From the SelectedWorks of priyono iyon priyono management
Winter January 18, 2016
Menilai suatu Jurnal.docx priyono iyon priyono, management
This work is licensed under a Creative Commons CC_BY International License.
Available at: http://works.bepress.com/priyono_priyono/44/
Menilai suatu Jurnal [Internasional] melalui impact factor “To study, to finish, and to publish.” [Benjamin Franklin, 1706-1790] Tiga kata yang diungkapkan oleh Benjamin Franklin di atas mempunyai unsur tanggung jawab seorang ilmuwan, jika menyadari dirinya menjadi bagian dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan. [http://mamadtama.wordpress.com/2010/04/09/pentingnya-publikasisaintifik/] Setelah mempelajari [mengumpulkan data/informasi] kemudian menyelesaikannya dalam suatu penelitian, ilmuwan seharusnya mempublikasikan hal-hal yang ditemukan dalam penelitiannya itu baik yang ditujukan kepada msyarakat ilmiah atau masyarakat awam pada umumnya. Bagaimana suatu hasil/teori tersebut dapat teruji kalau tidak dipublikasikan? Bagaimana masyarakat awam akan tahu tentang kondisi iptek terkini kalau tidak ada informasi mengenai hal tersebut? Suatu hasil penelitian biasanya ditulis dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah [KTI]. KTI ini ada yang telah dipublikasikan, namun begitu ada pula yang belum dipublikasikan hanya dilaporkan kepada penyadang dana misalnya. Publikasi suatu KTI dapat melalui berbagai media, misalnya diseminasi di suatu kegiatan ilmiah [seperti seminar, workshop, dll] maupun dalam suatu jurnal, baik telah terakreditasi atau belum. Jadi, suatu KTI tidak hanya dinilai dari substansinya tetapi juga dari jurnal yang mewadahinya. KTI yang dimuat di jurnal terakreditasi akan lebih bernilai dibandingkan apabila dimuat di jurnal tidak terakreditasi. Pemberian dan penetapan akreditasi jurnal di Indonesia saat ini dilakukan oleh LIPI dan Dikti. Berbagai syarat harus dipenuhi untuk menjadi suatu jurnal terakreditasi, baik dari sisi substansi isi, penyunting atau mitra bestari, gaya penulisan, kelembagaan penerbit, keberkalaan sampai dengan penampilan, tiras dan penamaan suatu jurnal. Di samping jurnal terakreditasi dan tidak, ada juga jurnal internasional. Suatu KTI akan lebih bernilai lagi apabila dimuat dalam jurnal internasional. Publikasi internasional menjadi salah satu nilai jual atau prestise suatu bangsa. Semakin pesat perkembangan iptek suatu negara menunjukkan peradaban yang lebih dari negara tersebut. Hal ini dapat dilihat salah satunya melalui KTI yang dimuat atau disitasi di jurnal internasional. Bagaimana menentukan suatu jurnal itu dalam kelompok jurnal internasional? Kriteria suatu jurnal internasional yang dikeluarkan oleh LIPI akan diluncurkan pada medio tahun ini. Sedangkan kriteria yang dikeluarkan oleh Dikti adalah menggunakan bahasa PBB [Inggris, Perancis, Spanyol, Arab dan Cina]; naskah yang dterima cepat terbit [rapid review]; ada keteraturan terbit; editorial boardnya dari dalam dan luar negeri; peredarannya luas; menjadi acuan atau memiliki jumlah sitasi yang banyak; tercantum dalam current content dan sejenisnya; susbtasi yang berkualitas; menawarkan offprint/reprints; terbit teratur sesuai jadwal; penerbitan tidak terkendala dana; artikel yang dominan adalah artikel primer/hasil penelitian bukan hanya review; bukan jurnal yang mencerminkan kelokalan; derajat kemutakhiran pustaka > 80%; tersedian indeks setiap volume; danya bank naskah dan mempertimbangkan impact factor. [http://lib.ugm.ac.id/data/pubdata/pusta/maryono.pdf]. Jadi sebenarnya kriteria ini hampir mirip dengan kriteria dalam akreditasi jurnal nasional namun hanya berbeda di beberapa kriteria seperti bahasa dan impact factor. Impact Factor [IF] adalah ukuran dari sitasi [citation] terhadap jurnal-jurnal ilmu pengetahuan alam [science] dan ilmu pengetahuan sosial [social science] dan seringkali digunakan sebagai ukuran terhadap pentingnya suatu jurnal di bidangnya. IF diciptakan oleh Eugene Garfield dari Institute of Scientific Information [ISI, kini bagian dari Thomson Scientific] pada tahun 1960 dengan menghitung indeks sitasi dari jurnal-jurnal yang diindeks
oleh Thomson ISI dan dilaporkan setiap tahun dalam JCR [Journal Citation Report]. Sebagaimana yang ditulis oleh Kosasih Iskandarsyah dalam http://www.edu2000.org/portal/index.php?option=com_content&task=view&id=417&Itemid =34. Masih dari link di atas, untuk memahami IF, kita harus memahami apa yang dimaksud dengan citation, citation index, dan akhirnya perhitungan IF. Citation Suatu citation atau bibliographic citation adalah suatu rujukan kepada buku, artikel, halaman web, atau produk-produk hasil penerbitan lainnya yang memberikan cukup rincian untuk mengidentifikasi produk penerbitan itu secara unik. Tulisan-tulisan atau ceramah yang tidak diterbitkan seperti kertas kerja [working paper dan komunikasi pribadi [personal communication] juga kadang-kadang disitasi [cited]. Citation digunakan dalam karya-karya ilmiah untuk memberikan kredit atau pengakuan dari adanya pengaruh karya-karya sebelumnya, atau merujuk ke yang mempunyai kewenangan keilmuan. Citation memungkinkan pembaca menilai apa yang diujikan sekarang dengan melihat karyakarya sebelumnya. Para penulis sering kali terlibat langsung dalam pengujian ini dan menerangkan mengapa mereka sepaham atau bahkan tidak sepaham dengan pandanganpandangan sebelumnya. Idealnya sumber-sumber citation bersifat primer [tangan pertama] dan mutakhir [recent]. Ada beberapa jenis citation seperti scientific citation, legal citation, theological citation, hukum paten, dan hukum hak cipta, tetapi kita akan membatasi bahasan pada scientific citation saja. Posisi citation yang paling lazim adalah bibliografi atau daftar pustaka pada akhir artikel, tetapi posisi citation dapat juga dalam body text (parenthetical citation), pada bagian bawah halaman (footnotes), pada akhir dokumen (endnotes), pada halaman atau seksi khusus yang diberi judul ‘Works Cited,’ atau dalam halaman khusus yang diberi judul ‘Daftar Acuan/List of Reference.’ Gaya penulisan citation yang umum dikenal diantaranya: APA (psikologi, pendidikan, dan ilmu-ilmu sosial lainnya) MLA (literatur, seni, dan humaniora) AMA (kedokteran, kesehatan, dan ilmu-ilmu biologi) Turabian (umum digunakan oleh mahasiswa untuk segala macam subyek) Chicago (umum digunakan dalam berbagai subyek di dunia ‘nyata’ seperti buku, majalah, surat kabar, dan penerbitan-penerbitan lain yang bukan penerbitan ilmiah) Citation Index Citation index adalah suatu indeks dari sitasi-sitasi antara berbagai penerbitan, yang memungkinkan pengguna dengan mudah mendapatkan dokumen lebih baru mana yang mensitasi dokumen lebih lama yang mana. Citation index yang pertama adalah untuk legal citation, seperti Shepard’s Citation yang dibuat pada tahun 1873. Pada tahun 1960, Eugene Garfield dari Institute of Scientific Information (ISI) untuk pertama kalinya memperkenalkan citation index yang pertama kali dibuat untuk karya-karya yang diterbitkan dalam jurnal-jurnal akademis. Citation index untuk karya-karya ilmiah ini dimulai untuk bidang ilmu pengetahuan alam (science), yaitu Science Citation Index (SCI), yang kemudian diperluas ke Social Science Citation Index (SSCI) dan akhirnya Arts and Humanities Citation Index (AHCI).
Citation Index pada awalnya dimaksudkan untuk memudahkan penarikan informasi (information retrieval) namun semakin lama semakin banyak digunakan untuk bibliometrics atau studi yang melibatkan evaluasi hasil penelitian. Data sitasi ini juga menjadi dasar dari perhitungan Impact Factor suatu jurnal yang kini menjadi alat ukur yang paling populer untuk mengevaluasi pengaruh (atau mutu) suatu jurnal dalam bidangnya. Apabila Citation pada dasarnya adalah melihat artikel-artikel mana yang mengutip suatu artikel, maka Citation Index pada dasarnya melihat jurnal-jurnal mana yang mengutip suatu jurnal. Citation dilihat dari sudut pandang artikel yang disitasi (cited article) sedangkan Citation Index dilihat dari jurnal-jurnal yang mensitasi (citing jorunals). Citation Service: Thomson Scientific ISI yang kini menjadi bagian dari Thomson Scientific adalah penyedia jasa sitasi yang paling utama. Citation Indexes yang disiapan oleh Thomson Scientific sampai sekarang masih disediakan dalam format cetakan dan CD ROM, walaupun pada umumnya pengguna sekarang mengaksesnya melalui situs http://www.isiwebofknowledge.com/ Thomson Scientific menganut falsafah bahwa dalam suatu bidang ilmu pengetahuan maka dari sekitar 20% jurnal terbaik sudah tercakup 80% penelitian-penelitian terpenting dalam bidang yang bersangkutan. Dengan demikian hanya sedikit jurnal yang dikutsertakan dalam SCI, SSCI, atau AHCI. Jurnal-jurmal yang diikutsertakan dalam ketiga laporan Citation Indexes dari Thomson Scientific dengan demikian mendapatkan citra sebagai salah jurnaljurnal terbaik dalam bidangnya. Asumsi ini sebenarnya sangat bias terhadap jurnal-jurnal yang terbit dalam Bahasa Inggris dan berasal dari Negara-negara ‘tradisional’ penghasil jurnal ilmiah, yaitu Inggris, Amerika Serikat, dan Belanda. Banyak hasil penelitian penting yang berasal dari luar negara-negara tradisional di atas yang tidak diikutsertakan dalam Citation Indexes yang disiapkan oleh Thomson Scientific sehingga tidak mendapatkan pemaparan (exposure) yang selayaknya. Scopus dan Google Scholar [Google Cendekia dalam bahasa Indonesia] Kekurangan-kekurangan Citation Indexes dari Thomson Scientific ini yang mendorong Elsevier, suatu penerbit jurnal ilmiah terbesar di dunia untuk menciptakan jasa pelayanan bibliografisnya sendiri, yaitu Scopus. Scopus pada dasarnya tidak membatasi jurnal yang diikutsertakan untuk diindeks, namun sampai saat ini Scopus hanya mengindeks jurnal-jurnal ilmu pengetahuan alam (science) dan tidak mencakup social science ataupun arts and humanities. Apabila Scopus adalah layanan komersial sepeti halnya Thomson SCI, maka hanya berselang satu bulan dari diluncurkannya Scopus pada tahun 2005, Google juga meluncurkan Google Scholar yang sampai sekarang masih dalam versi beta. Google Scholar tidak membatasi hanya science, tetapi semua karya ilmiah yang tersedia secara online. Apabila Thomson Scientific dan Scopus membuat laporan Citation Indexes berdasarkan data primer [dari database mereka], maka Google Scholar memanfaatkan artikel-artikel yang tersedia bebas di Internet [umumnya dari artikel serupa yang disimpan dalam website pribadi
penulis ataupun repository universitasnya] ataupun dari grey literature seperti buku, proceeding, monograf, website penulis, dan lain sebagainya. Walau demikian ketepatan perhitungan Google Scholar cukup tinggi, terlebih lagi untuk artikel-artikel yang terbit setelah tahun 2004. Sekarang ini Google Scolar menyediakan hitungan sitasi (citation count) yang dapat diakses gratis melalui Internet sehingga siapapun kini dapat menyiapkan laporan citation count, citation index, ataupun ‘Impact Factor’ tanpa harus berlangganan ke jasa-jasa komersial seperti Thomson Scientific atau Elsevier’s Scopus. http://scholar.google.co.id/intl/id/scholar/about.html Perhitungan ‘Impact Factor’ Pertama kali kita kenali dulu istilah jurnal yang disitasi (cited journal) dan jurnal-jurnal yang mensitasi (citing journal) agar dalam pembahasan selanjutnya tidak terjadi kebingungan. Sejauh ini, pembahasan kita mengenai citation count bertumpu pada suatu jurnal yang sedang kita evaluasi. Jurnal ini (cited journal) mendapatkan citation dari jurnal-jurnal lain (citing journals). Dikatakan sebelumnya bahwa untuk perhitungan ‘Impact Factor’ hanya citation yang berasal dari jurnal-jurnal yang terbit pada tahun yang sama dan satu serta dua tahun sesudah tahun terbit jurnal yang artikelnya dikutip.Citation count yang kita peroleh baik dari Google Scholar maupun Scopus dimulai dari suatu artikel dari jurnal yang disitasi (cited journal). Untuk perhitungan ‘Impact Factor’ sudut pandangnya justru dari citing journal, bukan dari cited journal. Disinilah kadang-kadang terjadi kebingungan. Kita perhatikan pendefinisian Impact Factor sebagai berikut: ‘Impact Factor’mempunyai jendela evaluasi dua tahun, jadi ‘Impact Factor’ tahun 2004 mengevaluasi artikel-artikel yang terbit dari tahun 2003 dan 2002. Citation count yang dipakai untuk ‘Impact Factor’ tahun 2004 adalah yang berasal dari jurnal-jurnal lain yang terbit pada tahun 2004 ke artikel-artikel yang terbit pada tahun 2003 dan 2002. Langkah-langkah Perhitungan ‘Impact Factor’ Untuk ‘Impact Factor 2004’ Jurnal yang disitasi (cited journal) yang harus diperhatikan adalah yang terbit pada tahun 2003 dan 2002. Catat jumlah citation yang diperoleh oleh artikel-artikel yang terbit pada tahun 2003 dan 2002. Utamakan dari jurnal-jurnal lain yang terbit pada tahun 2004. Dari sini diperoleh citation index 2004 ke cited journal 2003 dan 2004 Jumlahkan keduanya = Misalnya A Hitung jumlah artikel dari jurnal yang dievaluasi yang terbit pada tahun 2003 dan 2003.Jumlahkan keduanya = Misalnya B Bagi A dengan B, maka didapat ‘Impact Factor 2004.’ Katakanlah kita ingin menghitung ‘Impact Factor 2004’ untuk Jurnal A.
Maka kita harus dapatkan ada berapa artikel yang diterbitkan oleh Jurnal A di tahun 2003 dan 2002. Misalnya:
Jumlah artikel di Jurnal A pada tahun 2003: 135 Jumlah artikel di Jurnal A pada tahun 2002: 122 Total artikel yang diterbitkan pada tahun 2003 dan 2002: 257 Jumlah sitasi ( citation count) dari jurnal-jurnal lain yang terbit di tahun 2004 ke Jurnal A yang terbit pada tahun 2003 dan 2004. Misalnya: Citation count 2004 berbagai jurnal ke Jurnal A tahun 2003: 44 Citation count 2004 berbagai jurnal ke Jurnal A tahun 2002: 20 Total sitasi dari jurnal-jurnal 2004 ke artikel-artikel Jurnal A di tahun 2003 dan 2002: 64 ‘Impact Factor 2004’= 64/257 = 0.2490 Sampai disini kiranya keraguan mengenai citation count sehubungan dengan cited journal dibandingkan dengan citing journals dan hubungannya dengan perhitungan ‘Impact Factor’dapat teratasi. Namun kembali ke dasar, justru mendapatkan citation count yang abash (valid) terhadap cited journal yang justru paling sulit, khususnya apabila jurnal kita belum tercakup dalam Scopus (apalagi Thomson Scientific) serta informasi sitasinya hanya dapat diperoleh lewat Google Scholar. Disinilah suatu jurnal harus memanfaatkan sebesar-besarnya fasilitas yang tersedia untuk memperluas keterpaparan (exposure) jurnalnya ke dunia internasional. Untuk itu langkahlangkah sistematis harus dilaksanakan dan pada akhir tulisan ini dibahas juga online platform bagaimana yang paling tepat untuk suatu jurnal. Tidak ada jawaban tunggal untuk semua permasalahan, semuanya tergantung pada kondisi jurnal pada saat ini dan apa yang ingin dicapai pada tahun-tahun kedepan. Menjadikan Suatu Jurnal Terindeks Sebelum adanya Google Scholar untuk menjadikan suatu jurnal terindeks maka jurnal tersebut perlu didaftarkan pada salah satu jasa pengindeks sesuai dengan bidang studinya, misalnya CINAHL untuk keperawatan, PubMed untuk biomedical, CABI untuk pertanian, CAS untuk kimia, dan lain sebagainya. Dengan menjadikan suatu jurnal terindeks maka artikel-artikel pada jurnal itu akan mendapatkan identitas unik yang selanjutnya memudahkan perhitungan sitasinya. Sekarang ini mendaftarkan ke jasa pengindeks tetap penting, apalagi untuk jurnal-jurnal biomedical mengingat sangat luasnya jasa yang diberikan oleh NLM (National Libraruy of Medicine) dengan PubMed-nya. Namun cara ini kini bukanlah satu-satunya. Alih-alih menunggu bertahun-tahun agar diikutsertakan dalam suatu jasa pengindeks, mungkin lebih baik membayar sedikit untuk menjadi anggota CrossRef dan mendapatkan DOI (Digital Object Identifier) prefix. Jasa-jasa pengindeks ini sendiri tidak menyediakan laporan sitasi, sehingga tetap diperlukan Google Scholar untuk perhitungan sitasinya. Laporan perhitungan sitasi sejauh ini hanya tersedia dari:
Thomson Scientific (lingkup: science, social science, art and humanities; laporan sitasi hanya dari jurnal-jurnal yang diikutsertakan) Scopus (lingkup: science; laporan sitasi hanya dari jurnal-jurnal yang diikutsertakan, tetapi persyaratannya jauh lebih longgar dibandingkan Thomson Scientific) Citex (lingkup: economics; laporan sitasi hanya dari dari jurnal-jurnal yang diikutsertakan) Google Scholar (artikel dari jurnal apa saja asalkan tersedia online)
Dari keempat jasa laporan sitasi di atas, untuk jurnal-jurnal yang baru tumbuh dan berasal dari negara-negara yang bukan secara tradisional negara penghasil jurnal (Inggris, Amerika Serikat dan Belanda), maka Google Scholar adalah pilihan yang paling masuk akal. Langkah-langkah yang Diperlukan Tahap pertama adalah menjadikan artikel-artikel dalam jurnal tersedia online. Paling baik apabila full text-nya disediakan juga dalam format PDF ‘asli’ (yang berasal dari desktop publishing dan bukan hasil scanning dari produk cetakannya). Bila tidak, paling tidak abstrak harus tersedia online. Tahap kedua adalah menyediakan unique identifier bagi setiap artikel yang tersedia online diatas. Yang paling baik adalah agar jurnal yang bersangkutan menghubungi CrossRef (http://www.crossref.org/) untuk mendapatkan DOI (Digital Object Identifier) prefix-nya sendiri. Biaya keanggotaan CrossRef untuk jurnal-jurnal di Indonesia yang belum luas sirkulasinya amat terjangkau, tidak sampai Rp500.000,- per tahun. Khusus untuk jurnal-jurnal dari bidang biomedical, paling baik usahakan tercakup dalam PubMed (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/entrez/). Dengan terdaftar dalam PubMed, maka setiap artikel yang diindeks oleh PubMed akan diberi PMID yang bersifat unik. Namun keanggotaan dalam PubMed mungkin lebih sulit dibanding mendaftar ke CrossRef. Penghitungan citation akan lebih cepat dan akurat apabila setiap artikel sudah mempunyai unique identifier sendiri. Search pada Google Scholar dengan PMID misalnya akan menghasilkan laporan sitasi yang akurat. Kontroversi Impact Factor Ada berbagai kontroversi terkait IF sebagai salah satu kriteria dalam menentukan suatu kualitas jurnal, seperti yang termuat dalam tulisan Maryoto dalam http://lib.ugm.ac.id/data/pubdata/pusta/maryono.pdf. Kontroversi tersebut adalah Menerbitakan banyak artikel tinjauan [resensi] atau suatu reviews articles agar sitasi meningkat [Walter dkk, 2003] Fenomena inilah yang dimaksudkan dalam standar Kriteria Jurnal Internasional, yaitu dipersyaratkan agar artikel orisinil lebih dari 80% (> 80%). Jurnal membuat ringkasan tahunan untuk artikel terkemuka. Salah satu cara mendongkrak jumlah sitasi, yaitu dengan membuat ringkasan tahunan, editorial, tinjauan, membahas artikel yang terkemuka dan menonjol. Meski hanya setahun sekali, cukup lumayan bisa menambah pengaruh jurnal tersebut, seandainya hanya diukur dari IF. Editor memesan penulis atau peneliti untuk banyak mengutip artikel yang diterbitkan (Cameron, 2005). Usaha lain masih dalam rangka mendongkrak angka sitasi dan IF kong kalingkong dengan penulis, agar mereka banyak mengutip dari jurnal tersebut, tanpa memperhatikan kualitas acuan yang disitir tersebut. Dari kasus ini terlihat bahwa, mengandalkan IF semata, tidaklah memadai. Karena ukuran tersebut bias dimanipulasi. Jurnal membatasi sitasi dari jurnal lain, agar IF jurnal lain tersebut jatuh. Dalam rangka pemenangan persaingan, berbagai usaha ditempuh. Dalam kasus ini, hakekatnya konspirasi juga. Kongkalingkong dengan para penulis, agar membatasi sitiran mereka terhadap jurnal lain. Dengan tujuan agar peringkat IF jurnal lain tersebut merosot dan jatuh.
Interval waktu dua tahun, kurang representatif [Walter dkk, 2003]. Penghitungan jumlah sitasi pada IF, dilakukan terhadap artikel terbitan jurnal selama tahun terakhir, terhadap artikel jurnal yang terbit dua tahun sebelumnya. Kurun waktu dua tahun, dinilai kurang memadai, pada beberapa kasus. Jurnal baru, tetapi sangat aktif dan sukses di bidangnya, akan kesulitan untuk segera masuk dalam penghitungan IF di ISI [Cockerill, 2004]. Diperlukan waktu setidaknya tiga tahun penuh, bagi jurnal baru untuk bias diperhitungkan dalam indeks jurnal citation report. Jurnal ilmiah berbahasa Inggris mendominasi peringkat dalam indeks sitasi, dan penulis peneliti yang berbahasa inggris cenderung menyitir artikel yang berbahasa Inggris. Dikti menyebutkan, kriteria jurnal internasional tidak hanya berbahasa Inggris. Masih banyak artikel dalam bahasa lain yang juga berkualitas. Untuk itu dimungkinkan juga artikel yang berbahasa Arab, Perancis, Spanyol, dan Cina. Mengingat bahasa-bahasa tersebut, cukup luas juga digunakan. Dan negara-negara tersebut juga cukup maju . Menurut Seglen [1997] seperti disitir oleh Cheek [2006], diperkirakan terdapat 126.000 jurnal ilmiah di seluruh dunia dan berdasarkan data dari Thomson Scientific [scientific.thomson.com/products/jcr] jumlah jurnal yang diindeks dalam citation index baru sekitar 5.900 jurnal, dan Social Science Citation Index sekitar 1.700 jurnal. Tidak mengherankan jika kemudian terjadi kasus yang menghebohkan, yaitu pemenang hadiah Nobel Fisika tahun 1979, Abdus Salam. Karya ilmiah Abdus Salam tidak memperoleh sitasi, karena dia menerbitkan karyanya melalui prosiding di suatu konferensi. Untungnya, panitia Nobel tidak silau oleh gemerlapnya “jumlah sitasi”, ataupun “impact factor”, tetapi membaca paper ilmiah Abdus Salam secara langsung (Mart, [s.a.]). Di samping itu, impact factor hanya menghitung sitasi dari suatu jurnal, oleh penulis artikel dalam jurnal itu sendiri, bukan oleh penulis artikel dalam jurnal lain meskipun dalam subjek yang sama. Mungkin akan lebih baik, dari segi kualitas, seandainya dihitung juga sitasi oleh penulis dalam jurnal lain [internasional], tetapi penghitungan seperti ini nampaknya belum memungkinkan. Dalam database EBSCO sendiri, terdapat teknologi untuk menghitung sitasi, tetapi masih terbatas, yang mampu dihitung barulah yang terdapat dalam database EBSCO sendiri, dan dicantumkan dengan keterangan “times cited in this database” dan disertai link ke naskah full textnya kalau tersedia. Berdasarkan pemaparan tersebut, terbukti bahwa angka IF bukanlah segala-galanya untuk mengukur kualitas jurnal. Terdapat beberapa hal yang masih perlu dipertimbangkan. Tingginya angka IF, belum dapat diartikan bahwa kualitas suatu jurnal tersebut lebih tinggi, lebih baik atau internasional. Tidak bijak kalau menilai kualitas suatu jurnal, hanya mengandalkan tingginya IF semata, mengingat terdapatnya berbagai kemungkinan terjadinya konspirasi, bias, dan manipulasi. Untuk itudi samping mengandalkan “dow jones” nya jurnal tersebut, perlu juga mempertimbangkan unsur penilaian lainnya, seperti terdapat dalam kriteria jurnal internasional [http://lib.ugm.ac.id/data/pubdata/pusta/maryono.pdf] Daftar Sitasi: 1. Mamad Tamamadin dalam http://mamadtama.wordpress.com/2010/04/09/pentingnyapublikasi-saintifik/ 2. Kosasih Iskandarsyah dalam http://www.edu2000.org/portal/index.php?option=com_content&task=view&id=417&Itemid =34 3. Maryono dalam [http://lib.ugm.ac.id/data/pubdata/pusta/maryono.pdf