semakin tinggi peluang petani dalam melakukan alih fungsi lahan. Jika pendapatan yang diperoleh dari hasil usaha tani rendah maka ada kecenderungan untuk memilih pendapatan di luar sektor pertanian dan lahan yang dimiliki dialihfungsikan karena pendapatan usaha tani tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
42
5.
Jumlah tanggungan petani (Jiwa) Jumlah tanggungan yang harus ditanggung petani mempengaruhi alih fungsi lahan dimana semakin banyak jumlah tanggungan yang harus ditanggung, maka alih fungsi lahan akan semakin tinggi. Semakin banyak tanggungan yang dimiliki maka biaya yang dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari semakin banyak sehingga petani akan cenderung untuk mengalih fungsikan lahannya.
6.
Pengalaman bertani (Tahun) Semakin lama petani pengalaman dalam bertani, maka akan semakin berat dalam pengambilan keputusan untuk alih fungsi lahan. Hal ini disebabkan karena semakin lama pengalaman bertani, maka keahlian yang dalam bertani akan semakin tinggi sehingga petani akan cenderung untuk terus mempertahankan lahannya.
7.
Produktivitas (Ton/Ha) Semakin tinggi tingkat produktivitas lahan maka keputusan petani untuk melakukan alih fungsi lahan akan semakin rendah. Hal tersebut disebabkan karena semakin tinggi produktivitas, pendapatan yang diperoleh dari sektor pertanian akan semakin tinggi sehingga petani akan cenderung mempertahankan lahannya. Agar diperoleh hasil analisis regresi logit yang baik perlu dilakukan
pengujian. Pengujian dilakukan untuk melihat apakah model logit yang dihasilkan secara keseluruhan dapat menjelaskan keputusan pilihan secara kualitatif. Dalam hal ini pilihan yang digunakan untuk melakukan alih fungsi lahan atau tidak melakukan. Pengujian parameter dilakukan dengan menguji semua parameter
43
secara keseluruhan dan menguji masing-masing parameter secara terpisah. Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut: a.
Odds Ratio Odds merupakan rasio peluang kejadian terjadi sukses (terjadinya pristiwa
y=1) terhadap peluang terjadi gagal (terjadinya pristiwa y=0) (Nachrowi et all. 2002). Odds ratio ini sering juga digunakan sebagai suatu ukuran asosiasi yang sering ditemukan dalam epidemologi. Pada dasarnya odds ratio digunakan untuk melihat hubungan antara peubah bebas dan peubah terikat dalam model logit. Nilai tersebut dapat diperoleh dari perhitungan eksponensial dari koefisien estimasi (βi) atau exp (βj). Odds Ratio dapat didefinisikan sebagai berikut: dimana P menyatakan peluang terjadinya peristiwa (Z=1) dan 1-P menyatakan peluang tidak terjadinya peristiwa. b.
Likelihood Ratio Likelihood Ratio merupakan suatu rasio kemungkinan maksimum yang
digunakan untuk menguji peranan variabel penjelas secara serentak (Hosmer dan Lemeshow 2002). Statistik uji yang dapat menunjukkan nilai likelihood ratio adalah Uji G. Rumus umum Uji G adalah:
......................................................................................... (4.11) Dimana l0 merupakan nilai likelihood tanpa variabel penjelas dan li merupakan nilai likelihood model penuh. Statistik uji G akan mengikuti sebaran chi-square dengan derajat bebas α. Kriteria keputusan yang diambil adalah jika G > chi-square maka H0 ditolak. Jika H0 ditolak maka dapat disimpulkan bahwa
44
minimal ada βj ≠ 0, dengan pengertian lain, model regresi logistik dapat menjelaskan atau memprediksi pilihan individu pengamatan. 4.4.3
Uji Beda Rata-rata Perubahan pendapatan dilihat dari perubahan pendapatan rumah tangga
petani sebelum dan sesudah melakukan alih fungsi lahan. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat pendapatan petani sebelum alih fungsi lahan dan setelah alih fungsi lahan yang dimilikinya digunakan pendekatan perbedaan dua rata-rata. Pengujian ini dilakukan dengan uji T-test baik untuk menguji data sampel masing-masing jenis alih fungsi lahan maupun untuk menguji data sampel secara keseluruhan (Sutrisno 1995). Persamaan uji T adalah sebagai berikut: ................................................ (4.12)
Dimana: X1
= Rata-rata pendapatan sebelum terjadinya alih fungsi lahan
X2
= Rata-rata pendapatan setelah terjadinya alih fungsi lahan
n1
= Jumlah responden sebelum terjadinya alih fungsi lahan
n2
= Jumlah responden setelah terjadinya alih fungsi lahan
s1
= Standar deviasi sebelum terjadinya alih fungsi lahan
s2
= Standar deviasi setelah terjadinya alih fungsi lahan
Hipotesis: H0 = X1 = X2 H1 = X1 ≠ X2
45
Apabila t
hitung
tabel
maka H0 diterima dan H1 ditolak yang berarti tidak
ada perbedaan pendapatan petani sebelum dan sesudah alih fungsi lahan. Sedangkan apabila t hitung > t tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti ada perbedaan pendapatan petani sebelum dan sesudah alih fungsi lahan.
46