BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori tentang Kinerja Keuangan 2.1.1. Pengertian Kinerja Keuangan Pengukuran kinerja perusahaan adalah kegiatan yang ditujukan untuk menilai keberhasilan pengelolaan suatu perusahaan. Pengukuran kinerja perusahaan pada prinsipnya adalah menilai hasil yang didapat oleh perusahaan tersebut. Secara umum pengukuran ini dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu pengukuran dari sisi kinerja keuangan perusahaan (Financial performance) saja, dan pengukuran kinerja perusahaan baik dari sisi keuangan (Financial performance), maupun kinerja dari sisi non keuangan (Non Financial performance).Kinerja keuangan adalah penentuan secara periodik tampilan keuangan berdasarkan sasaran, standar dan kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Mengukur kinerja keuangan digunakan analisis keuangan karena analisis keuangan melibatkan penilaian terhadap keuangan dimasa yang akan datang, dan untuk menentukan keunggulan suatu kinerja. Kinerja keuangan bank dapat dinilai dari kinerja untuk tahun yang lalu maupun yang sedang berjalan dengan menganalisis laporan keuangan (Noor, 2009: 151-152). Kinerja bank juga dapat menunjukan kekuatan dan kelemahan bank. Dengan mengetahui kekuatan bank, maka dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usaha bank. Sedangkan kelemahannya dapat dijadikan dasar untuk perbaikan dimasa mendatang.
20
Analisis kinerja keuangan bank mempunyai tujuan antara lain (Abdullah, 2005: 120): 1. Untuk mengetahui keberhasilan pengelolaan keuangan bank terutama kondisi likuiditas, kecukupan modal dan profitabilitas yang dicapai dalam tahun berjalan maupun tahun sebelumnya. 2. Untuk mengetahui kemampuan bank dalam mendayagunakan semua aktiva yang dimiliki dalam menghasilkan profit.
2.1.2. Analisis Rasio Keuangan untuk Pengukuran Kinerja Bank Analisis Laporan Keuangan Perusahaan merupakan kajian yang digunakan untuk memprediksi apa yang akan terjadi di masa mendatang (Irham Fahmi, 2012 : 20). Menurut Abdullah (2005: 123), “analisis rasio keuangan merupakan teknik analisis keuangan untuk mengetahui hubungan di antara pos-pos tertentu dalam neraca maupun laporan laba rugi baik secara individu maupun secara simultan”. Analisis rasio keuangan dimulai dengan laporan keuangan dasar yaitu dari neraca (balance sheet), perhitungan rugi laba (income statement) dan laporan arus kas (cash flow statement) (Irham Fahmi, 2012 : 50). Menurut Lukman Dendawijaya (2005 : 114), analisis kinerja bank adalah sebagai berikut : 1. Analisis Rasio Likuiditas Analisis rasio likuiditas adalah analisis yang dilakukan terhadap kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya atau kewajiban yang sudah jatuh tempo.
21
2. Analisis Rasio Profitabilitas/Rentabilitas Analisis rasio profitabilitas bank adalah alat ukur untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Selain itu, rasio-rasio dalam kategori ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan bank. 3. Analisis Rasio Solvabilitas Analisis rasio solvabilitas adalah analisis yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangkan panjangnya atau kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jika terjadi likuidasi bank. Menurut Abdullah (2005: 125), ada beberapa kelemahan dari rasio keuangan : 1. Adanya distorsi karena laba yang dimasukkan tidak memasukkan unsur biaya modal ekuitas. 2. Laporan keuangan dari suatu perusahaan yang memiliki sejumlah divisi dari industri yang berlainan akan sulit dibandingkan dengan perusahaan lain atau dengan data suatu industri. 3. Terjadinya distorsi karena pengaruh inflasi dan penggunaan data historis dalam akuntansi. 4. Laporan keuangan tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus didukung oleh catatan atas laporan keuangan. Informasi ini harus dicermati karena mungkin memuat potensi masalah yang dapat sangat mempengaruhi kondisi keuangan suatu perusahaan.
22
5. Kesulitan dalam menginterpretasikan hasil analisa. Misalkan, quick rqtio yang tinggi apakah bagus karena kuatnya likuiditas perusahaan. Atau, justru jelek karena perusahaan memegang kas yang berlebih yang justru tidak produktif. 6. Perbedaan dalam perlakuan akuntansi dapat menimbulkan distorsi dalam membandingkan rasio. 7. Adanya praktek window dressing tentunya membuat laporan keuangan terlihat bagus.
2.1.3. Rasio Keuangan Perbankan a. Capital Adequacy Ratio (CAR) Menurut Kuncoro dan Suhardjono (2002:562), CAR merupakan rasio kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal
yang
mencukupi
dan
kemampuan
manajemen
bank
dalam
mengidentifikasi, mengukur, mengawasi dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap kinerja suatu bank dalam menghasilkan keuntungan, dan menjaga besarnya modal yang dimiliki. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 tercantum bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% dari aset tertimbang. Maka semakin baik rasio kecukupan modal (CAR) ini, maka akan membuat tingkat profitabilitas suatu perusahaan semakin baik. Kondisi ini akan meningkatkan reputasi bank meraih laba sehingga pada akhirnya akan berdampak pada harga saham perusahaan. 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 =
Modal bank x 100% Aktiva tertimbang menurut risiko
23
b. Non Performing Loan (NPL) Rasio NPL menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain (Kuncoro dan Suhardjono, 2002: 565). Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 tercantum, semakin tinggi nilai NPL (diatas 5%) maka bank tersebut tidak sehat. Dengan demikian dapat diketahui bahwa dengan semakin besarnya rasio NPL maka resiko kredit macet dari suatu perusahaan perbankan terhadap pinjaman yang diberikan akan semakin besar sehingga dapat berpengaruh terhadap kinerja bank tersebut. Kondisi ini akan menurunkan reputasi bank meraih laba sehingga pada akhirnya akan berdampak pada harga saham perusahaan, dan selanjutnya adalah semakin menurunnya return saham. 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 =
Total krdit bermasalah x 100% Total kredit
c. Net Interest Margin (NIM)
Pengertian Net Interest Margin (NIM) menurut Kuncoro dan Suhardjono (2002: 566) merupakan perbandingan antara presentase hasil bunga terhadap total asset atau terhadap total earning assets. Sedangkan menurut Surat Edaran BI No. 3/30DPNP tanggal 14 Desember 2001, NIM diukur dari perbandingan antara pendapatan bunga bersih terhadap aktiva produktif. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 standar untuk rasio NIM adalah 6% keatas. Namun NIM suatu bank sehat apabila memiliki NIM diatas 2%.Calon investor memandang bahwa bank yang mempunyai Net Interest
24
Margin yang tinggi menunjukkan kemampuan bank untuk mengelola earning asset (surat berharga, deposit, pinjaman, penyertaan dan aktiva valuta asing lainnya). Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan manajemen mengambil keuntungan menghasilkan pendapatan bunga bersih yang berarti menunjukkan kemampuan bank mengelola tingkat suku bunga. Tentunya investor juga menganggap bahwa net interest margin yang tinggi akan berdampak pada tingginya return saham yang akan diterima investor (Hasrul: 2013). 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 =
Pendapatan bunga bersih x 100% Rata − rata aktiva produktif
d. Rasio Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) Menurut Kuncoro dan Suhardjono (2002: 570), BOPO merupakan rasio antara biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil BOPO maka semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang besangkutan. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 rasio BOPO baik apabila dibawah 90%. Apabila rasio BOPO melebihi 90% atau mendekati 100% maka bank dapat dikategorikan sebagai bank yang tidak efisien. Setiap peningkatan biaya operasional akan berakibat pada berkurangnya laba sebelum pajak yang pada akhirnya akan menurunkan laba atau profitabilitas bank yang bersangkutan. Kondisi ini akan menurunkan reputasi bank meraih laba sehingga pada akhirnya akan berdampak pada harga saham perusahaan. Dan selanjutnya adalah semakin menurunnya return saham. BOPO =
Total beban operasional x100% Total pendapatan operasional
25
e. Loan to Deposit Ratio (LDR) Menurut Kasmir (2004:272), rasio LDR merupakan rasio perbandingan antara jumlah dana yang disalurkan ke masyarakat (kredit) dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Dendawijaya (2009: 257) dalam bukunya Manajemen Perbankan mendefinisikan Loan to DepositRatio (LDR) adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. Likuiditas bagi suatu bank berarti bahwa bank tersebut memiliki sumber dana yang cukup tersedia untuk memenuhi semua kewajibannya. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 ketentuan dalam tata cara penilaian tingkat kesehatan sebagai berikut: 1. Untuk rasio LDR sebesar 110% atau lebih diberi nilai kredit 0, artinya likuiditas bank tersebut dinilai tidak sehat. 2. Untuk rasio LDR dibawah 110% diberi nilai kredit 100, artinya likuiditas bank tersebut dinilai sehat. Laba yang tinggi pada akhirnya akan meningkatkan kepercayaan masyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan harga saham dan pada akhirnya akan meningkatkan return saham. Semakin rendah LDR berarti semakin tinggi likuiditas sehingga harga saham dapat naik. 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 =
Kredit
Dana Pihak ketiga
x 100%
26
2.2. Teori Tentang Risiko 2.2.1. Pengertian Risiko Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Risiko adalah kemungkinan terjadinya peristiwa yang dapat merugikan perusahaan”. Risiko dapat bersifat pasti maupun tidak pasti. Kunci untuk mengetahui seberapa besar resiko yang akan dihadapi adalah seberapa sempurna seseorang mendapatkan informasi. Semakin sempurna seseorang mendapatkan informasi, maka semakin akurat pula diketahui seberapa besar risikonya.
2.2.2. Jenis Risiko Bank memiliki berbagai jenis risiko yang terdiri atas 8 (delapan) risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Reputasi, Risiko Strategi, dan Risiko Kepatuhan. 1. Risiko Kredit (Credit Risk) Risiko kredit adalah risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya. Dalam mengantisipasi resiko kredit bank harus memperhatikan tipe-tipe kreditnya, diversivikasi dalam wilayah geografis dan jenis-jenis industri yang di biayainya, kebijakan agunan dan lain sebagainya. Dan yang paling penting adalah aturan atau standar dalam pengendalian kredit. 2. Risiko Pasar (Market Risk) Risiko pasar adalah risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang di miliki oleh bank, yang dapat merugikan bank, termasuk dalam variable pasar ini adalah nilai tukar dan suku bunga.
27
3. Risiko Likuiditas (Liquidity Risk) Risiko likuiditas adalah risiko yang disebabkan karena bank tidak mampu memenuhi kewajiban likuiditasnya (kewajiban yang telah jatuh tempo), dalam hal ini bank tidak dapat memanfaatkan keuntungannya dengan maksimal karena adanya desakan kebutuhan likuiditas. Untuk itu bank harus lebih bijak dalam menetukan jumlah likuiditasnya dalam artian harus seimbang. Terlalu banyak liquiditas di khawatirkan nantinya akan mengorbankan tingkat keuntungan dari bank. Kalau terlalu sedikit akan berpotensi untuk meminjam dana dengan harga yang tidak dapat di ketahui sebelumnya, yang dapat berakibat menigkatnya biaya dan akhirnya menurunkan profitabilitas. 4. Risiko Operasional (Operational Risk) Risiko operasional adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh ketidak cukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan
sistem,
atau
adanya
kegagalan
masalah
eksternal
yang
mempengaruhi operasional bank. 5. Risiko Hukum (Legal Risk) Risiko hukum adalah risiko yagn diakibatkan kelemahan aspek hukum atau yuridis. Daiantara aspek hukum tersebut adalah tidak adanya peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan perikatan agunan yang tidak sempurna. 6. Risiko Reputasi (Reputation Risk) Risiko repuitasi adalah risiko yang di akibatkan adanya pandangan negatif tentang kegiatan operasional bank.
28
7. Risiko Strategi (Strategic Risk) Risiko strategi diakibatkan adanya pengambilan strategi yang kurang tepat dari pihak bank, ataupun pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat, atau kurang tanggapnya bank terhadap perkembangan dari eksternal bank. 8. Risiko Kepatuhan (Compliance Risk) Risiko kepatuhan adalah risiko yang di sebabkan bank tidak memenuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan dalam perbankan yang berlaku.
2.2.3. Risiko Sistematis Risiko sistematis (systematic risk) atau risiko pasar merupakan risiko yang ditimbulkan dari faktor-faktor fundamental makroekonomi; inflasi, tingkat bunga, kurs, dan pertumbuhan ekonomi. Sebagai pengukur risiko sistematis (systematic risk) digunakan Beta (β) pasar, yaitu Beta dari suatu sekuritas relatif terhadap risiko pasar (Jogiyanto, 2003: 212). Menurut Husnan (2005: 204-205) penilaian terhadap Beta (β) sendiri dapat dikategorikan ke dalam tiga kondisi yaitu: a.
Apabila β = 1, berarti tingkat keuntungan saham i berubah secara proporsional dengan tingkat keuntungan pasar. Ini menandakan bahwa risiko sistematis saham i sama dengan risiko sistematis pasar.
b.
Apabila β > 1, berarti tingkat keuntungan saham i meningkat lebih besar dibandingkan dengan tingkat keuntungan keseluruhan saham di pasar. Ini menandakan bahwa risiko sistematis saham i lebih besar dibandingkan
29
dengan risiko sistematis pasar, saham jenis ini sering juga disebut sebagai saham agresif. c.
Apabila β < 1, berarti tingkat keuntungan saham i meningkat lebih kecil dibandingkan dengan tingkat keuntungan keseluruhan saham di pasar. Ini menandakan bahwa risiko sistematis saham i lebih kecil dibandingkan dengan risiko sistematis pasar, saham jenis ini sering juga disebut sebagai saham defensif.
Kelebihan Pengembalian atas Saham β>1 β=1 β<1 Kelebihan Pengembalian pada Portofolio Pasar Sumber: Husnan (2005: 204) Gambar 2.1 Kemiringan Beta Saham Beta menunjukkan sensitivitas return sekuritas terhadap perubahan return pasar. Apabila β > 1 berarti sangat sensitif terhadap perubahan pasar, β < 1 berarti kurang sensitif terhadap perubahan pasar, dan β = 1 berarti tidak berpengaruh terhadap perubahan pasar.
2.2.4. Pendekatan Beta Saham Pengukuran beta suatu saham dapat dilakukan dengan menggunakan Single Index Model (Husnan, 2005: 46). Model ini berasumsi bahwa return saham berkorelasi dengan perubahan return pasar, dan untuk mengukur korelasi tersebut bisa dilakukan dengan menghubungkan return saham individual (Rit) dengan
30
return indeks pasar (Rmt). Tingkat return saham ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Dimana: Rit Pt Pt-1
Rit =
Pt − Pt−1 Pt−1
= Return saham pada periode ke-t = Closing Price pada akhir bulan ke-t = Closing Price pada akhir bulan sebelumnya (t-1)
Risiko sistematis sebagai bagian dari risiko pasar sangat bergantung pada investor dalam mendefinisikan kondisi pasar dan ini berpengaruh dalam perubahan harga saham yang umumnya dikaitkan dengan perubahan dalam pengharapan investor terhadap prospek perusahaan. Untuk mengetahui kondisi pasar dipergunakan indeks pasar sebagai indikator keadaan pasar modal di Indonesia yang dalam penelitian ini diwakili oleh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Untuk menghitung return pasar (market return) pada periode ke-t dengan menggunakan IHSG dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Rmt =
IHSGt − IHSGt−1 IHSGt−1
Dimana: Rmt = Return pasar pada periode ke-t IHSGt = IHSGpada akhir bulan ke-t IHSGt-1 = IHSGpada akhir bulan sebelumnya (t-1) Sehingga rumus mencari beta dengan model indeks tunggal adalah sebagai berikut:
31
Dimana: β n Rmt Rit
β=
[n ∑(Rmt. Rit)] − (∑ Rmt. ∑ Rit) 2
2
(n ∑ Rmt − (∑ Rmt) )
= Beta = Periode = Return pasar pada periode ke-t = Return saham pada periode ke-t
2.3. Teori tentang Harga Saham 2.3.1. Pengertian Harga Saham Menurut Situmorang (2010: 176), Saham adalah surat berharga yang menunjukkan adanya kepemilikan seseorang atau badan hukum terhadap perusahaan penerbitan saham. Harga saham merupakan refleksi dari keputusankeputusan investasi, pendanaan (termasuk kebijakan dividen) dan pengelolaan aset. 2.3.2. Penilaian Harga Saham Menurut Situmorang (2010: 183), analisis investasi saham merupakan hal yang mendasar untuk diketahui para pemodal, mengingat tanpa analisis yang baik dan rasional para pemodal akan mengalami kerugian. Dalam proses penilaian saham perlu dibedakan antara nilai (value) dan harga (price). Nilai di sini adalah nilai intrinsik (intrinsic value), sedangkan harga diartikan sebagai harga pasar (market value). Nilai intrinsik merupakan nilai nyata (true value) suatu saham yang ditentukan oleh beberapa faktor fundamental perusahaan. Pengertian nilai intrinsik adalah nilai yang tercermin pada fakta (justified by the fact) seperti aktiva, pendapatan, dividen, dan prospek perusahaan . 32
Menurut Situmorang (2010: 190), ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menilai harga suatu saham, tetapi dua pendekatan yang dikenal, yaitu pendekatan tradisional dan pendekatan portofolio modern. 1. Pendekatan Tradisional Untuk menganalisis surat berharga saham dengan pendekatan tradisional dapat digunakan dua analisis, yaitu: a. Analisis Teknikal (technical analysis) Analisis teknikal merupakan suatu teknik analisis yang menggunakan data catatan mengenai pasar itu sendiri untuk berusaha mengakses penawaran suatu
saham
tertentu
maupun
pasar
secara
keseluruhan.
Pendekatan analisis ini menggunakan data pasar yang dipublikasikan, seperti harga saham, volume perdagangan indeks harga saham gabungan dan individu, serta faktor–faktor lain yang bersifat teknis. Oleh sebab itu pendekatan ini disebut juga pendekatan analisis pasar (market analisys) atau analisis internal (internal analisys). b. Analisis Fundamental (fundamental analysis) Pendekatan ini didasarkan pada suatu anggapan bahwa setiap saham memiliki nilai intrinsik. Nilai intrinsik inilah yang diestimasi oleh para investor atau analis. Nilai intrinsik merupakan suatu fungsi dari variabel – variabel perusahaan yang dikombinasikan untuk menghasilkan suatu return (keuntungan) yang diharapkan dan suatu risiko yang melekat pada saham tersebut. Hasil estimasi nilai intrinsik kemudian dibandingkan dengan harga pasar yang sekarang
33
(current market price). Harga pasar suatu saham merupakan refleksi dari rata – rata nilai intrinsiknya. Ada dua pendekatan yang umumn ya digunakan dalam melakukan penilaian saham, yaitu pendekatan laba (price earning ratio) dan pendekatan nilai sekarang (present value approach). Menurut Baridwan dan Legowo (2002) salah satu alat dalam analisis fundamental adalah analisa laporan keuangan. 2. Pendekatan Portofolio Modern Portofolio diartikan sebagai serangkaian kombinasi beberapa aktiva
yang
diinvestasikan
dan
dipegang
oleh
investor,
baik
perorangan maupun lembaga. Tujuan dari pembentukan suatu portofolio saham adalah bagaimana dengan risiko yang minimal mendapatkan keuntungan tertentu, atau dengan risiko tertentu untuk memperoleh keuntungan investasi yang maksimal. Pendekatan portofolio menekankan pada aspek psikologi bursa dengan asumsi hipotesis mengenai bursa, yaitu hipotesis pasar efisien. Pasar efisien diartikan bahwa harga-harga saham akan merefleksikan secara menyeluruh semua informasi yang ada di bursa.
2.4. Penelitian Terdahulu Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang menjadi pembanding peneliti dalam melakukan penelitian:
34
No
Nama Peneliti
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Judul Penelitian Variabel Penelitian
1
Haryeti (2012)
Analisis pengaruh kinerja keuangan terhadap harga saham pada perusahaan perbankan yang go public di Bursa Efek Indonesia
2
Amanda dan Wahyu (2013)
Analisis fundamental dan risiko sistematis terhadap harga saham perbankan yang yang terdaftar pada indeks LQ 45
Metode Hasil Analisis Penelitian Data Variabel Regresi 1. CAR, dependen: linier RORA, dan Harga berganda LDR saham berpengaru perbankan h signifikan yang go terhadap public di harga pasar. 2. NPL dan BEI GWM tidak Variabel independen: berpengaru h terhadap Kinerja harga keuangan saham Variabel Regresi 1. ROA dependen: linier berpengaru harga saham berganda h negatif perbankan dan tidak yang yang signifikan terdaftar terhadap pada indeks harga LQ 45 saham. 2. ROE Variabel berpengaru independen: Fundamental h positif dan tidak dan risiko signifikan sistematis terhadap harga saham. 3. DER dan Beta Saham berpengaru h negatif dan signifikan terhadap harga saham.
35
Lanjutan Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu No Nama Judul Penelitian Peneliti
3
Ni Nyoman dan Ni Luh
Variabel Penelitian
Metode Analisis Data
Hasil Penelitian
4. EPS dan PER berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham. Analisis pengaruh Variabel Regresi 1. Beta tidak beta terhadap dependen: linier berpengaruh return saham return saham berganda signifikan periode sebelum periode terhadap dan saat krisis sebelum dan return saham global (Studi pada saat krisis pada periode perusahaan global sebelum perbankan di BEI) Variabel krisis global independen: yang mengindikasi beta kan bahwa pada keadaan perekonomia n normal atau sebelum krisis terjadi, beta kurang tepat digunakan untuk menaksir return yang akan diperoleh seorang investor ataupun calon investor khususnya pada perusahaan perbankan.
36
Lanjutan Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu No Nama Judul Penelitian Peneliti
Variabel Penelitian
Metode Analisis Data
Hasil Penelitian 2. Beta tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham pada periode saat krisis global yang mengindikasi kan bahwa saat terjadinya krisis global, membuat pasar saham menjadi tidak stabil sehingga menyebabkan sebagian besar investor membeli saham untuk tujuan laba jangka pendek berupa capital gain sehingga membuat investor kurang memperhati an beta sebagai proksi dari risiko sistematis saham.
37
Lanjutan Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu No Nama Judul Penelitian Peneliti
Variabel Penelitian
Metode Analisis Data
Hasil Penelitian 3. Rata-rata return periode sebelum dan saat krisis global adalah sama, dimana hasil ini membuktika n bahwa return saham perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia tidak terkena dampak krisis keuangan global secara signifikan.
2.5. Kerangka Konseptual Informasi mengenai laporan keuangan bank sebagai salah satu upaya untuk membantu para pelaku bisnis dalam menilai kondisi keuangan suatu bank. Laporan keuangan yang diterbitkan oleh bank merupakan salah satu sumber informasi mengenai posisi keuangan bank, kinerja serta perubahan posisi keuangan bank yang sangat berguna untuk menilai kinerja keuangan suatu bank.
38
Laporan keuangan bank dapat dijadikan ukuran kinerja suatu bank dengan melakukan analisis laporan keuangan (Kasmir, 2012: 67). Analisis kinerja keuangan bank dimulai dengan me-review data laporan keuangan, menghitung, membandingkan atau mengukur, menginterpretasikan dan memberi solusi. Perhitungan yang dilakukan untuk menganalisis kinerja keuangan bank dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai teknik analisis, diantaranya adalah dengan menggunakan teknik analisis rasio. Analisis rasio merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan pos-pos yang ada dalam suatu laporan keuangan atau pos-pos antara laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi (Kasmir, 2012:72). Analisis rasio keuangan merupakan teknik analisis yang sering dipakai, karena merupakan teknik yang paling cepat untuk mengetahui kinerja keuangan bank. Dalam penelitian ini, aspek Permodalan (Capital) diwakili oleh Capital Adequacy Ratio (CAR) dan sekaligus termasuk dalam rasio solvabilitas (kecukupanmodal), aspek Kualitas Aset (Assets Quality) diwakili oleh Non Performing Loan (NPL), aspek Rentabilitas (Earning) diwakili oleh Net Interest Margin (NIM) dan Rasio Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) dan sekaligus termasuk dalam rasio profitabilitas, sedangkanaspek Likuiditas (Liquidity) diwakili oleh Loan to Deposit Ratio (LDR) yang sekaligus termasuk dalam rasio likuiditas. Jika dihubungkan dengan harga saham, investor cenderung lebih menyukai CAR dan NIM yang tinggi tetapi sebaliknya menyukai NPL, BOPO dan LDR yang rendah. Hal ini disebabkan dengan CAR dan NIM
39
semakin tinggi serta NPL, BOPO dan LDR yang semakin rendah menunjukkan semakin baik kinerja suatu perusahaan (Dendawijaya, 2009: 320). Perkembangan kinerja keuangan perusahaan akan dapat dilihat dari tahun ke tahun sehingga dengan melihat perkembangan tersebut perusahaan dapat membuat rencana-rencana untuk masa yang akan datang dan perkembangan yang tidak diinginkan haruslah segera diperbaiki dan diarahkan pada tujuan yang telah ditetapkan semula. Menurut Samsul (2006) risiko dikelompokkan kedalam dua kelompok besar yaitu risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko sistematis adalah risiko yang tidak dapat dihindari. Apabila risiko ini terjadi maka semua jenis saham akan terkena dampaknya. Sedangkan risiko tidak sistematis adalah risiko yang hanya berdampak pada suatu saham atau sektor tertentu sehingga bisa dihilangkan dengan melakukan diversifikasi. Menurut Keown (2008: 208) beta merupakan alat ukur untuk menilai risiko sistematis. Beta mengukur tingkat kepekaan masing-masing saham terhadap risiko pasar. Teori pasar modal menekankan hubungan antara risiko pasar dan tingkat pengembalian merupakan hubungan yang bersifat searah dan linier. Artinya semakin besar risiko yang harus ditanggung maka semakin besar pula return yang didapat atas investasi tersebut. Berdasarkan uraian yang dikemukakan sebelumnya, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini digambarkan pada Gambar 1.1 sebagai berikut:
40
Capital Adequacy Ratio (CAR) Non Performing Loan (NPL) Net Interest Margin (NIM) Biaya Operasional Terhadap Biaya Pendapatan (BOPO)
Harga Saham Perbankan
Loan to Deposit Ratio (LDR) Risiko Sistematis (Beta)
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
2.6. Hipotesis Hipotesis atau jawaban sementara atas permasalahan yang dikemukakan adalah Kinerja keuangan yang terdiri dari Capital Adequacy Ratio (CAR), NonPerforming Loan (NPL), Net Interest Margin (NIM), Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Loan to Deposit Ratio (LDR), dan risiko sistematis berpengaruh signifikan terhadap harga saham perbankan di Bursa Efek Indonesia.
41