43
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN SISWA MELALUI PEMBELAJARAN INVESTIGASI Oleh: Fanny Adibah IKIP Widya Darma Surabaya Abstrak: Matematika dan penalaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami dengan penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika. Kemampuan bernalar tidak hanya dibutuhkan para siswa ketika mereka belajar matematika maupun mata pelajaran lainnya, namun sangat dibutuhkan setiap manusia di saat memecahkan masalah ataupun disaat menentukan keputusan. Pembelajaran matematika bermakna yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran (reasoning) siswa sangat jarang dilakukan. Namun proses pembelajaran matematika yang dilaksanakan guru di kelas masih berkonsentrasi pada hal-hal yang prosedural dan mekanistik, pembelajaran berpusat pada guru, konsep matematika disampaikan secara informatif, dan siswa dilatih menyelesaikan banyak soal tanpa pemahaman yang mendalam. Akibatnya, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan penalaran dan kompetensi strategis siswa SMP di Indonesia saat ini tidak berkembang sebagaimana mestinya. Tulisan ini menguraikan tentang pembelajaran investigasi yang baik menurut teori maupun menurut hasil penelitian dapat mengembangkan kemampuan penalaran siswa. Kata Kunci: Kemampuan Penalaran, Pembelajaran Investigasi
PENDAHULUAN Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses bernalar. Seperti yang diungkapkan oleh Russeffendi (1992) dalam bukunya bahwa matematika terbentuk dari hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Soedjadi (2000) mengungkapkan bahwa matematika merupakan pengetahuan tentang penalaran logis dan pengetahuan tentang struktur yang logis. Jadi matematika adalah pola berpikir yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran yang dapat membantu manusia dalam memahami dan menyelesaikan permasalahan sehari-hari. Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris, kemudian pengalaman itu diproses di dalam dunia penalaran, diolah secara analisis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga sampai terbentuk konsep-konsep matematika. Berdasarkan definisi tersebut, maka untuk mengembangkan matematika diperlukan pemikiran-pemikiran yang logis, objektif, sistematis dan kreatif serta penalaran yang tinggi dan terstruktur.
JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.1| Juli 2014
44
Namun sebuah survey yang dilakukan oleh IMS-JICA (dalam Herman, 2007) menyebutkan bahwa kemampuan penalaran dan kompetensi strategis siswa SMP di Indonesia saat ini tidak berkembang sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan pembelajaran matematika yang diberikan kebanyakan guru terlalu berkonsentrasi pada hal-hal yang prosedural dan mekanistik, pembelajaran berpusat pada guru, konsep matematika disampaikan secara informatif, dan siswa dilatih menyelesaikan banyak soal tanpa pemahaman yang mendalam. Sebuah hasil survey lain juga diterima oleh The Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) (Mullis, 2007) bahwa siswa SMP Indonesia sangat lemah dalam problem solving namun cukup baik dalam keterampilan prosedural. Sebenarnya, rendahnya kemampuan siswa SMP dalam bernalar, memahami dan memaknai matematika sudah dirasakan sebagai masalah yang cukup lama dalam pengajaran matematika di sekolah. Beberapa pihak mengatakan bahwa permasalahan ini agak terabaikan karena kebanyakan guru matematika dalam kegiatan pembelajarannya berkonsentrasi mengejar skor Ujian Akhir Nasional (UAN) setinggi mungkin. Kegiatan pembelajaran sebagian besar difokuskan untuk melatih siswa terampil menjawab soal matematika, sehingga penguasaan dan pemahaman matematika siswa terabaikan. Untuk itu diperlukan suatu pembelajaran yang dapat membuat siswa lebih aktif berpikir, memberikan ide-ide atau gagasan-gagasan yang dapat merangsang kemampuan bernalar siswa. Salah satu metode pembelajaran matematika yang dapat mengaktifkan siswa agar berpikir dan bernalar adalah metode pembelajaran investigasi. Dalam metode
ini siswa diberikan
permasalahan matematika yang mengarah pada jawaban konvegen atau divergen, kemudian meminta siswa untuk melakukan kegiatan investigasi. Kegiatan belajar dengan metode ini akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuat beragam kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan. Beragam kemungkinan jawaban tersebut nantinya akan berimplikasi pada berbagai alternatif jawaban dan argumentasi berdasarkan pengalaman siswa. Dengan sikap keterbukaan yang merupakan salah satu karakteristik dari pembelajaran investigasi, siswa belajar tidak hanya mencari kebenaran atas jawaban permasalahan yang diberikan, tetapi juga menggunakan aktivitas mental mereka sendiri. Hal ini akan dapat membuat siswa lebih aktif berpikir dan mencetuskan ide-ide atau gagasan-gagasan positif dalam mencari jalan keluar dari permasalahan.
JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.1| Juli 2014
45
METODE PENELITIAN Makalah ini merupakan studi kepustakaan (library research) yang bersifat normatif, yaitu menelaah dan mengkaji buku-buku, artikel-artikel, jurnal ilmiah, majalah, koran maupun media internet yang ada hubungan dengan topik bahasan di atas. Kemudian dilanjutkan dengan analisis dan akhirnya mengambil kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk laporan tertulis. Dan selanjutnya pengolahan dan analisis data, penulis menggunakan metode content analysis. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penalaran dan Penalaran Matematika Secara sederhana penalaran merupakan proses pengambilan kesimpulan berdasarkan pernyataan-pernyataan yang mendahuluinya. Keraf (dalam Shadiq, 2004) mendefinisikan penalaran sebagai proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan. Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran dan penalaran merupakan proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Jadi penalaran adalah suatu kegiatan/aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. Dikenal dua macam penalaran, yaitu penalaran induktif (induksi) dan penalaran deduktif (deduksi). Induksi terjadi ketika proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan faktafakta atau evidensi-evidensi khusus yang sudah diketahui menuju kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum (general). Jadi induksi merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang bersifat umum (general) berdasar pada beberapa pernyataan khusus yang diketahui benar. Contoh induksi misalnya Amri mati, Beni meninggal, Caca wafat, ..., Zainal tewas, jadi semua manusia akan mati. Di dalam ilmu pengetahuan, induksi dikenal dengan metode eksperimental (scientific method), sedangkan di matematika disebut dengan penalaran induktif dan hasilnya masih disebut dugaan (conjectures). Sedangkan deduksi merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau pernyataan baru dari pernyataan atau fakta-fakta yang dianggap benar dengan menggunakan logika. Contoh deduksi atau penalaran deduktif misalnya semua manusia pasti mati, Amri adalah manusia, jadi Amri pasti mati. Secara umum dapat dinyatakan JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.1| Juli 2014
46
bahwa jika penalaran induktif merupakan proses berpikir dari khusus ke umum, maka penalaran deduktif merupakan proses berpikir dari bentuk yang umum ke bentuk yang khusus. Dalam matematika, penalaran diperlukan untuk menentukan apakah sebuah argumen matematika benar atau salah dan juga dipakai untuk membangun suatu argumen matematika. Menurut Phares (dalam O’Daffer, 1993), penalaran matematika (mathematical reasoning) merupakan bagian dari berpikir matematika yang melibatkan dan generalisasi membentuk dan menarik kesimpulan yang valid tentang ide dan bagaimana mereka menghubungkannya. Penalaran matematika tidak hanya penting untuk melakukan pembuktian (proof) atau pemeriksaan program (program verification), tetapi juga untuk melakukan inferensi dalam suatu sistem. Beberapa istilah yang akan dipakai dalam penalaran matematika yakni bukti, inferensi, teorema, lemma, corollary dan konjektur (conjecture). Aksioma (axiom) adalah asumsi dasar dari suatu struktur matematika yang tidak perlu bukti. Pembuktian (proof) dipakai untuk menunjukkan bahwa suatu pernyataan adalah benar. Suatu pembuktian terdiri dari rangkaian pernyataan-pernyataan
yang
membentuk
sebuah
argumen.
Langkah-langkah
yang
menghubungkan pernyataan-pernyataan ini disebut sebagai aturan inferensi (rules of inference). Teorema adalah pernyataan yang dapat ditunjukkan bernilai benar. Suatu lemma adalah teorema sederhana yang dipergunakan sebagai hasil-antara dalam pembuktian teorema lain, sedangkan corollary adalah suatu proposisi yang secara langsung diperoleh dari teorema yang sudah dibuktikan. Suatu konjektur adalah suatu pernyataan yang nilai kebenarannya tidak diketahui. Setelah pembuktian berhasil dilakukan, maka konjektur berubah menjadi teorema. Implikasi Penalaran dalam Pembelajaran Matematika Selama mempelajari matematika di kelas, aplikasi penalaran sering ditemukan meskipun tidak secara formal disebut sebagai belajar bernalar. Misalnya untuk menentukan hasil dari 8 + 9, berdasar pengetahuan yang sudah dimiliki para siswa yaitu 8 + 8 = 16, maka para siswa diharapkan dapat menyimpulkan bahwa 8 + 9 adalah sama dengan 16 + 1 atau sama dengan 17. Sebuah contoh lain, misalnya untuk menentukan hasil dari 6 x 7, berdasar pengetahuan yang sudah dimiliki para siswa yaitu 5 x 7 = 35, maka para siswa diharapkan dapat menarik suatu kesimpulan 6 x 7 = 35 + 7 = 42. Jika disajikan sebuah barisan bilangan 1, 3, 5, 7, 9,..., maka siswa diharapkan dapat melihat pola bilangan yang muncul yaitu suku berikutnya didapat dari suku sebelumnya dengan menambah dengan suatu bilangan tetap yaitu dua. JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.1| Juli 2014
47
Beberapa contoh di atas menunjukkan bahwa aplikasi penalaran telah digunakan para siswa selama proses pembelajaran matematika berlangsung di kelas. Untuk itulah, dalam kurikulum (Pusat Kurikulum, 2006) dinyatakan bahwa materi matematika dan penalaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami dengan penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika. Siswa dapat berfikir dan menalar suatu persoalan matematika apabila telah dapat memahami persoalan matematika tersebut. Suatu cara pandang siswa tentang persoalan matematika ikut mempengaruhi pola fikir tentang penyelesaian yang akan dilakukan. Tentu saja, kemampuan bernalar tidak hanya dibutuhkan para siswa ketika mereka belajar matematika maupun mata pelajaran lainnya, namun sangat dibutuhkan setiap manusia di saat memecahkan masalah ataupun disaat menentukan keputusan. Seperti yang telah penulis paparkan sebelumnya, bahwa terdapat dua jenis penalaran, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Menurut Soedjadi (2000) ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya. Namun demikian, dalam pembelajaran, pemahaman konsep sering diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi. Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika. Berkaitan dengan peningkatan kemampuan bernalar, Pusat Kurikulum (2006) telah menetapkan
tujuan pembelajaran Matematika yaitu: a.) Memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; b.) Menggunaan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; c.) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; d.) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; e.) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatiann dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Dengan demikian jelaslah bahwa standar matematika sekolah selain meliputi standar isi atau materi (mathematical content), juga harus mencakup standar proses (mathematical JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.1| Juli 2014
48
processes)
yang
terdiri
atas
pemecahan
masalah
(problem
solving),
komunikasi
(communication), dan penalaran (reasoning). Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika merupakan hal yang sangat penting untuk dapat meningkatkan kemampuan penalaran siswa tentang suatu materi matematika. Penggunaan metode ceramah dalam pembelajaran matematika perlu dihindari karena dinilai tidak atau kurang mengembangkan kemampuan bernalar siswa. Pembelajaran yang dilakukan harus lebih mengaktifan siswa untuk berpikir dan bernalar. Inti materi tidak diberikan dalam bentuk yang sudah jadi, namun ditemukan sendiri oleh para siswa dengan menggunakan penalaran induktif, meskipun dengan fasilitasi atau bantuan guru. Tidak hanya itu siswa dituntut untuk memikirkan dan menunjukkan benar tidaknya dugaan tersebut. Dengan cara tersebut siswa akan lebih mengenali penalaran dan pembuktian sebagai aspek yang sangat mendasar pada matematika. Selama proses pembelajaran, siswa telah belajar untuk melakukan dan menginvestigasi dugaan-dugaan (conjectures) yang berkait dengan konsep matematika yang harus ditemukan sendiri para siswa, belajar mengembangkan dan mengevaluasi argumen dan bukti matematika, dan belajar untuk memilih dan menggunakan berbagai tipe penalaran dan berbagai metode pembuktian. Dengan strategi pembelajaran seperti itu pula, diharapkan adanya perubahan dari: mengingat (memorizing) atau menghafal (rote learning) ke arah berpikir (thinking) dan pemahaman (understanding); dari model ceramah ke pendekatan: discovery learning, inductive learning, atau inquiry learning; dari belajar individual ke kooperatif; dari bentuk positivist (behaviorist) ke konstruktivisme; dari paradigma suatu pengetahuan dipindahkan dari otak guru ke otak siswa (knowledge transmitted) ke bentuk interaktif, investigatif, eksploratif, open ended, keterampilan proses, modeling, ataupun pemecahan masalah. Pembelajaran Investigasi Istilah investigasi di dunia pendidikan mulai muncul sejak diterbitkannya laporan dari The Comettee of Inquiry into the Training of Mathematics in Schools. Suatu komite yang dibentuk oleh Departement of Education and Science, Great Britain, yang diketuai oleh Dr. W.H. Cockroft, dengan laporannya yang berjudul “Mathematics Counts. Menggarisbawahi lingkup
JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.1| Juli 2014
49
tugas guru berkaitan dengan pemilihan strategi pembelajaran yang seharusnya dikembangkan di kelas, pada Bab 17 dan Paragraf 243 (dalam Setiawan: 2006), direkomendasikan bahwa: “Pembelajaran matematika pada semua jenjang pendidikan hendaknya meliputi aktivitas: 1.) eksposisi dari guru (exposition); 2.) diskusi diskusi antara guru dengan siswa dan diskusi antar siswa (discussion); 3.) adanya kerja praktek (practical work); 4.) pemantapan dan latihan pengerjaan soal (consolidation); 5.) pemecahan masalah (problem solving); dan 6.) kegiatan investigasi (investigation)” Melihat rekomendasi dari Cockroft Report diatas, tampak bahwa kegiatan investigasi merupakan salah satu komponen pembelajaran dan perlu mendapatkan porsi yang memadai, tidak hanya sebagai pendekatan pembelajaran melainkan lebih menunjukkan pada aktivitas siswa. Secara bahasa, investigasi (dalam Krismanto, 2003) berarti kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai secara sistematis. Jadi investigasi adalah proses penyelidikan yang dilakukan seseorang, dan selanjutnya orang tersebut mengkomunikasikan hasil perolehannya, dapat membandingkannya dengan perolehan orang lain, karena dalam sutau investigasi dapat diperoleh satu atau lebih hasil. Investigasi atau penyelidikan merupakan kegiatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan siswa untuk mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan dan hasil benar sesuai pengembangan yang dilalui siswa. Kegiatan investigasi dalam pembelajaran matematika memiliki beberapa karakteristik, yaitu ‘open ended; finding pattern; self-discovery; reducing the teacher’s role; not helpful examination; not worthwwhile; not doing real math; using one’s own method; being exposed; limited to the teacher’s experience; not being in control; divergen.’ (Edmmond & Knight, dalam Lidnillah, 2008). Berdasarkan karakteristik tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran investigasi dalam matematika lebih mendorong siswa untuk mampu mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan proses matematiknya, sementara guru berperan untuk memfasilitasi siswa agar dapat melakukan kegiatan investigasi matematika dengan baik serta melakukan intervensi yang relevan dengan situasi pembelajaran Kegiatan belajarnya diawali dengan pemecahan soal-soal atau masalah-masalah yang diberikan oleh guru, sedangkan kegiatan belajar selanjutnya cenderung terbuka, artinya tidak terstruktur secara ketat oleh guru, yang dalam pelaksanaannya mengacu pada berbagai teori JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.1| Juli 2014
50
investigasi. Dalam kegiatan di kelas yang mengembangkan diskusi kelas berbagai kemungkinan jawaban itu berimplikasi pada berbagai alternatif jawaban dan argumentasi berdasar pengalaman siswa. Akibatnya di antaranya ialah jawaban siswa tidak selalu tepat benar atau bahkan salah karena prakonsepsi yang mendasari pemikiran siswa tidak benar. Namun dari kesalahan jawaban siswa tersebut, dengan adanya komunikasi yang dikembangkan dapat memberikan arah kesadaran siswa akan kesalahan mereka, khususnya dimana terjadi sumber kesalahan tersebut. Mereka akan belajar dari kesalahan sendiri
dengan bertanya,
mengapa orang lain memperoleh jawaban yang berbeda dengan jawabannya. Dengan sikap keterbukaan yang memang harus dikembangkan dalam sikap investigatif tersebut, siswa belajar bukan hanya mencari kebenaran atas jawaban permasalahan itu, tetapi juga mencari jalan kebenaran menggunakan akal sehat dan aktifitas mental mereka sendiri. Dengan demikian akan dibiasakan untuk mengembangkan rasa ingin tahu. Hal ini akan dapat membuat siswa lebih aktif berpikir dan memcetuskan ide-ide atau gagasan-gagasan positif dalam mencari jalan keluar dari permasalahan. Suatu pembelajaran investigasi yang baik dapat digambarkan sebagai berikut : Bekerja (do)
Mencatat hasil (record)
berbicara (discussion)
Gambar 1. Pembelajaran Investigasi yang Baik Gambaran umum kegiatan kelas dengan pembelajaran investigasi disajikan dalam diagram berikut: A
B
C
D
E
Apakah yang
Generalisasi
Gambar 2. Kegiatan Kelas dengan Pembelajaran Investigasi JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.1| Juli 2014
51
Dengan mengikuti pembelajaran investigasi siswa akan mendapat banyak keuntungan, diantaranya: 1.) Keuntungan pribadi: Dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas, Memberi semangat untuk berinisiatif, kreatif dan aktif, Rasa percaya diri dapat lebih meningkat, Dapat belajar untuk memecahkan, menangani suatu masalah, Mengembangkan antusiasme dan rasa tertarik pada matematika; 2.) Keuntungan sosial: Meningkatkan belajar bekerja sama, Belajar berkomunikasi baik dengan teman sendiri maupun dengan guru, Belajar berkomunikasi yang baik secara sistematis, Belajar menghargai pendapat orang lain, Meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu keputusan; 3.) Keuntungan Akademis: Siswa terlatih untuk mempertanggungjawabkan jawaban yang diberikannya; Bekerja secara sistematis, Mengembangkan dan melatih keterampilan matematika dalam berbagai bidang, Merencanakan dan mengorganisasikan pekerjaannya, Mengecek kebenaran jawaban yang mereka buat, Selalu berfikir tentang cara/strategi yang digunakan sehingga didapat suatu kesimpulan yang berlaku umum. Adapun peran guru dalam pembelajaran investigasi adalah: Memberikan informasi dan instruksi yang jelas; Memberikan bimbingan seperlunya dengan menggali pengetahuan siswa yang menunjang pada pemecahan masalah (bukan menunjukkan cara penyelesaiannya); Memberikan dorongan sehingga siswa lebih termotivasi; Menyiapkan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh siswa; Memimpin diskusi pada pengambilan kesimpulan akhir. Menurut Evans (1987), beberapa negara membedakan antara pemecahan masalah dengan investigasi, namun beberapa negara yang lain tidak, dalam arti investigasi dimasukkan ke lingkup kegiatan pemecahan masalah. Inggris merupakan salah satu negara yang membedakan antara kegiatan pemecahan masalah dengan investigasi. Pemecahan masalah merupakan kegiatan memusat (convergent activity) di mana para siswa harus belajar mencari penyelesaian yang sudah jelas arahnya, sedangkan investigasi adalah suatu kegiatan menyebar (divergent activity) di mana para siswa lebih diberikan kesempatan untuk memikirkan, mengembangkan, dan menyelidiki hal-hal menarik yang mengusik rasa keingintahuan mereka. Pada kegiatan investigasi, dapat saja terjadi, si A tertarik untuk menyelidiki x sedangkan si B berminat untuk menyelidiki bagian yang lain, yaitu y. Di samping itu, dapat saja si A hanya tertarik untuk menyelidiki bagian-bagian permukaannya saja, sedangkan si B dengan kemampuan berpikir yang sangat prima menyelidiki hal-hal tersebut secara mendalam dan terinci. Itulah sebabnya penyelidikan ini disebut juga suatu kegiatan terbuka dan tidak terbatas, karena kegiatan ini JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.1| Juli 2014
52
sangat tergantung pada ketertarikan dan perbedaan kemampuan berpikir setiap siswa yang tentunya sangat berbeda Penerapan Pembelajaran Investigasi Seperti yang dipaparkan sebelunya, investigasi mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan lebih bermakna, artinya siswa dituntut selalu berfikir tentang suatu persoalan dan mereka mencari sendiri cara penyelesaiannya, dengan demikian mereka akan lebih terlatih untuk selalu menggunakan nalar dan keterampilan pengetahuannya, sehingga pengetahuan dan pengalaman belajar mereka akan tertanam untuk jangka waktu yang cukup lama. Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran investigasi adalah: 1.) Membaca, menerjemahkan dan memahami masalah: Pada langkah ini, siswa diminta untuk benar-benar memahami permasalahan. Jika perlu siswa dapat membuat rencana apa yang harus dikerjakan, menginterpretasikan permasalahan menurut bahasa mereka sendiri dengan jalan berdiskusi dengan kelompoknya atau dengan kelompok lain; 2.) Pemecahan Masalah: Pada langkah ini peran guru sangat diperlukan, karena mungkin siswa bingung apa yang harus dikerjakan pertama kali. Guru dapat memberikan saran suatu cara untuk memulai, membuat gambar, mengamati pola atau membuat catatan-catatan penting. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan tantangan atau menggali pengetahuan siswa.
Pada langkah yang sangat
menentukan ini siswa diharuskan membuat konjektur dari jawaban yang didapatnya, serta mengecek kebenarannya, yang secara terperinci siswa diharap melakukan hal-hal sebagai berikut: mendiskusikan dan memilih cara/strategi untuk menangani permasalahan, memilih dengan tepat materi yang diperlukan, menggunakan berbagai macam strategi yang mungkin, mencoba ide-ide yang mereka dapatkan pada langkah 1, memilih cara-cara yang sistematis, mencatat hal-hal penting, bekerja secara bebas atau bekerja bersama-sama (atau keduaduanya), bertanya kepada guru untuk mendapatkan gambaran strategi untuk penyelesaian, membuat konjektur atau kesimpulan sementara, mencek konjektur yang didapat sehingga yakin akan kebenarannya; 3.) Menjawab dan Mengomunikasikan Jawaban: Langkah selanjutnya, siswa diminta untuk mencek kembali hasil yang diperolehnya, mengevaluasi pekerjaannya dengan mengomunikasikan jawaban yang diperolehnya pada teman lain, mencatat dan menginterpretasikan
hasil
yang diperoleh
dengan
berbagai
cara,
ketrampilannya untuk diteraplan pada persoalan yang lebih kompleks.
JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.1| Juli 2014
dan
mentransfer
53
Gambaran umum proses yang dilakukan pada pembelajaran investigasi sebagaimana dipaparkan di atas disajikan dalam diagram berikut:
Memulai
Pemecahan Masalah
Melaporkan hasil
Mengerjakan
Gambar 3. Proses Pembelajaran Investigasi Untuk membantu guru dalam melaksanakan pembelajaran investigasi di dalam kelas, Setiawan (2006) memberikan beberapa saran, yaitu: 1.) Membiasakan setiap mengajar untuk menghubungkan matematika dengan kehidupan sehari-hari,dengan berbagai strategi mengajar yang bervariasi; 2.) Menjelaskan tentang tujuan pengajaran yang diberikan yang diberikan, misalnya mengenai penggunaan matematika dalam pelajaran lain; 3.) Selalu memberikan dorongan, semangat dan rasa percaya diri pada setiap siswa, hal ini sangat perlu, mengingat kebanyakan siswa kurang paham terhadap suatu permasalahan, selalu tergantung kepada apa yang diinstruksikan guru, kurang semangat untuk memulai, atau memberi jawaban dengan hanya menerka; 4.) Hendaknya memulai pendekatan investigasi dari permasalahan yang mudah dan sederhana; 5.) Selalu mendiskusikan jawaban-jawaban yang didapat oleh siswa, sehingga siswa yang satu dapat memahami dan menghargai pendapat siswa lain. Berikut adalah contoh masalah yang diselesaikan dengan kegiatan investigasi. Masalah ini disebut ’Lompat Katak’, di mana tiga batu putih dan tiga batu hitam yang mewakili dua jenis katak diletakan di medan permainan seperti ini.
Gambar 4. ’Lompat Katak’ Kedua jenis batu itu harus dipertukarkan tempatnya dengan aturan: 1.) Batu putih hanya dapat digerakkan ke kanan dan batu hitam hanya dapat digerakkan ke kiri; 2.) Batu dapat
JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.1| Juli 2014
54
digeser satu tempat ke tempat kosong di sebelahnya atau melompati satu batu yang berwarna lain ke satu tempat kosong berikutnya. Siswa diminta untuk menyelidiki sendiri bagaimana cara menukar tempat 3 batu putih dan 3 batu hitam tersebut. Melalui kegiatan tersebut akan memunculkan pertanyaan siswa sendiri dan menentukan satu atau lebih aspek yang akan diselidiki. Suatu proses penyelidikan dapat dimulai dari hal-hal yang sangat sederhana dan mudah, jadi pada kegiatan diatas, mungkin saja siswa memulai dengan memindah 1 batu putih dan 1 batu hitam terlebih dahulu, seperti pada gambar berikut. Langkah pertama adalah menggeser batu putih yang ada di petak ke petak 2, diikuti dengan batu hitam melompati batu putih ke petak 1 dan diakhiri dengan menggeser yang sudah berada di petak 2 ke petak 3. Dengan bimbingan guru, data yang dapat diharapkan akan didapat siswa dari penyelidikan awal tadi adalah salah satu atau seluruh data berikut: 1.) Dibutuhkan 3 langkah untuk memutar tempat kedua jenis batu itu; 2.) Ketiga langkah tersebut adalah menggeser-melompat-menggeser yang dapat dinotasikan dengan GLG (G = geser, L = lompat); 3.) Urutan warna batu yang digerakkan adalah putih-hitam-putih dengan notasi PHP. Berdasarkan data di atas, seorang siswa dapat saja menduga bahwa untuk 2 batu putih dan hitam akan dibutuhkan 5 langkah yang terdiri atas GLGLG, dengan urutan-urutan warna batu yang digerakkan adalah PHPHP (P = putih dan H = hitam). Setelah diuji, kedua dugaan itu salah semua karena dibutuhkan 8 langkah dan bukan 5 langkah untuk saling menukar tempat kedua jenis batu itu, yang terdiri atas langkah-langkah GLGLLGLG dengan urut-urutan warna batu yang digerakkan adalah PHHPPHHP. Perhatikan pola menarik pada GLGLLGLG ataupun PHHPPHHP. Proses penyelidikan di atas dapat dilanjutkan dengan 3, 4, 5, … batu putih dan batu hitam untuk menemukan pola, menggeneralisasi, membuktikan, dan mengkomunikasikan proses dan hasil penyelidikan itu Meningkatkan Kemampuan Penalaran Siswa melalui Pembelajaran Investigasi Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, pembelajaran investigasi mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan lebih bermakna, artinya siswa dituntut selalu berfikir tentang suatu persoalan dan mereka mencari sendiri cara penyelesaiannya, dengan demikian mereka akan lebih terlatih untuk selalu menggunakan nalarnya dan keterampilan pengetahuannya, sehingga pengetahuan dan pengalaman belajar mereka akan tertanam untuk jangka waktu yang cukup JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.1| Juli 2014
55
lama. Dengan investigasi selain siswa belajar matematikanya juga mereka mendapatkan pengertian yang lebih bermakna tentang penggunaan matematika tersebut di berbagai bidang Dengan demikian investigasi merupakan pendekatan yang sangat berguna dalam pembelajaran matematika. Negara-negara seperti AS, Inggris, ataupun Australia sudah sejak lama mencanangkan pembelajaran ini. Beberapa buku berbahasa Inggris yang berkaitan dengan pembelajaran investigasi kemudian diterbitkan. Di samping itu, hasil penelitian Rissana (2010) di salah satu SMP di Batu Malang menunjukkan bahwa kemampuan penalaran siswa setelah mengikuti pembelajarn investigasi terus meningkat dari 8% hingga 25% pada pertemuan pertama hingga pertemuan keempat. Suatu prestasi yang cukup membanggakan, mengingat hasil survey IMS_JICA (dalam Herman, 2007) yang menyebutkan rendahnya kemampuan penalaran dan problem solving siswa SMP di Indonesia. Awaludin dalam penelitiannya juga memberikan informasi bahwa kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran investigasi lebih baik daripada siswa yang tidak mendapat pembelajaran investigasi. Sikap siswa terhadap pembelajaran investigasi juga cenderung positif. Kemampuan bernalar tidak hanya dibutuhkan para siswa ketika mereka belajar matematika maupun mata pelajaran lainnya, namun sangat dibutuhkan setiap manusia di saat memecahkan masalah ataupun di saat menentukan keputusan. Kelak di masa depan, setiap individu tidak hanya dituntut mempunyai kekuatan (otot) saja, melainkan juga mempunya daya nalar (otak) yang bagus. Maka dari itu, sudah seharusnya para guru matematika makin meningkatkan tekad untuk meningkatkan kemampuan bernalar para siswanya, karena kemampuan bernalar ini kelak akan dibutuhkan para siswa dan seluruh bangsa ini ketika mempelajari matematika, ilmu lain, maupun ketika mereka terjun langsung ke masayarakat. Sebuah pepatah Cina mengatakan bahwa “ A person given a fish is fed for a dar. A person taught to fish is fed for a life”. Pepatah tersebut sebenarnya menunjukkan betapa pentingnya pembelajaran investigasi diperoleh oleh siswa ketika duduk di bangku sekolah. Karena siswa dilatih untuk tidak hanya menerima sesuatu yang sudah jadi, bagaikan diberi seekor ikan yang dapat dan tinggal dimakan selama sehari saja, namun, mereka dilatih seperti layaknya belajar menangkap ikan tersebut sehingga ia bisa makan ikan selama hidupnya. Untuk itu, selama proses pembelajaran di kelas, siswa harus terbiasa bernalar, mempelajari cara-cara menemukan teori sederhana selama duduk di bangku sekolah yang diharapkan akan berguna kelak di JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.1| Juli 2014
56
kemudian hari. Dengan belajar bernalar dan berlatih menyelidiki sejak dini diharapkan muncul penemu-penemu besar dari bumi kita ini. KESIMPULAN Penalaran adalah suatu kegiatan/aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. Sedangkan penalaran matematika (mathematical reasoning) merupakan bagian dari berpikir matematika yang melibatkan dan generalisasi membentuk dan menarik kesimpulan yang valid tentang ide dan bagaimana mereka menghubungkannya. . Matematika dan penalaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami dengan penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika. Kemampuan bernalar tidak hanya dibutuhkan para siswa ketika mereka belajar matematika maupun mata pelajaran lainnya, namun sangat dibutuhkan setiap manusia di saat memecahkan masalah ataupun disaat menentukan keputusan. Mengingat pentingnya kemampuan bernalar dimiliki oleh siswa, maka diperlukan usaha untuk mengembangkan kemampuan bernalar siswa. Untuk itu, pembelajaran yang dilakukan di sekolah harus lebih mengaktifan siswa untuk berpikir dan bernalar. Inti materi tidak diberikan dalam bentuk yang sudah jadi, namun ditemukan sendiri oleh para siswa dengan menggunakan penalaran induktif, meskipun dengan fasilitasi atau bantuan guru. Kajian teori yang telah dikemukakan di atas maupun hasil penelitian yang telah dilakukan baik di dalam negeri maupun luar negeri menunjukkan bahwa pembelajaran investigasi layak dipertimbangkan untuk digunakan di jenjang pendidikan menengah di Indonesia dalam rangka meningkatkan kemampuan penalaran siswa. DAFTAR PUSTAKA Evans, J. 1987. Investigations, Mathematics in School. USA: The State of The Art. Herman, Tatang. 2007.Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis SMP. Jurnal Cakrawala Pendidikan, Vol. 26, No. 1. Krismanto. 2003. Beberapa Teknik, Model, dan Strategi dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Depdiknas. Lidnillah, Dindin Abdul Muiz. 2008. Kegiatan Investigasi dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, Vol. 4, No. 1. JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.1| Juli 2014
57
Mullis, V.S. 2007. TIMSS 2007: International Mathematics Report, Finding from IEA’s Trends in International Mathematics and Science Study at The Fourth and Eighth Grades. Boston: The International Study Center Boston College. O’Daffer, Phares and Bruce A Thornquist. 1993. Critical Thinking and Proof dalam buku Research Ideas For The Classroom High School Mathematics. New York: Macmillan Publishing Company. Pusat Kurikulum, Balitbang. 2006. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika.(Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional). Rissana, Aprilia. 2010. Kemampuan Penalaran Dan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP Muhamadiyah 2 Batu Kelas VII pada Pembelajaran Matematika Melalui Model Pembelajaran Investigasi. Skripsi tidak dipublikasikan. Universitas Negeri Malang. Setiawan. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Investigasi. Yogyakarta: Depdiknas. Shadiq, Fadjar. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.1| Juli 2014