MENUMBUHKAN PEREKONOMIAN MELALUI PEMBANGUNAN PARIWISATA. Kartawan Fakultas Ekonomi, Universitas Siliwangi
ABSTRAK Parawisata is multifaced industry that directly affects several sectors in economy (hospitality, food suppliers, transports, local art and craft, building industry, etc.) and indirectly affects many others. With these effect of tourism development will stimulate the development of other sectors. Therefore the growth of tourism sector must be spurred to enhance economic growth. Key words : tourism product, tourism development, growth
PENDAHULUAN Pertumbuhan pariwisata sebagai fenomena sosial dan sebagai usaha ekonomi telah berkembang secara dramatis selama setengah abad terakhir di abad dua puluhan. Memasuki milenium ke tiga ini ditandai dengan berkembangnya isu 4T (Transportasi, Telekomunikasi, Pariwisata and Teknologi). Dalam hal ini pariwisata akan berkembang menjadi salah satu industri yang tumbuh dengan dominan di berbagai belahan dunia (Sugiama, Gima A, 2001). Keinginan pengembangan pariwisata di Indonesia terutama didasarkan kepada beberapa faktor antara lain: Pertama, Indonesia mempunyai potensi kepariwisataan yang begitu banyak, sehingga mempunyai peluang yang besar untuk mendatangkan wisatawan, Kedua prospek pariwisata yang tetap memperlihatkan kecenderungan meningkat secara konsisten. Ketiga makin berkurang-
nya peran minyak dalam menghasilkan devisa. Disamping itu kita ketahui bersama bahwa dalam pembangunan ekonomi di masa lalu menekankan pada pengembangan industri-industri yang mengandalkan sumberdaya impor, sehingga melahirkan industri-industri yang memiliki kandungan impor yang relatif tinggi (sekitar 60 – 80 %). Dengan demikian, maka manfaat ekonomi yang dihasilkan industri tersebut juga lebih besar jatuh ke masyarakat luar negeri. Industri pariwisata Indonesia berkembang cukup pesat selama beberapa tahun terakhir. Jumlah kunjungan wisata mancanegara ke Indonesia meningkat dari 2.177.566 orang pada tahun 1990 menjadi 5.153.620 orang pada tahun 2001. Sejalan dengan itu pada periode yang sama jumlah penerimaan devisa dari pariwisata juga meningkat cukup pesat yaitu mencapai 150 persen (LIN, 2003). Deparsenibud
KARTAWAN, MENUMBUHKAN PEREKONOMIAN……… 1
(1999) mempunyai target bahwa pada tahun 2009 pariwisata sebagai penghasil devisa utama melalui kunjungan wisatawan mancanegara dengan penerimaan devisa sekitar US$ 30 milliar. Potensi sumber daya pariwisata Indonesia begitu melimpah, namun potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimum. Hal ini dapat dilihat dari kemampuannya dalam menghasilkan devisa. Sebagai gambaran, pada tahun 2000 Thailand mampu meraih devisa 10 milyar dollar AS, sementara Indonesia hanya setengahnya, padahal Indonesia memiliki objek dan potensi wisata jauh lebih kaya, lebih menarik dan unik dibanding dengan Thailand (LIN, 2002) . Dalam pembangunan pariwisata dikenal tema parawisata massal: matahari, laut, pasir, yang di beberapa tempat dibumbui dengan seks (4Ss) sedangkan di Indonesia sebagai tambahnya senyum. Saat ini tema tersebut bergeser menjadi alam, nostalgia, dan nirvana. Di Indonesia masih terdapat kalangan yang mempunyai anggapan bahwa pariwisata senantiasa identik dengan hal-hal negatip. Begitu juga di dunia akademis, walaupun sudah banyak tulisan dan penelitian yang dilakukan mengenai pariwisata ini, akan tetapi masih terdapat silang pendapat antara yang pro dan yang kontra dalam menilai pariwisata sebagai suatu ilmu.
PEMBAHASAN Konsep Industri Pariwisata Berkaitan dengan istilah pariwisata ini terdapat berbagai pandangan 2
yang berbeda dalam pendefinisiannya, tergantung kepada dari sisi mana mereka memandang dan bagaimana cara pendekatanya. Menurut Goeldner Cs.(2000) parawisata adalah kombinasi aktivitas, pelayanan dan industri yang menghantarkan pengalaman perjalanan: transportasi, akomodasi, usaha makanan dan minimuan, toko, hiburan, fasilitas aktivitas dan pelayanan lainnya yang tersedia bagi per orangan atau grup yagn sedang melakukan perjalanan jauh dari rumah. Di Indonesia istilah pariwisata dimulai pada awal tahun enampuluhan. Istilah ini semakin menjadi pembicaraan, terutama setelah Presiden Suharto menyampaikan kata sambutan dalam pertemuan ramah tamah dengan para peserta seminar dan rapat kerja kepariwisataan tanggal 27 Nopember 1982 di istana negara. (Pendit, 1994). Untuk menyamakan pemahaman mengenai istilah-istilah dan pengertian pariwisata, di Indonesia mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan, yang menyatakan bahwa Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Sedangkan wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Selanjutnya istilah industri yang dikaitkan dengan pariwisata memiliki makna yang jauh berbeda dengan
JURNAL EKONOMI & BISNIS NO. 1, Jilid 9, Tahun 2004
istilah industri seecara umum. Dalam pengertian klasik industri diartikan sebagai sekelompok atau kumpulan pabrik yang menghasilkan produk yang sejenis (Kartawan,2003) dan orang akan membayangkan proses produksi dengan menggunakan mesin-mesin yang menghasilkan barang-barang. Sedangkan dalam industri pariwisata yang dihasilkan bukan barang sejenis, tetapi barang dan pelayanan yang beraneka ragam dengan lebih banyak menggunakan tenaga manusia. Weaper dan Opperman (2000), menyatakan industri parawisata dapat difenisikan sebagai gabungan aktivitas komersial dan industri yang menghasilkan barang dan jasa secara keseluruhan atau sebagian dikonsumsi oleh turis. Industri pariwisata terdiri dari perusahaan-perusahan antara lain: agen perjalanan wisata, maskapai penerbangan, kereta api, taksi, hotel, penginapan, restoran, rumah makan, kedai makanan/minuman, perusahaan cindera mata, bank, penukaran uang, angkutan di lokasi wisata, sewaan sepeda, pusat pembelanjaan, pengusaha objek wisata. Perusahaan-perusahaan tersebut menghasilkan jasa atau produk yang berbeda satu sama lainnya. Perbedaan tersebut tidak hanya dalam produk yang dihasilkan, tetapi dalam skala perusahaan, lokasi tempat kedudukan, letak geografis, fungsi, bentuk organisasi yang mengelola,dan metode atau cara pemasarannya ( Youti, 1996). Masing-masing perusahaan menghasilkan produk yang berbeda dan saling melengkapi yang dinikmati
wisatawan dalam suatu paket. Dari begitu beragamnya produk wisata yang dihasilkan usaha pariwisata, pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam tujuh komponen utama (7 As) yaitu: daya tarik, fasilitas penginapan/pemondokkan, fasilitas makanan dan minuman, fasilitas pendukung dan hiburan, fasilitas pengangkutan/transportasi dan prasarana lain (Kartawan, 2000). Sebagai produk jasa, maka produk pariwisata memiliki karakteristik jasa secara umum yaitu tidak tangibel, tidak terpisahkan, beragam, and perishability (Kotler, Philip,John Bown, James Maken, 1999; Payne, 2000). Dikatakan tidak tangibel karena tidak dapat dilihat, dan dirasakan sebelum produk itu dibeli. Tidak terpisahkan artinya dihasilkan dan digunakan pada saat yang bersamaan dengan perkataan lain tidak dapat dipisahkannya antara produsen dan konsumen. Beragam artinya produknya beraneka ragam, sebab sangat tergantung kepada siapa yang menghasilkannya. Perishability, artinya tidak dapat disimpan untuk dinikmati pada waktu yang akan datang. Sedangkan secara khusus produk pariwisata memiliki karakteristik tidak dapat dipindahkan, peranan perantara tidak diperlukan, tidak dapat ditimbun, tidak memiliki standar, permintaan sangat dipengaruhi oleh musim, calon konsumen tidak dapat mencoba sebelum membeli, sangat tergantung kepada tenaga manusia (Youti, 1996).
KARTAWAN, MENUMBUHKAN PEREKONOMIAN……… 3
Peluang Pembangunan Pariwisata. Era global ini ditandai dengan adanya perdagangan bebas yang memungkinkan pergerakan barang dari satu negara ke negara yang lain tanpa adanya pembatas. Batas administrasi negara tidak lagi menjadi penghalang untuk berpindahnya barang dan begitu juga orang. Perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi sangat memudahkan orang dari belahan dunia untuk mendapatkan informsi secara cepat dan tepat tentang tempat-tempat yang dapat dikunjunginya (Parikesit dan Trisnadi, 1997). Di negara maju kegiatan pariwisata sudah menjadi kebutuhan pokok ke tiga setelah pangan dan papan. Semakin meningkat kemakmuran suatu masyarakat atau bangsa, akan mendorong semakin meningkatnya kebutuhan untuk berwisata (Tambunan, 1999). Hal ini merupakan potensi bagi setiap negara untuk membangun perekonomian melalui pengembangan pariwisata. Pertumbuhan industri pariwisata yang pesat pada abad ke 21 ini akan bergeser ke Asia Fasifik yang merupakan kawasan dengan pertumbuhan pariwisata tercepat di dunia (Ohasi, 1998). Sebagai salah satu negara yang berada di kawasan Asia Fasifik, Indonesia harus mempersiapkan diri menyongsong kondisi tersebut. Secara internal Indonesia memiliki potensi untuk menangkap peluang tersebut (UNDP, 1992) Apabila dilihat dari aspek produk wisata yang dimiliki, Indonesia memiliki kekayaan alam dan budaya 4
yang melimpah, rasanya sulit untuk mencari tandingannya (Ibrahim S, 2001). Indonesia diciptakan Allah dengan sempurna sesuai dengan firmanNya dalam Al’quran : Dan kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata (Qaaf : 7). Berdasarkan data, Indonesia memiliki rentang jalur pantai 81.000 km, belum termasuk pantai tepian laut teritorial, yang merupakan negara pemilik pantai terpanjang ke empat di dunia (Marzuki, 1995). Potensi wisata pantai tersebut hampir merata di seluruh pelosok tanah air yang sebagian besar belum dimanfaatkan secara optimal (Londo,1995) Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan sumber-sumber hayati yang beraneka ragam seperti jenis tumbuh-tumbuhan berbunga, binatang menyusui, binatang reftilia dan amphibia, berbagai jenis burung, ikan dan bermacam-macam serangga, dengan tidak kurang dari 49 ekosistem, merupakan satu dari tujuh negara yang termasuk mega biodiversity di dunia, dan sebagai urutan ke tiga setelah Bazil dan Zaire (Youti, 2002). Dilihat dari letak, Indonesia yang berada di khatulistiwa memiliki posisi yang sangat strategis yang berada diantara dua samudra dan diantara dua benua. Posisi ini sangat menguntungkan bagi berkembangnya pariwisata, sebab dengan posisi seperti ini Indonesia akan menjadi perlintasan transportasi orang yang bepergian dari benua yang satu ke benua
JURNAL EKONOMI & BISNIS NO. 1, Jilid 9, Tahun 2004
yang lainnya . Apabila dilihat dari sumber daya yang dieksplor, sektor pariwisata memiliki keunggulan sebab dalam rangka pemanfaatannya, sebagian sumber daya pariwisata termasuk sumberdaya yang dapat diperbaharui. Dengan demikian kontinuitas dalam menghasilkan rupiah lebih terjamin, apalagi apabila dibandingkan dengan migas yang merupakan penghasil devisa terbesar pemanfaatanya tidak dapat diperbaharui. Disamping itu apabila dibanding dengan sektor lain ternyata sektor pariwisata mempunyai kemampuan dalam bertahan dan bahkan tumbuh pada kondisi krisis sekalipun. Hal ini ditunjukkan saat dunia mengalami tiga kali goncangan hebat akibat global oil shock pada tahun 1973, 1979, dan tahun 1990, industri pariwisata dunia tetap bertahan dan bahkan meraih tingkat pertumbuhan 3% (Arif Supriyono, 1995). Di Indonesia pariwisata mampu bertahan bahkan sanggup meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara di saat krisis pada tahun 1997. Krisis ekonomi di Indonesia telah menjatuhkan nilai tukar rupiah ke posisi yang sangat rendah, kondisi ini justru sangat menguntungkan bila ditinjau dari sisi wisatawan mancanegara, sebab dengan nilai dollar yang sama jika berkunjung ke Indonesia akan bisa digunakan untuk menikmati produk wisata yang lebih banyak. Akan tetapi pada tahun-tahun berikutnya di beberapa wilayah Indonesia terjadi berbagai kerusuhan, sehingga mengganggu perkem-
bangan pariwisata di tanah air. Kondisi ini yang membedakan Indonesia dengan Thailand, dimana walaupun sama-sama mengalami krisis ekonomi, namun di Thailand tidak diikuti terjadinya kerusuhan-kerusuhan, sehingga pariwisata Thailand tetap berkembang. Akibat kerusuhan tersebut, sifat yang sejak dahulu kala menjadi kebanggaan bangsa Indonesia yang terkenal dengan keramahan penduduknya, sekarang tidak bisa dibanggakan lagi sebab fakta yang ada menunjukkan telah terjadi perubahan dari masyarakat yang ramah tiba-tiba menjadi masyarakat yang anarki, bahkan pembunuh. Kondisi ini diperparah dengan sajian-sajian media asing yang hanya menonjolkan sisi negatifnya seperti kebrutalan-kebrutalan yang terjadi di berbagai pelosok tanah air. Kontra promosi ini sangat merugikan kepariwisataan nasional, sebab telah membuat beberapa negara melarang warganya berkunjung ke Indonesia. Di saat itu Bali dianggap daerah paling aman di Indonesia, sehingga Bali yang telah lama dikenal dengan sebutan Pulau Dewata yang merupakan oase penuh kedamaian sebagai nirwana tropis yang menarik, tetap dikunjungi para wisatawan dari seluruh dunia. Akan tetapi pada tanggal 12 Oktober 2002 tepat satu tahun satu bulan setelah tragedi menara kembar di Amerika Serikat, tiba-tiba dunia dikejutkan dengan adanya aksi peledakan bom di Bali. Dengan adanya peristiwa tersebut semakin bertambah banyak negara yang melarang warganya berkunjung
KARTAWAN, MENUMBUHKAN PEREKONOMIAN……… 5
ke Indonesia. Hal ini semakin memperparah katerpurukan pariwisata nasional. Walaupun demikian, ternyata pariwisata Indonesia masih mendapat tempat di mata dunia internasional. Hal ini terlihat dalam Pasar Wisata Dunia yang berlangsung di London tanggal 11 – 14 Nopember 2002, para whole seller dan tour operator dari berbagai negara di Eropa tetap menjual paket perjalanan wisata Indonesia termasuk Bali. Saat ini, Bali telah mencapai titik kembali sejak upacara Tawur Agung (Pamrisudha Karipubhaya) 15 Nopember 2002 untuk kembali ke keadaan lebih baik daripada sebelumnya. Hal ini terjadi lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. (LIN,2003) Sementara keamanan di Indonesia mulai pulih, pariwisata Indonesia terpukul lagi, dimana 95% kunjungan turis asing ke Indonesia batal sebagai dampak dari perang Irak dan virus severe acute respiratory syndrome. Begitu juga sebaliknya terdapat warga negara Indonesia yang membatalkan kunjungan ke luar negeri sebesar 90 %(Bisnis Indonesia,14 April 2003). Saat ini sebagian lembaga/instansi telah menetapkan lima hari kerja dalam satu minggu. Disamping itu pemerintah mengambil kebijakan yang memungkinkan memindahkan hari libur nasional ke awal/akhir pekan. Kondisi ini akan menambah jumlah waktu luang dari para pekerja. Waktu luang tersebut merupakan syarat bagi seseorang untuk dapat melakukan perjalanan wisata, sebab 6
banyak orang yang memiliki uang yang cukup, akan tetapi waktu luangnya sangat terbatas sehingga tidak dapat melakukan perjalanan wisata. Dengan kata lain kondisi ini merupakan peluang bagi pemasar untuk dapat merubah wisatawan potensial menjadi wisatawan aktual. Jadi paling tidak saat ini pariwisata nasional dapat memanfaatkan kondisi di atas, yaitu dengan melayani wisatawan nusantara yang membatalkan perjalanannya ke luar negeri untuk dapat melakukan perjalanan di dalam negeri, dan mereka yang waktu luangnya meningkat agar dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata. Konferensi Asosiasi Perjalanan Asia-Fasifik (PATA) ke 52 di Bali pada Tanggal 14 – 18 April 2003 yang didukung oleh 384 organisasi pariwisata dunia (berasal 42 negara), memberikan makna yang sangat dalam terhadap pariwisata nasional. Dengan dukungan peserta yang cukup besar itu maka akan menghilangkan kesan bahwa Indonesia (khususnya Bali) tidak aman. Hal ini tercermin pula dalam sambutan presiden Megawati Soekarnoputri ketika meresmikan kegiatan tersebut yang menyatakan : “Bagi kami kegiatan ini bukan hanya suatu peluang tapi juga memperbaiki kepercayaan diri untuk membangun kembali industri pariwisata di samping memulihkan citra “. Pengaruh Pembangunan Pariwisata terhadap Perekonomian Pariwisata merupakan suatu sektor yang mempunyai banyak kaitan dengan sektor-sektor lain, sehingga pengembangan sektor pariwisata
JURNAL EKONOMI & BISNIS NO. 1, Jilid 9, Tahun 2004
akan terus memacu perkembangan sektor lainnya (Kartawan, 2002). Oleh karena itu pembangunan pariwisata membawa dampak yang luas terhadap perekonomian di suatu tujuan seperti yang dinyatakan Goeldner cs. (2000): Parawisata adalah usaha ekonomi potensial, dan sebagai pembangkit perekonomian suatu kota, propinsi, kabupaten atau daerah tujuan pengunjung, dari pengeluaran mereka. Pariwisata sebagai suatu industri jasa mempunyai banyak keterkaitan dengan sektor ekonomi lainnya, yaitu keterkaitan ke belakang baik dengan sektor industri maupun dengan sektor pertanian. Dengan demikian apabila ada seorang yang melakukan perjalanan wisata ke suatu tujuan, maka akan berpengaruh terhadap ekonomi di tujuan tersebut dalam tiga tingkat pengaruh, yaitu pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung dan pengaruh dorongan (Weaver dan Oppermann, 2000). Pengaruh langsung merupakan pengaruh utama dari kedatangan wisatawan di suatu tujuan, yaitu pembayaran (pengeluaran) wisatawan kepada perusahaan pariwisata di garis depan seperti perusahaan angkutan, penginapan, restoran. Dari pembayaran yang diterima perusahaan yang berada pada garis depan tadi, sebagian penerimaannya ada yang ditabung, dan ada sebagian dibelanjakan kembali dalam rangka memenuhi kebutuhan wisatawan. Bagian yang dibelanjakan inilah yang merupakan pengaruh tidak langsung. Dengan perkataan lain pengaruh
tidak langsung merupakan pengaruh yang ditimbulkan akibat pembelian oleh perusahaan yang berada di garism depan kepada perusahaan pemasok dalam perekonomian setempat. Pengaruh dorongan adalah pengaruh lanjutan dari pengaruh tidak langsung, dimana uang yang dibelanjakan perusahaan di garis depan kepada perusahaan pemasok, oleh perusahaan pemasok akan dibelanjakan lagi kepada perusahaan lain, dan seterusnya bergulir kepada perusahaan lainnya. Dalam proses perguliran tersebut, akan timbul sewa bagi faktor produksi tanah, gaji bagi tenaga ahli, upah bagi tenaga buruh, bunga bagi para kreditur/pemilik modal dan laba bagi para pengusaha, yang merupakan balas jasa atas penggunaan faktor-faktor produksi tersebut dalam melayani kegiatan pariwisata secara keseluruhan. Dari gambaran di atas dapat dilihat bahwa pembangunan pariwisata membawa pengaruh yang sangat luas terhadap perekonomian baik yang bersifat positif, maupun negatif. Pengaruh positif antara lain : memberikan kontribusi terhadap neraca pembayaran, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan penerimaan pemerintah, pemerataan pendapatan, menimbulkan efek penggandaan (Wahab,1992; Goeldner cs.,2000) Kontribusi ke Neraca Pembayaran. Pengaruh terhadap neraca pembayaran hanya terjadi dari pariwisata internasional, yaitu manakala terjadi ekspor pariwisata. Ekspor pariwisata
KARTAWAN, MENUMBUHKAN PEREKONOMIAN……… 7
merupakan ekspor yang tidak kentara yang berbeda dengan ekspor barang. Dalam ekspor barang aliran barang berlawanan dengan aliran pembayaran, sedangkan dalam ekspor pariwisata aliran wisatawan sama dengan aliran pembayaran. Ekspor pariwisata akan menyumbang sejumlah uang antara lain dari pengeluaran wisatawan asing, transportasi, pengembalian modal dari investasi pariwisata di luar negeri, pengiriman uang oleh pekerja bidang pariwisata di luar negeri dan sebagainya. Hal ini memberikan kontribusi positif terhadap neraca pembayaran. Karena industri pariwisata umumnya berorientasi pada penjualan jasa, dimana salah satu sifat dari produksi jasa adalah dihasilkannya melalui padat karya, maka dengan berkembangnya pariwisata akan membuka banyak kesempatan kerja. Akibat langsung terhadap kesempatan kerja ini terutama akan sangat dirasakan oleh negara-negara berkembang yang umumnya aktivitas ekonominya masih terbatas. Di Indonesia, Bali merupakan daerah yang pariwisatanya berkembang cukup pesat sehingga sektor pariwisata mampu memberikan lapangan kerja sepertiga dari seluruh penduduknya yang berjumlah 3,5 juta orang (LIN, 2003). Pembangunan pariwisata mempunyai pengaruh yang cukup besar tehadap penerimaan pemerintah. Penerimaan ini diperoleh melalui berbagai jenis pajak dan retribusi, baik yang langsung dikenakan kepada wisatawan maupun yang dikenakan kepada pengusaha seperti: pajak orang asing, pajak tontonan, pajak 8
hotel dan restoran, retribusi wisata, retribusi Surat Ijin Usaha Kepariwisataan. Pariwisata dapat membantu pemerataan pendapatan penduduk dunia. Hal ini dapat terjadi dengan adanya perpindahan uang dari negara-negara kaya ke negara-negara miskin (Youti, 1996). Dalam pariwisata internasional sebagian besar wisatawan berasal dari negara-negara maju. Kedatangan wisatawan akan mampu mendorong peningkatan pendapatan di daerah pusat-pusat kegiatan pariwisata yang tersebar di seluruh wilayah negara, serta memberikan kesempatan kerja tanpa harus memindahkan penduduk ke pusat-pusat industri di perkotaan yang seringkali menjadi Karena aktivitas dalam sektor pariwisata disamping memiliki akibat langsung, juga mempunyai akibat tidak langsung dan akibat dorongan, maka pengeluaran wisatawan di suatu tujuan akan menciptakan pendapatan dan output baru di wilayah yang bersangkutan (Cooper, 1993). Oleh karena itu, maka setiap pengeluaran wisatawan akan membawa akibat penggandaan. Wisatawan mengeluarkan uangnya untuk membeli barang dan jasa yang dihasilkan usaha pariwisata di garis depan, yang dinikmati selama melakukan perjalanannya. Dari uang yang diterima perusahaan pariwisata di garis depan tersebut, sebagian akan digunakan untuk membeli barang-barang dan jasa yang dihasilkan perekonomian lokal, membayar tenaga kerja, keuntungan kepada wirausaha, membayar pajak kepada
JURNAL EKONOMI & BISNIS NO. 1, Jilid 9, Tahun 2004
pemerintah, dan sebagainya (H, L.B., G) serta membeli barang dan jasa yang tidak bisa dihasilkan perekonomian setempat (M). Uang yang digunakan untuk membeli barang dan jasa yang tidak bisa dihasilkan perekonomian setempat (M) akan keluar dari perekonomian. Sedangkan uang yang tersisa dalam perekonomian (H, L.B., G) sebagian ditabung dan sebagian akan dibelanjakan lagi kepada perusahaan pemasok, baik untuk membeli barang dan jasa yang tidak bisa dihasilkan perekonomian setempat (M), maupun untuk membeli barang dan jasa yang dihasilkan perekonomian setempat, membayar tenaga kerja, membayar keuntungan kepada wirausaha, membayar pajak kepada pemerintah dan sebagainya (H, LB, G) . Uang yang dibelanjakan untuk membeli barang dan jasa yang tidak bisa dihasilkan perekonomian setempat (M) akan keluar dari perekonomian. Uang yang tersisa dalam perekonomian sebagian akan ditabung dan sebagian lagi akan dibelanjakan lagi. Proses ini akan terus berjalan sehingga menimbulkan akibat penggandaan dalam suatu perekonomian. Hal ini akan meningkatkan pendapatan para pelaku ekonomi di daerah setempat, yang berarti meningkatkan daya belinya, dan selanjutnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi . Pendekatan penggandaan ini dipergunakan untuk mengukur besarnya pengaruh dari pengeluaran wisatawan terhadap perekonomian di negara tujuan. Berdasarkan fakta
yang ada, di Indonesia setiap dolar pengeluaran wisatawan untuk pembayaran berbagai kebutuhannya, akan berpengaruh terhadap nilai uang menjadi 2,5 kali dalam aktivitas ekonomi (Sitongkir, 1997). Selain berdampak positip, pariwisata juga mempunyai dampak negatip terhadap perekonomian, yaitu pembelanjaan kebocoran (leakages), pegnaruh demonstrasi, biaya penempatand an kesempatan (Novienddi, 1997; Weaper and Oppermann., 2000). Kebocoran dalam suatu perekonomian terjadi apabila dalam penyediaan barang dan jasa yang dibutuhkan wisatawan, tidak bisa dihasilkan dalam perekonomian itu sendiri, atau dalam menghasilkannya dipergunakan faktor produksi yang berasal dari luar perekonomian setempat. Jadi kebocoran tersebut dapat berupa sejumlah uang yang ke luar dari suatu perekonomian untuk pembelian barang yang tidak dapat dihasilkan oleh perekonomian produksi yang berasal dari luar. Perilaku seseorang seringkali dipengaruhi oleh apa yang dilihatnya. Begitu juga perilaku masyarakat di suatu tujuan dapat dipengaruhi oleh perilaku wisatawan yang berkunjung ke daerah tersebut. Dengan demikian pariwisata internasional mempunyai dampak terhadap gaya hidup dan pola pengeluaran masyarakat di suatu tujuan. Hal ini mengakibatkan meningkatnya permintaan barang yang dihasilkan perusahaan asing. Pengembangan pariwisata di suatu tujuan memerlukan fasilitas yang cukup memadai. Dalam
KARTAWAN, MENUMBUHKAN PEREKONOMIAN……… 9
penyediaan fasilitas tersebut kadangkala bisa merugikan terhadap fasilitas yang telah tersedia sebelumnya. Hal ini terjadi akibat konsumen yang dituju baik oleh fasilitas yang telah ada maupun oleh fasilitas yang baru adalah wisatawan yang sama. Pembangunan fasilitas-fasilitas kepariwisataan merupakan penggunaan faktor produksi pada sektor pariwisata, yang sesungguhnya faktor produksi tersebut dapat dipergunakan pada pembangunan sektor lain. Konsep Pembangunan Pariwisata Pembangunan pariwisata sering terjadi sebagai pembangunan yang sifatnya merusak, bahkan tidak jarang pembangunan pariwisata yang merusak pariwisata itu sendiri, padahal Alloh telah memperingatkan
kita dalam Alqur’an : Dan apabila ia berpaling (dari kamu) ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan (Al Baqarah : 205) Berdasarkan perhitungan Calzoni (1988) bahwa dalam menghasilkan jasa kepariwisataan terdapat substitusi antara penggunaan sumber daya pariwisata dengan kualitas lingkungan. Semakin banyak sumber daya wisata yang dipergunakan dalam menghasilkan pelayanan kepariwisataan, maka kualitas lingkungan semakin menurun. Hubungan antara penggunaan sumber daya pariwisata dengan kualitas lingkungan ini dapat dilihat pada gambar di bawah.
Faktor produktif yang digunakan dalam produksi parawisata
0 Kualitas lingkungan Gambar 1. Hubungan penggunaan sumberdaya pariwisata dengan kualitas lingkungan (Blasco, 2000)
Sebagai respon terhadap kondisikondisi di atas, maka konferensi World Parawisata Organization (WTO) di Chili tahun 1999 telah menghasilkan etika global parawisata yang bertujuan untuk menjamin 10
sumberdaya alam yang menjadi sumber kehidupan kepariwisataan dan melindungi lingkungan dari dampak buruk kegiatan bisnis kepariwisataan (WTO,2000). Kode etik ini meliputi ketentuan yang
JURNAL EKONOMI & BISNIS NO. 1, Jilid 9, Tahun 2004
mencakup aturan bagi daerah tujuan wisata, pemerintah, penyelenggara tour, pengembang, biro perjalanan, pekerja, dan bagi para wisatawan. Oleh karena itu dalam pembangunan industri pariwisata harus memperhatikan prinsip-prinsip pariwisata yang berkelanjutan yaitu pengguanaan sumber daya alam yang berkelanjutan, penurunan konsumsi berlebihan dan sampah, mempertahankan keberagaman, integrasi pariwisata kedalam perencanaan, ekonomi pendukung, pelibatan komunitas lokal, konsultasi pemegang saham dan masyarakat, pelatihan staf,
tanggung jawab pemasaran parawisata dan pelaksanaan penelitian (Farsari and Prastacos, 2001) Memperhatikan hal di atas, maka pembangunan kepariwisataan perlu dikelola secara bijaksana, dengan mempertimbangkan hasil pembangunan dan dampaknya secara komprehensif. Dalam kondisi seperti ini, maka manajemen pariwisata menjadi sangat sentral peranannya. Pada kesempatan ini penulis mengajukan suatu konsep manajemen pembangunan pariwisata seperti yang ditunjukkan Gambar 2.
KARTAWAN, MENUMBUHKAN PEREKONOMIAN……… 11
Tourism Service Design
Man & Money
Community
Tourism Attraction Destination Place
Planning Blue Print
In the Long run
Tourism Facilities (6 As
In the Short run
Tourism Research & Development
Pilot Plant
Service Optimalization
Doing
Execution
Controlling
Evaluation
Tourism Service
Market
Tourism Product IDEA
Gambar 2. Konsep Pembangunan Pariwisata (dikembangkan dari Rusli Sarip dkk).
PENUTUP Pariwisata merupakan sektor yang mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menggerakan suatu perekonomian melalui akibat langsung, akibat tidak langsung dan akibat dorongan. Dengan semakin berkembangnya tingkat kesejahteraan masyarakat, dan bertambahnya waktu luang, maka permintaan pariwisata akan semakin meningkat. Dengan memperhatikan sumber daya pariwisata yang melimpah dan peluang yang besar, Indonesia harus mampu menjadikan pariwisata sebagai unggulan dalam mendulang devisa dan menumbuhkan perekonomian.
DAFTAR PUSTAKA Al-qur’anul Majid (Tafsir An-Nur), 2000, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang. Anton Gunarto, 1996. Upaya Menjual Potensi Kepariwisataan di Kabupaten Ciamis Jawa Barat, Jurnal Ilmu dan Wisata. Edisi Desember, Pusat Penelitian Pariwisata Indonesia: Jakarta. Arif Supriyono,1995, Mengendalikan Pertumbuhan Pariwisata Nasional, 8 Maret, Republika: Jakarta. Blasco, Elies Furio, 2002, Coastal Parawisata and The Environment, in Parawisata Today The Journal of The College of Parawisata & Hotel Management, Cyprus. Danang, A. 1996. Peran Surat Kabar dalam Promosi Pariwisata,
Jurnal Ekonomi dan Wisata, Edisi Desember, Pusat Penelitian Pariwisata Indonesia: Jakarta. Farsari, Yianna and Poulicos Prastacosm, 2001, Sustainable Parawisata indicators for Mediterranean Established Destinations, in Parawisata Today The Journal of The College of Parawisata & Hotel Management, Cyprus. Goeldner, Charles R, J.R. B. Ritchi and Robert W. McIntosh, 2000, Parawisata, Principles, Practices, Philosophies, Eight Edition, John Willey & Son, New York. Ibrahim Soepardhie, 2001, Paradigma Baru Pengembangan Pariwisata Berwawasan Bhineka Tunggal Ika, dalam Jurnal Pariwisata, STIEPAR YAPARIAKTRIPA, Bandung. Kartawan, 2000, Dampak Pengembangan Produk Wisata Pantai Terhadap Lama Tinggal Wisatawan, dalam Jurnal Ekonomi & Bisnis, Polban, Bandung. Kartawan, 2003, Manajemen Produksi dan Operasi, Bahan Kuliah Pascasarjana Universitas Gunadarma, Jakarta. Kotler, Philip; John Bawen, and James Makens, 1999, Marketing for Hospitality and Parawisata, Second Edition, PrenticeHall International, New Jersey. Londo, P.I., 1995, Peluang dan Kendala dalam Pengembangan Wisata Pantai di Indonesia, Buletin Ekonomi, Bapindo, Jakarta. Noviendi Makalam, 1997, Ekonomi Pariwisata, STPB, Bandung. Ohasi, Taiji. 1998, Influence and
Determinan of Parawisata Development in Indonesia, STPB; Bandung. Parikesit, Danang dan Wiwied Trisnadi, 1997, Kebijakan Pariwisata Indonesia dalam Pembangunan Jangka Panjang. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Payne, Andrian, 2000, The Esssence of Service Marketing, Alih bahasa Fandy Ciptono, Penerbit Andi, Yogyakarta. Pendit, Nyoman S., 1994, Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana, Pradnya Paramita, Jakarta. Rusli Sarip, at. all. t.t. Manajemen Produksi. Lembaga Manajemen FE UNPAD; Bandung. Smith, Russell Arthur. 1994, Planning and Management for Coastal Ecotourism in Indonesia, A Regional Perspektive. Jakarta: CSIS. Sugiama, Gima. A 2001, Pengembangan Kepuasan Wisata Bermakna, Polban, Bandung. Tambunan, 1999, Dapatkah Sektor Pariwisata Menyumbangkan Devisa yang Berarti, dalam Ilmu dan Wisata, Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat, USAHID, Jakarta. UNDP, 1992, Parawisata Sector Programming and Policy Development, Jakarta. Youti, Oka A., 1996, Pemasaran Pariwisata, Penerbit Angkasa, Bandung. Youti, Oka A., 2002, Proteksi Efektif melestarikan SumberHayati
Indonesia Melalui Pengembangan Ekowisata dalam jurnal Pariwisata, STIEPAR YAPARIAKTRIPA, Bandung. Weaver, David and Martin Oppermann,2000, Parawisata Management, John Willey & Sons Australia, Brisbane. LIN., 2002. Lembaga Informasi Nasional, lin.go.id & Info-RI.com. LIN., 2003. Lembaga Informasi Nasional, lin.go.id & Info-RI.com. WTO, 2000, World Parawisata Organization, http://www.worldd.tourism.org/