Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data Disampaikan oleh:
Deputi Menteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan
pada
Peluncuran “Peta Kemiskinan dan Penghidupan Indonesia 2015” Jakarta, 18 April 2017
1
Arah dan Target Pembangunan – Isu Kemiskinan dalam Agenda Nasional Tujuan pertama dalam Sustainable Development Goals (SDGs) adalah kemiskinan dalam segala bentuk dan dimensi harus diakhiri dengan memberantas kemiskinan ekstrim di tahun 2030. Salah satu sasaran utama yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019 adalah menurunkan tingkat kemiskinan menjadi 7.0 – 8.0 persen di tahun 2019. Dalam Rapat Paripurna Kabinet Kerja pada tanggal 4 April 2017, Presiden Joko Widodo mengarahkan bahwa pagu indikatif RAPBN 2018 harus difokuskan untuk mencapai target pembangunan, salah satunya, menurunkan angka kemiskinan menjadi single digit.
Urgensi Isu Kemiskinan – Perkembangan Indikator Makro Dalam 16 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi stagnan dan tingkat kemiskinan mengalami penurunan dari 19.1 persen menjadi 10.9 persen. 25.0 Persentase (%)
20.0
Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Kemiskinan di Indonesia, 2000-2016
19.1
16.0
15.0
17.8
16.6 10.9
10.0
5.0 0.0
4.9
3.6
4.5
6.0
4.6
6.2
5.0
Pertumbuhan Ekonomi Tingkat Kemiskinan
Sumber: BPS, diolah.
Perkembangan Indikator Kemiskinan
10.0% 5.0% 0.0%
28.0
28.5
28.6
27.7
28.1
28.3
28.6
28.6
29.1
29.9
30.0
31.0
32.5
35.0
37.2
39.3
35.1
36.2
37.3
37.9
38.4
Jumlah Penduduk Miskin
Tingkat Kemiskinan
-5.0%
10.9 -15.0% -20.0%
Mar-2016
Sep-2015
Mar-2015
Sep-2014
Mar-2014
Sep-2013
Mar-2013
Sep-2012
Mar-2012
Sep-2011
Mar-2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
0.0
15.0%
-10.0%
2003
10.0
19.1 2002
20.0
2001
30.0
38.7
40.0
2000
Jumlah Penduduk Miskin (Juta Orang), Tingkat Kemiskinan (%)
50.0
Jumlah Penduduk Miskin dan Tingkat Kemiskinan Nasional, 2000-2016
Laju Kemiskinan
Perubahan Kemiskinan (%)
Kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan, namun laju penurunan kemiskinan mengalami perlambatan sejak tahun 2007.
Sumber: BPS, diolah.
Persentase (%)
15.0
10.0
0.0
Perkotaan Perdesaan Nasional - Perkotaan Nasional - Perdesaan
Kep. Bangka Belitung
Maluku Utara
Kalimantan Selatan
Bali
DKI Jakarta
Kalimantan Utara
Kalimantan Timur
5.8
6.4 9.0 6.1
6.7
15.5
10.5 15.7 10.2 15.9 9.8 11.0 8.6 12.6 7.9 16.0 7.8 14.1 7.7 11.8 7.7
9.5
10.1
3.7 5.2 3.5 5.9 3.3 7.4 2.8 7.7
3.8
3.8
3.9
24.4
26.8
25.2
37.1
37.5
Terdapat disparitas antara tingkat kemiskinan di wilayah perkotaan dan perdesaan. Tingkat Kemiskinan Provinsi di Indonesia, Maret 2016
Papua
Banten
Sulawesi Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Kep. Riau
Sulawesi Utara
Sumatera Barat
Gorontalo
Papua Barat
Riau
Sulawesi Tenggara
Maluku
Jawa Barat
Nasional
Jawa Timur
Sulawesi Barat
Sumatera Utara
Sulawesi Tengah
Lampung
Nusa Tenggara Timur
Aceh
Jambi
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
5.5 8.2 5.3 11.0 5.2 10.4 5.2 9.1 4.6 6.2 4.5 12.5 4.5 7.5 4.4
5.0 18.2 15.2 16.2 17.9 12.7 14.0 11.8 16.6 11.4 14.9 10.9 7.3 10.8 19.2 10.6
20.0
Sumatera Selatan
35.0
25.0
Bengkulu
40.0
30.0
Nusa Tenggara Barat
Persebaran Kemiskinan
Sumber: BPS, diolah.
Target Penurunan Kemiskinan dalam RPJMN 20152019 30.02
12.5
29.13
12.0
28.07
11.4
Target dan Capaian Tingkat Kemiskinan, 2011-2019
28.28
11.3
28.59
28.01
11.2 10.5
10.9 10.0
9.5
9.0
9.5
8.5
Jumlah Penduduk Miskin (Juta Orang) 8.5
7.5
8.0
7.0
Capaian (%)
Target Optimis (%)
Target Moderat (%)
Sumber: BPS, diolah.
Hingga 2016, capaian tingkat kemiskinan belum berjalan sesuai dengan target. Dalam dua tahun terakhir, jumlah penduduk miskin hanya berkurang ±500 ribu per tahunnya. Diperlukan penurunan penduduk miskin sebesar ±2 juta jiwa per tahun guna mencapai target RPJMN 2015-2019.
Target Pembangunan Dalam Rencana Kerja Pemerintah 2018
TAHUN 2016
Juta
Jumlah penduduk berdasarkan SUPAS 2015 = 255,18 juta jiwa 300
Jumlah penduduk berdasarkan proyeksi = 265,02 juta jiwa
250 200
Jumlah penduduk miskin sekitar 28,0 juta jiwa
Penduduk Bukan Usia Produktif (0-14): 70,5 juta
150
(Sumber: BPS, Maret 2016)
100
50 0
2015
Bukan Angkatan Kerja Pekerja
• • •
TAHUN 2018
2016
2017
Penganggur
2018
2019
Penduduk Bukan Usia Produktif (0-14)
TARGET PEMBANGUNAN 2018
Target tingkat kemiskinan: 9-10% Target tingkat pengangguran terbuka: 5,3-5,5% Target rasio gini: 0,38
Penduduk Usia Produktif (15+): 194,5 juta
Dibutuhkan penambahan kesempatan kerja > 2 juta dalam setahun
Angkatan Kerja: 129,4 juta
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) diperkirakan 67% 7
Tantangan dalam Penurunan Kemiskinan – Efektivitas Penetapan Sasaran Masih terdapat rumah tangga di 40% terendah yang tidak menerima bantuan sosial berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Beras Miskin (Raskin). Distribusi Penerima Program BLT / BLSM
100.0
100.0
75.0
75.0
2006
50.0
2009 2015
25.0
0.0
Persentase (%)
Persentase (%)
Distribusi Penerima Program Bantuan Raskin
2009
2
3
4
5
6
7
8
9 10
Desil Konsumsi Rumah Tangga
2015
25.0
0.0 1
2006
50.0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Desil Konsumsi Rumah Tangga
10
Sumber: BPS, diolah.
Tantangan dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar 30
31.7
20
24.9
10
0
Q1
Q2
19.1
Q3
12.5
Q4
6.4
Q5
Persentase Penduduk yang Tidak Mampu Mengakses Sanitasi
Persen (%) 40 30 20
54.59
10 0
Q1
44.53 Q2
37.29 Q3
27.47 Q4
15.70 Q5
Keterangan: Q1 = 20% penduduk dengan pendapatan terbawah Q2 = 20% penduduk menengah bawah Q3 = 20% penduduk menengah Q4 = 20% penduduk menengah atas Q5 = 20% penduduk dengan pendapatan teratas
Masih terdapat lebih dari 50 persen penduduk termiskin yang tidak memiliki akses sanitasi. Penduduk miskin (40% terbawah) masih sulit mengakses air bersih.
99.51
98.42
100 80 60 40 20 0
Usia 7-12 tahun
Partisipasi sekolah penduduk miskin selalu lebih rendah pada setiap jenjang pendidikan.
60 50
Angka Partisipasi Sekolah (APS)
Persen (%)
Persen (%)
40
Terdapat 16,9 juta anak usia 0-17 tahun yang tidak memiliki akte kelahiran, sebagian besarnya berasal dari keluarga berpendapatan terendah.
90.83
Q1
98.28
Usia 13-15 tahun Q2
Q3
83.65
57.71
Usia 16-18 tahun
Q4
Q5
44.53
10.24
Usia 19-24 tahun
Persentase Penduduk yang Tidak Mampu Mengakses Air Bersih 25 20
Persen (%)
Persentase Anak Tanpa Akte Kelahiran
20.76
15
17.03
10
13.65
5
9.06
0
Q1
Q2
Q3
Sumber: Susenas Maret 2015, diolah Bappenas
Q4
4.03
Q5
9
Tantangan dalam Efektivitas Penetapan Sasaran
• Penetapan sasaran di Indonesia sangat kompleks karena terdiri dari ± 250 juta penduduk, 17.521 pulau, 514 kabupaten/kota, tingkat migrasi yang tinggi, kemiskinan bersifat dinamis, dan adanya keterbatasan pemerintah dalam hal anggaran. • Diperlukan kombinasi beragam jenis data yang dapat mengakomodasi permasalahan dalam efektivitas penetapan sasaran.
Kerjasama dalam Penyediaan Data
Data Mikro Basis Data Terpadu (BDT) Data Makro
- SUSENAS - Peta kemiskinan (poverty map) - Data dari kementerian/lembaga lain
Data Mikro
Data penduduk dengan tingkat kesejahteraan 40% terendah. Didasarkan pada ciri-ciri rumah tangga miskin. Menggunakan pendekatan sensus sehingga identifikasi dapat sampai pada identitas kepala rumah tangga dan alamat tempat tinggalnya.
Data Makro
Mengestimasi angka kemiskinan yaitu proporsi jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan dalam total penduduk. Konsep basic needs approach. Menggunakan rancangan sampling sehingga dengan jumlah sampel yang efisien dapat diperoleh estimasi kemiskinan di suatu wilayah.
Perbedaan Metode Penetapan Sasaran – Data Makro dan Mikro Metode Data Mikro: i.e. Proxy mean tests (PMT) Data Makro: i.e. Penargetan Geografis
Kelebihan
Kekurangan
Tingkat akurasi relatif tinggi Tidak memberikan fleksibilitas Biaya relatif murah dalam menilai rumah tangga Lebih mudah diverifikasi dan Memiliki built-in statistical error sulit dimanipulasi Memerlukan kapasitas Dapat direplikasi secara administratif yang tinggi konsisten dan kriteria yang jelas Mudah secara administratif Dapat popular secara politis Mudah dikombinasikan dengan metode lain Memastikan pagu terdistribusi secara adil antardaerah
Memerlukan data sosial ekonomi nasional yang baik Kurang akurat di tingkat lokal Seringkali perlu dikombinasikan dengan metode lain
Kelemahan tiap jenis data kemiskinan dapat ditopang dengan kelebihan yang disediakan oleh jenis data kemiskinan lain (komplementer).
Pentingnya Kerjasama dalam Penyediaan Data yang Akurat “Dari data yang akurat akan lahir kebijakan yang efektif, kebijakan yang betul-betul benar, tidak meleset karena memang datanya betul-betul akurat dan detil.”
- Presiden Joko Widodo dalam Peresmian Pembukaan Rapat Koordinasi Sensus Ekonomi 2016.
Program penanggulangan kemiskinan atau bantuan sosial oleh berbagai pihak yang berkepentingan memerlukan pendataan kemiskinan yang akurat. Kendala dalam program penanggulangan kemiskinan yakni sulitnya mengidentifikasi lokasi di mana orang miskin paling banyak ditemukan sudah dapat diatasi melalui adanya Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT). Tidak kalah pentingnya adalah perlunya alat penargetan geografis yang menjangkau wilayah terkecil dan mudah diakses oleh publik.
Peta Kemiskinan – Definisi dan Manfaat Gambaran lokasi geografis mengenai sebaran penduduk miskin berdasarkan tingkat wilayah administrasi tertentu dan pada waktu tertentu. Profil kemiskinan di dalam peta juga dapat dipadukan dengan data ketimpangan, infrastruktur, serta indikator sosial ekonomi lainnya.
Peran dan Manfaat
Mengetahui “kantong” penduduk miskin dan keragaman tingkat kesejahteraan penduduk antarwilayah hingga tingkat administratif terkecil. Mengkomunikasikan informasi secara terbuka mengenai distribusi kesejahteraan sosial kepada para stakeholders (pemerintah, masyarakat sipil, lembaga donor, dan sektor swasta).
Sebagai baseline/basis data untuk evaluasi dampak program dan kebijakan. Memperbaiki penargetan dan penggunaan sumberdaya secara lebih efektif dan efisien. Meningkatkan transparansi dan kredibilitas pengambilan keputusan oleh pemerintah melalui akses data kemiskinan yang terbuka.
Kesimpulan
Penyediaan data kemiskinan yang akurat dan menjangkau wilayah terkecil dapat berkontribusi secara signifikan terhadap penurunan kemiskinan. Data kemiskinan yang dapat dipercaya diperlukan untuk menggambarkan keadaan di lapangan, meyakinkan para pengambil kebijakan, serta mengidentifikasi kebutuhan strategi perencanaan dan penganggaran program penanggulangan kemiskinan.
Pemutakhiran data kemiskinan geografis secara berkala dibutuhkan untuk menghindari kesalahan dalam penentuan sasaran serta sebagai bahan monitoring dan evaluasi.
Dibutuhkan semangat kerja sama antarlembaga/antarkementerian dalam berbagi kemudahan akses demi menyukseskan program keterbukaan data.