BAB IV METODE PENELITIAN 4.1.
Lokasi dan Waktu Daerah penelitian mencakup Perumahan Cipinang Elok RW 10, Kelurahan
Cipinang Muara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan: (1) terdapat UPS pada lokasi tersebut; (2) penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dari ketua RW setempat,
sehingga
memudahkan
peneliti
untuk
melakukan
penelitian.
Pengambilan data dilaksanakan dari bulan Agustus–September 2011. 4.2.
Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi lapang dan wawancara dengan responden menggunakan kuisioner. Sementara data sekunder diperoleh melalui studi literatur yang didapatkan dari berbagai sumber yang relevan dan instansi yang terkait dengan permasalahan. Sumber-sumber relevan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari buku, laporan, dan internet. Sementara, instansi yang dijadikan sumber dalam penelitian ini adalah RW Cipinang Elok, Kelurahan Cipinang Muara, dan Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta. 4.3.
Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan metode Purposive Sampling.
Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah warga Perumahan Cipinang Elok dengan jumlah sampel sebanyak 40 responden. Penentuan jumlah sampel didasarkan pada pertimbangan batas minimum pengambilan sampel untuk penelitian komposisi sampah yang ditetapkan oleh Dirjen Cipta Karya Kementerian PU, yaitu sebanyak 40 sampel.
29
4.4.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan
data kualitatif dilakukan secara deskriptif dan interpretatif. Pengolahan dan analisis data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Office Excel. Tabel 4 berikut menunjukkan matriks metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan dalam penelitian ini. Tabel 4. Matriks Metode Analisis Data Tujuan Penelitian
Jenis Data
Metode Analisis Data
1. Memperoleh gambaran pengelolaan sampah 3R berbasis masyarakat yang diterapkan di Perumahan Cipinang Elok
Primer
Deskriptif
2. Analisis daya dukung lingkungan UPS “Mutu Elok” dan pengaruh UPS “Mutu Elok” terhadap daya dukung lingkungan
Primer
Deskriptif
3. Analisis kelayakan UPS “Mutu Elok” secara ekonomi
Primer dan sekunder
Kriteria kelayakan (NPV, Net B/C, IRR), Analisis sensitivitas
4.4.1. Analisis Daya Dukung Lingkungan Daya
dukung lingkungan
UPS
“Mutu
Elok”
dianalisis
dengan
membandingkan potensi sampah terolah dan potensi mesin pencacah dengan realisasi pemanfaatan potensi tersebut. Jika potensi yang dimiliki ≤ potensi yang termanfaatkan, maka dapat disimpulkan bahwa UPS “Mutu Elok” memiliki daya dukung lingkungan yang tinggi. Sementara jika potensi yang dimiliki > potensi yang termanfaatkan, maka dapat disimpulkan bahwa UPS “Mutu Elok” memiliki daya dukung yang rendah. Indeks daya dukung lingkungan dihitung secara matematis dengan menggunakan rumus berikut:
30
Daya dukung lingkungan UPS “Mutu Elok” juga dianalisis dengan cara membandingkan antara ketersediaan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh UPS “Mutu Elok” dengan jumlah kebutuhan. Jumlah kebutuhan UPS “Mutu Elok” diukur dari luas ideal bangunan UPS yang dihitung dengan menggunakan rumus yang ditetapkan dalam SNI 3242-2008. Luas ideal bangunan UPS berdasarkan rumus SNI yang telah disesuaikan dengan kondisi di lapangan adalah sebagai berikut:
Jika luas bangunan UPS “Mutu Elok” ≥ luas ideal, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat kesesuaian antara sarana prasarana dengan jumlah kebutuhan yang merupakan indikasi belum terlampauinya daya dukung lingkungan. Namun jika luas bangunan UPS “Mutu Elok” < luas ideal, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat ketidakesesuaian antara sarana prasarana dengan jumlah kebutuhan yang merupakan indikasi telah terlampauinya daya dukung lingkungan. Analisis respon masyarakat terhadap pengelolaan sampah juga dilakukan untuk melihat apakah ada indikasi gangguan atau pencemaran yang disebabkan oleh UPS “Mutu Elok”. Analisis ini disajikan dalam bentuk uraian berdasarkan hasil wawancara dan observasi. Analisis pengaruh UPS “Mutu Elok” terhadap daya dukung lingkungan Perumahan Cipinang Elok dilakukan dengan cara membandingkan kondisi daya dukung lingkungan Perumahan Cipinang Elok dengan dan tanpa UPS “Mutu Elok”. Pada kondisi terdapat UPS “Mutu Elok”, kemampuan lingkungan perumahan dalam menerima beban sampah didekati dari kapasitas pengelolaan sampah yang terdiri dari kapasitas penampungan sementara, kapasitas daur ulang,
31
dan kapasitas pengomposan yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan: KPS
= Kapasitas penampungan sementara
KDU = Kapasitas daur ulang KPO
= Kapasitas pengomposan
Sementara pada kondisi tanpa UPS “Mutu Elok”, kapasitas pengelolaan sampah hanya terdiri dari kapasitas penampungan sementara dan kapasitas daur ulang yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan: KPS
= Kapasitas penampungan sementara
KDU = Kapasitas daur ulang Masing-masing total kapasitas pengelolaan ini kemudian dibandingkan dengan total jumlah timbulan sampah dengan cara menghitung selisihnya menggunakan rumus berikut:
Jika selisih antara total kapasitas pengelolaan dengan total timbulan sampah ≥ 0, maka dapat dindikasikan bahwa daya dukung lingkungan Perumahan Cipinang Elok belum terlampaui. Namun jika sebaliknya, maka dapat dindikasikan bahwa daya dukung lingkungan Perumahan Cipinang Elok telah terlampaui.
32
4.4.2. Komponen Arus Penerimaan (Inflow) dan Pengeluaran (Outflow) UPS “Mutu Elok” Komponen Arus Penerimaan (Inflow) dihitung berdasarkan sejumlah manfaat (Bt) yang diterima dari adanya UPS “Mutu Elok”, terdiri dari: 1.
Manfaat Kompos Manfaat Kompos yang dimaksud di sini adalah manfaat langsung yang diperoleh dari produksi kompos oleh UPS “Mutu Elok”, yaitu: a) Penjualan Kompos Nilai manfaat penjualan diperoleh dari hasil perkalian antara harga penjualan kompos dengan volume penjualan. Nilai penjualan kompos dirumuskan sebagai berikut: ∑ Keterangan: NP = Nilai penjualan kompos Pi = Harga kompos yang dijual pada tahun i Qi = Volume penjualan kompos pada tahun i i
= Waktu ke-i
b) Penggunaan Kompos Untuk LRB Sebagian kompos yang dihasilkan UPS “Mutu Elok” digunakan untuk mengisi LRB. Biasanya, LRB diisi dengan sampah organik yang berfungsi untuk menyerapkan air ke dalam tanah. Namun, warga Cipinang Elok lebih memilih menggunakan kompos ketimbang sampah organik karena kompos lebih cepat menyerap air dibandingkan sampah organik. Penggunaan kompos ini tidak dipungut biaya oleh UPS “Mutu
33
Elok”. Namun dalam analisis ekonomi, penggunaan tersebut dianggap sebagai manfaat kompos yang harus diperhitungkan dalam cashflow. Nilai penggunaan kompos pada LRB dihitung dengan menggunakan rumus: ∑ Keterangan: NL = Nilai penggunaan kompos pada LRB Pi = Harga kompos yang dijual pada tahun i Qi = Jumlah kompos yang digunakan untuk LRB pada tahun i i
= Waktu ke-i
c) Kesuburan Penggunaan kompos sebagai pupuk memberikan manfaat kesuburan bagi tanaman. Nilai manfaat ini diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya pada objek dan lokasi yang sama. 2.
Nilai Kenyamanan UPS “Mutu Elok” memiliki peran dalam membantu mengurangi jumah timbulan sampah. Pengurangan jumlah timbulan sampah menyebabkan sampah dapat tertampung dan terkelola seluruhnya, sehingga tidak menimbulkan pencemaran yang dapat menganggu kenyamanan warga. Dengan demikian, UPS “Mutu Elok” secara tidak langsung memberikan manfaat kenyamanan. Karena manfaat ini tidak memiliki nilai pasar, maka pengukuran nilai manfaatnya didekati dari nilai WTP.
34
Simonson dan Drolet (2003) mendefinisikan WTP sebagai harga pada tingkat konsumen yang merefleksikan nilai barang atau jasa dan pengorbanan untuk memperolehnya. Menurut Tamin (1999) WTP adalah kesediaan pengguna untuk mengeluarkan imbalan atas jasa yang diperolehnya. Pendekatan yang digunakan dalam analisis WTP didasarkan pada persepsi pengguna terhadap tarif dari jasa tersebut. Nilai WTP masyarakat terhadap UPS “Mutu Elok” diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner. Tahap-tahap untuk memperoleh nilai WTP adalah sebagai berikut: 1) Membuat Pasar Hipotetik Dalam penelitian ini pasar hipotetik dibentuk atas dasar terjadinya perbaikan kualitas lingkungan dengan adanya UPS “Mutu Elok”. 2) Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTP. Metode yang digunakan untuk mendapatkan nilai penawaran pada penelitian ini adalah campuran antara Close Ended Question dan Open Ended Question, yaitu dengan cara memberikan pilihan nilai WTP yang diperlukan untuk memperoleh perbaikan kualitas lingkungan yang kemudian dilanjutkan dengan pilihan terbuka seandainya responden ingin memberikan nilai yang lebih besar dari nilai-nilai yang telah ditawarkan. 3) Memperkirakan Nilai Tengah WTP Nilai WTP dapat diestimasi dengan menggunakan nilai rata-rata dari penjumlahan keseluruhan nilai WTP dibagi dengan jumlah responden. Namun menurut Hanley dan Spash (1993), penggunaan nilai rata-rata akan menyebabkan nilai WTP yang diperoleh lebih tinggi dari nilai
35
sebenarnya. Hal ini karena nilai dipengaruhi oleh penawaran responden yang terlalu besar atau kecil yang mungkin disebabkan oleh kesalahan persepsi dalam proses wawancara. Oleh karena itu, nilai WTP akan lebih baik jika diperoleh dengan menggunakan nilai tengah. Dugaan nilai tengah WTP dihitung dengan rumus:
(
)
Keterangan: EWTP = Estimasi nilai WTP Bb
= Batas bawah dari interval yang mengandung nilai tengah = Frekuensi kumulatif di bawah interval yang mengandung nilai tengah = Frekuensi interval yang mengandung nilai tengah
i
= Lebar interval
N
= Jumlah responden
4) Menjumlahkan Data Setelah estimasi nilai tengah WTP didapatkan, selanjutnya nilai total WTP diestimasi dengan menggunakan rumus:
Keterangan: TWTP
= Total WTP
EWTP = Estimasi WTP P
= Jumlah populasi
36
5.
Nilai Sisa Nilai sisa merupakan pos penerimaan yang berasal dari sisa barang-barang investasi dan diperhitungkan pada akhir proyek UPS “Mutu Elok”. Komponen Arus Pengeluaran (Outflow) dihitung berdasarkan sejumlah
biaya (Ct) yang dikeluarkan untuk UPS “Mutu Elok” yang terdiri dari: 1.
Biaya Investasi Komponen biaya investasi terdiri dari: a) Biaya lahan. Pada kondisi sebenarnya, penggunaan lahan untuk UPS “Mutu Elok” tidak dipungut biaya karena menggunakan lahan bersama yang memang diperuntukkan untuk fasilitas umum. Namun dari sudut pandang ekonomi, penggunaan lahan ini merupakan bentuk pengalihan sumber
yang
dimiliki
masyarakat
ke
dalam
proyek
sehingga
menimbulkan biaya dalam perhitungannya; b) Biaya bangunan. Biaya ini meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan untuk pendirian bangunan UPS “Mutu Elok”; c) Biaya mesin. Biaya ini terdiri dari biaya pembelian mesin pencacah dan mesin pengayak. Pada analisis finansial, kedua mesin ini termasuk dalam komponen penerimaan karena merupakan sumbangan dari Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta. Akan tetapi, sumber dana sumbangan Dinas Kebersihan itu sendiri sebenarnya berasal dari masyarakat, sehingga sumbangan tersebut hanyalah biaya transfer dari masyarakat ke proyek; d) Biaya peralatan. Peralatan yang diperlukan untuk pembuatan kompos terdiri dari timbangan, garu, sekop, bakul anyam, ember plastik, terpal,
37
tong air, penyiram tanaman, gerobak sampah, sepatu boot, selang air, steples besar, dan becak untuk mengantarkan kompos ke konsumen; e) Biaya inventaris meja. Meja ini digunakan untuk memfasilitasi petugas UPS “Mutu Elok”. 2.
Biaya Operasional Biaya operasional adalah biaya-biaya yang diperlukan untuk menjalankan UPS “Mutu Elok” dan menghasilkan kompos. Biaya operasional terdiri dari: a) Biaya bahan baku. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kompos antara lain: cairan EM4, dedak, pupuk kandang, dan gula. Meskipun selama ini pupuk kandang diperoleh dari Dinas Kebersihan secara gratis, tetapi dalam analisis ekonomi penggunaan pupuk kandang tetap dianggap sebagai biaya; b) Biaya pengemasan. Biaya ini terdiri dari biaya pembelian isi staples dan plastik kemasan serta biaya fotokopi untuk label kemasan; c) Biaya overhead. Biaya ini terdiri dari biaya pemakaian listrik dan air. Karena dalam analisis ekonomi subsidi tidak mengurangi biaya, maka biaya listrik tetap masuk dalam arus biaya meskipun faktanya biaya ini dibayarkan oleh pengurus RW dari pendapatan penyewaan lapangan tenis yang ada di Perumahan Cipinang Elok. Air yang digunakan oleh UPS “Mutu Elok” adalah air tanah. Dalam analisis finansial air tanah dianggap tidak menimbulkan biaya, tetapi dalam analisis ekonomi penggunaan air tanah dianggap sebagai pengalihan sumber dari masyarakat ke dalam proyek, sehingga menimbulkan biaya;
38
d) Biaya tenaga kerja. Biaya ini adalah biaya yang timbul karena penggunaan tenaga kerja dalam proyek; e) Ongkos kirim pupuk kandang. Setiap kali pupuk kandang dikirim ke UPS “Mutu Elok”, ketua RW setempat memberikan tip untuk supir. Oleh karena itu, tip ini masuk ke dalam komponen biaya. 3.
Biaya Perawatan Biaya perawatan meliputi biaya perawatan gerobak dan becak yang dilakukan secara berkala.
4.
Biaya Lain-Lain Biaya lain-lain terdiri dari biaya pengangkutan dan pembuangan sampah organik terolah yang tidak diolah oleh UPS. Biaya ini merupakan biaya eksternal yang timbul akibat UPS tidak dapat mengolah seluruh sampah, sehingga sebagian sampah masih harus dibuang dan diangkut ke TPST Bantargebang.
4.4.3. Kriteria Kelayakan Penilaian kelayakan ekonomi UPS “Mutu Elok” diperoleh dengan menggunakan kriteria kelayakan investasi yaitu, NPV, Net B/C, dan IRR. Nilai NPV, Net B/C, dan IRR diperoleh dari pengolahan komponen arus penerimaan dan pengeluaran dengan menggunakan Microsoft Office Excel. 1.
NPV NPV adalah selisih antara total net present value dari manfaat dengan total net present value dari biaya. Secara matematis, NPV dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Gray, 2007):
39
∑ Keterangan: NPV
= Net Present Value
Bt
= Manfaat pada tahun ke t
Ct
= Biaya pada tahun ke t = Discount factor
i
= social discount rate
t
= 1, 2, 3, …, n
n
= Umur proyek
Proyek dikatakan layak jika NPV ≥ 0. Jika NPV = 0, berarti manfaat proyek dapat mengembalikan biaya yang dipergunakan persis sama besar. Jika NPV < 0, berarti proyek tidak dapat menghasilkan manfaat senilai dengan biaya yang dikeluarkan, sehingga tidak layak untuk dijalankan. 2.
Net B/C Net B/C adalah indeks efisiensi proyek yang diperoleh dari perbandingan antara present value (PV) dari net benefit yang positif dengan present value dari net benefit yang negatif. Secara matematis, Net B/C dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Gray, 2007):
⁄
∑ ∑
Keterangan: ∑
= untuk
, (PV positif)
∑
= untuk
, (PV negatif)
40
Proyek dikatakan layak jika Net B/C ≥ 1. Net B/C =1 memiliki arti NPV = 0, sedangkan Net B/C < 1 memiliki arti NPV < 0 yang mengindikasikan proyek tidak layak untuk dijalankan. 3.
IRR IRR adalah nilai social discount rate yang membuat NPV sama dengan nol. Secara matematis, IRR dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Gray, 2007):
Keterangan: = social discount rate yang menghasilkan NPV positif = social discount rate yang menghasilkan NPV negatif = NPV positif = NPV negatif = selisih i Proyek layak untuk dijalankan jika IRR ≥ social discount rate. Jika IRR = social discount rate, maka NPV proyek tersebut = 0. Jika IRR < social discount rate, maka NPV < 0 dan proyek tidak layak untuk dijalankan. 4.4.4. Analisis Sensitivitas “Sensitivity analysis is analysis on the effect on project profitability of possible changes in sales, costs, and so on” (Brealey dan Myers, 2004). Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat bagaimana hasil proyek jika terjadi suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan manfaat dan biaya (Kadariah, 1978).
41
Menurut Djamin (1984), perubahan-perubahan yang dapat terjadi pada proyek antara lain sebagai berikut: (1) terdapat cost over run seperti kenaikan biaya konstruksi, (2) perubahan dalam harga hasil produksi, (3) mundurnya waktu implementasi, (4) kesalahan dalam memperkirakan produksi. Untuk melihat bagaimana dampak perubahan harga hasil produksi dan biaya terhadap hasil proyek, analisis sensitivitas dilakukan dengan menurunkan harga kompos dan meningkatkan harga gula. Harga kompos diturunkan hingga sama dengan harga eceran tertingginya, yaitu Rp 1.100 per kg, sedangkan harga gula ditingkatkan hingga 100 persen. Peningkatan harga gula dipilih untuk analisis sensitivitas karena gula merupakan volatile foods yang harganya cenderung berubah dari waktu ke waktu. Gula merupakan barang tradable komoditas impor, sehingga dalam analisis ekonomi harganya ditentukan dari harga CIF atau harga yang berlaku di pasar dunia. Peningkatan harga gula sebesar 100 persen ditentukan berdasarkan histori peningkatan tertinggi harga gula dunia yang terjadi pada Agustus 2009. Proyek UPS “Mutu Elok” masih dianggap layak untuk dijalankan ketika NPV ≥ 0, Net B/C ≥ 1 dan IRR ≥ social discount rate.
42