BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA
Meningkatkan Jiwa Nasionalisme dan Semangat Bela Negara untuk Pemberdayaan Wilayah Perbatasan sebagai Beranda Depan NKRI
Kemerdekaan bukanlah berarti kebebasan tanpa batas yang lebih mengutamakan adanya kebebasan individu. Tetapi kemerdekaan Indonesia adalah hasil jerih payah perjuangan seluruh bangsa Indonesia yang patriotik, sehingga disini kita lihat bahwa kebersamaan selalu merupakan titik sentral yang menjadi arah setiap individu sebagai warga negara. Pelestarian nilai kebangsaan mengakibatkan adanya dorongan (motivasi) untuk berbuat dan bertindak dalam menegakkan serta mengisi kemerdekaan dengan pembangunan. Sejarah perjuangan bangsa juga memberi bukti yang nyata bahwa hanya dengan semangat persatuan dan kesatuan, rasa cinta tanah air, kesadaran bela negara serta wawasan sebagai satu bangsalah yang memungkinkan kita mampu menjaga dan menegakkan kemerdekaan NKRI sampai sekarang. Untuk itu, seluruh warga negara harus mempunyai semangat pembelaan yang tangguh terhadap eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang disebut sebagai semangat bela negara. Semangat bela negara harus ditanamkan kepada seluruh warga negara secara dini, terpadu dan teruji disemua strata kehidupan dari bangsa Indonesia. Dewasa ini, kita mengamati bahwa rasa naionalisme yang seharusnya tumbuh dan mengakar pada setiap dada warga negara semakin lama dirasa semakin menurun. Adanya suatu sikap ketidakperdulian dari sebagian warga mengakibatkan kekurang pekaan terhadap berbagai ancaman yang dapat membahayakan stabilitas dan keutuhan negara kita. Ketidak-perdulian ini menggambarkan rasa nasionalisme dan kecintaan terhadap tanah air semakin menipis kalau kita bandingkan perbedaan masa lalu dengan sekarang dalam urusan kecintaan terhadap bangsa, rasanya semakin lama rasa cinta tanah air dalam bangsa ini semakin lama semakin menipis, kita ingat kembali bagaimana saat dahulu di sekolah-sekolah mulai tingkat dasar sampai tingkat perguruan tinggi kita masih diingatkan untuk menghapalkan lagu-lagu perjuangan, namanama pahlawan, kecintaan terhadap bendera kebangsaan diwujudkan dengan upacara bendera tiap hari Senin, Naskah Pembukaan UUD 1945 di luar kepala, tapi sekarang, rasanya semakin sedikit anak sekolah yang hafal lagu-lagu wajib, dia akan lebih cepat mengenal lagu-lagu cinta yang dinyanyikan para artis. Makin sedikit murid-murid yang tahu nama pahlawannya, dan pasti lebih banyak muridmurid yang hafal nama-nama tokoh film dan artis di televisi. Makin sedikit rasanya sekolah yang melaksanakan upacara bendera, dan lebih banyak sekolah yang melakukan kegiatan ektra lain tanpa perduli akan penghormatan pada bendera negaranya. Tentunya menjadi kewajiban bersama untuk menanamkan kembali rasa cinta tanah air yang semakin meluntur dari warga negara kita sehingga tumbuh kemauan dari setiap warga negara untuk turut serta dalam upaya bela negara.
1
Kita sadari bahwa warga negara adalah salah satu unsur negara yang mutlak menjadi bagian dari diakuinya sebuah negara. Kuat tidaknya suatu negara tergantung dari kemampuan tiap warga negaranya untuk memajukan, mengembangkan kemampuannya, juga senantiasa berusaha mempertahankannya dari segala ancaman yang akan mengganggu stabilitas keamanan suatu negara. Memperhatikan masalah menurunnya rasa nasionalisme warga negara tersebut khususnya di wilayah perbatasan negara, maka dirasa perlu untuk memberikan solusi pemecahan masalah ini agar dapat mengembalikan rasa dan jiwa nasionalisme warga negara khususnya di sekitar batas negara, untuk menciptakan wilayah perbatasan sebagai beranda depan NKRI. Keikutsertaan setiap warga negara dalam bela negara telah digariskan dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 30 UUD 1945, bahwa : "Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara". Sebagai jabaran pasal 30 UUD 1945, hak dan kewajiban warga negara telah dituangkan dalam UU No. 3 Tahun. 2002 tentang Undang-Undang Pertahanan Negara. Dengan demikian dalam rangka pertahanan keamanan negara untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan UUD 1945, setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara. Landasan inilah yang menjadi acuan bagi setiap warga negara termasuk yang berada disekitar wilayah perbatasan negara untuk senantiasa siap berperak aktif dalam bela negara. Agar kemauan itu tumbuh maka perlu dipupuk rasa dan semangat nasionalisme setiap warga negara. Warga negara yang berada diwilayah perbatasan sangat dibutuhkan untuk memperkuat rasa nasionalismenya mereka dengan pendekatan keamanan, kesejahteraan dan melestarikan lingkungan mereka, namun pada saat ini begitu banyak permasalahan yang dihadapi warga Negara di wilayah perbatasan terutama bidang sosial budaya dan ekonomi, permasalahan tersebut antara lain : Kesatu, adanya paradigma pengelolaan kawasan perbatasan di masa lampau sebagai ”Halaman Belakang” wilayah NKRI membawa implikasi terhadap kondisi kawasan perbatasan saat ini yang tersolir dan tertinggal dari sisi sosial dan ekonomi. Munculnya paradigma ini, disebabkan oleh sistem politik dimasa lampau yang sentralistik dan sangat menekankan stabilitas keamanan. Di samping itu secara historis, hubungan Indonesia dengan beberapa negara tetangga pernah dilanda konflik. Konsekuensinya, persepsi penanganan kawasan perbatasan lebih didominasi pandangan untuk mengamankan perbatasan dari potensi ancaman dari luar (external threat) dan cenderung memposisikan kawasan perbatasan sebagai sabuk keamanan (security belt). Hal ini mengakibatkan kurangnya pengelolaan kawasan perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan melalui optimalisasi potensi sumberdaya alam. Kedua, terjadinya kesenjangan pembangunan dengan negara tetangga, kehidupan masyarakat di kawasan perbatasan yang miskin infrastruktur dan tidak memiliki aksesibilitas yang baik, pada umumnya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi di negara tetangga misalnya kawasan perbatasan di Kalimantan kehidupan sosial ekonomi masyarakat, pada umumnya berkiblat ke wilayah negara Malaysia. Hal ini disebabkan adanya infrastruktur yang lebih baik atau pengaruh sosial ekonomi yang lebih kuat dari wilayah negara tetangga. Ketiga, ketersediaan prasarana dan sarana, baik sarana dan prasarana wilayah maupun fasilitas sosial ekonomi masih jauh dari memadai. Jaringan jalan dan angkutan perhubungan darat maupun laut masih sangat terbatas, yang
2
menyebabkan sulit berkembangnya kawasan perbatasan, kondisi prasarana dan sarana komunikasi dan informasi seperti pemancar atau transmisi radio dan televisi serta sarana telepon setiap hari mereka dapatkan dari negara tetangga karena di kawasan perbatasan umumnya masih relatif minim. Terbatasnya sarana komunikasi dan informasi menyebabkan masyarakat perbatasan lebih mengetahui informasi tentang negara tetangga daripada informasi dan wawasan tentang Indonesia. Ketersediaan sarana dasar sosial dan ekonomi seperti pusat kesehatan masyarakat, sekolah, dan pasar juga sangat terbatas. Hal ini menyebabkan kawasan perbatasan sulit untuk berkembang dan bersaing dengan negara tetangga yang akan berimplikasi pada kehidupan sosial masyarakat di wilayah batas negara. Keempat, tingginya angka kemiskinan dan jumlah keluarga pra-sejahtera. Kemiskinan menjadi permasalahan yang terjadi di kawasan perbatasan baik laut maupun darat. Hal ini dapat dilihat dari tingginya jumlah keluarga prasejahtera di kawasan perbatasan serta kesenjangan sosial ekonomi dengan masyarakat tetangga. Hal ini disebabkan oleh akumulasi berbagai faktor, seperti rendahnya mutu sumberdaya manusia, minimnya infrastruktur pendukung, rendahnya produktifitas masyarakat dan belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam di kawasan perbatasan. Implikasi lebih lanjut dari kondisi kemiskinan masyarakat di kawasan perbatasan mendorong masyarakat terlibat dalam kegiatan-kegiatan ekonomi ilegal guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini selain melanggar hukum dan potensial menimbulkan kerawanan dan ketertiban juga sangat merugikan negara. Selain kegiatan ekonomi ilegal, kegiatan ilegal lain yang terkait dengan aspek politik, ekonomi dan keamanan juga terjadi di kawasan perbatasan laut seperti penyelundupan senjata, amunisi, bahan peledak, narkoba. Kelima, terisolasinya kawasan perbatasan akibat rendahnya aksesibilitas menuju kawasan perbatasan. Kawasan perbatasan masih mengalami kesulitan aksesibilitas baik darat, laut, maupun udara menuju pusat-pusat pertumbuhan. Sulitnya aksesibilitas memunculkan kecenderungan masyarakat untuk berinteraksi dengan masyarakat di wilayah tetangga. Minimnya asksebilitas dari dan keluar kawasan perbatasan wilayah merupakan salah satu faktor yang turut mendorong orientasi masyarakat yang cenderung berkiblat aktivitas sosial ekonominya ke negara tetangga yang secara jangka panjang dikhawatirkan akan memunculkan degradasi nasionalisme masyarakat perbatasan. Keenam, rendahnya kualitas SDM sebagai dampak dari minimnya sarana dan prasarana dibidang pendidikan dan kesehatan, kualitas SDM masyarakat di sebagian besar kawasan perbatasan masih rendah. Masyarakat belum memperoleh pelayanan kesehatan dan pendidikan sebagaimana mestinya akibat jauhnya jarak dari permukiman dengan fasilitas yang ada. Optimalisasi potensi sumber daya alam dan pengembangan ekonomi di kawasan perbatasan akan sulit dilakukan. Rendahnya tingkat pendidikan, keterampilan, serta kesehatan masyarakat merupakan salah satu faktor utama yang menghambat pengembangan ekonomi kawasan perbatasan untuk dapat bersaing dengan wilayah negara tetangga, malahan ketergantungan ekonomi dengan negara tetangga akibatnya juga akan menggerus rasa, semangat nasionalisme. Ketujuh, adanya aktivitas pelintas batas tradisional kesamaan budaya, adat dan keturunan (suku yang sama) di beberapa kawasan perbatasan di Kalimantan (Dayak dan Melayu), menyebabkan adanya kegiatan pelintas batas tradisional yang ilegal dan sulit dicegah. Persamaan budaya dan adat masyarakat dan
3
kegiatan pelintas batas tradisional ini merupakan isu sekaligus masalah perbatasan antarnegara yang telah ada sejak lama dan kini muncul kembali seiring dengan penanganan kawasan perbatasan darat di beberapa daerah seperti Papua dan Kalimantan serta Timor Leste. Kegiatan lintas batas ini telah berlangsung lama namun sampai saat ini belum dapat diatasi oleh kedua negara. Dari sekian banyak permasalahan di atas, sedikit banyaknya akan berpengaruh pada kemungkinan adanya degradasi NASIONALISME pada warga Negara yang berada di wilayah perbatasan. Perwujudan usaha dalam menegakkan kedaulatan negara dan rasa cinta tanah air harus melibatkan unsur-unsur dan stakeholder untuk segera terciptanya kondisi yang kondusif bagi kelangsungan kehidupan warga perbatasan. Selain itu kesadaran warga negara perbatasan yang merasakan pemerintah hadir ditengahtengah mereka sangat menentukan terciptanya keutuhan wilayah Indonesia. Untuk itu dibutuhkan prioritas yang tinggi untuk membangun wilayah perbatasan. Tergerusnya nasionalisme warga negara perbatasan dapat kita lihat dan buktikan melalui media massa dimana banyak sekali warga perbatasan yang tidak hafal Pancasila, Lagu Kebangsaan Indonesia Raya serta lebih memilih menggunakan mata uang Malaysia (Ringgit) dibanding menggunakan Rupiah. Lalu untuk membangkitkan rasa nasionalisme warga perbatasan TUGAS SIAPAKAH INI…. ?????. Jawabannya tentunya adalah tugas negara yang di dalamnya melibatkan semua komponen baik pemerintah sebagai pemegang kebijakan bidang pertahanan, alat negara termasuk TNI dan Polri serta segenap Pemerintah Daerah, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan komponen masyarakat lainnya. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025 diantaranya menekankan bahwa diperlukan adanya perubahan paradigma baru dalam pengelolaan perbatasan yang semula berorientasi inward looking menjadi outward looking. Dengan perubahan ini, perbatasan negara memiliki fungsi sebagai pintu gerbang aktivitas perekonomian dan perdagangan dengan negara tetangga disamping fungsi pertahanan dan keamanan. Pada tahun 2008 telah ditetapkan UU 43 tentang Wilayah Negara yang mengamanatkan agar dibentuk badan pengelola di tingkat pusat dan daerah untuk mengelola Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan. Amanat UU ini tidak serta merta terealisasi sebagaimana yang diharapkan sehingga kondisi perbatasan negara sampai saat ini belum menunjukkan kemajuan yang berarti bahkan di banyak tempat di perbatasan, masih terisolir, miskin, tertinggal dan bahkan terkebelakang. 7 (tujuh) tahun kemudian, atau tepatnya era pemerintahan sekarang muncul komitmen yang SANGAT KUAT untuk membangun Perbatasan Negara dengan mengagendakannya dalam Nawa Cita ke tiga yakni “Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat DaerahDaerah dan Desa dalam Kerangka Negara Kesatuan”. Pengelolaan perbatasan negara, diarahkan untuk perwujudan perbatasan negara sebagai “halaman dan beranda depan negara, sekaligus sebagai pintu gerbang perdagangan dengan negara tetangga”. Dalam kaitan ini, terdapat 3 domain pengelolaan perbatasan negara, yaitu: 1. Pengelolaan Batas Wilayah Negara, dalam upaya penegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah negara.
4
2. Pengelolaan Lintas Batas Negara, dalam upaya untuk menjamin terciptanya kondisi aman dan tertib di wilayah perbatasan dalam mendukung keamanan nasional maupun regional, dan 3. Pembangunan Kawasan Perbatasan, dalam upaya mensejahterakan masyarakat perbatasan sekaligus perwujudan daya saing negara. Ketiga domain tersebut dijabarkan ke dalam 5 (lima) Arah Kebijakan Pengelolaan Perbatasan Negara, yakni: 1. 2. 3. 4. 5.
Penyelesaian penetapan dan penegasan batas wilayah Negara; Peningkatan upaya pertahanan, keamanan, serta penegakan hukum; Peningkatan pertumbuhan ekonomi di kawasan perbatasan; Peningkatan pelayanan sosial dasar di kawasan perbatasan; Penguatan kapasitas kelembagaan dalam pengembangan kawasan perbatasan secara terintegrasi.
Membangun perbatasan negara sejatinya adalah membangun bangsa di bahagian pinggir NKRI, sehingga cakupan atau spektrum pembangunannya 8 (delapan) gatra yakni mulai dari Demografi, SDA, Geografi, Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial-Budaya sampai kepada Pertahanan-Keamanan. Dengan demikian, pembangunan ekonomi di kawasan perbatasan tidak dapat dipisahkan dari pembangunan dalam arti luas memperhatikan atau bersinergi dengan dimensi pembangunan lainnya sehingga pada akhirnya akan terwujud KETAHANAN MASYARAKAT dalam semangat bela negara di kawasan perbatasan. Hal ini secara khusus telah ditegaskan pada konsideran menimbang Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Ditegaskan bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sejalan dengan hal tersebut, sebagai pedoman pengelolaan kawasan perbatasan negara Presiden RI telah menetapkan 5 (lima) Perpres Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara (Perpres RTR KPN) yakni: 1. 2. 3. 4. 5.
Perpres Perpres Perpres Perpres Perpres
RTR RTR RTR RTR RTR
KPN KPN KPN KPN KPN
179/2014 di NTT; 31/2015 di Kalimantan; 32/2015 di Papua; 33/2015 di Maluku; dan 34/2015 di Malut-Pabar.
Perpres RTR KPN secara rinci telah memberikan arahan tentang pengembangan kawasan perbatasan negara seperti: 1. Zona pengembangan (pertanian/perkebunan, perumahan, perkotaan, lindung) 2. Pengembangan Sistem Pusat (Perkotaan termasuk perumahan dan industri) dan Sistem Jaringan (Transportasi, Energi, Telekomunikasi, Sumber Daya Air dan Jaringan Sarana Permukiman) 3. Waktu pembangunannya, Sumber Pendanaan dan Instansi Pelaksana. Dengan demikian, Perpres RTR KPN menuntun K/LPNK dan semua stakeholders untuk membangun kawasan perbatasan sehingga akan memberikan pengaruh terhadap jiwa nasionalisme dan semangat bela negara warga negara perbatasan.
5
Agenda pembangunan Perbatasan 2015-2019 secara garis besar telah tertuang dalam Perpres Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019. Ditegaskan bahwa dalam kurun waktu 5 (lima) tahun, Pembangunan Kawasan Perbatasan agar segera terwujud perbatasan negara sebagai halaman depan Negara Kesatuan Republik Indonesia, akan difokuskan pada: Pembangunan 10 (sepuluh) Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) dari 26 (dua puluh enam) PKSN yang ada di Perbatasan. PKSN adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara sebagaimana dirumuskan Pasal 1 angka 22, PP 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Adapun 10 PKSN tersebut adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Sabang (Kota Sabang); Ranai (Natuna); Nunukan (Nunukan); Tahuna (Sangihe); Saumlaki (Maluku Tenggara Barat); Paloh-Aruk (Sambas); Entikong (Sanggau); Nanga Badau (Kapuas Hulu); Atambua (Belu); dan Jayapura (Jayapura).
Dalam upaya pembangunan 10 PKSN 2015-2019 dan persiapan pembangunan 16 PKSN selebihnya, secara simultan juga dibangun Sistem Jaringan yang menghubungkan antar PKSN, antar PKSN dengan Kota-kota di sekitarnya serta jaringan di dalam PKSN itu sendiri. Sistem Jaringan dimaksud meliputi: 1. 2. 3. 4. 5.
Sistem Sistem Sistem Sistem Sistem
Jaringan Jaringan Jaringan Jaringan Jaringan
Transportasi; Energi; Telekomunikasi; Sumber Daya Air; dan Sarana Permukiman.
Pelaksana teknis pembangunan di kawasan perbatasan negara dilakukan oleh K/LPNK sebagaimana diamanatkan Pasal 15 ayat (2) UU 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara. Tahun Anggaran 2015-2016 akan dilakukan percepatan pembangunan di 7 (tujuh) PLBN Terpadu dan Sarana Prasarana Penunjang di Kawasan Perbatasan sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2015. Adapun 7 (tujuh) PLBN Terpadu tersebut adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Aruk, Kabupaten Sambas; Entikong, Kabupaten Sanggau; Nanga Badau, Kabupaten Kapuas Hulu; Motamasin, Kabupaten Malaka; Motaain, Kabupaten Belu; Wini, Kabupaten Timor Tengah Utara; dan Skouw, Kota Jayapura.
6
Dari 7 (tujuh) PLBN Terpadu ini 2 (dua) diantaranya yakni Entikong di Kalimantan Barat dan Motaain di NTT akan dimulai peletakan batu pertama pada awal bulan Juli 2015 dilanjutkan secara bertahap untuk 5 (lima) PLBN lainnya. Masterplan untuk 7 (tujuh) PLBN terpadu saat ini telah rampung dan diagendakan akan ditetapkan Menteri Dalam Negeri selaku Kepala BNPP. PENUTUP 1. Perubahan adalah jalan ideologis yang bersumber pada Proklamasi, Pancasila, dan UUD 1945, yang menegaskan jatidiri dan identitas kita sebagai sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat. Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan arah dan tujuan nasional NKRI: “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikiut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. 2. Membangun perbatasan negara sejatinya adalah membangun bangsa di bahagian pinggir NKRI, merupakan ujud dan tujuan nasional. 3. Spektrum atau cakupan pembangunan perbatasan negara meliputi seluruh gatra (8 gatra) mulai dari Demografi, SDA, Geografi, Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial-Budaya sampai kepada Pertahanan-Keamanan. 4. Pembanguan Ekonomi dan Infrastruktur di kawasan perbatasan negara memiliki nilai yang sangat penting dan perlu didukung oleh semua pihak untuk mewujudkannya, sehingga akan memacy cinta tanah air. 5. Perpres RTR KPN merupakan tuntunan kepada K/LPNK dan semua stake holders yang akan melaksanakan pembangunan di kawasan perbatasan untuk segera terwujudnya perbatasan sebagai halaman depan NKRI. 6. Perlu langkah-langkah affirmative untuk mempercepat dan mengatasi berbagai kendala pembangunan di kawasan perbatasan, sehinga akan terwujud jiwa nasionalisme dan semangat bela negara warga perbatasan. BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA KEPALA
TJAHYO KUMOLO
7