BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Jamur merang (Volvariella volvaceae) merupakan jamur konsumsi yang telah lama dibudidayakan karena memiliki rasa yang enak serta memiliki prospek yang cukup baik dari segi nutrisi dan nilai ekonomi. Jamur merang mengandung protein 52,12%, serat 10,07%, lemak 6,03%, dan karbohidrat 43,45% (Karnan, 2016). Tingginya nilai gizi jamur merang tersebut sejalan dengan nilai ekonominya, terbukti dari tingginya permintaan akan jamur ini di masyarakat. Menurut Biswas (2014), jamur merang merupakan jamur ke-enam yang paling banyak dibudidayakan di dunia dengan total produksi sebanyak 180.800 ton setiap tahun, atau sekitar 3% dari total jamur yang di produksi di seluruh dunia. Jamur merang merupakan tumbuhan heterotrofik, karena membutuhkan sumber nutrien dari organisme lain dalam bentuk selulosa, glukosa, lignin dan unsur hara lain seperti protein dan senyawa pati yang umumnya diperoleh dari jerami (Riduwan, 2013). Jerami merupakan media utama dan umum digunakan pada budidaya jamur merang karena mengandung semua nutrien yang dibutuhkan. Jika semua petani jamur merang menggunakan jerami padi sebagai media tumbuh jamurnya, maka akan terjadi kekurangan pasokan jerami bagi petani, penyebabnya adalah jumlah lahan pertanian padi cenderung menurun sebagai akibat perkembangan jumlah penduduk yang menyebabkan alih fungsi lahan persawahan menjadi pemukiman. Mengatasi masalah tersebut perlu adanya solusi yaitu dengan menggunakan limbah pertanian lain yang dapat menggantikan atau sebagai media substitusi untuk menekan penggunaan jerami padi dengan mempertimbangkan produktivitas jamur agar sebanding atau lebih baik seperti saat menggunakan jerami. Menurut sinaga (2011), jamur merang dapat tumbuh pada media yang merupakan limbah, seperti limbah pertanian. Limbah yang digunakan untuk menumbuhkan jamur merang harus mengandung nutrisi yang dibutuhkan jamur 1
2
merang terutama selulosa (Subaryanto, 2011). Bersumber dari pernyataan tersebut, sangat mungkin sekali mengganti media tumbuh jamur merang yang berupa jerami dengan bahan lain yang mengandung selulosa. Salah satu bahan yang memenuhi syarat dan selama ini kurang dimanfaatankan adalah kulit singkong. Kulit singkong seringkali terabaikan, meskipun beberapa kalangan sudah memanfaatkan sebagai bahan pakan ternak dan dijadikan olahan makanan, namun hal tersebut masih kurang optimal. Keberadaan singkong tersebar diseluruh wilayah indonesia sehingga menjadikan indonesia sebagai penghasil singkong terbesar dengan tingkat produksi mencapai 19,5 juta ton pada area seluas 1,24 ha dan mengasilkan limbah kulit singkong sebesar 3,9 juta ton pertahun (Yusuf, 2014). Limbah tersebut tentunya akan menjadi permasalahan apabila tidak ditangani dengan baik. Kulit
singkong
mengandung
holoselulosa
66%,
selulosa
37,9%,
hemiselulosa 23,9% dan lignin 7,5% (Daud, 2013). Unsur yang terkandung dalam kulit singkong tersebut diduga dapat dimanfaatkan sebagai media tumbuh jamur merang sebagai alternatif pengganti media jerami. Pemanfaatan kulit singkong sebagai media tumbuh jamur merang juga dapat dijadikan solusi dalam mengatasi permasalahan limbah kulit singkong dengan lebih optimal, namun menurut Adebayo (2009), kulit singkong dapat digunakan untuk budidaya jamur jika ditambah bahan lain dengan sumber nitrogen yang lebih baik. Menurut ankanbi (2007) dalam Suprapti (2010), kandungan nitrogen kulit singkong sebanyak 2,06% sedangkan menurut Sitepu (2013) kandungan nitrogen pada jerami sebanyak 40%. Nitrogen dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman sehingga pencampuran dua bahan limbah pertanian ini diharapkan dapat dijadikan solusi untuk mengatasi kendala yang ditimbulkan jika menggunakan bahan ini. Berdasarkan penelitian Onuoha (2009), tentang pemanfaatan limbah kulit singkong kering dan serat kelapa sawi sebagai media tumbuh jamur tiram di peroleh hasil berat basah jamur tiram terbaik diperoleh dari perlakuan T0 (media serbuk gergaji (kontrol) sebanyak 15 g, T2 (kulit singkong kering) 14 g, T1
3
(campuran antara kulit singkong kering dan serat kelapa sawit) menghasilkan 9 g, T4 (serat kelapa sawit) 8 g, dan T4 (campuran serbuk gergaji, kulit singkong kering dan serat kalapa sawit) seberat 0 g. Pada umumnya media jamur merang yang telah menjadi kompos diletakan di rak-rak bedeng di dalam kumbung. Penanaman jamur didalam bedeng mempunyai keuntungan yaitu mudah dan lebih efisien waktu dalam pembuatannya, namun budidaya dengan cara tersebut membutuhkan lahan yang luas. Selain itu, penanaman dengan cara bedeng mudah busuk dan sulit dipisahkan apabila terkontaminasi. Hal tersebut disebabkan secara umum bedeng dibuat tanpa sekat dan media ditumpuk dalam jumlah banyak sekaligus, sehingga untuk mengatasi hal tersebut diperlukan tempat penanaman yang memiliki sekat dan lebih mudah jika ingin dipindahkan seperti keranjang. Metode lain untuk menanam jamur adalah baglog. Bertanam jamur pada baglog tidak memerlukan tempat yang luas dan jika terkontaminasi mudah dipisahkan. Sejauh ini, baglog digunakan
untuk menanam jamur tiram
meskipun beberapa penelitian sudah mencoba menanam jamur merang pada baglog. Sebagaimana penelitian yang telah dilakukan Setyorini (2013), tentang pengaruh penambahan limbah ampas tebu dan serabut kelapa terhadap produktivitas jamur merang, penanaman dengan menggunakan baglog, hasil terbaik diperoleh pada perlakuan pemberian ampas tebu dan serabut kelapa sebanyak 375 g (75%) ke dalam media standar jamur dengan jumlah badan buah sebanyak 17 buah dan berat segar 146 g. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka peneliti telah melakukan penelitian dengan judul “Produktivitas Jamur Merang (Volvariella volvaceae) pada Media Campuran Kulit Singkong dan Jerami Padi yang ditanam dalam Keranjang dan Baglog”.
B. Identifikasi Masalah Masalah terkait yang dapat diidentifikasi berdasarkan latar belakang adalah sebagai berikut : 1. Jerami yang digunakan sebagai media jamur merang jumlahnya terbatas.
4
2. Kulit singkong belum dimanfaatkan secara optimal sehingga masih banyak jumlahnya. 3. Penanaman
jamur
merang
secara
bedeng
yang
umum
digunakan
membutuhkan lahan yang luas, susah dipisahkan jika terkontaminasi. C. Pembatasan Masalah Penelitian ini harus memiliki arah dan ruang lingkup yang jelas maka dalam hal ini perlu adanya pembatasan masalah. Adapun batasan masalah sebagai berikut : 1.
Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah bibit jamur merang, campuran kulit singkong dan jerami padi dengan perbandingan berat berbeda, keranjang dan baglog.
2.
Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah produktivitas jamur merang.
3.
Parameter Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah berat badan buah (gram) dan jumlah badan buah (buah).
D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu “Bagaimanakah pengaruh penggunaan media campuran kulit singkong dan jerami padi dengan perbandingan berat berbeda yang ditanam dalam keranjang dan baglog terhadap produktivitas jamur merang?” E. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah, pembatasan masalah dan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan media campuran kulit singkong dan jerami padi dengan perbandingan berat berbeda yang ditanam dalam keranjang dan baglog terhadap produktivitas jamur merang. F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Masyarakat
5
a. Hasil penelitian ini dapat dikembangkan sebagai usaha budidaya yang dapat menambah penghasilan masyarakat. b. Menjadi solusi kurangnya ketersediaan jerami dan keterbatasan lahan untuk budidaya jamur merang. 2. Bagi Peneliti a. Dapat memperoleh pengalaman langsung bagaimana budidaya jamur merang dengan memanfaatkan kulit singkong. b. Dapat menambah wawasan, pengetahuan, maupun ketrampilan peneliti khususnya yang terkait dengan tempat penanaman jamur merang yang ditanam di keranjang dan baglog.