PENGGUNAAN SEKAM PADI DICAMPUR KOTORAN AYAM SEBAGAI MEDIA TUMBUH JAMUR MERANG Volvariella volvacea (Bull. Ex. Fr.)
DEDI SUPARDI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PENGGUNAAN SEKAM PADI DICAMPUR KOTORAN AYAM SEBAGAI MEDIA TUMBUH JAMUR MERANG Volvariella volvacea (Bull. Ex. Fr.)
DEDI SUPARDI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan Sekam Padi Dicampur Kotoran Ayam Sebagai Media Tumbuh Jamur Merang Volvariella volvacea (Bull. Ex. Fr.) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai skripsi perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang barasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2008 Dedi Supardi E14202015
Lembar Pengesahan
Judul Skripsi Nama NIM
: Penggunaan Sekam Padi Dicampur Kotoran Ayam Sebagai Media Tumbuh Jamur Merang Volvariella volvacea (Bull. Ex. Fr.) : Dedi Supardi : E14202015
Menyetujui : Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. I.G.K. Tapa Darma, Msc. NIP. 130 696 561
Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan IPB
Dr. Ir Hendrayanto, M. Agr NIP. 131 878 499 Tanggal Lulus:
RINGKASAN Dedi Supardi (E14202015).Penggunaan Sekam Padi Dicampur Kotoran Ayam Sebagai Media Tumbuh Jamur Merang Volvariella volvacea (Bull. Ex. Fr.) Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. I.G.K. Tapa Darma, Msc. Jamur merang saat ini merupakan salah satu jenis komoditi yang mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Jamur merang (Volvariella volvacea) merupakan jenis jamur pangan (Edibel Mushroom) yang saat ini banyak dibudidayakan oleh masyarakat untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Sekam padi dan kotoran ayam merupakan contoh limbah yang bila dimanfaatkan akan sangat membantu petani dalam meningkatkan pendapatan keluarga dan tentu saja mengurangi limbah tersebut agar tercipta lingkungan yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas media jerami padi dan media sekam padi dicampur kotoran ayam pada budidaya jamur merang. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara mengkomposkan bahan-bahan yang dapat dijadikan media tanam jamur merang (seperti jerami padi, sekam padi dan kotorna ayam). Selain itu juga dikomposkan kapas sebagai Casing media tumbuh jamur merang. Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa produktivitas media jerami padi lebih besar daripada media sekam sekam padi dicampur kotoran ayam. Suhu dan kelembaban udara yang tidak sesuai dapat mempengaruhi hasil panen yang diperoleh. Untuk pencapaian hasil produksi yang lebih baik, media tanam jamur yang menggunakan kotoran ayam sebagai campuran sebaiknya dipasteurisasi dan dikomposkan lebih lama agar terhindar dari kontaminasi. Sedangkan agar suhu udara di dalam kumbung terjaga, disarankan menggunakan lampu pijar yang diletakkan di dalam kumbung. Kata kunci : Sekam padi, kotoran ayam, media, pertumbuhan, jamur merang
SUMMARY Dedi Supardi (E14202015). Use of Husk mixed with Manure as Growth Media of Paddy Mushroom Volvariella volvacea (Bull. Ex. Fr.) Under the Direction of Prof. Dr. Ir. I.G.K. Tapa Darma, M.Sc. Nowadays, paddy mushroom is being one of good prospect commodity to be developed. Paddy mushroom (Volvariella volvacea) is an edible mushroom which currently cultivated to increase people’s income. Husk and manure is a kind of waste which could help increasing farmer’s income by using it as well as reduce the waste to create good environment. This study was aimed to know about productivity of husk media and husk plus manure media in paddy mushroom cultivation. The method in this study was composting some materials to make paddy mushroom media such as paddy straw, husk and manure, as well as by composting cotton as media casing. The study result reveals that productivity of paddy straw media is higher than husk plus manure media. Unconditional temperature and relative humidity (RH) might affect crop production. However, in our opinion, improving crop production could be done by put in the manure media in longer pasteurisation to prevent contamination. Air temperature during growth term may be adjusted by installing light lamp to keep the air temperature not too low. Keyword: Husk, manure, media, growth, paddy mushroom.
KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2007 adalah jamur merang, dengan judul Penggunaan Sekam Padi Dicampur Kotoran Ayam Sebagai Media Tumbuh Jamur Merang Volvariella volvacea (Bull. Ex. Fr.). Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa media sekam padi dicampur kotoran ayam dapat digunakan sebagai media tumbuh jamur merang meskipun produksinya lebih rendah bila dibandingkan dengan media jerami padi. Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, Mei 2008 Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kutacane, Kabupaten Aceh Tenggara pada tanggal 10 Juni 1984 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Saparuddin dan Ibu Siti Yusni. Pada tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Kutacane dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan, Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fahutan IPB, Kepala Depertemen Olahraga dan Seni Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2005, staf Departemen Pengembangan Sumberdaya Manusia Forest Management Club (FMSC) tahun 2003-2004, Panitia Bina Corp Rimbawan (BCR) Fakultas Kehutanan tahun 2005, Panitia Temu Manajer (TM) tahun 2005, Ketua umum Ikatan Pelajar Mahasiswa Aceh Tenggara (IPMAT) JABOTABEK tahun 2005-2007, Panitia Pembentukan Propinsi Aceh Leuser Antara (ALA) tahun 2007. Selain itu penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Intimpura Timber Iriana Sorong Propinsi Irian Jaya Barat. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Penggunaan Sekam Padi Dicampur Kotoran Ayam Sebagai Media Tumbuh Jamur Merang Volvariella volvacea (Bull. Ex. Fr.) dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. I.G.K. Tapa Darma, Msc.
TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Salam cinta kepada junjungan alam semesta Rasulullah Muhammad SAW, beserta pada Ahlulbait Nya. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan mengucapkan terimakasih kepada : 1. Keluarga besar Manik, Ayahanda (Saparuddin), Ibunda (Siti Yusni), Kakak Yuslina Wati, Kakak Melida Wati, Abang Yocerizal, Adikku Haristian, dan keponakanku tersayang Rifky Aulia, atas do’a, kasih sayang, serta motivasi yang diberikan. Semoga hidup kita semua di Rahmati Allah SWT (amin). 2. Keluarga besar Lingga di Pulolatong dan seluruh keluarga besar yang ada di Aceh Singkil, atas bantuannya selama ini. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. I.G.K. Tapa Darma selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, dan masukan yang sangat berarti bagi penulis. Semoga Allah SWT membalas berlipat-lipat segala kebaikan yang telah diberikan (amin). 4. Bapak H.Ir. Kasno, Ms, atas segala bimbingan dan perhatianya selama ini, (Salam Sukses, Luar Biasa ! ) 5. Bapak Dr. Ir. I Ketut N. Pandit, Ms dan Bapak Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc atas kesediaannya meluangkan waktu sebagai dosen penguji 6. Mas Mardi, Teh Yuni, Pak Mat, Om Sandi, Zainal, Diyen, Pak Gatot dan Ibu, Keluarga besar Pak Ni’an Effendi, dan pak Muhajir atas kemurahan hatinya. 7. Keluarga besar ”Kutacane” (Bang Mul, Bang Rey, Bang Suhada, Arif), Bang Dudung, Bodonk, Rangga, Stevano, dan Seluruh Keluarga besar Fahutan IPB, atas dukungannya dan spiritnya. 8. Keluarga besar Sylvicultur (E’38,39 dan 40) atas kebersamaannya selama ini, semoga semua yang pernah kita lalui memberikan arti yang indah, dan semua pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL......................................................................................................xii DAFTAR GAMBAR .................................................................................................xiii DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................xiv PENDAHULUAN .....................................................................................................1 Latar Belakang ...................................................................................................1 Tujuan dan Manfaat Penelitian ..........................................................................2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................3 Jamur Merang ....................................................................................................3 Media Tumbuh...................................................................................................5 Jerami Padi.........................................................................................5 Sekam Padi.........................................................................................6 Kotoran Ayam....................................................................................6 Budidaya Jamur Merang ....................................................................................7 Penentuan Lokasi Budidaya...............................................................8 Penyiapan Peralatan ...........................................................................8 Tata letak kumbung............................................................................9 Bentuk dan ukuran kumbung .............................................................9 Pengaruh bentuk dan ukuran kumbung..............................................10 Penyiapan Bibit..................................................................................10 Menyiapkan Media Tanam ................................................................................11 Bahan Baku........................................................................................11 Pengomposan .....................................................................................12 Pemasukan dan Pemasangan Media ..................................................13 Pasteurisasi.........................................................................................14 Penanaman Bibit ................................................................................15 Pemeliharaan......................................................................................16 Penyemprotan ....................................................................................16 Penyiraman ........................................................................................17 Pengaturan Pintu dan Jendela ............................................................17 Steam Pemeliharaan...........................................................................17 Pengendalian Hama dan Penyakit......................................................18 Penanganan Panen dan Paska Panen..................................................18 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur Merang .......................20 Suhu Udara.........................................................................................20 Kelembaban Udara ............................................................................20 Oksigen ..............................................................................................21 Karbondioksida ..................................................................................21 Derajat Keasaman ..............................................................................21 Cahaya................................................................................................22 METODOLOGI PENELITIAN.................................................................................23 Tempat dan Waktu.............................................................................23
Bahan Penelitian ................................................................................23 Peralatan.............................................................................................23 Rumah jamur......................................................................................23 Metode Pelaksanaa.............................................................................24 Pengomposan Jerami Padi .................................................................24 Pengomposan Sekam Padi Dicampur Kotoran Ayam .......................25 Pengomposan Kapas ..........................................................................25 Pasteurisasi.........................................................................................26 Penanaman Bibit ................................................................................27 Pemeliharaan......................................................................................27 Penyiraman ........................................................................................27 Pengaturan Suhu dan Kelembaban Udara..........................................28 Pengendalian Hama dan Penyakit......................................................28 Panen..................................................................................................28 Pengambilan Data ..............................................................................29 Analisis Data......................................................................................29 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN..........................................................30 Letak dan luas .....................................................................................30 Keadaan demografi .............................................................................30 Keadaan sosial ekonomi .....................................................................31 Keadaan sosial budaya........................................................................32 HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................................33 Hasil ....................................................................................................................33 Pengukuran Suhu Udara di Dalam Kumbung.....................................33 Pengukuran Kelembaban Udara di Dalam Kumbung.........................34 Hasil Panen .........................................................................................35 Pembahasan.........................................................................................................36 Pengukuran suhu udara di dalam kumbung ........................................36 Pengukuran kelembaban udara di dalam kumbung ............................37 Hasil panen..........................................................................................38 KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................................40 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................41 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Halaman Selektifitas mutu produk jamur merang pada stadia kancing .................................. 19 Jumlah penduduk desa Suka Indah kecamatan Suka Karya kabupaten Bekasi menurut usia sampai dengan desember 2005.............................................................27 Jenis mata pencaharian penduduk desa Suka Indah ..................................................28
DAFTAR GAMBAR Halaman Hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara pada media jerami padi ..................29 Hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara pada media sekam padi dicampur kotoran ayam..............................................................................................................30 Hasil penimbangan jamur merang pada saat panen...................................................30
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Siklus hidup jamur merang .....................................................................................44 2 Kumbung jamur merang .........................................................................................45 3 Jamur Coprinus.......................................................................................................46 4 Hasil pengukuran suhu (oC) dan kelembaban udara (%) kedua perlakuan.............47
PENDAHULUAN Latar Belakang Jamur merang saat ini merupakan salah satu jenis komoditi yang mempunyai prospek yang amat baik untuk dikembangkan. Selain nilai ekonominya yang tinggi serta permintaan pasarnya yang terus meningkat, jamur merang juga mempunyai nilai gizi yang baik. Hasil penelitian beberapa ahli mengungkapkan bahwa, jamur merang memiliki kandungan protein, asam amino dan vitamin yang lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa jenis sayuran. Jamur merang (Volvariella volvacea) merupakan jenis jamur pangan (Edibel Mushroom) yang saat ini banyak dibudidayakan oleh masyarakat untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Jamur merang mempunyai rasa yang enak, gurih, dan tidak mudah berubah wujudnya jika dimasak, sehingga jamur ini banyak digunakan untuk berbagai macam masakan, seperti mie ayam jamur, tumis jamur, pepes jamur, sup dan capcay. Produksi jamur merang di Indonesia masih rendah. Hal ini tampak dari jumlah petani jamur merang yang masih sedikit dan permintaan pasar untuk jamur merang yang terus meningkat. Untuk itu perlu diusahakan peningkatan produksi jamur merang dengan cara menarik minat masyarakat untuk membudidayakan jamur merang. Peningkatan produktivitas jamur merang dapat dicapai dengan pengadaan bibit yang berkualitas tinggi dan tersedia tepat waktu serta dengan penerapan teknik budidaya yang lebih baik. Teknik budidaya yang lebih baik dapat diperoleh melalui penelitianpenelitian. Namun hingga saat ini penelitian mengenai jamur merang masih sangat kurang dilakukan, terutama penelitian di dalam negeri. Hal ini menyebabkan laju perkembangan teknik budidaya jamur merang relatif lambat jika dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya yang bernilai ekonomi tinggi. Secara umum produksi jamur merang dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah jenis media yang digunakan. Di Indonesia pengusahaan jamur merang biasanya menggunakan media kompos jerami padi.
Namun beberapa limbah pertanian dan kehutanan lainnya seperti ampas sagu, sisa kapas, limbah pabrik kertas, sabut kelapa, ampas kelapa sawit, sisa log kayu dan sekam padi juga bisa digunakan sebagai media tumbuh jamur merang tentunya dengan hasil produksi yang berbeda-beda. Sekam padi dan kotoran ayam merupakan contoh limbah yang bila dimanfaatkan akan sangat membantu petani dalam meningkatkan pendapatan keluarga dan tentu saja mengurangi limbah tersebut agar tercipta lingkungan yang lebih baik. Penggunaan limbah-limbah tersebut
untuk produksi jamur merang akan
memberikan beberapa keuntungan: (1) limbah tidak terbuang secara sia-sia tetapi dapat digunakan lagi untuk memproduksi jamur, (2) sisa kompos bekas media tumbuh jamur dapat dimanfaatkan lagi untuk menyuburkan tanah, serta memungkinkan budidaya jamur merang di daerah-daerah yang bukan daerah pertanaman padi tanpa mengalami kesulitan memperoleh bahan baku untuk pengusahaan budidaya jamur merang.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas media jerami padi dan media sekam padi dicampur kotoran ayam pada budidaya jamur merang.
TINJAUAN PUSTAKA Jamur Merang Jamur merang termasuk dalam golongan jamur saprofit, yaitu jamur yang tumbuh pada substrat organik, dari hewan maupun tumbuhan yang sudah mati, dan akan merombak substrat menjadi zat yang mudah diserap. Biasanya substrat tersebut mengalami proses pengomposan terlebih dahulu. Jamur merang (Straw Mushroom), merupakan jenis jamur yang pertama kali dapat dibudidayakan di Cina sekitar tahun 1650. Pada tahun 1930, jamur merang mulai masuk ke negara Malaysia dan Filipina. Baru pada tahun 1950, jamur merang mulai dibudidayakan di Indonesia. Menurut Singer (1975) dalam Chang dan Quimio (1982) klasifikasi jamur merang adalah sebagai berikut. Kelas
: Basidiomycetes
Subkelas
: Homobasidiomycetidae
Ordo
: Agaricales
Famili
: Pluteaceae
Genus
: Volvariella
Spesies
: Volvariella volvacea
Jamur adalah fungi yang mempunyai bentuk tubuh buah seperti payung, struktur reproduksinya berbentuk bilah (gills), yang terletak pada permukaan bawah dari payung (tudung). Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil, dan termasuk ordo Agaricales, dari kelas Basidiomycetes. Kehidupan jamur berawal dari spora (basidiospora), yang kemudian akan berkecambah membentuk hifa, yang berupa benangbenang halus (Lampiran 1). Hifa ini akan tumbuh ke seluruh bagian media tumbuh. Kemudian dari kumpulan hifa atau miselium, akan terbentuk gumpalan kecil seperti simpul benang, yang menandakan bahwa tubuh buah jamur mulai terbentuk. Simpul tersebut berbentuk bundar atau lonjong, dan dikenal dengan stadia kepala jarum (pinhead), atau primordia (Widiyastuti 2006). Simpul ini akan membesar dan disebut stadia kancing kecil (small button). Selanjutnya stadia kancing kecil akan terus membesar mencapai stadia kancing (button) dan stadia telur (egg). Pada stadia ini tangkai dan tudung yang tadinya tertutup selubung
(universal) mulai membesar. Selubung tercabik, kemudian diikuti stadia perpanjangan (elongation). Cawan (volva) pada stadia ini, terpisah dengan tudung (pileus) karena perpanjangan tangkai (stalk). Stadia terakhir adalah stadia dewasa tubuh buah. Tudung jamur mempunyai diameter 5-14 cm dengan bentuk bundar telur, pada jamur yang sangat tua kadang-kadang tudung mendekati rata, permukaan kering, berwarna coklat sampai coklat keabu-abuan, dan kadang bergaris-garis (Sinaga 2000). Warna tudung pada jamur merang ada beberapa macam, yaitu putih bersih, abuabu dan hitam. Perbedaan ini bisa disebabkan oleh perbedaan bibit yang digunakan (varietas), atau pengaruh penyinaran dan sirkulasi udara. Tangkai (stipe) pada jamur berfungsi menghubungkan tudung dengan mangkuk, panjang tangkai bervariasi menurut ukuran tudung, tetapi umumnya sekitar 3-8 cm dengan diameter antara 0,5-1,5 cm. Tangkai jamur merang berwarna putih sampai coklat dengan permukaan licin, dan tidak mempunyai cicin (annulus). Mangkuk (volva), merupakan lembaran tipis yang terjalin dari hifa-hifa di sekeliling dasar tangkai. Chang dan Quimio, (1982). Volva berwarna putih dan berbentuk mangkuk dengan pinggiran tidak teratur . Jamur merang mempunyai jejak spora berwarna merah jambu, dengan ukuran (7-9 x 5-6) μm, menjorong dan licin (Chang 1978). Sebagai organisme yang tidak berklorofil, jamur tidak dapat melakukan fotosintesis, seperti halnya tumbuh-tumbuhan. Dengan demikian jamur tidak dapat memanfaatkan langsung energi matahari. Jamur mendapat makanan dalam bentuk seperti selulosa, glukosa, lignin, protein, dan senyawa pati. Bahan makanan ini diurai dengan bantuan enzim yang diproduksi oleh hifa menjadi senyawa yang dapat diserap dan digunakan untuk tumbuh dan berkembang. Semua jamur yang edibel (dapat dimakan) bersifat saprofit yaitu hidup dari senyawa organik yang telah mati. Jamur merupakan golongan fungi yang membentuk tubuh buah yang berdaging. Tubuh buah ini umumnya berbentuk payung, mempunyai akar semu (rhizoid), tangkai, tudung, serta terkadang disertai cicin dan cawan volva. Ordo agricales dapat tumbuh dan menyebar luas pada berbagai habitat, berdasarkan habitat tumbuh, inilah yang membedakan jamur, termasuk spesies tropis atau spesies subtropis (Sinaga 2000).
Media Tumbuh
Media tumbuh yang umum untuk membudidayakan atau menanam jamur merang adalah jerami padi. Akan tetapi, jamur ini pun dapat tumbuh pada limbah kapas, sorgum, gandum, jagung, tembakau, limbah sayuran, ampas tebu, sabut kelapa, daun pisang, eceng gondok, ampas sagu, serbuk gergaji, dan sebagainya. Media tumbuh yang digunakan akan berpengaruh terhadap hasil akhir produksi.
Jerami Padi Untuk budidaya jamur merang di Indonesia, jerami masih merupakan media utama dan banyak digunakan, selain harganya murah, jerami juga mudah diperoleh. Dengan pemanfaatan jerami sebagai media tumbuh jamur merang terbukti meningkatkan pendapatan petani di daerah tersebut (Sinaga 2000). Jerami padi adalah batang daun padi yang merupakan sisa-sisa tanaman setelai dituai. Bahan ini merupakan limbah organik yang dapat digunakan sebagai bahan media tumbuh jamur merang. Sarifitra (2004) menyatakan bahwa jerami padi segar mengandung C- organik 37,38%, N total 1,08%, C/N 34,61%, P total 0,17 %, K total 2,70%, Ca total 0,31%, dan Mg total 0,14%. Bahan ini merupakan salah satu limbah organik, yang sampai saat ini banyak dimanfaatkan masyarakat dalam berbagai kebutuhan.
Sekam Padi Sekam padi merupakan salah satu hasil sampingan dari produksi beras. Menurut Luh (1991) dalam Waryanti (2006), padi kering dalam satu malai menghasilkan 52% beras putih (% dalam berat), 20% sekam padi, 15% jerami padi, dan 10% dedak, sisanya 3% hilang selama konversi. Bobot isi sekam padi berkisar 0,10- 0,16 g/ml dan kepadatan sesungguhnya berkisar 0,67- 0,74 g/cm 3. Sekam padi merupakan bahan terpisah yang utama. Penggilingan dapat meningkatkan bobot isi sekam dua hingga empat kali. Selain jerami padi, sekam padi juga dapat dijadikan media tumbuh pada budidaya jamur merang. Selama ini sekam padi masih dianggap sampah dan belum dimanfaatkan secara optimal. Disetiap penggilingan padi, sekam padi sering terlihat bertumpuk hingga membukit. Saat ini pemanfaatan terbesar sekam padi adalah sebagai bahan bakar bata merah yang merupakan industri rakyat di pedesaan pada saat musim paceklik atau kemarau panjang. Sekam adalah bagian terluar yang keras dari bulir padi yang terdiri atas lapisan lemma dan palea. Sifat kekerasan pada sekam ini disebabkan oleh tingginya kandungan silikat sehingga sulit menyerap air dan tidak dapat mempertahankan kelembaban, serta memerlukan waktu lama untuk mendekomposisinya. Hasil analisis kimia, sekam padi terdiri atas Silika 18,8- 22,3%, Kalsium 0,6- 1,3 mg/g, Natrium 0,01- 0,02%, Phospor 0,4- 0,7 mg/g, Magnesium 0,03- 0,04%, dan Abu 13,2- 21,0%. Sekam padi ini dapat juga digunakan untuk berbagai keperluan antara lain campuran pakan ternak dan sumber energi. Penggunaan sekam padi sebagai media tumbuh jamur merupakan salah satu alternatif pengganti jerami bila petani jamur sulit memperoleh jerami sebagai media tumbuh (Muryanti 1999).
Kotoran Ayam Kotoran ayam merupakan salah satu bahan organik yang berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan pertumbuhan tanaman. Kotoran ayam mempunyai kadar unsur hara dan bahan organik yang tinggi serta kadar air yang rendah.
Menurut U.K Ministry of Agriculture, Fisheries and Food (1976) dalam Gunawan (1998) menyatakan dibandingkan dengan pupuk kandang yang lain, kotoran ayam mempunyai unsur hara yang lebih tinggi terutama unsur N, P, dan bahan organik. Kandungan unsur hara pada kotoran ayam meliputi 5,0% N, 4,0% CaO, 3,0% P2O5, 2.0% SO4, dan 1,0% MgO. Besar kecilnya kandungan unsur hara yang terdapat dalam kotoran ayam tergantung pada kadar air, jenis ayam dan jenis makanan ayam. Dalam budidaya jamur merang penggunaan kotoran ayam lebih kepada campuran media tumbuh dan pemanfaatan limbah dari peternakan ayam. Penggunaan kotoran ayam secara langsung dalam keadaan basah pada media tumbuh jamur merang dapat mengakibatkan jamur tidak berkembang dengan baik atau bahkan mati, hal ini disebabkan oleh kandungan amonia yang terlalu tinggi sehingga perlu dikeringkan bila ingin menggunakan kotoran ayam sebagai campuran media tumbuh jamur merang (Widiyastuti 2006).
Budidaya Jamur Merang Di Indonesia, jamur merang telah dibudidayakan sejak tahun 1955. Berbagai cara telah dipelajari untuk memperbaiki dasar teknologi dalam membudidayakan jamur merang. Walaupun setiap negara mempunyai teknik pembudidayaan yang spesifik dan agak berbeda satu dengan lainnya, tetapi sebenarnya prinsip dasarnya sama. Saat ini, dikenal ada tiga cara budidaya jamur merang yaitu budidaya di luar kumbung (cara tradisional), budidaya di dalam kumbung (cara modern), dan budidaya dalam growth chambers. Selain ketiga cara tersebut, ada cara budidaya lain yang dilakukan di dalam dapur (Sinaga 2000). Untuk tujuan komersil, budidaya jamur merang secara modern atau yang dilakukan di dalam kumbung lebih banyak dipilih di berbagai negara. Dengan budidaya dalam kumbung ini petani dapat menyediakan produksi jamur merang sepanjang tahun karena suhu di dalam kumbung dapat diatur. Untuk bisa mendapatkan hasil yang tinggi dari bertanam jamur merang cara budidayanya harus dilakukan dengan baik dan benar. Berdasarkan segi teknis, beberapa hal yang harus dipersiapkan untuk membudidayakan jamur merang adalah penentuan lokasi budidaya, penyiapan peralatan,
penyiapan bibit, menyiapan media tanam (kompos), penanaman, dan pemeliharaan tanaman.
Penentuan Lokasi Budidaya Penentuan lokasi budidaya tidaklah sulit, karena jamur merang dapat hidup dan tumbuh dimana saja. Namun demikian dalam menentukan lokasi harus tetap memperhatikan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi proses produksi, baik secara teknis maupun secara ekonomis. Secara teknis, faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan jamur merang adalah cahaya matahari, derajat keasaman media tanam, angin, suhu dan kelembaban, serta curah hujan. Secara ekonomis, pemilihan lokasi budidaya dipengaruhi oleh faktor sumberdaya tanah, ketersediaan sumber air bersih, sumberdaya manusia yang memadai, sumberdaya hayati yang mendukung, serta ketersedia lahan (Farihah 2005). Lebih lanjut, Widiastuti (2006) menyatakan bahwa secara teknis, lokasi harus cukup bersih, bebas kontaminasi senyawa berbahaya, dan mudah dalam mendapatkan instalasi listrik untuk penerangan.
Penyiapan Peralatan Kebutuhan peralatan biasanya disesuaikan dengan skala usaha. Berdasarkan jumlah kepemilikan kumbung, skala usaha jamur merang ini dapat dibagi menjadi tiga (Widiyastuti 2006). Skala kecil hanya menggunakan satu kumbung berukuran ( 6 x 8 m2) dengan kapasitas produksi produksi 200-250 kg. Skala menengah (sedang) menggunakan 2-5 kumbung dengan kapasitas total produksi 400-1250 kg. Skala besar menggunakan lebih dari 5 kumbung dengan kapasitas produksi lebih dari 1250 kg. Sinaga (2000) menilai pemilihan rumah jamur bentuk kumbung ini bermanfaat untuk melindungi jamur dari kondisi lingkungan luar yang kurang mendukung, misalnya angin yang terlampau kencang, dan memudahkan pengelolaan iklim mikro di dalam kumbung, menghemat lahan karena bidang tanam dapat disusun dengan menggunakan rak, dan saat budidaya tidak bergantung pada musim. Peralatan lain yang dibutuhkan menurut Cahyono dan Juanda (2004) dalam Farihah (2005) adalah pH meter, termometer dan higrometer, pembangkit uap, cangkul, sekop, pisau, selang, keranjang, dan tangki penyemprot.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan kumbung dijelaskan dalam sub bahasan berikut (Widiyastuti 2006).
Tata Letak Kumbung 1. Letak kumbung harus disesuaikan dengan gerakan sinar matahari dengan arah Barat- Timur. 2. Letak kumbung diusahakan tidak di bawah naungan pohon 3. Lahan sebagai tempat/ lokasi kumbung diusahakan pada lahan yang agak berpasir agar kelembaban dalam kumbung tetap konstan dan cepat kering.
Bentuk dan Ukuran Kumbung 1. Bagian atap kumbung dari bagian luar berbentuk segi tiga sedangkan atap kumbung bagian dalam, berbentuk trapesium. 2. Ukuran kumbung yang ideal sebagai berikut : a. Kumbung bagian dalam berukuran 4 x 7 x 4 m, sedangkan kumbung bagian luar berukuran 4,6 x 7,6 x 5 m. b. Lebar rak dalam kumbung 1,2 m dengan jarak antar rak kiri kanan 70 cm c. Jendeka utama terdiri dari 2, yaitu di depan dan belakang. Posisi jendela berada 30 cm di atas rak paling atas. d. Jendela kontrol terdiri dari 2, yaitu didepan 2 dan dibelakang 2, posisi jendela berada di sebelah kiri dan sejajar dengan rak kelima dan keenam. 3. Jarak kumbung bagian dalam dan bangunan kumbung bagian luar 30 cm. Jarak antara
rak kiri dan rak kanan dengan bagian pinggirnya 45 cm jadi luas penanamannya ± 74,4 m2 (Farihah 2005).
Pengaruh Bentuk dan Ukuran Kumbung Atap
kumbung
bagian
dalam
berbentuk
trapesium,
maksudnya
untuk
menghindari jatuhnya uap air ke media kompos, dalam hal ini uap air akan jatuh ke lokasi bagian tengah kumbung yang tidak terdapat media kompos (bagian kosong), sehingga pertumbuhan jamur tidak terganggu. Ukuran kumbung yang ideal 4 x 7 x 4 m) diatas ukutan ini kurang efisien baik dalam proses pasteurisasi maupun dalam biaya lainnya. Sedangkan ukuran kumbung yang lebih kecil dari rata-rata idealpun kurang efisien baik, dari efesiensi biaya dan tenaga kerja (Widiyastuti 2006).
Penyiapkan Bibit Dalam menyiapkan bibit jamur dapat dengan cara membeli yang sudah siap jadi (siap tanam) atau dengan cara membuat sendiri. Bagi petani jamur skala kecil hingga menengah, membeli bibit yang sudah jadi lebih baik daripada membuat bibit sendiri, karena mutunya lebih terjamin, serta lebih efisien. Tetapi untuk usaha jamur merang skala besar, pembuatan bibit akan lebih menguntungkan dibandingkan dengan membeli bibit. Sinaga (2000) menyatakan untuk menghasilkan jamur merang yang berkualitas, bibit harus memenuhi beberapa syarat antara lain: 1. Miselium bibit tumbuh merata ke seluruh media tumbuh. Hindari bibit dengan miselium terlalu padat, atau terlalu tipis dan jarang. 2. Pertumbuhan miselium bibit tidak menunjukkan pertumbuhan yang bersifat sektoritas ( pengelompokan pertumbuhan miselium media tumbuh). 3. Bibit tidak terkontaminasi 4. Bibit jamur siap tanam tidak terlalu muda (tidak ada spora berwarna merah jambu) atau terlalu tua (umumnya bibit lebih dari 2 bulan). 5. Sumber bibit dari membeli harus diketahui tanggal inokulasi bibit.
Dalam pemeliharaan bibit hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : 1. Fasilitas dan peralatan sterilisasi harus dalam kondisi steril untuk menghindari atau mengurangi kontaminasi fungi atau bakteri. 2. Bibit jamur dapat disimpan dalam referegator untuk menghambat pertumbuhan sementara.
Namun
sebelum
digunakan
atau
langsung
ditanam
harus
diinkubasikan (disimpan) dalam temperatur ruangan yang mengembalikan sifat aktif pertumbuhannya. 3. Penyimpanan atau inkubasi bibit setelah inokulasi dalam temperatur ruangan tidak boleh lebih dari 5 minggu. Penggunaan bibit yang kadaluarsa (umur bibit lebih dari 5 minggu setelah inokulasi) tidak akan menghasilkan produksi yang baik.
Menyiapkan Media Tanam Bahan Baku Ketersediaan dan mutu bahan baku media tanam menjadi perhatian penting karena akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi jamur yang dihasilkan. Jerami padi yang bermutu baik adalah jerami kering dengan kadar air kira-kira 20% dan memiliki warna kuning cerah, tidak ada yang masih berwarna hijau. Untuk menjamin keberlangsungan produksi yang dilakukan, maka persediaan/ stok bahan baku jerami harus cukup untuk kebutuhan satu tahun ditambah penyusutan bahan baku yang rusak. Agar kualitas jerami dapat dipertahankan, maka penyusunan jerami harus dilakukan dengan cara yang benar, yaitu dengan membuat tumpukan sedemikian rupa sampai membentuk kerucut dengan ukuran lebar maksimal 5 m, sedangkan untuk panjang dan tinggi tumpukan disesuaikan dengan jumlah jerami yang tersedia. Pada seluruh bagian pinggir tumpukan, setiap batang jerami ditumpuk dalam posisi terbaring, sedangkan pada bagian tengah jerami yang ditumpuk saling menyilang antara tumpukan yang satu dengan yang lainnya, selanjutnya tumpukan jerami diinjakinjak supaya padat dan harus diperhatikan agar tidak terdapat celah sehingga air tidak dapat masuk.
Bahan baku lainnya sebaiknya tidak terlalu lama disimpan, penyediaannya cukup sebatas kebutuhan 3 kali proses produksi (Farihah 2005). Sinaga (2000) menambahkan, bahwa dedak yang baik adalah yang berwarna terang, tidak berbau apek, tidak berubah warna, tidak menggumpal, bebas hama dan penyakit. Adapun kapur (CaCO3) yang menggumpal
harus dihancurkan terlebih dahulu. Dan karena jamur bersifat
mengakumulasi unsur yang terkandung dalam bahan, maka pilihlah bahan yang tidak tercemar, terutama kandungan bahan kimia yang berbahaya seperti oli, minyak, insektisida, fungisida, atau limbah dari kegiatan produksi.
Pengomposan Jamur merang dapat tumbuh dengan baik di media yang telah dikomposkan. Pengomposan dilakukan dengan tujuan untuk mengaktifkan mikroflora termofilik, misalnya bakteri dan fungi yang akan merombak selulosa, hemiselulosa, serta lignin sehingga dapat dicerna oleh jamur. Selama proses pengomposan akan timbul panas yang akan dapat mematikan organisme pesaing yang akan merugikan bagi pertumbuhan jamur. Bahan utama sebagai tempat tumbuhnya jamur merang adalah jerami padi, selain itu, bahan tambahan lain yang diperlukan adalah kapas sebagai Casing, bekatul sebagai sumber karbohidrat, kapur untuk menetralkan media, dan kotoran ayam dapat ditambahkan untuk meningkatkan nitrogen dalam media. Semua bahan baku diatas nantinya akan dikomposkan, komposan-komposan tersebut dibagi menjadi dua, yaitu komposan kapas dan komposan jerami. Dengan ukuran kumbung 4 x 7 x 4 m, bahanbahan yang diperlukan untuk membuat dua komposan adalah sebagai berikut : Komposan kapas
: Kapas 150 Kg, dedak 50 Kg, dan kapur 10 Kg.
Komposan jerami
: Jerami 1000 Kg, dedak 100 Kg, dan kapur 20 Kg.
Langkah-langkah pembuatan kompos kapas sebagai berikut. Kapas dibasahi dengan air, kemudian ditiriskan, kapur dan bekatul dicampur hingga rata. Lapisan-lapisan kapas diselingi dengan campuran dedak dan kapur dengan perbandingan yang sama.
Komposan ditutup dengan plastik untuk mengaktifkan mikroorganisme untuk membantu proses pengomposan. Langkah-langkah pembuatan komposan jerami adalah sebagai berikut (Farihah 2005). Jerami yang telah kering dipotong sekitar 30 cm. Cuci jerami yang telah dipotong pada air yang mengalir selama satu jam, kemudian ditiriskan, campur bekatul dan kapur hingga merata, susun potongan jerami setebal 10 cm dan diatasnya ditaburi campuran bekatul dan kapur. Penyususunan lapisan ini dibuat hingga ketinggian 1,5 m. Semakin tinggi komposan yang dibuat maka semakin baik hasil pengomposan. Setelah kedua kompos selesai dibuat, lalu kedua jenis kompos tersebut dicampur secara merata. Pembuatan kompos dapat dilakukan di dalam ruangan atau pada ruangan yang tidak memiliki atap. Untuk hasil yang lebih baik, sebaiknya alas tempat pengomposan diberi lapisan terpal atau disemen (Widiyastuti 2006).
Pemasukan dan Pemasangan Media Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam pemasukan media tanam ke dalam kumbung adalah sebagai berikut. Sebelum kompos dimasukkan dan diletakkan di atas rak, kumbung harus dibersihkan terlebih dahulu. Pembersihan dapat dilakukan setelah pembongkaran, atau paling lambat tiga hari sebelum memasukkan media tanam. Pemasangan lembaran plastik pada tempat pembongkaran yang berfungsi sebagai alas dan pada jalan lalu lintas mengangkut jerami sampai dengan masuk kumbung, sehingga kondisi kompos dan kaki pekerja tetap bersih. Komposan yang jatuh ke tanah, sebaiknya tidak digunakan lagi. Karena dikhawatirkan terkontaminasi oleh organisme tanah. Pengaturan komposan disesuaikan dengan kondisi panjang rak. Komposan disusun sambil diurai dan tidak dipadatkan agar sirkulasi udara dapat berjalan dengan baik. Tinggi gundukan pada rak pertama dan kedua antara 40-50 cm, dan pada rak ketiga dan seterusnya antara 25-30 cm. Hal ini dilakukan agar suhu pada bagian atas dan bawah kumbung relatif sama (Widiyastuti 2006).
Pasteurisasi Pasteurisasi atau steaming adalah proses pemanasan ruangan rumah tanam dan media jamur merang, tujuannya untuk menciptakan kondisi yang optimum dan ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan jamur merang, mengurangi daya tumbuh jamur pesaing yang tidak dikehendaki, karenanya lingkungannya dibuat tidak sesuai untuk tempat tumbuhnya. Pasteurisasi dianggap sempurna bila suhu minimal 70 oC (lebih tinggi lebih baik) dan dapat dipertahankan selama 4 jam. Jika komposan yang dimasukkan memiliki kualitas baik, pada saat awal proses pasteurisasi suhu kumbung biasanya sudah mencapai 36 oC (Widiyastuti 2006). Persiapan yang perlu dilakukan dalam proses pasteurisasi adalah sebagai berikut. Membersihkan lantai dan seluruh bagian dalam kumbung. Jika kondisi tanah di dalam kumbung dan di luar kumbung terlihat kering sebaiknya disiram dengan air sampai semuanya terlihat basah. Hal ini bertujuan agar tanah tidak kering dan retak pada saat pasteurisasi . Apabila kondisi ini terjadi, dikhawatirkan udara panas dari dalam akan menembus keluar sehingga pasteurisasi tidak berjalan sempurna. Mengecek semua dinding dan atap plastik untuk memastikan tidak ada yang sobek atau bocor. Menutup pintu dan jendela serta dikuatkan menggunakan paku. Persiapkan alat-alat steamer yaitu mengisi air pada drum, minyak dan kompor. Pasang termometer dengan membuat lubang kecil pada dinding. Setelah semua persiapan selesai, proses pasteurisasi dapat dilakukan. Selama proses pasteurisasi, hal-hal yang perlu dilakukan adalah menyalakan dan melakukan pemanasan blower agar minyak yang ada di dalam lingkaran blower benarbenar matang. Selanjutnya aliran minyak dapat dibuka secara perlahan-lahan sampai api yang keluar stabil. Pengaturan ini tergantung besarnya spuyer. Agar api dihasilkan tetap stabil, tekanan angin di dalam tangki minyak harus dipertahankan pada kisaran 7,5 sampai 8 psi (pound per square inch). Jika berjalan sempurna, empat jam pertama suhu kumbung akan mencapai 60 oC. Pada saat itu ketiga drum harus ditambahkan air sampai penuh dan tangki minyak diisi sebanyak 50 liter.
Empat jam berikutnya suhu akan mencapai 70 oC dan harus dipertahankan selama 4 jam. Untuk itu harus menambahkan air dan minyak dalam jumlah yang semula. Bila setelah penambahan pertama suhu yang diharapkan tidak tercapai, hentikan pasteurisasi dihentikan
dan ulangi keesokan harinya seperti pada tahapan di atas sampai suhu
minimal 70 oC tercapai (Farihah 2005).
Penanaman Bibit Bibit jamur yang telah diperoleh, baik dari membeli atau membibitkan sendiri, dapat segera ditanam. Penanaman bibit dilakukan dengan cara menebarkan bibit ke permukaan dan lapisan tengah media. Jumlah bibit yang diberikan tidak berpengaruh pada hasil, tetapi berpengaruh pada penekanan tumbuhnya jamur atau cendawan kontaminan (Widiyastuti 2006). Hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan bibit adalah bibit sebaiknya dipesan 15 hari sebelum melakukan penanaman. Dengan demikian bibit yang ditanam tidak terlalu muda atau kadarluarsa. Bibit yang terkontaminasi sebaiknya tidak dipergunakan. Para pekerja yang bertugas menabur bibit harus dalam keadaan bersih (sebaiknya mandi terlebih dahulu). Tangan harus dicuci dengan menggunakan sabun atau alkohol 70%. Waktu penanaman sebaiknya dilakukan pada pagi hari, maksudnya agar kondisi bibit tidak steres terkena panas matahari. Tetapi apabila penanaman dilakukan siang hari, maka jendela dan pintu kumbung harus dibuka setengah jam sebelum penanaman, tujuannya untuk mengeluarkan gas amoniak yang terbentuk selama pasteurisasi. Penanaman bibit dilakukan sehari setelah proses pasteurisasi, dimana suhu kumbung sudah mencapai sekitar 35 oC. Proses teknis penanaman bibit adalah sebagai berikut. Bibit diuraikan di dalam kumbung atau tempat steril lainnya, dengan syarat pada saat dibawa tidak terkena sinar matahari secara langsung.
Bibit ditempatkan di dalam ember dan ditebarkan secara merata ke atas media tanam dimulai dari rak yang paling atas kemudian disusul rak di bawahnya. Pada bagian pinggir yang berdekatan dengan plastik pasokan cahaya lebih memadai sehingga bagian ini memiliki potensi tumbuh lebih tinggi, maka bibit ditaburkan lebih banyak supaya tumbuh dapat maksimal (Farihah 2005). Pemeriksaan ulang dilakukan pada semua media tanam untuk memastikan bahwa media sudah tertanam bibit secara keseluruhan. Jika lantai kumbung terlihat kering sebaiknya disiram dengan air, maksudnya agar kelembaban kumbung tetap terjaga selama pertumbuhan miselium jamur. Pintu dan jendela ditutup rapat selama 3-5 hari.
Pemeliharaan Suhu kumbung yang baik untuk budidaya jamur merang berkisar antara 32-38 oC dan kelembaban berkisar antara 80-98 %. Untuk mempertahankan agar kondisi di atas terpenuhi maka pemeliharaan memerlukan perhatian ekstra, karena hal ini merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan dalam produksi jamur merang. Secara garis besar pemeliharaan terdiri dari penyemprotan, penyiraman, pengaturan pintu dan jendela, steam pemeliharaan, serta pengendalian hama dan penyakit.
Penyemprotan Tujuan dari penyemprotan tidak hanya mengendalikan suhu dan kelembaban, lebih penting dari itu adalah menyediakan ketersediaan air untuk pertumbuhan tubuh buah jamur merang. Dalam satu siklus produksi jamur merang dibutuhkan beberapa kali penyemprotan,
hal
ini
disesuaikan
dengan
kebutuhan
lingkungan
sekitarnya.
Penyemprotan bertujuan agar pertumbuhan miselium menjadi banyak. Selama fase vegetatif ini tidak perlu diberi cahaya. Waktu maksimal penyemprotan pertama adalah lima hari setelah tanam, namun pada musim kemarau miselium biasanya tumbuh lebih cepat sehingga penyemprotan bisa lebih cepat (Sinaga 2000).
Penyiraman Pada musim panas, kondisi tengah/ jalan dalam kumbung terkadang terlihat kering, sehingga setiap dua hari sekali perlu dilakukan penyiraman sebanyak empat ember. Sedangkan untuk kumbung berlantai batu bata, maka jalan tengah disiram setiap hari. Kegiatan penyiraman sebaiknya dilakukan sebelum pukul 09.00, sehingga pada saat terik suhu kumbung tidak terlalu tinggi. Tujuan dari penyiraman dalam kumbung adalah untuk mempertahankan kelembaban kumbung (Sinaga 2000).
Pengaturan Pintu dan Jendela Pengaturan pintu dan jendela kumbung sesungguhnya sangat bergantung pada kondisi cuaca pada saat pemeliharaan. Apabila pada saat pemeliharaan sedang musim hujan, sebaiknya pembukaan pintu dan jendela tidak terlalu sering dilakukan, karena dikhawatirkan akan mempengaruhi kelembaban di dalam kumbung. Tetapi apabila pemeliharaan dilakukan pada musim panas, pengecekan suhu dan kelembaban dalam kumbung harus lebih sering diperhatikan. Bila di dalam kumbung suhu lebih dari 38oC, maka pintu dan jendela pada kumbung harus dibuka selama beberapa saat sampai suhu di dalam kumbung turun dan sesuai untuk pertumbuhan jamur merang (Maman 2004).
Steam Pemeliharaan Steam pemeliharaan dilakukan jika suhu kumbung dibawah 30 oC dan akan lebih baik jika suhu kumbung dibawah 32 oC sudah dilakukan, khusus pada musim hujan. Secara teknis steam pemeliharaan adalah memasukkan uap panas ke dalam kumbung yang dialirkan melalui bambu/ pipa besi. Sebaiknya steam pemeliharaan dilakukan pada malam hari, adapun waktu yang dibutuhkan dalam proses ini tergantung suhu yang terdapat di dalam kumbung. Apibila suhu di dalam kumbung telah mencapai 35 oC, maka proses ini akan diberhentikan dan menutup rapat pintu serta jendela agar suhu yang telah tercapai tidak kembali turun (Zacky 2003).
Pengendalian Hama dan Penyakit Menurut Widiyastuti (2006) hama yang umumnya merusak media tanam jamur adalah tikus sawah. Tikus sawah dapat masuk dengan melubangi plastik kumbung. Pencegahan yang efektif dilakukan adalah dengan memasang aliran listrik di bawah sekeliling kumbung. Aliran listrik hanya dihidupkan malam hari dan diberi sinyal atau tanda lampu berwarna merah di sudut-sudut kumbung.
Penanganan Panen dan Pasca Panen Apabila kondisi media maupun lingkungan cukup, jamur dapat dipanen pada hari ke-10 hingga hari ke -14 dari penanaman bibit jamur. Jamur merang yang dipanen adalah jamur dalam stadium kancing. Waktu pemetikan dilakukan pada pagi hari pukul 05.0006.30. Hal itu dimaksudkan agar jamur yang dipanen tidak banyak yang rusak, dan harganya tetap tinggi. Cara memetik yang baik adalah menggunakan ujung ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah. Caranya adalah dengan memutuskan bagian pangkal tubuh buah jamur merang. Agar kualitas jamur tetap terjaga, hasil petikan dimasukkan ke dalam keranjang. Sebab walaupun sudah dipetik jamur merang masih aktif melakukan respirasi, dan mengeluarkan uap air. Hasil panen dapat dihamparkan di atas lantai yang diberi alas karung plastik bersih dan tidak terkena sinar matahari secara langsung. Jamur yang payungnya sudah mekar tidak diminati oleh konsumen. Oleh karenanya, usahakan waktu panen tidak terlambat. Banyak sedikitnya hasil panen dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kualitas bibit, termasuk di dalamnya sifat genetik, kualitas media, proses sterilisasi, dan kondisi lingkungan. Selain pemetikan (panen), penyimpanan/ pengepakan jamur turut berperan dalam mempertahankan kualitas Alangkah lebih baiknya, apabila setelah dipetik langsung dijual. Namun, bila situasi tidak memungkinkan hasil panen bisa direndam dalam bak berisi air bersih. Tetapi semakin lama merendamnya maka kualitas jamur segar semakin berkurang.
Untuk memperpanjang daya tahan jamur merang setelah dipanen terdapat beberapa cara yang harus dilakukan, bungkus jamur merang dalam kain batis, kemudian simpan dalam refregerator pada suhu 15 oC atau kemas jamur merang dalam styrofoam chest dengan meletakkan es pada dasar kotak. Bisa juga dengan membungkus jamur merang dengan daun pisang, kemudian ditaruh pada tempat yang tidak terkena sinar matahari secara langsung. Stadia kancing dari jamur merang dapat bertahan dalam keadaan segar selama 4 hari, dengan suhu minimum 15 oC dengan kelembaban udara yang tinggi (Widiyastuti 2006). Pada suhu 5 oC akan terjadi “Chilling injuri ”. Sedangkan pada suhu 20 oC, jamur akan cepat busuk. Secara teknis suhu 15 oC dengan kelembaban tinggi dapat diperoleh bila jamur merang dikemas dalam wadah stryrofoam chest yang diberi es pada dasarnya. Selektifitas mutu jamur merang akan disajikan pada tabel berikut (Farihah 2005). Tabel 1 Selektifitas Mutu Produk Jamur Merang Pada Stadia Kancing No
Uraian
Besar
Bentuk
2
Ukuran
1,5-2 cm
1-1,5 cm
< 1 cm
3
Warna
Putih bersih
Putih bersih
Putih bersih
keabu-abuan
keabu-abuan
keabu-abuan
Tidak ada kotoran
Tidak ada kotoran
Tidak ada kotoran
tidak ada cacat
tidak ada cacat
tidak ada cacat
7-10 g
4-7 g
<4g
5
Kebersihan
Bobot tubuh
Bulat telur keras
Kecil
1
4
Bulat telur keras
Sedang
Bulat, tidak keras
buah Untuk menghindari fluktuasi panen musiman akibat perubahan iklim (musim kemarau dan musim hujan), maka teknik perawatanyang dilakukan harus disesuaikan dengan perubahan iklim lingkungan, sehingga kondisi iklim dalam kumbung selalu
optimum dan sesuai dengan kebutuhan jamur yang dibudidayakan. Setelah panen dan penanganan pasca panen dilakukan, tahapan selanjutnya adalah pembongkaran media. Pembongkaran ini dilakukan setelah masa panen jamur berakhir, dengan tujuan untuk membersihkan seluruh kumbung dari sisa media komposan. Rak-rak yang telah kosong kemudian disikat dan dibilas dengan air sampai bersih. Pembersihan yang dilakukan pada kumbung akan memperpanjang umur kumbung.
Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur Merang Suhu Udara Selama pemeliharaan, suhu di dalam kumbung harus dipertahankan antara 32o-38o C, jangan lebih dari 38o C atau kurang dari 30o C karena produksi akan tidak baik. Suhu di bawah 30o C akan menyebabkan pembentukan tubuh buah cepat tetapi kecil dan tangkainya panjang tetapi kurus serta payung akan mudah terbuka sehingga kualitasnya buruk. Pada suhu 26o-27o C, tubuh buah tidak pernah terbentuk dan miselium dorman. Suhu berada di atas 38o C akan menyebabkan payung terbentuk tipis serta pertumbuhan jamur kerdil dan payungnya keras. Pada suhu 40o C akan sukar terbentuk jamur merang, tetapi sebaliknya pertumbuhan gulma Coprinus akan sangat subur. Bila suhu terlalu tinggi (di atas 38o C), cara
untuk menurunkan suhu tersebut dengan mengkondisikan aerasi yang baik,
misalnya dengan membuka jendela kumbung (depan dan belakang) untuk beberapa saat (Sinaga 2000).
Kelembaban Udara Kelembaban udara (RH) yang dibutuhkan untuk perkembangan miselium jamur merang adalah 65%. Pada tahap pemeliharaan dan pembentukan tubuh buah jamur merang membutuhkan kelembaban sekitar 80-85%.
Kelembaban udara yang terlalu tinggi (95-100%) merupakan kondisi buruk karena jamur merang mudah busuk, berwarna kecoklatan, layu dan jamur akan busuk basah. Sementara kelembaban udara yang terlalu rendah (kurang dari 80%) akan mengakibatkan tubuh buah yang terbentuk kecil dan sering terbentuk di bawah media merang, tangkai buahnya panjang dan kurus, serta payung jamur mudah terbuka (Widiyastuti 2006).
Oksigen Jamur membutuhkan oksigen (O2) untuk pertumbuhan dan produksi tubuh buahnya. Kebutuhan oksigen selama perkembangan miselium tidak terlalu besar. Namun, pada stadia pembentukan tubuh buah, aerasi (aliran udara terutama oksigen) sangat dibutuhkan. Bila kebutuhan oksigen tidak terpenuhi, tubuh buahnya akan kerdil. Suhu dan kelembaban udara perlu diatur kembali agar tercapai keadaan yang optimum bagi pembentukan tubuh buah. Aerasi biasanya dilakukan dengan cara membuka jendela kumbung selama 1-2 jam agar suhu dan kelembaban udara turun. Kekurangan oksigen biasanya akan menyebabkan payung dari jamur merang menjadi kecil sehingga cenderung mudah pecah dan bentuk tubuh buahnya abnormal. Kekurangan oksigen yang ekstrim menyebabkan tubuh buah tidak pernah terbentuk serta pertumbuhan miselium manjadi padat dan meluas ke semua bagian media. Kekurangan oksigen yang ekstrim ini dapat diketahui melalui keadaan pengap dan pingsan hanya dalam waktu dua menit saja (Sinaga 2000).
Karbondioksida Walaupun kecil (hampir 1%), adanya konsentrasi karbondioksida (CO2) di dalam ruang atau kumbung akan membahayakan dan menghambat produksi jamur merang. Akumulasi karbondioksida sampai 5% menyebabkan jamur tidak pernah membentuk tubuh buah. Sementara konsentrasi karbondioksida mendekati 1% menyebabkan tubuh buah akan memanjang (etiolasi) dan payungnya kecil. Mengurangi konsentrasi karbondioksida dalam kumbung dapat dilakukan dengan cara membuka jendela kumbung sehingga terjadi aliran udara, terutama pada stadia
pemeliharaan. Namun, suhu dan kelembaban udara harus tetap dipertahankan optimum (Sinaga 2000).
Derajat Keasaman Miselium jamur atau cendawan dapat tumbuh pada kisaran derajat keasaman (pH) media sekitar 5,0-8,0. Untuk jamur merang, pH optimum media sekitar 6,8-7,0. Oleh karena itu, kompos jamur merang biasanya masam (pH di bawah 6) sehingga perlu diberi kapur agar pH-nya naik. Jika pH terlalu tinggi (lebih dari 7) maka tubuh buah jamur tidak berkembang baik, tetapi cendawan kontaminan akan berkembang biak. Dengan mengatur pH yang optimum untuk jamur merang sebenarnya sekaligus mengurangi pertumbuhan gulma jamur (Sinaga 2000).
Cahaya Cahaya matahari langsung harus dihindari. Namun, cahaya tidak langsung dibutuhkan untuk menginisiasi (memicu) pembentukan primordia atau tubuh buah dan untuk menstimulasi pemencaran spora. Umumnya spora cendawan atau jamur bersifat tertarik akan cahaya dan memancarkan sporanya ke arah cahaya. Ini berarti pemasukan cahaya hanya sedikit dan tidak lama (1-2 jam) pada 5-6 hari setelah penanaman bibit dan 2-3 hari setelah periode panen pertama (Sinaga 2000).
METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada tempat budidaya jamur merang milik Bapak Muhajir di desa Suka Indah, Kecamatan Suka Karya Kabupaten Bekasi. Pengumpulan data di lapangan untuk penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan, yaitu dari bulan Juli sampai dengan September 2007.
Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bahan limbah organik yang dapat digunakan sebagai media tumbuh jamur merang dan bibit jamur merang. Bahan-bahan tersebut meliputi : 1. Jerami padi 2. Sekam padi 3. Kotoran ayam 4. Dedak halus 5. Kapur 6. Kapas
Peralatan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: alat pasteurisasi, thermohygrometer, sekop, garpu, sprayer, alat tulis, kamera, termometer, timbangan, keranjang, terpal plastik, dan bak celup sebagai tempat perendaman jerami dan sekam padi
Rumah Jamur Dalam penelitian ini, rumah jamur (kumbung) yang digunakan memiliki panjang 8 m, lebar 5 m, dan tinggi 9 m. Di dalam kumbung terdapat 16 rak, berukuran 8 x 1 m, dengan jarak antar rak 60 cm (Lampiran 2).
Metode Pelaksanaan Untuk mengetahui produktifitas media sekam padi dicampur kotoran ayam telah dilakukan pembuatan media dan dengan budidaya jamur merang sesuai dengan cara pembuatan media dari budidaya jamur merang yang menjadi standar atau umum dilakukan baik dengan menggunakan media jerami padi sebagai bahan pokok media. Tingkat produksi dari kedua jenis media yang dipakai tersebut dipakai petunjuk bahwa media sekam padi dicampur kotoran ayam dapat dipakai sebagai pengganti media jerami padi. Cara kerja pembuatan media jerami padi dan sekam padi dicampur kotoran ayam beserta cara budidaya jamur yang telah dilakukan dijelaskan seperti pada uraian berikut.
Pengomposan Jerami Padi Untuk membuat media jerami padi dalam penelitian ini dibutuhkan 9000 Kg jerami padi, 20 Kg dedak, dan 20 Kg kapur. Langkah-langkah pembuatan media jerami padi adalah sebagai berikut: 1. Jerami padi direndam hingga merata dalam bak air 2. Jerami padi yang telah direndam, diangkat sambil ditiriskan kemudian disusun diatas terpal plastik yang telah disiapkan. Jerami padi disusun secara merata dengan ketebalan 30 cm. 3. Kapur ditaburkan diatas jerami hingga merata. Penaburan ini dilakukan pada setiap 30 cm jerami padi yang telah disusun. Proses ini terus dilakukan sampai kedua bahan tersebut habis tercampur. 4. Bahan-bahan yang telah tercampur kemudian dikomposkan dengan cara disekap dengan menggunakan terpal plastik. Penyekapan ini dilakukan selama lima hari. Pada hari kelima, jerami yang telah disekap kemudian dibuka dan dilakukan pembalikan. Hal ini dimaksudkan agar kematangan komposan yang dihasilkan sempurna. 5. Jerami yang telah dibalik, kemudian ditaburi dedak pada permukaannya secara merata, dan kemudian disekap kembali hingga hari kesepuluh. Pengomposan Sekam Padi Dicampur Kotoran Ayam
Untuk membuat media jerami padi dalam penelitian ini dibutuhkan 1500 Kg sekam padi, 1500 Kg kotoran ayam, dicampur dengan 20 Kg kapur. Langkah-langkah pembuatan media sekam padi dicampur kotoran ayam adalah sebagai berikut : 1. Sekam padi direndam terlebih dahulu pada bak air. Khusus untuk sekam padi, bak air yang digunakan untuk merendam dilapisi karung goni pada bagian bawah dan kedua sisinya. Pelapisan ini dimaksudkan agar pada saat perendaman, sekam padi tidak ikut terbawa iar. 2. Sekam padi yang telah direndam diangkat dan ditiriskan dengan menggunakan ember yang bagian bawahnya telah dilubangi untuk tempat keluarnya air. 3. Sekam padi disusun secara merata diatas terpal plastik dengan ketebalan 30 cm. 4. Setiap ketebalan 30 cm, sekam padi ditaburi campuran kapur dan kotoran ayam. Kotoran ayam yang digunakan pada media ini dalam keadaan kering. Apabila kotoran ayam yang digunakan masih dalam keadaan basah, dikhawatirkan masih mengandung mikroorganisme da bisa mengakibatkan kontaminasi pada media. 5. Setelah proses penaburan kapur dan kotoran berakhir, selanjutnya adalah penyekapan dengan terpal plastik. Penyekapan ini dilakukan selama 17 hari, pada hari kesembilan, terpal penyekap dibuka dan kemudian dilakukan penyiraman media kompos. Penyiraman ini bertujuan agar komposan tidak terlalu kering serta dapat menjaga kelembaban disaat proses dekomposisi.
Pengomposan Kapas Sebagai casing, dalam penelitian ini, dikomposkan 600 Kg limbah kapas pabrik textile, 40 Kg kapur, dan 400 Kg dedak. Langkah-langkah pembuatan kompos kapas adalah sebagai berikut : 1.
Sebelum dikomposkan, kapas telebih dahulu direndam pada bak celup untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada kapas.
2.
Setelah bersih, kapas-kapas tersebut diangkat dan ditiriskan selama beberapa saat lalu dilakukan penyusunan diatas terpal plastik.
3.
Susunan kapas dibuat setebal 10 cm. Agar kapas tidak telalu padat dan menempel, dalam proses penyusunannya kapas tersebut diurai-uraikan terlebih dahulu, sebelum disusun.
4.
Setiap ketebalan kapas 10 cm, kapas diberi taburan dedak secara merata pada bagian permukaannya. Proses ini terus dilakukakan hingga campuran kedua bahan habis.
5.
Kapas yang telah ditaburi dedak kemudian disekap selama satu minggu. Tetapi sebelum kapas disekap, bahan yang akan dikomposkan disiram dengan air selama 15 menit. Hal ini untuk membuat kelembaban pada saat pengomposan lebih terjaga. Setelah satu minggu, sekapan kapas dibuka, lalu ditaburi dedak halus hingga merata, dan disekap kembali hingga hari kedelapan.
Pasteurisasi Tahapannya dimulai dari tangki yang berisi minyak tanah, diberi tekanan udara dengan menggunakan compresor. Tangki minyak yang telah penuh dengan angin kemudian dihubungkan ke kompor dengan menggunakan selang pipa. Kompor tersebut lalu ditaruh dibawah tiga buah drum yang telah berisi air, kemudian dipanaskan hingga mendidih. Uap air yang dihasilkan lewat pemanasan pada drum, dialirkan ke kumbung, melalui pipa besi yang terdapat pada bagian depan drum. Kedua percobaan ini dipasteurisasi selama 8 jam dengan suhu 70 oC. Setelah pasteurisasi selesai, kumbung dibiarkan selama satu hari hingga suhunya turun sekitar 30 o
C sebelum dilakukan penanam bibit.
Penanaman Bibit Penanaman bibit dilakukan sehari setelah pasteurisasi, suhu pada saat penanaman bibit adalah 300C. Hal ini untuk mencegah tumbuhnya jamur kontaminan. Percobaan ini menggunakan jenis bibit yang sama, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah bibit yang tumbuh pada media yang berbeda. Bibit yang digunakan adalah bibit merek YTK, produksi PT. YTK Purwakarta, dengan harga Rp.2000 per bag log. Pada penelitian ini, setiap percobaan menggunakan 120 baglog bibit yang ditanam pada satu kumbung. Semakin banyak bibit yang ditanam, maka semakin cepat miselium jamur akan tumbuh pada seluruh media, sehingga menekan pertumbuhan kontaminan (pesaing ruang dan makanan). Sebelum ditanam, bibit diseleksi terlebih dahulu. Bibit yang baik adalah bibit yang bebas dari kontaminan. Setelah penyeleksian bibit, kumbung dibuka selama 10 menit, hal ini untuk membuang gas amoniak yang terdapat didalam kumbung. Bibit yang telah diseleksi, ditanam dengan rata pada permukaan media. Tahapan selanjutnya adalah dengan menutup kumbung secara rapat, untuk celah yang terdapat pada pintu ditutup dengan menggunakan lumpur (tanah basah).
Pemeliharaan Pemeliharaan terdiri dari penyiraman (penyemprotan), pengaturan suhu dan kelembaban udara dalam kumbung, steam pemeliharaan, serta pengendalian hama dan penyakit.
Penyiraman Penyiraman dilakukan pada hari keempat setelah penanaman bibit dengan menggunkan sprayer. Waktu penyiraman dilakukan pada pagi hari (pukul 10.00). Air yang digunakan untuk penyiraman adalah air bersih, dan tidak berbau. Penyiraman dilakukan dengan sangat hati-hati, agar tidak menimbulkan kerusakan pada media tanam. Setelah penyiraman selesai jendela kumbung dibuka selama beberapa saat agar sirkulasi udara berjalan dengan baik.
Pengaturan Suhu dan Kelembaban Udara Dalam penelitian ini, suhu dan kelembaban udara diatur dengan membuka dan menutup pintu dan jendela kumbung. Hal ini dilakukan agar sirkulasi udara dalam kumbung berjalan dengan baik. Bila suhu media dalam kumbung terlalu panas, maka dilakukan penyiraman pada media tumbuh, tetapi apabila kondisi media tumbuh terlalu lembab, maka dilakukan penyetiman ulang agar kondisi dalam kumbung kembali panas.
Pengendalian Hama dan Penyakit Pengendalian hama dan penyakit pada penelitian ini dilakukan dengan menutup rapat kumbung, serta tidak mengijinkan sembarang orang masuk kedalam kumbung. Selain itu disetiap sudut-sudut kumbung, dipasang kawat-kawat yang dialiri listrik untuk mencegah tikus dan hewan lain masuk kedalam kumbung.
Panen Pemanenan jamur merang dilakukan pada saat jamur merang berada pada fase telur atau kancing. Teknik panen yang digunakan adalah teknik tiga jari, sedangkan waktu pemanenan dilakukan pada pagi hari. Hasil panen yang diperoleh pada penelitian ini, dikatagorikan menjadi 2, yaitu jamur merang kualitas Super, dan jamur merang kualitas BS (bekas super). Penyeleksian ini bertujuan agar memudahkan dalam pencatatan data hasil panen. Setelah pengambilan data selesai maka jamur merang tersebut siap untuk dipasarkan.
Pengambilan Data Data yang diambil adalah hasil panen jamur merang dari media jerami dan media sekam padi dicampur kotoran ayam, selain itu juga dicatat suhu dan kelembaban ruangan kumbung.
Analisis Data Analisis data yang dilakukan adalah analisis deskriptif dengan membandingkan hasil panen berat basah jamur merang dari masing-masing media tumbuh.
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Desa Suka Indah merupakan salah satu desa yang terdapat di wilayah Kecamatan Suka Karya, Kabupaten Bekasi. Wilayah Desa Suka Indah merupakan dataran rendah dengan kisaran suhu udara 28- 32 oC. Luas Desa Suka Indah ± 625 Ha. Adapun letak desa Suka Indah berbatasan dengan : 1. Sebelah utara dengan Desa Suka Mandi 2. Sebelah selatan dengan Desa Muara Gembong 3. Sebelah barat dengan Desa Pancong 4. Sebelah timur dengan Desa Jegger
Keadaan Demografi Jumlah penduduk yang mendiami desa Suka Indah sampai bulan Desember 2005 adalah 6.793 orang, terdiri dari 2.980 laki-laki dan perempuan 3.813 orang dengan jumlah keluarga 1.715 kepala keluarga (Kantor Desa Suka Indah Tahun 2005). Tabel 2. Jumlah penduduk Desa Suka Indah menurut usia sampai dengan bulan Desember tahun 2005 No
Usia (Tahun)
Jumlah penduduk (Orang)
1
0-10
720
2
11-20
1.21
3
21-30
994
4
31-40
1197
5
41-50
935
6
51-59
875
7
59 keatas
862
Sumber : Kantor Desa Suka Indah Tahun 2005
Dari data diatas terlihat jelas bahwa penduduk Desa Suka Indah didominasi oleh masyarakat yang berusia 31-40 tahun, kelompok usia ini masih tergolong kepada kelompok usia produktif. Umumnya para penduduk usia ini, berprofesi sebagai petani, dan buruh tani untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Luasnya hamparan sawah yang terdapat pada Desa ini, membuat banyak masyarakat lebih suka bekerja sebagai petani atau buruh tani. Selain alasan dekat dengan keluarga, menjadi petani atau buruh tani tidak memerlukan pendidikan yang cukup tinggi seperti menjadi karyawan swasta atau jenis usaha lainnya.
Keadaan Sosial Ekonomi Sebagian besar penduduk Desa Suka Indah bermata pencaharian pada bidang pertanian, namun ada juga yang menjadi pedagang, buruh, pegawai negeri sipil, karyawan swasta, supir, dan sebagainya. Usaha tani yang dilakukan penduduk meliputi bertanam padi, ketimun, sayuran, jamur merang, dan sebagian kecil memelihara ikan jenis lele dan mas. Tabel 3 Jenis mata pencaharian penduduk desa Suka Indah No
Mata pencarian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Petani Buruh tani Pedagang Pegawai negeri sipil Supir Karyawan swasta TNI / POLRI Montir Tukang kayu Tujkang batu Penjahit
Total Sumber : Kantor Desa Suka Indah Tahun 2005
Jumlah (Orang) 957 540 78 41 20 60 10 4 7 12 5 1734
Dari data diatas jelas terlihat, bahwa sebagian besar penduduk desa Suka Indah, merupakan petani, buruh tani, dan sebagian kecil lainnya merupakan karyawan pabrik yang banyak terdapat di kawasan JABEKA (Jakarta, Bekasi, Karawang), serta pedagang, dan pegawai negeri sipil. Desa Suka Indah adalah salah satu Desa penghasil padi andalan di Kabupaten Bekasi, sehingga tidak heran bila sepanjang jalan menuju desa ini banyak hamparan sawah-sawah yang luas. Keadaan inilah yang membuat banyak kelompok usaha tani yang berinistiatif untuk mendirikan usaha budidaya jamur merang. Usaha budidaya jamur merang pertama kali di usahakan pada tahun 1980-an oleh kelompok ‘Farida Agung’ yang dipimpin oleh bapak Mujarob. Dari sinilah awal mula usaha budidaya jamur pada desa Suka Indah. Hingga saat ini, sudah lebih dari 20 kelompok tani / pengusaha yang hidup dari bertani jamur, rata-rata untuk setiap kelompok tani / pengusaha jamur memiliki 2-3 kumbung untuk produksi jamur. Sehingga pada tahun 2003, desa Suka Indah mendapat julukan desa “Jamur” oleh pemerintah setempat.
Keadaan Sosial Budaya Mayoritas penduduk Desa Suka Indah adalah beragama Islam, dan sebagain kecilnya adalah agama Kristen dan Budha. Untuk sarana kegiatan agama, di Desa Suka Indah, terdapat 2 mesjid, 10 mushola, dan 1 buah geraja. Prasarana pendidikan yang ada terdiri dari 2 sekolah dasar, 2 taman kanak-kanak dan 5 lembaga pendidikan agama. Untuk melayani kesehatan masyarakat, tersedia 1 unit puskesmas pembantu, 2 poliklinik, dan 1 unit posyandu (Kantor Desa Suka Indah Tahun 2005).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengukuran Suhu Udara di Dalam Kumbung Dalam penelitian ini, aspek yang diamati adalah suhu udara, kelembaban udara didalam kumbung, dan hasil panen yang diperoleh. Pengukuran suhu udara di dalam kumbung pada media jerami padi dan media sekam padi dicampur kotoran ayam dilakukan selama pengamatan berlangsung. Hasil pengukuran suhu udara di dalam kumbung pada kedua perlakuan disajikan pada Gambar 1. 40 35
Suhu Udara (0 C)
30 25 20 15 10 5 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Hari pengukuran Media jerami padi Media sekam padi dicampur kotoran ayam
Gambar 1. Hasil pengukuran suhu udara di dalam kumbung pada kedua perlakuan Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa suhu udara pada kedua perlakuan memiliki parbedaan. Pada media perlakuan pertama, suhu udara di dalam kumbung cendrung stabil, artinya penurunan suhu udara yang terjadi masih berada pada kisaran tumbuh jamur merang. Sedangkan pada media perlakuan kedua penurunan suhu udara terjadi sangat cepat dan cendrung berada dibawah kisaran tumbuh jamur merang. Penurunan suhu udara ini disebabkan oleh tingginya kelembaban udara yang terdapat di dalam kumbung, sehingga berakibat pada rendahnya hasil panen yang diperoleh.
Pengukuran Kelembaban Udara di Dalam Kumbung Pengukuran kelembaban udara di dalam kumbung pada media jerami padi, dan media sekam padi dicampur kotoran ayam dilakukan selama pengamatan berlangsung. Hasil pengukuran kelembaban udara di dalam kumbung pada kedua perlakuan disajikan pada gambar 2. 100
Kelembaban Udara (%)
95
90
85
80
75
70 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Hari pengukuran Media jerami padi Media sekam padi dicampur kotoran ayam
Gambar 2. Hasil pengukuran kelembaban udara di dalam kumbung pada kedua perlakuan Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa media sekam padi dicampur kotoran ayam memiliki kelembaban udara yang tinggi dibandingkan dengan media jerami padi. Keadaan ini dipengaruhi oleh rendahnya suhu udara yang terdapat pada media perlakuan kedua. Secara umum, kelembaban udara didalam kumbung dipengaruhi oleh air penguapan pada saat proses Pasteurisasi. Uap tersebut berubah menjadi air dan membasahi media tanam sehingga kelembaban udara didalam kumbung menjadi naik. Selain itu penggunaan media tanam pada budidaya jamur merang juga sangat mempengaruhi kelembaban udara yang ada. Penggunaan media tanam yang yang tidak dapat mempertahankan kelembaban udara akan merubah kondisi di dalam kumbung jamur.
Hasil Panen Hasil panen jamur merang dari media jerami padi dan media sekam padi dicampur kotoran ayam diuraikan pada tabel 4 dibawah ini. Tabel 4. Hasil panen jamur merang kedua perlakuan (kg) Hari Panen ke
Media Jerami Padi Kualitas Super
Media Sekam Padi dicampur Kotoran Ayam
Kualitas BS
Jumlah
Kualitas Super
Kualitas BS
Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
35,00 27,30 30,00 15,00 35,72 25,58 7,57 15,00 19,00 5,00
12,00 37,52 8,55 20,00 6,72 3,00 40,52 30,15 8,00 10,00
47,00 64,82 38,55 35,00 42,44 28,58 48,09 45,15 27,00 15,00
12,65 20,00 10,15 8,53 18,00 13,00 8,71 7,36 4,25 2,50
1,51 17,68 15,00 12,55 10,00 8,32 5,00 6,62 3,25 2,00
14,16 37,68 25,15 21,08 28,00 21,32 13,71 13,98 7,50 4,50
Total
215,17
176,46
391,63
105,15
81,93
187,08
Pada penelitian ini, masa panen kedua perlakuan berbeda. Untuk media jerami padi, panen dilakukan pada hari kedelapan setelah bibit ditanam. Pada media sekam padi dicampur kotoran ayam panen dilakukan sepuluh hari setelah bibit ditanam. Perbedaan masa panen ini, dipengaruhi ketersedian makanan, lingkungan tumbuh dan persaingan makanan. Pada media jerami padi, kebutuhan hidup jamur lebih tersedia dibandingkan pada perlakuan kedua. Waktu panen penelitian ini, dilaksanakan setiap hari setelah panen pertama, panen dilakukan pada jam 05.30-07.30 pagi. Masa panen yang dilakukan pada penelitian ini adalah 10 hari, agar lebih memudahkan dalam menganalisis masalah. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa perolehan hasil panen jamur merang kedua perlakuan mempunyai perbedaan yang sangat signifikan. Perbedaan hasil panen ini dipengaruhi oleh suhu udara dan kelembaban udara pada masa pemeliharaan, serta kualitas media tanam yang digunakan.
Pembahasan Pengukuran Suhu Udara di Dalam Kumbung Suhu udara merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur merang. Sesuai dengan sifatnya jamur merang merupakan jenis jamur yang tumbuh pada kisaran suhu udara yang tinggi. Secara teknis kualitas kumbung berpengaruh dalam mampertahankan suhu udara di dalam kumbung. Kondisi kumbung yang buruk membuat pengaturan suhu menjadi sulit karena angin yang datang dari luar, mengakibatkan suhu mikro di dalam kumbung berubah. Sinaga (2000) menyatakan, kebutuhan jamur merang terhadap suhu udara bergantung pada fase yang sedang berlangsung. Pada fase miselium jamur merang membutuhkan suhu 30-33
o
C. Suhu udara yang lebih rendah
mengakibatkan spora menjadi dorman, dan pembentukan miselium jamur terganggu. Fase pembentukan tubuh buah memerlukan suhu 32- 38 o C agar perkembangan tubuh buah berlangsung optimal. Suhu di bawah 30o C menyebabkan pembentukan tubuh buah menjadi cepat, tetapi bentuknya menjadi kecil, tangkainya kurus dan panjang, serta payung jamur mudah terbuka. Hal ini menjadikan kualitas jamur rendah. Suhu di atas 38 o C, menyebabkan jamur menjadi kerdil, payung jamur menjadi tipis dan keras. Dari hasil pengukuran suhu udara di dalam kumbung, media jerami padi, memperoleh suhu udara tertinggi pada 34 oC, dan terendah 30 oC dengan rata-rata suhu udara di dalam kumbung sebesar 31 oC. Sedangkan media sekam padi dicampur kotoran ayam memperoleh suhu udara tertinggi 34 oC, dan terendah 24 oC dengan rata-rata suhu udara di dalam kumbung sebesar 27 oC. Selama periode miselium (hari ke-4), kedua perlakuan memiliki suhu udara yang sesuai bagi pertumbuhan jamur merang (> 30 oC). Tetapi pada saat pembentukan tubuh buah, suhu udara di dalam kumbung pada perlakuan kedua, mengalami penurunan yang drastis. Untuk mengurangi pengunurunan suhu yang berlaku, pada hari ke-7, dilakukan penyetiman pemeliharaan, agar suhu udara di dalam kumbung kembali naik. Tetapi hal ini tidak berpengaruh besar, sehari setelah penyetiman, suhu udara di dalam kumbung pada percobaan kedua kembali turun. Penurunan suhu udara pada perlakuan kedua dipengaruhi oleh celah yang terdapat pada media tersebut. Adanya celah tersebut membuat hawa panas pada saat penyetiman keluar karena tidak dapat ditahan oleh sekam padi.
Pengukuran Kelembaban Udara di Dalam Kumbung Selain suhu udara, kelembaban udara merupakan salah satu faktor pendukung untuk perkembangan jamur merang. Kelembaban udara di dalam kumbung pada budidaya jamur merang dipertahankan dengan menyiram media tanam dan mengatur pintu dan jendela yang terdapat pada kumbung jamur. Sinaga (2000) menyatakan, kelembaban udara (Relatif Humidity) yang dibutuhkan untuk produksi optimum jamur merang adalah 65% pada fase miselium, dan 80-85% untuk pembentukan tubuh buah. Kelembaban udara yang terlalu tinggi (95-100%) merupakan kondisi buruk karena jamur mudah busuk, berwarna kecoklatan, dan layu, sehingga jamur menjadi mudah busuk. Sementara kelembaban udara yang terlalu rendah (kurang dari 80%) mengakibatkan tubuh buah yang terbentuk menjadi kecil dan sering terbentuk di bawah media merang, tangkai buahnya pajang dan kurus, serta payung jamur mudah terbuka. Dari hasil pengukuran kelembaban udara di dalam kumbung selama penelitian, media jerami padi memiliki kelembaban udara tertinggi pada 91%, dan terendah 80% dengan rata-rata kelembaban udara di dalam kumbung 83%. Sedangkan media sekam padi dicampur kotoran ayam memiliki kelembaban udara tertinggi 96%, dan terendah 80% dengan rata-rata kelembaban udara di dalam kumbung 87%. Dari perbandingan kelembaban udara yang ada terlihat bahwa media sekam padi dicampur kotoran ayam memiliki kelembaban yang tinggi dibandingkan dengan media jerami padi. Hal ini disebabkan oleh penurunan suhu udara yang terjadi pada media sekam padi dicampur kotoran ayam. Muryanti (1999) menyatakan tingginya kandungan silikat yang terdapat pada sekam padi menyebabkan sekam padi sulit menyerap air dan tidak dapat mempertahankan
kelembabannya,
serta
memerlukan
waktu
lama
untuk
mendekomposisinya. Untuk mempertahankan kelembaban pada masa pemeliharaan, kumbung ditutup secara rapat, agar udara dari luar tidak masuk, sehingga mempengaruhui kelembaban di dalam kumbung. Penutupan ini disesuaikan dengan keadaan cuaca, apabila sedang musim hujan, kumbung tidak ditutup secara rapat, tetapi tergantung kebutuhan
Hasil Panen Panen jamur, adalah kegiatan akhir pada usaha jamur merang. Kegiatan ini merupakan penentu keberhasilan usaha budidaya yang dilakukan, hasil panen yang banyak, tentu saja
menguntungkan bagi petani jamur. Pemanenen harus dilakukan
dengan sebaik mungkin, untuk menghindari kegagalan karena kesalahan yang dilakukan. Cara pemetikan yang benar dalam budidaya jamur dikenal dengan istilah “Teknik Tiga Jari”. Kualitas jamur yang dipanen dibagi menjadi 2 kategori, yaitu kualitas Super, dan kualitas BS (Bekas Super). Kualitas Super adalah jamur dalam bentuk telur atau bulat dan keras, sedangkan kualitas BS adalah jamur yang bentuknya lonjong, dan mempunyai filum yang belum pecah. Dipasaran harga jamur dengan kualitas Super lebih mahal dibandingkan dengan jamur kualitas BS. Para konsumen yang sering mengkonsumsi jamur lebih menyukai jamur pada kualitas Super karena rasanya yang lebih enak. Hasil panen dari pengamatan ini, diperoleh panen jamur terbanyak terdapat pada media jerami padi. Media jerami padi menghasilkan jamur kualitas Super 215,17 Kg, 176,46 Kg jamur kualitas BS, dengan demikian total produksi 391,63 Kg, sehingga jumlah produksi jamur merang media jerami padi untuk setiap raknya didapat 39,163 Kg/rak. Media sekam padi dicampur kotoran ayam menghasilkan jamur kualitas Super 105,15 Kg, 81,93 Kg jamur kualitas BS, dengan demikian total produksi 187,08 Kg, sehingga jumlah produksi jamur merang media sekam padi dicampur kotoran ayam untuk setiap raknya didapat 18,708 Kg/rak. Rendahnya perolehan hasil panen pada media sekam padi dicampur kotoran ayam dimungkinkan disebabkan oleh penurunan suhu udara selama tahap pemeliharaan, dan terkontaminasinya media tumbuh akibat proses pasteurisasi yang tidak sempurna. Pasteurisasi yang tidak sempurna, mengakibatkan jamur Coprinus ikut tumbuh dan mengambil bahan makanan (nutrisi) yang tersedia sehingga berakibat produksi menurun. Dari segi fisik, jamur merang hasil panen media sekam padi dicampur kotoran ayam memiliki warna lebih hitam daripada medai jerami padi. Selain warna yang lebih hitam, jamur hasil panen media perlakuan kedua juga mengeluarkan bau kotoran ayam yang sangat menyengat.
Untuk mensiasati hal ini, hasil panen jamur media kedua, direndam dengan air bersih selama 2 jam agar baunya hilang dan warna jamur berubah menjadi lebih putih. Perendaman ini ternyata membuat kondisi jamur pada media kedua, mengalami perubahan yang baik. Setelah direndam, jamur tersebut tidak lagi mengeluarkan bau, dan warnanya berubah menjadi lebih putih. Dari segi ketahanan simpan, jamur merang hasil panen media jerami padi lebih tahan daripada media sekam padi dicampur kotoran ayam. Dua hari setelah dipanen, jamur hasil panen media sekam padi dicampur kotoran sudah mulai busuk, sedangkan jamur hasil panen media jerami padi mulai busuk pada hari keempat.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa produktifitas media jerami padi lebih besar daripada media sekam padi dicampur kotoran ayam hal ini dapat dilihat dari hasil panen yang diperoleh, selain itu suhu dan kelembaban udara yang tidak sesuai mempengaruhi hasil panen yang diperoleh. Saran Media tanam jamur yang menggunakan kotoran ayam sebagai campuran sebaiknya dipasteurisasi dan dikomposkan lebih lama agar terhindar dari kontaminasi. Untuk penurunan suhu udara di dalam kumbung, disarankan menggunakan lampu pijar yang diletakkan di dalam kumbung.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Suklus hidup jamur merang
Lampiran 2 Kumbung jamur merang
Tampak depan
Bagian dalam kumbung
Lampiran 3 Jamur Coprinus
Lampiran 4 Hasil pengukuran suhu (o C) dan kelembaban udara (%) didalam kumbung media jerami padi dan sekam padi dicampur kotoran ayam Hari
Jerami padi
Sekam padi dicampur kotoran ayam
33 34 33 34 32 34 32 30 32 31 30 30 32 31 30 30 30
32
82 81 80 81 82 83 81 81 85 87 90 91 88 90 90 91 91
80 80 81 81 85 86 82 82 87 89 92 91 91 93 92 96 96
Suhu udara 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Kelembaban udara 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
32 31 31 28 27 34 30 26 27 26 25 25 26 25 24 24