i
RESPON KUALITAS JAMUR MERANG (Volvariella volvacea) PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN
HIDAYATUL MAHMUD
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Respon Kualitas Jamur merang (Volvariella volvaceae) pada Berbagai Suhu Penyimpanan adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang digunakan berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya limpahkan hak cipta dari karya tulis yang saya buat kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2016
Hidayatul Mahmud NIM F14120087
iii
ABSTRAK HIDAYATUL MAHMUD. Respon Kualitas Jamur Merang (Volvariella volvacea) pada Berbagai Suhu Penyimpanan. Dibimbing oleh Y. ARIS PURWANTO. Jamur merang (Volvariella volvacea) merupakan komoditas yang mudah mengalami kerusakan dan mempunyai umur simpan yang singkat karena memiliki kadar air dan laju respirasi yang tinggi. Penyimpanan dingin dapat menurunkan laju respirasi sehingga dapat memperpanjang umur simpan dari jamur merang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis laju respirasi, menganalisis perubahan kualitas selama penyimpanan, dan melakukan pendugaan umur simpan jamur merang. Suhu penyimpanan dingin yang digunakan pada penelitian ini mengikuti suhu penyimpanan supermarket yaitu 5oC, suhu lemari pendingin sebesar 10oC, dan suhu ruang yang umum dilakukan pada pasar tradisional. Parameter kualitas yang diamati pada penelitian ini meliputi kadar air, susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, dan perubahan warna. Hasil penelitian menunjukan bahwa kualitas penyimpanan jamur merang segar paling baik pada suhu 10oC. Umur simpan jamur merang pada suhu 10oC dapat diperpanjang menjadi 2 hari dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu ruang dan 5oC yang hanya mampu bertahan selama 1 hari. Kata kunci : jamur merang, laju respirasi, parameter kualitas, suhu dingin, umur simpan
ABSTRACT HIDAYATUL MAHMUD. Quality Respond of Straw Mushroom (Volvariella volvacea) During Storage in Various Temperature. Supervissed by Y. ARIS PURWANTO. Paddy straw mushroom (Volvariella volvacea) is a perishable commodity and has short period of storage due to high water content and high respiration rate. Cold storage could decrease respiration rate of paddy straw mushroom so it could extend its shelf life of paddy straw mushroom. The objectives of this study were to analyze the respiration rate, to analyze the quality change during storage, and to predict the shelf life of straw mushroom. Cold storage temperature that used in this study were refer to supermarket storage temperature 5oC, refrigrator temperature 10oC, and room temperature. Quality parameters observed in this study were moisture content, weight loss, hardness, total soluble solid, and color. Result of this study showed that quality of straw mushroom were found those stored at 10oC storage. Shelf life of straw mushroom stored at 10oC can be extended to 2 days for those straw mushroom stored at 5 oC, the shelf life of the products were 1 days. Keywords : cold temperature, quality parameters, respiration rate, shelf life, straw mushroom
iv
RESPON KUALITAS JAMUR MERANG (Volvariella volvacea) PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN
HIDAYATUL MAHMUD Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
v
Judul Skripsi
Nama NIM
: Respon Kualitas Jamur Merang (Volvariella volvacea) pada Berbagai Suhu Penyimpanan : Hidayatul Mahmud : F14120087
Bogor, November 2016 Disetujui Oleh Pembimbing Akademik
Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc NIP 19640307 198903 001
Diketahui oleh
Dr Ir Desrial, MEng Ketua Departemen
Tanggal lulus:
vi
PRAKATA Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat, rahmat serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul Respon Kualitas Jamur Merang (Volvariella volvaceae) pada Berbagai Suhu Penyimpanan. Penyusunan tugas akhir ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesain tugas akhir ini, kepada mereka penulis mengucapkan terima kasih: 1. Dr. Ir. Y. Aris Purwanto,M.Sc sebagai dosen Pembimbing Akademik. 2. Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr dan Dr. Lenny Saulia, S.TP, M.Si selaku dosen penguji sidang skripsi. 3. Dr. Ir. Desrial, M. Eng selaku Ketua Departemen Teknik Mesin dan Biosistem. 4. Dr. Ir. Wayan Astika, M.Si selaku komisi pendidikan program sarjana Teknik Mesin dan Biosistem. 5. Ayah, ibu, saudara, dan keluarga yang sudah memberi dukungan selama penulis melakukan penyelesaian tugas akhir ini. 6. Weliana, Nadhillah, Roziqin, dan Jerry yang sudah menemani serta memberikan dukungan kepada penulis selama penyusunan tugas akhir ini. 7. Sabrina Sattwika, Putri Layla Andini, Anna Erpiana, Riska Rodhiyana, Asyifa Fitrisari, Aditya Achmal dan Bunga Kasih Agya Putri yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Bogor, November 2016
Hidayatul Mahmud
vii
DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Jamur Merang (Volvariella volvacea) Kandungan Gizi Jamur Merang Penyimpanan Jamur Merang Perubahan Fisiologis Jamur Merang METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian PENGAMATAN Laju Respirasi Susut Bobot Total Padatan Terlarut Uji Kekerasan Buah (Firmness) Perubahan Warna Kadar Air Pendugaan Umur Simpan HASIL DAN PEMBAHASAN Laju respirasi Kadar Air Susut Bobot Kekerasan Total Padatan Terlarut Perubahan Warna Pendugaan Umur Simpan KESIMPULAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
i ii ii ii 1 1 1 2 2 2 2 2 4 5 7 8 8 8 8 10 10 10 10 11 11 11 12 12 12 15 16 17 18 19 23 26 26 26 26 29 38
i
DAFTAR TABEL 1 Hasil analisa nutrisi jamur merang di laboratorium Food and Nutrition Research Institute Philiphines 4 2 Klasifikasi ukuran jamur merang segar berdasarkan SNI 01-6945-2013 4 3 Persyaratan mutu jamur merang berdasarkan SNI 01-6945-2013 5 4 Perbandingan kandungan gizi jamur merang dengan bahan pangan lain 5 5 Hasil regresi linier parameter kadar air jamur merang 24 6 Hasil regresi linier parameter kecerahan jamur merang 24 7 Hasil regresi linier parameter kekerasan jamur merang 24 8 Hasil regresi linier parameter hue jamur merang 24 9 Nilai energi aktivasi parameter kadar air, kekerasan, kecerahan, dan hue 25 10 Laju penurunan kekerasan jamur merang 25 11 Hasil pendugaan umur simpan dengan persamaan arhenius 26
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Jamur merang (Volvariella volvacea) Prosedur penelitian Grafik laju respirasi O2 pada berbagai suhu penyimpanan Grafik laju respirasi CO2 jamur merang pada berbagai suhu Grafik kadar air bahan selama penyimpanan Grafik susut bobot jamur merang segar selama penyimpanan Grafik kekerasan jamur merang selama penyimpanan Grafik total padatan terlarut jamur merang selama penyimpanan Grafik perubahan kecerahan jamur merang bagian kepala Grafik kecerahan jamur merang bagian badan Grafik kecerahan jamur merang bagian pangkal Jamur merang pada penyimpanan suhu ruang (a) H-1; (b) H-2 Jamur merang pada penyimpanan suhu 5 oC (a) H-1; (b) H-2 Jamur merang pada penyimpanan suhu 10 oC (a) H-1; (b) H-3 Grafik browning index jamur merang selama penyimpanan Grafik nilai hue jamur merang selama penyimpanan
3 9 13 15 16 17 18 19 19 20 20 21 21 21 22 23
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Hasil pengukuran laju respirasi Hasil pengukuran susut bobot Hasil pengukuran perubahan warna Hasil pengukuran kekerasan Kadar air jamur merang selama penyimpanan Total padatan terlarut jamur merang selama penyimpanan
29 30 31 36 37 37
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Jamur merang (Volvariella volvacea) merupakan komoditas jamur yang mulai dibudidayakan di Indonesia pada tahun 1950. Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur yang paling banyak dibudidayakan, yaitu sebesar 55-60% dari produksi jamur nasional. Jamur merang memliki kandungan gizi yang baik bagi kesehatan terutama karena memiliki kandungan protein yang tinggi. Kandungan protein pada jamur cukup bervariasi tergantung pada struktur genetik setiap spesies jamur dan perbedaan komposisi fisik dan kimia pada media pertumbuhan. Menurut Adriandi et al. (2001), kandungan protein pada jamur merang lebih tinggi dua kali lipat dari protein asparagus dan kentang, empat kali lipat protein tomat dan wortel, dan enam kali lipat protein jeruk. Jamur merang lebih banyak dikonsumsi dalam kondisi segar dibandingkan dalam kondisi yang sudah dikeringkan, dikalengkan, atau dibuat menjadi asinan. Jamur merang termasuk komoditas yang mudah mengalami kerusakan (perishable) karena memiliki kadar air dan tingkat respirasi yang tinggi. Komponen tertinggi dari jamur merang adalah air yaitu lebih dari 86%. Kadar air yang tinggi umumnya menyebabkan daya simpannya menjadi rendah. Tingkat respirasi yang tinggi dapat mengakibatkan susut bobot yang tinggi, perubahan fisik (keriput), dan pertumbuhan mikroba (Cessari et.al 2014). Kerusakan akan mempengaruhi tingkat kesegaran jamur merang dan penurunan kandungan gizi. Menurut Martine (2000), jamur yang disimpan pada suhu kamar memiliki daya simpan 3 hingga 4 hari lebih rendah dibanding sayuran lainnya karena jamur tidak mempunyai kutikula untuk melindungi dirinya dari serangan fisik dan mikrobiologi serta penguapan (water loss). Oleh karena itu diperlukan penanganan pascapanen yang tepat guna mempertahankan mutu Jamur merang. Pemasaran jamur merang yang ideal harus berorientasi pasar, yaitu kegiatan produksi dan pemasaran harus dilakukan dengan mengakomodasi keinginan konsumen. Konsekeuensinya adalah pengembangan jamur merang dituntut harus dapat berkompetisi dari sisi kualitas, harga, dan ketersediaan pasokannya. Agar dapat berkompetisi dari segi kualitas diperlukan pengemasan yang sesuai dan penyimpanan dingin sehingga kualitas jamur merang ketika didistribusikan ke pasaran kualitas jamur merang tidak mengalami perubahan. Agar jenis kemasan yang didesain sesuai dengan karakteristik jamur merang perlu dilakukan penelitian pendahuluan untuk mengkaji karakteristik dasar dari jamur merang yang disimpan pada berbagai suhu tanpa menggunakan kemasan terlebih dahulu. Perumusan Masalah Jamur merang merupakan komoditas yang mudah mengalami kerusakan setelah pemanenan, baik kerusakan fisik, mekanis dan fisiologis. Kerusakan terjadi karena jamur merang memiliki tingkat respirasi yang tinggi. Kerusakan akibat respirasi yang tinggi dapat diminimalisir dengan penggunaan kemasan. Namun, agar kemasan yang digunakan sesuai untuk mengurangi laju respirasi, perlu dilakukan pengkajian terhadap
2
karakteristik dasar dari jamur merang yang disimpan dalam berbagai suhu tanpa menggunakan kemasan.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis perubahan laju respirasi dari jamur merang selama penyimpanan. 2. Menganalisis perubahan kualitas jamur merang yang meliputi perubahan kadar air, susut bobot, total padatan terlarut, kekerasan, dan perubahan warna. 3. Melakukan pendugaan umur simpan jamur merang. Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai manfaat untuk mengetahui penurunan mutu jamur merang segar yang disimpan pada suhu penyimpanan yang paling umum diaplikasikan pada bahan yaitu pada suhu 5 oC (suhu penyimpanan supermarket), suhu 10 oC (suhu lemari pendingin), dan suhu ruang. Selain itu, peneltian ini mempunyai manfaat sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan jenis kemasan yang tepat untuk penyimpanan jamur merang sehingga umur simpan jamur merang segar dapat diperpanjang. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis laju respirasi, menganalisis perubahan kualitas mutu, serta melakukan pendugaan umur simpan jamur merang tanpa menggunakan kemasan dalam tiga perlakuan penyimpanan yang berbeda yaitu pada suhu 5 oC (suhu penyimpanan supermarket), 10 oC (suhu lemari pendingin), dan suhu ruang (suhu penyimpanan pada pasar tradisional). Dalam penelitian ini kelembaban relatif (RH) dari ruang penyimpanan tidak dikontrol. Jamur merang segar yang digunakan dalam penelitian ini berada pada stadia kancing. Stadia kancing digunakan karena permintaan pasar untuk komoditas jamur merang berada pada stadia tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA Jamur Merang (Volvariella volvacea) Jamur merang adalah jamur yang berbentuk bulat telur dengan diameter 514 cm. Jamur merang memiliki berbagai warna tudung seperti putih, abu-abu, dan hitam. Perbedaan warna tudung ini disebabkan oleh perbedaan varietas yang digunakan atau akibat penyinaran dan sirkulasi udara pada saat penanaman. Menurut Sunandar (2010), klasifikasi jamur merang adalah sebagai berikut: kingdom divisi subdivisi kelas
: Mycatae : Amastigomycota : Basidiomycotina : Basidiomycetes
3
subkelas ordo famili genus species
: Homobasidiomycetes : Agaricales : Plutaceae : Volvariella : Volvacea
Jamur merang (Volvariella volvacea) merupakan jamur tropika yang membutuhkan suhu udara yang cukup tinggi untuk pertumbuhannya. Suhu udara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur merang berkisar antara 30-35 oC. Apabila suhu udara berada dibawah 20 oC maka jamur merang tidak dapat bereproduksi walaupun jamur merang telah tumbuh sampai stadia kancing. Jamur lama-kelamaan akan mati dan membusuk. Faktor lainnya yang memperngaruhi pertumbuhan jamur merang adalah kelembaban. Kelembaban yang cocok untuk pertumbuhan jamur merang berkisar antara 80-90% (Permana 2006). Jamur merang sebagai tanaman merupakan suatu sulur yang menempel pada jerami atau merang. Sulur ini seperti serabut akar tanaman yang disebut dengan miselium. Miselium bercabang-cabang dan pada titik pertemuannya mempunyai bentuk bintik-bintik kecil yang akhirnya tumbuh menjadi tunas jamur (pinhead) dan kemudian menjadi badan jamur. Badan buah yang tumbuh dari tunas jamur berasal dari miselium. Jamur merang mengalami beberapa tahap pertumbuhan dan perubahan bentuk yang kompleks pada miselium vegeatif. Selanjutnya diiukuti dengan tahap pembentukan buah. Menurut Sinaga (2011), tahapan pertumbuhan jamur merang berawal dari spora (basidiospora) yang berkecambah membentuk hifa. Kumpulan hifa akan membentuk bundar atau lonjong yang dikenal sebagai stadia kepala jarum (pinhead). Kumpulan hifa akan terus membesar hingga mencapai stadia kancing (button) dan terus tumbuh hingga mencapai stadia telur (egg). Pada stadia telur (egg) tangkai dan tudung mulai membesar diikuti dengan stadia perpanjangan (elongation). Cawan (volva) pada stadia perpanjangan akan terpisah dengan tudung (pileus) karena perpanjangan tangkai (stipe). Tahap akhir pertumbuhan jamur yaitu stadia dewasa dimana tudung jamur telah mekar. Jamur merang dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Jamur merang (Volvariella volvacea) Jamur merang yang paling banyak diminati oleh konsumen adalah yang memiliki warna putih. Menurut Sunandar (2010), jamur merang yang baik apabila
4
masih berada dalam stadia kancing, berdiameter 3-5 cm, berwarna putih hingga coklat muda, serta bentuknya tidak rusak akibat serangan mikroorganisme. Jamur yang telah memasuki stadia dewasa tudungnya telah mekar tidak diminati konsumen Kandungan Gizi Jamur Merang Nilai gizi dari jamur merang cukup lengkap karena mengandung karbohidrat, protein, lemak, dan beberapa mineral yang penting bagi pertumbuhan tubuh manusia. Hasil analisa kandungan nutrisi jamur merang segar yang dilakukan di laboratorium Food and Nutrition Research Institute Philiphines dapat dilihat pada Tabel 1. Menurut data yang dihimpun Badan Standarisasi Nasional (BSN) pada tahun 2013 jamur merang segar memiliki standar mutu berdasarkan SNI 016945-2013. Standar mutu jamur merang segar berdasarkan SNI 01-6945-2013 dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Tabel 1 Hasil analisa nutrisi jamur merang di laboratorium Food and Nutrition Research Institute Philiphines Nutrien per 100 g Kondisi Unit jamur merang segar Air % 87.7 Energi Kalori 39.00 Protein Gram 3.80 Lemak Gram 0.60 Total karbohidrat Gram 6.00 Serat Gram 1.20 Abu Gram 1.00 Kalsium Miligram 3.00 Besi Miligram 1.70 Asam askorbat Miligram 8.00 Sumber : Yusanto (2001) Tabel 2 Klasifikasi ukuran jamur merang segar berdasarkan SNI 01-69452013 Besar Sedang Kecil Kultivar
Jamur merang (Volvariella volvacea)
Diameter (cm)
Berat (g)
Diameter (cm)
Berat (g)
Diameter (cm)
Berat (g)
>3
40-70
2-3
25-40
1-1.99
10-25
5
No 1 2 3 4 5 6 7
Tabel 3 Persyaratan mutu jamur merang berdasarkan SNI 01-69452013 Persyaratan mutu Jenis Uji Satuan Mutu A Mutu B Mutu C Kesegaran kultivar % 100 100 100 Tingkat ketuaan Tua Tua Tua Cukup Cukup Cukup Kekerasan keras keras keras Keseragaman ukuran % 95 90 85 Jamur merang busuk max Panjang tangkai jamur maks Kadar kotoran
%
0
0
0
cm
0
0
0
%
0
0
0
Kadar protein pada jamur merang lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa jenis sayuran. Kandungan protein pada jamur merang walaupun tidak setinggi protein hewani telah sebanding dengan kandungan protein pada susu. Perbandingan kandungan gizi jamur merang dengan beberapa bahan makanan lainnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Perbandingan kandungan gizi jamur merang dengan bahan pangan lain Bahan
Kadar Protein (%)
Jamur kuping 4.80 Jamur merang 3.80 Susu sapi 3.20 Telur ayam 12.80 Daging sapi 18.80 Kangkung 3.00 Bayam 3.50 Buncis 2.40 Sumber : Yusanto (2001)
Kadar lemak (%)
Karbohidrat (%)
0.20 0.60 3.50 11.50 14.00 0.30 0.50 0.20
3.50 0.90 4.30 0.70 5.40 6.50 7.70
Penyimpanan Jamur Merang Usaha-usaha untuk memperpanjang umur simpan jamur merang yang telah dilakukan selama ini yatu pengalengan, pengeringan, dan penyimpanan dingin. Penyimpanan jamur merang segar dapat memperpanjang daya gunanya, mempertahankan mutu, menghindari banyaknya produk ke pasar sehingga meningkatkan keuntungan produsen. Beberapa faktor lingkungan yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan produk antara lain adalah suhu, kelembaban dan
6
komposisi udara. Suhu penyimpanan yang lebih rendah dari suhu optimal produk akan menyebabkan chilling injury, sebaliknya di atas suhu optimal akan mengurangi umur simpan produk. Pada umumnya chilling injury produk hortikultura terjadi pada suhu diatas titik beku dan dibawah suhu 15oC (Jouyban 2013). Jamur merang hanya dapat bertahan selama 1-2 hari apabila disimpan dalam bentuk segar pada suhu ruang (Sunandar 2010). Salah satu metode yang umum digunakan untuk memperpanjang umur simpan jamur merang adalah dengan penyimpanan dingin. Pada umumnya penyimpanan dingin berkisar antara -2oC - 18 o C. Suhu lemari pendingin umumnya berkisar antara 4-15 oC. Penyimpanan dingin dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari hingga beberapa minggu tergantung dari jenis bahan pangan tersebut. Penyimpanan suhu rendah pada komoditas pertanian yaitu dapat memperpanjang umur simpan, mengurangi kehilangan air, mencegah kerusakan akibat aktivitas mikroba, dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan. Daya simpan jamur yang disimpan dengan metode penyimpanan dingin bervariasi tergantung pada jenis dan kondisi awal dari jamur tersebut. Pada umumnya dengan penyimpanan dingin jamur dapat disimpan mulai dari beberapa hari hingga beberapa bulan apabila dengan adanya penambahan kemasan pada jamur tersebut. Menurut Tjahjadi (2011), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan penyimpanan dingin agar kualitas produk yang disimpan tetap terjaga yaitu dilakukannya pendinginan pendahuluan, pembersihan dan pembuangan bagian yang tidak dikehendaki, grading and sorting, pengemasan, dan suhu ruang penyimpanan harus konstan. Kelembaban pada ruang pendingin dapat mempengaruhi mutu jamur yang disimpan. Jika kelembaban pada ruang pendingin rendah maka akan terjadi pengkeriputan badan buah jamur yang disimpan. Air yang terdapat dalam badan buah jamur tersebut akan keluar dari permukaan ke ruang pendingin. Kelembaban yang rendah pada ruang pendingin akan merangsang proses pembusukan karena dapat meningkatkan risiko terjadinya kondensasi air sehingga kandungan air yang terdapat pada ruang pendingin dapat masuk ke dalam badan buah jamur melalui pori-pori permukaannya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Adriandi (2012), jamur merang yang disimpan dengan menambahkan larutan asam askorbat 0.05% dan disimpan dalam kemasan standing pouch dan gelas plastik pada suhu 16 oC dapat bertahan selama 2 hari, sedangkan jamur merang yang disimpan pada suhu yang sama dalam larutan asam sitrat 1% dapat bertahan selama 8 hari. Penambahan larutan garam dapur 3% dalam kemasan standing pouch dan gelas plastik dapat memperpanjang umur simpan jamur merang menjadi 3 hari dengan suhu penyimpanan 16 oC. Menurut Noviawati (2002), jamur merang yang disimpan dengan perlakuan pendahuluan blansir dalam larutan Natriummetabisulfit dan CaCl2 0.8% dalam gelas plastik pada suhu 5oC dapat bertahan selama 9 minggu. Menurut Sunandar (2010), jamur merang segar yang disimpan pada suhu lemari pendingin dapat bertahan 3-4 hari. Umur penyimpanan jamur merang pada lemari pendingin diperkuat oleh Sinaga (2011) yang menyatakan pada prinsipnya stadia kancing pada jamur merang hanya dapat bertahan selama 4 hari pada suhu penyimpanan paling tidak 15 oC dengan kelembaban udara yang tinggi. Hal ini dipertegas oleh Miles
7
dan Chang (2004) yang menyatakan jamur yang disimpan pada suhu 10-15 oC memiliki umur simpan selama 3 hari. Pada temperatur dibawah 15 oC akan terjadi chilling injury, sedangkan apabila disimpan pada suhu dibawah 4 oC jamur akan lebih cepat mengalami proses autolisis (Dapeng, 2013). Menurut Miles dan Chang (2004), jamur merang merupakan komoditas yang rentan terkena chilling injury, penyimpanan yang paling baik yaitu pada suhu 10-15 oC Perubahan Fisiologis Jamur Merang Seperti buah-buahan dan sayur-sayuran, jamur bersifat mudah rusak setelah proses pemanenan yang berupa terjadinya perubahan-perubahan yang menyebabkan jamur tidak dapat dikonsumsi lagi oleh manusia. Perubahanperubahan yang terjadi setelah pemanenan antara lain adalah pengerutan karena kehilangan kadar air, pematangan, pencoklatan (browning), perubahan tekstur, aroma, dan flavor. Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi karena proses metabolisme, reaksi-reaksi kimia, atau pertumbuhan mikroorganisme yang terus berlangsung selama penyimpanan (Chang dan Miles 2004). Kadar air merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan setelah proses pemanenan produk pertanian. Penurunan kadar air dalam produk pertanian terjadi karena proses metabolisme terus berlangsung. Proses metabolisme yang sangat berpengaruh pada kehilangan air adalah respirasi. Respirasi adalah proses perombakan dengan cara menggunakan oksigen pada pembakaran senyawa makromolekul seperti karbohidrat, protein, dan lemak. Hasil akhir dari proses respirasi ini berupa karbondioksida, air, dan energi. Laju respirasi merupakan indeks yang tepat untuk melihat daya simpan bahan. Semakin tinggi laju respirasi maka daya simpan bahan akan semakin singkat, selain itu juga dapat menyebabkan penurunan kualitas (Rai dan Arumuganathan 2008). Respirasi dapat menyebabkan akumulai karbondioksida sedangkan kandungan oksigen akan semakin menurun sehingga menimbulkan kekacauan fisiologis dan penurunan mutu. Laju kehilangan air pada jamur merang bergantung pada struktur dan kondisi jamur, suhu dan kelembaban lingkungan, gerakan udara, dan tekanan udara. Kehilangan air pada jamur merang terjadi secara cepat pada kondisi udara yang kering dan hangat serta meningkat dengan adanya pergerakan udara secara berlebihan sehingga air akan mengalami evaporasi yang tinggi. Air akan menguap lebih cepat pada tekanan udara yang rendah. Akibat dari kehilangan air pada jamur merang berupa pelayuan dan pengkeriputan sehingga jamur menjadi liat dan tidak dapat dikonsumsi. Selain itu, kehilangan air juga akan mempercepat laju pembusukan. Perubahan warna merupakan salah indeks dalam menentukan mutu fisik komoditas pertanian. Warna juga dapat menjadi daya tarik bagi konsumen untuk membeli suatu produk pertanian. Perubahan warna yang paling umum terjadi pada komoditas pertanian adalah pencoklatan. Pencoklatan pada komoditas pertanian terjadi karena adanya kerusakan pada jaringan akibat dari pengupasan atau luka dan mengalami kontak dengan oksigen. Perubahan fisiologis pada jamur merang juga dapat terlihat dari terjadinya proses pencoklatan (browning). Proses browning dapat terjadi akibat oksidatif maupun non oksidatif. Proses pencoklatan yang terjadi karena reaksi oksidatif
8
dikenal dengan nama reaksi browing enzimatis. Pada reaksi tersebut oksigen akan bereaksi dengan senyawa fenolik yang dikatalis oleh polifenol oksidase. Menurut He dan Luo (2007), reaksi pencoklatan dapat terjadi karena adanya proses oksidasi enzim polfenol oksidae yang berasal dari sel-sel yang pecah karena mengalami kerusakan. Substrat pada jamur akan mengkatalis komponen fenolik menjadi quinon yang berwarna coklat. Komponen fenolik tersebut akan bergabung dengan asam amino derivatif membentuk kompleks melanodin yang berwarna coklat.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanaian Bogor pada bulan Mei 2016. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur merang yang dibudidayakan di kumbung. Alat yang digunakan antara lain neraca untuk mengukur massa, thermometer untuk mengukur suhu ruangan, oven untuk mengukur kadar air, gas analyzer untuk mengukur laju respirasi, refraktometer digital type PR-201 merk ATAGO untuk mengukur total padatan terlarut, rheometer model CR-300 merk Sun-KAGAKU untuk mengukur kekerasan, chromameter untuk mengukur perubahan warna, lemari pendingin untuk penyimpanan dingin, dan tray untuk wadah jamur merang selama penyimpanan dingin. Prosedur Penelitian Jamur merang segar yang digunakan sebagai bahan pada penelitian ini diperoleh dari petani dari daerah Kampung Tegal, Cileungsi-Jawa Barat. Proses pemanenan jamur merang dilakukan pada sore hari, kemudian segera dilakukan proses sortasi berdasarkan ukuran, warna, dan ada atau tidaknya luka pada badan jamur. Selanjutnya dilakukan proses pembersihan (cleaning) dari jerami (merang) yang menempel pada badan jamur. Sampel kemudian dibawa dalam keranjang plastik (tray) ke Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Institut Pertanian Bogor dengan waktu dua jam perjalanan. Sampel kemudian dilakukan penimbangan sebesar ±250 gram per sample. Sampel yang telah ditimbang kemudian diletakkan pada wadah styreofoam dan toples (wadah pengamatan laju respirasi). Sampel kemudian dilakukan penyimpanan pada tiga suhu yang berberbeda yaitu suhu 5 oC (suhu penyimpanan supermarket), 10oC (suhu lemari pendingin), dan suhu ruang (suhu penyimpanan di pasar tradisional). Pengujian parameter mutu dilakukan setiap hari hingga produk dinyatakan mengalami kerusakan. Parameter mutu yang diamati meliputi laju respirasi, kadar air, susut bobot, total padatan terlarut, kekerasan, dan perubahan warna. Setiap parameter pengamatan dilakukan tiga kali ulangan. Penelitian ini dilakukan hingga
9
jamur merang mengalami kebusukan atau dinilai sudah tidak layak pada masingmasing perlakuan. Prosedur penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 2. Mulai Jamur merang dibersihkan Jamur merang disortasi Jamur merang ditimbang Penyimpanan pada suhu ruang, 5oC, dan 10oC Pengujian parameter setiap hari: 1. Laju respirasi 2. Kadar air 3. Susut bobot 4. Total padatan terlarut 5. Kekerasan 6. Perubahan warna
Tidak Rusak?
Ya Data penelitian
Selesai Gambar 2 Diagram alir prosedur penelitian
10
PENGAMATAN Laju Respirasi Pengukuran laju respirasi menggunakan alat gas analyzer dan alat bantu berupa chamber. Chamber digunakan sebagai wadah untuk pengukuran gas hasil respirasi. Chamber yang digunakan terlebih dahulu harus diketahui volume kosongnya. Sampel terlebih dahulu ditimbang sebesar ±300 gram kemudian dimasukkan ke dalam chamber. Volume dari sampel dapat ditentukan dengan mencari massa jenisnya terlebih dahulu menggunakan prinsip hukum Archimedes. Pada proses pengukuran, chamber kemudian ditutup menggunakan sealer yang terbuat dari plastisin selama satu jam. Dua buah selang kemudian dihubungkan ke dalam chamber untuk meneruskan gas O2 dan CO2 ke gas analyzer. Pada display gas analyzer tertera persentase gas O2 dan CO2 yang terukur. Laju konsumsi O2 dapat dihitung menggunakan Persamaan 1 sedangkan laju produksi CO2 dapat dilihat pada Persamaan 2 dalam satuan ml/kg-jam (Immah 2016). Laju konsumsi O2 =
∆O2 x ∆V
Laju produksi CO2 =
..................................................................... (1)
m ∆CO2 x ∆V m
.................................................................. (2)
Keterangan: ΔO2 = kadar O2 udara (21%) - kadar O2 dalam chamber (%) ΔCO2 = kadar CO2 dalam chamber (%) - kadar CO2 di udara (0.03%) ΔV = volume chamber (ml) – volume sampel (ml) m = massa sampel (kg) Susut Bobot Berat masing-masing sampel jamur merang awal pengamatan dan berat sampel setelah dilakukan penyimpanan ditimbang. Susut bobot dinyatakan dalam bentuk persentase susut bobot. Susut bobot dapat dihitung dengan Persamaan 3 (Dwi 2013). Susut bobot =
w1 −w2 w1
x100%.................................................................. (3)
Keterangan w1 = massa jamur merang hari ke-0 (g) w2 = massa jamur merang hari ke-n penyimpanan (g) Total Padatan Terlarut Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menghaluskan sampel dengan menggunakan alat bantu berupa palu. Sari dari hasil penghalusan akan diambil sebagai bahan sampel pengujian. Sampel kemudian diletakkan di atas gelas refractometer. Total padatan terlarut terbaca pada alat dalam satuan oBrix. Uji Kekerasan
11
Alat yang digunakan untuk mengukur kekerasan jamur merang adalah rheometer dengan ukuran probe silinder 5 mm. Sampel akan diletakkan pada probe dan kemudian alat diset beban maksimalnya 2 kg, kedalaman 20 mm, dan kecepatan penekanannya 10 mm/menit. Pengukuran kekerasan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada bagian kiri, tengah, dan kanan jamur merang. Gaya tekan maksimum yang tercatat dari hasil pengujian dinyatakan sebagai kekerasan sampel. Rata-rata dari ketiga bagian pengukuran dinyatakan sebagai kekerasan dalam satuan kgf. Perubahan Warna Pengukuran perubahan warna dilakukan menggunakan chromameter pada tiga titik pengukuran yaitu pada bagian kepala, badan, dan pangkal dari jamur merang. Data yang diperoleh dari alat berupa nilai kecerahan (L*), nilai kromatik merah hijau (a*), dan nilai kromatik warna biru kuning (b*). Data yang diperoleh dari hasil pengukuran kemudian digunakan untuk memeroleh nilai indeks browning (IB) dan hue (ohue). Nilai °hue dapat dideskripsikan sebagai warna murni yang menunjukkan warna dominan dalam campuran beberapa warna. Nilai hue (°hue) yang berkisar antara 18°-54° warnanya adalah merah, 54°-90° merah kekuningan, 90°-126° kuning dan apabila lebih besar dari 126° berwarna kuning kehijauan (Hutching 1999). Menurut Adriandi (2012) browning index dapat dihitung menggunakan Persamaan 5, sementara menurut Hutching (1999) nilai hue (ohue) dapat dihitung menggunakan Persamaan 6. x= IB =
a+1,75L
................................................................................... (4)
(5,645L+a−3,012b) 100 (x−0,31)
°hue =
.......................................................................................... (5)
0,71 b tan−1 (a).........................................................................................
(6)
Kadar Air Penentuan kadar air dilakukan dengan metode oven. Sejumlah 5 gram sampel ditimbang dalam wadah penampung lalu dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 25 jam. Berat sampel sesudah dikeringkan kemudian ditimbang. Nilai kadar air dari sampel ditentukan dalam satuan persen berat basah (%bb). Kadar air sampel dapat dihitung dengan Persamaan 7 (AOAC 2005). KA(%bb) =
m0 −m1 m0
x100%......................................................................... (7)
Keterangan: m0 : berat awal sampel (gram) m1 : berat kering sampel (gram)
Pendugaan Umur Simpan
12
Pendugaan umur simpan dengan hanya memperhatikan faktor suhu penyimpanan dapat menggunakan Persamaan Arrhenius. Suhu merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perubahan pada produk hasil pertanian yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan. Pada umumnya, semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi dari berbagai senyawa kimia yang terkandung di dalamnya akan meningkat. Menurut Khatnir (2015) Persamaan Arrhenius dapat dilihat pada Persamaan 8. K = ko x e−Ea/RT.......................................................................................... (8) Keterangan: K = konstanta kecepatan reaksi ko = konstanta pre-eksponensial Ea = energi aktivasi (kJ/mol) R = konstanta gas 1.986 (kal/mol) T = suhu penyimpanan (oK) Menurut Swadana (2014), pemilihan parameter mutu untuk menduga umur simpan dengan menggunakan Persamaan Arrhenius yaitu yang memiliki energi aktivasi yang paling rendah karena reaksi kerusakan akan berlangsung lebih cepat. Reaksi penurunan mutu dengan menggunakan Persamaan Arrhenius pada bahan pangan banyak dijelaskan dalam ordo nol dan ordo satu. Penentuan ordo reaksi yang digunakan pada reaksi ordo nol menggunakan grafik hubungan antara nilai parameter dengan umur simpan sedangkan ordo satu menggunakan grafik hubungan antara ln nilai parameter dengan umur simpan. Berdasarkan grafik diperoleh nilai R2 dari masing-masing ordo. Nilai R2 terbesar dipilih sebagai orde reaksi dari penelitian ini. Umur penyimpanan berdasarkan Persamaan Arrhenius dapat dilihat pada Persamaan 9. At-A0 = -K x t ........................................................................................... (9) Keterangan: At = jumlah nilai parameter A pada waktu t A0 = jumlah nilai parameter awal A t = umur simpan (hari)
HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Respirasi Laju respirasi digunakan sebagai salah satu parameter untuk menentukan mutu suatu produk hasil pertanian. Laju respirasi dibedakan menjadi dua jenis yaitu laju konsumsi O2 dan laju produksi CO2. Menurut Arianto et.al (2013), laju respirasi dapat digunakan sebagai indikator untuk mengetahui masa simpan produk dengan mengukur oksigen yang dikonsumsi atau karbondioksida yang dikeluarkan.
13
Laju Konsumsi O2 (ml/kg.jam)
Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya metabolisme, oleh karena itu sering dianggap sebagai petunjuk mengenai potensi daya simpan. Hal itu juga merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai bahan makanan. Fakor yang mempengaruhi besarnya laju respirasi pada bahan pangan adalah suhu penyimpanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju respirasi semakin meningkat. Faktor lain yang berpengaruh adalah jumlah oksigen yang tersedia. Semakin lama waktu penyimpanan maka laju komsumsi oksigen semakin menurun. Hasil pengukuran laju konsumsi O2 dapat dilihat pada Gambar 3, sedangkan data hasil pengukuran laju respirasi dapat dilihat pada Lampiran 1. 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 0
1
2
3
Lama Penyimpanan (hari) Suhu Ruang
Suhu 5°C
Suhu 10°C
Gambar 3 Grafik laju konsumsi O2 pada berbagai suhu penyimpanan Berdasarkan Gambar 3, semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju respirasi akan semakin tinggi. Hal ini dipertegas oleh Husna dalam Arianto (2013) bahwa penyimpanan suhu rendah dapat menurunkan kinerja enzim-enzim respirasi pada jaringan tumbuhan tingkat tinggi, bakteri, dan cendawan. Dari hasil pengukuran yang didapat pada hari ke-0, penyimpanan pada suhu ruang memiliki laju konsumsi O2 yang paling tinggi dari pada laju konsumsi O2 pada suhu suhu 10oC dan 5oC. Laju konsumsi O2 pada suhu 10 oC juga lebih tinggi daripada suhu 5 oC. Pada suhu ruang, laju konsumsi O2 meningkat pada hari ke-1 setelah pemanenan kerena jamur merang masih melakukan proses metabolisme. Tingginya laju respirasi pada hari ke-1 penyimpanan menujukkan titik optimum penyimpanan jamur merang pada suhu ruang sebelum mengalami kerusakan dan penurunan mutu. Pengukuran laju konsumsi O2 pada suhu ruang pada hari ke-2 menurun. Menurunnya laju respirasi menujukkan bahwa jamur sudah kehabisan substrat yang akan dirombak pada proses respirasi. Habisnya subtrat berdampak pada menurunnya kesegaran dan kualitas dari jamur merang. Pada suhu 10 oC, laju konsumsi O2 mengalami penurunan pada hari ke-1 penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa laju respirasi dapat dikurangi melalui penyimpanan dingin. Jamur merang yang disimpan pada suhu 10 oC mengalami peningkatan metabolisme pada hari ke-2 penyimpanan. Hari penyimpanan ke-2 jamur merang pada suhu 10 oC merupakan titik optimum waktu penyimpanan sebelum jamur merang mengalami penurunan kualitas. Laju respirasi kembali
14
menurun pada hari ke-3 penyimpanan yang mengindikasikan bahwa jamur sudah mengalami penurunan mutu pada suhu 10 oC. Pada suhu 5 oC, laju konsumsi O2 cenderung mengalami penurunan dari awal penyimpanan hingga mengalami kebusukan pada hari ke-2. Terus menurunnya laju konsumsi O2 dari jamur merang yang disimpan pada suhu 5oC menunjukkan bahwa jamur merang merupakan komoditas yang tidak tahan terhadap suhu dingin. Selain pengaruh dari suhu dingin, ruang penyimpanan pada suhu 5 oC memiliki kelembaban sebesar 67% sedangkan jamur merang membutuhkan kelembaban yang tinggi sehingga air yang terkandung pada jamur merang keluar. Air yang keluar terkondensasi dalam lemari pendingin sehingga menjadi media bagi mikroba untuk tumbuh sehingga mempercepat proses pembusukan. Mikroba akan melakukan proses metabolisme sehingga menghasilkan senyawa-senyawa asam yang menjadi penyebab dari penyimpangan bau. Menurut Dapeng et.al (2013), jamur merang yang disimpan pada suhu di bawah 15 oC akan terkena chilling injury, sementara penyimpanan di bawah suhu 4 oC akan memicu terjadinya proses autolisis sehingga mempersingkat umur simpan. Penyimpanan pada suhu dibawah 15 oC akan merusak badan buah dan turut mempengaruhi miselium jamur. Terus menurunnya laju respirasi O2 dan CO2 jamur merang yang disimpan pada suhu 5 oC menunjukkan terjadinya proses autolisis. Sel-sel penyusun jamur merang yang disimpan pada suhu 5 oC terus mengalami degradasi karena terjadi chilling injury sehingga menyebabkan laju respirasi terus menurun. Penyimpangan bau pada jamur merang dapat menjadi indikasi dari kerusakan produk. Jamur merang yang telah mengalami kerusakan akan berbau busuk diikuti dengan berairnya jamur merang tersebut. Penyimpangan bau dapat terjadi akibat proses oksidasi lemak dalam jamur merang karena kehadiran asam lemak tak jenuh akibat oksidasi protein maupun berkembangnya mikroorganisme yang menyebabkan pembusukan. Menurut Fernandes (2009), kemungkinan mikroba perusak yang dapat tumbuh pada produk yang disimpan pada suhu rendah berasal dari spesies psikorofilik atau psikotrofik seperti Pseudomonas yang dapat menurunkan keasaman produk melalui proteolisis dan membentuk pigmen hitam pada makanan yang mengandung protein. Kandungan karbondioksida (CO2) pada saat penyimpanan akan bertambah, sehingga jumlah CO2 yang terlarut dalam sel atau tergabung dengan zat penyusun sel pun meningkat. Kandungan CO2 dalam sel yang tinggi mengarah pada perubahan-perubahan fisiologi yang berupa penurunan-penurunan reaksi sintesis pematangan (misalnya protein dan zat warna) dan perubahan berbagai perbandingan gula. Laju respirasi CO2 selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan Gambar 4, laju produksi CO2 cenderung mengalami peningkatan pada penyimpanan suhu ruang dan suhu 10 oC dan kembali mengalami penurunan ketika memasuki akhir dari umur simpan dari masing-masing perlakuan. Laju produksi CO2 pada suhu ruang merupakan yang tertinggi dibandingkan laju produksi CO2 pada suhu 5 oC dan 10 oC. Laju produksi CO2 pada suhu ruang menurun pada hari ke 2 penyimpanan yang menunjukkan bahan sudah mengalami kerusakan. Tipe kerusakan bahan pada suhu ruang ini berupa timbulnya jamur pada permukaan dan terjadinya proses pencoklatan.
15
Laju Produksi CO2 (ml/kg.jam)
Laju produksi CO2 penyimpanan suhu 5oC cenderung terus menurun selama proses penyimpanan. Penurunan laju produksi CO2 ini bukan menunjukkan kondisi jamur merang yang semakin membaik, melainkan disebabkan karena substrat yang berperan pada terjadinya respirasi terus mengalami penurunan dan terjadinya proses autolisis. Terus menurunnya substrat pada bahan akan berdampak pada kesegaran dan kualitas jamur merang. Besarnya laju produksi CO2 yang semakin menurun diikuti dengan semakin menurunnya laju konsumsi O2 pada bahan. 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 0
1
2
3
Lama Penyimpanan (hari) Suhu Ruang
Suhu 5°C
Suhu 10°C
Gambar 4 Grafik laju respirasi CO2 jamur merang pada berbagai suhu Laju produksi CO2 menurun pada hari ke-1 yang menunjukan bahwa penyimpanan pada suhu 10 oC menurunkan kecepatan respirasi dari bahan. Laju produksi CO2 pada suhu 10 oC cenderung meningkat pada hari ke-2 yang menandakan jamur merang masih melakukan proses metabolisme. Laju produksi CO2 kembali menurun pada hari ke-3 penyimpanan. Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi kerusakan pada hari ke-3 penyimpanan Kadar Air Kadar air merupakan kandungan air yang terdapat pada bahan. Kadar air dapat menjadi salah satu parameter dari mutu jamur merang. Kadar air yang diukur merupakan kadar air keseluruhan dari satu buah jamur merang. Selama penyimpanan kandungan air pada bahan berkurang akibat proses penguapan, transpirasi, dan respirasi. Kandungan kadar air pada bahan dapat dilihat pada Gambar 5, sedangkan data hasil pengukuran kadar air dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan Gambar 5, kandungan air pada jamur merang segar yang disimpan pada suhu 5oC cenderung sedikit mengalami penurunan. Penurunan kadar air pada penyimpanan suhu 5 oC tidak terlalu signifikan karena laju respirasi bahan pada suhu tersebut merupakan yang paling rendah dibandingkan dua perlakuan lainnya sehingga kehilangan air pada bahan sangat sedikit. Akan tetapi kelembaban yang rendah menyebabkan banyak air yang terbuang dari jamur. Air tersebut mengalami kondensasi dalam cold storage dan tertampung pada wadah penyimpanan sehingga memungkinkan air tersebut masuk kembali ke dalam badan jamur sehingga penurunan kadar air yang dialami cukup kecil. Air yang tidak
16
Kadar Air (%bb)
masuk kembali ke dalam bahan menjadi tempat bagi mikroorganisme untuk tumbuh sehingga jamur hanya dapat disimpan selama dua hari pada suhu 5 oC. 89 87 85 83 81 79 77 75 0
1
2
3
Lama Penyimpanan (hari) Suhu Ruang
Suhu 5°C
Suhu 10°C
Gambar 5 Grafik kadar air bahan selama penyimpanan Kadar air pada suhu 10 oC juga mengalami penurunan pada hari ke-1 penyimpanan. Kadar air pada bahan terus mengalami penurunan hingga terjadinya kebusukan pada bahan di hari ke-3. Penurunan kadar air pada suhu 10 oC lebih besar dibandingkan dengan suhu 5 oC hal ini disebabkan karena pada suhu 10 oC tidak terjadi proses kondensasi air yang telah menguap dari bahan sehingga air tidak masuk kembali ke dalam bahan. Tidak adanya kondensasi air pada suhu 10 oC menghasilkan umur penyimpanan yang lebih panjang dibandingkan perlakuan lainnya. Kadar air yang disimpan pada suhu ruang terus menurun selama penyimpanan. Penurunan kadar air pada suhu ruang merupakan penurunan yang terbesar dibanding perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan karena laju respirasi pada suhu ruang juga merupakan yang tertinggi dibandingkan kedua perlakuan lainnya sehingga proses kehilangan air dari bahan lebih besar. Kandungan air pada jamur merang cenderung mengalami penurunan selama proses penyimpanan pada semua perlakuan. Penurunan kadar air pada penyimpanan dingin disebabkan karena kelembaban pada cold storage hanya sebesar 67%. Kelembaban yang rendah menyebabkan air yang ada pada bahan berdifusi keluar melalui permukaan sehingga kadar air menjadi berkurang diikuti dengan berkurangnya bobot dari jamur merang. Akan tetapi, suhu yang semakin rendah akan menyebabkan terjadinya kondensasi air di dalam cold storage dan akan jatuh kembali ke jamur merang sehingga jamur merang menjadi basah. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu kriteria dalam menentukan kualitas suatu produk. Apabila persentase susut bobot dari suatu produk selama proses penyimpanan semakin kecil, maka kualitas dari produk tersebut akan semakin baik. Sebaliknya, apabila peresentase susut bobot dari suatu produk semakin besar, maka kualitas produk tersebut akan semakin rendah. Susut bobot disebabkan oleh adanya kehilangan air dari bahan melalui proses penguapan, transpirasi, maupun respirasi.
17
Susut Bobot (%)
Hasil pengukuran susut bobot jamur merang selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 6. 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0
1
2
3
Lama Penyimpanan (hari) Suhu Ruang
Suhu 5°C
Suhu 10°C
Gambar 6 Grafik susut bobot jamur merang segar selama penyimpanan Secara keseluruhan pada semua perlakuan persentase susut bobot jamur merang mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa jamur merang tetap mengalami kehilangan air walaupun telah disimpan pada penyimpanan dingin dengan laju respirasi yang lebih rendah daripada suhu ruang. Menurut Roiyana et.al (2012), kehilangan bobot bahan selama proses penyimpanan dapat disebabkan oleh kehilangan air melalui proses respirasi dan transpirasi. Susut bobot terjadi karena penguapan air dari bahan yang disebabkan oleh RH lingkungan yang rendah atau berfluktuasi selama penyimpanan yang tinggi. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka susut bobot akan semakin besar apabila disimpan pada jumlah hari penyimpanan yang sama. Secara keseluruhan, susut bobot dari jamur merang paling tinggi dialami jamur merang yang disimpan pada suhu 10 oC. Susut bobot pada suhu 10 oC lebih besar dibanding dua perlakuan lainnya disebabkan oleh umur penyimpanan yang lebih lama satu hari dibandingkan dengan dua perlakuan lainnya. Apabila dilihat pada hari ke dua, susut bobot jamur merang yang disimpan pada suhu 10 oC sebesar 20.18%. Hasil susut bobot pada hari ke-2 pada suhu 10 oC masih lebih besar daripada susut bobot pada suhu 5 oC dan lebih kecil dari susut bobot pada penyimpanan suhu ruang. Kekerasan Kekerasan merupakan salah satu parameter dalam penentuan kerusakan dari jamur merang. Berdasarkan analisa kekerasan, jamur merang cenderung mengalami penurunan pada suhu ruang maupun suhu dingin. Menurut Novianti et al. (2010), penurunan tingkat kekerasan dari jamur merang diduga disebabkan oleh penurunan kadar air pada bahan sehingga terjadi perubahan pada komponen penyusun dinding sel sehingga turgor sel menurun. Penurunan turgor sel ini menyebabkan kekerasan ikut menurun. Selain disebabkan oleh penurunan kadar air, aktivitas mikroba juga menjadi penyebab menurunnya tingkat kekerasan dari jamur merang yang berperan
18
Kekerasan (kgf)
dalam mempercepat proses pembusukan jamur merang pada semua perlakuan. Data hasil pengukuran kekerasan dapat dilihat pada Lampiran 4. 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0
1
2
3
Lama Penyimpanan (hari) Suhu Ruang
Suhu 5°C
Suhu 10°C
Gambar 7 Grafik kekerasan jamur merang selama penyimpanan Berdasarkan Gambar 7, kekerasan pada suhu 5 oC mengalami penurunan yang cukup tajam pada hari ke-1 penyimpanan. Kekerasan kembali mengalami penurunan pada hari ke 2 penyimpanan. Penurunan kekerasan yang signifikan pada hari ke-1 penyimpanan menunjukkan bahwa jamur merang tidak tahan disimpan pada suhu dingin sehingga dinding sel mengalami perubahan dan terjadinya proses autolisis. Perubahan pada dinding sel menyebabkan turgor sel ikut berubah sehingga kekerasan menjadi berkurang. Kekerasan yang turun secara signifikan juga menunjukkan bahwa jamur merang mulai mengalami proses kerusakan pada hari ke-1 penyimpanan. Kekerasan pada hari ke-1 hingga ke -3 penyimpanan suhu 10 oC mengalami penurunan. Penurunan signifikan terjadi pada penyimpanan hari ke-3. Kekerasan pada suhu ruang pada penyimpanan hari ke-1 juga mengalami penurunan. Penurunan kekerasan secara signifikan pada suhu ruang terjadi pada hari ke-2 penyimpanan. Secara keseluruhan semakin tinggi laju respirasi akan membuat penurunan kekerasan pada bahan semakin besar. Air yang keluar dari selsel jamur akibat proses respirasi akan menurunkan turgor sel sehingga kekerasan ikut menurun. Total Padatan Terlarut Pengukuran total padatan terlarut pada penelitian ini menggunakan seluruh bagian dari jamur merang yang terlebih dahulu dipotong-potong kemudian dihaluskan untuk mendapatkan sarinya. Hasil pengukuran total padatan terlarut dari jamur merang selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 8 dan data hasil pengukuran total padatan terlarut dapat dilihat pada Lampiran 6. Berdasarkan Gambar 8, nilai total padatan terlarut dari seluruh perlakuan cenderung terjadi kenaikan dari awal penyimpanan. Nilai total padatan terlarut yang bertambah ini menunjukkan adanya hubungan dengan berkurangnya kadar air pada bahan. Berdasarkan hasil pengukuran kadar air terlihat bahwa kandungan air pada bahan terus menurun seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Berkurangnya kadar air pada bahan tidak diikuti dengan berkurangnya kandungan
19
Total Padatan Terlarut (oBrix)
karbohidrat pada jamur merang sehingga nilai total padatan terlarut cenderung meningkat dari awal penyimpanan. 14 12 10 8 6 4 2 0 0
1
2
3
Lama Penyimpanan (hari) Suhu Ruang
Suhu 5°C
Suhu 10°C
Gambar 8 Grafik total padatan terlarut jamur merang selama penyimpanan Perubahan Warna
Kecerahan L (%)
Parameter perubahan warna merupakan parameter yang penting dalam penentuan kelayakan produk untuk dikonsumsi. Jamur merang akan mengalami perubahan warna seiring dengan penyimpanan produk, baik pada suhu ruang maupun pada suhu dingin. Pengukuran perubahan warna pada jamur merang dibagi kedalam tiga bagian yaitu kepala, badan, dan pangkal. Parameter dalam perubahan warna yang paling penting yaitu tingkat kecerahan (L). Perubahan kecerahan jamur merang bagian kepala dapat dilihat pada Gambar 9, sedangkan perubahan kecerahan pada bagian badan dan pangkal dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11. Data hasil pengukuran warna secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 3. 100 90 80 70 60 50 40 0
1
2
3
Lama Penyimpanan (hari) Suhu Ruang
Suhu 5°C
Suhu 10°C
Gambar 9 Grafik perubahan kecerahan jamur merang bagian kepala
20
Kecerahan L (%)
Berdasarkan Gambar 9, perubahan kecerahan pada jamur merang bagian kepala cenderung lebih tinggi apabila produk disimpan pada suhu dingin. Kecerahan jamur merang bagian kepala yang disimpan pada suhu ruang ketika dinyatakan sudah tidak layak konsumsi yaitu sebesar 69.53 sedangkan pada suhu 5 o C dan 10 oC masing-masing sebesar 53.85 dan 51.69. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 0
1
2
3
Lama Penyimpanan (hari) Suhu Ruang
Suhu 5°C
Suhu 10°C
Gambar 10 Grafik kecerahan jamur merang bagian badan
Kecerahan L (%)
Perubahan kecerahan yang signifikan pada suhu dingin juga terjadi pada bagian badan jamur merang. Berdasarkan Gambar 10, jamur yang disimpan pada suhu ruang cenderung memiliki kecerahan yang lebih baik dibandingkan dengan jamur merang yang disimpan pada suhu dingin. Pada akhir pengamatan, kecerahan jamur merang yang disimpan pada suhu ruang yaitu sebesar 77.63. Nilai kecerahan tersebut lebih baik dibandingkan dengan jamur merang yang disimpan pada suhu 5 o C dan 10 oC sebesar 47.35 dan 47.31. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 0
1
2
3
Lama Penyimpanan (hari) Suhu Ruang
Suhu 5°C
Suhu 10°C
Gambar 11 Grafik kecerahan jamur merang bagian pangkal Berdasarkan Gambar 11, jamur merang bagian pangkal yang disimpan pada suhu ruang jauh lebih baik dari segi kecerahan dibandingkan dengan yang disimpan pada suhu lainnya. Pada hari ke-2 penyimpanan suhu ruang nilai kecerahan yang diperoleh sebesar 63.57 sedangkan pada hari penyimpanan yang sama, kecerahan
21
jamur merang bagian pangkal yang disimpan pada suhu 5 oC memiliki nilai sebesar 38.80. Pada saat jamur merang yang disimpan pada suhu 10 oC dinyatakan rusak tingkat kecerahan pada bagian pangkal sebesar 43.13. Index browning menjadi salah satu parameter yang mempengaruhi penerimaan konsumen. Proses pencoklatan pada jamur merang segar terjadi selama proses penyimpanan baik pada suhu ruang maupun pada suhu dingin. Proses pencoklatan tersebut tergolong proses pencoklatan secara enzimatis. Pencoklatan pada jamur merang menyebabkan terjadinya perubahan nutrisi. Menurut Adriandi et.al (2012), faktor yang menyebabkan terjadinya pencoklatan selama penyimpanan jamur merang yaitu terjadinya proses oksidasi senyawa fenolik menjadi quinon dengan bantuan katalis enzim polyphenol oxidase. Senyawa quinon akan bergabung dengan asam amino derivatif membentuk kompleks melanoidin yang berwarna coklat. Pencoklatan enzimatis dapat terjadi dengan cepat apabila terdapat kerusakan pada bahan pangan baik pada saat pemanenan maupun kegiatan pascapanen. Kerusakan pada bahan pangan pada umumnya akan mengalami kerusakan-kerusakan pada bagian sel. Sel-sel tersebut akan pecah dan mengeluarkan enzim polyphenol oxidase. Enzim tersebut apabila kontak dengan subtrat dan udara akan menghasilkan warna kecoklatan (He dan Luo 2007). Gambar 12, Gambar 13, dan Gambar 14 menenjukkan terjadinya pencoklatan pada jamur merang selama penyimpanan pada seluruh perlakuan penyimpanan.
(a) (b) Gambar 12 Jamur merang pada penyimpanan suhu ruang (a) H-1; (b) H-2
(a) (b) Gambar 13 Jamur merang pada penyimpanan suhu 5 oC (a) H-1; (b) H-2
22
(a) (b) Gambar 14 Jamur merang pada penyimpanan suhu 10 oC (a) H-1; (b) H-3
Browning Index
Berdasarkan Gambar 12, Gambar 13, dan Gambar 14 jamur merang cenderung mengalami perubahan warna menuju kecoklatan pada semua perlakuan seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Perubahan warna menuju kecoklatan juga terlihat dari peningkatan nilai browning index pada seluruh perlakuan. Berdasarkan Gambar 15, jamur merang yang disimpan pada suhu 5 oC terus mengalami peningkatan browning index dari hari ke-0 hingga hari ke-2 penyimpanan. Browning index pada suhu 10 oC juga mengalami peningkatan yang menunjukkan proses pencoklatan terus terjadi selama penyimpanan. Pada hari ke3 penyimpanan, browning index cenderung mengalami penurunan. Hal ini disebabkan jamur merang sudah mengalami kebusukan sehingga warna kecoklatan berubah menjadi kehitaman sehingga browning index yang diperoleh menunjukkan hasil yang menurun. 16 14 12 10 8 6 4 2 0 0
1
2
3
Lama Penyimpanan (hari) Suhu Ruang
Suhu 5°C
Suhu 10°C
Gambar 15 Grafik browning index jamur merang selama penyimpanan Pada suhu ruang browning index terus mengalami kenaikan seperti pada suhu penyimpanan 5 oC. Akan tetapi browning index pada suhu ruang nilainya tidak sebesar suhu 5 oC. Browning index pada akhir penyimpanan suhu ruang nilainya sebesar 10.34, lebih rendah dibandingkan browning index pada akhir penyimpanan suhu 5 oC yang nilainya sebesar 12.80. Hal ini disebabkan karena proses pencoklatan yang terjadi pada suhu 5oC lebih besar karena dibantu oleh kehadiran mikroba yang terdapat pada air yang terkondensasi pada cold storage serta terjadinya chilling injury yang mempercepat proses autolisis.
23
Hue (ohue)
Nilai hue yang diperoleh dari data awal pengukuran menunjukkan bahwa jamur merang berada pada kisaran 79.45o-80.22o. Kisaran nilai hue tersebut berada pada range warna merah kekuningan dalam diagram Hunter. Nilai hue yang diperoleh terus mengalami penurunan selama penyimpanan pada seluruh perlakuan. Penurunan nilai hue menunjukkan bahwa warna pada jamur merang mengalami perubahan menjadi berwarna kecoklatan. Berdasarkan Gambar 16, penurunan nilai hue paling signifikan terjadi pada hari ke-2 penyimpanan suhu 5 oC menjadi sebesar 60.71o dari 72.81o pada hari ke-1 penyimpanan. Perubahan warna pada jamur merang yang mempengaruhi nilai hue disebabkan oleh respirasi. Respirasi menyebabkan terjadinya oksidasi komponenkomponen penyusun jamur merang sehingga terbentuknya senyawa quinon yang berwarna kecoklatan. Pada suhu ruang penurunan nilai hue yang cukup signifikan terjadi pada hari ke-2 penyimpanan. Penurunan yang cukup signifikan ini dipengaruhi oleh laju respirasi yang tinggi pada hari ke-1 penyimpanan. Pada suhu penyimpanan 10 oC penurunan nilai hue yang cukup signifikan terjadi pada hari ke2 penyimpanan. Penurunan tersebut disebabkan oleh tingginya laju respirasi pada hari ke-2. 90 85 80 75 70 65 60 55 50 0
1
2
3
Lama Penyimpanan (hari) Suhu Ruang
Suhu 5°C
Suhu 10°C
Gambar 16 Nilai hue jamur merang selama penyimpanan Pendugaan Umur Simpan Parameter yang dapat digunakan pada penelitian ini untuk menduga umur simpan jamur merang dengan Persamaan Arrhenius adalah kadar air, kecerahan, kekerasan, dan nilai ohue karena parameter tersebut terus mengalami penurunan. Penentuan umur simpan ditentukan dengan membuat persamaan regresi linier dari grafik masing-masing parameter terhadap waktu penyimpanan. Penentuan regresi linier pada ordo nol meliputi hubungan antara nilai kadar air dengan lama penyimpanan, sedangkan nilai regresi linier ordo satu meliputi hubungan antara nilai logaritma natural parameter kadar air dengan umur penyimpanan produk. Penentuan parameter yang digunakan dalam Persamaan Arrhenius berdasarkan nilai energi aktivasi yang paling rendah. Energi aktivasi yang rendah menyebabkan kerusakan pada produk akan semakin cepat. Hasil analisis regresi linier dari parameter kadar air, kecerahan, kekerasan dan hue masing-masing dapat dilihat pada Tabel 5, Tabel 6, Tabel 7, dan Tabel 8.
24
Tabel 5 Hasil regresi linier parameter kadar air jamur merang Ordo Nol Ordo Satu Suhu (oK) 2 Persamaan Linier R Persamaan Linier R2 303.15 y = -2.87x + 87.08 0.81 y = -0.03x + 4.47 0.80 278.15 y = -0.48x + 86.37 0.92 y = -0.01x + 4.46 0.92 283.15 y = -1.82x + 86.55 0.96 y = -0.02x + 4.46 0.96 Berdasarkan Tabel 5 diperoleh nilai R2 dari ordo nol dan ordo satu parameter kadar air. Nilai R2 dari ordo nol lebih besar dibanding dengan nilai R2 dari ordo satu (R2ordo nol > R2ordo satu) sehingga penurunan kadar air jamur merang selama penyimpanan mengikuti reaksi ordo nol. Tabel 6 Hasil regresi linier parameter kecerahan jamur merang Ordo Nol Ordo Satu Suhu (oK) 2 Persamaan Linier R Persamaan Linier R2 303.15 y = -5.74x + 82.64 0.93 y = -0.08x + 4.42 0.92 278.15 y = -17.18x + 80.30 0.99 y = -0.28x + 4.40 0.99 283.15 y = -11.84x + 81.46 0.99 y = -0.19x + 4.41 0.99 Berdasarkan Tabel 6 diperoleh nilai R2 dari ordo nol dan ordo satu parameter kecerahan. Nilai R2 dari ordo nol lebih besar dibanding dengan nilai R2 dari ordo satu (R2ordo nol > R2ordo satu) sehingga penurunan tingkat kecerahan jamur merang selama penyimpanan mengikuti reaksi ordo nol. Tabel 7 Hasil regresi linier parameter kekerasan jamur merang Ordo Nol Ordo Satu Suhu (oK) 2 Persamaan Linier R Persamaan Linier R2 303.15 y = -1.53x + 10.47 0.98 y = -0.17x + 2.35 0.99 278.15 y = -2.49x + 11.02 0.93 y = -0.32x + 2.42 0.89 283.15 y = -2.62x + 11.28 0.93 y = -0.41x + 2.50 0.93 Berdasarkan Tabel 7 diperoleh nilai R2 dari ordo nol dan ordo satu parameter kekerasan jamur merang. Nilai R2 dari ordo nol lebih besar dibanding dengan nilai R2 dari ordo satu (R2ordo nol > R2ordo satu) sehingga penurunan tingkat kekerasan jamur merang selama penyimpanan mengikuti reaksi ordo nol. Tabel 8 Hasil regresi linier parameter hue jamur merang Ordo Nol Ordo Satu Suhu (oK) Persamaan Linier R2 Persamaan Linier 303.15 y = -2.27x + 80.00 0.98 y = -0.03x + 4.38 278.15 y = -9.37x + 80.36 0.97 y = -0.13x + 4.39 283.15 y = -6.78x + 80.77 0.99 y = -0.10x +4.40
R2 0.97 0.97 0.99
Berdasarkan Tabel 8 diperoleh nilai R2 dari ordo nol dan ordo satu parameter hue jamur merang. Nilai R2 dari ordo nol lebih besar dibanding dengan
25
nilai R2 dari ordo satu (R2ordo nol > R2ordo satu) sehingga nilai hue jamur merang selama penyimpanan mengikuti reaksi ordo nol. Berdasarkan masing-masing nilai regresi linier dari masing-masing parameter yang digunakan dapat ditentukan nilai gradien k. Nilai gradien k yang diperoleh kemudian diterapkan kedalam Persamaan Arrhenius yaitu k = ko x e−Ea/RT atau ln k = ln ko + ((-Ea/R).(1/T)). Nilai gradien tersebut kemudian diubah menjadi nilai ln gradien k. Nilai ln gradien k diplotkan kedalam grafik untuk mencari nilai regresi linier hubungan antara 1/suhu penyimpanan dengan nilai ln gradien k. Berdasarkan persamaan regresi linier yang diperoleh dapat ditentukan nilai energi aktivasi dan konstanta preeksponensial (ko). Nilai energi aktivasi dan konstanta preeksponensial (ko) dari parameter kadar air, kekerasan, kecerahan, dan hue dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Nilai energi aktivasi parameter kadar air, kekerasan, kecerahan, dan hue Parameter Kadar air Kecerahan Kekerasan o hue
Energi Aktivasi Konstanta (kal/mol) Preeksponensial (ko) 9813.42 7021.7 3600.22 9445.42
38880367.90 48.50 x 10-6 39.61 x 10-4 34.80 x 10-8
Berdasarkan Tabel 9, nilai energi aktivasi parameter kekerasan merupakan nilai yang paling rendah dibandingkan parameter kadar air, kecerahan, dan hue sehingga dalam penelitian ini pendugaan umur simpan menggunakan parameter kekerasan. Laju penurunan kekerasan jamur merang pada tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Laju penurunan kekerasan jamur merang Laju Penurunan Suhu (oK) Persamaan Arrhenius Kekerasan (/hari) 303.15 39.61 x 10-4 x e1812.80/303.15 1.56 -4 1812.80/278.15 278.15 39.61 x 10 x e 2.68 -4 1812.80/283.15 283.15 39.61 x 10 x e 3.05 Pada awal penyimpanan, nilai kekerasan (A0) jamur merang pada masingmasing perlakuan telah diperoleh. Nilai akhir kekerasan (At) ditentukan sebagai nilai kecerahan pada hari akhir penyimpanan jamur merang pada tiap-tiap perlakuan. Pendugaan umur simpan jamur merang dapat diperoleh berdasarkan persamaan 9 dengan mengikuti reaksi ordo nol. Hasil pendugaan umur simpan pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 11. Berdasarkan Tabel 11 dapat diduga umur simpan pada suhu ruang dan suhu 5oC selama 1 hari, sedangkan pada suhu 10oC selama 3 hari.
26
Tabel 11 Hasil pendugaan umur simpan dengan persamaan arhenius Suhu Kekerasan Kekerasan Laju Penurunan Pendugaan Umur (oK) Akhir (At) Awal (A0) Kekerasan (/hari) Simpan (hari) 303.15 7.54 10.61 1.56 1.96 278.15 5.63 10.61 2.68 1.86 283.15 3.33 10.61 3.05 3.05
SARAN DAN KESIMPULAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa laju respirasi pada seluruh perlakuan cenderung mengalami penurunan selama penyimpanan. Rendahnya perubahan kadar air jamur merang pada suhu 5 oC membuat susut bobot yang terjadi lebih rendah dibandingkan dengan susut bobot pada suhu ruang dan 10 o C. Berdasarkan kecerahan warna jamur merang, nilai kecerahan yang lebih baik pada penyimpanan suhu ruang dibandingkan dengan suhu dingin. Berdasarkan nilai hue, jamur merang berada pada range warna merah-kekuningan pada semua perlakuan. Nilai kekerasan jamur merang mengalami penurunan pada semua perlakuan. Nilai total padatan terlarut semakin tinggi seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Berdasarkan Persamaan Arhenius, dapat diduga umur simpan jamur merang pada suhu ruang dan suhu 5 oC selama 1 hari, sedangkan suhu 10 oC selama 3 hari. Namun, hasil pendugaan umur simpan secara teoritis pada suhu 10 o C berbeda dengan hasil pengamatan yang hanya mampu bertahan selama 2 hari. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan melakukan kontrol terhadap kelembaban ruang media penyimpanan, pengkajian jamur merang yang disimpan pada suhu 15-20 oC, pengujian organoleptik, dan memperpendek selang pengukuran laju respirasi sehingga diperoleh hasil yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Adriandi RS, Nugraha S, Rachmat R.2012. Karakteristik mutu fisikokimia jamur merang (Volvarella volvaceae) selama penyimpanan dalam berbagai jenis larutan dan kemasan. JP. 9(2):77-87. Arianto DP, Supriyanto, Laila KM. 2013. Karakteristik jamur tiram (Pleurotus ostreatus) selama penyimpanan dalam kemasan plastik polypropilen (pp). Agrointek 7 (2) : 66-75. Cessari W, Bambang S, Sumardi HS. 2014. Pengaruh hidrogen peroksida dan suhu pendinginan pada proses penyimpanan jamur merang. J. Teknol Pertan Trop. 2 (3) : 263-268.
27
Dapeng B, Ming G, Haujun Z, Mingjie C, Liang Z, Hong W, Jianping J, Lin W, Yongqiang Z, Gang Z, Yan Z, Chuanhua L, Shengyue W, Yan Z, Gouping Z, Qi T. 2013. Sequencing and comperative analysis of straw mushroom (Volvariella volvacea) genome. Plosone (8) : 1-12. Dwi PA, Suprianto, Laila KM. 2013. Karakteristik jamur tiram (Pleurotus ostreartus) selama penyimpanan dalam kemasan plastik polipropylen (PP). Agrointek 7 (2) : 66-75. Fernandes R. 2009. Microbiology Handbook. Cambridge (UK) : Biddles LTD. He Q, Luo Y. 2007. Enzymatic browning and its control in fresh cut produce. Strewart Postharvest Review. (1) : 6-3. Hutching JB. 1999. Food and Colour Apperance. Maryland (US) : Aspen Publication Inc. Immah N. 2016. Model arrhenius untuk pendugaan laju respirasi brokoli terolah minimal. J Teknol Pertan. 4 (1) : 25-30. Jouyban Z, Rohola H, Saeed S. 2013. Chilling stress in plants. J Agricult Crops. (24) : 2961-2968. Khatnir R, Ratna, Puri MA. 2015. Pendugaan umur simpan jagung manis berdasarkan kandungan total padatan terlarut dengan model arrhenius. Agritech. 35 (2) : 200-204. Martine B, Gaelle LP, Ronan G. Post-harvest treatment with citric acid or hydrogen peroxide to extend the shelf life of fresh sliced mushroom. 2000. JLWT. (33): 285-289. Miles PG, Chang ST. 2004. Mushroom: Cultivation, Nutritional Value, Medicinal Effect, and Enviromental Effect. Washington (US) : CRC Press. Novianti K, Sutrisno, Emmy D. 2010. Freezing method of straw mushroom (Volvariella volvacea) using dry ice. Internasional Seminar on Horticulture to Support Food Security. 2010 Juni 22-23, Bandar Lampung, Indonesia. Bandar Lampung (ID). hlm 189-194. [diunduh 23 Mei 2016]. Tersedia: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/53960/ISHSFS%20UNIL A%203%202010.pdf?sequence=1&isAllowed=y Noviawati E. 2002. Pendugaan masa simpan jamur merang blansir dan pikel dalam kemasan plastik dengan model arhenius [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Teknologi Pertanian, Intitut Pertanian Bogor. Permana P. 2006. Rancang bangun dan kajian sistem pembuangan panas dari ruang pendingin sistem thermoelektrik untuk pendinginan jamur merang (Volvariella volvaceae) [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rai RD, Arumugarathan. 2008. Post Harvest Technology of Mushroom. New Delhi (IN) : Yugantar Prakashan Pvt. Ltd. Roiyana M, Munifatul I, Erma P. 2012. Potensi dan efisiensi senyawa hidrokoloid sebagai bahan penunda pematangan buah. J Anatom Fisiol. (20) 2 : 40-50. Sinaga MS. 2011. Budidaya Jamur Merang. Depok (ID) : Penebar Swadaya.
28
Sunandar B. 2010. Budidaya Jamur Merang. Bandung (ID) : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. Swadana AW, Sudarminto SY. 2014. Pendugaan umur simpan minuman berperisa apel dengan menggunakan metode accelerated shelf life testing dengan pendekatan arrhenius. J Pangan Agroindust. 2 (3) : 203-213. Tjahjadi, Herlina M. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Bandung (ID) : Padjajaran University Press. Yusanto. 2001. Penyimpanan jamur merang (Volvariella volvacea) dalam larutan garam dengan kemasan gelas plastik [tesis]. Bogor (ID) : Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
29
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil pengukuran laju respirasi Laju konsumsi O2 jamur merang pada suhu ruang Laju Respirasi O2 (ml/kg.jam) Hari 1 2 3 0 561.78 628.08 612.76 1 635.06 724.70 710.80 2 283.33 386.51 333.34
Rata-Rata (ml/kg.jam) 600.87 690.19 334.39
Laju pengeluaran CO2 jamur merang pada suhu ruang Laju Respirasi CO2 (ml/kg.jam) Hari 1 2 3 0 493.39 545.94 481.39 1 485.57 532.41 528.45 2 200.29 259.93 208.83
Rata-Rata (ml/kg.jam) 506.91 515.48 223.02
Laju konsumsi O2 jamur merang pada suhu 5oC Laju Respirasi O2 (ml/kg.jam) Hari 1 2 3 0 41.91 86.63 76.38 1 41.91 34.65 42.43 2 8.38 8.66 8.49
Rata-Rata (ml/kg.jam) 68.31 39.66 8.51
Laju pengeluaran CO2 jamur merang pada suhu 5oC Laju Respirasi CO2 (ml/kg.jam) Hari 1 2 3 0 65.67 85.57 87.65 1 31.39 36.39 39.49 2 14.27 16.72 18.30
Rata-Rata (ml/kg.jam) 79.63 35.76 16.43
Laju konsumsi O2 jamur merang pada suhu 10oC Laju Respirasi O2 (ml/kg.jam) Hari 1 2 3 0 192.68 288.10 169.45 1 92.67 105.56 96.76 2 134.77 134.34 135.46 3 92.67 153.54 145.13
Rata-Rata (ml/kg.jam) 216.74 98.33 134.86 130.45
30
Laju respirasi CO2 jamur merang pada suhu 10oC Laju Respirasi CO2 (ml/kg.jam) Hari 1 2 3 0 178.23 212.24 161.71 1 89.53 100.76 93.85 2 110.71 125.71 120.94 3 76.05 112.27 113.20
Rata-Rata (ml/kg.jam) 184.06 94.71 119.12 100.51
Lampiran 2 Hasil pengukuran susut bobot Susut bobot jamur merang pada suhu ruang Massa (g) Susut Bobot (%) Hari Ke1 2 3 1 2 3 0 200.04 208.74 205.97 0.00 0.00 0.00 1 180.97 190.15 185.41 9.53 8.91 9.98 2 154.20 163.44 158.49 22.92 21.70 23.05
RataRata(%) 0.00 9.47 22.56
Susut bobot jamur merang pada suhu 5oC Massa (g) Susut Bobot (%) Hari Ke1 2 3 1 2 3 0 203.86 201.99 205.48 0.00 0.00 0.00 1 189.06 174.13 186.84 7.26 13.79 9.07 2 173.80 149.04 166.34 14.75 26.21 19.05
RataRata(%) 0.00 10.04 20.00
Susut bobot jamur merang pada suhu 10oC Massa (g) Hari Ke1 2 3 1 0 203.44 206.41 203.10 0.00 1 181.62 188.83 187.86 10.73 2 161.24 158.22 167.69 20.74 3 136.71 140.09 145.13 32.80
RataRata(%) 0.00 8.52 20.18 30.87
Susut Bobot (%) 2 3 0.00 0.00 7.18 7.66 22.23 17.57 31.14 28.66
31
Lampiran 3 Hasil pengukuran perubahan warna Kecerahan jamur merang bagian kepala selama penyimpanan Kecerahan (L) Suhu Hari 4 1 2 3 5 6 0 82.71 82.60 80.00 82.19 81.15 80.89 Ruang 1 79.14 82.36 81.01 81.69 82.50 72.37 2 68.35 62.48 72.73 71.55 75.02 67.02 0 83.62 80.84 93.38 78.55 82.18 78.20 5oC 1 58.85 70.02 75.01 34.37 60.40 68.04 2 45.51 55.94 58.63 43.29 56.01 63.72 0 83.26 85.01 82.49 81.43 82.11 79.70 1 77.84 78.40 76.42 68.33 58.18 72.18 10oC 2 63.84 69.36 62.87 60.08 48.42 62.60 3 44.95 54.96 54.95 58.75 41.85 54.65
RataRata (L) 81.59 79.85 69.53 82.80 61.12 53.85 82.33 71.89 61.20 51.69
Nilai kromatik merah-hijau jamur merang bagian kepala selama penyimpanan RataNilai Kromatik Merah-Hijau (a) Suhu Hari Rata 4 1 2 3 5 6 (a) 0 3.56 2.73 2.47 2.59 3.69 3.42 3.08 Ruang 1 5.12 2.84 3.08 3.78 3.24 4.14 3.70 2 7.63 8.57 6.15 6.66 5.42 6.11 6.76 0 3.59 2.81 3.00 4.19 2.76 2.99 3.22 o 5C 1 8.94 6.42 3.36 9.45 8.31 5.18 6.94 2 6.97 10.43 6.20 6.30 9.83 5.40 7.52 0 3.17 3.30 2.44 2.66 2.78 2.87 2.87 1 3.82 4.64 5.36 6.81 8.99 6.16 5.96 10oC 2 5.70 4.72 8.66 7.11 12.54 6.61 7.56 3 4.38 6.06 8.69 5.87 6.45 8.46 6.65
32
Nilai kromatik biru-kuning jamur merang bagian kepala selama penyimpanan RataNilai Kromatik Biru-Kuning (b) Suhu Hari Rata 4 1 2 3 5 6 (b) 0 19.14 15.05 16.65 16.96 15.13 18.76 16.95 Ruang 1 23.91 17.92 18.55 18.57 16.28 15.95 18.53 2 26.42 22.51 23.40 20.65 22.56 20.77 22.72 0 16.75 17.87 17.26 17.43 18.14 17.25 17.45 o 5C 1 20.80 28.95 21.09 22.08 24.90 19.99 22.97 2 12.41 27.08 21.76 8.00 23.59 22.96 19.30 0 17.34 18.17 18.77 15.49 16.42 14.84 16.84 1 20.46 21.60 22.70 23.16 17.41 23.53 21.48 10oC 2 24.59 22.71 27.29 18.68 20.39 20.97 22.44 3 10.43 17.21 15.64 16.79 7.06 18.28 14.24 Kecerahan jamur merang bagian badan selama penyimpanan Kecerahan (L) Suhu Hari 4 1 2 3 5 6 0 83.84 84.14 83.16 84.48 81.64 84.22 Ruang 1 81.63 83.10 81.69 82.17 83.22 77.44 2 77.69 77.72 76.30 77.91 82.12 74.04 0 85.67 82.13 86.98 84.83 82.49 82.81 o 5C 1 56.43 70.98 78.76 60.45 75.22 75.96 2 38.45 53.56 50.16 45.00 43.51 53.39 0 85.05 86.82 83.18 82.08 82.54 82.78 1 78.29 74.88 81.68 76.22 73.58 76.38 10oC 2 56.45 68.41 73.37 45.96 64.07 54.30 3 42.37 69.37 59.49 36.68 31.29 44.66
RataRata (L) 83.58 81.54 77.63 84.15 69.63 47.35 83.74 76.84 60.43 47.31
33
Nilai kromatik merah-hijau jamur merang bagian badan selama penyimpanan RataNilai Kromatik Merah-Hijau (a) Suhu Hari Rata 4 1 2 3 5 6 (a) 0 3.21 2.40 2.32 2.68 3.77 2.69 2.85 Ruang 1 3.72 2.91 3.78 4.41 3.33 4.65 3.80 2 5.19 3.90 5.01 4.62 2.87 5.56 4.53 0 3.22 2.15 2.11 2.99 2.89 2.75 2.69 o 5C 1 5.45 4.43 3.48 8.31 3.86 3.16 4.78 2 10.43 8.78 9.52 10.02 9.65 8.22 9.44 0 2.70 2.41 2.33 3.59 2.73 2.51 2.71 1 4.27 5.09 2.73 4.62 3.39 3.91 4.00 10oC 2 4.71 5.92 4.11 9.00 6.87 7.83 6.41 3 6.03 7.23 6.86 1.70 6.03 6.45 5.72 Nilai kromatik biru-kuning jamur merang bagian badan selama penyimpanan RataNilai Kromatik Biru-Kuning (b) Suhu Hari Rata 4 1 2 3 5 6 (b) 0 20.24 16.18 17.08 14.76 21.95 14.91 17.52 Ruang 1 20.84 19.08 18.57 18.98 17.81 21.35 19.44 2 23.47 20.32 24.21 21.40 18.81 26.09 22.38 0 15.70 15.02 16.00 16.41 18.80 19.67 16.93 o 5C 1 11.70 23.57 22.40 21.31 22.59 23.23 20.80 2 14.03 17.21 19.91 16.05 16.58 17.49 16.88 0 16.24 15.05 18.09 18.30 16.60 15.40 16.61 1 23.23 19.45 18.11 24.30 17.25 18.26 20.10 10oC 2 17.73 20.53 19.31 15.62 18.84 15.31 17.89 3 11.67 22.92 14.34 1.64 6.94 10.58 11.35
34
Kecerahan jamur merang bagian kaki selama penyimpanan Kecerahan (L) Suhu Hari 4 1 2 3 5 6 0 78.72 83.08 81.67 78.91 77.18 80.52 Ruang 1 74.75 81.39 74.89 70.82 80.56 66.50 2 62.13 70.41 63.57 57.84 62.15 65.32 0 81.80 75.79 73.23 71.78 78.34 75.64 o 5C 1 45.35 52.56 49.52 60.14 58.50 60.44 2 38.40 38.30 34.86 36.55 39.17 45.49 0 77.15 83.09 81.06 79.61 80.75 78.19 1 50.60 58.72 68.27 59.12 65.29 64.56 10oC 2 43.88 44.68 50.03 39.87 46.92 43.38 3 35.93 35.74 50.09 44.96 48.92 43.16
RataRata (L) 80.01 74.82 63.57 76.10 54.42 38.80 79.98 61.09 44.79 43.13
Nilai kromatik merah-hijau jamur merang bagian kaki selama penyimpanan RataNilai Kromatik Merah-Hijau (a) Suhu Hari Rata 4 1 2 3 5 6 (a) 0 5.42 2.28 3.27 3.99 3.08 3.38 3.57 Ruang 1 6.68 3.32 3.28 5.28 4.53 5.14 4.71 2 6.98 4.82 6.03 7.20 6.20 4.70 5.99 0 4.42 2.40 5.47 4.69 2.63 4.45 4.01 5oC 1 8.04 6.42 12.54 8.31 4.62 4.77 7.45 2 5.37 6.90 8.01 11.55 5.93 5.64 7.23 0 4.47 3.55 3.17 2.54 2.76 3.01 3.25 1 6.39 6.23 4.08 6.60 4.77 6.14 5.70 10oC 2 5.19 6.32 5.22 4.64 5.71 4.65 5.29 3 1.86 4.04 3.38 2.53 5.16 2.29 3.21
35
Nilai kromatik biru-kuning jamur merang bagian kaki selama penyimpanan RataNilai Kromatik Biru-Kuning (b) Suhu Hari Rata 4 1 2 3 5 6 (b) 0 19.50 17.06 17.97 17.09 17.52 18.66 17.97 Ruang 1 25.43 18.91 16.29 18.05 19.18 19.66 19.59 2 24.01 21.66 20.46 19.79 19.31 16.80 20.34 0 18.31 15.72 18.84 18.55 19.00 19.78 18.37 o 5C 1 15.27 19.50 23.50 21.77 17.44 16.53 19.00 2 7.30 10.70 7.55 17.86 8.53 10.91 10.48 0 19.62 17.19 20.19 15.49 16.20 16.33 17.50 1 14.82 18.20 15.28 18.75 17.55 18.85 17.24 10oC 2 11.25 11.33 12.30 5.47 9.81 6.46 9.44 3 3.29 3.90 7.69 4.98 8.56 3.69 5.35 Browning index jamur merang selama penyimpanan Browning Index Suhu Hari 1 2 3 4 5 0 7.33 5.56 6.13 5.89 6.85 Ruang 1 9.55 6.67 6.72 7.39 6.53 2 12.17 10.26 10.51 10.10 8.97 0 6.11 5.89 6.53 6.89 6.67 o 5C 1 10.97 12.57 12.21 17.86 11.30 2 11.29 13.87 12.57 14.27 13.80 0 6.53 5.82 6.74 5.95 5.84 1 9.23 9.16 7.36 10.84 8.95 10oC 2 10.79 9.94 10.82 9.86 11.71 3 7.06 8.89 8.10 5.10 7.55
6 6.33 8.37 10.04 7.21 9.24 10.98 5.67 9.30 9.15 8.08
RataRata 6.35 7.54 10.34 6.55 12.36 12.80 6.09 9.14 10.38 7.46
36
Nilai Hue jamur merang selama penyimpanan Hue Suhu Hari 1 2 3 4 0 78.35 81.26 81.21 79.34 Ruang 1 77.73 80.83 79.27 76.41 2 75.11 75.29 75.76 73.35 0 77.62 81.45 78.85 77.36 o 5 C 1 64.70 76.25 74.72 68.25 2 55.93 63.06 60.65 55.67 0 79.16 79.69 82.15 79.99 1 75.28 74.81 77.77 74.52 10 0C 2 72.47 71.04 72.50 59.67 3 63.50 62.39 63.92 59.29
5 78.90 78.33 76.71 81.52 75.71 60.82 80.50 72.16 62.76 51.87
6 79.77 76.21 75.35 79.88 77.25 68.12 79.82 75.11 63.26 60.69
RataRata 79.81 78.13 75.26 79.45 72.81 60.71 80.22 74.94 66.95 60.28
37
Lampiran 4 Hasil pengukuran kekerasan Kekerasan jamur merang selama penyimpanan Load (kgf) Suhu Hari Ke 1 2 3 0 0.758 0.809 0.855 Ruang 1 0.569 0.757 0.967 2 0.801 0.248 0.181 0 0.758 0.809 0.855 5C 1 0.254 0.469 0.364 2 0.104 0.226 0.094 0 0.758 0.809 0.855 1 0.455 0.420 0.735 10C 2 0.191 0.274 0.660 3 0.021 0.032 0.118
Rata-Rata (kgf) 0.807 0.764 0.410 0.807 0.362 0.141 0.807 0.537 0.375 0.057
38
Lampiran 5 Kadar air jamur merang selama penyimpanan Kadar Air (%bb) Rata-Rata Suhu Hari Ke 1 2 3 (%bb) 0 86.63 85.99 86.26 86.29 Ruang 1 86.97 87.01 83.42 85.80 2 79.86 76.31 85.51 80.56 0 86.63 85.99 86.26 86.29 5C 1 85.12 86.40 86.64 86.05 2 82.86 88.36 84.80 85.34 0 86.63 85.99 86.26 86.29 1 87.83 83.12 85.05 85.33 10C 2 82.25 81.95 83.25 82.48 3 79.40 80.13 83.97 81.17 Lampiran 6 Total padatan terlarut jamur merang selama penyimpanan Total Padatan Terlarut (Brix) Rata-Rata Suhu Hari Ke (Brix) 1 2 3 0 9.20 5.00 8.20 7.47 Ruang 1 4.70 3.20 7.20 5.03 2 12.00 10.40 8.60 10.33 0 9.20 5.00 8.20 7.47 5C 1 7.10 7.20 7.80 7.37 2 10.00 8.10 8.40 8.83 0 9.20 5.00 8.20 7.47 1 7.50 7.40 8.80 7.90 10C 2 5.20 7.90 7.70 6.93 3 11.60 13.90 8.40 11.30
39
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada 14 Oktober 1994 dari orang tua bernama Warneri dan Suparmi. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dengan dua adik perempuan bernama Ulva Wulandari dan Nur Afnie Wulandari. Pada tahun 2006 penulis lulus dari SDN Kalisari 03 Pagi Jakarta Timur dan diterima di SMP 103 Jakarta Timur. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan sekolah ke SMA 39 Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2012. Selama SMA penulis aktif pada kegiatan ekstrakulikuler Taekwondo dan mengikuti beberapa kejuaraan Taekwondo tingkat club hingga Jakarta. Penulis berhasil mendapatkan medali emas pada kejuaraan Acawala Moners pada tahun 2012-2013, medali emas di kejuaraan Jakarta Taekwondo Festival pada 2010 dan 2012. Pada tahun 2012 penulis masuk ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem. Pada tahun 2015 Penulis melakukan Praktik Lapang (PL) di PT. Kebun Sayur Segar (Parung Farm) dengan topik Mempelajari Aspek Pengemasan dan Pendistribusian di PT Kebun Sayur Segar Parung, Bogor - Jawa Barat. Selanjutnya Penulis melakukan penelitian dengan judul Respon Kualitas Jamur Merang (Volvariella volvacea) Pada Berbagai Suhu Penyimpanan.