EDISI 04, MARET 2016
B U L E T I N www.reddplusid.org
IndonesiaREDD
PENDEKATAN MULTIDOOR
MENYIAPKAN ANEKA PINTU BAGI KEADILAN LINGKUNGAN PENEGAKAN HUKUM PERLU DILAKUKAN DENGAN MENGGUNAKAN BERBAGAI UNDANGUNDANG TERKAIT
JAKARTA — Lokakarya dan Pelatihan (lokalatih) Nasional Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan dengan Pendekatan Multidoor berlangsung dinamis. Sebanyak 40 peserta melakukan simulasi bedah kasus pidana lingkungan yang terkait korporasi. Mereka berasal dari utusan Mahkamah Agung (hakim), Kejaksaan, Kepolisian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Pemerintah Provinsi Riau.
"P
ada 2016 ini diharapkan akan menghasilkan upaya penindakan tindak pidana lingkungan yang lebih baik lagi sesuai yang diharapkan, hukum yang tertulis itu harus nampak dalam kenyataan. Ini menjadi tanggung jawab kita bersama,” kata Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Lingkungan Hidup Nasional Mahkamah Agung, Prof. Dr. Takdir Rahmadi, S.H., LL.M ketika memberikan pengarahan pada lokalatih yang berlangsung 14-18 Maret 2016 di Jakarta. Selama lima hari kegiatan, peserta lokalatih ini dibekali dan diberikan berbagai materi teori dan praktek yang mendukung penegakan hukum kebakaran hutan dan lahan dengan pendekatan multidoor. Para narasumber yang menyampaikan materi berasal dari Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Kepolisian, KLHK, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau, dan akademisi.
Ini merupakan lokalatih pertama, bagi peserta khusus dari wilayah Provinsi Riau. Hingga Juni 2016, akan diikuti peserta dari Provinsi Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah. Kegiatan ini diselenggarakan oleh KLHK bekerja sama dengan MA, Kejaksaan, Polri dan didukung melalui Program REDD+ UNDP. Pendekatan multi-rezim hukum atau multidoor adalah penegakan hukum menggunakan berbagai undangundang terkait. Seperti lingkungan hidup, kehutanan, tata ruang, perkebunan, pertambangan, perpajakan, tindak pidana korupsi maupun tindak pidana pencucian uang. “Pentingnya upaya penegakan hukum multidoor ini karena kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan Bersambung Halaman 2
1
i n f o u ta m a merupakan kejahatan yang terorganisasi (organized crime) dan berdampak sangat serius terhadap kehidupan masyarakat saat ini dan generasi yang akan datang (extraordinary),” kata Menteri LHK Siti Nurbaya ketika meluncurkan lokalatih pada 29 Februari 2016. Pada acara peluncuran lokalatih di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta tersebut, ikut memberikan pengarahan pimpinan Mahkamah Agung, Jaksa Agung Muda dan pimpinan Polri. Menurut Siti, penegakan hukum perlu dilakukan dengan melibatkan berbagai aparat hukum dari berbagai kelembagaan yang ada. Langkah ini perlu dilakukan, katanya, untuk mengefektifkan upaya penegakan hukum guna mematahkan atau memutuskan rantai-rantai kejahatan lainnya yang terkait dengan kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan. Ketua Mahkamah Agung Prof Dr Hatta Ali dalam sambutan tertulisnya, menjelaskan pimpinan MA mengambil inisiatif dengan menetapkan kebijakan bahwa setiap hakim tingkat pertama dan hakim tinggi yang menangani perkara lingkungan hidup, harus telah hidup yang diadakan setiap tahun oleh MA. Karena keterbatasan anggaran, katanya, saat ini MA baru dapat melakukan pelatihan itu untuk sejumlah 329 hakim yang terdiri atas 251 hakim peradilan umum dan 78 hakim PTUN. Hatta Ali menjelaskan dari kondisi objektif di lapangan, masih didapati inkonsistensi pejabat birokrasi yang mengeluarkan perizinan yang tidak memperhatikan kepentingan pelestarian lingkungan hidup. Dalam perkara pidana lingkungan hidup, misalnya, masih ditemui adanya kerancuan surat dakwaan yang berimbas pada putusan mengenai pihak pelaku utama yang seharusnya bertanggungjawab. Pimpinan TNI dan Polri telah mendapat instruksi dari Presiden Joko Widodo soal antisipasi kebakaran hutan dan lahan. Untuk tahun 2016, mereka mengedepankan Bhabinkamtibmas dan Babinsa untuk pencegahan lebih awal sehingga karhutla tidak sempat meluas. “Apabila di wilayahnya masih terjadi karhutla maka Kapolda akan dicopot,” kata pimpinan Polri dalam pengarahan di peluncuran lokalatih..
2
DARI SANKSI ADMINISTRATIF HINGGA PIDANA
D
irektur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Drs. Rasio Ridho Sani, M.Com,. MPM menjelaskan instansinya telah melakukan upaya dan membangun kolaborasi dengan berbagai pihak terkait. Antara lain, melalui sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, patrol kawasan, pengawasan pemegang izin dan mobilisasi Manggala Agni untuk penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. “Upaya meningkatkan efek jera untuk mengurangi intensitas dan area kebakaran, termasuk mengubah perilaku masyarakat, perusahaan, dan pihak-pihak lain, maka kita mendorong penegakan hukum dengan pendekatan multidoor,” ujarnya ketika membuka lokalatih. Menurutnya, selama ini ada penerapan multi instrumen hukum yakni hukum administrasi, penegakan hukum pidana dan perdata..
GALERI KEGIATAN
G A L E R I K E G I ATA N ARTI PENTING DARI SISTEM REGISTRASI DAN MRV PERUBAHAN IKLIM JAKARTA – atau MRV menjadi komponen penting dalam aktivitas perubahan iklim. Komponen ini memudahkan tiap negara melaporkan aksi mitigasi dan adaptasi ke Sekretariat United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
S
elain MRV, sistem registrasi aksi mitigasi dan adaptasi juga perlu dikembangkan. Sehingga aksiaksi di berbagai daerah di Tanah Air dan dukungan (terutama pendanaan) terdata atau teregistrasi. Untuk mengembangkan sistem registrasi dan MRV, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan diskusi kelompok terfokus bagi pegawai eselonnya. Kegiatan ini dilakukan pada 10-11 Februari 2016 di Serpong, Banten. Kegiatan ini juga diikuti pihak manajemen Program REDD+ UNDP. “Kami ingin ada kesamaan pandangan tentang MRV dan registrasi untuk kegiatan Kampung lklim,
KAMI INGIN ADA KESAMAAN PANDANGAN TENTANG MRV DAN REGISTRASI UNTUK KEGIATAN KAMPUNG IKLIM. Sistem registerasi adaptasi perubahan iklim diharapkan dapat mendukung upaya MRV adaptasi perubahan iklim. Sistem ini harus bersifat terbuka, registerasi ini harus berbasis website dan lintas platform. Transparansi sangat penting untuk menghindari double accounting dalam kegiatan perubahan iklim,
Dirjen Pengendali Perubahan Iklim Nur Masripatin ketika membuka diskusi internal ini. Para peserta memang melakukan curah gagasan mengenai konsep registrasi yang terkait dengan adaptasi, mitigasi, dukungan keuangan, teknologi dan
mendukung pengendalian perubahan iklim. Sistem registrasi Program Kampung Iklim (ProKlim) misalnya, dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan
cakupan dan dukungan pendanaan APBN untuk masing-masing kegiatan yang akan dimasukkan ke dalam sistem registrasi. Manfaat registerasi adaptasi perubahan iklim (RAPI) adalah tersedianya database dan informasi pengelolaan adaptasi perubahan iklim, mendukung sistem pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan yang tangguh iklim dan pembangunan yang berkelanjutan.
akuntabel. Ada sejumlah manfaat, antara lain tersedianya sistem yang mudah diakses oleh para pengguna untuk mendaftarkan kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di tingkat tapak. Lalu tersedianya data untuk memantau kontribusi aksi lokal dalam meningkatkan ketahanan iklim dan pengurangan emisi gas-gas rumah kaca. Selain itu, terbangunnya perangkat monitoring dan evaluasi sampai ke tingkat tapak.
3
G A L E R I K E G I ATA N MEMULIHKAN HAK-HAK YANG TERAMPAS DI KABUPATEN MERANGIN
JAKARTA – DPRD Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi akhirnya mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengakuan Masyarakat Adat Marga Serampas. Sebelum memutuskan peraturan itu, Pimpinan Panitia Khusus 3 DPRD Kabupaten Merangin berkunjung ke Jakarta pada 26 Januari 2016.
“K
edatangan kami untuk meminta masukan dan dukungan dalam proses pengesahan rancangan perda,” kata ketua Pansus 3 di kantor Program REDD+ UNDP di Jakarta Selatan. Hadir dalam rapat itu pejabat dari Direktorat dan aktivis lembaga swadaya masyarakat. Menurutnya, perda ini merupakan usulan masyarakat dan kemudian menjadi inisiatif DPRD. Masyarakat adat di berbagai daerah memang menuntut pemerintah menjalankan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35 Tahun 2012. Lembaga tinggi Negara ini mengabulkan sebagian uji materi UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang dimohonkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan dua komunitas masyarakat adat yaitu Kanegerian Kuntu dan Kasepuhan Cisitu. MK menghapus kata negara dan mengakui hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. dengan Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat. Marga Serampas adalah satu kesatuan masyarakat hukum adat yang meliputi 5 wilayah desa. Pemerintah menyatakan bahwa hampir seluruh wilayah adat Serampas masuk ke dalam kawasan Taman Nasional. Sementara warga merasa pemerintah merampas
4
hutan dan lahan yang telah ratusan tahun lalu dihuni nenek moyangnya. Peraturan daerah ini akan menjadi landasan dalam proses penetapan hutan adat Serampas. Di dalamnya terdapat pembahasan norma-norma, pemetaan wilayah, pembahasan hak-hak, tanggung jawab pemerintah dalam pembinaan masyarakat adat. Jonny Purba, pejabat di KLHK menjelaskan bahwa komitmen pemerintah daerah sangat penting dalam pembentukan produk daerah terkait masyarakat adat. Perda, katanya, sebaiknya memuat konteks lokal masyarakat adat sebagai satuan sosial, termasuk sebagai sebuah proses internal dalam masyarakat adat adalah elemen penting dalam proses perencanaan dan pembahasan rancangan perda. “Perlu pasal khusus yang membahas masalah pengakuan kearifan lokal dan pengetahuan tradisional,” kata Jonny Purba. Menurutnya, Indonesia memiliki 3.227 komunitas masyarakat adat sebagai pengampu kearifan lokal. Masalah yang dihadapi adalah rezim hak kekayaan intelektual saat ini berdasar pada kekayaan individu. Padahal pengetahuan dan kearifan lokal bisa berupa nilai dan
G A L E R I K E G I ATA N FOREST REFERENCE EMISSION LEVEL
MENYIAPKAN ANGKA PATOKAN EMISI DARI KEHUTANAN
JAKARTA - Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan diskusi kelompok terfokus pada 16 Februari 2016 di Jakarta. Tujuan diskusi ini adalah menyiapkan proses penilaian teknis setelah Indonesia menyerahkan dokumen Forest Reference Emission Level (FREL) Paris, Desember 2015.
F
REL adalah angka patokan yang dijadikan sebagai dasar pengukuran tingkat emisi satu negara dari sektor kehutanan. Hal ini terkait dengan mekanisme pembayaran atas kinerja dari program REDD+ (reducing emission from deforestation and forest degradation). Sejak 7 tahun lalu, sejumlah proyek percontohan REDD+ telah berlangsung di Indonesia. Selain itu, dengan penyerahan dokumen FREL menandakan bahwa lndonesia telah memulai tahap implementasi penuh REDD+ dalam skala nasional. “Penyelesaian FREL lndonesia juga selaras dengan kesepakatan kerja sama REDD+ yang telah disepakati dalam Letter of lntent (Lol) antara lndonesia dan pemerintah Kerajaan Norwegia pada 26 Mei 2010,” kata Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Nur Masripatin. Prof. Rizaldi Boer menjelaskan penilaian teknis FREL akan melihat metodologi dan basis tahun yang digunakan. Saat penulisan laporan ada serangkaian diskusi tanya jawab dengan perwakilan dari Party, dengan REDD+ dan metodologinya. Pada 16-17 Maret 2016, dilakukan review tentang sumber informasi yang digunakan dalam FREL. “Ada sejumlah pertanyaan yang akan diajukan tim penilai,” kata Rizaldi Boer yang pernah menjadi tim penilai pada FREL negara Brazil. Pertanyaan itu antara lain sejarah data, transparansi data, kelengkapan,
DEKLARASI MASYARAKAT SIPIL MENCEGAH KEBAKARAN DI SUMATERA SELATAN PALEMBANG – Sebanyak 23 organisasi masyarakat membentuk aliansi strategis dalam wadah Forum Masyarakat Sipil Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Sumatera Selatan. “Kami berketetapan hati membangun komitmen bersama memperjuangkan hak rakyat untuk menikmati kualitas hidup yang baik dan sehat,” ujar mereka dalam deklarasi yang ditandatangani pada 18 Februari 2016 di Palembang.
K
e-23 lembaga swadaya masyarakat itu adalah Bakau Sumsel, Spora Institute, Jaringan Masyarakat Gambut (JMG) Sumsel, Serikat Petani Indonesia (SPI) Sumsel, Perkumpulan Hutan Kita Institute (HaKI), Wahana Bumi Hijau (WBH), Mahasiswa Hijau Indonesia (MHI), Inisiator Sumsel, Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Sumsel, Perkumpulan Lingkar Hijau, AMAN Sumsel, Kemasda, Katulistiwa Hijau, dan Aliansi Mahasiswa Pantai Timur (Ampati). Lalu FKMPH Sumsel, Sarikat Hijau Indonesia (SHI) Sumsel, ICMI Sumsel, Solidaritas Perempuan, Impalm, Depati Institute, Rimba Institute, Sumsel Watch, dan PETA. Ikut menandatangani deklarasi itu adalah Direktur Kemitraan Lingkungan, KLHK Widodo Sambodo dan Staf Khusus Gubernur Sumatera Selatan Bidang Perubahan Iklim Dr Najib Asmani. “Bapak Gubernur menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya atas terbentuknya forum ini. Mungkin Sumatera Selatan satu-satunya provinsi yang mempunyai forum masyarakat sipil pengendalian karlahut,” kata Najib. Sebelum pembacaan deklarasi, berlangsung seminar dan dilanjutkan rapat kerja anggota forum. Rangkaian seminar, deklarasi dan rapat kerja pada 1819 Februari 2016 di Palembang ini diselenggarakan Program REDD+ UNDP. Pada rapat kerja dibahas proposal kegiatan bersama yang diajukan ke UNDP. Antara lain membuat demplot desa mandiri benih, pelatihan kanal informasi dan lainnya. Mereka bertekad tidak akan terjadi lagi kebakaran hutan dan lahan pada musim kemarau 2016.
lahan dan gambut dan dekomposisi gambut, serta tentang kelembagaan.
5
G A L E R I K E G I ATA N G A L E R I K E G I ATA N MENJADIKAN PEREMPUAN SEBAGAI JURNALIS DI KALBAR MENYIAPKAN RELAWAN PENCEGAH KEBAKARAN LAHAN DI RIAU PEKANBARU – Universitas Riau melatih 40 anggota Relawan Duta Desa Bersih Jerebu (RDDSibu) untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan. Pelatihan pada 11-13 Februari 2016 ini diselenggarakan Pusat Studi Bencana Unri, dengan dibantu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Program REDD+ UNDP.
P
eserta adalah mahasiswa Unri dari berbagai fakultas yang telah lolos seleksi. “Kami mempersiapkan relawan-relawan desa dalam upaya pencegahan bencana terkait kebakaran hutan dan lahan (karhutla),” kata Ketua Pusat Studi Bencana Universitas Riau, Dr Harris Gunawan. Selama dua hari, peserta mendapat pembekalan dari dosen dan ahli. Mereka diharapkan mampu menyiapkan paket informasi terkait bencana kebakaran hutan untuk pelatihan, penyiapan silabus pelatihan relawan desa, perekrutan relawan desa, pendampingan dan perencanaan mobilisasi relawan desa, monitoring dan evaluasi, penyusunan lapodan dan penulisan buku. Menurut Harris, penyiapan dan mobilisasi kader dilakukan selama 3 bulan antara pertengahan Februari hingga akhir Mei 2016. Wilayah sasaran program ini adalah Kabupaten Bengkalis, Siak, Kepulauan Meranti dan Pelalawan. “Trauma terhadap berbagai kerusakan lingkungan melandasi dibentuknya relawan ini,” katanya. Profesor Ashaluddin Jalil menjelaskan kedatangan RDDSIBU bukan untuk menggurui tapi melakukan kegiatan bersama dengan masyarakat yang paling memahami kondisi desa. “Dengan melakukan pendekatan partisipasi observasi untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan di desa tujuan,” kata pakar sosiologi dan antropologi Universitas Riau ini. di masyarakat desa dan mulai bergabung dengan warga. Mereka disarankan mendekati guru, pemuda/ pemudi, tokoh kharimatik informal, dan baru selanjutnya tokoh-tokoh lainnya yang informasinya diketahui dari masyarakat.
6
kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat pada tahun 2015 masih dirasakan hingga saat ini.
B
anyak warga yang kehilangan mata pencaharian, termasuk kaum perempuan karena peran gender perempuan sangat dekat dengan tanah, air dan hutan. "Sehingga sangat penting perempuan terlibat dalam upaya pencegahan agar tidak terjadi lagi kebaran hutan dan lahan," kata A. Twiseda Mecer, Pernyataan Twiseda disampaikan ketika memberi materi pada pelatihan jurnalisme warga bagi perempuan untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), 17-19 Februari 2016 di Pontianak. Pelatihan ini diselenggarakan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Program REDD+ UNDP. Peserta pelatihan adalah perempuan yang berasal dari utusan berbagai desa dan lembaga swadaya masyarakat. Anggota warga masyarakat, termasuk perempuan dalam hal ini, mampu menjadi aktor kunci yang akan menggunakan sistem komunikasi untuk memantau dan melaporkan tindak kebakaran. Direktur Kemitraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Widodo Sambodo menjelaskan soal konsep kanal komunikasi yang ingin diterapkan Presiden Joko Widodo, melalui Menteri daerah dengan pusat dan sebaliknya,” kata Widodo ketika membuka pelatihan jurnalistik. Bagi Program REDD UNDP, pelatihan ini sangat penting karena salah satu kegiatannya adalah membangun komunikasi berbasis masyarakat yang bertujuan memantau indikator kebakaran lahan dan hutan agar bisa mengantisipasi dan mencegah kebakaran. Memang, tujuan pelatihan ini adalah memberdayakan peran aktif perempuan dalam kesiapsiagaan menghadapi karhutla di Kalimantan Barat. “Dari pelatihan ini diharapkan terjadi peningkatan partisipasi kelompok perempuan dalam kesiapsiagaan menghadapi bahaya kebakaran,” kata Nurul Hidayah, dari Program REDD+ UNDP. Peserta diharapkan mampu menjadi jurnalis warga di lingkungannya dan membangun alur komunikasi pelaporan dari kelompok perempuan di Kalimantan Barat.
G A L E R I K E G I ATA N PELATIHAN CBFFM
MODUL BAGI PELATIHAN MANAJEMEN PENGENDALIAN KEBAKARAN
JAKARTA – Pemerintah pusat dan daerah terus melakukan koordinasi agar kebakaran hutan dan lahan tidak kembali terjadi di tahun 2016. Mereka juga melibatkan berbagai kelompok warga. “Karena masyarakat juga memiliki tanggung jawab, khususnya dalam upaya pencegahan dan pemadaman dini kebakaran,” ujar Roy Rahendra, National Project Manager (NPM) REDD+ UNDP.
M
enurut Roy, kebakaran sering terjadi juga di lahan masyarakat akibat dari proses pembukaan dan pembersihan lahan untuk keperluan budidaya. Sejak tahun 2015, katanya, upaya semacam ini telah dilakukan melalui program CBFFM (Community Based Forest Fire Management). CBFFM adalah sistem manajemen pengendalian kebakaran yang berbasis atau melibatkan masyarakat. Program itu dilakukan UNDP bersama dengan Pusdiklat SDM dan Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Ikut terlibat juga Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam/BKSDA yang membawahi Manggala Agni), Pada November-Desember 2015, dilakukan kegiatan penyusunan materi pelatihan dan penjadwalan kegiatan CBFFM. Materi pelatihan antara lain dasar-dasar kebakaran hutan, navigasi darat, partisipasi masyarakat, pemadaman, penegakan hukum, teknik patroli, teknik penanganan pasca kebakaran, dan pencegahan karlahut. Pada Februari sampai April 2016, akan dilakukan pelatihan CBFFM di empat provinsi, yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat. Pelatihan akan diikuti 750 peserta dari 75 desa di keempat provinsi sasaran. Terdapat 25 angkatan dalam pelatihan ini,
dengan masing-masing angkatan diikuti oleh 30 peserta. Adapun pembagian angkatan untuk tiap provinsi adalah sebagai berikut. Riau sebanyak 6 angkatan, diikuti oleh 18 desa dari 5 kabupaten. Provinsi Jambi ada 5 angkatan, diikuti oleh 15 desa dari 2 kabupaten. Sumatera Selatan ada 8 angkatan, diikuti oleh 24 desa dari 2 kabupaten. Lalu Kalimantan Barat ada 6 angkatan, diikuti oleh 18 desa dari 2 kabupaten. Dalam pelatihan ini, tiap desa mengirimkan 10 orang peserta. Kriteria desa itu adalah, pertama, wilayahnya rawan terjadi karhutla yang diindikasikan dengan jumlah titik panas. Lalu, desa itu jauh dari konsesi perusahaan dan tidak mendapat bantuan dari perusahaan. Ketiga, desa itu belum mendapat pelatihan dan bantuan dari lembaga atau projek lainnya. Terakhir, adalah desa Rencananya, setelah pelatihan dibentuk Masyarakat Peduli Api (MPA) bagi desa yang belum memiliki wadah ini. Pemerintah daerah diharapkan membantu biaya operasional MPA dan pemeliharaan alat pengendalian kebakaran yang akan diperoleh setiap desa peserta pelatihan.
7
GALERI INFORMASI
JEJAK PENEGAKAN HUKUM MULTI REZIM UNDANG-UNDANG
Penerapan pendekatan hukum dengan menggunakan multi-rezim undang-undang (multidoor) dalam kasus sumber daya alam dan lingkungan hidup bermula sejak tahun 2012. Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan/ Satuan Tugas Persiapan Pembentukan Kelembagaan REDD+ (UKP4/Satgas REDD+) yang menjadi motor penggeraknya.
S
aat itu, mereka bekerjasama dengan Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kejaksaan Agung, Kepolisian, dan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). Ada tiga hal yang dilakukan untuk mendorong suksesnya penegakan hukum dengan pendekatan multidoor ini. Pertama, adalah kerja sama untuk mendorong penegakan hukum pada kasus-kasus prioritas dengan pendekatan multidoor. Kedua, peningkatan kapasitas aparat penegak hukum Indonesia melalui seminar bagi hakim dan pelatihan terpadu bagi penyidik, penuntut umum, dan hakim dengan pendekatan multidoor. Ketiga, pembuatan pedoman dengan pendekatan multidoor dalam penanganan perkara sumber daya alam – lingkungan hidup di atas hutan dan lahan gambut bagi penyidik dan penuntut umum. Pada 20 Desember 2012 ditandatangani nota kesepahaman bersama oleh Menteri Keuangan, Agus D. W. Martowardojo, Menteri Kehutanan, , Menteri Lingkungan Hidup, Balthasar Kambuaya, Jaksa Agung, Basrief Arief, Kapolri, Timur Pradopo, dan Kepala PPATK, Muhammad Yusuf. Penandatanganan tersebut disaksikan oleh Kuntoro Mangkusubroto, Kepala UKP4 dan Ketua Satgas REDD+ dan Ketua KPK, Abraham Samad. Pendekatan penegakan hukum multidoor mengandalkan berbagai undang-undang. Antara lain kehutanan, perkebunan, pertambangan, penataan ruang, lingkungan hidup, perpajakan, tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang.
8
Ada sejumlah tujuan dan manfaat dari pendekatan menghindarkan disparitas tuntutan pidana untuk perkara sejenis, menghindari peluang lolosnya pelaku kejahatan, efek jera, pertanggungjawaban korporasi, pemulihan lingkungan (hukuman tambahan), kerja sama internasional dan pengembalian kerugian negara. Pada 29 Februari 2016 berlangsung Launching Lokakarya dan Pelatihan Nasional Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan dengan Pendekatan Multidoor. Acara yang dihadiri pimpinan MA, Kementrian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung, dan Polri ini berlangsung di Gedung Manggala Wanabakti. “Acara ini untuk memperkuat komitmen bersama dalam menerapkan pendekatan hukum multidoor,” kata Menteri LHK Siti Nurbaya. Ibu Menteri menjelaskan sebagai bentuk koordinasi antar kementerian/lembaga, pihaknya sedang menyiapkan Peraturan Presiden tentang Penegakan Hukum Pidana Terpadu dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Mayapada Tower II, Lantai 14 Jenderal Sudirman Kav.27, Jakarta Selatan 12920 Indonesia Telepon: +62(21) 2500811 Faximili: + 6(21) 2500822 Contac Person:
[email protected] Buletin ini diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bekerjasama dengan Program REDD+ UNDP