METODE DAKWAH USTADZ MUHSIN PADA JAMA’AH MAJELIS TA’LIM IMDADIL MUSTAFAWII CAWANG
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh : A. AZHARI SURYAATMAJA NIM: 109051000208
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya mengatakan bahwa: 1.
Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 02 Juni 2014 Penulis
A. Azhari Suryaatmaja
ABSTRAK
A. Azhari Suryaatmaja Metode Dakwah Ustadz Muhsin Pada Jama’ah Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii Metode dakwah merupakan suatu cara dakwah yang digunakan oleh seorang da’i untuk menyampaikan materi dakwah kepada mad’unya untuk mencapai kegiatan tertentu. Dengan metode dakwah ini, seorang juru dakwah dapat menyampaikan materi dakwah yang akan disampaikan. Ketertarikan peneliti adalah ingin mengetahui metode apa yang digunakan oleh ustadz Muhsin sehingga dakwah beliau dapat diterima. Dan juga yang di ketahui saat ini, sebuah majelis ta’lim sangat jarang ada dan yang hadir pun tidak terlalu ramai, khususnya di Cawang. Oleh karenanya, bagaimana seorang ustadz Muhsin dapat mengajak dan mengayomi agar orang-orang di lingkungan beliau mau menghadiri majelis ta’lim dan belajar di dalamnya. Untuk memperdalam penelitian ini, peneliti memberikan perumusan masalah sebagai berikut Bagaimana penerapan metode dakwah ustadz Muhsin pada jama’ah Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii? Metode dakwah apa yang digunakan ustadz Muhsin pada jama’ah Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii? Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dimana peneliti menggambarkan metode dakwah ustadz Muhsin di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii Cawang dalam mengajarkan ilmuilmu agama kepada jama’ahnya. Ustadz Muhsin adalah seorang pendiri sekaligus sebagai pengajar di Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii. Di dalam majelisnya, beliau mengajarkan jama’ahnya memakai kitab fiqih, aqidah, dan hadits. Beliau sangat didukung oleh orangtua dan guru-gurunya dalam menjalankan pengajaran di Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii. Metode dakwah yang digunakan ustadz Muhsin pada jama’ah Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii yaitu dengan metode bil hikmah, mau’idzah hasanah dan mujaddalah. Metode bil hikmah digunakan saat sedang memberikan contohcontoh yang yang bijak ke jama’ah di sela-sela pelajaran. Mau’idzah hasanah digunakan saat sedang memberikan pelajaran dan nasihat-nasihat yang baik dengan tutur kata yang baik dan mudah dipahami. Sedangkan mujaddalah digunakan saat sedang menjawab pertanyaan dari jama’ah yang masih kurang dalam memahami isi pelajaran yang sedang dibahas. Konsep penerapan metode dakwah yang digunakan oleh beliau yaitu dengan metode halaqah, tanya jawab dan percakapan antar pribadi. Dan penerapan ini sangat sejalan dengan metode dakwah, karena cocok untuk digunakan didalam pengajian majelis ta’lim.
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat, iman dan Islam serta memberikan saya kemampuan sehingga peneliti bisa menyelesaikan tugas skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita, Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita menuju zaman yang terang benderang dan menjadikan kita dapat mengenal Islam. Atas rahmat, barokah, dan hidayah, serta ridha Allah SWT, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan tugas akhir peneliti untuk menyelesaikan studi di jenjang Strata Satu (S1) Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti sadar bahwa pengetahuan, pemahaman, pengalaman, kemampuan, dan kekuatan yang peneliti miliki dalam menyelesaikan skripsi masih terbatas dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, peneliti selalu berusaha untuk mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil, sehingga penyusunan skripsi ini berjalan baik. Dalam hal ini peneliti mengangkat judul yaitu ”Metode Dakwah Ustadz Muhsin Pada Jama’ah Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii Cawang” Terima kasih dan syukur peneliti ucapkan atas segala dukungan dan motivasi yang telah diberikan dari berbagai pihak sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini. Peneliti menyadari bahwa dukungan dan motivasi dari berbagai pihak sangat membantu peneliti melalui hambatan-hambatan selama
ii
proses penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1.
Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Dr. H. Arief Subhan, M.A, Wakil Dekan I Bidang Akademik, Bapak Dr. Suparto, M.Ed, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Bapak Drs. Jumroni, M.Si, serta Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Bapak Dr. H. Sunandar, M.A
2. Bapak Rachmat Baihaky, M.A selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Ibu Fita F, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 3. Bapak Noor Bekti, SE, M. Si. selaku Penasehat Akademik yang telah memberi saran mengenai judul skripsi. 4. Ibu Umi Musyarofah, M.A selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini. 5. Para dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah mewariskan ilmu kepada peneliti selama masa perkuliahan. Dan juga para Karyawan perpustakaan utama dan fakultas yang telah mengizinkan peneliti untuk meminjam buku-buku untuk penelitian ini. 6. Kepada yang terhormat, Ustadz Muhsin selaku pimpinan Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii dan sekaligus sebagai subjek penelitian yang telah membantu dan meluangkan waktunya untuk menyelesaikan serta
iii
memberikan izin kepada peneliti dalam melakukan penelitian di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii. 7. Kepada Aba tercinta Abdul Hamid, S.Ag dan Ummi tersayang Syahani Suryaningsih atas segala kasih sayang, perhatian dan dorongannya. Tidak pernah lelah dan bosan dalam memberikan dukungan moril dan materil, serta selalu mendoakan yang terbaik untuk buah hatimu ini, sehingga penulis dapat mengenyam pendidikan formal tingkat perguruan tinggi hingga selesai. Untuk kakakku Siti Istianah, S.Pd.I dan juga adikku Muhammad Husen yang senantiasa memberikan dukungan
dan doa,
sehingga memberikan motivasi kepada peneliti untuk selalu bersemangat demi kelancaran skripsi ini. 8. Teman-teman seperjuangan angkatan 2009 khususnya kelas KPI F, Anas, Rizki, Apriza, Kamal, Ilham, Imam, Amir, Aryo, Edy Laras dan sahabatsahabat angkatan 2009 lainnya. 9. Kepada semua pihak baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Namun tidak mengurangi rasa hormat, peneliti hanya bisa mengucapkan terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya. Semoga Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan dan keikhlasan yang telah diberikan kepada peneliti, Amin......
Jakarta, 15 Mei 2014 Peneliti
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK
..............................................................................................................
i
.........................................................................................
ii
.........................................................................................................
v
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
.....................................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................
5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................
6
D. Tinjauan Pustaka ...........................................................................
7
E. Metodologi Penelitian ....................................................................
8
F. Sistematika Penulisan ....................................................................
11
A. Latar Belakang Masalah
BAB II LANDASAN TEORITIS
.................................................................................... Pengertian Metode ......................................................................... Pengertian Dakwah ....................................................................... Pengertian Metode Dakwah .........................................................
13 14 16
.......................................................
18
1. Metode Al-Hikmah .................................................................. 2. Metode Al-Mau’idzah Al-Hasanah ......................................... 3. Metode Mujaddalah .................................................................
19 20 22
.............................................................................. Pengertian Ustadz ........................................................................... Pengertian Jama’ah.........................................................................
23 23 24
D. Majlis Ta’lim ..........................................................................................
26
1. Pengertian Majlis Ta’lim .......................................................... 2. Fungsi Majlis Ta’lim ................................................................ 3. Karakteristik Majlis Ta’lim .....................................................
26 28 28
A. Metode Dakwah 1. 2. 3.
B. Macam-macam Metode Dakwah
C. Ustadz dan Jama’ah 1. 2.
v
13
BAB III PROFIL USTADZ MUHSIN DAN MAJLIS TA’LIM IMDADIL MUSTAFAWII
....................................................................... B. Latar Belakang Pendidikan dan Karya-karya Ustadz Muhsin ........
30
1. Pendidikan Ustadz Muhsin ...................................................... 2. Karya-karya Ustadz Muhsin .....................................................
35 37
.................................................... D. Tujuan Dakwah Ustadz Muhsin .......................................................... E. Profil Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii ............................................
37
40
Latar belakang Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii ................. Visi dan Misi Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii .................... Tujuan Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii .............................. Kegiatan Pengajian Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii ........
40 41 42 43
A. Biografi Ustadz Muhsin
C. Perjalanan Dakwah Ustadz Muhsin
1. 2. 3. 4.
35
39
BAB IV ANALISA
...........................................
45
1. Al-Hikmah .................................................................... 2. Mau’idzah Hasanah ...................................................... 3. Mujaddalah Bil Lati Hiya Ahsan ...........................................
46 51 54
A. Metode Dakwah Ustadz Muhsin
B. Penerapan Metode Dakwah Ustadz Muhsin Pada Jama’ah
........................................ Metode Halaqah ............................................................................ Metode Tanya Jawab ...................................................................
Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii
1. 2. 3. Metode Percakapan Antar Pribadi ...........................................
56 57 59 61
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................................ B. Saran ........................................................................................................
64 65
..........................................................................................
67
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dakwah tidak dapat dipisahkan dari Islam yang merupakan agama Rahmatan Lil Alamin yang menanamkan kasih sayang terhadap sesama mahluk hidup, tidak saling menyakiti tapi saling menjaga dan memelihara. Dakwah Islam juga suatu cara bagaimana seseorang menyampaikan ajaranajaran Islam kepada umat manusia dan mengajak atau menyeru mereka untuk terus beriman kepada Allah SWT dan mencintai Rasulullah SAW serta mengajarkan apa-apa diperintahkan oleh Allah SWT dan menjauhi laranganNya dengan penuh keikhlasan juga menjalankan sunah Rasulullah SAW dalam kehidupannya sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai kenyataan bahwa tata cara memberikan sesuatu yang lebih penting dari sesuatu yang diberikan itu sendiri. Semangkok teh pahit dan sepotong ubi goreng yang disajikan dengan cara sopan, ramah dan tanpa sikap yang dibuat-buat, akan lebih terasa enak disantap ketimbang seporsi makanan lezat, mewah dan mahal harganya, tetapi disajikan dengan cara kurang ajar, tidak sopan dan menyakitkan hati orang yang menerimanya.1 Gambaran di atas membersitkan ungkapan bahwa tata cara atau metode lebih penting dari materi, yang dalam bahasa Arab dikenal dengan AlThariqah ahammu min al-Maddah. Ungkapan ini sangat relevan dengan 1
Munzier Suparta dan Harjani Hefni, ed., Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), Edisi Revisi, Cet. Ke-3, h. vii
1
2
kegiatan dakwah. Betapa pun sempurnanya materi, lengkapnya bahan dan aktualnya isu-isu yang disajikan, tetapi bila disampaikan dengan cara yang sembrono, tidak sistematis dan serampangan, akan menimbulkan kesan yang tidak menggembirakan. Tetapi sebaliknya, walaupun materi kurang sempurna, bahan sederhana, dan isu-isu yang disampaikan kurang aktual, namun disajikan dengan cara yang menarik dan menggugah, maka akan menimbulkan kesan yang menggembirakan.2 Dilihat dari uraian di atas, dakwah sangatlah penting namun keberhasilan dakwah itu tergantung dari cara (metode) penyampaian kepada jama’ah atau mad’u. Itu sebabnya, para da’i haruslah memilih metode yang tepat agar jama’ah atau mad’u dapat memahami apa yang disampaikan dan dapat dipraktekkan dalam kehidupannya. Usaha yang dilakukan da’i tidak sebatas pada penyampaian pesan dakwah saja, akan tetapi seorang da’i harus juga memerhatikan metode dakwah yang digunakan. Banyak metode yang dapat dilakukan oleh para da’i untuk melakukan kegiatan dakwahnya, metode yang dilakukan dapat berupa metode ceramah, metode diskusi, metode halaqah, atau metode lain yang dapat mengundang umat menjadi tertarik dalam mempelajari ilmu agama. Namun, dewasa ini umat Islam semakin terlihat kecerdasannya, sehingga apabila seorang da’i salah dalam menggunakan metode dakwahnya, maka tidak menutup kemungkinan umat akan menghindar dari majelis ta’lim tersebut. Apabila hal itu terjadi, maka akan timbul kemerosatan moral pada umat, seperti yang kita ketahui, bahwa berhasil atau tidaknya sebuah dakwah 2
Munzier Suparta dan Harjani Hefni, ed., Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), Edisi Revisi, Cet. Ke-3, h. vii
3
sangat bergantung pada da’i dalam memberikan pengaruh kepada mad’u. Meski keberhasilan dakwah tidak hanya ditentukan oleh da’i, akan tetapi da’i yang paling memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan dakwah. Sejalan dengan pengertian diatas, metode yang dilakukan untuk mengajak haruslah sesuai dengan materi dan tujuan kemana ajakannya tersebut ditunjukkan. Pemakaian metode yang benar merupakan bagian dari keberhasilan dakwah itu sendiri. Sebaliknya jika metode yang dipergunakan dalam menyampaikan materi atau pesan dakwah tidak sesuai, maka akan mengakibatkan hal yang tidak diharapkan, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-Nahl ayat 125 :
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” Ayat ini menjelaskan sekurang-kurangnya ada tiga metode dakwah yakni metode hikmah, mau’izatil hasanah, dan mujadalah. Ketiga metode ini dapat dipergunakan sesuai dengan objek yang dihadapi seorang da’i di tempat ia berdakwah. Metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan seseorang da’i (komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas
4
dasar hikmah dan kasih sayang.3Metode ini juga merupakan cara dakwah yang dilakukan da’i kepada mad’unya dalam menyampaikan materi atau pengajian secara rutinitas baik di masjid-masjid, musholla-musholla, pesantren-pesantren, majelis ta’lim maupun di majelis lainnya. Hal ini juga dilakukan oleh ustadz Muhsin dalam menyampaikan materi dakwahnya di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii. Ustadz Muhsin bin H. Muhammad Said adalah seorang pendiri Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawi. Beliau dalam mendidik dan mengajarkan para jama’ah (murid-muridnya) mengikuti tuntunan yang terdapat pada AlQur’an dan Hadits demi semata-mata mencari ridho Allah SWT dan Rasulullah SAW. Beliau juga seorang ustadz yang tidak pernah lelah dalam menyampaikan syari’at Islam yang bertujuan mengajak masyarakat, khususnya masyarakat Cawang agar lebih mengetahui masalah-masalah dalam agama. Di samping itu juga, beliau adalah seorang pengajar di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawi yang mengajarkan dan menyampaikan permasalahan agama khususnya dalam fiqih, aqidah, dan hadits yang diajarkannya dari kitab-kitab karangan para ulama yang masyhur. Kitab-kitab yang beliau ajarkan kepada jama’ahnya, diantaranya Fathul Ghorib (fiqih), alAqoiquddiniyyah (aqidah), dan Jalaluddin Asyayati (hadits). Dari sinilah ketertarikan peneliti pada sosok ustadz Muhsin yang mempunyai cita-cita luhur mengajak masyarakat kembali ke jalan Allah SWT melalui Majelis Ta’limnya. Karena di zaman sekarang ini, sudah sangat jarang 3
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gema Media Pratama, 1997), h. 7.
5
akan adanya majelis-majelis ilmu, yang kita duduk didalamnya mendengarkan dan membahas tentang hal-hal yang kita lakukan sehari-hari, seperti sholat, wudhu, adzan, puasa, haji. Dalam pengajiannya, beliau menggunakan metode yaitu dengan para jama’ah mendengarkan dan memahami apa yang disampaikan ustadz Muhsin dalam penyampaian beliau lewat membaca kitab ilmu dan kitab hadist yang diselingi lantunan sholawat dengan menggunakan alat musik hadroh. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui dan memahami lebih dalam sosok seorang ulama yang telah mengajak dan memanggil umat Islam agar kembali ke jalan Allah SWT dan Rasulullah SAW, dengan cara yang baik dan benar sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadits yang dituangkan ke dalam skripsi dengan judul “Metode Dakwah Ustadz Muhsin Pada Jama’ah Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii Cawang”. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Pada uraian latar belakang di atas dapat dipahami bahwa pembatasan masalah hanya pada Metode Dakwah Ustadz Muhsin pada Jama’ah Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii Cawang. Penelitian ini dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan Juni. Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Metode dakwah apa yang digunakan Ustadz Muhsin pada jama’ah Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii?
6
b. Bagaimana penerapan Metode Dakwah Ustadz Muhsin pada jama’ah Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui metode dakwah apa yang digunakan oleh Ustadz Muhsin pada jama’ah Majelis Ta’lim Imdadil Mustawafii. b. Untuk mengetahui penerapan Metode Dakwah Ustadz Muhsin pada Jamaah Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii. 2. Manfaat Penelitian a. Segi Akademis Kegunaan penelitian ini secara akademis yaitu sebagai bahan informasi dan pengembangan konsep Islam, sekaligus untuk menambah wawasan dan masukan bagi para pelaku dakwah (khususnya pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi) agar dapat melakukan kegiatan dakwahnya dengan lebih baik lagi. b. Segi Praktis Untuk dapat menambah wawasan bagi para pemikir dakwah maupun pihak masyarakat dalam mengemas pesan dakwah. Dan diharapkan pula, dengan adanya penelitian ini dapat menjadi tolak ukur serta perbandingan yang baik dalam bidang dakwah.
7
D. Tinjauan Pustaka Sebelum melakukan penelitian ini, penulis melakukan observasi terhadap penelitian terdahulu yang mempunyai kemiripan dengan penelitian yang akan penulis lakukan. Skripsi tersebut antara lain adalah : 1. “Metode Dakwah Pada Rubrik Sentuhan Kalbu Dalam Majalah Al-Kisah Edisi April-Juli 2008”. Penelitian ini dilakukan oleh Hery Romadhona, mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam tahun 2011. Pada penelitian ini ia membahas metode dakwah melalui majalah yang di dalamnya mengandung pesan-pesan aqidah, syariah, dan akhlak.4 2. “Metode Dakwah Forum Arimatea Dalam Menyampaikan Dakwah Islam”. Penelitian ini dilakukan oleh Sri Widiastutik, mahasiswi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam tahun 2008. Pada penelitian ini ia membahas metode dakwah melalui forum diskusi dan tanya jawab mengenai dakwah Islam.5 3. “Metode Dakwah Yusuf Manyur”. Penelitian ini dilakukan oleh Agus Salim Wahid, mahasiswa Jurusan Komunikasin dan Penyiaran Islam Tahun 2007. Pada penelitian ini ia membahas mengenai metode dakwah Yusuf Mansyur mengenai konsep sedekah, wisata hati, dan mengenai penerapan metode dakwah Yusuf Mansyur.6
4
Hery Romadhona, Metode Dakwah Pada Rubrik Sentuhan Kalbu Dalam Majalah AlKisah Edisi April-Juli 2008. (Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011). 5 Sri Widiastutik, Metode Dakwah Forum Arimatea Dalam Menyampaikan Dakwah Islam. (Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008). 6 Agus Salim Wahid, Metode Dakwah Yusuf Mansyur. (Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007).
8
Dari sekian judul skripsi yang tertera di atas, secara teori memang mengangkat teori yang sama. Namun, yang membedakan dari penelitian ini adalah objek dan subjek yang akan diteliti oleh penulis.
E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.7 Pendekatan kualitatif ini digunakan karena bersifat luwes, sangat rinci, tidak rumit dalam mendefinisikan suatu konsep, serta memberikan kemungkinan bagi perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar, menarik, dan unik yang terjadi di lapangan.8 Dengan menggunakan pendekatan deskriptif ini, data yang telah diperoleh dari penelitian (berbentuk tulisan atau lisan) dipaparkan atau digambarkan dalam sebuah tulisan ilmiah. 2. Subjek dan Objek Subjek penelitian adalah sumber-sumber tempat memperoleh keterangan, sedangkan objek penelitian adalah sesuatu yang diteliti.9 Subjek penelitian ini adalah pimpinan majelis ta’lim, pengurus dan jama’ah yang mengaji di Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii. Sedangkan 7
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), h. 138. 8 Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada, 2003), Cet. Ke-2 h. 39. 9 Tatang M. Arifin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta; Rajawali Press, 1968)
9
yang menjadi objek penelitiannya adalah metode dakwah yang dilakukan ustadz Muhsin pada jama’ah Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii. 3. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama bulan April – Juni 2014 bertempat di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii yang beralamat di Jalan Dewi Sartika Gang Masjid Bendungan RT. 003/RW. 010 No. 29 Cawang, Jakarta Timur. 4. Tahapan Penelitian a. Pengumpulan Data 1) Wawancara Wawancancara yaitu pengumpulan dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada responden dan jawaban-jawaban tersebut dicatat atau direkam dengan alat perekam (tape recorder).10 Dalam penelitian ini peneliti mewawancarai pimpinan Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawi, yaitu ustadz Muhsin. 2) Observasi Observasi merupakan prosedur sistematis untuk mengetahui gejala-gejala yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti melalui pengamatan dari dekat dengan harapan akan memperoleh suatu
kelengkapan
data.11
Observasi
ini
dilakukan
untuk
mendapatkan kelengkapan data-data yang berkaitan dengan
10
Irwana Soehartono, Metodologi Penelitian Sosial Suatu Tehknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu-ilmu Sosial, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004), h. 68. 11 Syamsir Alam, Pedoman Penulisan Skripsi Diktat Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta, (Jakarta: 2003), h. 17.
10
penelitian ini. Adapun dalam hal ini peneliti melakukan observasi di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii Cawang, Jakarta Timur. 3) Dokumentasi Dokumentasi adalah studi dokumen berupa data tertulis yang mengadung keterangan dan penjelasan serta pemikitan tentang fenomena yang aktual.12 Dokumentasi dalam hal ini dikumpulkan file-file dan dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini, serta data-data berupa arsip dari Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawi. Guna untuk melengkapi data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini. b. Pengolahan Data Dilakukan dengan cara mengklasifikasi atau mengkategorikan data berdasarkan beberapa tema sesuai dengan fokus penelitian. Pengolahan data tidak harus dilakukan setelah data terkumpul bersamaan dengan analisis data setelah data terkumpul. Adapun penulisan ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” tahun 2007 yang diterbitkan oleh CeQDA (Centre for Quality Development and Assurance). c. Analisis Data Dalam menganalisa data peneliti menggunakan analisis deskriptif. Di mana peneliti mengungkapkan data dan fakta secara
12
Nurul Hidayati, Metode Penelitian Dakwah dengan Pendekatan Kualitatif, (Jakarta; UIN Jakarta Press, 2006), h. 63.
11
ilmiah tanpa sedikit pun mempengaruhi subjek maupun objek penelitian. Dalam pengolahan tersebut peneliti menggabungkan data dengan pengolahan data hasil dari observasi, wawancara, dan dokumentasi menjadi sebuah data yang bisa saling melengkapi sehingga dapat dideskripsikan.
F. Sistematika Penulisan Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai skripsi ini maka penulis akan menguraikan dalam lima bab. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut : BAB I
Pendahuluan: meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
Landasan teori: memuat tentang metode dakwah, meliputi pengertian metode, dakwah dan metode dakwah, macam-macam metode dakwah, pengertian ustadz dan jama’ah, serta pengertian majelis ta’lim berikut fungsi dan karakteristiknya.
BAB III Gambaran Umum: membahas sekilas biografi Ustadz Muhsin, mengenai perjalanan hidup, pendidikan, karya-karyanya, perjalanan dakwah dan profil Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii. BAB IV Analisis Data: meliputi hasil pembahasan penelitian tentang Metode Dakwah Ustadz Muhsin dan penerapannya pada Jama’ah Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii.
12
BAB V
Penutup: terdiri dari kesimpulan dan saran yang sudah diterangkan di bab-bab sebelumnya.
BAB II LANDASAN TEORITIS A. Metode Dakwah 1. Pengertian Metode Metode menurut bahasa berasal dari dua kata yaitu “meta” (melalui) dan “hodos” (jalan, cara).1 Dengan demikian, kita dapat artikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber yang lain menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa Jerman methodicay artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan yang dalam bahasa Arab disebut thariq. Apabila kita artikan secara bebas metode adalah cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran mencapai suatu maksud.2 Kata metode (minhaj) dalam bahasa berarti “jalan yang jelas”. Sedangkan dalam istilah, kita dapat mengartikan manhaj atau minhaj dengan “aturan dan pedoman untuk sesuatu”. Sudah alami bahwa minhaj dan syari’at itu berbilang karena ia merupakan berbagai hukum, perintah, larangan, langkah-langkah, aturan, dan jalan di satu sisi dan di sisi lain karena berkaitan dengan aspek hamba (manusia) yang kondisi dan urusannya berbeda-beda, baik waktu maupun tempat.3 Abdul Kadir Munsyi dalam bukunya “Metode Diskusi dalam Dakwah” mengartikan metode sebagai cara untuk menyampaikan sesuatu.4
1
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 61. Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 242. 3 Syekh Muhammad Abu Al-Falah Al-Bayanuniy, Ilmu Dakwah Prinsip dan Kode Etik Berdakwah Menurut Al-Qur‟an dan As-Sunnah, Terjemahan Dedi Junaedi, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2010), h. 41-42. 4 Abdul Kadir Masyi, Metode Diskusi dalam Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1981), h. 438. 2
13
14
Sedangkan dalam metodologi penelitian ilmu dakwah disebut bahwa metode adalah suatu cara untuk mencapai suatu cita-cita.5 Melihat dari berbagai pengertian diatas maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa metode dalam arti yang umum adalah suatu cara atau jalan untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Sehingga tujuan tersebut dapat dicapai dengan semaksimal mungkin. 2. Pengertian Dakwah Secara bahasa (etimologi) kata dakwah berasal dari bahasa Arab (da‟a, yadu‟u, da‟watan) yang berarti menyeru, memanggil, mengajak. Adapun pengertian dakwah menurut istilah (terminologi) adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana ke jalan yang benar sesuai perintah Allah SWT untuk kemaslahatan dan kebahagiaan dunia akhirat.6 Sedangkan menurut Kamus Istilah Fiqih, dakwah ialah ajakan atau penyampaian ajaran Islam di lingkungan umat Islam yang lengah, lalai, dan dangkal pengetahuannya tentang Islam, agar mereka sadar dari kekeliruannya, dan mempertebal ketaqwaannya kepada Allah SWT.7 Dakwah ditinjau dari segi istilah mengandung beberapa arti yang beraneka ragam. Dalam hal ini banyak ilmuwan dakwah yang memberikan pengertian atau definisi terhadap istilah dakwah. Berikut ini penulis mengutip beberapa definisi, antara lain : Pandangan Prof. Dr. M. Quraish Shihab tentang dakwah ialah seruan atau ajakan kepada kesadaran atau keinsafan atau usaha mengubah
5
Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1997), h. 59. Toha Yahya Umar, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Wijaya, 1998), Cet. Ke-3, h. 1. 7 M. Abdul Mujieb, Mabruri Thalhah, dan Syafi’ah A.M, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994), h. 55-56. 6
15
situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.8 M. Arifin dalam buku “Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi” menyatakan bahwa dakwah adalah suatu kajian dalam seruan, baik dengan lisan, tulisan serta tingkah laku yang dilakukan secara sadar dan berencana untuk mempengaruhi orang lain agar timbul suatu pengertian, kesadaran, penghayatan serta pengamalan ajaran agama tanpa adanya unsur paksaan.9 Menurut Drs. Didin Hafifuddin, dakwah adalah proses yang berkesinambungan yang ditangani para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah SWT dan secara bertahap menuju kehidupan yang Islami.10 DR. Wardi Bachtiar berpendapat dakwah adalah suatu proses upaya mengubah sesuatu situasi kepada situasi yang lebih baik sesuai ajaran Islam, atau proses mengajak manusia ke jalan Allah SWT yaitu AlIslam.11 Syeikh Ali Makhfuz mengemukakan bahwa dakwah adalah mendorong manusia agar memperbuat kebaikan dan menurut petunjuk, menyeru mereka berbuat kebajikan dan melarang mereka dari perbuatan mungkar, agar mereka mendapat kebahagiaan daunia dan akhirat.12
8
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1999), Cet. Ke-19, h. 194. 9 M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (jakarta:Bumi Aksara, 1993), h. 6. 10 Didin Hafifuddin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h. 77. 11 Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, h. 31. 12 Syeikh Ali Makhfuz, Hidayat al Mursyidin, Terjemahan Chodijah Nasution, (Yogyakarta: Tiga A, 1970), h. 17.
16
Hamzah Yaqub dalam bukunya “Publisistik Islam” mengatakan bahwa dakwah adalah mengajak manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah SWT dan Rasul-Nya.13 Menurut S.M. Nasaruddin Latif, dakwah adalah usaha atau aktivitas dengan lisan atau tulisan dan lainnya yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah SWT sesuai dengan garis-garis aqidah syari’at dan akhlak Islamiyah.14 Syekh Muhammad Abu Al-Fatah Al-Bayanuniy mengemukakan dakwah adalah penyampaian Islam kepada manusia, mengajarkannya kepada mereka dan merealisasikannya dalam kehidupan nyata.15 Dari berbagai pengertian atau definisi diatas menunjukkan bahwa dakwah adalah salah satu cara untuk menyeru atau mengajak kepada kebaikan. Karena hal ini sudah dilakukan sejak lama oleh para sahabat, tabi‟in, tabi‟in-tabi‟in dan hingga sekarang dilanjutkan oleh para ulama, bahkan cara-cara yang dipakai pun oleh para sahabat dan yang lainnya sebelum kita tidak jauh berbeda. Sehingga dakwah mereka untuk mengajak manusia ke jalan Allah SWT dan mengikuti sunah-sunah Rasulullah saw sangatlah baik dan berhasil. 3. Pengertian Metode Dakwah Didalam melaksanakan suatu kegiatan dakwah, metode dakwah sangatlah penting. Metode dakwah ialah ilmu yang mempelajari
13
Hamzah Yaqub, Publisistik Islam, (Bandung: CV. Diponogoro, 1973), h. 49. Nasaruddin Latif, Teori dan Praktek Dakwah Islamiyah, (Jakarta: Firma Dara, 1979), h. 11 15 Syekh Muhammad Abu Al-Falah Al-Bayanuniy, Ilmu Dakwah Prinsip dan Kode Etik Berdakwah Menurut Al-Qur‟an dan As-Sunnah, h. 35. 14
17
bagaimana cara berkomunikasi secara langsung dan mengatasi kendalakendalanya. Sumber-sumber pokok metode dakwah yang dijadikan pegangan antara lain Al-Qur’an, Hadits, sirah (sejarah) dari salafus shalih dari kalangan sahabat, tabi‟in dan atbaat tabi‟in, serta iman.16 Menurut Wahidin Saputra, metode dakwah (Thariqah al-Dakwah) ialah cara atau strategi yang harus dimiliki seorang da’i, dalam melaksanakan aktivitas dakwahnya.17 Toto Tasmara berpendapat bahwa metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan seseorang da’i (komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.18 Syekh Muhammad Abu Al-Fatah Al-Bayanuniy mengatakan metode dakwah adalah suatu objek yang meliputi langkah-langkah dakwah dan aturannya yang telah digariskan.19 Pandangan Said bin Ali Al-Qahtani tentang metode dakwah ialah ilmu yang mempelajari bagaimana cara berkomunikasi secara langsung dan kendala-kendalanya.20 Dari definisi diatas, bisa ditarik kesimpulan bahwa metode dakwah adalah cara penyampaian materi dakwah yang digunakan oleh da’i dalam menyampaikan materi dan juga salah satu cara dalam menyampaikan seruan. Metode dakwah juga merupakan salah satu unsur terpenting agar 16
Said bin Ali Al-Qahtani, Dakwah Islam Dakwah Bijak, Terjemahan Masykur Hakim dan Ubaidillah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h. 101. 17 Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, h. 9. 18 Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gema Media Pratama, 1997), h. 7. 19 Syekh Muhammad Abu Al-Falah Al-Bayanuniy, Ilmu Dakwah Prinsip dan Kode Etik Berdakwah Menurut Al-Qur‟an dan As-Sunnah, h. 31. 20 Said bin Ali Al-Qahtani, Dakwah Islam Dakwah Bijak, h. 101.
18
mencapai tujuan dakwah yang efektif dan efesien. Sehingga mad’u dapat lebih mudah menerima pesan yang disampaikan oleh da’i. Harus dipahami juga bahwa metode dakwah adalah cara bagaimana seorang da’i bisa menempatkan posisi ketika menyampaikan pesan-pesan dakwahnya sesuai dengan pendengar (mad‟u) yang sedang dan akan dihadapi. Oleh karena itu, seorang da’i diharapkan dapat mengetahui latar belakang mad’u sebelum menyampaikan materinya.
B. Macam-macam Metode Dakwah Pada prinsipnya metode dakwah berpijak pada dua aktivitas, yaitu aktivitas bahasa lisan/tulisan dan aktivitas badan. Aktivitas lisan dalam menyampaikan pesan dapat berupa metode ceramah, diskusi, dialog, nasehat, ta’lim, peringatan, dan lain-lain. Aktivitas tulisan berupa penyampaian pesan dakwah melalui berbagai media massa cetak, seperti buku, majalah, buletin, koran, dan lainnya. Sedangkan aktivitas badan dalam menyampaikan pesan dakwah dapat berupa berbagai aksi amal sholeh, diantaranya tolong-menolong melalui materi, lingkungan, penataan organisasi, atau lembaga-lembaga keislaman. Dalam membahas metode dakwah ini, terdapat beberapa kerangka dasar metode dakwah yang terkandung dalam firman Allah SWT di surat AnNahl ayat 125 :
19
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl : 125) Berdasarkan kandungan ayat diatas maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa dalam dakwah terdapat tiga macam metode, yaitu : 1. Metode Al-Hikmah Kata al-hikmah mempunyai banyak pengertian. Pengertianpengertian yang dikemukakan para ahli bahasa maupun Al-Qur’an tidak hanya menyangkut pemaknaan eksistensinya. tetapi juga pemaknaan dalam konsepnya sehingga pemaknaan lebih luas dan bervariasi. Dalam kamus dan beberapa kitab tafsir kata al-hikmah diartikan: al-„adl (keadilan), al hilm (kesabaran dan ketabahan), an-nubuwwah (kenabian), al-„ilm (ilmu pengetahuan), al-Qur’an, falsafah, kebijakan, pemikiran atau pendapat yang baik, al-haq (kebenaran), meletakkan sesuatu pada tempatnya, kebenaran sesuatu dan mengetahui sesuatu yang paling utama dengan ilmu yang paling utama.21 Selain itu, kata hikmah sering kali diterjemahkan dalam pengertian bijaksana, yaitu suatu pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak objek dakwah mampu melaksanakan apa yang didakwahkan atas kemauannya sendiri, sehingga tidak merasakan adanya paksaan, konflik, maupun rasa tertekan. Adapun definisi dakwah secara umum adalah ketepatan dalam perkataan,
perbuatan,
keyakinan
serta
melakukan
sesuatu
pada
tempatnya.22 Kata-kata hikmah diyakini dapat memberikan motivasi serta dampak psikologis yang mengarahkan seseorang kepada satu tujuan. Motivasi dapat membuat keadaan dalam diri individu muncul, terarah serta dapat membuat perilaku semakin berkualitas dan bermutu. Di dalam setiap perbuatan manusia, sudah pasti terdapat motivasi yang melatar 21
Asep Muhiddin, Dakwah Dalam Perspektif Al-Qur‟an: Study Kritis atas Visi, Misi, dan Wawasan, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002), h. 163. 22 Siti Muriah, Metode Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), h. 29.
20
belakanginya sebagai landasan kenapa perbuatan itu dilakukan. Dan motivasi yang positif akan mengarahkan seseorang menuju kesuksesan hidup di dunia dan di akhirat kelak.23 Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hikmah dalam dunia dakwah mempunyai posisi yang sangat penting, yaitu dapat menentukan sukses tidaknya dakwah. Dalam menghadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikan, strata sosial, dan latar belakang budaya, para da’i memerlukan hikmah, sehingga ajaran Islam mampu memasuki ruang hati para mad’u dengan tepat. Oleh karena itu, para da’i dituntut untuk mampu mengerti dan memahami sekaligus memanfaatkan latar belakangnya, sehingga ide-ide yang diterima dirasakan sebagai sesuatu yang menyentuh dan menyejukkan kalbunya.24 Atas dasar itu, seorang da’i harus pintar dan cermat sebelum melakukan ceramah di suatu tempat. Maksudnya, ketika seorang da’i ingin berceramah
atau
melakukan
ceramahnya,
da’i
haruslah
selalu
memerhatikan realitas yang terjadi pada mad’unya, baik dari tingkat intelektual, strata, sosial, psikologis dan sebagainya. Semua itu menjadi acuan yang harus dipertimbangkan. 2. Metode Al-Mau’idzah Al-Hasanah Secara bahasa, mau‟idzah hasanah terdiri dari dua kata, yaitu mau‟idzah dan hasanah. Kata mau‟idzah berasal dari kata wa‟adzaya‟idzu-wa‟dzan-„idzatan yang berarti; nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan, sementara hasanah merupakan kebalikkan fansayyi‟ah yang artinya kebaikan lawannya kejahatan.25 Kata hasanah (baik) adalah lawan sayiah (buruk), maka mauizhah terkadang bersifat baik dan terkadang buruk sesuai dengan apa yang
23
Abdul Qadir Umar Mauladdawilah, Secangkir Hikmah, (Malang: Pustaka Basma, 2010), Cet. Ke-2, h. ix. 24 Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, h. 247. 25 Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 251.
21
dinasihatkan manusia dan diperintahkannya serta sesuai dengan cara (gaya bahasa) si pemberi nasihat.26 Adapun pengertian secara istilah, ada beberapa pendapat antara lain: Ali Mustafa Yaqub menyatakan bahwa mau‟idzah hasanah adalah ucapan yang berisi nasehat-nasehat yang baik dimana ia dapat bermanfaat bagi orang yang mendengarkannya, atau argumen-argumen yang memuaskan sehingga pihak audiens dapat membenarkan apa yang disampaikan oleh subjek dakwah.27 Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh Drs. Wahidin Saputra adalah sebagai berikut: “Al-Mau‟izhah al-Hasanah” adalah (perkataan-perkataan) yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberika nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan Al-Qur‟an.28 Mau‟idzah hasanah dalam penyampaiannya dapat melalui beberapa bentuk, antara lain dalam bentuk kisah-kisah umat terdahulu, dalam bentuk peringatan atau dalam bentuk berita gembira, dalam bentuk pelukisan surga dan penghuninya, serta neraka dan penghuninya dalam bentuk ungkapan perumpamaan dalam mencari kesamaan.29 Adapun dakwah yang
26
Syekh Muhammad Abu Al-Falah Al-Bayanuniy, Ilmu Dakwah Prinsip dan Kode Etik Berdakwah Menurut Al-Qur‟an dan As-Sunnah, Terjemahan Dedi Junaedi, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2010), h. 327-328. 27 Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), h. 121. 28 Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, h. 251. 29 H.M. Masyhur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, (Yogyakarta: Al Amin Press, 1997), h. 29.
22
dapat dikategorikan ke dalam metode mau‟idzah hasanah antara lain silaturrahim (kunjungan keluarga), pengajian berkala di masjid, majlis ta’lim, ceramah umum, tabligh, dan sebagainya. Jadi bisa kita simpulkan mau‟idzah hasanah ialah ungkapan yang mengandung banyak unsur, antara lain unsur pendidikan, pengajaran, bimbingan, peringatan, kisah-kisah, berita gembira, wasiat dan sebagainya. yang bisa kita jadikan sebagai pegangan hidup atau pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan di dunia dan di akhirat kelak. 3. Metode Mujaddalah Dari segi etimologi (bahasa) lafazh mujadalah terambil dari kata “jadala” yang bermakna memintal, melilit. Apabila ditambahkan Alif pada huruf jim yang mengikuti wazan faa ala, “jaa dala” dapat bermakna berdebat, dan “mujaadalah” perdebatan.30 Kata “jadala” dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya guna menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat bagaikan menarik dengan ucapan untuk meyakinkan lawannya dengan menguatkan pendapatnya melalui argumentasi yang disampaikan.31 Dari segi istilah (terminologi) mujaddalah berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya perumusan diantara keduanya.32
30
KH. Adib Bisri dan KH. Munawwir AF, Kamus al-Bisri, (Jakarta: Pustaka Progresif, 2000), h. 67. 31 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), h. 553. 32 Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), h. 321.
23
Apabila ada suatu perbantahan antara da’i dan mad’u, yang disebut dengan polemik, maka dapat diluruskan bantahan yang bersumber dari AlQur’an dan Al-Hadits dengan penyampaian yang baik, sehingga mad’u tersebut dapat menerimanya. Tujuan berdebat bukan untuk bertengkar dan menyakiti hati lawan, melainkan untuk meluruskan akidah yang melenceng dari aturan-aturan agama. Dari pengertian diatas maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa Al-Mujaddalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan diantara keduanya, sehingga apa-apa yang menjadi suatu permasalahan dapat ditangani dengan baik dan sesuai dari ajaran Al-Qu’ran dan hadits. C. Ustadz dan Jama’ah 1. Pengertian Ustadz Kata Ustadz berasal dari bahasa Arab yaitu “Ustadzun” artinya seorang guru laki-laki atau “Ustadzatun” yang mengandung arti seorang guru perempuan.33 Realita yang ada sekarang di Indonesia, kata “ustadz” digunakan sebagai julukan seorang laki-laki yang terlihat alim, rajin ke masjid atau musholla baik untuk mengikuti shalat berjama’ah maupun mengikuti pengajian rutin. Julukan ustadz terkadang juga digunakan kepada seseorang yang dapat membaca Al-Qur’an dengan fasih dan merdu, memimpin do’a baik 33
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wadzuriyah, 1989), h. 40.
24
berdo’a setelah shalat maupun selepas kegiatan keagamaan seperti tahlillan, syukuran, selamatan dan lain sebagainya. Ada juga Julukan Ustadz diberikan kepada guru, baik guru TPA, guru Privat, maupun guru-guru agama di SD, SLTP, SMA, dan Perguruan Tinggi (jika dilihat dari segi arti). Secara sosiologi siapa saja dapat menjadi seorang ustadz. Namun dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, yaitu mempunyai pengetahuan yang lebih terhadap agama Islam dengan mengamalkan serta dapat memberikan pemahaman kepada orang lain. Akan tetapi yang dimaksud dalam hal ini, julukan ustadz lebih tepat jika diberikan kepada seorang guru yang ahli atau memahami ilmu agama baik secara dasar maupun mendalam sampai ke akar-akarnya, serta mengamalkan di dalam kehidupannya dan mengajarkannya kepada orang lain tanpa kenal lelah. 2. Pengertian Jama’ah Jama’ah secara bahasa diambil dari kata dasar “jama‟a” yang artinya mengumpulkan sesuatu, dengan mendekatkan sebagian dengan sebagian yang lain. Dan kata tersebut berasal dari kata ijtima’ (perkumpulan), yang merupakan lawan kata dari tafarruq (perceraian) dan juga lawan kata dari furqah (perpecahan).34 Pengertian jama’ah secara istilah (terminologi) yaitu kelompok kaum muslimin, dan mereka adalah pendahulu ummat dari kalangan para sahabat, tabi’in dan orang-orang yang mengikuti jejak kebaikan mereka 34
Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari, “Pengertian Jama’ah”, artikel diakses pada 30 Agusutus 2014 dari http://armyx7.blogspot.com/2008/06/defnisi-ahlus-sunnah-wal-jamaah.html
25
sampai hari kiamat, dimana mereka berkumpul berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dan mereka berjalan sesuai dengan yang telah ditempuh oleh Rasulullah SAW baik secara lahir maupun batin.35 Istilah jama’ah mempunyai arti yang berbeda-beda sesuai dengan konteks kalimat dan kaitannya. Pertama, dikaitkan dengan kata “ahlu sunnah” sehingga menjadi ahlu sunnah wal jama’ah, yang berarti golongan yang mengikuti sunah dan tradisi Nabi Muhammad SAW serta berada dalam kumpulan kaum muslim. Kedua, istilah jama’ah dikaitkan dengan ijma’ sebagai sumber hukum. Ijma’ merupakan hasil kesepakatan jama’ah dalam suatu masalah yang di dalamnya terdapat silang pendapat. Ketiga, istilah jama’ah dengan imam atau pemimpin, yang berarti komunitas kaum muslimin (jama’ah) yang dipimpin seorang imam. Istilah jama’ah juga berkaitan dengan masalah shalat, terutama dalam pelaksanaan shalat jum’at yang harus mencukupi jumlah 40 orang. Sehingga jika jumlah ini tidak terpenuhi, maka shalatnya tidak sah. Mazhab-mazhab lain berpendapat bahwa jika pengertian jama’ah telah terpenuhi – ditinjau dari segi jumlahnya, tiga orang atau lebih, termasuk imam – maka sholat jum’at sah. Hal ini disebutkan arti dari istilah jama’ah itu sendiri, yaitu jamak, banyak, atau lebih dari tiga orang.36 Namun yang dimaksud jama’ah di sini yaitu suatu kumpulan atau sekelompok
orang
yang
berkumpul
untuk
menyaksikan
atau
mendengarkan tentang ilmu-ilmu agama yang diberikan oleh seorang ustadz atau ustadzah. 35
Al-Atsari, “Pengertian Jama’ah”. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam; Jemaah, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), Jilid 2, h. 310-311. 36
26
D. Majelis Ta’lim 1. Pengertian Majelis Ta’lim Majelis ta’lim menurut bahasa terdiri dari dua kata yaitu “majlis” dan “ta‟lim” yang keduanya berasal dari bahasa Arab. Kata majlis dalam bahasa Arab berasal dari kata “jalasa, yajlisu, majlisan” yang artinya duduk.37 Sedangkan kata ta’lim dalam bahasa Arab berasal dari akar kata “a‟lama, ya‟lamu, ta‟liman” yang berarti mengajar.38 Ada beberapa pendapat dari segi istilah definisi majelis ta’lim diantaranya adalah sebagai berikut : Dr. Hj. Tutty Alawiyah As, dalam karangan yang berjudul “Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Ta’lim” mendefinisikan majelis ta’lim sebagai berikut majelis dipelihara, dikembangkan, dan didukung oleh anggotanya. Oleh karena itu, majelis ta’lim merupakan wadah masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.39 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian majelis ta’lim yaitu pertemuan dan perkumpulan orang banyak atau bangunan tempat orang berkumpul.40 Di dalam musyawarah majelis ta’lim se-DKI Jakarta telah diberikan tentang pengertian majelis ta’lim, yaitu lembaga pendidikan non
37
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hila Karya Agung, 2000), h. 98. Asad M. Kalali, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), Cet. Ke-2, h. 8. 39 Tutty Alawiyah, Strategi Dakwah di Lingkungan Majlis Ta‟lim, (Bandung: Mizan, 1997), h. 75. 40 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet. Ke-3, h. 8 38
27
formal Islam yang memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur, diikuti oleh jama’ah yang relatif banyak dan bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan seseorang dan antara manusia dengan lingkungan, dalam rangka membina masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT.41 Dalam prakteknya, majelis ta’lim merupakan tempat pangajaran atau pendidikan agama Islam yang paling fleksibel dan tidak terikat oleh waktu. Majelis ta’lim bersifat terbuka terhadap segala usia, lapisan atau strata sosial, dan jenis kelamin. Waktu penyelenggaraannya pun tidak terikat, bisa pagi, siang, sore, atau malam. Tempat pengajarannya pun bisa dilakukan dirumah, masjid, mushlla, gedung, aula, halaman, dan sebagainya. Selain itu majelis ta’lim memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai
lembaga
dakwah
dan
lembaga
pendidikan
non-formal.
Fleksibilitas majelis ta’lim inilah yang menjadi kekuatan sehingga mampu bertahan dan merupakan lembaga pendidikan Islam yang paling dekat dengan umat (masyarakat). Majelis ta’lim juga merupakan wahana interaksi dan komunikasi yang kuat antara masyarakat awam dengan para mualim, dan antara sesama anggota jamaah majelis ta’lim tanpa dibatasi oleh tempat dan waktu. Dengan berpedoman beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa majelis ta’lim adalah sebuah lembaga yang dijadikan sebagai
41
Nurul Huda, Pedoman Majlis Taklim, (Jakarta: KODI DKI Jakarta, 1990), Cet. Ke-2, h. 5.
28
wadah pendidikan Islam non-formal yang dapat berdiri sendiri dan memiliki tujuan untuk merealisasikan ajaran Islam dalam kehidupan sosial masyarakat dan mempunyai program pengajaran tersendiri, dalam rangka membina dan mengembangkan kualitas kehidupan seorang muslim dengan berpedoman pada ajaran Islam demi terciptanya kehidupan yang lebih baik dan bahagia, baik di dunia maupun di akhirat kelak. 2. Fungsi Majlis Ta’lim Adapun fungsi majelis ta’lim itu sendiri sebagai lembaga pendidikan non-formal adalah sebagai berikut : a. Membina dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT. b. Sebagai taman rekreasi rohaniah, karena penyelenggaraannya yang santai. c. Sebagai ajang berlangsungnya silaturahmi massal yang dapat menghidup suburkan dakwah dan ukhuwah Islamiyah. d. Sebagai sarana dialog berkesinambungan antara ulama dan umat. e. Sebagai
media
penyampaian
gagasan
yang
bermanfaat
bagi
pembangunan umat dan bangsa pada umumnya.42 3. Karakteristik Majelis Ta’lim Adapun karakterisitk majelis ta’lim adalah sebagai berikut : a. Badan yang mengurusi kegiatan pendidikan secara berkesinambungan. b. Seorang atau lebih guru/ustadz/kyai yang memberikan pelajaran secara rutin dan berkesinambungan. 42
http://www.referensimakalah.com/2012/05/fungsi-dan-peran-majelis-taklim_6040.html.
29
c. Peserta atau jamaah dalam relatif banyak yang secara terus menerus mengikuti pelajaran. d. Kurikulum baik dalam bentuk buku atau kitab, pedoman atau rencana pelajaran yang terarah. e. Kegiatan pendidikan secara teratur dan berkala. f. Tempat tertentu yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan, baik secara tradisional atau sederhana maupun secara modern, maka lembaga tersebut dapat disebut majelis ta’lim.43
43
Ismet Firdaus, Lisma Dyawati Fuaida, Nurkhayati, Ahmad Zaky, Pengalaman Al-Qur‟an Tentang Pemberdayaan Dhua‟fa, (Jakarta: Dakwah Press), h. 83-84.
BAB III PROFIL USTADZ MUHSIN DAN MAJELIS TA’LIM IMDADIL MUSTAFAWII
A. Biografi Ustadz Muhsin Muhammad Ihsan atau biasa dipanggil dengan Muhsin dalam kesehariannya adalah seorang ustadz/da‟i atau pengajar asli Jakarta. Beliau dilahirkan di Jakarta tepatnya pada tanggal 23 Desember 1966. Ayahanda beliau bernama H. Muhammad Said (Almarhum). Sedangkan Ibundanya bernama Siti Suryani.1 Beliau adalah putra pertama dari 11 bersaudara, diantaranya A. Fauzi, Latifah, Abdul Majid, Chodijah, Faridah, Abdur Rohim, Ali, Taufiq, Hidayah, dan Mahmud. Tetapi tiga dari sepuluh saudara kandung beliau sudah meninggal dunia saat masih belia. Mereka adalah Taufiq, Hidayah, dan Mahmud.2 Dalam mengarungi bahtera rumah tangga, ustadz Muhsin didampingi oleh istri beliau yang selalu setia, yaitu Aminah binti Asmawi. Umi Aminah adalah kelahiran Jakarta pada tanggal 20 Juli 1966. Ustadz Muhsin menikah pada umur yang sama dengan isterinya, yaitu saat umur 22 tahun dan menikah pada tanggal 30 September 1990. Dalam pernikahannya, beliau dikaruniai 4 buah hati tercinta, yaitu Fatimah, Muhammad, Ruqoyyah, dan Husin.3
1 2 3
Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhsin, Jakarta, 18 April 2014. Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhsin, Jakarta, 18 April 2014. Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhsin, Jakarta, 18 April 2014.
30
31
Anak sulung beliau adalah Fatimah. Ia lahir di Jakarta pada tanggal 24 Juni 1992. Di usia 6 tahun, ia mengenyam pendidikan di SDN 04 Pagi Cawang. Setelah tamat, ia langsung melanjutkan ke Pondok Pesantren Darul Lughah wa Da‟wah. Tidak puas disitu saja, ia lalu melanjutkan lagi ke Pondok Pesantren Darul Maliki pimpinan Ustz. Amiroh bin Jindan di Perbantukan dan setelah tamat ia langsung mengabdi disana hingga sekarang. Muhammad, anak kedua ustadz Muhsin, kelahiran 31 Maret 1996, tidak berbeda jauh dengan kakaknya. Ia juga belajar di SDN 04 Pagi Cawang. Setamatnya di SDN 04, ia langsung melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Al-Khairat Bekasi hingga sekarang. Rogayah adalah anak ketiga ustadz Muhsin yang lahir pada tanggal 18 April 1999. Ia mengikuti kedua kakaknya yang mengenyam pendidikan di SDN 04 Pagi Cawang juga. Setelah tamat, ia dimasukkan oleh ustadz Muhsin ke Pondok Pesantren Darul Maliki yang mana disitu ada anak pertama beliau yang sudah mengabdi. Dan beliau menitipkan Rogayah kepada kakaknya disana. Dan anak beliau yang terakhir ialah Husin. Ia lahir pada tanggal 8 April 2003. Berbeda dari kakak-kakaknya, ia tidak sempat sekolah di Sekolah Umum namun ia langsung dimasukkan ke Pondok Pesantren Dar‟inat di Galuk untuk menuntut ilmu disana. Pada saat ini beliau tinggal di Jalan Dewi Sartika Gang Masjid Bendungan RT. 003/RW. 010 No. 29 Cawang, Jakarta Timur. Namun sebelum tinggal di Jalan Dewi Sartika, beliau tinggal di Cawang Kapling atau yang dikenal saat ini dengan Cawang Baru.4
4
Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhsin, Jakarta, 18 April 2014.
32
Ustadz Muhsin lahir dari keluarga yang bisa dibilang cukup agamis karena kedua orangtua beliau merupakan asli dari Jakarta yang sangat kental dengan adat ketimuran. Bagi mereka pendidikan agama adalah pendidikan utama dalam mendidik anak-anaknya. Dengan menanamkan ilmu agama dari sejak kecil, beliau dapat paham dan berusaha agar tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan agama. Oleh karenanya, beliau selalu ditempatkan di dalam pendidikan yang bersyariat Islamiyah, seperti di MHI (Madrasah Hayatul Islamiyah) dan Pondok Pesantren. Hal ini juga beliau terapkan dalam keluarganya sendiri, beliau sangat konsisten dan disiplin dalam mendidik anak-anaknya. Beliau juga selalu menekankan kepada putra-putrinya untuk menguasai berbagai disiplin ilmu, dan menuntut ilmu kepada banyak guru khususnya ilmu agama. Sebab ilmu yang dimilikinya tidak dapat diwariskan. Pada masa kecilnya, ustadz Muhsin tidak jauh berbeda dengan kebanyakan anak-anak pada umumnya. Beliau juga bermain dengan temantemannya, seperti bermain bola, bermain tebak-tebakan dan lain sebagainya. Namun di umur yang masih relatif muda, beliau mempunyai kesenangan yang berbeda dari kebanyakan anak-anak lainnya, yaitu beliau sudah senang dalam membaca Al-Qur‟anul Karim, menghafal hadits-hadits, membaca buku-buku Islami, mempelajari buku-buku salaf dan lain sebagainya. Kesenangankesenangan inilah yang membuat beliau akhirnya menjadi seorang da‟i seperti sekarang ini.5
5
Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhsin, Jakarta, 18 April 2014.
33
Sampai remaja pun, ustadz Muhsin juga banyak menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu dan mengaji, baik di Pondok Pesantren maupun di majelis-majelis ta‟lim yang ada di Jakarta. Beliau sering mengaji di Majelis Ta‟lim Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi di Kwitang, Majelis Ta‟lim Habib Abdullah bin Husein Syami Al-Atthas di Harmoni, dan Majelis Ta‟lim Habib AbdulQodir bin Muhammad Al-Haddad di Condet. Berbeda dengan anak-anak remaja pada umumnya, yang kebanyakan mereka masih memikirkan akan kesenangan dunia saja tanpa memikirkan amal apa yang akan mereka bawa di akhirat kelak. Kegiatan ustadz Muhsin dalam menuntut ilmu dan mengaji masih terus berlanjut hingga sekarang walaupun sudah berumah tangga. Hal inilah yang membuktikan konsistensi beliau dalam menuntut ilmu patut semua kita tiru. Beliau adalah orang yang sangat tekun dan berdisiplin tinggi dalam mempelajari ilmu-ilmu agama, sehingga beliau sangat ingin mengembangkan dan memajukan ajaran agama Islam di masyarakat luas, khususnya di masyarakat sekitar beliau tinggal. Ilmu agama yang beliau kuasai juga sangatlah luas, sebagaimana
Al-Allamah
Assayidil
Walid Al-Habib
Abdurrahman bin Ahmad Assegaf yang juga salah satu guru beliau mengatakan, “Ilmu itu laksana lautan dan tak akan ada yang mengenalnya kecuali orang-orang yang masuk didalamnya”.6 Beliau juga dikenal sebagai orang yang sangat tawadhu’ (rendah hati), ramah terhadap semua orang, tidak senang dengan ketenaran ( popularitas ) serta adab dan akhlak beliau yang sangat tinggi dan luhur.7 6
Abdul Qadir Umar Mauladdawilah, Secangkir Hikmah, (Malang: Pustaka Basma, 2010), Cet. Ke-2, h. 162. 7 Wawancara dengan Muhammad Tajuddin selaku tetangga juga jama‟ah, Jakarta, 18 April 2014.
34
Akhlak, ilmu dan amal beliau merupakan cerminan Ulama Salaf (orang terdahulu yang berpegang kuat kepada ajaran Rasulullah SAW) yang terdapat dalam dirinya dan menghasilkan suri tauladan yang baik untuk para jama‟ahnya yang ingin mengikuti jejak Rasulullah SAW. Jadi, itu semua terlukis dengan perilakunya dalam melaksanakan yang fardhu dan sunnah. Beliau sangat berpegang kepada Thoriqoh Salaf Alawiyin seperti yang dipegang teguh oleh kedua orangtua dan guru-guru beliau. Orang yang mengikuti salaf tidak akan salah dan tidak akan lelah karena jalan salaf mudah dan lurus. Thariqah mereka adalah mengisi dan membagi waktu serta mengaturnya dengan berbagai ibadah, Majelis-majelis ilmu dan pendidikan akhlak, pembacaan wirid-wirid dan hizib-hizib. 8 Para salaf dari kaum Alawiyyin maupun lainnya mendidik penuntut ilmu untuk memiliki hati yang selamat (salimah), berprasangka baik kepada Allah SWT dan mahluk-Nya, zuhud terhadap dunia, cinta kepada akhirat, peduli pada hak-hak manusia, serta menghargai ilmu, ulama, wali, dan kaum muslimin. Mereka melindungi hati dan pendengaran para penuntut ilmu dari segala sesuatu yang akan mengganggu dan menjauhkan mereka dari amal, juga dari segala sesuatu yang akan memalingkan hati mereka dari akhlak yang luhur dan mulia. Mereka menjaga para penuntut ilmu dari pergaulan dengan orang-orang yang berbeda paham dan dari mempelajari buku-buku yang berisi keterangan yang dapat merusak apa yang telah mereka pelajari, agar hati 8
Idrus Alwi Almasyhur, Manaqib Sepuluh Wali Quthub Keturunan Nabi Muhammad saw, (Jakarta: saRaz Publishing, 2013), Cet. Ke-3, h. 68.
35
mereka tetap bersih dan suci, jiwa mereka tenang, dan semangat mereka tertuju pada kebaikan dan semua hal yang menyebabkan kebaikan.9 Inilah yang dilakukan oleh ustadz Muhsin dalam kegiatan sehari-hari beliau yang tidak lepas dari kegiatan ibadah dan menuntut ilmu ke majelismajelis ta‟lim. Beliau selalu mengajarkan kepada para jama‟ahnya seperti apa yang telah diajarkan oleh guru-gurunya, yang kesemuanya itu adalah hal-hal kebaikan demi mencari ridho Allah SWT.
B. Latar Belakang Pendidikan dan Karya-karya Ustadz Muhsin 1. Pendidikan Ustadz Muhsin Bagi ustadz Muhsin pendidikan agama itu sangatlah penting. Itu dapat dilihat dari tempat dimana saja beliau menuntut ilmu. Selain di sekolah umum, beliau juga menuntut ilmu di beberapa Pondok Pesantren demi keinginannya untuk memperdalam ilmu agama. Setelah mengenyam pendidikan di MHI (Madrasah Hayatul Islamiyah) atau yang sekarang dikenal sebagai SDI (Sekolah Dasar Islam) di Cawang Baru selama 6 tahun.10 Beliau langsung melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Astaqofah Islamiyyah di Tebet, Jakarta Selatan, pimpinan Al-Allamah Assayidil Walid Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad bin AbdulQodir Assegaf selama 10 tahun, dari tahun 1983 sampai dengan tahun 1993. Di Atsaqofah Islamiyah beliau banyak belajar ilmu agama yang diantaranya 9
Novel Muhammad Alaydrus, Sekilas Tentang Habib Ahmad bin Hasan Al-Aththas, (Solo: Putera Riyadi, 2003), Cet. Ke-2, h. 55-56. 10 Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhsin, Jakarta, 2 Mei 2014.
36
belajar kitab fiqih, aqidah, tauhid, nahwu, sharaf. Setelah di Atsaqofah Islamiyyah, beliau juga melanjutkan ke Pondok Pesantren Al-Hawi di Condet, Jakarta Timur, pimpinan Al-Allamah Al-Habib AbdulQadir bin Muhammad bin Ahmad Al-Haddad selama 10 tahun, dari tahun 1988 sampai dengan tahun 1998.11 Pelajaran yang ustadz Muhsin pelajari di Pondok Pesantren AlHawi tidak jauh berbeda dengan yang beliau pelajari di Pondok Pesantren Atsaqofah Islamiyyah. Namun bedanya, setelah tamat dari Al-Hawi beliau melanjutkan untuk mengabdi sebagai pengajar disana sedangkan di Atsaqofah Islamiyyah beliau tidak mengabdi. Tamatnya ustadz Muhsin dari Pondok Pesantren Al-Hawi di Jakarta, beliau mempunyai keinginan untuk berziarah ke makam para wali Allah SWT di Hadramaut, Yaman Selatan dan akhirnya keinginan beliau pun tercapai. Seperti peribahasa yang mengatakan, “Sambil Menyelam Minum Air”, hal itu juga yang didapatkannya disana. Beliau disana tidak hanya mendapatkan kesempatan untuk berziarah, namun juga dapat memperdalam ilmu agama di Pondok Pesantren Rubat Tarim, walau hanya selama 6 bulan saja dibawah bimbingan guru besar disana, yaitu AlAllamah Al-Arifbillah Al-Habib Hasan bin Abdullah Asyatiri.12 Tarim juga disebut sebagai pusat pendidikan Islam. Di kota ini banyak terdapat ma’had, halaqah ta’limiyyah, dan zawiyah. Tarim
11 12
Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhsin, Jakarta, 2 Mei 2014. Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhsin, Jakarta, 2 Mei 2014.
37
menyimpan sejarah peradaban Islam sejak abad ke-4 H. Banyaknya ulama menjadikan kota Tarim sebagai kota idola bagi para penuntut ilmu serta membuktikan bahwa kota ini sangat diperhitungkan kala itu.13Disanalah ustadz Muhsin juga menimba ilmu agama di salah satu pondok pesantren tertua di Hadramaut, yaitu Rubath Tarim. 2. Karya-karya Ustadz Muhsin Karya-karya yang telah dibuat dan dicapai oleh beliau adalah bukti kecintaan beliau kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW. Karyakarya ini semuanya berisi tentang keutamaan bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun karya-karya tersebut sebagai berikut : a. Addanul Fa’iq b. Kunuzul Asror c. Natijatul Zahro d. Tuhfatul Ahyar14
C. Perjalanan Dakwah Ustadz Muhsin Perjalanan dakwah ustadz Muhsin adalah berawal dari semangat yang sangat kuat serta keinginan menggapai ridho Allah SWT. Dengan bekal pendidikan dan dukungan yang diberikan keluarga dan para gurunya, akhirnya beliau menjadi seorang da‟i yang sangat dipandang oleh masyarakat luas, khususnya masyarakat Cawang dan dari semangat inilah awal mula beliau mulai menjalankan dakwah. Beliau membuka sebuah Majelis Ta‟lim yang 13
Abdul Qadir Umar Mauladdawilah, TARIM Kota Pusat Peradaban Islam, (Malang: Pustaka Basma, 2012), h. xii. 14 Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhsin, Jakarta, 2 Mei 2014.
38
bernama Majelis Ta‟lim Imdadil Mustafawii, bertempat dikediaman beliau di Cawang. Dari sanalah perjalanan dakwah beliau hingga sampai sekarang terus berlanjut. Pada tahun 2000, saat Ustadz Muhsin memulai berdakwah, beliau memulainya dengan berpindah-pindah tempat, baik dari pintu ke pintu, masjid ke masjid dan dari mushollah ke mushollah agar ilmu itu syi‟ar (menyebar luas). Dari situlah banyak yang melihat dakwah beliau dan berminat untuk masuk dan belajar di dalam majelis ta‟lim yang beliau pimpin. Hingga sekarang ada beberapa tempat yang telah beliau hadiri di dalamnya untuk memberikan ilmu-ilmu agama kepada jama‟ah ataupun mad’u nya, yaitu di Rawajati (Kalibata), Pisangan Baru, Pisangan Lama, Kebon Nanas, Perumpung, Jalan Salak (Cawang), PWI, Kalimalang.15 Mereka yang menghadiri majelis ta‟lim ustadz Muhsin seperti telah terlupakan oleh kehidupan dunia yang mereka jalani sehari-hari, mungkin yang lapar lupa dengan kelaparannya, yang sakit hilang rasa sakitnya, yang lelah akan aktifitas pekerjaan hilang rasa lelahnya dengan tujuan yang pasti yaitu menimba ilmu, mendengar nasihat, tabarukan (mencari berkah) serta meminta do‟a dari beliau. Hal inilah yang membuktikan bahwa beliau adalah seorang da‟i yang memiliki banyak kelebihan di dalam berdakwah sehingga majelis ta‟limnya terasa sangat nyaman bagi para penuntut ilmu.16 Didalam dakwahnya, ustadz Muhsin juga selalu berbicara dengan orang lain dengan tutur kata yang lembut, halus, tidak kasar, mudah dicerna dan
15 16
Mei 2014
Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhsin, Jakarta, 9 Mei 2014. Hasil Pengamatan secara langsung di Majelis Ta‟lim Imdadil Mustafawii, Jakarta, 9
39
dipahami sehingga orang awam maupun intelektual dapat memahami dan mengambil manfaatnya. Majelis yang beliau pimpin senantiasa selalu dipenuhi dengan pembacaan kitab-kitab Fiqih, Aqidah maupun Hadits yang sangat bermanfaat. Tidak ada pembicaraan kosong yang tidak menghasilkan manfaat. Apa yang ditutur di dalam majelis hanyalah pembacaan kitab, dzikir, diskusi keagamaan, nasihat untuk jama‟ah serta ajakan untuk melakukan amal-amal shaleh.17 Selama ustadz Muhsin mensyi‟arkan ilmu-ilmu agama ke masyarakat, beliau berdakwah dengan adab dan akhlak yang mulia sehingga masyarakat menerima beliau dengan lapang dan penuh ikhlas. Cara berdakwah seperti inilah yang beliau contoh dari para guru beliau yang terus bersambung sampai ke Nabi Muhammad SAW. Dalam mendidik dan mengajar pun beliau sangat berpegang teguh pada metode para salaf, memulai dengan yang dasar, kemudian sedang, lalu yang mendalam. Pendidikan dan ajarannya pun bukan hanya lewat kata-kata yang beliau ucapkan, melainkan dengan perbuatannya yang sangat terpuji.
D. Tujuan Dakwah Ustadz Muhsin Adapun tujuan dakwah ustadz Muhsin tidak terlepas dari kondisi masyarakat saat ini yang sudah meninggalkan ajaran dan sunnah yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Adapun tujuannya adalah sebagai berikut : 1. Untuk mendapatkan ridho Allah SWT.
17
Mei 2014
Hasil Pengamatan secara langsung di Majelis Ta‟lim Imdadil Mustafawii, Jakarta, 9
40
2. Mengajak kaum muslimin khususnya para jama‟ah untuk berpegang teguh kepada Al-Qur‟an dan Hadits. 3. Mengajak para jama‟ah mendekatkan diri kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. 4. Menjalin Ukhuwah Islamiyah diantara para jama‟ahnya. 5. Menyampaikan Risalah Nabi Muhammad SAW.18 E. Profil Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii 1. Latar Belakang Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii Majelis Ta‟lim Imdadil Mustafawii adalah sebuah majelis ta‟lim yang berdiri tahun 2000. Majelis ta‟lim ini terletak di kediaman ustadz Muhsin di jalan Dewi Sartika, Gang Masjid Bendungan, Cawang, Jakarta Timur. Tepatnya majelis ini berada di rumah ustadz Muhsin sendiri, yang berfungsi juga sebagai kegiatan majelis ta‟lim dan pengajian-pengajian rutin. Dengan majelis ta‟lim di rumah ustadz Muhsin ini, mempermudah para jama‟ah untuk hadir mengikuti pelaksanaan kegiatan di Majelis Ta‟lim Imdadil Mustafawii.19 Sejarah berdirinya Majelis Ta‟lim Imdadil Mustafawii ini tidak lain tidak bukan adalah keinginan di dalam hati ustadz Muhsin agar masyarakat mau untuk hadir dan kenal dengan majelis ilmu. Karena dewasa ini, sudahlah banyak orang yang jarang menghadiri majelis-majelis ilmu dikarenakan kecintaan mereka-mereka akan dunia yang fana dan
18 19
Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhsin, Jakarta, 9 Mei 2014. Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhsin, Jakarta, 30 Mei 2014.
41
hanya sementara ini. Jikalau mereka tahu bahwa di dalam sebuah majelis ilmu itu banyak anugerah dan karunia Allah SWT, pastilah mereka akan berbondong-bondong untuk menghadirinya. Berdirinya majelis ta‟lim ini diprakarsai oleh guru ustadz Muhsin sendiri yang sangat beliau hormati dan mengaji kepadanya, yaitu AlAllamah Al-Arifbillah Al-Habib Abdullah bin Husein Syami Al-Atthas. Sedangkan yang memberikan nama dari Majelis Ta‟lim Imdadil Mustafawi ini juga adalah guru beliau, yaitu Al-Habib Muhammad bin Sholeh Al-Atthas.20 Majelis Ta‟lim Imdadil Mustafawii ini mempunyai arti pertolongan dan bantuan Rasulullah SAW. Dari pengertian Majelis diatas, sudahlah tentu majelis ta‟lim yang beliau pimpin selalu merujuk kepada Rasulullah SAW dan mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah SAW serta Majlis ta‟lim ini diberi nama Imdadil Mustafawii agar selalu yang hadir diberikan ilmu yang bermanfaat dan diberikan kemudahan untuk mengamalkannya.21 2. Visi dan Misi Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii a. Visi Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawi 1) Sebagai wadah organisasi keagamaan yang berfungsi untuk mengajak dan menyeru kaum muslimin untuk hadir di majelismajelis ilmu. 2) Sebagai wadah organisasi keagamaan yang berfungsi untuk mengajak dan menyeru kaum muslimin untuk meneladani dan mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah SAW. 20 21
Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhsin, Jakarta, 30 Mei 2014. Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhsin, Jakarta, 30 Mei 2014.
42
b. Misi Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawi 1) Melaksanakan syi‟ar agama melalui majelis ilmu. 2) Memberikan pengajaran tentang Islam secara menyeluruh. 3) Mengenalkan kisah para salafussholihin dan para wali Allah SWT. 4) Memperbanyak membaca shalawat kepada Rasulullah SAW. 3. Tujuan Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii Setiap majelis ta‟lim tentunya memiliki tujuan yang luhur dalam meningkatkan kualitas ketaqwaan dan mesyia‟rkan Islam. Tujuannya adalah berusaha menyampaikan pesan Al-Qur‟an dan Hadits serta sunnahsunnah Rasulullah SAW dalam satu wadah/perkumpulan agar mereka mengerti hukum-hukum Allah SWT dan mereka mau menjalankan perintah-Nya juga menjauhi larangan-Nya, sehingga terhindar dari adzab Allah SWT dan tujuan inilah Majelis Ta‟lim Imdadil Mustafawii menyampaikan dakwah Islam. Adapun tujuan tersebut adalah sebagai berikut : a. Untuk memperkuat keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. b. Untuk memperkenalkan sunnah-sunnah Nabi Muhammad saw agar kita memiliki akhlakul karimah. c. Untuk mengenalkan dan mempelajari kitab-kitab fiqih, aqidah, dan hadits karangan salafussholihin. d. Untuk mengajak dan menghadiri majelis-majelis ilmu agama. e. Untuk membentuk jama‟ah Majelis Ta‟lim Imdadil Mustafawii dan masyarakat menjadi umat yang melaksanakan ajaran Islam penuh dengan kesadaran.
43
f. Untuk mewujudkan rasa Ukhuwah Islamiyyah di antara jama‟ah Majelis Ta‟lim Imdadil Mustafawii dan memperat tali silaturrahim dengan masyarakat serta mempersatukan Ulama, diantaranya para Habaib, Kyai, dan Ustadz. g. Untuk menambah tempat pendidikan non-formal berupa majelis ta‟lim, guna membantu masyarakat sekitar untuk belajar (menuntut ilmu) di Majlis Ta‟lim Imdadil Mustafawii. 4. Jadwal Kegiatan Pengajian Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii Kegiatan yang ada di Majelis Ta‟lim Imdadil Mustafawii ini, pada umumnya sama seperti di majelis-majelis biasanya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Majelis Ta‟lim Imdadil Mustafawii ada di beberapa tempat. Adapun kegiatan-kegiatan yang dibuat di golongkan ke dalam tiga kategori, yaitu: a. Kegiatan Rutin (harian atau mingguan) 1) Madras di Majelis Ta‟lim Imdadil Mustafawii (Senin pagi pukul 08.00 wib sampai selesai). 2) Madras di Majelis Ta‟lim Imdadil Mustafawii (Selasa pagi pukul 08.00 wib sampai selesai). 3) Madras di Majelis Ta‟lim Imdadil Mustafawii (Sabtu pagi pukul 08.00 wib sampai selesai). 4) Pengajian kitab Fiqih, aqidah, dan hadits di Majelis Ta‟lim Imdadil Mustafawii (Jum‟at malam Sabtu pukul 20.00 wib sampai selesai). 5) Majelis Sholawat di Maqam Habib Ahmad bin Alwi Al-Haddad (Rabu pagi pukul 06.30 wib sampai selesai).
44
6) Majelis Sholawat Kitab Tanbihul Anam di Tanah Manisan (Kamis pagi pukul 06.30 sampai selesai). 7) Pengajian kitab fiqih, aqidah, dan hadits di Gang Salak, Cawang (Awal Maghrib setiap Senin malam Selasa). 8) Pengajian kitab fiqih, aqidah, dan hadits di Pisangan (Awal Maghrib setiap Minggu malam Senin). 9) Pengajian kitab fiqih, aqidah, dan hadits di Gang Ayub, Kebon Nanas (Awal Maghrib setiap Sabtu malam Minggu). b. Kegiatan Bulanan 1) Pengajian kitab fiqih, aqidah, dan hadits di Mushollah Nurul Iman, Prumpung (Kamis malam Jum‟at ke-3). c. Kegiatan Tahunan 1) Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, Jum‟at kedua setelah acara Maulid di Ar-Riyadh Solo. 2) Khataman Kitab Tanbihul Anam stiap tanggal 25 Desember di luar kota. 3) Khataman Al-Qur‟an dalam Tarawih setiap malam ke-10 bulan Ramadhan di Majelis Ta‟lim Imdadil Mustafawii. 4) „Uwad (pertemuan lebaran) setiap tanggal 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah ba‟da Isya. 5) Majelis Shalawat setiap Minggu ke-2 Robiussani di Majelis Ta‟lim Imdadil Mustafawii.22
22
Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhsin, Jakarta, 30 Mei 2014.
BAB IV ANALISA
A. Metode Dakwah Ustadz Muhsin Da’i adalah subjek dalam kegiatan dakwah. Da’i memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan dakwah itu berhasil atau tidak. Maka seorang da’i harus benar-benar memiliki kemampuan dalam bidang dakwah Islam. Kemampuan seorang da’i dapat dilihat dari ilmu yang dimilikinya dan metodenya yang digunakannya dalam berdakwah. Metode dakwah adalah salah satu komponen utama dakwah yang penting diketahui bagi seorang da’i. Oleh karena itu, dibutuhkan metode dakwah yang tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi para mad‟u (jama’ah). Kegiatan pada suatu majelis ta’lim itu memiliki suatu tujuan yaitu untuk mengajarkan ajaran Allah SWT dan Rasulullah SAW dan mengajak seseorang untuk menyeru kebaikan serta meninggalkan keburukan. Sama halnya seperti majelis ta’lim yang didirikan oleh ustadz Muhsin yang diberi nama Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii juga memiliki beberapa kegiatan keagamaan yang dilakukan, diantaranya Pembacaan Ratib, penjelasan tentang kitab Fiqih dan Hadits, bershalawat dengan diiringi lantunan Hadroh dan ditutup dengan do’a.1 Sebelum pengajian dimulai ustadz Muhsin selalu mengawali dengan pembacaan surat Yasin, pembacaan Ratibul Haddad atau Atthas lalu
1
Hasil Pengamatan secara langsung di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii, Jakarta, 4 April 2014.
45
46
dilanjutkan dengan do’a untuk Nabi Muhammad SAW dan para keluarganya, sahabat-sahabatnya, tabi’in-tabi’in, dan para wali-wali Allah SWT demi semata-mata ingin mencari ridho Allah SWT dan mendapatkan keberkahan.2 Agar pesan dakwah yang disampaikan oleh da’i dapat diterima oleh mad’u dengan baik, dibutuhkan juga beberapa metode dakwah yang tepat untuk dapat digunakan oleh para ulama. Dan dari hasil penelitian dan wawancara yang dilakukan, didapat beberapa metode yang digunakan ustadz Muhsin. Metode yang diterapkan oleh ustadz Muhsin dalam setiap dakwahnya adalah menggunakan metode dakwah yang telah disebutkan dalam Surat AnNahl ayat 125, yaitu metode dakwah Al-Hikmah, Mau’idzatul Hasanah, dan Mujaddalah. 1. Al-Hikmah. Dalam kaitannya dengan teoritis, metode al-hikmah diartikan sabagai al-„adl (keadilan), al-haq (kebenaran), al-hilm (ketabahan), al-„ilm (pengetahuan), dan annubuwwah (kenabian). Disamping itu al-hikmah juga diartikan sebagai menempatkan sesuatu pada proporsinya. Sebagai metode dakwah, al-hikmah diartikan bijaksana, akal budi yang mulia, ada yang lapang, hati yang bersih, menarik perhatian orang kepada agama atau tuhan. Pengertian bijaksana yaitu suatu pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak objek dakwah mampu melaksanakan apa yang didakwahkan atas kemauannya sendiri, tidak ada paksaan, konflik
2
Hasil Pengamatan secara langsung di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii, Jakarta, 4 April 2014.
47
maupun rasa ketakutan. Dengan kata lain, dakwah al-hikmah dilakukan atas dasar persuasif. Didalam pengajian rutin ustadz Muhsin, beliau memberikan pemahaman agama serta mendidik para jama’ahnya dengan cara yang bijaksana (bi al-Hikmah), ini berdasarkan sebuah observasi yang dilakukan peneliti secara langsung, dimana peneliti mendengarkan dan memahami isi dari pembahasan yang beliau sampaikan kepada para jama’ah di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii, yang sangat bijaksana mengenai silaturrahmi, yaitu: Hadirin yang dimuliakan Allah SWT Seseorang tidak lahir sendiri, tidak hidup sendiri. Dia terikat oleh lingkaran di mana dia tidak mungkin terlepas darinya dengan sendiri, dia adalah lemah dan bukan apa-apa, tetapi dengan lingkaran tersebut, dia menjadi kuat dan memiliki wujud yang nampak darinya, lingkaran tersebut tiada lain adalah rahim (keluarga, kerabat dan sahabat). Dari sini maka Islam mengajak kepada silaturahim, menjalin hubungan rahim kepada keluarga, kerabat maupun sahabat. Maka setiap manusia harus bersilaturrahim agar terjalin ukhuwah Islamiah, sampai Rasulullah SAW mengatakan “Wahai golongan orang muslim, hendaklah kalian bertakwa kepada Allah SWT dan hendaklah kalian menimbulkan rasa kasih sayang kepada saudara-saudara kalian, karena tidak ada pahala yang lebih cepat lagi sampainya di dunia, kecuali silaturrahmi”, artinya, pahalanya yang dipercepat bukan hanya di akhirat tapi juga di dunia. Rasulullah SAW juga mengatakan “Siapa yang menginginkan panjang umurnya dan banyak rezekinya, maka bersilaturrahmi”. Maka jika ada orang yang ingin panjang umur dan banyak rezeki bersilautrrahmilah. Kemudian apa tujuan dari silaturrahmi? Tujuan dari silaturrahmi itu banyak sekali, yang pertama dalam rangka ukhuwah Islamiah (persaudaraan seagama Islam), yang kedua ukhuwah wathaniah (persaudaraan sebangsa), yang ketiga ukhuwah basyariah (persaudaraan sesama manusia), walaupun berbeda agama, tidak masalah, karena ada persaudaraan kemanusian, dan dengan akhlak yang baik, agar orang tersebut tertarik dengan ajaran agama Islam yang sangat indah. Ada keuntungan-keuntungan dari silaturrahmi yaitu seseorang mampu mendekatkan diri kepada Allah dengan mendapatkan rahmat-Nya, dengan silaturrahmi juga, menjauhkan diri seseorang dari api neraka. Padahal, untuk mendapatkan rahmat Allah SWT itu agak berat, dengan kita bersilaturrahmi maka insya Allah rahmat Allah SWT akan turun pada kita, amin.
48
Maka jika hadirin menginginkan umur yang panjang, banyak rezeki bersilaturrahmilah..... Banyak cara yang dapat dilakukan untuk bersilaturrahmi, bisa dengan datang secara langsung, atau dengan mengobrol, atau hanya dengan mengucapkan salam, dan juga bisa dalam pengajian malam Sabtu yang kita kerjakan disini, bisa kita niatkan untuk bersilaturrahmi, saling sharing tentang masalah-masalah agama, saling ngobrol dengan cara yang baik, atau dengan kumpul di majelis ta‟lim ini untuk menuntut ilmu sambil bersilaturrami. Dan Rasulullah SAW katakan “Salam yang paling afdhal dalam bersilaturrahmi adalah berjabatan tangan”, artinya bertemu seseorang kepada yang lainnya itu merupakan silaturrahmi karena berjabat tangan. Ada pula seseorang datang kepada Rasulullah SAW, lalu bertanya, “Ya Rasul, saya punya banyak teman, sahabat, dan tetangga, saya bersilaturrahmi tetapi mereka memutuskan saya dan saya memaafkan kepada mereka tetapi mereka masih menzhalimi saya, saya berbuat baik kepada mereka tetapi mereka masih menjahati saya, jadi bagimana jalan keluarnya Ya Rasul? Apa boleh saya membalas mereka?”. Rasulullah menjawab, “Jangan! Jika engkau membalas, maka engkau dengan mereka sama-sama berserikat dengan mereka dalam kejahatan, putus silaturrahmi dan kezhaliman. Maka jalan keluarnya adalah ambillah yang paling utama, yaitu terus dengan bersilaturrahmi, dengan akhlak yang baik dan selalu memaafkan mereka. Karena tidak akan berhenti pertolongan Allah SWT datang kepada engkau selama engkau bersilaturrahmi, memaafkan mereka dan selama engkau berbuat baik kepada mereka”.3 Maka dari materi yang beliau sampaikan di atas, beliau memberikan pemahaman kepada para jama’ah dengan cara yang bijaksana, artinya beliau menjelaskan bahwa betapa banyak keuntungankeuntungan yang diperoleh jika seseorang melakukan silaturrahmi (bi alHikmah). Dan dari penjelasan di atas juga, beliau memberikan suatu contoh yang bijaksana (al-hikmah) yang dalam kenyataannya sangat jarang kita lakukan seperti tetap kita harus bersilaturrahmi kepada orang yang memusuhi, menzhalimi, dan mencaci maki kita dalam kehidupan seharihari.
3
Hasil Pengamatan secara langsung di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii, Jakarta, 4 April 2014.
49
Di lain kesempatan, ustadz Muhsin pernah menjawab dengan sangat bijaksana pertanyaan dari salah seorang jama’ah yang ditanyakan ke beliau, jama’ah tersebut bertanya : Ustadz, saya ingin bertanya, saya kenal seorang muallaf akan tetapi muallaf tersebut tidak mau melaksanakan kewajiban sholat, apakah boleh seperti itu ustadz? Ustadz menjawab : Ada sebuah hadits mengatakan, ada seorang datang kepada Rasulullah SAW, lalu bertanya, Ya Rasul, saya ingin memeluk agama Islam tetapi saya tidak ingin melakukan ibadah sholat lima waktu. Rasulullah menjawab : Baik, tidak apa-apa, tetapi setidaknya engkau melakukan ibadah sholat setahun sekali, yaitu shalat „Ied. Lalu muallaf tersebut melakukan yang dianjurkan oleh Rasulullah. Setelah itu muallaf tersebut datang kembali kepada Rasulullah untuk bertanya, adakah ibadah sholat yang sangat khidmat, nikmat, dan mengasyikkan seperti sholat „Ied lagi wahai Rasulullah? lalu Rasulullah menjawab : ada, ibadah sholat seminggu sekali, yaitu sholat Jum‟at. Lalu muallaf tersebut melakukan lagi yang telah dianjurkan oleh Rasulullah. Tidak lama kemudian, muallaf tersebut datang kembali menghadap Rasulullah. Muallaf tersebut bertanya, adakah ibadah sholat yang sangat khidmat, nikmat, dan mengasyikkan seperti sholat Jum‟at lagi wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab : ada, ibadah sholat sehari semalam, yaitu sholat lima waktu. Dari kisah tersebut bisa kita lihat betapa Rasulullah SAW sangat bijak dalam mengambil keputusan. Jadi, kalau orang yang anda kenal tersebut memang tidak mau ibadah sholat lima waktu, ajak saja dulu untuk mengenal nikmatnya sholat setahun sekali, yaitu sholat „Ied dan pelanpelan dalam membimbingnya. Dimana ia akan merasakan memakai baju koko baru, sarung baru dan semuanya serba baru. Jadi kita bangun semangatnya terlebih dahulu. InsyaAllah, ia lama-lama akan menyukai ibadah sholat seperti yang Rasulullah contohkan di dalam haditsnya. Dan akhirnya ia akan melakukan semua ibadah sholat, baik tahunan, mingguan maupun harian.4 Dari hasil pengamatan di atas, jawaban yang ustadz Muhsin berikan kepada jama’ah yang bertanya, sungguh dengan penuh bijaksana (al-hikmah), karena beliau tidak memberikan jawaban dan pengajaran yang keras kepada jama’ah yang bertanya tadi. Bisa saja beliau menjawab,
4
Hasil Pengamatan secara langsung di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii, Jakarta, 4 April 2014.
50
“jika sesuai dengan syari’at hukum Islam yang ada, orang tesebut pasti akan mendapatkan dosa besar karena ia tidak melakukan ibadah sholat, yang mana ibadah sholat termasuk rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim ataupun muslimat”. Namun, hal tersebut tidak dilakukannya karena beliau ingin mengajarkan anak didiknya pelajaran bijaksana
(al-hikmah)
sehingga
para
jama’ah
semangat
untuk
mempraktekkan apa yang diajarkan oleh ustadz Muhsin. Setelah dicermati, ustadz Muhsin menggunakan metode hikmah dalam penyampaian dakwahnya. Beliau sangat memperhatikan para jama’ahnya ketika memberikan pelajaran agama agar para jama’ah dapat memahami dan terlebih bisa melakukan apa-apa yang telah beliau ucapkan serta memberikan pengaruh yang positif kepada para jama’ah. Ini terbukti dari hasil wawancara yang peneliti buat kepada Saudara Arief Bintoro, selaku jama’ah yang rutin mengikuti pengajian ustadz Muhsin di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii, berikut: “Seberapa besar pengaruh dari dakwah yang ustadz Muhsin berikan kepada Anda? Pengaruh dan peranan beliau sangat besar sekali, karena dengan adanya ustadz Muhsin mengajarkan, fiqih, aqidah (tauhid) dan hadits, berkaitan sekali dengan kehidupan sehari-hari yang saya jalani.”5 Dari hasil wawancara di atas, peneliti menyimpulkan bahwa materi yang diberikan oleh ustadz Muhsin sesuai dengan jama’ah yang mengikuti pengajiannya di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii, karena berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun kehidupan sosial. 5
Wawancara dengan Arief Bintoro selaku jama’ah, Jakarta, 18 Juni 2014.
51
Menurut ustadz Muhsin, dakwah dengan hikmah itu tidak mungkin tanpa diawali dengan niat yang tulus dari hati untuk memperbaiki diri sendiri dan orang lain karena keduanya satu kesatuan dengan amal. Habib Ahmad bin Hasan Al-Atthas mengatakan, “amal dan niat saleh akan menyebabkan timbulnya kewibawaan pada diri seseorang. Ia akan tampak beda dengan orang lain, ucapannya didengar dan bermanfaat”.6 Beliau memiliki keyakinan seperti yang diperintahkan oleh Allah SWT, bahwa kegigihan kita memperbaiki diri jikalau niatnya untuk berdakwah, pada saat yang sama sebenarnya kita sedang memperbaiki diri orang lain. Karena kesesuaian antara perkataan dengan perbuatan harus selaras agar membuat orang lain menjadi yakin. Jadi hikmah merupakan pokok awal yang harus dimiliki seorang da’i dalam berdakwah. Karena dengan hikmah ini akan lahir kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam menerapkan langkah-langkah dakwah, baik secara teoritis maupun praktis. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara di atas, peneliti menyimpulkan bahwa salah satu metode yang digunakan oleh ustadz Muhsin dalam pengajaran beliau di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii ialah menggunakan metode al-hikmah. 2. Mau’idzatil Hasanah Ustadz Muhsin dalam melakukan dakwahnya tidak hanya menggunakan metode hikmah saja akan tetapi beliau juga menggunakan 6
Novel Muhammad Alaydrus, Sekilas Tentang Habib Ahmad bin Hasan Al-Aththas, (Solo: Putera Riyadi, 2003), Cet. Ke-2, h. 50.
52
metode mau’idzah hasanah. Karena menghadapi jama’ah yang berbedabeda pikiran itu tidak bisa menggunakan satu metode saja. Oleh karena itu, beliau menggunakan metode lain agar dapat menentukan cara yang tepat dan efektif dalam menghadapi jama’ah tertentu, dalam suatu keadaan tertentu dan suasana tertentu. Metode mau’idzah hasanah ini dalam teoritisnya mengandung banyak unsur, antara lain unsur pendidikan, pengajaran, bimbingan, peringatan, kisah-kisah, berita gembira, wasiat dan sebagainya. Metode inilah yang dilakukan oleh ustadz Muhsin dalam pengajaran di dalam majelis beliau. Saat memberikan pengajaran yang diajarkan, beliau tidak hanya berbicara hal-hal yang sedang dibahas saja namun beliau seringkali menceritakan kisah-kisah tentang para sahabat, salafussholihin, wali-wali Allah SWT, dan para ulama khususnya para habaib yang sholeh. Seperti halnya saat membahas Dalam penyampaiannya, ustadz Muhsin menggunakan tutur kata dan bahasa yang baik sehingga sangat mudah dipahami dan diserap serta berisi nasihat-nasihat yang baik untuk para jama’ahnya. Dari materi-materi yang beliau sampaikan itu pula, banyak membuat para jama’ah mempunyai kehidupan yang sangat berarti, tidak hanya semata-mata membutuhkan pekerjaan dan uang saja. Karena itulah mereka terus menghadiri majelis ta’lim yang beliau pimpin. Seperti pengamatan yang dilakukan peneliti, ketika beliau memberikan nasihat kepada para jama’ah saat pengajian rutin malam Sabtu, beliau berkata :
53
Dunia ini seperti WC, tidak akan pernah suci. Jika telah kau sucikan, datang orang lain menajiskannya. Masuklah ke dalamnya pada saat membutukan, dan segera keluar jika telah sesuai urusanmu. Dan ada juga nasihat beliau tentang ilmu : Tuntutlah ilmu, baik dari orang dewasa maupun anak-anak. Jika yang mengajarkan jauh lebih muda, janganlah berkata : “kami tidak mau belajar kepadanya, aib bagi kami”. Ketahuilah, Allah telah memberinya ilmu, meski ia masih kecil. Dengan belajar kepadanya, mengakui dan menghormatinya, Allah akan memuliakanmu sebagaimana ia telah memuliakannya. Jauhilah dengki dan iri hati. Ketahuilah, kedua sifat ini mencabut keberkahan ilmu.7 Dari pengamatan di atas, nasihat-nasihat yang beliau berikan penuh dengan kata-kata yang bijak dan pelajaran yang baik. Dengan nasihat yang dicontohkan, diharapakan jama’ah dapat mengambil intisari dan mengaplikasikannya di dalam kehidupan mereka. Walaupun sedikit namun sangat mendalam. Dengan demikian, ustadz Muhsin di dalam pengajarannya menggunakan metode Mau’idzah al-Hasanah (nasihat-nasihat yang baik) sehingga dapat diterima oleh jama’ah, karena dengan ucapan-ucapan yang baik dan pemilihan kata-kata yang baik pula akan bisa bermanfaat untuk para jama’ah atau dengan argumen-argumen yang beliau miliki dapat memberikan kepuasan kepada para jama’ah. Tidak hanya itu, dalam dakwahnya juga, beliau tidak hanya mengajak dan memerintahkan jama’ahnya saja berbuat dalam kebaikan sesuai dengan yang beliau katakan namun beliau juga melakukannya di dalam kehidupannya penuh dengan kedisiplinan. 7
Hasil Pengamatan secara langsung di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii, Jakarta, 4 April 2014.
54
3. Mujadalah Bil Lati Hiya Ahsan Metode yang ketiga dari Q.S. An Nahl ayat 125 adalah Mujaddalah Bil Lati Hiya Ahsan. Dalam pengertiannya, metode ini merupakan upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya perumusan diantara keduanya. Metode ini harus dilakukan dengan cara yang lemah lembut dan baik, bukan dengan cara yang saling menjatuhkan antara yang satu dengan yang lainnya. Apabila ada suatu perbantahan antara da’i dan mad’u, yang disebut dengan polemik, maka dapat diluruskan bantahan yang bersumber dari AlQur’an dan Al-Hadits dengan penyampaian yang baik, sehingga mad’u tersebut dapat menerimanya. Tujuan berdebat bukan untuk bertengkar dan menyakiti hati lawan, melainkan untuk meluruskan akidah yang melenceng dari aturan-aturan agama. Metode ustadz Muhsin juga lebih mengarah kepada objektif dan ketika menyampaikan materi selalu menjelaskannya dengan logika. Dimaksud objektif disini adalah objektif dalam menyampaikan dakwahnya tidak mengada-ada, jelas sumbernya yang berdasarkan kepada Al-Qur’an dan Hadits. Beliau juga ketika berdakwah selalu dengan menggunakan logika dan rasionalitas sehingga sesuai dengan penalaran manusia. Beliau mengemasnya dengan memberikan contoh yang simple dan mudah untuk dipahami. Sesuai dengan wawancara yang pernah peneliti tanyakan kepada ustadz, yaitu:
55
Jawaban yang diberikan “Tentunya tidak keluar dari kitab karangan para ulama-ulama sholeh, karena mereka adalah pakar dari alquran dan alhadist, artinya yang berbicara sebagai pakarnya, jadi, saya hanya menyambung lidah dari para ulama, karena para ulama yang dapat kita pegang pemahamannya dan pendapatnya, karena tidak pernah keluar dari al-Qur‟an dan al-Hadist, artinya, para ulama itu, rujukannya kepada al-Qur‟an dan al-Hadist.”8 Dengan metode ini, para jama’ah dapat menanyakan sesuatu yang mereka belum pahami dengan materi yang dibahas oleh ustadz Muhsin, dan beliau juga menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para jama’ah dengan penuh bijaksana, sebagai contoh, ada yang bertanya kepada ustadz Muhsin mengenai pelaksanaan shalat yang ditunda-tunda (tidak tepat waktu) dikarenakan istirahat terlebih dahulu, sebagai berikut: Ustadz, apakah boleh melaksanakan shalat cuma engga tepat waktunya, maksudnya, saya itu kalau shalat zhuhur misalnya, setelah kerja saya engga langsung shalat, tapi saya istirahat dulu ustadz, apa boleh? Ustadz menjawab: ada sebuah hadist Rasulullah mengatakan, awal waktu itu ridha Allah, pertengahan waktu adalah rahmat Allah dan akhir waktu itu ampunan Allah, selama masih di dalam waktunya boleh saja, akan tetapi, ketika masuk waktu shalat tersebut, niatlah di dalam waktu tersebut, dengan mengucapkan saya niat shalat zhuhur ini setelah istirahat dahulu, atau dengan melafadzkan niat “azamtu shalatazzhuhri fii waqtihaa” namun, setelah istirahat maka segerakanlah shalat zhuhur tersebut.9 Jawaban yang ustadz Muhsin berikan kepada jama’ah yang bertanya, sangatlah jelas berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits serta menggunakan rasionalitas. Sehingga jama’ah tidak merasa terbebani dalam ibadahnya tersebut. Seseorang yang beribadah, namun belum
8
Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhsin, Jakarta, 30 Mei 2014. Hasil Pengamatan secara langsung di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii, Jakarta, 4 April 2014. 9
56
memahami betul, mungkin ada rasa sedikit beban karena beratnya sebuah ibadah, akan tetapi jika seseorang itu mengetahui dengan benar tentang ibadah itu, maka Insya Allah tidak akan merasa terbebani akan ibadah tersebut. Jama’ah dapat bertanya kepada ustadz Muhsin secara langsung kemudian setelah jama’ah bertanya, ustadz Muhsin menjawab pertanyaan dari para jama’ah tersebut secara langsung dengan penuh bijaksana, tanpa membebani para jama’ah yang ada seperti contoh yang telah dipaparkan di atas. Berdasarkan pengamatan di atas, tampak bahwa ustadz Muhsin telah menggabungkan unsur utama dakwah, yaitu kejujuran dan kebenaran. Lalu dakwah disajikan dengan simpel, sederhana dan membumi yang dekat dengan realitas kehidupan sehari-hari jama’ah, sehingga dengan demikian benar-benar dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian bagaimana agar dakwah selalu menjadi minat orang banyak, maka dakwah harus mempunyai inovasi yang tiada henti sehingga mampu memberikan jalan keluar (solusi) untuk suatu permasalahan bukan mempermasalahkan masalah. B. Penerapan Metode Dakwah Ustadz Muhsin Pada Jama’ah Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii Ustadz Muhsin dalam keberhasilan mengembangkan dan memajukan Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii juga menerapkan beberapa metode, diantaranya yaitu :
57
1. Metode Halaqah Dalam salah satu penerapannya, ustadz Muhsin menggunakan metode halaqah. Metode halaqah ini sudah menjadi salah satu bagian atau ciri bagi sebuah majelis ta’lim. Sistem halaqah di majelis ta’lim tentu saja dituntut penerapannya mengingat bahwa majlis ta’lim adalah salah satu organisasi yang bersifat non-formal, namun walaupun demikian fungsi dari majelis ta’lim itu sendiri sangatlah dirasa dalam masyarakat. Majelis ta’lim juga banyak disorot karena perannya yang sangat penting dalam mengembangkan pribadi Islami pada jama’ahnya. Adapun istilah halaqah adalah suatu kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang ustadz atau kyai dengan cara duduk di hadapan santrinya sambil membacakan materi kitab. Para santri yang mengikuti pembelajaran ini duduk dalam bentuk setengah lingkaran dan bershaf-shaf. Sang ustadz senantiasa berusaha membacakan isi kitab, kata per-kata atau kalimat per-kalimat lalu menerangkannya dengan bahasa Arab, Indonesia atau bahasa bahasa tertentu lainnya.10 Hal ini juga yang diterapkan oleh ustadz Muhsin dalam pengajaran beliau di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii. Dimana beliau menerangkan pengajaran lewat kitab fiqih, aqidah, dan hadits yang masyhur di hadapan para jama’ahnya dan jama’ah mendengarkan serta memperhatikan apa-apa yang disampaikan oleh beliau. Ada yang hanya mendengarkan saja, ada
10
http://wahidah01.blogspot.com/2009/04/halaqah-suatu-sistem-pembelajaran.html
58
juga jama’ah yang mencatat dan merekam saat beliau menerangkan agar mereka tidak cepat lupa.11 Saat menerangkan beliau juga sangatlah perlahan-lahan, kata demi perkata beliau terangkan agar para jama’ahnya bisa lebih memahami apa yang
beliau
sampaikan
mengaplikasikannya
dan
dalam
terlebih
kehidupan
lagi
para
mereka.
jama’ah Ustadz
dapat Muhsin
mengatakan, “Memakai metode halaqah ini sangatlah baik dan bagus karena dengan metode ini jama‟ah bisa lebih cepat memahami pelajaran yang diajarkan dan lebih cepat menyerap materi yang disampaikan. Jadi mereka dapat mengamalkannya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan apa yang diajarkan.”12 Halaqah sebagai suatu sistem terlihat dengan adanya hubungan fungsional yang teratur antara beberapa unit atau komponen yang membentuk suatu kesatuan dengan tujuan yang jelas. Komponenkomponen yang dimaksud disini adalah ustadz sebagai pengajar, jama’ah sebagai orang yang diajarkan, kedua komponen ini sangatlah berkaitan demi tercapainya tujuan pendidikan agama yang berkesinambungan dan berkelanjutan. Sebagai metode tertua yang dipakai di majelis ta’lim dan tentunya juga sudah dipakai oleh para salafussholihin di zaman dahulu, metode ini sangatlah baik sebagai inti pengajaran di suatu majelis ta’lim. Semuanya tidak terlepas dari konteks historis lahirnya lembaga pendidikan Islam 11
Hasil Pengamatan secara langsung di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii, Jakarta, 4 April 2014. 12 Wawancara langsung dengan Ustadz Muhsin, Jakarta, 30 Mei 2014
59
klasik yang pada awalnya bermula pada pengajian di masjid, surau dan langgar dengan mengkaji al-Qur’an, kitab-kitab hadits, tasawuf, aqidah, dan fiqih. Jadi metode halaqah tidak bisa dipisahkan dari majelis ta’lim, karena telah menjadi bagian pokok yang menghidupkan majelis ta’lim yang memberikan nuansa religius dan menjadi ruh bagi sebuah majelis ta’lim, khusunya majelis ta’lim yang dipimpin oleh ustadz Muhsin, yaitu Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii. 2. Metode Tanya Jawab Metode ini adalah metode pelengkap dari metode halaqah yang telah disebutkan diatas. Metode ini tidak hanya dipakai oleh seorang ustadz atau da’i dalam metode ceramah saja, namun dapat dipakai pula oleh ustadz atau da’i pada metode halaqah di sebuah majelis ta’lim. Dalam metode ini biasanya mad’u suka bertanya mengenai sesuatu masalah yang dirasakan belum dimengerti ketika da’i menjelaskan materi, dan yang menjawab atas pertanyaan mad’u adalah da’i yang menyampaikan materi tersebut. Metode tanya jawab ini diaplikasikan untuk melayani kebutuhan jama’ah atau mad’u dan menjelaskan tentang hal-hal yang berkenaan dengan
materi
yang
sedang
dibahas,
juga
untuk
mengurangi
kesalahpahaman jama’ah. Metode ini dimaksudkan untuk melayani jama’ah sesuai dengan kebutuhannya. Sebab dengan bertanya berarti orang ini mengerti dan dapat mengamalkannya. Oleh karena itu, jawaban pertanyaan sangat diperlukan kejelasan dan pembahasan sedalam-dalamnya, metode ini sering juga dilakukan oleh Rasulullah SAW dengan malaikat Jibril AS.
60
Metode ini memang sangat akurat karena sebagai pendalaman materi dalam kegiatan pengajian. Dalam kegiatan yang sedemikian rupa terjalin hubungan yang erat antara seorang da’i dan mad’unya, mengenai permasalahan agama. Metode ini bersumber dari Q.S. An Nahl ayat 125 yakni Mujaddalah Bil Lati Hiya Ahsan. Metode ini harus diterapkan secara baik dan tidak saling menjauhkan. Karena metode ini sangat merangsang daya pikir seorang mad’u juga metode ini sangat efektif untuk membantu mad’u dalam memahami apa yang telah disampaikan dan dijelaskan oleh da’i. Dalam penerapannya, ketika seorang da’i sedang memberikan materi yang ada di dalam kitab yang sedang dibahas, biasanya diberikan waktu oleh seorang da’i untuk bertanya, bila mana ada materi yang diberikan terdapat ketidakpahaman oleh mad’u yang mendengarkan. Dengan adanya metode ini diharapkan terjadinya komunikasi dua arah yang efektif dan efisien antara da’i dan mad’u. Hal ini juga dilakukan oleh ustadz Muhsin di dalam pengajaran beliau di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii. Saat beliau menyampaikan materi di dalam kitab yang sedang dibahas, biasanya di sela-sela ustadz sedang menerangkan dan ingin berhenti sejenak, ada seorang jama’ah yang bertanya kepada beliau. Ini sangat berbeda dengan penerapan yang dibahas di atas tadi, dimana seorang da’i memberikan waktu untuk seorang mad’u bertanya.13
13
April 2014.
Hasil Pengamatan secara langsung di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii, Jakarta, 4
61
Ketika seorang jama’ah tadi memberikan pertanyaan, beliau langsung menjawab dengan tutur kata yang halus, mudah dipahami dan dimengerti serta yang pasti beliau menjawab tidak melenceng dari pembahasan yang sedang dibahas. Dan jika beliau lupa atau salah dalam menyebutkan permasalahannya, ada habib atau ustadz yang mengingatkan sehingga beliau dapat memberikan jawabannya dengan benar. Misalnya ada yang bertanya soal tata cara wudhu’, beliau menjawab soal lingkup wudhu’. Jikalau ada yang bertanya tentang tata cara sholat, beliau akan membahas tentang bahasan sholat yang benar dan baik, yang kesemuanya itu telah dilakukan oleh para ulama terdahulu. 3. Metode Percakapan antar Pribadi Metode ini dilakukan oleh ustadz Muhsin karena metode percakapan antar pribadi ini bisa membuat antara guru dan murid menjadi lebih mengenal serta memiliki kedekatan psikologis yang baik. Dengan kenal maka akan tumbuh rasa cinta, kalau sudah cinta mereka akan menghormati orang yang mereka cintai dengan sepenuh hati dan penuh dengan penghormatan. Itulah yang terlihat di dalam sebuah pengajian yang beliau pimipin. Dimana para jama’ah sangat senang dan menjadi merasa dekat dengan beliau, bahkan hampir tidak ada jarak sedikitpun antara murid dan guru. Dalam penerapannya, biasanya jama’ah banyak yang bertukar pikiran dengan beliau di saat majelis ta’lim berakhir atau di saat beliau sedang tidak mengajar. Banyak dari mereka yang bertanya soal pelajaran
62
agama yang masih belum dimengerti, permasalahan kehidupan sehari-hari, meminta agar diberi solusi yang terbaik dalam setiap masalah yang berbeda-beda dan meminta juga agar di doakan oleh beliau. Ada juga jama’ah yang berkunjung ke rumah beliau selain untuk mengobrol dan bertanya seperti yang dibilang tadi, juga ingin bersilaturrahim kepada beliau. Dengan cara ini juga dapat membuat beliau dengan para jama’ahnya menjadi begitu dekat.14 Percakapan-percakapan yang beliau lakukan dengan jama’ahnya juga bukan percakapan yang kosong tanpa isi. Terkadang beliau berbicara empat mata dengan jama’ahnya untuk diberikan sesuatu amalan atau ijazah agar dapat dilakukan oleh jama’ahnya di rumah, seperti yang dialami oleh penulis. Saat berbicara empat mata dengan beliau, penulis diberikan amalan agar banyak membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW dan juga di ijazahkan untuk membaca surat Al-Qadr sebanyak 66 kali agar hajat-hajat yang di niatkan dapat diqobulkan oleh Allah SWT.15 Tidak sedikit para jama’ahnya yang sangat dekat dan bergaul dengan ustadz Muhsin karena beliau mempunyai tutur kata yang baik, santun, lemah lembut dan tingkah laku serta sikap beliau yang sangat sopan sehingga jama’ah merasa kagum dan hormat kepada beliau. Seperti yang diucapkan oleh Sayyidina Ali ra. Beliau mengatakan, “Bertemanlah
14
Hasil Pengamatan secara langsung di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii, Jakarta, 4
April 2014 15
Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhsin, Jakarta, 18 April 2014.
63
dengan orang-orang yang berakal dan bergaulah dengan para ulama dan kalahkan hawa nafsumu niscaya engkau kelak akan menemani Al-Mala‟il A‟la.”16 Jadi dengan percakapan antar pribadi, seseorang dapat lega menyampaikan dan mengutarakan apa-apa yang ingin ia sampaikan yang terdapat di dalam hatinya, khususnya ia bertanya kepada ulama yang sholeh. Dengan percakapan ini juga, seseorang akan mendapatkan jawaban yang sesuai dengan apa yang diinginkannya, yang tidak bisa ia dapatkan di luar sana. Hal ini juga dilakukan oleh ustadz Muhsin, namun beliau tidak sembarangan memberikan solusi atau pemecahan masalah yang sedang ditanyakan oleh jama’ahnya. Beliau sangat berpedoman kepada Al-Qur’an dan Hadits serta kepada syari’at Islam agar tidak melenceng dari jalur yang benar. Dengan demikian, percakapan antar pribadi ini sangat penting di dalam sebuah majelis ta’lim agar ada sebuah adanya hubungan yang selaras antara guru dengan murid. Dengan metode ini juga, kedekatan antara guru dengan murid menjadi lebih intim karena murid yang ingin bertanya kepada gurunya dapat leluasa dan bebas bertanya tanpa ada orang lain yang mendengarkan percakapan mereka.
16
Abdul Qadir Umar Mauladdawilah, Secangkir Hikmah, (Malang: Pustaka Basma, 2010), Cet. Ke-2, h. 21.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari hasil penelitian dan pengamatan yang dilakukan penulis pada Metode Dakwah Ustadz Muhsin di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Metode dakwah adalah suatu cara atau jalan untuk mengajak seseorang menuju jalan Allah SWT, kepada jalan Islam yang dilakukan secara damai, lembut, konsisten, dan penuh komitmen yang mampu mengubah keadaan manusia menuju arah yang lebih baik yang sesuai dengan ketentuan syari’at Islam. Dari data yang diperoleh ustadz Muhsin menggunakan tiga metode, yaitu metode Al-Hikmah, Mauizatil Hasanah, dan Mujadalah. Dengan hikmah beliau menggunakan dan memilih kata yang tepat untuk penyampaian dakwahnya karena banyaknya jama’ah yang berbeda-beda asalnya dari berbagai macam golongan, mengingat keadaan dan suasana serta memperhitungkan sifat-sifat yang khusus dari golongan yang dihadapinya. Sehingga kecerdasan memilih kata, bentuk yang tepat dan mempergunakannya secara tepat dari suatu golongan bisa mensukseskan beliau dalam dakwahnya. Selain menggunakan metode al hikmah, beliau juga menggunakan metode mau’idzatil hasanah dan mujaddalah karena tidak
semua
kesuksesan
pada
penyampaian
dakwah
itu
hanya
menggunakan metode hikmah saja, karena tidak semua golongan bisa dihadapi dengan hikmah. Dengan mau’idzatil hasanah seorang da’i dapat
64
65
memberikan nasihat-nasihat yang baik yang lebih mengetuk pintu rasa dan hati. Sedangkan mujaddalah dapat bertukar pikiran berupa tanya jawab yuang arahnya menuju kepada kebaikan. 2. Penerapan metode yang digunakan oleh ustadz Muhsin menggunakan metode halaqah, metode tanya jawab, dan metode percakapan antar pribadi.
B. Saran Berdasarkan pengamatan penulis secara langsung, maka beberapa saran yang penulis sampaikan, diantaranya: 1. Semoga dengan metode dakwah yang dilakukan ustadz Muhsin beliau dapat meningkatkan dan memotivasi para jamaah sekaligus para da’i untuk memajukan dakwah Islam dengan berpedoman kepada Al-Qur’an dan Hadits. 2. Kepada ustadz Muhsin teruslah semangat dan konsisten (istiqomah) dalam mensyi’arkan, mengembangkan dan membina umat melalui dakwah di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii. 3. Untuk para jama’ah Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii, jadilah muslim yang professional, dalam arti harus bisa menjaga identitas sebagai muslim sejati dimanapun dan kapanpun anda berada serta jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah SWT, harus mempunyai keyakinan untuk sukses baik di dunia maupun di akhirat, dan senantiasa mengamalkan dan menjalankan apa-apa yang telah di ajarkan di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii.
66
4. Bagi para aktivis dakwah, hendaklah berpegang teguh kepada Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah dan berhati-hatilah terhadap gerakan-gerakan Islam dan aliran yang berusaha untuk mengubah ajaran-ajaran yang diajarkan oleh para wali Allah SWT yang terus bersambung kepada Rasulullah SAW.
DAFTAR PUSTAKA
Alawiyah, Tutty. Strategi Dakwah di Lingkungan Majlis Ta’lim. Bandung: Mizan, 1997. Alaydrus, Novel Muhammad. Sekilas Tentang Habib Ahmad bin Hasan AlAththas. Solo: Putera Riyadi, 2003. _ _ _ _. Sekilas Tentang Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi. Solo: Putera Riyadi, 2000. Almasyhur, Idrus Alwi. Manaqib Sepuluh Wali Quthub Keturunan Nabi Muhammad saw. Jakarta: saRaz Publishing, 2013. Amin, M. Masyhur. Dakwah Islam dan Pesan Moral. Yogyakarta: Al Amin Press, 1997. Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1991. _ _ _ _. Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi. Jakarta:Bumi Aksara, 1993. Aziz, Jum’ah Amin Abdul. Fiqih Dakwah. Solo: Era Intermedia, 2005. Bachtiar, Wardi. Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah. Jakarta: Logos, 1997. al-Bayanuniy, Syekh Muhammad Abu Al-Falah. Ilmu Dakwah Prinsip dan Kode Etik Berdakwah Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah. Terjemahan Dedi Junaedi, Jakarta: Akademika Pressindo, 2010. Bisri, Adib dan AF, Munawwir. Kamus al-Bisri. Jakarta: Pustaka Progresif, 2000. Bungin, Burhan. Analisa Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada, 2003. Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1998. Faizah, dan Muchsin Effendi, Lalu. Psikologi Dakwah. Jakarta: Kencana, 2006. Firdaus, Ismet. dkk. Pengalaman Al-Qur’an Tentang Pemberdayaan Dhua’fa. Jakarta: Dakwah Press, t.t. Hafifuddin, Didin. Dakwah Aktual. Jakarta: Gema Insani Press, 1999. Hamka. Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka panjimas, 1983. Hidayati, Nurul. Metode Penelitian Dakwah dengan Pendekatan Kualitatif. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.
67
68
Huda, Nurul. Pedoman Majlis Taklim. Jakarta: KODI DKI Jakarta, 1990. J. Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999. Latif, Nasaruddin. Teori dan Praktek Dakwah Islamiyah. Jakarta: Firma Dara, 1979. M. Arifin, Tatang. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Rajawali Press, 1968. M. Kalali, Asad. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang, 1987. Makhfuz, Syekh Ali. Hidayat al Mursyidin. Terjemahan Chodijah Nasution, Yogyakarta: Tiga A, 1970. Masyi, Abdul Kadir. Metode Diskusi dalam Dakwah. Surabaya: Al-Ikhlas, 1981. Mauladdawilah, Abdul Qadir Umar. Secangkir Hikmah. Malang: Pustaka Basma, 2010. Muhiddin, Asep. Dakwah Dalam Perspektif Al-Qur’an: Study Kritis atas Visi, Misi, dan Wawasan. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002. Mujieb, M. Abdul. dkk. Kamus Istilah Fiqih. Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994. Muriah, Siti. Metode Dakwah Kontemporer. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000. al-Qahtani, Said bin Ali. Dakwah Islam Dakwah Bijak. Terjemahan Masykur Hakim dan Ubaidillah, Jakarta: Gema Insani Press, 1994. Romadhona, Hery. “Metode Dakwah Pada Rubrik Sentuhan Kalbu Dalam Majalah Al-Kisah Edisi April-Juli 2008.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011. Salam, Syamsir. Pedoman Penulisan Skripsi Diktat Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta. Jakarta: 2003. Salim Wahid, Agus. “Metode Dakwah Yusuf Mansyur.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007. Saputra, Wahidin. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: Rajawali Pers, 2011. Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur’an; Peran dan Fungsi Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, 1999. _ _ _ _. Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati, 2000.
69
Soehartono, Irwana. Metodologi Penelitian Sosial Suatu Tehknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu-ilmu Sosial. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004. Suparta, Munzier dan Hefni, Harjani ed,. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana, 2009. Tasmara, Toto. Komunikasi Dakwah. Jakarta: Gema Media Pratama, 1997. Widiastutik, Sri. “Metode Dakwah Forum Arimatea Dalam Menyampaikan Dakwah Islam.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008. Yahya Umar, Toha. Ilmu Dakwah. Jakarta: Wijaya, 1998. Ya’qub, Ali Mustafa. Sejarah dan Metode Dakwah Nabi. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997. Yaqub, Hamzah. Publisistik Islam. Bandung: CV. Diponogoro, 1973. Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: PT. Hila Karya Agung, 2000. http://www.referensimakalah.com/2012/05/fungsi-dan-peran-majelis taklim_6040.html. http://wahidah01.blogspot.com/2009/04/halaqah-suatu-sistem-pembelajaran.html
HASIL WAWANCARA
Narasumber Musafawii)
: Ustadz Muhsin (Pimpinan Majelis Ta’lim Imdadil
Hari/ Tanggal
: Jum’at, 30 Mei 2014
Tempat Wawancara : Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii
1. Sejak kapan Majlis Ta’lim ini berdiri? Jawaban : Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii ini berdiri sejak tahun 2000. 2. Mengapa Majlis Ta’lim ini diberikan nama Imdadil Mustafawii? Jawaban : Majlis ta’lim ini diberi nama Imdadil Mustafawii agar selalu yang hadir diberikan ilmu yang bermanfaat dan diberikan kemudahan untuk mengamalkannya. 3. Apa sajakah yang diajarkan di Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii pada para jama’ah? Jawaban : Yang saya ajarkan kepada para jama’ah di majlis ta’lim ini adalah ilmu fiqih, tauhid, dan hadits. 4. Ada berapakah jama’ah yang mengikuti Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii hingga saat ini? Jawaban : Kurang lebih jama’ah yang mengikuti majlis ta’lim ini sudah 75 orang dan terus bertambah setiap minggunya.
5. Metode apa yang digunakan Ustadz Muhsin dalam berdakwah di Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii? Jawaban : Metode yang saya gunakan di majlis ta’lim Imdadil Mustafawii ini adalah metode halaqoh, tanya jawab, dan percakapan antar pribadi. 6. Menurut Ustadz Muhsin, apakah penerapan dari metode yang Ustadz gunakan di Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii sudah efektif? Jawaban : Penerapan metode yang saya gunakan di majlis ta’lim ini sudah efektif sehingga dapat mempermudah jama’ah untuk memahaminya.
7. Apakah makna dakwah bagi seorang Ustadz Muhsin? Jawaban : Dakwah itu harus dengan bijak dan lugas, hisbah itu dengan cerdas dan tegas, dan jihad dengan berani dan keras.
8. Apakah kunci sukses Ustadz dalam berdakwah? Jawaban : Kunci sukses saya dalam berdakwah adalah selalu istiqomah dalam menuntu ilmu-ilmu agama dan tidak pernah putus asa dalam menjalankannya.
HASIL WAWANCARA
Narasumber
: Habib Abdullah bin AbdulQodir Assegaf (Pengurus)
Hari/ Tanggal
: Senin, 30 Juni 2014
Tempat Wawancara : Kediaman Habib Abdullah
1. Sejak kapan anda mengenal Ustadz Muhsin sebagai Pimpinan Majlis Ta’lim Imadadil Mustafawii? Jawaban : Saya mengenal ustadz Muhsin sudah sangat lama dari beliau masih muda hingga sekarang, ya sekitar tahun 1990 an. 2. Sejak kapan anda menjadi pengurus di Majlis Ta’lim Imadadil Mustafawii? Jawaban : Saya menjadi pengurus di majlis ta’lim Imdadil Mustafawii sejak tahun pertama majlis ini didirikan. 3. Apakah alasan anda menjadi pengurus dan sekaligus juga jama’ah di Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii? Jawaban : Bagi saya tidak ada alasan melainkan kewajiban bagi setiap jama’ah itu menjadi pengurus majlis.
4. Materi apa sajakah yang disampaikan Ustadz Muhsin di dalam Majlis Ta’lim Imdadil Mustafaawii? Jawaban : Hampir semua materi agama yang beliau ajarkan di majlis namun yang sangat terutama sekali adalah ilmu fiqih.
5. Menurut anda, apakah metode yang dipakai oleh Ustadz Muhsin di Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii sudah efektif? Jawaban : Metode yang dipakai oleh ustadz Muhsin sudah efektif karena para jama’ah dapat memahaminya dengan baik.
6. Selaku pengurus, apakah anda tahu jadwal rutin yang selalu diadakan oleh Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii? Jawaban : Iya saya tahu jadwal rutinnya. Tetapi tidak dapat saya sebutkan satu-satu karena beliau mengajar di banyak tempat, ya salah satunya di majlis malam sabtu di Cawang.
7. Berapa besarkah pengaruh dari dakwah ustadz Muhsin terhadap diri anda selaku pengurus? Jawaban : Pengaruh dakwah dari ustadz Muhsin sangatlah besar sekali, terutama di dalam menjalani aktifitas sehari-hari. 8. Apa harapan anda pada Majlis Ta’lim Imadadil Mustafawii? Jawaban : Harapan saya adalah semoga majlis menjadi lebih bermanfaat terutama untuk jama’ah, masyarakat sekitar majlis dan umumnya untuk kaum muslimin.
HASIL WAWANCARA
Narasumber
: Arief Bintoro (Jama’ah)
Hari/ Tanggal
: Rabu, 18 Juni 2014
Tempat Wawancara : Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii
1. Sejak kapan anda mengenal Ustadz Muhsin sebagai Pimpinan Majlis Ta’lim Imadadil Mustafawii? Jawaban : Saya sudah mengenal ustadz Muhsin sejak tahun 1997. 2. Sejak kapan anda mengikuti pengajian di Majlis Ta’lim Imadadil Mustafawii? Jawaban : Saya mengikuti pengajian di majlis ta’lim Imdadil Mustafawii itu sejak tahun 1997.
3. Apakah alasan anda menghadiri pengajian pimpinan Ustadz Muhsin? Jawaban: Alasan saya hadir karena saya ingin belajar, mengerti dan memahami ilmu agama yang disampaikan oleh ustadz Muhsin juga mencintai beliau sebagai guru.
4. Bagaimanakah peran Ustadz Muhsin untuk peningkatan dalam bidang keagamaan khususnya bagi para jama’ah? Jawaban : Peran beliau sangat penting dan mendasar bagi para jama’ah dalam bidang keagamaan.
5. Apa saja yang sudah anda dapatkan selama mengaji di Majlis Ta’lim Imadadil Mustafawii? Jawaban : Yang saya dapatkan selama mengaji sangatlah banyak baik dari segi tauhid, fiqih ataupun akhlaq. 6. Menurut anda, apakah metode yang dipakai oleh Ustadz Muhsin sudah efektif? Jawaban : Metode yang sudah beliau terapkan sangat efektif dan mudah dipahami buat saya selaku jama’ah.
7. Berapa besarkah pengaruh dari dakwah Ustadz terhadap diri anda selaku jama’ah? Jawaban : Pengaruh dan peranan beliau sangat besar buat saya selaku jama’ah karena apa-apa yang beliau sampaikan berdasarkan dari ulama-ulama besar dan para salaf. 8. Apa harapan anda pada Majlis Ta’lim Imadadil Mustafawii? Jawaban : Saya berharap agar majlis ta’lim Imdadil Mustafawii terus berkembang dan tetap istiqomah dalam mensyiarkan ilmu-ilmu agama.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
KARYA-KARYA USTADZ MUHSIN
USTAD MUHSIN BERSAMA PENELITI
USTADZ MUHSIN BERSAMA GURU-GURU BELIAU
KEGIATAN RUTIN PENGAJIAN MAJELIS TA’LIM IMDADIL MUSTAFAWII
PERINGATAN HARI-HARI BESAR ISLAM MAJELIS TA’LIM IMDADIL MUSTAFAWII