METODE PENELITIAN
Populasi dan Terok
Populasi
Banyak kajian menunjukkan bahwa parenting atau "keayahbundaan"
merupakan masalah universal, d a m pengertian bahwa rnasaIah ini bersifat
lintas budaya dan golongan ekonomi (Bigner, 1979; Newberger, 1980; BrazeIton, 1981). Karena itu, m d a h ini bisa diteliti di mana saja Walaupun demikim, perkembangan mutakhi mengingadan agar kajian tentang hubungan antara "keayahbundaan" dan tumbuhkembang anak hams mempertimbangan setting sosial budaya untuk bisa menampung keragman aspek tersebut.
Pendekatan lintas-budaya (cross-cziZturaI perspective) tepat untuk kajian macam hi.Ada dua agenda penelitian &pat dirancang dengan pendekatan ini. Pertama,
penelitian &pat difokuskan untuk menjawab pertanyaan sejauh mana keragaman
budaya membentuk pola "keayahbundaan" tertentu dan berpengaruh terhadap
tumbuhkembang an&?
Analisisnya difokuskan pada kemgman nilai-nilai
budaya. Kajian seperti ini membutuhkan kedalaman d m pendebtan etnografis. Kedua, penelitian juga dapat membahas apakah ada perbedaan pola atau tingkat keterarnpilan "keayahbundaan" dm tumbuhkembang an& pada beberapa setting etnik yang berbeda? Penelitian ini, dengan pertimbangan tertentu,
rnenerapkan pendekatan kedua. Perbedaan tingkat atau pola "keayahbundaan,"
tumbuhkembang anak, dm deteminan-determinannya dianalisis sebatas pada perbedaan statistik.
~ a k t o r etnisitas
hanya dijadikan setting atau unit
perbandingan. Hasil uji-beda ini dijadikan landasan untuk merancang penelitian
lanjutan dengan pendekatan pertama. Penelitian ini dilakukan di dua sem'ng
etnik, yaitu etnik Madura, Jawa Timur dan etnik Banjar, Kalirnantan Selatan.
Etnik Madu ra. Penelitian hi bukan kajian etnografis-antoplogis. Dua pertimbangan utarna melatarbelakangi dipilihnya etnik Madura di Madura sebagai obyek penelitian. Pertama bersifat non-metodologik, yakni semata-mata
alasan tanggung jaw& moral (social and moral debt) untuk menyumbangkan
pemikim tentang cam sumberdaya manusia di pulau ini ham dikembangkan, mengingat banyak pendapat mengemukakan bahwa kondisi marginal atau ketertinggalan pulau ini dibandingkan dengan beberapa kabupaten di Jawa
Timur,antara lain, disebabkan mutu sumberdaya manusianya lebih rendah.' Kedua, selama ini etnik Madura mendapat pelabelan sosial (sociocultural stereowing) negati f yang kurang menguntungkan, misalnya arogan,
kasar, dm bahkan cendemg anti-sosial. Pelabelan ini belakangan dikaitkan dengan pemicu munculnya konflik sosial horizontal di M a g a i daerah; terakhir yang paling memilukan adalah tragedi kemanusian di Wimanbn Tengah. Di
sisi lain, dari kajian sosial budaya tentang budaya dasar manusia Madura seperti yang dikemukakan oleh Wiyata (200 1;2002) didapati citra-diri manusia Madura
yang luhur seperti santun (andhp asor), tekun dan ulet (abantal omba ' asapo ' angen), religius (abantal syahadaf asapo ' iman), etis (malo; Iebih bagus pote
tolang atembang po fe mafa), adaptif-sosial (lakona lakone, kennengnga
kennengnge), dan suka berkerabat (Mi taretan). Tetapi selama ini, yang lebih
dominan terpapar dan dikenal oleh etnik lain adalah citxa-diri yang negatif.
'~azalipernah menulis pada Harian Radar Madura (200 1) bahwa kualitas sumberdaya manusia Mdum pcrlu ditingkatkan agar bisa menanggapi program pembangunan.
Secara geografik, Pulau Madura bisa dibagi menjadi Madura Barat, yang
mencakup Kabupaten Bangkalan dm Sampang; Madura Timur, yang mencakup Kabupaten Pamekasan dan Sumenep.
Pembagian Pulau Madura s e c m
geografis juga harus memasukkan segrnentasi kultural, dalam pengertian pembagian ini sudah membentuk subkultur sendiri-sendiri, sehingga Iebih
obyektif bila oreng Madhum dikelompokkan menjadi subetnik Madura Barat
dan subetnik Madura T i m .
Etnik atau orcng Madhura tenebar di banyak daerah. Mereka tinggal di Madura, di sebagian pantai Jawa bagian Timur, dan di daerah-daerah lain (Xidayah, 1996). Sejak dulu, tingkat mobilitas etnik Madura sangat tinggi.
Tekanan ekologi, perilaku politik elite keraton, dan sanksi sosio-kultural mempakan saIah satu penyebabnya (Kuntowijoyo, 2002).
Bouvier (2002)
menarnbahkan bahwa situasi darn dm ekonomi yang kurang menguntungkan merupakan penyebab utama diaspora (migrasi) be=-besaran. Jurnlahnya pada
tahun 1930 sudah mencapai empat juta orang. Budaya mmitim juga memberi
kontribusi pada diaspora ini. Khusus migrasi di ksrangan oreng Madhura yang berasal dari Bangkalan clan Sampang, h y a k orang mengaitkannya dengan
kondisi geografii daerah ini yang memang kurang subur dibandingkan dengan Pamekasan clan Sumenep. Di daerah lain, oreng Madhura, terutama Madura B m t menekuni berbagai bidang ekonomi, seperti pedagang, tukang becak,
(selctor informal), dan petani. Bahkan banyak di antaranya mendominasi bidang
ekonomi tertentu dan beranak pinak di daerah lain. Walaupun data resrni belum tersedia, tetapi diperkirakan cukup banyak etnik Madura di daerah lain belum pernah ke Madura dan sudah tidak punya hubungan emosional dan kekerabatan
dengan penduduk lokal, kmena mereka lahir di daerah lain.l o Menurut perkiraan,
jumlah oreng Madhura sekarang kim-kira 15 juta jiwa; sekitar tiga juta jiwa tinggal di Pulau Madura. Yang dikaji dalam penelitian ini &ah
oreng
Madhum yang tinggal di Pulau Madura.
teridentifikasi bahwa komunitas oreng Macihura kini teIah dan sedang mengalami p e r u b h sosial budaya yang sangat mendasar, temtama bila dilihat
dari penempan beberapa prinsip hidup &au pegangan budaya di lingkungan keluarga. Ddam sebuah seminar dengan tema Menggali Nilai-Nilai Keluarga
Berbasis Religi-KulturaI untuk Pengembangan Sumberdaya Manusia di ~adura," salah seorang pernakdah
- ulama muda reformis -- bahkm
mulai
meragukan anggapan bahwa oreng Madhura adalah religius. Tata krama bertutur antargenerasi sudah semakin jarang menggunakan basa alos (bahasa hdus).
Fenomena ini bahkan diternukan di kalangan rernaja atau pemuda di lingkungan keturunan bangsawan. Dari aspek dialek, etnik Madura rnemiliki beberapa varimi dialek. Khusus di Madura Daratan, makin ke sebelah Timur tutur wicara penduduk makin halus. Tetapi ini terbatas pada komunitas perkotaan, seperti di
Kecamatan Sumenep. Itulah sebabnya mengapa Kabupaten Sumenep sering disebut Solonya Madura d m d i k e d sebagai komunitas yang tidak kasar.12 Dari
diskusi dengan beberapa tokoh masyarakat diperoleh informasi bahwa oreng ' b k w a s i ptnulis di lokasi w p u n g a n pmgungsi akibat kasus Sampit diternukan bahwa harnpir semua pagungsi sudah tidak punya hubungan ktkffsbrltan dengan penduduk asli. Ini juga membuat pcngungsi lcurang bcCah di Mad- dan minta kerntali ke S m p i t "~crninarini distlenggarakan olct! Universitas Wimja bckaja sum dengm Kantor BKKBN Kabupaten Sumcncp Madura di IClunpus Universitas Wiraraja Sumnep pada 5 September 2001. Penulis menjadi salah pRnakalahnya
Di antara tiga komunitas kerajaan di Madum (Bmgkalan, Pamckasan, dan Sumenep), Sumenep merupahn komunitas kcrajaan yang utam dan paling besar (de Jonge, 1989b). Anggapan ini dikaith dengan keuCamaan S ~ m t n c pphmass lalu. Namun anggapan hi tidak seluruhnya btnar. Kartna, pertama, komunitas di luar Iingkungan kcrajaan, terutama di luar KccamrlCan Kota (pcdcsaan. seperti Keeamatan Batang-Batang dan Kalianget), Mptnduduknya kerus scperti di komunitss pedesaan lain di Bangkalan. Kadua, di komunitas h j a a n stndiri sckurang sudah dan tengah tujadi pcrgeseran p d i k budaya
1. Suami dan isteri keluarga adalah orang Madura asli.
2. Keluarga utuh. 3. Belum mempunyai cucu.
4. Mempunyai anak kandung lebih dari seorang dan anaknya berjenis kelamin berbeda. 5. Salah seorang mak kandungnya h i a 2 - 10 tahun.
Etnik Banj tar. Awalnya penelitian ini dirancang untuk membandingkan etnik Madura dengan etnik Day& di S a p i t , Kdimantan Tengah. Tetapi karena
dasan keamanan, penelitian ini tidak mungkin dilaksanakm di daerah tersebut. Akhirnya dipilih etnik Banjar sebagai gantinya dengan dua pertimbangan. Pertama, sama seperti alasan memilih etnik Madura, pertimbangan tanggung jawab moral untuk menyumbangkan pemikiran pengembangan SDM di daerah
ini sangat dominan. Kedua,etnik Banjar secara kultural relatif "dekat" dengan etnik Dayak, meskipun keduanya membuat garis demarkasi kul-1
yang jelas.
Secara sosiologis-antropologis,etnik Banjar dapat dibagi menjadi dua subetnik,
yakni subetnik Banjar KuaIa dan subetnik Banjar Hulu (Nawawi, et al., 1993; Daud, 1997). Secara spasial, popuIasi penelitian ini mencakup semua wilayah sosio-gwrafik etnik Banjar di Provinsi Kalirnantan SeIatan. Secara individual, populasi penelitian ini adalah seluruh keluarga etnik Banjar di provitlsi ini
dengan kriteria yang sama seperti yang diterapkan pada kasus etnik Madura. Terok
Pembagian wilayah mukim etnik Banjar dan etnik Madura secara sosiogeorafik rnenjadi landasan penyusunan kerangka sampel spasial d m individual. Untuk menampung variasi sosio-geografik tersebut, untuk kasus etnik Madura,
Kabupaten Bangkalan clan Sumenep dipilih dengan sengaja sebagai lokasi penelitian, dengan pertimbangan bahwa selama ini kar*
kerm etnik Madura
seldu dikaitkan dengan etnik Madura Barat, antara lain di Kabupaten Bangkalan, sedmgkan citra hulw-lembufnya dikaitkan dengan etnik Madm Timur, antma lain di Kabupaten ~ u m e n e ~ Berdasarkan .'~ variasi di atas,
penelitian ini memilih dengan acak sederhana lokasi penelitian sebagai berikut: 1.
Madura Timur, yang terdiri atas: 1.1. Kecamatan Kota Sumenep, yang rnencakup: I. I . 1.
Kepanjin &OK I).
1. I .2.
Pangarangan @OK 2).
1.2. Kecamatan KaIianget, yang mencakup:
2.
1.2.1.
Karang Anyar (LOK 3).
1-2.2.
Marengan Laok (LOK 4).
Madura Barat, yang terdiri atas: 2.1. Kecamatan Kota Bangkalan, yang mencakup: 2.1.1.
Keraton (LOK 5).
2. I 2.
Pangmanan &OK 6).
2.2. Kecamabn Gdis, yang terdiri atas: 2.2.1.
Kelbung (LOR 7).
2.2.2.
TIagah (LOK8)
Demikian juga untuk kasus etnik Banjar. Agar dua subetnik tersebut terwakiti, maka dengan sengaja dipilih Kota Banjarmasin, Kabupaten Banjar (Martapura), Kabupaten Hulu Sungai Utara (Amuntai), dan Kabupaten Hulu 13
Pada saat pengumpulan data primer, kondisi k-anan Kabupaten Sampang beIum kondusif akibat h b a s kisruh politik nasionaI (upaya pelengseran Gus Dur), sehingga daerah ini tidak bisa dijadikan contoh (sample).
Sungai Selatan (Kandangan) sebagai lokasi penelitian. Dari daerah h i kemudian
dipilih dengan acak sederhana def apan lokasi penelitian. Sama halnya dengan kasus etnik Madura, untuk mewakili komunitas pedesaan dm perkotaan, lokasi
penelitian pada etnik ini dibagi menurut daerah perkotaan dan pedesaan. Responden penelitian ini adalah anggota keluarga inti kedua etnik kajian,
yang dipilih dengan acak di 16 lokasi penelitian sesuai dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan sebelurnnya. Penelitian ini melibatkan sebanyak 160 keluarga,
yang terdiri atas 80 etnik Madura dm 80 etnik Banjar. Sebaran keluarga untuk
setiap lokasi ditentukan tidak secara proporsional. Selain responden, penelitian
ini juga melibatkan banyak pihak sebagai key informants seperti budayawan; tokoh masyarakat; guru; siswa sekolah dasar, SMP, dan SMA; bidan kampung; dan pejabat pemerintah yang relevan.
Unit analisis penelitian ini addah keluarga sebagai unit sosial. Unit analisis ini juga dikembangkan dari individu-individu dalam keluarga untuk mengkaji faktor-faktor yang terdapat pada aras individu dalam keluarga Komunitas dijadikan unit amatan. Secara keseluruhan, jumlah responden penelitian ini sebanyak 480 orang yang terdiri atas 160 ayah, 160 ibu, dan 160
anak. Untuk responden mak, sebarannya didasarkan pada jenis kelarnin pada setiap kelompok usia dan komunitas penelitim.
Rancangan Penelitian
Hoffman et al. (1994) menawarkan
tiga desain penelitian
turnbuhkernbang anak, yakni desain cross-sectional, Iongitudinal, dm desain sekuensiaf . Desain cross-sectional menggarap turnbuhkembang anak untuk
beberapa kelompok usia (several cohorts), tetapi hanya dalam satu momen tertentu. D e b longitudinal rnerentang pengarnatan untuk beberapa momen
tumbuhkembang anak, tetapi untuk satu keIompok usia, sedangkan desain sekuensial rnenggarap tumbuhkembang anak untuk beberapa kelompok usia (several cohorts) dm dalam kontinum momen (masa) tertentu.
Keterba-
sumberdaya penelitian
mendorong peneliti
untuk
menempkm desain cross-sectional. Usia anak direntang menjadi tiga kelompok usia, tetapi hanya diamati dalam satu momen penelitian. Desain ini memiIiki keterbatasan, yakni tidak memberi perlakuan terhadap subyek penelitian dan
tidak dapat melihat trend tumbuhkembang anak dalam kontinum waktu tertentu. Tumbuhkembang anak, sebagai peubah output, d i d i s i s dari faktor-faktor atau peubah yang secara teoretik diasumsikan mempengaxuhinya.
Data dan Instrumentslsi Data
Seluruh data penelitian, terutama data primer, terkait langsung dengan
peubah-peubah penelitian yang dirancang menjadi sebuah konstnrk (construct),
yakni rangkaian logis hubungan kausal antarpeubah. Berdasarkan teori-teori dm temuan empirik tentang detenninan keterampilan "keayahbundaan" dan
tumbuhkembang an&, penelitian ini mengelaborasi sejumlah peubah penelitian - twmasuk fakdor-fhr yang berada pada level komunitas, yang tersebar pada
unit analisis keluarga. Peubah-peubah tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Tumbuhkembang an& yakni kondisi fisik (kesehatan dan gizi) dan nonfisik (aspek kernbang) anak saat observasi (survei) sesuai dengan usia
anak,yang mencakup:
1.1. Status
kesehatan anak, yaitu kondisi lcesehatan anak selama sebulan
terakhir, yang diukur dengan 7-butir pertanyaan berskor maksimal 1 5 dan minimal 7. 1.2. Status
gizi anak, yakni kondisi gizi anak yang diukur dengan KEP
(kurang energi-protein)berdasarkan pada baku Departemen Kesehatan
RI (1 9 9 9 , yang dikategorikan ke &lam KEP berat bila berat badan anak menurut usia <60%, KEP sedang (60 - 69%), KEP ringan (70 78%), gizi baik (80 - 1 lo%), dan gizi lebih (> 110%). I -3. Kemampuan
mental-kognitif, yakni kemampuan anak berfikir sesuai
dengan pengelompokan usia anak, yang diukur dengan 15-butir
pertanyaan tentang kemampuan mentaVkognitif berskor 1=ya dan O=tidak. I -4. Kemampuan motorik, yahi
keterampilan anak melakukm gerakan
tubuh sesuai dengan pengelompokan usia anak, yang diukw dengan
15-butir ptanyaan tentang keterampilan motorik berskor l=ya dan O=tidak. 1.5.
Keterampilan emosional (EQ),yakni kemarnpuan anak mengenali dan mengolah emosi sesuai dengan pengelompokan usia anak, yang d i d w dengan 1 5-butir pertanyaan tentang keterampilan sosial-emosional
berskor 1=ya dan O=tidak. I .6. Keterampilan
sosial-mom1 (ESQ), yakni kemampuan anak menjalin
hubungan atau kerjsama dengan teman dan menentukan pilihan antara tindakan baik atau b u d untuk anak berusia 7 - 10 tahun, yang diukur dengan 1 5-butir pertanya m tentang keterampilan sosial-moral berskor l=ya dan O=tidak.
2.
Keterampilan "keayahbundaan," yaitu tingkat keterarnpilan orangtua
meny elenggarakan aktivitas yang berorientasi pada tumbuhkembang an&
yang mencakup:
2. I . Perilaku
non-diksriminatif, yakni tingkat keterampilan orangtua
menyelenggarakan aktivitas asuh, asih, dm asah yang tidak pilih kasih (diskriminasi) terhadap anak baik berbasis gender atau ciri-ciri
lain anak, yang diukur dengan 10-butir pernyataan berskor maksimal 1 0 dan minimal 0. 2.2. Penanganan aspek asuh
"keayahbundaan," yakni tingkat keterampilan
orangtua menyelenggarakan aktivitas untuk mendukung pertumbuhan
(kesehatan dan gizi anak), yang diukur dengan 12-butir pernyataan
berskor maksirnal 12 dan minimal 0. 2.3. Pengorganisasian
lingkungan perkembangan anak, yalcni tingkat
keterarnpilan orangtua menyelenggarakan aktivitas untuk mendukung berkembangnya keterampilan anak (mental-kognitif, motorik, sosial-
moral) anak sesuai dengan pengelompokan usia anak, yang diukur dengan 3 0-butir pernyataan tentang pengorganisasian lingkungan perkembangan anak berskor maksimal30 dan minimal 0. 3.
Motivasi "keayahbundaan," yakni tingkat dorongan orangtua untuk memperbaiki keterampifan "keayahbudaannya," yang mencakup: 3.1.
Sikap terhadap pola "keayahbundaan" yang sehat, yakni tingkat
persetujuan orangtua terhadap cara-cara pengmhan anak yang
sehat, yang diukur dengan 10-butir pernyataan sikap orangtua terhadap pola "keayahbundaan" yang sehatltidak sehat berskor maksimal50 dm minimal 10.
3.2.
Kebutuhan akan "keayahbundaan" yang sehat, yakni keinginan orangtua untuk mampu menerapkan pola "keayahbundaad' yang sehat untuk mengoptimalkan tumbuhkembang anak, yang diukur
dengan 8-butir pertanyaan tentang kebutuhan orangtua akan pola "keayahbundaad' yang sehat berskor maksirnal40 dan minimal 8. 3.3.
Upaya meningkatkan keterampilan "keay ahbundaan" yang sehat, yakni semua usaha orangtua untuk memiliki keterampilan
"keayahbundaan" yang sehat, yang diukur dengan 14-butir pertanyam tentang pengalaman belajar pola "keayahbundaan"
yang sehat berskor maksimal56 dan minimal 14. 4.
Jenis kelamin anak, yakni simbol atribut kelamin anak berkode l=lakilaki dan Z=perernpuan.
5.
Jenis kelamin anak pertama, yalcni simbol atribut kelamin anak pertama berkode l=laki-Iaki dan 2=perempuan.
6,
Posisi an& y a m simbol urutan kelahiran anak di antara saudarasaudara kandungnya berkode 1=pertam, 2=tengah dan 3=terakhir.
7.
Jarak kelshiran antaranak, yaitu selisih tahun kelahiran anbra anak kajian dengan kakak M a t a u adiknya Satuan ukurannya adalah
bulan. 8.
Riwayat kelahiran anak, yakni jumlah masalah yang ada kaitannya
dengan kelahiran anak saat dalarn kandungan sampai kelahiran yang diukur dengan angket tentang riwayat kelahiran anak berskor maksimal 12 dan minimal 4. 9.
Riwayat kesehatan anak, yakni pengalaman yang berkaitan dengan
kesakitan an& sej ak usia kurang setahun dan tiga bulan terakhir, yang
diukur dengan angket tentang riwstyat kesehatan anak berskor maksimd 40 dan minimal 5.
r 0. Persepsi terhadap "keayahbundaan" yang sehat, yakni penilaian omgtua terhadap cara-carapengclsuhan anak yang sehat, yang didcur
dengan 10-butir pertanyaan tentang persepsi "keayahbundaan" berskor maksimal30 dan minimal 10. I 1. S h p
terhadap nilai mak, yakni tanggapan orangtua terhadap peran
yang diharapkan dari anak di mass depan, yang diukur dengan 14-butir pernyataan tentang nilai anak berskor maksirnal70 dan minim$ 14. I 2.
Kedinamisan orangtua, yakni tingkat keaktifan orangtua berorganisasi
dan menambah wawasan, yang mencakup: I z. I . Penguasaan
modal sosial, yaitu tingkat keaktifan orangtua
berorganisasi dan memanfaatkan institusi sosial, yang diukur
dengan 1 8-butir pertanyaan tentang indeks ketetanggaan berskor
maksimal54 dm minimal 20. I 2.2. Pemanfaatan
fasilitadagen sosial, yakni tingkat keaktifan
memanfaatkan sarana dan agen sosial yang diukur dengan 16-butir pmtanyaan tentang pernanfaatan fasilitas dan agen sosial berskor
maksima.154dan minimal 18. 12.3. Kekosmopolitan
orangha, yakni tingkat keaktifan orangtua
menambah wawasan dengan cara bepergian ke tuar desa dan menyerap informasi dari berbagai surnber informasi, yang diukur dengan 23-butir pertanyaan tentang kekosrnopolitanan orangtua berskor maksimal67 dan minimal 1 1.
I 3.
Religiusitas oranghut, yakni tingkat komitmen orangtua terhadap ajaran agarna yang diyakini, yang mencakup: 13.1.
Keterlibatan ritual, yakni keaktifan orangtua menjalankan ritual
keagamaan dalam kehidupan sehari-hari, yang diukur dengan
angket tentang keterlibatan ritual berskor maksimal 29 dm minimal 5. 132. Keterlibatan ideologis, yakni tingkat keyakinan orangtua terhadap
peristiwa-peristiwa keagamam, yang diukur dengan angket tentang keterlibatan ideologis berskor maksimal25 dan minimal 5. 13.3. Keterlibatan
intelektual, y a h i tingkat keaktifan orangtua
memperdalarn pernahaman ajaran agama, yang diukur dengan angket tentang keterlibatan intelektual berskor maksimal 20 dan minimal 5. I 3.4. Keterlibatan
konsekuensial, yakni tingkat konsistensi antara
perilaku orangtua dan ajaran agarna, yang diukur dengan angket tentang keterlibatan konsekuensial berskor maksimal 1 5 clan
minimal 5. 14.
Thgkat pendidikan o r a n m yakni jurnlah tahun omgtua mengikuti
pendidikan formal, yang diklasifikasi menjadi: (1) Tidak tamat SD/sederajad berskor 36; (2) Tamat SD/sederajad berskor 72; (3)
Tamat SLTP/sederajad berskor 1 08; (4) Tarnat SLTAlsederajad
berskor 144; ( 5 ) Diploma berskor 180; (6) Tamat PT nonpascasarjana berskor 204; dan (7) Tamat PT pascasarjana berskor 240. I 5. Gaya
kepemimpinan orangtua, yakni kecenderungan-kecenderungan
keperilakuan atau watak dasar orangtua seperti demokratis, otoriter,
ahu serba-boleh, yang diukur dengan 10-butir pertanyaan tentang gaya
dasar keperilakuan berskor maksimal 30 dm minimal 10. Skor total dikategorisasi menjadi 3=demokrat& (24 - 30) , 2=otoriter (1 7 - 231,
dan 1=acuh tak acuh (1 0 - 16). 16.
Pengetahuan "keayahbmdaan" orangtua, yakni tingkat pemahaman orangtua praktik cara "keayahbundaan" yang sehat,
yang diukur
dengan 30-butir pemyataan tentang pengetahuan "keayahbundaan"
berskor maksimal30 dan minimal 0. I 7.
Pengalaman subyektif *keayahbundaad9orangha, yaitu keterlibatan
orangtua ddam praktik "keayahbundaan" baik sebeIum menikah dm sebelum punya anak, yang diukur dengan 20-butir pertanyaan tentang pengalaman "keayahbundaan" berskor maksimd 86 dan minima1 22. 1s. Status
kesehatan orangtua, yakni pengalaman orangtua berkaitan
dengan kcsakitan dan stress (rasa ingin rnarah, gelisah, dan khawatir) yang dialami oIeh orangtua (Ibu) selama mengandung, menyusui,
sebulan dan seminggu terakhir, yang diukur dengan angket tentang status kesehatan orangtua berskor maksimal40 dan minimal 25. 19.
Pengalaman obyektif "keayahbundaannorangtua, yakni cara-cam yang
dilakukan oleh orangtua, yang diukur dengan 8-butir pertanyaan tentang latar belakang pengasuhan berskor maksimal 24 dan minimal 8, dengan kategori 3=autoritatif (20 - 24), 2= otoriter (1 5 - 19), dm
l=permisif (8 - 14). 20.
Tingkat modernitas keluarga, yakni tingkat pemilikan atribut-atribut
maju keluarga, yang dibatasi pada dimensi-dimensi sebagai berikut:
20. I .
Keterbukaan keIuarga, yakni tingkat penerimaan keluarga terhadap gagasan sosial baru, yang diukur dengan 1 3-butir pernyataan sikap tentang tingkat penerimaan terhadap gagasan
sosial barn berskor maksimal65 dan minimal 13. 20.2. Aspirasi keluarga, yakni
besamya harapan orangtua terhadap masa
depan anak, yang diukur dengan 16-butir pernyataan tentang aspirasi orangtua mengenai anak berskor maksimal 48 dan
minimal 16. 20.3. Optimisme
keluarga, yakni tingkat keyakinan orangtua terhadap
nasib atau keberuntungan, yang diukur dengan &butir pernyataan tentang optimisrne keluarga berskor maksimal24 dan minimal 6. 20.4.Kerenhna11 keIuarga,
yakni
tingkat
mudah
terpengaruh
(dnerable) kehidupan keluarga terhadap perubahan lingkungan
misalnya kenaikan harga, yang diukur dengan 19-butir pertanyaan tentang dampak kenaikan harga (krisis ekonomi) terhadap kondisi
keluarga berskor maksimd 5 7 clan minimal 1 9. 2I.
Pendapatan keiuarga, yakni seluruh penerimaan keluarga dalam
sebulan, yang diproksi dengan jumlah pengeluaran perbulan yang terdiri atas pengeluaran pangan dan nonpangan. Satuan ukurannya
adalah rupiah. 22.
Kondisi rumah, yakni kualitas tempat tinggd keluarga, yang
memungkinkan terfasilitasinya ekspresi-diri an&, yang diukur dengan angket tentang kualtas tempat tinggal berskor maksimal 42 dan minimal 14.
23.
Intensitas kebersamaan dengan anak, yakni j urnlah alokasi waktu orangtua bersama dengan (laantitas) dan unmk anak (kualitas) pada
lima aktivitas utama, yakni ibadah, makan, nonton, belajar dan bermain dengan jurnlah maksimal dan minimal sebagai berikut: Kegiatan
Minimal
Maksimal
0 0 0 0 0
350 350 420
1. Ibadah (menit/minggu) 2. Makan (menitfminggu)
3. Nonton (menitlminggu) 4. Belajar (menitlminggu) 5. Main (menit/minggu)
24.
I80 630
Partisipasi orang lain berusia 15 tahun lebih dalam kegiatan domestik,
yakni tingkat keterlibatm orang selain ayah dan ibu kandung berusia 15 tahun lebih dalam beberapa pekerjam rumah tungga, yang diukur
1 5-butir pertanyaan tentang partisipasi oranglain berskor maksimal 90
dan minimal 0. 25.
Tingkat akses keluarga ke modal sosial, yakni tingkat peluang kelwga untuk terlibat dalarn organisasi intsakomunitas dan
suprakomunitas, yang diukur dengan 8- butir pertanyaan tentang akses keluarga ke modal sosial berskor maksirnal 16 dan minimal 0. 26. Tingkat akses keluarga ke failitas
sosiai, yakni peluang keluarga
untuk memanfaatkan fasilitas sosial, yang diukur dengan 4-butir pertanyam tentang akses keluarga ke fasilitas sosial (puskesmas clan rumah sakit) berskor maksimal 12 dan minimal 4. 27.
Sumberdaya komunitas, y a h i besarnya dukungan komunitas terhadap orangtua untuk menjalankan fungsi "keayahbundaan" dengan sehat.
Peubah ini dibatasi pada empat komponen, yakni ( 1 ) lingkungan bermain anak, yang diproksi dari tingkat kepuasan orangtua terhadap
lingkungm bermain anak, (2) lembaga kesehatan, yang diproksi dari
tingkat kepuasan orangtua terhadap lembaga kesehatan setempat, (3)
lembaga pendidikan, yang diproksi dari tingkat kepuasan orangtua terhadap lembaga pendidikan formal setempat, dan (4) modal sosid, yang diproksi dari tingkat kepuasan orangtua terhadap keberadaan
modal sosial setempat.
Penelitian hi merupapak penelitian survei. Kuesioner merupakan instrumen observasi andalan., yang disusun sedemikian rupa dan diuji-coba sesuai dengan prosedur dalarn penelitian survei. Tujuan uji-coba adalah untuk
memastikan apakah instrumen ini baik dari aspek question-wording
(Oppenheim, 1973; Schuman dm Presser, 1996) maupun keterandalan dan kesahihannya merupakan instrumen pengumpul data pengukur yang tepat.
Penggwmn angket discs- dengan dm mempertimbangkan kemarnpuan abstraksi, temasuk kemampuan membaca responden. Bagi responden yang tidak
marnpu membaca atau tidak memahami Bahasa
Indonesia, butir-butir pertanyaan dijadikan pandm wawancara yang diterjemahkan ke dalarn bahasa setempat. Mengingat data tentang persepsi, sikap, modernitas keluarga, dan karakteristik psiko-perseptuai orangtua juga bersifat halitatif, maka teknik wawancara juga diterapkan.
Salah satu kesulitan atau tantangan utamzi penelitian sosial adalah langkanya instrumen atau alat pengukur yang dapat digunakan secara
universal. Dua persoalan yang harus ditangani oIeh peneliti dalam kaitannya
dengan isu ini addah validitas (kesahihan) dan reliabilitas (keterandaim) instrumen. Ksahihan. Uji validitas dalam penelitian dibabsi pada validitasi isi
dan koastrak (Kerlinger, 1973; Singarimbun dan Effendi, 1989; Azwar,
1997). Validitas isi berkaitan dengan ketercakupan semua dimensi yang
dikandung oleh sebuah konsep &u
peubah, yang dilakukan dengan telaah
pustaka dm konsultasi secermat dan seintensif mungkin. Karena konsep atau
peubah dafm ilmu sosial betsifat sangat terbuka dan selalu berkembang, sehingga dimmi-dirnensi yang dihdung sangat banyak, maka risikonya, dimensi-dimensi yang dimasukkan ke dalam setiap peubah atau konsep sangat terbatas. h i disebabkan terutama oleh keterbatasan peneliti untuk
membatasi jumlah bahan pustaka yang diteIaah. Telaah pustaIca d m konsultasi ini menghasilkan tiga hd yang sangat penting, yaitu: 1. Paradigma, teori, dan model kerangka berfikir yang sangat relevan
dengan pokok masalah penelitim,
2. Terjadinya pergeseran-pergeseran paradigmatik tentang pokok masdah penelitisn hingga menyentuh dimensi-diiensi yang sesuai dengan basis disiplin penef ti, yakni ilmu penyuluhan pembangunan, 3. Telaah pustaka yang m a t , dengan sumber bacaan yang cukup
beragam dan diskusi yang intensif, juga menghasillcan faktor-faktor, peubah-peubah, dimensi-dimensi peubah, atau komponen-komponen dimensi peubah yang relevan.
Val i ditas konstrak (construct validity) berkaitan dengan pertanyam sejauh mana dimensi-dimensi yang dikandung oIeh setiap peubah memiliki
konsistensi satu dengan yang lainnya. Model analogi (Sumardjo, 1999)
diterapkan untuk menguji validitas konstrak ini. Rangkaian hubungan logis antarpeubah dalam kerangka pemikiran adalah hasil uji validitas konstrak.
Keterandalan. Istilah ini berkaitan dengan ketepatan alat ukur:sejauh mana alat
ukur yang dikembangkan dapat dengan konsisten mengukur apa
yang akan diukur? Pengujian keterandalan aIat ukur menerapkan metode tesretest pada satu kelompok subyek yang relafrysama @a&
di kolompok etnik
Madura di Madura mupun etnik Banjar di Kalirnantan Selatan) dengan tenggang waktu rata-rata 18 hari (di Madura 19 hari di Banjar 17), dengan
jumlah subyek sebanyak 36 orang untuk setiap etnik. Kelompok subyek yang dipilih memiliki karakteristik yang relatif sama dengan subyek penelitian yang sesungguhnya. Data yang terkumpuf diuji dengan teknik korelasi
product moment.
di mana, r adalah koefisien korelasi;
X adalah variabel bebas; Y adalah variabel tergantung. Hasilnya menunjukkan bahwa instrumen penelitian konsisten mengukur
obyek yang akan diukur dengan r terendah 0,6 12.
Pengumpulan Data Secara keseluruhan, pengurnpulan data penelitian di dua etnik kajian
menghabiskan waktu f dua tahun. Proposal penelitian ini disetujui pada bulan April 2001. Penelitian di Madura efektif sejak bulan Juni sampai dengan
Desember 200 1. Sebelumnya peneliti hanya melakukan pengamatan, karena situasi di Madura kurang kondusif mtuk pengumpulan data primer akibat
iklirn politik nasional - proses pelengseran Gus Dus -- yang berimbas ke pdau hi. Penelitian di Provinsi Kalimantm Selatan efektif dimulai sejak bulan Maret sampai dengan Agustus 2002.
Proses pengumpulan data primer baik di Madura maupun di Kalirnantan Selatan dibantu oleh 10 orang petugas lapang (enumerator); lima orang di M a d m dan lima orang di Kalimantan Selatan. Pemiiihan enumerator mempertimbmgkan latar belakang pendidikan dan pengalaman
penelitian. Secara m u m , semua enumerator berpendidikan sarjana sosial, dan
hanya satu orang (di Madura) berpendidikan Diploma Ill Jurusar~ Gizi (Pegawai Puskesmas di Kalianget). Enumerator diberi tugas pengumpulan data yang tidak peka secara
sosial dan ernosional, seperti data pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, status gizi dm kesehatan anak, serta ketahanan keluarga. Untuk hal-
ha1 yang periu pendalaman (probing)dilakukan sendiri oleh peneliti. Untuk rnenjamin kualitas data, semua enumerator mendapat pelatihan. Tujuannya adalah agar mereka memahami tujuan penelitian dan teknik
pengumpulan data, tmasuk cara mendekati responden. Setiap dua hari sekali
dilakukan diskusi untuk mengetahui hambatan pengumpulan data dan
mencari jalan keluar dari hambatan tersebut. Pengumpulan data, terutama status gizi dan kesehatan anak, berambah lancar, karena pemerintah setempat membantu tenaga dm peralatan baku
yang dibuhlhkan untuk pengumpulan data seperti alat timbang berat badan dan alat ukur tinggi badan.
Analisis Data
Hipotesis merupakan sdah satu ciri peneiitian survei yang menerapkan pendekatan kuantitatif. Ia merupakan sebuah kesimpulan teoretik tentang masalah penelitian yang diajukan. Bentuk pernyataan ini menurut Sugiyono (1997) bisa bersifat deskriptif, komparatif, atau assosiatif. Penelitian ini, hipotesis komparatif dan assosiatif. Hipotesis assosiatif
mengem-
merupakan pernyataan yang mengandung hubungan kausal yang ditopang
oleh kajian pustaka, sedan@
hipotesis komparatif merupakan kesimpulan
perbandingan mengenai fokus penelitian.
Analisis data penelitian disesuaikan dengan hipotesis-hipotesis yang diajukan. Penelitian ini mengajukan hipotesis komparatif dm assosiatif sebagai berikut: I. Hipotesis Kompmtif:
.
1.1 Ti&
ada perbedaan tingkat dukungan yang nyata dari faktor-
faktor yang mempengamhi turnbuhkembang anak (seperti keterampilan "keayahbundaan," sumberdaya keluarga, dan
sumberdaya komunitas) pada
kedua etnik menurut faktor
etnisitas. I .2. Tidak ada perbedaan tingkat tumbuhkembang anak yang nyata
pada kedua etnik kajian menurut faktor etnisitas.
Ddam hal ini u: = a:, tetapi keduanya ti&
diketahui. Model
persamaannya sebagai berikut:
di mana,
-
XI adalah rata-rata hitung faktor-faktor yang mempengaruhi
tumbuhkembang anak dm tumbuhkembang anak etnik Banjar; -
X I addah rata-rata hitung faktor-faktor yang mempengaruhi
tumbuhkembang anak dan tumbuhkernbang anak etnik Madura;
S padalah simpangan baku
faktor-faktor yang mempengaruhi
tumbuhkembang mak dan tumbuhkembang anak;
S:
adalah ragam faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuhkembang an&
dan tumbuhkembang anak;
n,dan n, adalahjumlah kasus (sample) etnik Banjar dan Madura Pengujian dua hipotesis di atas didekati dengan uji t atau independent sample t test. Penentuan kesimpulan (berdasarkan probabilitas) adalah:
Jika p-value > 0,05, maka Ho diferima. Jika pvalue < 0,05, maka Ho ditolak. 2. Hipotesis Assosiatif: 2.1. Keterarnpiian "keayahbundaan" mempengaruhi tumbuhkembang
anak. "Keayahbundaan" Ibu (mothering) lebih besar pengaruhnya tumbuhkembang
terhadap
anak
"keayahbundaan" Ayah *thering).
daripada
dengan
Modelnya adalah sebagai
berikut:
Garnbar 5. Hubungan Kausal antara Keayahbundaan dan TumbuMrembang Anak
Hipotesis ini didekati dengan uji regresi sederhana dan uji korelasi
parsial. Model persamaannya sebagai berikut: Regresi sederhana: z=po+plYl+€
di mana: Z = peubah tak bebas (tumbuhkembang anak).
Y = peubah bebas (keterampilan "keayahbundaan"). Po = intersep (konstanta).
p 1 = koefisien regersi tak baku peubah bebas; E = galat
Korelasi parsial:
2.2. Kondisi tempat tinggal keluarga dan intensitas kebersamaan orangtua-anak mempengaruhi tumbuhkembang anak. Hipotesis ini
didekati dengan uji regresi berganda di mana Z adalah tumbuhkembang anak dan Xlo adalah kebersamaan orangtua-anak dan X7adalah kondisi tempat tinggal keluarga. Modelnya adalah sebagai berikut:
Gambar 6.
Kausal antara Kehmmam Orang~m-Anali. KondisiTempat -4 dan Tumbuhlcembang Anak
Model persamaannya adalah sebagai berikut: =Po
+Ax,+P,,4,+
E
di ma,
Z adaiah peubah tak bebas (tumbuhkembang anak); Po adalah intersep atau konstantq
P7 &
lo adalah koefisien regersi tak
baku peubah bebas;
X7adalah peubah kondisi tempat tinggal; Xloadalah peubah intensitas kebersamaan orangtua-anak; E = galat.
2.3.
Motivasi omgtua mempengaruhi keterampilan "keayahbundasn" orangtua. Hipotesis ini didekati dengan regresi sederhana di mana Y addah keterampilan "keayahbundaan" ormgtua dan Xa adalah
motivasi ormgtua. Modelnya addah sebagai berikut:
2.4. Pengetahuan orangtua, pengalaman subyektif "keayahbundaan"
orangtua, status kesehatan orangtua, tingkat pendidikan oranghut,
kedinamisan
orangtua,
persepsi
orangtua
terhadap
"keayahbundaan" yang sehat, clan sikap orangtua terhadap nilai anak mempengaruhi motivasi orangtua (Y). Modelnya disajikan
pada Garnbar 8. Hipotesis ini didekati dengan uji analisis jalur dengan model persarnaan sebagai berikut: Regresi berganda:
x2,= Po+ fl,,X,s + fl,,x,,+
P17x17 + 49x19 +
BmXm + P21X21+E (41
di mana: po = intersep atau konstanta; XI3 = peubah tak bebas (motivasiorangtua); XIS...X2, = peubah bebas;
P ... P2, = koefisien regresi talc baku peubah bebas;
di mana: Ci adalah koefisien Iintasan S~ adalah adalah simpangan baku peubah bebas S adalah addah sirnpangan baku peubah tsk bebas
Koefisien lintasan sering disebut sebagai koefisien regresi baku yang muncul secara otomatis sebagai standardized coeflcient
(beta) ketika dilakukan perhitungan regresi. 2.5. Gaya
kepemimpinan, religiusitas, pengalaman "keayahbundaan"
obyektif dan subyektif orangtua mempengaruhi keterampilan "keayahbundaan." Modelnya disajikan pada Garnbar 9.
G u n b . r 9. Hubungan K a u d m u m C h y a Kcpunimphat&Religlusihs Ormgtuq Pengmlunm b y a h b u n d m dm m i v a s i K e a y a h b u d a a n
Hipotesis ini didekati dengan uji analisisjalur (persamaan 5).
2.6. Modemitas keluarga, tingkat kesejahteraan keluarga, tingkat pendidikan orangtua, partisipasi orang lain, akses keiuarga ke
modal sosial dan fasilitas sosial mernpengaruhi motivasi orangtua. Modelnya adalah disajikan pada Gambar 10. Hipotesis ini didekati dengan uji analisis jalur (persamaan 5) dan analisis korelasi parsial (pemamaan 2). 2.7. Sumberdaya komunitas
(X2 [lingkungan bemain anak]; X3
[lembaga kesehatan]; )Lq [lembaga pendidikanj; dan X5[modal
sosial])
mernpengaruhi
persepsi
orangtua
terhadap
"keayahbundam"yang sehat dan motivasi orangtua. Hipotesis ini
didekati dengan uji analisis jalur (persarnaan 5 ) dan korelasi parsid @mamaan 2). Modelnya disajikan pada Gambar 1 1.
Gambar 10. Hubungan Xauaal antara Sumberdaya Keluarga dm Motivasl Keayahbundaan
2.8. Karakteristik anak (X24 Cjenis kelamin anak, peubah dummy]; X15
ljenis kelarnin anak permata, peubah dummy]; XZ6bosisi anak,
peubah dummy]; X2, ljarak kelahiran anak]; Xzs [riwayat
kelahiran anak]; XZ9 [riwayat kesehatan anak]) rnernpengaruhi keterampilan "keayahbundaan." Hipotesis ini didekati dengan uji
11. HubunganK a d &a k n h d a y " Kmmitns, Persepsi Orangb lerhildnpb y a h b u d a m Y q W u t dan Motive KeaylMundaan
Pengujian hipotesis-hipotesis tersebut menggunakan perangkat lunak S
. 11.5 for Wiizdow dengan bantuan buku panduan
SPSS Versi 10 oleh
Santoso (200 1), A p l h i Komputer oleh Sukandar dan Rwyana (2003), dan
Aplikasi Statistik Praktis dengan SPSS. 110 oleh Alhusin (2003).