METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian Pengolahan data spasial citra satelit Ikonos penelitian dilakukan di laboratorium Spatial Database and Analysis Facilities (SDAF) Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.
Sedangkan untuk
pengambilan data sosial ekonomi masyarakat, nilai ekonomi pada berbagai pola penggunaan lahan dan cek lapangan (ground truth) dilakukan di daerah Sub DAS Ciesek, DAS Ciliwung Hulu. Proses pengambilan data dilakukan selama enam bulan yaitu pada bulan Maret - Agustus 2005.
Batasan Penelitian Lingkup Wilayah Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil sampel data primer dari wawancara penduduk yang tinggal di DAS Ciliwung Hulu, Sub DAS Ciesek Kabupaten Bogor yang meliputi Kecamatan Megamendung yakni Desa Cipayung, Desa Cipayung Girang, Desa Megamendung dan Kecamatan Cisarua yakni Desa Cilember. Sedangkan sebagai pelengkap dalam penelitian ini juga mengambil data sekunder dari BPS, BAPPEDA, Dinas Kehutanan, BP DAS Ciliwung – Cisadane, dan beberapa instansi terkait lainya.
Batasan Nilai Ekonomi yang dihitung Nilai ekonomi pada berbagai pola penggunaan lahan yang dihitung dalam penelitian ini meliputi kawasan lindung berupa hutan lindung, serta kawasan budidaya yang terdiri dari pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, kebun campuran dan bangunan pemukiman yang dibagi menjadi dua yakni bangunan rumah biasa dan bangunan rumah villa berdasarkan citra satelit Ikonos tahun 2003.
Metode Pengambilan Sampel Rumah tangga sebagai unit sample yang dipilih adalah masyarakat yang tinggal di desa-desa yang ada di Sub DAS Ciesek yang meliputi Desa Cipayung, Cipayung Girang, Desa Cilember dan Desa Megamendung. Teknik pengambilan contoh dilakukan secara purposive dengan tetap memperhatikan keterwakilan dan ketersebaran data. Populasi yang digunakan dalam menentukan masing-masing nilai ekonomi adalah sebagai berikut : 1. Nilai ekonomi kawasan lindung (hutan) a. Untuk menentukan nilai ekonomi kayu bakar, populasinya adalah masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan lindung yang memanfaatkan hutan sebagai tempat mencari kayu bakar. b. Untuk menentukan nilai ekonomi jasa wisata, populasinya adalah pengunjung wisata alam Jurug Panjang yang ada di daerah penelitian. Pengunjung wisata adalah masyarakat sekitar maupun masyarakat yang berasal dari luar daerah penelitian. c. Untuk menentukan nilai ekonomi manfaat air untuk konsumsi rumah tangga, nilai hutan sebagai pengendali banjir dan nilai hutan sebagai habitat flora dan fauna populasinya adalah masyarakat yang tinggal di wilayah Sub DAS Ciesek. d. Untuk menetukan nilai ekonomi manfaat air untuk sektor pertanian populasinya adalah masyarakat petani yang mengusahakan pertanian lahan basah (sawah) dengan sistem irigasi yang ada di wilayah Sub DAS Ciesek. 2. Nilai ekonomi kawasan Budidaya a. Untuk menetukan nilai ekonomi pertanian lahan kering dan kebun campuran populasinya adalah masyarakat yang mengusahakan lahannya sebagai lahan pertanian lahan kering dan kebun campuran yang ada di wilayah Sub DAS Ciesek. b. Untuk menetukan nilai ekonomi bangunan pemukiman atau perumahan, populasinya adalah masyarakat yang mempunyai rumah di wilayah Sub DAS Ciesek.
18
Analisis Citra dan GIS Bahan yang digunakan dalam analisis perubahan pola penggunaan lahan adalah dengan menggunakan data citra satelit Ikonos tahun 2003. Sedangkan peralatan yang digunakan antara lain satu paket sistem informasi geografis termasuk komputer (PC Dekstop), Arc View dan software ERDAS Imagine 8.5. Adapun tahapan analisis citra dengan Ikonos untuk mendeteksi perubahan pola penggunaan lahan di Sub DAS Ciesek adalah : 1. Pengkoreksian Citra (Image restoration) Sebelum melakukan analisis citra langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan koreksi terhadap citra tersebut. Koreksi citra perlu dilakukan terhadap data mentah satelit dengan maksud untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan radiometrik dan geometrik. Koreksi radiometrik dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki bias pada nilai digital piksel yang diakibatkan oleh gangguan atmosfir ataupun akibat kesalahan sensor. Koreksi geometrik ditujukan untuk memperbaiki distorsi geometrik. Dalam melakukan koreksi geometrik terlebih dahulu menentukan tipe proyeksi dan sistem koordinat yang akan digunakan. Penyeragaman datadata kedalam sistem koordinat dan proyeksi yang sama, perlu dilakukan untuk mempermudah proses pengintegrasian data-data selama penelitian. Dalam hal ini proyeksi yang digunakan adalah Universal Transverse Mercator (UTM) dan sistem koordinat geografi yang menggunakan garis bujur (garis Timur-Barat) dan garis lintang (garis Utara-Selatan). Perbaikan distorsi geometrik dapat dilakukan dengan menggunakan data vektor jawa barat yang telah terkoreksi. 2. Pemotongan Citra (Subset Image) Pemotongan citra dilakukan dengan memotong wilayah yang menjadi objek studi. Batas wilayah yang akan dipotong dibuat dengan area of interest (aoi) yaitu pada wilayah yang masuk kedalam kawasan Sub DAS Ciesek. 3. Pengklasifikasian Citra (Image Clasification) Persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan pengklasifikasian adalah menetapkan kelas-kelas spektral yang terliput oleh citra satelit,
19
kemudian membuat aturan penetapan klasifikasi untuk setiap piksel kedalam kelas-kelas yang telah ditentukan. Pemilihan kelompokkelompok piksel kedalam kelas klasifikasi merupakan proses pemilihan objek (feature selection). Pembagian kelas klasifikasi dibuat berdasarkan kondisi penutupan lahan sebenarnya dilapangan dan dibatasi menurut kebutuhan pengklasifikasian. Kelas klasifikasi tersebut meliputi hutan kerapatan tinggi, hutan kerapatan rendah, kebun campuran, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, semak belukar, bangunan perumahan, lahan kosong, jalan raya dan badan air. Tahapan klasifikasi dilakukan dengan metode on screen yakni dengan mendelineasi pola-pola penggunaan lahan yang ada secara visual menggunakan computer software Arc View 3.3. 4. Membandingkan pola penggunaan lahan yang ada dengan peruntukan lahan sesuai dengan RTRW Tahun 2000 Kabupaten Bogor. 5. Membuat
kelas
ketinggian
dan
kelerengan
lahan
menggunakan
Triangulated Irregular Network (TIN) untuk mengkelaskan faktor biofisik lahan kelerengan dan ketinggian. Faktor biofisik lahan (jarak ke jalan raya, kelas kelerengan dan kelas ketinggian) ini digunakan untuk mengetahui apakah faktor biofisik lahan berpengaruh terhadap besarnya nilai ekonomi pada penggunaan lahan untuk pemukiman.
Penilaian Ekonomi Kawasan Lindung Metode penilaian Hutan Lindung sebagai kawasan lindung di Sub DAS Ciesek menggunakan konsep Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value) yang terdiri dari nilai guna dan nilai bukan guna. Gambar 2 berikut menjelaskan berbagai macam nilai yang dihitung dalam penelitian ini.
20
Nilai Ekonomi Total
Nilai Bukan Guna
Nilai Guna
Nilai Ekonomi Langsung
Nilai Ekonomi Tidak Langsung
• Kayu Bakar • Wisata Alam
Gambar 2 .
• Manfaat air untuk RT • Manfaat air untuk pertanian • Pencegah banjir dan erosi
Nilai Pilihan
• Penyerapan Karbon
Nilai Keberadaan
• Habitat Flora Fauna
Unsur-unsur yang Dihitung Untuk Menentukan Nilai Ekonomi Total Hutan Sebagai Kawasan Lindung di Sub DAS Ciesek
Persamaan yang dipakai untuk menentukan besarnya Nilai Ekonomi Total hutan sebagai kawasan lindung adalah sebagai berikut : NET
= NG + NBG = (NGL + NGTL) + (NP + NK)
Keterangan : NET
= Nilai Ekonomi Total
NG
= Nilai Guna
NBG = Nilai Bukan Guna NGL = Nilai Guna Langsung NGTL = Nilai Guna Tidak Langsung NP
= Nilai Pilihan
NK
= Nilai Keberadaan
Kuantifikasi seluruh manfaat dan fungsi ke dalam nilai uang dapat dilakukan melalui teknik kuantifkasi antara lain :
21
1. Nilai pasar Adalah pendekatan langsung untuk merupiahkan manfaat secara langsung komponen hutan alam yang dapat diperdagangkan misalnya kayu gelodongan, kayu bakar dan hijauan pakan ternak. 2. Harga tak langsung Adalah pendekatan yang digunakan bila mekanisme pasar gagal memberikan manfaat dan fungsi tak langsung dari komponen hutan alam karena terjadi gangguan terhadap pasar komponen hutan alam tersebut atau komponen hutan alam tersebut belum memiliki pasar. Cara ini digunakan untuk menilai manfaat fisik. 3. Contingent Valuation Method (CVM) Metode ini digunakan untuk menilai manfaat hutan alam dengan cara menanyakan kesediaan membayar (wellingness to pay) terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh hutan alam kepada sejumlah responden.
Adapun Teknik Penilaian Ekonomi yang dipakai untuk menentukan besarnya nilai ekonomi total hutan sebagai kawasan lindung di DAS Ciliwung Hulu, Sub DAS Ciesek dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2.
Teknik Penilaian Ekonomi yang dipakai dalam Penentuan Nilai Ekonomi Total Hutan sebagai Kawasan Lindung
No Nilai Ekonomi 1 Nilai Guna Nilai Guna Langsung Nilai Guna Tidak Langsung
2
Nilai Bukan Guna Nilai Pilihan Nilai Keberadaan
Nilai ekonomi yang dihitung
Metode
Penghasil Kayu Bakar Jasa Wisata Alam Manfaat Air Untuk Rumah Tangga Manfaat Air Untuk Pertanian Lahan Basah Pencegah Banjir dan Erosi
Harga Pengganti Biaya Perjalanan Biaya Pengadaan
Penyerap Karbon Habitat Flora dan Fauna
Harga Pasar CVM
CVM CVM
22
Nilai Penghasil Kayu Bakar Nilai kayu bakar diduga melalui pendekatan biaya ganti, yakni besarnya waktu yang hilang guna mendapatkan kayu bakar dikalikan dengan besarnya upah kerja, hal ini dilakukan mengingat di lokasi penelitian tidak terdapat pasar untuk kayu bakar. Persamaan yang dipakai adalah sebagai berikut : NKB
= WrKB x Uhok x JP
dimana : NKB
= Nilai penghasil kayu bakar (Rp/tahun)
WrKB = Rata-rata waktu yang hilang akibat mengambil kayu bakar dalam satu tahun (jam/tahun) Uhok
= Besarnya upah hari orang kerja (Rp/jam)
JP
= Jumlah populasi pengumpul kayu bakar
Nilai Jasa Wisata Untuk menduga nilai ekonomi wisata digunakan pendekatan biaya perjalanan (Travel Cost Method). Biaya perjalanan yang digunakan termasuk diantaranya biaya transportasi, biaya konsumsi, biaya penginapan dan biaya untuk membeli tiket masuk kawasan wisata alam. Tahapan penentuan nilai ekonomi wisata alam adalah sebagai berikut : 1. Menduga jumlah pengunjung dari masing-masing daerah asal pengunjung (zone) berdasarkan wawancara dengan responden. Zi
= Pi x ∑Y
dimana : Pi
= Persentase kunjungan dari zone i
Zi
= Jumlah pengunjung dari zone-i
∑Y
= Jumlah seluruh kunjungan
2. Menentukan besarnya biaya perjalanan rata-rata dari jumlah total biaya perjalanan yang dikeluarkan selama melakukan perjalanan atau kegiatan rekreasi. BPR
= TR + D + KR + L
Dimana : BPR
= Biaya perjalanan rata-rata (Rp/orang)
23
TR
= Biaya transportasi (Rp/orang)
D
= Biaya dokumentasi (Rp/orang)
KR
= Biaya konsumsi selama berwisata (Rp/orang)
L
= Biaya lain-lain (Rp/orang)
3. Menentukan biaya perjalanan rata-rata zone i (X1i) n ∑ Bpi X1i = j=1 Ni dimana : X1i
= Biaya perjalanan rata-rata daerah asal i
Bpi
= Biaya perjalanan hasil pengambilan contoh i
Ni
= Jumlah populasi daerah asal i
4. Menentukan laju kunjungan pengunjung per 1000 orang zona i dalam satu tahun. LKi
=
∑ JPi x 1000 ∑ JPT
dimana : LKi
= Laju kunjungan pengunjung zona i
JPi
= Jumlah pengunjung zona i
JPT
= Jumlah populasi pengunjung zona i
5. Menentukan nilai ekonomi wisata Nilai ekonomi wisata didapatkan dari total kesediaan membayar seluruh pengunjung pada tingkat harga karcis tanda masuk yang berlaku. Total kesediaan membayar pengunjung adalah luas daerah dibawah kurva permintaan jasa wisata pada tingkat harga karcis tanda masuk yang berlaku.
Nilai Sumber Air untuk Kebutuhan Rumah Tangga Konsumsi air untuk rumah tangga meliputi air untuk kebutuhan minum dan memasak, dan MCK. Penentuan nilai ekonomi air untuk konsumsi kebutuhan rumah tangga dilakukan dengan metode biaya pengadaan yang merupakan modifikasi dari metode biaya perjalanan dan metode kontingensi dengan menggunakan kurva permintaan Marshal, yang tahapannya adalah :
24
1. Menentukan model (kurva) permintaan dengan meregresikan permintaan (Y) sebagai variabel terikat dengan harga (biaya pengadaan) sebagai variabel bebas dan faktor sosial ekonomi lainnya. Y = β0 + β1X1 + β2X2 + …. + βnXn,
…………………………...(1)
Y
= Permintaan atau konsumsi (satuan atau kapita)
X1
= Biaya pengadaan (Rp/satuan)
β0
= Intersep
β1,2,3 .. n = Koefisien regresi X2, 3, ...n = Peubah bebas/faktor sosek 2. Menentukan intersep baru β0’ fungsi permintaan dengan peubah bebas X1 dan faktor lain (X2, X3, … Xn) tetap sehingga persamaan menjadi : Y = β0’ + β1X1 …………………………………………...............(2) 3. Menginversi persamaan fungsi asal sehingga X1 menjadi peubah terikat dan Y menjadi peubah bebas, sehingga persamaan menjadi : Y - β0’ X1 = ──── ……………………………………………………….(3) β1 4. Menduga rata-rata WTP dengan cara mengintegralkan persamaan 3 a U = ∫ ƒ(Y)∂Y 0
5. Menentukan nilai X1 pada saat Y dengan cara mensubstitusikan nilai Y ke persamaan 3 6. Menentukan rata-rata nilai yang dikorbankan oleh konsumen dengan cara mengalikan X1 dengan Y. 7. Menentukan nilai total WTP, nilai yang dikorbankan dan surplus konsumen dengan cara mengalikan nilai tersebut dengan populasi.
Harga air dihitung berdasarkan pada biaya pengadaan, yaitu biaya yang harus dikorbankan untuk mendapatkan dan menggunakan air tersebut. Untuk penentuan nilai ekonomi air rumah tangga, maka dihitung harga (biaya pengadaan) air untuk rumah tangga dengan rumus sebagai berikut : HARTi = BPA RTi K RTi
25
dimana : HARTi
= Harga/biaya pengadaan air responden ke i (Rp/ m3)
BPA RTi = Biaya pengadaan air rumah tangga ke i (Rp) K RTi
= Jumlah kebutuhan air rumah tangga ke i (m3)
Nilai ekonomi total air rumah tangga didasarkan pada konsumsi air rumah tangga per kapita sehingga pengganda yang digunakan adalah jumlah penduduk di lokasi penelitian yang air untuk kebutuhan rumah tangganya bersumber dari sungai atau mata air yang ada di Sub DAS Ciesek. Untuk menentukan total nilai penggunaan air digunakan rumus sebagai berikut: NART = RNART X P Dimana : NART
= Nilai air rumah tangga (Rp/tahun)
RNART = Rata-rata nilai air rumah tangga (Rp/org/tahun) P
= Jumlah penduduk
Nilai Sumber Air untuk Lahan Basah (Persawahan) Nilai air untuk sektor pertanian dihitung dengan asumsi bahwa pertanian yang ada sumber airnya berasal dari kawasan lindung (hutan) yang ada di daerah hulu Sub DAS Ciesek.
Penentuan nilai ekonomi air untuk sektor pertanian
dilakukan dengan menggunakan CVM. Formula yang dipakai untuk menghitung nilai ekonomi air untuk persawahan adalah sebagai berikut :. NAS = WTPr x JP WTPr
n = ∑ WTPi / ni i=1
dimana : NAS
= Nilai air konsumsi untuk pertanian sawah (Rp/tahun)
WTPr
= Rata-rata kesediaan membayar (Rp/tahun/orang)
WTPi
= Kesediaan membayar responden ke i (Rp/tahun)
ni
= Jumlah responden
JP
= Jumlah populasi
26
Nilai Pengendali Banjir dan Erosi Penentuan nilai ekonomi hutan sebagai pengendali banjir dan erosi dilakukan dengan menggunakan CVM untuk mengetahui kesediaan membayar dari responden untuk menjaga hutan agar bisa menjalankan fungsinya sebagai pengendali banjir dan erosi. Formula yang dipakai adalah sebagai berikut :. NPBE = WTPr x JP n = ∑ WTPi / ni i=1
WTPr dimana :
NPBE = Nilai pengendali banjir dan erosi (Rp/tahun) WTPr
= Rata-rata kesediaan membayar (Rp/tahun/orang)
WTPi
= Kesediaan membayar responden ke i (Rp/tahun)
ni
= Jumlah responden
JP
= Jumlah populasi
Nilai Pilihan Penghitungan nilai ekonomi jasa hutan di Sub DAS Ciesek dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan harga pasar.
Harga carbon yang
dipakai adalah harga carbon yang berlaku dipasaran internasional pada saat mekanisme CDM (Clean Development Mechanism) dijalankan. Potensi hutan sebagai penyerap karbon didekati dari hasil penelitian Brown (1997) yang meneliti tentang kandungan karbon hutan tropis di Indonesia. Formula yang dipakai untuk menghitung nilai ekonomi hutan sebagai penyerap karbon adalah : NCS =
JCS x HCS
dimana : NCS
=
Nilai carbon stock (Rp/tahun)
HCS
=
Harga carbon persatuan (Rp/ton)
JCS
=
Jumlah potensi carbon stock (ton/ha/tahun)
Nilai Keberadaan Habitat Flora Fauna Nilai keberadaan hutan sebagai habitat flora fauna dihitung dengan menggunakan metode CVM untuk mengetahui kesediaan membayar dari responden untuk menjaga keberadaan hutan agar tetap ada sehingga dapat
27
berfungsi sebagai habitat flora dan fauna.
Formula yang digunakan adalah
sebagai berikut : NHF
= WTPr x JP
WTPr
n = ∑ WTPi / ni i=1
dimana : NHF
= Nilai habitat flora fauna (Rp)
WTPr
= Rata-rata kesediaan membayar (Rp/m3/orang)
WTPi
= Kesediaan membayar responden ke i (Rp/m3)
ni
= Jumlah responden
JP
= Jumlah populasi Penilaian Ekonomi Kawasan Budidaya
Sedangkan Nilai ekonomi penggunaan lahan untuk kawasan budidaya di DAS Ciliwung Hulu, Sub DAS Ciesek yang di hitung dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3.
No 1
2
Teknik Penilaian Ekonomi yang Dipakai dalam Penentuan Nilai Ekonomi Kawasan Budidaya Nilai Ekonomi Nilai Ekonomi
•
Penggunaan Lahan Pertanian lahan basah
Pertanian
•
Pertanian lahan kering
•
Kebun campuran
•
Bangunan Pemukiman
Nilai Ekonomi
Metode Harga pasar
CVM
perumahan
Nilai Ekonomi Pertanian Penentuan nilai ekonomi penggunan lahan untuk pertanian (pertanian lahan basah dan lahan kering) serta kebun campuran yang diusahakan oleh masyarakat yang tinggal di Sub DAS Ciesek.
Metode yang dipakai untuk
menghitung nilai ekonomi penggunaan lahan untuk pertanian dan kebun campuran dilakukan dengan menggunakan teknik pendekatan produktivitas, dimana persamaan yang dipakai adalah sebagai berikut :
28
NEUT = NPUT – BPUT NPUT = PrUT x HJUT x LAUT dimana : NEUT =
Nilai ekonomi usaha tani (Rp/tahun)
NPUT =
Nilai pendapatan usaha tani (Rp/tahun)
BPUT =
Biaya produksi usaha tani (Rp/tahun)
PrUT
=
Produksi rata-rata usaha tani (ton/ha/tahun)
HJUT
= Harga jual usaha tani (Rp/ton)
LAUT = Luas areal usaha tani (ha)
Nilai Bangunan Pemukiman Pendekatan penghitungan besarnya nilai ekonomi bangunan pemukiman didekati dengan metode CVM, yakni dengan cara menanyakan besarnya nilai kesediaan membeli para pemilik rumah yang dijadikan responden. Besarnya nilai ekonomi perumahan dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : NPRt
= WTPr / t
WTPr
n = ∑ WTPi / ni i=1
dimana : NPRt
= Nilai Perumahan tipe rumah ke-i (Rp/tahun)
WTPr
= Rata-rata kesediaan membeli (Rp/orang)
WTPi
= Kesediaan membeli responden ke i (Rp)
ni
= Jumlah responden
t
= Usia Rumah
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesediaan membeli rumah di daerah penelitian, maka digunakan analisis regresi berganda dengan metode stepwise (mengeluarkan faktor-faktor yang tidak berpengaruh). Model regresi yang digunakan sebagai berikut : Yi = a + b1x1 + b2x2 +…….+bnxn
29
dimana : Yi
= Kesediaan Membeli Rumah (Rp)
a,b
= konstanta
x1, xn = faktor kualitas lingungan, faktor biofisik lahan, faktor sosial ekonomi, faktor jenis dan kualitas bangunan.
Adapun faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kesediaan membeli rumah di daerah Sub DAS Ciesek adalah sebagai berikut : 1.
Faktor Kualitas lingkungan Semakin tinggi nilai apresiasi masyarakat terhadap kulaitas lingkungan, maka kesediaan membeli rumah akan semakin tinggi.
Faktor kualitas
lingkungan diukur dengan cara menanyakan kepada responden berapa besarnya nilai kualitas lingkungan yang meliputi aspek keamanan, kebersihan, keindahan dan aksesibilitas (skor 1-10). 2.
Jarak Semakin jauh dari jalan raya diduga mempengaruhi nilai jual bangunan rumah yang pada akhirnya juga akan memepengaruhi kesediaan membeli responden. Pengukuran jarak dari jalan raya dilakukan di atas citra satelit ikonos dengan fasilitas tools distance yang ada pada software Arc View 3.3.
3.
Ketinggian tempat Salah satu faktor yang diduga mempengaruhi kesediaan membeli rumah di daerah puncak khususnya Sub DAS Ciesek diantaranya karena faktor ketinggian tempat, dimana semakin tinggi tempat maka faktor kualitas lingkungan
seperti
panorama
alam dan
kesejukan
semakin
baik.
Pengukuran ketinggian tempat dilakukan dengan metode Triangulated Irregular Network (TIN) pada software Arc View 3.3. 4.
Kelerengan tempat Faktor kelerengan diduga juga ikut mempengaruhi kesediaan membeli rumah, dimana pada kelerengan tertentu panorama akan terlihat lebih indah. Pengukuran kelerengan tempat dilakukan dengan metode Triangulated Irregular Network (TIN) pada software Arc View 3.3.
30
5.
Pendapatan Semakin tinggi tingkat pendapatan responden juga diduga mempengaruhi kesediaan membeli rumah.
Pengukuran tingkat pendapatan responden
dilakukan dengan cara wawancara. 6.
Kondisi fisik bangunan rumah. Faktor kondisi fisik bangunan juga diduga mempengaruhi kesediaan membeli rumah, dimana semakin tinggi kualitas kelas bangunan rumah maka semakin tinggi kesediaan membeli bangunan rumah tersebut. Kondisi fisik
bangunan
rumah
di
daerah
penelitian
sangat
beragam,
pengklasifikasian kelas rumah berdasarkan kondisi fisik bangunan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Klasifikasi Kelas Rumah berdasarkan Kondisi Fisik Bangunan No
Parameter
Kelas 1
Kelas 2
1
Luas lantai
< 50 m2
50 – 120 m2
> 100 m2
2
Jenis lantai
Tanah/tegel
Tegel/Keramik
Keramik/marmer
3
Jens atap
Ijuk/ Genteng genteng tanah tanah/semen 4 Jenis dinding Batako/papan kayu Tembok/ terluas biasa/ kayu indah bambu 5 Penerangan Minyak tanah/ Listrik listrik (<450 Watt) (450 – 900 Watt) 6 Sumber air Sumur/ Sumur/PAM/ minum sungai Pompa air 7 MCK Sungai/ MCK Sendiri MCK umum Sumber : survey sosial ekonomi nasional tahun 2000
7.
Kelas 3
Genteng tanah/keramik/kayu Tembok/ kayu indah Listrik ( > 900 Watt) PAM/ Pompa air MCK Sendiri
Tipe atau jenis rumah Tipe atau jenis rumah di daerah penelitian diduga juga mempengaruhi kesediaan membeli bangunan rumah tersebut.
Pada penelitian ini jenis
bangunan rumah dibedakan dalam dua kategori yakni jenis rumah biasa (skor 1) dan jenis villa (skor 2).
31
Nilai Kompensasi atas Perubahan Pola Penggunaan Lahan Perubahan pola penggunaan lahan yang dimaksud ialah alih fungsi lahan yang dapat menurunkan fungsi kawasan lindung sebagai pensuplai kebutuhan air atau yang dianggap menyebabkan degradasi bagi kawasan Sub DAS Ciesek. Dalam hal ini adalah kawasan yang peruntukanya tidak sesuai dengan RTRW, dalam penelitian ini difokuskan kepada penggunaan lahan di kawasan lindung. Besarnya kompensasi yang sebaiknya diberikan kepada masyarakat agar bersedia merubah pola penggunaan lahannya dihitung dengan cara menghitung selisih manfaat ekonomi langsung hutan dengan berbagai pola penggunaan lahan yang ada di kawasan lindung.
32
Gambar 3. Alur Penelitian Penilaian Ekonomi Berbagai Pola Penggunaan Lahan Berdasarkan Citra Satelit Ikonos Tahun 2003
33