IV.
4.1.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan studi kasus
Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan Februari- Juli 2012. 4.2.
Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data
sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementrian Pertanian, Direktorat Jendral Perkebunan seperti nilai input, nilai output, nilai tambah, input tenaga kerja, barang yang dihasilkan dari seluruh perusahaan kakao yang ada di Indonesia, dan data lainnya, serta referensi lain (perpustakaan, buku, penelitian terdahulu, dan internet). Data yang diperoleh merupakan time series dari tahun 2000-2009. 4.3.
Metode Analisis Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode statistik
deskriptif dan metode kuantitatif. Metode deskriptif untuk menganalisis perilaku industri kakao di Indonesia dilakukan dengan cara wawancara terhadap PT. Ceres dan PT. Mayora sebagai salah satu perwakilan industri kakao di Indonesia untuk mendapatkan informasi yang lebih pasti. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis struktur dan kinerja industri kakao dengan pendekatan SCP dan untuk analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri kakao di Indonesia digunakan pendekatan OLS (Ordinary Least Square) dengan bantuan software Microsoft Excel 2007, Minitab 14, dan Eviews 6.
4.3.1. Analisis Struktur Pasar Untuk mengetahui suatu struktur pasar maka ada komponen yang harus diperhatikan seperti: pangsa pasar, derajat perbedaan produk, hambatan masuk pasar, informasi yang diperoleh untuk memamsuki sebuah pasar, dan konsentrasi rasio. 4.3.1.1. Pangsa Pasar Penguasaan pasar bagi perusahaan memiliki pangsa pasar yang berbedabeda berkisar 0-100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Secara ringkas pangsa pasar menggambarkan keuntungan yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualan. Jaya (2001) merumuskan pangsa pasar sebagai berikut: MSi = Dimana:
100%
Msi
= Pangsa pasar perusahaan i (%)
Si
= Penjualan perusahaan i (rupiah)
Stot
= Penjualan total seluruh perusahaan (rupiah)
4.3.1.2. Derajat Perbedaan Produk Derajat perbedaan produk dijelaskan secara deskriptif dengan tujuan untuk melihat apakah suatu pasar komoditas produk menetapkan produknya sebagai komoditas homogen ataupun heterogen, karena perbedaan jenis produk dapat mempengaruhi perilaku produsen yang berada didalam pasar untuk bersaing. Perbedaan corak produk (produk differentiation) memberikan keluasan yang lebih besar bagi produsen guna mengatur strategi pasar.
35
4.3.1.3. Hambatan Masuk Pasar Hambatan dalam memasuki pasar dapat dilihat dengan munculnya berbagai pesaing baru dalam suatu pasar guna mendapatkan keuntungan dan menguasai pasar. Untuk melihat suatu hambatan dalam pasar dapat mengunakan pengukuran skala ekonomis melalui pendekatan output peusahaan. Nilai ini disebut dengan Minimum Efficiency Scale (MES) yang dirumuskan oleh Jaya (2001) sebagai berikut: 100%
MES = 4.3.1.4. Informasi
Informasi yang diperoleh oleh suatu pasar akan dijelaskan secara deskriptif karena ketika informasi yang tidak sempurna terjadi maka akan mempengaruhi kemampuan
pasar
untuk
menetapkan
harga
keseimbangan/
ekuilibrium.
Pembuktian efisiensi dari harga persaingan mengasumsikan bahwa harga ekuilibrium ini diketahui oleh semua pelaku ekonomi. 4.3.1.5. Rasio Konsentrasi (CR) Tingkat konsentrasi dapat dihitung melalui rasio konsentrasi (CR). Rasio konsentrasi merupakan presentase dari total output industri atau pendapatan penjualan. Rasio sejumlah perusahaan mengukur pangsa pasar relatif dari total output industri yang dipertanggungjawabkan oleh perusahaan-perusahaan itu. Jaya (2001) merumuskan konsentrasi rasio sebagai berikut: CRm = ∑
Penelitian ini menggunakan rasio dari empat perusahaan (CR4) yang menunjukkan pangsa
pasar empat perusahaan terbesar dalam industri pengolahan kakao di
Indonesia yang dirumuskan dengan:
36
CR4 = ∑
atau CR4 = ms1+ ms2+ ms3+ ms4
Dimana: CR4
: Rasio konsentrasi sebanyak 4 perusahaan (%)
Msi
: pangsa pasar perusahaan i (%) Pangsa pasar diukur dari tingkat konsentrasi melalui rasio konsentrasi.
Rasio konsentrasi yang digunakan menunjukkan besarnya kontribusi nilai penjulan output perusahaan terbesar terhadap total nilai produksi industri. Semakin besar angka persentasinya (mendekati 100 persen) maka konsentrasi industri dari produk tersebut semakin besar, yang menggambarkan bentuk pasarnya adalah monopoli. Sebaliknya, jika empat perusahaan menguasai minimal 40 persen pangsa pasar maka struktur industri tersebut adalah berbentuk oligopoli. 4.3.2. Analisis Perilaku Pasar Perilaku pasar dianalisis secara deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh informasi mengenai perilaku perusahaan dalam industri itu sendiri. Perilaku menganalisis tingkah laku dan penerapan strategi perusahaan dalam suatu industri untuk merebut pangsa pasar dan mengalahkan pesaing. Perilaku industri kakao di Indonesia akan dianalisis dengan melihat strategi harga, strategi produk dan promosi yang dilakukan. 4.3.2.1. Strategi Harga Strategi penerapan harga tergantung dari beberapa faktor produksi terutama bahan baku. Dalam industri kakao ini penerapan harga dilihat dari apakah ada kesepakatan yang terjadi dalam industri sesama pesaing yang dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat. Strategi dalam penentuan harga ini merupakan unsur
37
yang menghasilkan pendapatan bagi para produsen. Harga juga merupakan unsur yang paling flexibel dimana unsur ini dapat berubah dengan cepat. 4.3.2.2. Strategi Produk dan Promosi Strategi yang dilakukan oleh perusahaan ataupun industri- industri lain dalam memproduksi suatu produk perlu melihat kondisi pasar karena dalam memilih barang konsumen cenderung memperhatikan tiga hal, yaitu: nilai, biaya, dan kepuasan. Selanjutnya akan dilihat pula apakah terdapat stategi khusus yang perlu dilakukan seperti melakukan diversifikasi produk ataupun kesepakatan jumlah penawaran produk. Selain itu ada pula strategi lain yang dilakukan oleh produsen seperti promosi. Promosi merupakan suatu bagian yang penting dalam menjual produk untuk mempertahankan keberlangsungan produksi, pengembangan inovasi, dan mendapatkan keuntungan (profit). 4.3.3. Analisis Kinerja Pasar Analisis kinerja industri kakao di Indonesia dilakukan dengan analisis Price Cost Margin (PCM), efisiensi internal (X-eff) dan pertumbuhan output (Growth). PCM didefinisikan sebagai indikator kemampuan perusahaan untuk meningkatkan harga diatas biaya produksi dan juga sebagai persentase keuntungan dari kelebihan penerimaan atas biaya langsung. Tingkat PCM yang tinggi pada umumnya dapat tercipta jika konsentrasi rasio yang tinggi, artinya semakin tinggi nilai tambah dalam suatu industri maka kinerja industri tersebut juga semakin efisien dalam meminimumkan biaya sehingga keuntungan yang diperoleh akan semakin besar. PCM dirumuskan sebagai rasio dari nilai tambah perusahaan atau industri dikurangi dengan total seluruh pengeluaran upah dari perusahaan atau industri terhadap nilai output industri tersebut. Secara ringkas PCM menggambarkan hubungan antara
38
struktur pasar terhadap kinerja perusahaan, Jaya (2001) merumuskan PCM sebagi berikut: 100%
PCM =
Efisiensi internal (X-eff) menunjukkan kemampuan perusahaan dalam suatu industri untuk menekan biaya produksi. Semakin efisien suatu industri maka keuntungan yang diperoleh akan semakin besar pula. Untuk mengukur tingkat efisiensi internal dirumuskan dengan: (Jaya, 2001) 100%
Efisiensi-X =
Produktivitas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan output pada periode waktu dengan membandingan input tenaga kerja yang dikeluarkan. Untuk mengukur produktivitas memerlukan rumus: (Jaya, 2001) Produktivitas =
100%
4.3.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri Kakao di Indonesia Analisis hubungan struktur dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kinerja dapat dianalisis dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) atau metode kuadrat sederhana. Hal ini dilakukan karena penggunaan metode OLS dianggap paling tepat untuk menggambarkan hubungan antara variabel dan penggunaannya juga lebih mudah dibanding metode lainnya dalam pendeskripsian hasil regresi. Bentuk umum dari persamaan dari regresi linear sederhana ini yaitu: Yi = β0 + β1Xi + εi Nilai
PCM
dijadikan
sebagai
variabel
dependen
karena
PCM
menggambarkan keuntungan dari suatu industri serta mewakili variabel kinerja itu
39
sendiri, sedangkan nilai CR4, Minimum Efficiency Scale (MES), Growth, produktivitas (PROD), efisiensi internal (X-eff), dan jumlah perusahaan (JLP) menjadi variabel independen karena diduga dapat mempengaruhi variabel dependen (PCM). Berdasarkan variabel dependen dan variabel independen maka bentuk persamaan yang diduga yaitu: PCMt = β0 + β1CR4 + β2MES + β3PROD + β4X-eff + β5JLP + εi Dimana: PCM
: Proksi keuntungan perusahaan terbesar (%)
CR4
: Rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (%)
MES
: Minimum Efficiency Scale (%)
X-eff
: Efisiensi internal (%)
PROD
: Produktivitas tenaga kerja (%)
JLP
: Jumlah perusahaan
ε
: Galat
β0
: Intersep (β0 > 0)
β1, β3, β4, β5, β6
: Koefisien kemiringan parsial (β0, β1, β3, β4, β5 > 0)
4.4.
Uji Statistik Uji statistik dilakukan untuk menganalisis hubungan-hubungan antar
variabel dengan menentukan parameter-parameter yang akan diestimasi dan melakukan pengujian-pengujian sehingga model tersebut dapat dikatakan baik. Pengujian dilakukan dengan uji statistik terhadap model penduga melalui uji F. Uji t digunakan untuk parameter-parameter regresi serta melihat besarnya (persen) variabel bebas (independen) dan dijelaskan oleh variabel dependen melalui koefisien determinasi (R-Squared).
40
4.4.1. Uji R- Squared (R2) Menurut Gujarati (1978), besaran R2 atau yang dikenal sebagai koefisien determinasi merupakan besaran yang paling lazim digunakan untuk mengukur kebaikan-suai (goodness of fit) garis regresi.secara verbal, R2 mengukur proporsi (bagian) atau prosentase total variasi dalam Y yang dijelaskan oleh model regresi. R2 memiliki dua sifat, yaitu: R2 merupakan besaran yang nilainya selalu positif, dan batas R2 adalah 0 ≤ R 2 ≤1. Dengan kata lain, R2 digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan model regresi yang digunakan dalam memprediksi nilai keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai R2 akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. 4.4.2. Uji F Uji F digunakan untuk melihat apakah model penduga yang digunakan sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam model, selain itu Uji F dapat juga digunakan untuk mengetahui pengaruh seluruh variabel independen terhadap variabel dependen. Hipotesis: H0: b1 = b2=...= bi = 0 (dimana tidak ada variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependen) H1: minimal ada salah satu bi ≠ 0 (dimana terdapat variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependen) Kriteria uji: Probability F-Statistic < α, maka tolak H0 dan simpulkan minimal ada variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen.
41
Probability F-Statistic > α, maka terima H0 dan simpulkan tidak ada variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen. 4.4.3.
Uji t Uji t digunakan untuk mengetahui tingkat signifikan variabel independen
atau untuk menguji apakah regresi dari masing- masing variabel independen yang dipakai terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependen. Hipotesis: H0: b1 = b2 =...= bi= 0 (dimana variabel independen-i tidak mempengaruhi variabel dependen) H1: bi ≠ 0 (dimana variabel independen- i mempengaruhi variabel dependen) Kriteria uji: Probability t-Statistic < α, maka tolah H0 dan simpulkan variabel independen-i berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Probability t-Statistic > α, maka terima H0 dan simpulkan variabel independen-i tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. 4.5.
Uji Ekonometrika Pengujian ekonometrika dalam suatu penelitian dilakukan untuk mengetahui
perilaku atau kejadian dalam hal ekonomi dengan mengaji secara statistik atau matematika.
Dalam
ekonometrika
dilakukan
empat
pengujian,
yaitu:uji
normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas. 4.5.1. Uji Normalitas Uji normalitas atau uji kenormalan sisaan Kolomogorov-Smirnov dilakukan untuk memeriksa apakah sisaan mendekati distribusi normal. Uji ini bertujuan untuk membandingkan distribusi data yang akan diuji normalitasnya dengan
42
distribusi normal baku. Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk Z-Score dan diasumsikan normal. Hipotesis pada uji Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut (Lains, 2006): H0 : Sisaan menyebar normal H1 : Sisaan tidak menyebar normal Uji statistik yang digunakan: Z(X) = Keterangan: Z(X)
= Angka baku
X
= Angka pada data
S
= Simpangan baku
Kaidah pengujian: Jika Zhit < Ztabel maka tolak Ho Jika Zhit > Ztabel maka terima Ho Jika keputusan yang diperolah menolak Ho, artinya error term atau sisaan yang diperolah tidak menyebar normal dan sebaliknya, jika keputusan menerima Ho maka sisaan yang diperoleh telah menyebar normal. 4.5.2. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas didefinisikan dengan adanya korelasi yang kuat antara variabel independen dalam model persamaan. Adanya multikolinearitas dalam persamaan regresi akan berdampak pada varian koefisien regresi menjadi besar yang akan menyebabkan standard error terlalu tinggi sehingga kemungkinan penduga koefisien regresi menjadi tidak signifikan secara statistik. Pengujian multikolinearitas dapat dilihat dari pengujian Variance Inflation Factor (VIF).
43
Juanda (2009) mengemukakan bahwa pedoman regresi yang bebas dari multikolinearitas adalah mempunyai nilai dibawah 10. Sebaliknya, nilai VIF yang lebih besar dari 10 mengindikasikan terjadinya multikolinearitas. 4.5.3. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. Adanya autokorelasi dalam persamaan regresi dapat mengakibatkan bahwa penduga yang diperoleh dengan menggunakan OLS tidak lagi bersifat BLUE. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin-Watson. Dalam Firdaus (2004), untuk melihat autokorelasi dapat menggunakan ketentuan sebagai berikut: DW
Kesimpulan Ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Tidak ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Ada autokorelasi
Kurang dari 1.10 1.10-1.54 1.55-2.46 2.46-2.90 Lebih dari 2.91
Sumber: Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif (Firdaus, 2004)
4.5.4.
Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas pada umumnya terjadi pada data cross-section. Jika ragam sisaan tidak sama atau var (εi)=E(εi2)=σi2 untuk setiap pengamatan dari variabel bebas dalam model regresi, maka terjadi masalah heteroskedastisitas. Untuk melihat terjadinya heteroskedastisitas adalah dengan melihat plot antar sisaan dengan dugaan respon. Jika ragam sisaan homogen maka seharusnya plot antar
sisaan
tersebut
tidak
memiliki
pola
apapun.
Cara
mengatasi
heteroskedastisitas adalah dengan transformasi peubah respon atau metode terkecil terboboti (weight least square) dan dengan cara transformasi terhadap peubah respon dilakukan dengan tujuan untuk menjadikan ragam menjadi homogen pada 44
peubah respon hasil transformasi tersebut, atau dapat juga dilakukan dengan uji White Heteroscedasticity. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini yaitu: Ho : Tidak terdapat heteroskedastisitas H1 : Terdapat heteroskedastisitas Kaidah pengujian yaitu: Probabilitas observasi R-Squared < α maka tolak Ho Probabilitas observasi R-Squared > α maka terima Ho Jika keputusan yang diambil adalah menolak Ho maka dalam model terdapat heteroskedastisitas, sebaliknya jika keputusan menerima Ho maka dalam model tidak terdapat heteroskedastisitas.
45