76
IV.
4.1
METODE PENELITIAN
Kriteria Lokasi Penelitian Lokasi penelitian disertasi ditentukan secara purposive di Unit
Manajemen Agroforestri Agroforestri yang telah bersertifikasi PHBML dari Lembaga Ecolabel Indonesia (LEI) di Desa Sumberejo, Kabupaten Wonogiri dengan posisi dalam Sub DAS Tem on daerah Hulu DAS Bengawan Solo di Propinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada kriteria: 1.
Pada lokasi penelitian ini
terdapat unit manajemen agroforestri yang
telah bersertifikasi PHBML dari Lembaga Ecolabel Indonesia (LEI), sehingga proxy investasi registry area dan sertifikasi telah ters edia. 2.
Lokasi
penelitian
relatif
representatif
karena
jenis
komoditi
yang
dikembangkan bervariasi sesuai dengan karakteristik wilayah, kesesuaian lahan dan keinginan masyarakat (petani) setempat, dengan prioritas posisi agroforestri di daerah hulu DAS. 3.
Pada lokasi penelitian telah terbentuk rantai sistem yang relatif lengkap, yaitu terdiri dari; subsistem produksi agroforestri (on farm), subsistem pengumpul dan subsistem industri pengolahan (pasar kayu bulat), serta terkerterlibatan
stakeholders
relatif
tinggi,
diantaranya
perhatian
Pemerintah Daerah, pendampingan oleh Mitra, kerjasama antara Kelompok Tani Agroforestri (KTHR) dengan Industri Pengolahan, kerjasama dengan Perguruan Tinggi, serta akses kepada sumbersumber pendanaan relatif telah terbangun secara baik. 4.
Lokasi penelitian manajemen
diharapkan menjadi model pengembangan
unit
agroforestri lestari dengan inovasi (new added value
77
innovation) pemanfaatan peluang diversifikasi produk HHBK, jasa tata air dani
jasa
karbon
hutan
yang
diharapkan
dapat
meningkatkan
kesejahteraan petani hutan dan berdampak peningkatan daya dukung lingkungan serta peningkatan sosial pada masyarakat di sekitar agroforestri di daerah Hulu DAS. 4.2
Jenis dan Sumber Data
4.2.1 Jenis Data 1.
Data primer menggunakan metode survei dengan contoh petani hutan yang diacak secara sederhana (simple random sampling) dari 130 anggota kelompok tani agroforestri (KTHR) yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan agroforestri seluas 293,46 ha, secara kolektif pada 3 strata luas pemilikan lahan pada lokasi penelitian. Desain penelitian ke dalam tiga strata luas lahan agroforestri didasarkan argumentasi keterwakilan kondisi usaha agroforestri Desa Sumberejo, dimana dari referensi penelitian sebelumnya, telah diindikasikan, bahwa selain faktor modal, faktor luas kepemilikan lahan merupakan faktor yang mempengaruhi keuntungan dan kelayakan agroforestri. Selanjutnya dari data sebaran pemilikan lahan petani menurut buku kadaster (letter C) adalah luas lahan < 1 ha: 37%; luas lahan 1-< 2 ha: 19%, dan luas ≥ 2 ha. Ditentukan jumlah sampel responden strata 1 adalah 23 KK; strata 2: 18 KK; dan strata 3: 27 KK, sehingga total sampel adalah 68 KK atau 56,67 %
2.
Data primer
untuk penghitungan volume dan nilai jasa karbon
agroforestri dilakukan melalui penafsiran landsat ETM 2000, sedangkan untuk control secara terestris dibuat 1 plot ukur di masing-masing strata; 3.
Data primer untuk penghitungan volume dan nilai jasa air agroforestri didapatkan melalui identifikasi sumber air dan pengukuran debit pada
78
masing penggunaan dan komponen biaya penuh (Rogers, 2000) 4.
Data sekunder yang diperoleh dari laporan, angka-angka statistik perusahaan atau
kantor
Kepala Desa, Kecamatan, Kabupaten
maupun Propinsi, baik dari instansi pemerintah maupun non-pemerintah yang terkait dan atau mengamati masalah-masalah sosial-ekonomi masyarakat tersebut. 4.2.2 Sumber Data a. Populasi Populasi objek penelitian adalah 130 rumah tangga (KK) pengelola agroforestri yang tergabung dalam kelompok tani Gondangrejo pada Desa Sumberejo yang terletak di bagian hulu Sub Das Temon, DAS Solo. Populasi dibagi 3 strata luas lahan, yaitu strata 1 dengan luas pemilikan lahan < 1 ha; strata 2 dengan luas kepemilikan lahan 1 - ≤ 2 ha; dan strata 3 dengan luas kepemilikan lahan ≥ 2
ha. Perbedaan luas lahan antar
strata dan kesamaan karakteristik kepemilikan luas lahan, kerapatan pohon yang menjadi sumber pendapatan utama dalam agroforestri dalam masingmasing strata diharapkan mewakili kondisi usaha agroforestri. b. Sampel Sampel dikumpulkan dari 3 (tiga) strata
sebagian (cuplikan) dari
populasi yang masih mempunyai ciri dan karakteristik yang sama dengan populasi dan mampu mewakili keseluruhan populasi penelitian. Oleh karena persyaratan utama adalah bahwa sampel harus mampu mewakili populasi secara keseluruhan, maka, penentuan jumlah sampel dan pengambilan sampel penelitian harus ditentukan secara sistematis agar benar-benar mampu mewakili populasi secara keseluruhan. Metode penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan metode non
79
random sampling dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada populasi dengan ciri atau karakteristik tertentu untuk menjadi sampel penelitian, di mana ciri dan karakteristik tersebut harus dikaitkan dengan tujuan penelitian. Kriteria yang harus dipenuhi dalam random sampling adalah sebagai berikut: - Didalam strata sehomogen mungkin· - Antar strata seheterogen mungkin - Sampel 10% dari masing-masing sub populasi (strata), sesuai dengan sebaran pemilikan lahan pada sumber kadaster tanah yang terdapat di kantor Desa. Dari luas 293,46 ha agroforestri yang bersertifikat yang diteliti dan sebaran luas pemilikan lahan populasi 130 KK dalam buku register pemilikan lahan Desa (Letter C) didapatkan 45 KK dengan luas < 1 ha; 35 KK dengan luas 1 - < 2 ha; dan 50 KK dengan luas ≥ 2 ha. Dengan demikian sampel dipilih responden sebanyak 68 kepala keluarga petani (36,21% > 10%), yang terbagi sesuai proporsi pemilikan luas populasi, yaitu 23 responden untuk mewakili Strata 1, 18 responden mewakili strata 2, dan 27 responden mewakili strata 3. Dari pola usaha tani sistim agroforestri yang dimiliki masing-masing rumah tangga petani tersebut, didapatkan untuk komposisi tanaman: 1. Strata 1 (< 1 ha), jumlah sampel responden 23 Kepala Keluarga Petani (> 10%) dari populasi dalam strata.
Luas rata-rata pekarangan dan
tegalan yang digunakan untuk agroforestri dan palawija serta sedikit rumput adalah pada rata-rata luas 0,56 ha. Tanaman hutan didominasi oleh Jati dan Mahoni yang ditanam di sela-sela batu di sepanjang batas
80
lahan dan di batas tanaman palawija. 2. Strata 2 (1 - < 2 ha), jumlah responden 18 Kepala Keluarga Petani (> 10%) dari populasi dalam strata. Luas rata-rata pekarangan dan tegalan yang digunakan untuk agroforestri dan palawija serta sedikit rumput adalah 1,60 ha, pola usaha tani mulai terpisah antara agroforestri (1 ha), dan tanaman pertanian palawija pada selebih lahan yang telah dibongkar batunya. Tanaman agroforestri didominasi Jati dan Mahoni serta sedikit Acasia. 3. Strata 3 (≥ 2 ha), jumlah responden 27 Kepala Keluarga Petani (> 10%) dari populasi dalam strata. Luas rata-rata pekarangan dan tegalan yang digunakan untuk agroforestri dan palawija serta rumput adalah 2,59 ha, pola usaha tani terpisah antara agroforestri (rata-rata 2 ha) dengan tanaman pertanian dan sedikit sawah tadah hujan dan rumput. Tanaman agroforestri didominasi Jati dan Mahoni serta sedikit Acasia dan Sengon. c. Identifikasi Data Komposisi Sumber Pendapatan Agroforestri Untuk mendapatkan bahan penyusunan aliran kas (cash flow) di awal diperlukan struktur sumber pendapatan dan biaya dari agroforestri (on farm) dan di luar agroforestri (off farm) pada lokasi penelitian desa Sumberejo. Pendapatan dan biaya setiap strata ditetapkan dengan satuan waktu per tahun, sedangkan komponen biaya disesuaikan dengan subyek komoditas yang dihitung nilai ekonominya, yaitu antara lain; produk pertanian, kehutanan, dan jasa lingkungan; jasa air agroforestri.
dan jasa karbon
81
Selanjutnya variabel penelitian disusun secara sistematis dalam matriks, sebagaimana tabel 9 berikut: tabel 9. Matriks Variabel Penelitian Variabel Keragaan ekonomi tanpa internalisasi: Pendapatan agroforestri dari lahan (hasil kayu, non kayu, pertanian) dan pendapatan berbasis non lahan Biaya agroforestri dan biaya lain-lain Nilai Jasa Air
Nilai Jasa Karbon
Keragaanekonomi agroforestri tanpa dan dengan Internalisasi: Pendapatan berbasis lahan (hasil kayu, non kayu, pertanian, jasa air, jasa karbon) dan pendapatan berbasis non lahan Biaya agroforestri dan biaya lain-lain
Definisi Operasional Aliran kas dan Kontribusi pendapatan, serta pendapatan bersih agroforestri tahun 2010
Satuan Rupiah, Persen per strata per tahun
Valuasi dengan metode biaya penuh dan pendekatan harga pasar/tarif Valuasi dengan pendekatan basis penghitungan volume yang dikonversi konversi ke volume setara carbon emisi dan pendekatan biaya abatasi Analisa biaya manfaat dari usaha konvensional; NPV, IRR, BCR
Rupiah tahun
per
m3per
Rupiah per ton CO2 per tahun
Rupiah, Persen per strata per tahun
Gambaran awal kondisi kontribusi pendapatan dan pendapatan bersih agroforestri senyatanya (business as usual) yang akan dikomparasikan dengan garis kemiskinan. Sedangkan keragaan ekonomi untuk analisa kelayakan masa 20 tahun merupakan skenario aliran kas dan alokasi insentif dari instrumen kebijakan keuangan. Selanjutnya untuk jenis data dan metode pengumpulannya dalam strata, menggambarkan jenis pendapatan dan pengeluaran, nilai ekonomi jasa air, dan nilai ekonomi jasa karbon.
Pola aliran pendapatan dan pengeluaran yang
mengakibatkan adanya waktu-waktu penurunan/ketiadaan pendapatan petani akan menjadi dasar pertimbangan desain alokasi insentif pada instrumen kebijakan keuangan. Dalam rangka tujuan pengumpulan data secara sistematis pada masingmasing strata, maka disusun dalam kerangka matriks, sebagaimana tabel 10.
82
tabel 10. Tujuan Pengumpulan Data Data dan jumlah Responden berdasarkan strata luas pemilikan lahan Strata I (< 1 ha) 1-< 2 ha ≥ 2 ha 1. Komposisi Sampling pada 3 Seluruh sumber Seluruh Seluruh pendapatan: sumber sumber Sumber Strata Basis lahan pendapatan: pendapatan: Pendapatan Survey Basis non lahan Basis lahan Basis lahan Rumah Tangga Wawancara Basis non Basis non Pengeluaran: Agroforestri lahan lahan Basis lahan (Konvensional) Basis non lahan Pengeluaran: Pengeluaran: Basis lahan Basis lahan Basis non Basis non lahan lahan
No
Tujuan (Objective
Metode
Jumlah responden: 2. Nilai ekonomi jasa air
Full cost method Survey Wawancara
Jumlah responden:
Jumlah responden:
Pemanfaat: Masyarakat petani Industri PDAM Produsen: Petani Agroforestri
Jenis/Nama Data Alat Data: Biofisik Sosek Cashflow
Kuesioner Matriks Tabulasi Biaya Investasi Agrpforestry Shadow Price Kuesioner Matriks Tabulasi
3. Nilai ekonomi jasa carbon
Penghitungan Above Ground Carb on Biaya abatasi dan b iaya transaksi
Jumlah Pohon Jumlah Pohon Jumlah Pohon Data: diameter > 10 diameter > 10 diameter > 10 Hasil cm cm cm penafsiran landsat etm Biomasa Biomasa Biomasa Volume Karbon Volume KarbonVolume Karbon 2000 Komputer/alat pengolah data
4. Nilai ekonomi jasa carbon
Penghitungan Above Ground Carb on
Jumlah Pohon diameter > 10 cm Biomasa Volume Karbon
Biaya abatasi dan b iaya transaksi
5. Instrumen kebijakan keuangan
4.3
Telaah Referensi
Jumlah Pohon diameter > 10 cm Biomasa Volume Karbon
Jumlah Pohon Data: diameter > 10 Hasil penafsiran cm landsat etm Biomasa Volume Karbon2000 Komputer/alat pengolah data
Hasil Evaluasi dan Penelitian
Deskriptif
Metode Pengolahan dan Analisis Data Pada dasarnya metode pengolahan/analisis data akan dilakukan melalui
2 (dua) pendekatan, yaitu:
83
a. Pendekatan Deskriptif, meliputi.(a). Pengolahan/analisis data kuantitatif dalam bentuk tabulasi (grafik dan tabel), (b). Pengolahan/analisis data kualitatif
dalam
bentuk
penyajian
data
secara
deskriptif
melalui
pengamatan-pengamatan. Pendekatan deskriptif ini difokuskan pada analisa aspek kelembagaan dan alternatif skim insentif. b.
Pendekatan Kuantitatif dengan menggunakan Incremental benefit cost analysis dengan komparasi kondisi usaha petani tanpa dan dengan jasa air dan karbon dan benefit cost ratio pada kondisi usaha petani dengan incremental cost benefit dari jasa
karbon. Pendekatan kuantitatif
difokuskan pada penentuan harga jasa karbon dan jasa air yang meningkatkan
aspek
kelayakan
usaha
petani
dan
menghasilkan
pendapatan di atas batas kemiskinan. Data primer dikumpulkan dengan tehnik Simple Random Sampling, dan data referensi, serta hasil wawancara
kusioner
yang
telah
diuji
kecukupan,
validitas
dan
realiabilitasnya.
4.4 Metode Valuasi Jasa Air Agroforestri Dalam konteks penelitian ini, valuasi jasa air agroforestri dilakukan dengan metoda biaya penuh (Full Cost Methode) yang dikomparasikan dengan harga pasar yang berlaku. Melalui alur pikir prinsip umum biaya air (Rogers, et al, 2000) yang memasukkan nilai investasi reboisasi sebagai basis biaya pengadaan eksternalitas lingkungan dan biaya investasi serta biaya operasional distribusi didapatkan biaya penuh berupa nilai guna lestari air dari penjumlahan biaya ekonomi, biaya ekonomi penuh untuk setiap jenis penggunaan dan biaya yang dipergunakan untuk menghasilkan jasa lingkungan. Nilai air persatuan per penggunaan didapatkan dari total biaya penuh per penggunaan dibagi porsi
84
penggunaan dikali dengan total volume supply air agroforestri. Berdasarkan wawancara awal dengan masyarakat dan Pamong Desa, diketahui saat penelitian terdapat 13 sumber air pada 7 dusun yang berada dalam wilayah Desa Sumberejo. agroforestri dusun Semawur
2 sumber air yang terletak pada tepi
telah
dimanfaatkan secara komersil oleh
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Sari yang merupakan cabang PDAM Wonogiri di Kecamatan Baturetno yang bertetangga dengan Kecamatan Batuwarno,
dimana
Desa
Sumberejo
berada.
Pemanfaatan
tersebut
dilaksanakan melalui kesepakatan kerjasama Desa dengan PDAM, dimana ditetapkan jasa provisi ditetapkan Rp.2.500.000 per tahun penggunaan. Sedangkan nilai air untuk penggunaan lainnya, masih merupakan belum komersil (potential value). Dengan demikian biaya investasi hanya komponen biaya reboisasi agroforestri yang apabila dibagi oleh porsi penggunaan akan menghasilkan harga bayangan (shadow price) per penggunaan. tabel 11. Penilaian Jasa Air dengan Metode Biaya Penuh Deskripsi Biaya Biaya (Rp) Keterangan Capital Charge Biaya investasi dengan perkiraan umur pakai A dan depresiai teknis Operational and Biaya operasional, biaya upah biaya Mainte B pemeliharaan nance(O&M) Cost Opportunity Cost 0 bila tidak ada alternatif penggunaan lain C untuk menghasilkan nilai pemanfaatan air terbaik Economic Nilai perbedaan biaya distribusi untuk/m3 & D Externalities biaya distribusi rata-rata riel/th Full Economic Cost E Penjumlahan biaya tanpa eksternalitas Environment Proporsi manfaat biaya Pembangunan agro Externalities F forestry yang memulihkan fungsi produksi, ekologi dan sosialnya. Full Cost G Basis nilai air yang digunakan untuk penghitungan tarif normal yang telah menginternalisasi eksternalitas Nilai Guna lestari Tarif normal yang telah menggambarkan (per m3) A+B+C+D+E+F internalisasi eksternalitas (Full cost dibagi total volume penggunaan)
85
Nilai air agroforestri didapatkan dari penjumlahan nilai air bersih per penggunaan setelah dikurangi tarif pasar yang berlaku (untuk yang telah dikomersilkan) dengan nilai air bersih per penggunaan yang belum komersil (potential value). Selanjutnya harga/nilai air tersebut digunakan sebagai basis internalisasi eksternalitas. Untuk penghitungan penggunaan air yang telah komersil oleh Perusahaan Air Minum PAM/PDAM), digunakan penghitungan metode penuh (Rogers, et al, 2000) disusun dalam tabel 11 di atas. a.
Biaya Yang Ditanggung Penerima Manfaat
Besar biaya pengadaan air yang perlu ditanggung oleh setiap penerima manfaat air diperoleh dari proporsi manfaat yang dihasilkan setiap penerima manfaat dikalikan dengan biaya penuh, dengan formula sebagai berikut: BMi= a% X BP dimana: B i =Beban biaya untuk penerima manfaat ke-i; a% =Proporsi manfaat yang dihasilkan setiap penerima manfaat BP =Biaya penuh pengadaan air b. Tarif Normal Tarif normal untuk setiap pemanfaatan air diperoleh dari beban biaya masingmasing penerima manfaat dibagi dengan produksi manfaat yang dihasilkan: TN = BMi/Pr-i dimana: TN = Tarif normal Pr-i = Produksi air/listrik c. Nilai Lingkungan Selisih antara tarif pemanfaatan air yang berlaku dan tarif normal merupakan komponen nilai lingkungan, dengan formula sebagai berikut: NL = (TN TB) X Pr-i dimana: NL = Nilai lingkungan TB = Tarif yang berlaku Formula yang digunakan untuk masing-masing nilai air pada berbagai
86
pemanfaatan dapat dilihat pada uraian berikut. d. Nilai air baku PDAM Nilai air baku untuk PDAM yang dihitung adalah nilai pemanfaatan air dari waduk atau tampungan air yang digunakan untuk air baku bagi PDAM. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan harga pasar, yaitu: NAB = VABxHAB dimana, NAB = Nilai air baku untukPDAM(Rp/tahun) VAB = Volume air yang digunakan sebagai air baku untukPDAM(m3) HAB = Tarif air untuk air bakuPDAM-tarif normal dan tarif yang berlaku (Rp/m3) e. Nilai air untuk pengairan sawah Nilai air untuk penggunaan pengairan sawah didekati dari nilai hasil panen dikalikan faktor konversi gabah ke beras 0,7 dan porsi biaya air dari total biaya sawah 0,04 (Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, 2006).
Selanjutnya
harga/nilai air per satuan didapatkan dengan membagi nilai air penggunaan dengan volume air penggunaan per satuan luas. f. Nilai air penggunaan rumah tangga langsung dari sumber Nilai air untuk penggunaan rumah tangga langsung dari sumber air (tidak melalui PAM,
didekati dengan pembagian biaya pembangunan agroforestri
dibagi dengan porsi volume penggunaan rumah tangga dengan referensi hasil wawancara dengan PDAM, yaitu rata-rata penggunaan air rumah tangga (4 jiwa)adalah 10 m3 per bulan . Total
nilai bersih air setiap penggunaan (setelah dikurangi tarif yang
berlaku (untuk komersil), merupakan nilai biaya lingkungan yang dihasilkan agroforestri
dan dinikmati oleh banyak pihak. Nilai biaya lingkungan ini
merupakan benefit jasa yang menjadi basis nilai kompensasi jasa air. Hal dapat dilihat pada Gambar 12.
87
Harga (Rp/m3)
Nilai air = P air X Vair Benefit MANFAAT BERSIH AIR
t proyek Biaya air = B Pilihan B Manajemen/investasi B Transaksi *) Produksi/ m3)
Gambar 11. Valuasi Jasa Air
Selanjutnya Pair dimasukkan ke aliran kas masing-masing strata untuk mendapatkan nilai
NPV, IRR dan BCR sebagai indikator kelayakan usaha
agroforestri dengan internalisasi jasa air. Manf aat Jasa tata air Agrof orestri
Biaya Pengadaan Air (Biaya Pendptn dan eskternalitas
Manf aat Bernilai Komersial(memiliki harga pasar) dan non komersial
Pemanf aatan Air untuk: • Air baku untuk PDAM (komersial) • Rumah tangga, pengairan sawah (potentially commercial)
MONETASI
Berdasarkan tarif yang berlaku(Tb)dan tarif normal(Tn)
Nilai Lingkungan = Tn-Tb
NILAI EKONOMI MANFAAT JASA TATA AIR HUTAN RAKYAT AGROFORESTRI
Gambar 12. Prinsip Umum Biaya Air (Rogers et al, 2000)
Manf aat Bernilai non Hutan (tidak memiliki harga pasar)
88
4.5
Metode Valuasi Jasa Karbon Agroforestri Volume jasa karbon permukaan tanah agroforestri dihitung berdasarkan
hasil penafsiran landsat ETM 2000 pada lokasi penelitian Desa Sumberejo dengan pendekatan konversi volume kayu agroforestri pada volume biomasa(tb) dengan faktor konversi 0,54, dan konversi tb pada volume carbon (tco2) dengan faktor konversi 3,76 (Puslitbang Sosek dan Perubahan Iklim Kehutanan, 2010).. Nilai stock(simpan) awal karbon diperoleh dari : Nilai biaya abatasi dibagi tCO2 dari konversi hasil penafsiran volume Sedangkan nilai serap bersih selama 20 tahun dihitung dari tanaman tahunan dengan rumus : Konversi riap volume pertahun (Mean Annual Increment)/MAI) - Konversi volume tebangan tahunan Harga atau Nilai jasa karbon per tco2 yang akan menjadi basis nilai internalisasi eksternalitas, dihitung dengan pendekatan (Ginoga, Lugina, 2010).: Biaya oportunitas (biaya pembangunan agroforestri):Rp. Biaya transaksi (39,2% dari biaya oportunitas) : Rp. ------------------------------------------------------------------------------------------+/+ Biaya abatasi : Rp. NC (Nilai karbon ) : Biaya abatasi : tco2 serap agroforestri Prinsip penghitungan nilai serap karbon bersih ditunjukkan pada gambar 14
Harga Rp/(m3)
berikut ini : Nilai karbon = P karbon X Vkarbon = (Benefit) t proyek
Produksi/ m3) Gambar 13. Valuasi Jasa Karbon
MANFAAT BERSIH karbon
Biaya karbon (Cost) = Total Biaya Abatasi + Biaya Transaksi *)
89
Selanjutnya nilai ekonomi karbon agroforestri diinternalisasikan ke dalam aliran kas agroforestri masing-masing strata, untuk mengetahui besaran NPV, IRR dan BCR sebagai indikator nilai kelayakan usaha, setelah internalisasi jasa karbon. Lebih lanjut untuk kepentingan argumen alokasi insentif, nilai ekonomi karbon menjadi bagian sumber pendanaan alternatif dari return usaha agroforestri yang akan dikompensasi melalui instrumen kebijakan keuangan.
4.6
Analisa Biaya Manfaat Sebagai Alat Telaah Ekonomi Kelayakan dan Kesinambungan Usaha Agroforestri 4.6.1. Metode Analisa Kelayakan Usaha Agroforestri Untuk membandingkan pendapatan petani agroforestri tanpa dan dengan internalisasi digunakan Metode Net Present Value (NPV) dan Benefit Cost Ratio (BCR) (Fillius, 1992; Gittinger, 1986), sebagai berikut
dimana: Bt = Pendapatan kotor tahun ke-t (Rp) Ct = Biaya kotor tahun ke-t (Rp) R = Suku bunga diskonto (%) t = Interval waktu (tahun) n = Umur ekonomis proyek (tahun) Kriteria yang digunakan adalah: a. Jika NPV negatif dan/atau BCR < 1 artinya merugikan dan pengembangannya tidak layak dilakukan. b. Jika NPV = 0 dan/atau BCR = 1 artinya tidak merugikan tetapi belum
90
menguntungkan dan belum layak untuk dikembangkan. c. Jika NPV positif dan/atau BCR > 1 artinya menguntungkan dan layak untuk dikembangkan. 3. Untuk menentukan nilai IRR (Internal Rate of Return) yaitu tingkatan discount rate yang memberikan nilai BCR = 1 atau NPV = 0, dicari dengan formula:
dimana, X (positif) = NPV pada discount rate p% Y (negatif) = NPV pada discount rate q% q lebih besar dari p Asumsi yang digunakan dalam analisis desain cash flow agroforestri selama 20 tahun berbasis skenario budidaya sebagai berikut: 1.
Pola skenario budi daya merupakan dasar penyusunan cash flow semua strata.
2.
Penerimaan (Revenue) on farm terdiri dari: a) Penerimaan dari panen tanaman semusim (palawija), b) Penerimaan dari 3 kali penjarangan dan panen tanaman tahunan c) Penerimaan hasil penjualan ternak
3.
Pengeluaran (Cost) on farm terdiri dari: a) Sewa lahan b) Upah tenaga kerja c) Biaya Sarana Produksi
4.
Harga input dan output produksi stabil selama umur teknis ekonomis perhitungan cash flow.
5.
Pola skenario merupakan dasar penyusunan cash flow semua strata.
91
6.
Stabilitas politik, lingkungan dan iklim terkendali dalam keadaan normal.
7. Alokasi nilai ekonomi jasa karbon dan jasa air merupakan pagu biaya maksimum per tahun, penyaluran disesuaikan dengan kebutuhan nyata investasi setiap strata. Dalam perhitungan usaha agroforestri 20 tahun didesain skenario budidaya yang akan menjadi basis aliran kas masing-masing agroforestri sebagaimana model intercropping danTabel 12 berikut: Dalam rangka memungkinkan impilikasi desain budidaya agroforestri maka disusun model inter cropping dengan pola dan komposisi campuran tanaman agroforestri sebagai berikut : X1 ooo X2 ooo X1ooo X2.... dst Oo ooooooooooooooo oo...dst X1 ooo X2 ooo X1ooo X2..... dst Oooooooo oo oo ooo oo...dst X1 ooo X2 ooo X1ooo X2..... dst
Bidang tanam campuran
Keterangan: X1 = tanaman jati 3 x 3 m X2 = tanaman mahoni 3 X 3 m o = tanaman palawija Populasi tanaman Jati 400 tanaman/ha Populasi tanaman Mahoni 400 tanaman/ha Populasi palawija 46,800 (jagung, kedelai, kacang tanah masing-masing 15600 tanaman/ha Daur tanaman Jati 20 tahun Daur tanaman palawija 3 bulan (panen 2 x setahun) Dengan desain tersebut maka selain pengadaan bibit, untuk input tenaga kerja
dan
sarana
produksi
pekerjaan
pengolahan
lahan,
penanaman,
pemupukan, pemeliharaan/pendangiran dapat dilakukan bersamaan antara tanaman tahunan dan semusim. Penggabungan biaya on farm antar kegiatan
92
tanaman semusim dan tahunan tersebut umum dilakukan pada pola wana tani atau agroforestri, sehingga sangat sulit untuk memilah biaya tenaga kerja dan sarana produksi (selain pengadaan bibit). Tabel 12. Skenario Budi Daya yang Menjadi Basis Cash Flow untuk Analisa Kelayakan Usaha Agroforestri 20 Tahun Tahun ke
0
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
XI
XII
XIII
XIV
XV
XVI
XVII
XVIII
XIX
XX
PENANAMAN 1 Persemaian dan Pembibitan 2 Persiapan Lahan (Ha) 3 Penanaman tanaman tahunan dilaksanakan pada tahun I dan palaw ija selama tahun I, II, III; PEMELIHARAAN 1 Pembersihan/pendangiran dan pemupukan Tanaman Tahunan dilakukan bersamaan dengan tanaman semusim pada Tahun I, I, dan III PENJARANGAN dan PENANAMAN KEMBALI : 1.Penebangan untuk perbaikan mutu tanaman tahunan dan memberi ruang tumbuh tanaman semusim dilaksanakan pada tahun V, X, dan XV 2.Diikuti penanaman kembali tanaman tahunan pada tahun VI danpenanaman tanaman semusim tahun VI, VII, VIII, tahun XI, XII, XIII, dan tahun XVI, XVII, XVIII Tahun ke
X
PEMANENAN
Pendapatan dari Palawija In vestasi awal (t-1) Pendapatan hanya dari hasil penjarangan Tanaman tahunan Pendapatan panen tanaman tahunan pada tahun ke 20 Tidak ada pendapatan dari palawija dan tanaman tahunan
Untuk mendapatkan waktu alokasi dan besaran nilai insentif baik dalam bentuk subsidi maupun kredit, maka digunakan metoda pentahapan sebagai berikut: 1.
Penyusunan aliran kas usaha on farm per strata untuk masa 20 tahun, sehingga diketahui pendapatan bersih on farm.
2.
Penyusunan aliran kas rumah tangga off farm per strata untuk masa 20 tahun, sehingga didapatkan pendapatan bersih off farm.
93
3.
Dari hasil pendapatan bersih on farm dikurangi pendapatan bersih off farm untuk masa 20 tahun, didapatkan tata waktu dan besar nilai insentif yang dibutuhkan petani agar mampu melakukan konservasi dan sekaligus mengentaskan rumah tangga agroforestri dari kemiskinan.
4.6.2. Metoda Analisa Kesinambungan Agroforestri Selain dari aspek sosial ekonomi, kesinambungan agroforestri juga sangat ditentukan dari bagaimana prinsip stock
dan flow pada budidaya tanaman
sebagai indicator kelestarian secara konsisten dilaksanakan. 4.7
Analisa Instrumen Kebijakan Keuangan Dari sisi kebijakan ekonomi pada kasus seperti agroforestri, refernsi hasil
analisis Erwidodo et al (1997) menyimpulkan bahwa jenis salah satu kebijakan ekonomi yang
dapat mempengaruhi laju lahan kritis, adalah meningkatkan
keuntungan dari membangun dan mempertahankan keberadaan agroforestri. Analisa instrumen kebijakan keuangan pemerintah akan dilakukan secara deskriptif, melalui studi referensi kebijakan serupa di masa lalu baik di dalam maupun di luar negeri. Beberapa hasil pembelajaran bentuk pendekatan insentif terutama terkait dengan tujuan peningkatan kesejahteraan petani akan menjadi fokus utama dalam analisa. Alternatif instrumen akan didasarkan pada kondisi dan kebutuhan nyata petani agroforestri dengan pendekatan insentif berbasis nilai kompensasi public service yang dihasilkan agroforestri.
Keberadaan public service dan peran
strategis agroforestri di pedesaan bagian hulu DAS/SubDAS dalam mengurangi resiko bencana akan menjadi argumen penting diberlakukannya intervensi untuk internalisasi eksternalitas agroforestri dalam skim yang diperkirakan efektif untuk memelihara dan mengembangkan agroforestri secara berkesinambungan. Dari hasil perolehan nilai ekonomi jasa akan didesain skim dan implikasi
94
alokasi insentif yang berbasis pada pola budidaya yang selain mendukung permodalan juga mendesaian penerimaan antara (intermediate income) dalam rangka menanggulangi ketiadaan/penurunan penghasilan pada masa tenggang menunggu hasil panen agroforestri. Alternatif instrumen akan didasarkan pada kondisi dan kebutuhan nyata petani agroforestri untuk investasi dan mengentaskannya dari kemiskinan. Dasar besaran alokasi dengan pendekatan pagu insentif maksimum berbasis nilai kompensasi public service yang dihasilkan agroforestri.
Keberadaan public
service dan peran strategis agroforestri di pedesaan bagian hulu DAS/SubDAS dalam
mengurangi
diberlakukannya
resiko
intervensi
bencana untuk
akan
internalisasi
menjadi
argumen
eksternalitas
penting
agroforestri.
Instrumen dalam bentuk skim dengan pola dan besaran yang diperkirakan efektif untuk memelihara dan mengembangkan agroforestri secara berkesinambungan.