ILO Jakarta
Edisi dua Bahasa - Nopember 07
MengubahNasib Pekerja Migran Lewat Musik
”Yang miskin tambah miskin. Kita, kita, kita.” ”Yang kaya tambah kaya. Kamu, kamu, kamu.”
KETIKA Franky Sahilatua dan Nini Carlina, dua artis penyanyi Indonesia—yang juga menjadi Duta Buruh Migran Indonesia— mendendangkan lagu tersebut, lebih dari seribu pekerja migran Indonesia di Hongkong turut bergoyang dan berdendang. Lagu yang ditulis Franky tersebut memang menggambarkan perjuangan kelas pekerja. Dan saat suara itu digemakan, para pekerja migran di seluruh dunia berbaris menuju kantor-kantor pemerintahan menuntut hak mereka sebagai pekerja. Pekerja dengan status yang sama dengan pekerja lainnya. Hari itu adalah 1 Mei, Hari Buruh Sedunia. Aktivitas tersebut berpusat di Victoria Park, Hongkong. Di sinilah, Franky dan Nini kembali menjalankan perannya sebagai Duta Buruh Migran untuk mempromosikan perlindungan hak pekerja migran. Mempromosikan dan meningkatkan kesadaran mengenai hak-hak pekerja migran melalui musik merupakan bagian dari upaya ILO dan SBMI dalam memberikan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja migran. Perlindungan itu harus dimulai dari tahap rekrutmen hingga kembali, serta memastikan pelaksanaan pelayanan yang layak bagi pekerja migran baik dalam biaya, kontrak kerja, perlindungan dan sebagainya. “Franky dan Nini memiliki kedekatan dengan pekerja migran dan masyarakat umum. Ke mana pun pergi, sepertinya mereka melantunkan masalah dan keprihatinannya dengan penuh perasaan dan simpati. Mereka juga memiliki akses yang luas dalam menjangkau para politisi dan pejabat pemerintah, sehingga lobi-lobi yang
©ILO
Ikut beryanyi dengan bersemangat bersama Franky dan Nini adalah Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), M. Jumhur Hidayat, dan Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), M. Miftah Farid.
mereka lakukan untuk menggalakkan perlindungan yang lebih baik terhadap pekerja migran sangat efektif,” kata Lotte Kejser, Kepala Penasihat Teknis, Proyek Pekerja Migran ILO. Dimulai Juli 2007 hingga Februari 2008, kampanye peningkatan kesadaran melalui serangkaian konser digelar di daerah pengirim (Jakarta, Lampung, Yogyakarta, Banyuwangi, Banten dan Brebes) maupun negara penerima (Malaysia dan Singapura). Tidak hanya menggelar konser, kedua duta ini pun mencerahkan para pekerja migran dan keluarganya, termasuk masyarakat umum, tentang bagaimana cara melindungi diri dari penganiayaan dan eksploitasi baik di Indonesia maupun di luar negeri, sehingga mereka mempunyai pengalaman migrasi yang memuaskan. Franky dan Nini pun mendorong para pekerja migran untuk berserikat guna menciptakan kekuatan dan keterwakilan yang lebih besar dalam menyuarakan hak-hak pekerja. Kini entah di pusat pelatihan, tempat kerja di luar negeri, kamp deportasi atau tempat penampungan di Indonesia, di mana para pekerja migran terus berjuang, lantunan “Yang miskin tambah miskin. Kita, kita, kita. Yang kaya tambah kaya. Kamu, kamu, kamu”, terus berkumandang. Lagu Franky dan Nini ini mampu mengingatkan para pekerja migran bahwa kendati jauh dari rumah, mereka tidak sendiri. Bagi pekerja migran Indonesia, masih ada harapan akan hari esok yang lebih baik jika mereka bersatu. D
pekerja migran
Pekerja Migran Saatnya
BERWIRAUSAHA
Siapa bilang pekerja migran hanya mampu mengerjakan pekerjaanpekerjaan domestik? Melalui Proyek Kewirausahaan Pekerja Migran, para pahlawan devisa termasuk keluarganya, dilatih teknik berwirausaha.
“SAYA merasakan manfaatnya karena saat menjalankan usaha, saya tidak pernah mencatat atau merencanakan usaha dengan baik. Organisasi saya, Jarnas Pekabumi, turut menikmati manfaatnya karena sekarang kami dapat menggelar pelatihan yang sama untuk pekerja migran,” ujar Ratna, salah satu dari 20 peserta dari 17 organisasi berbeda yang baru-baru ini mengikuti pelatihan untuk pelatih di Jakarta tentang Memulai Usaha Sendiri (Start Your Business) yang disponsori ILO Jakarta. Proyek Kewirausahaan Pekerja Migran ini dilaksanakan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Pusat Migran Asia (Asian Migrant Center), dan Jarnas
©Kompas
Pekabumi, dengan dukungan Proyek Pekerja Migran ILO dan Proyek Kewirausahaan ILO. Para pesertanya adalah perwakilan dari organisasi pekerja migran, serikat pekerja, LSM yang tengah mempelajari bagaimana cara melatih anggota-anggotanya, serta memberikan informasi dan bantuan kepada calon pekerja migran tentang bagaimana melakukan migrasi kerja yang aman serta menginvestasikan tabungan untuk memulai usaha sendiri. Pelatihan tersebut bertujuan membangun kapasitas internal dalam organisasi pekerja migran, serikat pekerja dan pemerintah setempat, sehingga memungkinkan mereka mengembangkan kapasitas di masa mendatang. Semakin maraknya pelatih dan penasihat kewirausahaan dalam masyarakat pekerja migran, berarti para pekerja migran dan keluarganya dapat memperoleh pelatihan dan saran yang diperlukan untuk mengelola simpanannya secara produktif. “Hal ini menjadi penting akibat kemiskinan dan kurangnya akses terhadap kredit dan modal di banyak daerah asal pekerja migran. Dengan berlanjutnya desentralisasi di Indonesia, badan pemerintahan dan lembaga keuangan setempat bertanggung jawab mendukung reintegrasi pekerja migran dan pemberdayaan ekonomi di kampung halaman mereka,” ujar Lotte Kejser, Kepala Penasihat Teknis, Proyek Pekerja Migran ILO. Melalui proyek, di bawah dukungan Pemerintah Norwegia, organisasi pekerja migran, serikat pekerja, dan pemerintahan setempat kini mempunyai kapasitas untuk mendukung keberhasilan reintegrasi dan pemberdayaan ekonomi bagi pekerja migran dan keluarganya. “Mitra-mitra kami berada di daerah pengirim. Karenanya, kami memperkuat kapasitas mereka untuk memberikan layanan terbaik bagi pekerja migran sehingga mereka memiliki akses terhadap pelatihan dan dapat memberikan informasi kepada pekerja migran dan keluarganya,” ia melanjutkan. Melalui proyek ini, sekitar 40 pelatih utama telah dilatih ILO pada Juni-Juli 2007. Untuk periode Agustus-September, mereka pada gilirannya akan melatih sedikitnya 280 pekerja migran dan keluarganya di masyarakat pengirim di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat dan Lampung. Setelah pelatihan-pelatihan ini, November nanti proyek akan memberikan pelatihan penyegaran kepada para pelatih utama, mendukung mereka untuk melanjutkan fungsi sebagai pelatih dan penasihat usaha kecil bagi masyarakat di masa mendatang. ILO selanjutnya akan memantau hasil dan dampak pelatihan serta keberhasilan kewirausahaan dalam komunitas pekerja migran. D
Para pekerja migran Indonesia sebelum keberangkatan.
2
©detik.com
sekilas Warta Pr esiden Y udhoyono dan Presiden Yudhoyono Direktur Jenderal ILO bahas Masalah Ketenagakerjaan
daftar isi Dari Kami
4 3
Sekilas Berita
1
Pekerja Migran Pekerja Anak
5 10
Timor Leste Ketenagakerjaan
11 16
Hak dalam Bekerja Juan Somavia, Direktur Jenderal ILO, bertemu dengan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono selama Sidang Umum PBB di New York.
DIREKTUR Jenderal ILO, Juan Somavia, bertemu dengan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada Rabu, 26 September. Pertemuan tersebut membahas beragam masalah ketenagakerjaan, seperti migrasi kerja, perlindungan kerja dan dialog sosial. Presiden Yudhoyono menekankan pentingnya masalah ketenagakerjaan untuk Indonesia dengan mengatakan “masalah perburuhan bukanlah sekedar masalah ekonomi namun merupakan inti dari segalanya.” Sebagai bagian dari upaya untuk melindungi pekerja Indonesia, Presiden menegaskan dukungan yang dapat diberikan ILO. “ ILO, dengan pengalaman dan kemampuannya dalam hal ini, dapat memberikan dukungan besar, termasuk dalam membina hubungan baik antara negara-negara pengirim dan penerima.” Pertemuan pun membahas dukungan yang diberikan Indonesia tentang Kartu Identitas Pelaut dan pentingnya hubungan baik dengan para pemimpin buruh serta kebutuhan pekerja untuk berorganisasi. D
SERIKAT Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menandatangani Kesepakatan Bersama pada 10 Juli di Gedung RRI, Jakarta. Kesepakatan ini merupakan kesepakatan pertama yang melibatkan pemerintah dan masyarakat dalam upaya meningkatkan kondisi kehidupan dan kerja para pekerja migran Indonesia. Menandatangani Kesepakatan ini adalah M. Jumhur Hidayat, Ketua BNP2TKI, dan M. Miftah Farid, Ketua SBMI, dengan disaksikan Alan Boulton, Direktur ILO di Indonesia, and Ripka Tjiptaning, Ketua Komisi IX DPR. Turut menghadiri acara ini adalah salah seorang duta pekerja migran, Franky Sahilatua. Para duta ini tidak sekedar menegaskan kembali komitmen mereka untuk memperbaiki kehidupan para pekerja migran Indonesia, tapi sekaligus merayakan penandatanganan ini dan semangat kebersamaan.
17
Dialog Sosial
23
Perlindungan Sosial Jender Buku Cuplikan
21 9 23
BNP2TKI dan SBMI
LINDUNGI
Pekerja Migran SBMI dan BNP2TKI memaparkan bagaimana mereka, dengan dukungan ILO, akan menjalin kerjasama dengan para duta buruh migran dalam kampanye peningkatan kesadaran di Indonesia, Malaysia, dan Singapura, serta serangkaian kegiatan bersama berupa pelatihan dan peningkatan kesadaran di Indonesia, yang dimulai pada akhir Juli 2007 hingga Februari 2008. Selanjutnya, mereka akan bekerja sama melakukan kegiatan pengawasan di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno – Hatta serta memberikan layanan psikologis bagi pekerja migran Indonesia saat kembali melalui Terminal 3. Melalui langkah-langkah tersebut, semua pihak yang terlibat memperlihatkan bahwa dengan saling menjalin kerjasama, kehidupan pekerja migran di Indonesia dapat diperbaiki. D
3
Warta terbaru
dari Kami WARTA ILO Jakarta kali ini akan mencoba mengulas tentang beragam program yang saling terkait dari Agenda Pekerjaan Layak ILO, baik di Indonesia maupun Timor Leste.
©ILO
PADA 1 Oktober 2007, Departemen Perburuhan AS mengumumkan bahwa Program Internasional ILO tentang Penghapusan Pekerjaan untuk Anak (IPEC) memperoleh anggaran 5,55 juta dolar Amerika untuk melanjutkan dukungannya terhadap pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Indonesia mengenai Penghapusan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan untuk Anak. Direktur ILO Jakarta Alan Boulton menyatakan kegembiraannya bahwa IPEC terpilih menjadi penerima dana untuk Indonesia. Ia pun berharap bahwa dukungan ILO-IPEC selama empat tahun ke depan akan mampu mengurangi jumlah anak yang terlibat dalam bentukbentuk terburuk pekerjaan untuk anak, dengan melibatkan konstituen dan mitra sosial ILO lainnya dalam menjalankan pendekatan inovatif guna menghapuskan pekerja anak melalui akses yang lebih baik terhadap kesempatan pendidikan dan pelatihan kerja. Proyek baru ini akan berjalan awal 2008 dan akan melibatkan kegiatan-kegiatan yang meliputi pekerja anak di sektor perkebunan dan anak yang atau berisiko untuk diperdagangkan, pekerja rumah tangga anak, dan anak-anak jalanan yang rentan terhadap pengedaran narkoba di berbagai lokasi seperti Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, DKI Jakarta dan Jawa Timur. D Peter van Rooij (kanan) bersama dengan Tauvik Muhamad, staf ILO (kiri) dan Freddie Rousseau (tengah), bekas Kepala Penasihat Teknis ILO, saat mendirikan Layanan Kerja bagi Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (LKMNAD) di Banda Aceh.
Selama ini kegiatan ILO di Indonesia dan Timor Leste meliputi dimensi kebijakan maupun dukungan langsung dalam kehidupan sehari-hari. Dari sini, Warta ILO menangkap kisah-kisah yang menggambarkan sisi kemanusiaan serta kegiatan yang lebih luas lagi dalam membangun kebijakan perburuhan dan ketenagakerjaan yang lebih baik, termasuk mempromosikan ratifikasi dan pelaksanaan standar ketenagakerjaan. Tentunya seluruh kegiatan ini tidak dapat dilakukan tanpa mitra-mitra kerja kami. ILO merupakan organisasi tripartit, yang keanggotaannya terdiri dari negara anggota, bersama dengan perwakilan pekerja dan organisasi pengusaha. Mereka menentukan prioritasnya sendiri. Itulah cerminan apa yang disebut dengan Program Pekerjaan Layak di Tingkat Negara untuk masing-masing negara anggota. Mitra, termasuk para donor, memiliki peran yang sangat penting. Merekalah yang memungkinkan kami menjalankan kegiatankegiatan kami. D
Alan Boulton, Direktur ILO di Indonesia, dan Erman Suparno, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Selamat Bergabung…
Peter van Rooij, Deputy Direktur ILO di Indonesia
PETER bergabung dengan Kantor ILO Jakarta sebagai Deputi Direktur pada September 2007. Peter sebelumnya telah bekerja dengan ILO Jakarta untuk sejumlah kegiatan, khususnya di Aceh selama dua bulan setelah tsunami untuk membantu menyusun program di sana. Peter bergabung dengan ILO tahun 1995 dan telah melakukan beragan tugas dan kegiatan. Ia mendalami penggalangan dana dan penciptaan lapangan kerja, serta mengelola proyek berbagi informasi. Pada 2002-2004 Peter bekerja untuk Michelin Tyre Company sebagai bagian dari program pertukaran antara Michelin dan ILO. Sebelum ke Jakarta, Peter bekerja untuk Biro Kegiatan Pengusaha di ILO Jenewa. Sebelum bergabung dengan ILO, Peter bekerja di Thailand, Bolivia dan Sudan untuk beragam organisasi, termasuk UNDP. D ©ILO
4
©ILO
pekerja anak
Dengan dukungan seluruh elemen terkait, pekerja anak dapat dihapuskan. Provinsi Kalimantan Timur telah membuktikannya.
Pengalaman Kalimantan Timur menghapus Pekerja Anak ILO kerap menerima pertanyaan bagaimana mungkin bisa menghapus bentuk-bentuk terburuk pekerjaan untuk anak di sebuah negara seperti Indonesia, yang menghadapi beragam permasalahan seperti besarnya populasi dan wilayah, ketidaksetaraan jender dan kurangnya fasilitas pendidikan? Untuk membuktikan skeptivitas itu salah, ILO dengan bantuan dari Departemen Perburuhan Amerika Serikat menjalankan Program Terikat Waktu, yang memperlihatkan mungkinnya menghapuskan pekerjaan untuk anak di sektor-sektor tertentu dalam kurun waktu terbatas.
Pengalaman di Kalimantan Timur memperlihatkan bukti bahwa pendekatan ini mencapai keberhasilan besar dengan dukungan dari seluruh pihak terkait. Hal itu tampak pada penutupan seminar proyek dukungan ILO-IPEC di Kalimantan Timur, 30 Agustus silam. Pada momen tersebut pemerintah provinsi dan kabupaten setempat menegaskan komitmennya untuk menghapuskan pekerja anak di pertambangan emas tradisional. Pejabat Gubernur Sementara dalam sambutannya menekankan, kebutuhan Kalimantan Timur saat ini adalah memperkuat sumber daya manusianya agar bisa lebih kompetitif di tingkat nasional maupun global. Kepala Badan Perencanaan dan Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Timur mengakui, pemerintah provinsi belum mampu sepenuhnya meningkatkan kondisi yang baik bagi semua anak-anak. Namun, penarikan secara permanen 421 anak-anak di pertambangan emas tradisional setidaknya bisa menjadi contoh yang baik tentang bagaimana menanggulangi bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di provinsi ini. Sejumlah kegiatan yang menjadi percontohan dengan bantuan IPEC misalnya memberikan pendidikan formal bagi anak-anak dan mata
©ILO
Salah seorang pekerja anak pertambangan di Kalimantan Timur.
pencaharian alternatif bagi para remaja dan orangtua yang berhasil menarik anaknya dari pertambangan emas tradisional. Pemerintah kabupaten pun memutuskan memberikan anggaran untuk melanjutkan program tersebut. Langkah tersebut memungkinkan Perkumpulan PADI Indonesia untuk melanjutkan bantuannya terhadap masyarakat melalui program perkebunan agro, sedangkan PKBI Kalimantan Timur melanjutkan kegiatan kreativitas anak dan program pendidikan masa kanak-kanak serta mendorong anak-anak untuk melakukan kegiatan pengawasan pekerja anak. Kegiatan yang berlanjut adalah SD-SMP Satu Atap yang didirikan di Kabupaten Kutai Barat oleh YPSS (salah satu mitra IPEC)—yang juga mendapat jaminan dari pemerintah provinsi dan kabupaten. Achmad Marzuki dari JARAK (sebuah jaringan LSM untuk menghapus pekerja anak) mengingatkan, pencegahan putus sekolah jauh lebih murah ketimbang penarikan anak dari bentuk-bentuk terburuk pekerjaan untuk anak. “Karenanya penting untuk menawarkan kesempatan pendidikan bagi anak yang berisiko putus sekolah, terutama pendidikan yang relevan dengan kondisi mereka,” kata dia. Merespons pesan ini, para peserta lokakarya merekomendasikan Komite Aksi Provinsi tentang Penghapusan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan untuk Anak melanjutkan kegiatan-kegiatan percontohan di bawah bantuan IPEC dan melebarkan kegiatan-kegiatan tersebut ke wilayah dan sektor baru di mana bantuan sejenis diperlukan.D
5
pekerja anak
Mengentas pekerja anak menjadi
Pengusaha
MENYUSURI jalan sepanjang 10 km setiap hari tidak memupus semangat Meta dan kawan-kawan untuk mengikuti program pemagangan kerja. Memang perjalanan melelahkan menuju pabrik PT. Unitex—tempat Meta dan bekas pekerja anak lainnya menjalani program pemagangan selama tiga bulan—tidak dapat dibandingkan dengan beratnya beban yang mereka panggul sebelumnya saat bekerja di bengkel-bengkel sepatu di kawasan Ciomas.
Kini mereka gembira mendapatkan kesempatan untuk memulai langkah baru. Meta dan kawan-kawan berkesempatan mempelajari keterampilan membuat garmen. Di saat yang sama, mereka juga mempelajari dunia kerja di pabrik. Kendati sebagian di antara mereka menemui kesulitan menyesuaikan diri dengan kehidupan baru yang penuh disiplin, pekerjaan tersebut memberikan rasa kebanggaan baru dan kendali akan masa depan pada bekas pekerja anak itu. Program pemagangan yang diprakarsai Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia), dengan dukungan dari ILO melalui Program Internasional tentang Penghapusan Pekerjaan untuk Anak (IPEC), ini menargetkan bisa mengentas anak dari bentukbentuk pekerjaan terburuk. Tiga perusahaan, PT. Astra Honda, PT. Unitex, dan PT. Bogasari, menawarkan program pelatihan kerja bagi sekitar 30 remaja yang sebelumnya bekerja di bengkelbengkel sepatu di Ciomas, pengedar narkoba ataupun anak jalanan. Tujuan dari program ini tidak hanya memberikan kesempatan untuk mempelajari keterampilan kerja tapi juga menyiapkan mereka untuk mendapatkan penghasilan, dengan menerapkan keterampilannya sebagai pengusaha berskala kecil.
Mengentas anak dari berbagai bentuk pekerjaan terburuk melalui keterampilan berwirausaha demi masa deoan yang lebih baik adalah tujuan dari pemagangan ini.
Setelah menyelesaikan pelatihan kerja di PT. Unitex, Meta dan rekan-rekannya, kini makin sibuk. Menerima sebuah mesin jahit, mesin obras dan bahan kain dari ILO, Apindo dan PT Unitex pada akhir Juli lalu, mereka membahas berbagai pilihan dan memutuskan untuk memulai kelompok usaha. Tabungan dari uang jalan yang diberikan ILO dan Apindo memungkinkan mereka mengumpulkan modal awal untuk memulai usaha membuat seprai dan sarung bantal. Panduan diberikan ELSPPAT, sebuah LSM berbasis di Bogor yang bekerja sama dengan ILO-IPEC menarik anak-anak dari pekerjaan berbahaya di industri alas kaki. Diskusi harian membahas masalah pemasaran, bagaimana meningkatkan kualitas produk, serta meningkatkan
6
Meta dan teman-temannya kini memulai usaha mereka membuat seprai dan sarung bantal.
keterampilan mereka, terus digeber. Tak heran jika kelompok ini berhasil memperoleh bantuan dari perancang dan berhasil menentukan kursus menjahit lanjutan untuk meningkatkan produk mereka. Pemasarannya pun melibatkan kunjungan rumahan untuk memperlihatkan contoh-contoh produk. Mereka yakin pesanan akan membanjir seiring perjalanan waktu. “Saya senang bisa terlibat dalam perencanaan, pembentukan dan pemasaran usaha kami. Ini merupakan cara terbaik untuk melaksanakan keterampilan dan pengetahuan yang kami peroleh selama masa pemagangan. Sebuah perubahan besar dibandingkan dengan pekerjaan kami sebelumnya di bengkel sepatu,” kata Meta optimis. Mereka yang belajar membuat kue dan roti melalui PT. Bogasari, juga menjalani proses diskusi serta menentukan produk dan strategi pemasaran. Pun demikian dengan mereka yang menjalani pelatihan di PT. Astra. “Kami belajar dari pengalaman kelompok pertama pemagangan ini. Melaksanakan program pemagangan untuk anak-anak dengan latar belakang seperti ini, memerlukan jaringan yang kuat dengan tingkat komitmen dan penghargaan tinggi dari semua pihak yang terlibat dalam program. Jika prinsip-prinsip ini tidak terwujud, program ini tidak akan berhasil dan tidak akan berkelanjutan,” ujar Nina Tursinah, Ketua DPN Apindo Bidang Perempuan, Masalah Sosial dan Jender. Kendati melembagakan program ini menjadi tantangan besar, Annemarie Reerink, Kepala Penasihat Teknis ILOIPEC, berharap program pemagangan ini dapat diperluas ke daerah-daerah lain, serta menjadi alat bagi pengusaha dan pemerintah untuk memerangi bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak. D
©ILO
pekerja anak
Aksi melawan
per dagangan per empuan dan anak perdagangan perempuan 22 AGUSTUS 2007, menjadi penanda atas upaya Kabupaten Sukabumi dalam memerangi perdagangan manusia, terutama perempuan dan anak-anak. Pada hari itu, lembaga-lembaga mitra ILO-IPEC memaparkan rancangan peraturan daerah tentang perdagangan manusia pada masyarakat setempat untuk mendapatkan tanggapan dan masukan. Membuka dialog mewakili Bupati Sukabumi, Endang Jakatela, Asisten Kesejahteraan Masyarakat, menegaskan pentingnya bagi Sukabumi memiliki peraturan daerah untuk memerangi perdagangan manusia. Pemerintah Kabupaten Sukabumi telah memprakarsai upaya untuk meningkatkan pendidikan dan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Namun kami juga memerlukan sebuah langkah konkret untuk mencegah semakin membesarnya jumlah perempuan dan anak yang menjadi korban ©ILO
Pengembangan Sumber Daya Wanita), salah satu mitra ILOIPEC di Kabupaten Sukabumi. Rancangan peraturan daerah itu disusun oleh sebuah tim yang terdiri dari para pihak terkait, di antaranya Dinas Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan, Dinas Tenaga Kerja, Biro Hukum Pemerintah Kabupaten Sukabumi, kepolisian, dan LSM setempat. Asfinawati, Direktur LBH Jakarta, yang menjadi konsultan tim, mengatakan peraturan daerah ini disusun dengan tujuan untuk memperkokoh penegakan Undang-Undang (UU) 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Manusia. Dengan demikian peraturan daerah itu akan menjadi perpanjangan dari UU tersebut dengan mempertimbangkan kebutuhan khusus Kabupaten Sukabumi.
Dialog publik ini memberikan kesempatan bagi Kabupaten pihak-pihak Sukabumi terkait untuk memberikan menabuh tanggapan dan genderang masukan, termasuk perang menyuarakan terhadap aspirasi mereka perdagangan tentang upaya memerangi manusia. perdagangan Sebuah manusia di Kabupaten langkah Sukabumi. Tidak konkret yang hanya perwakilan Salah seorang peserta dialog publik memberikan masukan untuk memerangi perdagangan di Kabupaten Sukabumi. patut pemerintah yang menyambut perdagangan. Kabupaten Sukabumi telah lama dikenal didukung. gembira upaya penyusunan peraturan sebagai masyarakat berisiko tinggi terhadap perdagangan. dan upaya konsultasi tersebut. Kaum Dengan jumlah penduduk sekitar 2,2 juta jiwa, Sukabumi perempuan di tingkat akar rumput pun menghadapi berbagai masalah menyangkut pendidikan dan memanfaatkan dialog tersebut. Mereka turut pengangguran—yang tidak hanya mengakibatkan tingginya menginformasikan kondisi yang terjadi di tingkat akar rumput tingkat kemiskinan dan migrasi, namun juga memperbesar mengenai perdagangan perempuan dan anak. Di akhir dialog, kerentanan perempuan dan anak terhadap perdagangan. peserta mendesak pemerintah setempat menyerahkan Upaya mendorong pembentukan peraturan daerah ini rancangan peraturan daerah itu kepada Dewan Perwakilan diprakarsai Ampera (Aliansi Masyarakat Peduli Anggaran) Rakyat Daerah setempat, secepatnya D pada April 2007, dan difasilitasi PPSW (Pusat
“
Pemerintah Kabupaten Sukabumi telah memprakarsai upaya untuk meningkatkan pendidikan dan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Namun kami juga memerlukan sebuah langkah konkret untuk mencegah semakin membesarnya jumlah perempuan dan anak yang menjadi korban perdagangan
7
pekerja anak
Hari Dunia Menentang Pekerja Anak:
Menuai Masa Depan: Dunia Pertanian tanpa SEBAGIAN besar pekerja anak di dunia bekerja di bidang pertanian dan perkebunan. Sedikitnya 70 persen atau lebih dari 132 juta anak perempuan dan laki-laki berusia 5-14 tahun menanam dan menuai panen, menyemprotkan pestisida, dan menggembalakan ternak di tanah pertanian dan perkebunan. Pertanian juga menjadi sektor di mana banyak anak-anak tidak mendapatkan pendidikan, serta menyuramkan peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang memadai atau mampu bekerja mandiri agar dapat keluar dari kemiskinan. Sejumlah besar anak terlibat dalam semua tipe usaha—dari usaha pertanian keluarga berskala kecil, menengah hingga pertanian, perkebunan berskala besar bahkan industri. Anakanak di seluruh dunia menjadi pekerja pertanian pada usia dini. Anak-anak desa, khususnya perempuan, mulai bekerja pada usia Sejak zaman 5, 6 atau 7 tahun. Sektor pertanian di Indonesia pun terseret dalam kolonial kondisi global seperti ini.
perkebunan tembakau di Jember, Jawa Timur, banyak mempekerjakan pekerja anak. Harus ada langkah bersama untuk menghapuskannya.
PEKERJA ANAK
and Agriculture Organization (FAO), International Fund for Agricultural Development (IFAD), International Food Policy Research Institute (IFPRI) of the Consultative Group on International Agricultural Research (CGIAR), International Federation of Agricultural Producers (IFAP) dan International Union of Food, Agricultural, Hotel, Restaurant, Catering, Tobacco and Allied Workers’ Associations (IUF). Secara bersama, organisasi-organisasi ini menyerukan semua pihak yang berkepentingan untuk segera mengambil langkah dengan menerapkan peraturan tentang pekerja anak di bidang pertanian, meningkatkan penghidupan di pedesaan sebagai langkah penghapusan pekerja anak, serta meningkatkan kualitas pendidikan dan peluang bagi tenaga kerja muda di daerah pedesaan. ©ILO
ILO meluncurkan Hari Dunia Menentang Pekerja Anak pada 12 Juni 2002 sebagai upaya meningkatkan pengakuan terhadap keberadaan masalah ini dan mendorong gerakan global untuk menghapus pekerja anak, terutama bentuk-bentuk terburuknya. “Menuai Masa Depan: Dunia pertanian tanpa Pekerja Anak” merupakan tema dari Hari Dunia Menentang Pekerja Anak tahun ini. Hari Dunia Menentang Pekerja Anak 2007 ini menandai upaya global untuk menanggulangi pekerja anak di bidang pertanian. Kerja sama dijalin antara ILO dan Food
Studi ILO terbaru pada 2006 yang dilakukan di empat desa di Jember dengan
tembakau umumnya tidak langsung bekerja di bawah perusahaan-
judul “Pekerja Anak di Industri Tembakau di
perusahaan-perusahaan tembakau kecil atau kepada perorangan,
Kabupaten Jember” menemukan masih
termasuk dengan keluarga sendiri. Studi juga memperlihatkan
banyaknya anak yang bekerja di perkebunan
anak-anak usia dini ini umumnya ditemukan di industri tembakau
dan industri tembakau. Bahkan, kehadiran
berbasis komunitas. Hal ini sejalan dengan anggapan bahwa anak-
pekerja anak di industri tembakau di
anak yang bekerja di perkebunan komunitas atau keluarga merupakan bagian dari ”solidaritas keluarga”.
Kabupaten Jember telah berlangsung sejak zaman kolonial Belanda di awal abad 19. Jember memang dikenal sebagai daerah penghasil tembakau.
perusahaan tembakau besar. Mereka bekerja di bawah kendali
Studi menggarisbawahi bahwa kurangnya kesadaran akan dampak negatif pekerja anak dan pentingnya pendidikan menjadi
Kendati jumlah pekerja anak menurun, studi mengindikasikan bahwa pekerja anak di sektor tembakau masih ada dan sulit untuk
faktor penyebab maraknya praktik ini. Faktor pendukung lainnya
sepenuhnya dihapuskan dalam waktu dekat. Pekerja anak
bersamaan dengan jadwal sekolah.
8
adalah kebutuhan musiman akan pekerja anak, yang kadang
Buku Memeringati Hari Dunia Menentang Pekerja di Indonesia, Yayasan Prakarsa Swadaya Masyarakat (YPSM) dengan dukungan dari Program Internasional ILO tentang Penghapusan Pekerja Anak menggelar kegiatan peningkatan kesadaran dan lokakarya bertajuk “Mencegah Pekerja Anak di Perkebunan Tembakau” di Kabupaten Jember, Jawa Timur, 12-14 Juni 2007. Kegiatan peningkatan kesadaran masyarakat dilakukan melalui karnaval di Desa Ajung dan Kamal, 12-13 Juni silam. Di kedua desa ini keterlibatan pekerja anak di berbagai pekerjaan perkebunan terbilang tinggi. Pada acara ini, lebih dari 500 anak sekolah dan pekerja anak berpartisipasi dalam karnaval, sementara ratusan orangtua serta pemuka desa diberikan berbagai pesan untuk menghentikan pekerja anak dan menyekolahkan anak-anak mereka. Para pihak terkait, terutama pemerintah desa dan kecamatan, terlibat dalam penyelenggaraan karnaval. Ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat setempat, mengindentifikasi dan merekomendasikan langkah penanganan masalah pekerja anak di industri perkebunan tembakau, YPSM juga menggelar lokakarya yang menyusun sejumlah Karnaval anak-anak di Kabupaten Jember untuk memperingati Hari Internasional Menentang Pekerja Anak. rekomendasi dan disampaikan kepada pemerintah Kabupaten Jember guna meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga, akses pendidikan terhadap kaum miskin, penegakan hak kerja, serta peningkatan kesadaran tentang dampak negatif terhadap pekerja anak. Diharapkan, kegiatan semacam ini akan mendorong mitra setempat untuk melanjutkan upaya memerangi pekerja anak, dengan memanfaatkan pengalaman dan kemampuan yang telah dikembangkan di wilayah ini selama 15 tahun belakangan ini. D
Kajian tentang Ketenagakerjaan Kaum Muda di Indonesia ISBN No. 978-92-2-019932-9 Dengan tingkat pengangguran kaum muda Indonesia yang enam kali lebih tinggi dibandingkan dengan pengangguran dewasa, sangatlah penting untuk memiliki pengetahuan yang kuat mengenai sifat dasar dan dimensi tantangan lapangan kerja bagi kaum muda dan kebijakan pemerintahan terkait, serta untuk mengkaji kegiatan yang telah dilaksanakan masyarakat internasional dan pihak terkait lainnya dalam mendukung program dan rencana pemerintah. Laporan ini bertujuan untuk membangun dasar pengetahuan tersebut dan dapat berguna sebagai acuan dalam menyusun kebijakan dan program lapangan kerja bagi kaum muda di Indonesia.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perempuan Pengusaha dalam Mendirikan dan Mengembangkan Usahanya di Provinsi NAD ISBN No. 978-92-2-019559-8 Terbitan ini merupakan studi yang dilakukan di bawah Program Pengembangan Kewirausahaan Perempuan ILO di Aceh mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perempuan pengusaha di provinsi Aceh dalam mendirikan dan meluaskan usaha mereka. Tujuan dari studi ini adalah meningkatkan pemahaman tentang pengembangan kewirausahaan perempuan dan berbagai hambatan yang dihadapi perempuan dibandingkan dengan laki-laki di Aceh. Studi ini pun bertujuan menjembatani kesenjangan informasi tentang tantangan yang dihadapi perempuan pengusaha di Aceh.
Direktori Panduan untuk Dunia Usaha di Nanggroe Aceh Darussalam ISBN No. 978-92-2-019565-9 Direktori ini memberikan informasi yang menyangkut pengembangan usaha, seperti izin usaha, peraturan perpajakan, peraturan ketenagakerjaan, sumber keuangan, asuransi, perlindungan konsumen, serta departemen, organisasi dan lembaga terkait.
Cara Sederhana Mulai Bisnis Anda ** ISBN No. 972-92-2-820061-4 Publikasi ini memberikan informasi yang bermanfaat bagi mereka yang berencana memulai usaha mereka sendiri dan tidak memiliki pengalaman ataupun pemahaman tentang bagaimana memulai dan menjalankan usaha. Panduan usaha yang sederhana ini meliputi pengembangan usaha seperti: sekilas tentang bisnis dan ide bisnis; pencatatan, laba dan arus kas, serta prosedur tentang bagaimana mendapatkan kredit mikro. D ** Hanya tersedia dalam Bahasa Indonesia
9
ketenagakerjaan
Berkat
Servisu ba Dame,
Berta Colo Bisa Bersekolah Lagi (Servisu ba Dame) ILO/UNDP, Berta Colo akan dapat mengikuti jejak kakak perempuannya Veronica bersekolah lagi di tingkat menengah pertama. Veronica, 18 tahun, tahun ini kembali melanjutkan sekolah dari hasil tabungan Berta dan empat anggota keluarga lainnya, yang bekerja merehabilitasi ruas jalan yang menghubungkan Bobokasse dengan jalan utama ke Oecusse, sepanjang sekitar 15 km.
timor leste
Proyek bernilai US$ 3 juta ini mampu membuka lapangan pekerjaan bagi 45.553 orang di Timor Leste. Anak-anak putus sekolah pun mampu menyemai kembali harapannya dengan kembali bersekolah. ©ILO/Margaret
DI BOBOKASSE, sebuah desa di daerah pegunungan di Distrik Oecusse, Timor Leste, sangat jarang bagi seorang anak dapat terus bersekolah melebihi jenjang sekolah dasar. Pada kondisi normal, sekolah menengah pertama hanya terjangkau bagi mereka yang memiliki penghasilan di atas rata-rata. Masyarakat di distrik ini umumnya menyambung penghidupan dengan menanam jagung dan padi, yang hasil panennya terkadang dijual di Pasar Oecusse. Begitulah kehidupan keseharian sebagian masyarakat Timor Leste, negara termiskin di Asia—dengan pendapatan kotor non migas per kapita US$ 360 per tahun. Namun, berkat Proyek Bekerja demi Perdamaian
Berbicara dalam bahasa Baikono, Berta bercerita sekolah menengah pertama yang terdekat dengan rumahnya sangat jauh jaraknya. Keluarga pun tidak mampu mengirimkan Berta ke sana setelah lulus sekolah dasar. Tapi, “Dengan Servisu, kami dapat membayar sekolah kakak saya, dan mungkin giliran saya tahun depan. Tapi, kami harus tetap menyisihkan uang jika suatu saat kekurangan bahan pangan,” kata dia optimis. Bersama Berta, lebih dari 1.000 orang lainnya yang tinggal di dekat Bobokasse bekerja di proyek rehabilitasi jalan. Uniknya, rehabilitasi Oecusse yang melibatkan 700 pekerja memotong ruas jalan sepanjang 3,5 km ke arah jalan baru yang menghubungkan jalan tersebut dengan ruas jalan lainnya yang sejalan dengan Oecusse. Setelah krisis keamanan di Timor Timur pada 2006, ILO dan UNDP melihat lambatnya pembangunan ekonomi pascakemerdekaan Timor Leste dan besarnya pengangguran muda semakin memperburuk masalah. Memberikan pekerjaan padat karya dilihat menjadi salah satu jalan keluar. Dengan dana US$ 3 juta dari Komisi Eropa, ILO dan UNDP–bersama sejumlah departemen pemerintah setempat–terlaksanalah pembangunan infrastruktur pedesaan yang berbasis komunitas. Di samping itu, lapangan kerja jangka pendek yang disediakan dalam program ini mampu mengurangi rasa frustrasi kaum muda yang cenderung berkobar menjadi kekerasan sporadis di Timor Leste. Secara keseluruhan 801 km jalan-jalan nasional telah direhabilitasi, begitu juga dengan 1.500 km jalan-jalan di pedesaan. Sepanjang 17,2 km jalan pedesaan yang lebih sulit dijangkau dan memerlukan peralatan intensif masih dalam proses perbaikan. Sementara pemeliharaan kanal irigasi–yang sangat penting untuk hasil panen–memberikan lapangan kerja sementara bagi 45.553 masyarakat Timor Leste, dengan total keseluruhan 602.853 hari kerja dengan upah sekitar US$ 2 per hari. Jumlah keseluruhan ini melebihi target awal proyek sebesar 23.500 pekerja dan 350.250 hari kerja. Proyek Bekerja untuk Perdamaian mencoba memberikan dampak pada akses pasar kerja, dengan mengupayakan kelancaran akses lalu lintas. Namun, terkadang, manfaat tersebut muncul dalam bentuk termudah dan lebih langsung yakni pengucuran uang tunai kepada masyarakat seperti pada keluarga Colo, yang memang sangat berharap dapat memanfaatkan uang yang diperoleh demi mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi Berta dan Veronica. D
10
Berta Colo (kanan) setelah usai bekerja untuk proyek rehabilitasi jalan perdesaan di Oecusse.
ketenagakerjaan
Memberdayakan MASYARAKAT ADAT
Papua ©ILO
MENANGGAPI kebutuhan masyarakat desa, khususnya masyarakat adat di pedesaan, untuk memperoleh pendapatan dan peluang kerja, sebuah pelatihan kewirausahaan berdasarkan materi pelatihan ILO tentang Jender dan Kewirausahaan (Gender and Entrepreneurship Together/GET Ahead) belum lama ini digelar di Kecamatan Kemtuk Gresi, Kabupaten Jayapura, dan Kecamatan Muara Tami, Kota Jayapura, Papua. Pelatihan yang diselenggarakan di bawah Program ILO mengenai Pemberdayaan Masyarakat Adat Papua (Papua Indigenous Peoples Empowerment/PIPE) ini difasilitasi mitra organisasi masyarakat di kedua kecamatan tersebut (Lembaga Adat Dumtru dan Lembaga Adat Reba A’ling), di bawah koordinasi Dinas Tenaga Kerja Papua dan badan pemerintahan lokal terkait lainnya. Program PIPE memberikan peluang bagi anggota masyarakat untuk menjalani tiga tahap pengembangan keterampilan, seperti pelatihan keterampilan produksi, kewirausahaan dan pembangunan ekonomi setempat,” jelas Domingo Nahayangan, Kepala Penasihat Teknis Program. Di Kecamatan Kemtuk Gresi, 27 calon wirausahawan yang juga merupakan petani cokelat, turut serta dalam pelatihan ini. Para peserta bekerja selama empat hari untuk mempelajari keterampilan bisnis dasar dalam mengelola produksi cokelat. Tidak hanya dari segi pertanaman tapi juga sebagai sumber penghasilan. Sebelum pelatihan kewirausahaan, para petani dari Desa Jagrang, Swentab, Sawoi dan Ibub menerima pelatihan praktis dari program PIPE untuk meningkatkan produksi cokelat yang meliputi hal-hal seperti perluasan lahan, pembasmian hama, fermentasi dan pengeringan. Sekitar 22 peserta pelatihan di Kecamatan Muara Tami berasal dari latar belakang yang lebih beragam. Mereka bekerja sebagai petani sayur-mayur, peternak, nelayan, pedagang, dan pemilik usaha rumah tangga. Para peserta mempejalari pengetahuan-pengetahuan praktis tentang kewirausahaan dan mengaitkannya dengan mata pencaharian saat ini. Para peserta juga menerima pelatihan keterampilan dasar untuk meningkatkan teknik-teknik produksi yang disesuaikan dengan jenis mata pencaharian yang mereka lakukan. Untuk pelatihan yang bersifat langsung, sejumlah peserta dari kedua pelatihan tersebut, terutama yang terlibat dalam pertanian, diberi sejumlah fasilitas, seperti bibit berkualitas dan peralatan pertanian dasar.
Pelatihan praktis bagi petani coklat tentang teknik-teknik peningkatan
Usai pelatihan, para peserta memperlihatkan rasa antusiasme baru untuk menjadikan mata pencahariannya menjadi usaha mikro. Menurut Immanuel Elly dari Kemtuk Gresi, meski terlibat dalam pelatihan tapi terasa bermain seperti layaknya anak-anak. Sudah begitu pelajaran yang diberikan mudah dicerna pelajaran. “Bahkan, di akhir pelatihan, kami masih dapat mengingat apa yang kami pelajari di hari pertama. Metode yang digunakan sangat bagus,” ujar dia. “Kami berharap ILO dapat memberikan lagi pelatihan seperti ini di masa mendatang. Sebab kami, para petani, merasakan banyak manfaatnya,” kata Hans Mallo, peserta lainnya dari Muara Tami.
Dengan metode pelatihan yang tepat, masyarakat adat di pedesaan Papua mampu mengembangkan keterampilan dan berwirausaha.
Pelatihan ini dilakukan lembaga pelatihan kewirausahaan berpengalaman dari Semarang, dengan dibantu sekelompok pelatih lokal yang turut serta dalam pelatihan untuk pelatih tentang GET Ahead. Yvonne de Queljoe, salah seorang asisten pelatih, yang mengamati jalannya pelatihan menyatakan, “Kami terkejut melihat betapa bersemangatnya para peserta. Kami sempat tidak berharap mereka akan menikmati dan menghargai pelatihan ini, karena di awal hari pertama sejumlah peserta tampak skeptis tentang manfaat pelatihan ini”. D
11
ketenagakerjaan
ASEAN Harus Bisa
memastikan Pertumbuhan Berkelanjutan ©ILO
BERTEPATAN
dengan pertemuan ASEAN SLOM (Senior Labour Officials Meeting) kelima di Jakarta, 15-16 Mei lalu, ILO meluncurkan laporan berjudul “Tren Ketenagakerjaan dan Sosial di ASEAN 2007: Integrasi, Tantangan dan Peluang”. Laporan ini menandai semakin eratnya kerja sama antara ILO dan ASEAN, baik dalam pertukaran informasi, temuan penelitian serta dialog kebijakan seperti yang tertuang di dalam Perjanjian Kerja Sama ASEAN-ILO yang ditandangani Maret 2007. Menurut laporan tersebut, antara 2000-2006 ketenagakerjaan secara keseluruhan di ASEAN meningkat lebih dari 11 persen atau 263 juta, dengan lebih dari 27 Aspek juta pekerjaan baru yang pengangguran, ciptakan. Pada saat yang sama, tingkat lapangan pengangguran regional ASEAN kerja, meningkat dari 5 persen hingga 6,6 kesenjangan persen, dengan kaum muda paling terkena imbasnya. Namun, angka jender, ini tidak dapat diterapkan untuk produktivitas situasi Indonesia (yang merupakan wilayah dengan angkatan kerja kerja, kondisi terbesar), di mana pengangguran kerja, meningkat dari 6,1 persen hingga membesarnya 10,4 persen. Di banyak negara ASEAN lainnya, tingkat ekonomi pengangguran menurun atau stabil.
informal serta pekerja miskin masih menjadi tantangan bagi ASEAN.
Laporan mengingatkan bahwa pengangguran seringkali dilihat sebagai indikator penting. Padahal aspek krusial lainnya dari kinerja pasar kerja juga perlu mendapat perhatian lebih, termasuk kesenjangan jender, produktivitas kerja, kondisi kerja, membesarnya ekonomi informal dan pekerja miskin. Kendati terjadi pertumbuhan ekonomi, wilayah ASEAN masih menjadi rumah bagi jutaan pekerja miskin. Pada 2006 lebih dari 148 juta dari 262 juta pekerja ASEAN tidak memperoleh pendapatan cukup untuk mengangkat mereka dan keluarga dari garis kemiskinan dengan pendapatan rata-rata dua dolar per orang setiap harinya. Disebutkan pula, lantaran orientasi ekspor yang semakin kuat, pertumbuhan produktivitas menjadi kritis bagi ASEAN. Tapi antara 2000-2005 keluaran per pekerja dalam pertumbuhan ASEAN hanya 15,5 persen. Itu jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan India yang mencapai 26,9 persen dan di Cina yang mencapai 63,4 persen. Karenanya mempercepat pertumbuhan produktivitas menjadi penting. Tidak hanya untuk peningkatan daya saing, namun juga
12
(dari kiri ke kanan): Guy Thijs (Wakil Direktur Regional Kantor Regional ILO untuk Asia dan Pasifik), M.C. Abad, Jr. (Direktur Sekretariat ASEAN), Harry Heriawan Saleh (Ketua SLOM dan Sekjen Departemen Tenaga Kerja), Kee Beom Kim (Ekonom ILO Jakarta), dan Gyorgy Sziracki (Ekonom Senior Kantor Regional ILO untuk Asia dan Pasifik).
untuk menciptakan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan. Kesenjangan ketenagakerjaan secara terus-menerus serta pasokan tenaga kerja yang tidak seimbang berpengaruh besar mendorong peningkatan migrasi kerja. Pada 2005, jumlah keseluruhan pekerja migran yang berasal dari ASEAN diperkirakan 13,5 juta, namun 39 persen di antaranya kemudian bekerja di luar negara anggota ASEAN. Membesar dan meningkatnya pekerja migran tanpa dokumentasi mengindikasikan pengelolaan migrasi dan perlindungan terhadap pekerja migran menjadi sebuah permasalahan mendesak. Boleh dibilang, inilah tugas besar yang harus dilakukan ASEAN saat ini, dengan deklarasi terbarunya tentang Perlindungan dan Promosi Hak-hak Pekerja Migran. Mengantisipasi tahun 2015, laporan mengidentifikasi tren demografis, angkatan kerja dan sosial yang diharapkan memengaruhi pengintegrasian wilayah. Ini termasuk:
Lebih dari 55 juta pekerja akan memasuki angkatan kerja ASEAN hingga 2015, dengan peningkatan terbesar terjadi pada negara dengan ekonomi informal dan populasi masyarakat miskin yang juga besar.
Kekurangan pasokan tenaga kerja diperkirakan meningkat di Singapura dan Thailand, sehingga melahirkan pertanyaan tentang bagaimana pengelolaan migrasi kerja di negara-negara tersebut dan di sepanjang wilayah ASEAN.
Hingga tahun 2015 layanan jasa merupakan sektor ketenagakerjaan terbesar, mencakup 40 persen pekerja ASEAN. Sektor informal perkotaan diproyeksikan meningkat secara signifikan. D
ketenagakerjaan
Membuka Keterasingan,
Menciptakan Lapangan Kerja ©ILO
TSUNAMI
yang menghantam Aceh Desember 2004 dan gempa bumi yang mengguncang Nias Maret 2005 silam, menghancurkan sejumlah infrastuktur. Jalan yang hancur dan rusak karena bencana ini menghambat pergerakan orang dan barang, seperti penyampaian bantuan dan pemulihan daerah yang terkena dampak. Dengan pengalaman panjang mempergunakan pekerja setempat pada situasi seperti itu, ILO telah melaksanakan proyek menyediakan pekerjaan melalui metode perbaikan jalan dengan memanfaatkan pekerja setempat, mulai Maret 2006 selama dua tahun. Didanai Multi Donor Fund, proyek menyediakan pekerjaan melalui perbaikan jalan dengan menggunakan metode padat karya seraya memperkokoh kapasitas kontraktor dan pemerintah lokal. Proyek juga bertujuan memperkuat partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan perawatan jalan pedesaan, serta mengasah teknik, standar, sistem, dan strategi untuk pembangunan jalan berbasis padat karya. Keuntungan jangka pendek dan jangka panjang dari proyek ini termasuk penciptaan kerja, teknik standar, prosedur tender yang transparan, dan efektivitas biaya. Salah seorangkontraktor dari CV Bangun Alam Beutari, Mirza Fuadi, mengaku merasakan manfaat dari pelatihan yang diberikan ILO. “Saya mempelajari teknik survei jalan, mendesain dan menghitung rencana anggaran bangunan serta bagaimana membangun jalan sesuai standar yang diinginkan. Pelatihan pun mengajarkan cara memanfaatkan materi dan pekerja yang ada,” kata Mirza, yang juga terlibat dalam perbaikan ruas jalan Kedai Peudada-Teupok Baru di Desa Keudada, Bireuen, Aceh. Hingga Agustus lalu, sepanjang 95 km jalan pedesaan telah terbangun, dan menciptakan 71.000 hari kerja di Aceh saja. Pada akhir proyek, 100 km jalan akan dibangun di lima kabupaten, yaitu: Aceh Besar, Pidie, Bireuen, Nias dan Nias Selatan.
Proyek jalan ILO di Kabupaten Pide di Aceh.
“Kondisi jalan yang buruk membuat kami hidup dalam keterasingan, dan kondisi semakin parah saat musim hujan. Tapi sekarang, kami dapat bepergian dengan mudah ke Gunungsitoli dan tempat-tempat lain, mengendarai motor,” kisah Ina Joy Zega dengan gembira. Ia tinggal dengan suaminya, Ama Serta Zega, di Afia Tambalau-Simpang Lima, Kecamatan Tuhemberua di Nias. Jalan yang baik tidak hanya membuka keterasingan, tapi juga meningkatkan produktivitas dan meluaskan akses pada pekerjaan. Karena proyek jalan ini, Ama Serta mengisahkan, ia dapat meningkatkan kondisi kehidupan keluarganya dengan bekerja untuk proyek dan menjual serpihan batu kepada kontraktor. D
Hancurnya infrastruktur pascabencana harus segera diatasi. ILO mengimplementasikan program tersebut berdasarkan pengalamannya yang panjang membangun kembali daerah yang terkena bencana.
13
ketenagakerjaan
Menciptakan Sinergi
Membuka Kesempatan USAHA PROGRAM pembangunan ekonomi lokal ILO di Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), mengakhiri kegiatannya Juni silam, dan kini akan segera berakhir. Hampir selama tiga tahun setelah tsunami memorakporandakan Aceh dan merenggut 160.000 korban jiwa, program mencoba memberikan kontribusi pada rehabilitasi ekonomi dan membantu proses pemulihan masyarakat. “Pendekatan ini bertujuan mengidentifikasi peluang ekonomi agar sejalan dengan penerapan proyek yang menguntungkan masyarakat Aceh secara keseluruhan. Untuk itu, program melibatkan masyarakat, pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat setempat untuk mengidentifikasi peluang usaha dan investasi, serta memastikan keberlanjutan program oleh masyarakat setempat,” Matthieu Cognac, Spesialis Pembangunan Ekonomi Lokal ILO.
kelembagaan pun mengarah para perancangan manual pelatihan, yang sudah diujicobakan di lapangan, serta pada hubungan antara pembangunan ekonomi dan jender. Program GET Ahead ILO pun diadaptasi dan dipergunakan dalam Pelatihan untuk Pelatih dari staf KDP. Mereka inilah yang akan memberikan pelatihan kepada kaum perempuan di wilayah kegiatan KDP. Pembangunan ekonomi lokal bukanlah komponen yang berdiri sendiri. Di Meuraxa, bagian dari wilayah Banda Aceh, misalnya. Tsunami telah menghancurkan lebih dari 80% infrastruktur daerah yang aktif secara ekonomi tersebut. Karena itulah, integrasi pembangunan ekonomi lokal ke dalam program bersama PBB menjadi media bagi sejumlah kegiatan, termasuk pelatihan kejuruan yang diberikan para pekerja konstruksi, pelatihan manajemen usaha mempergunakan modul Memulai dan Meningkatkan Usaha Sendiri serta akses terhadap modal melalui koperasi Islam yang didukung program keuangan mikro ILO. Lebih dari 42 modul industri rumahan diciptakan, hingga mendorong pemerintah setempat menyampaikan permintaan formal untuk meluncurkan inisiatif baru, termasuk bagi proyek peranakan ikan.
Program ILO di Negeri Serambi Mekkah tak sekadar membangun kembali infrastruktur pascabencana, tapi juga mendorong rehabilitasi ekonomi masyarakatnya.
Program ini berupaya memulihkan mata pencaharian melalui pendekatan pemulihan ekonomi. Di sini, masyarakat setempat menerima bantuan untuk memulai atau memperbarui usaha mereka. Program ini membantu 209 orang di lima desa untuk memulai usaha penjualan ataupun layanan. Dampaknya, 460 pekerjaan pun tercipta, dengan 44% perempuan menjadi penerima manfaat langsung. Pemulihan ekonomi yang efektif juga diterjemahkan ke dalam Perjanjian Bersama yang ditandatangani ILO, Program Pembangunan Kecamatan (Kecamatan Development Program/KDP) dari Bank Dunia, serta Unit Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan di NAD. Upaya memperkokoh
Proyek yang dikenal sebagai “proyek perikanan” ini melibatkan unit teknis dari Departemen Perikanan dan Koperasi, serta masyarakat dari ketiga desa yang mendirikan koperasi dengan anggota 45 orang: Bina Deah Meuraxa. Dengan berakhirnya proyek ILO, pemasok ikan internasional menyatakan minatnya menjadikan Meuraxa sebagai tempat pemberhentian untuk kargo ikan segar dalam perjalanan ke Hongkong.D Desa perikanan
14
©ILO
ketenagakerjaan
Mempr omosikan Pariwisata Mempromosikan
di Pulau Weh
DI SEBERANG Meuraxa terletak Pulau Weh, yang juga dikenal sebagai Kota Sabang. Kendati terkenal dengan lokasi menyelam yang indah, konflik selama 30 tahun di Aceh mengisolasikan pulau ini dari dunia dan menghambat potensi pariwisatanya. Melalui program pembangunan ekonomi lokal, ILO menjalankan program yang melibatkan saran kebijakan dalam penyusunan rencana pengembangan pariwisata. Program ini pun tercakup dalam kegiatan konkret yang disarankan masyarakat setempat melalui kegiatan partisipatif, seperti perbaikan jalan setapak bagi para turis, pembuatan brosur, serta pelatihan usaha dan keterampilan kerja. Promosi pengembangan pariwisata di Sabang pun merangkul sektor swasta, misalnya hotel, restoran atau pemilik usaha selam untuk mendorong pembentukan asosiasi pariwisata. Dalam skala yang lebih besar, memprakarsai dialog dengan maskapai penerbangan murah Air Asia, hingga mendorong dialog dengan pemerintah Aceh. Ketika Air Asia mengumumkan minatnya untuk membuka jalur baru Kuala Lumpur- Banda Aceh (penerbangan internasional pertama setelah 10 tahun), hal ini menaikkan minat masyarakat yang juga mendorong maskapai lainnya membuka jalur yang sama, termasuk Malaysian Airlines (MAS), Firefly dan sebuah maskapai Aceh baru. Investor asing dari Malaysia menjajaki Weh dan kini dalam proses diskusi untuk mengembangkan pariwisata di sana dengan pemerintah kota.
Pendorong dari kesemua proyek pembangunan ekonomi lokal adalah pengidentifikasian peluang bisnis dan penciptaan sinergi yang memotivasi masyarakat, swasta dan pemerintah menyadari bahwa terdapat potensi-potensi yang dapat diwujudkan. D
Smart Workers adalah bincang-bincang radio interaktif, kerja sama ILO dengan radio SmartFM yang dirancang untuk meningkatkan kesadaran mengenai hak-hak mendasar di tempat kerja. Bagi Anda yang tertarik mempelajari lebih lanjut tentang isu ketenagakerjaan, simak terus 95,9 FM !
15
Mengkaji
hak dalam bekerja
Standar Ketenagakerjaan Internasional di Indonesia peristiwa 11 September 2001. Hal ini mengarah pada kemungkinan diberhentikan dan digantikannya mereka dengan para pelaut dari negara-negara lain.
Untuk melindungi tenaga kerjanya di kancah internasional, Pemerintah Indonesia dituntut meratifikasi sejumlah Konvensi ILO, salah satunya Konvensi tentang Dokumen Identitas Pelaut.
DIREKTUR Standar Ketenagakerjaan Internasional ILO, Cleopatra Doumbia-Henry, meminta Pemerintah Indonesia untuk meratifikasi Konvensi ILO No. 185 tentang Dokumen Identitas Pelaut. Hal tersebut dia sampaikan saat berkunjung ke Indonesia, 20-24 Agustus lalu. Dalam diskusi dengan Departemen Perhubungan dan Departemen Tenaga Kerja, ia segera mendesak pemerintah untuk meratifikasi konvensi tersebut untuk membuka kesempatan yang lebih luas bagi pelaut Indonesia untuk bekerja di negara lain. Untuk diketahui, pelautpelaut dari sejumlah negara yang bekerja di perkapalan asing menghadapi permasalahan serius dalam memperoleh visa dan saat memasuki negara-negara tertentu, terutama setelah
Saat ini, terdapat sekitar 1.000 pelaut Indonesia yang kehilangan pekerjaan karena tidak memiliki Dokumen Identitas Pelaut tersebut. “Ratifikasi Konvensi 185 dan penerbitan Dokumen Identitas Pelaut akan secara otomatis menarik sekitar 50.000 pelaut Indonesia yang bekerja di luar negeri dari daftar hitam,” ujar Hanafi Rustandi, Ketua Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI). Dalam dialog tripartit yang diadakan di Departemen Tenaga Kerja, 24 Agustus silam itu, permasalahan yang terkait dengan kebebasan berserikat, khususnya kasus-kasus yang diajukan pada Komite Kebebasan Berserikat juga ikut dibahas. “Hak untuk berserikat merupakan hak mendasar di tempat kerja, hak yang harus kita terapkan. Pertanyaannya bukanlah apakah kita harus menghormati atau tidak prinsip dan hak tersebut, namun bagaimana menghormati dan menerapkannya sebaik mungkin,” tegas Cleopatra. Terdapat sekitar enam kasus yang tercatat di Komite. Kasus-kasus tersebut meliputi berbagai isu kebebasan berserikat, beragam motif pemutusan hubungan kerja, ancaman fisik, mogok, penangkapan dan penolakan kehadiran serikat. Kasus-kasus ini meliputi kasus di PT Bridgeston Tire Indonesia, PD Jaya Bersama, PT Gunung Madu Lampung, PT Musim Mas, PT Securicor, dan kasus perorangan terhadap aktivis KSBSI. Dialog ini memperlihatkan bahwa yang menjadi perhatian baik pekerja maupun pengusaha adalah masih kurangnya peran pemerintah dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan kebebasan berserikat, sementara mekanisme pengawasan dari ILO juga berjalan lamban. Menanggapi hal tersebut, Cleopatra menjelaskan prosedur dan persyaratan ILO dalam menangani kasus kebebasan berserikat akan diselesaikan melalui dialog sosial dan bantuan teknis. ©ILO
“Apabila Komite menemukan adanya pelanggaran standar atau prinsip-prinsip kebebasan berserikat di sebuah negara, Komite akan mengeluarkan laporan melalui Badan Pengurus ILO dan akan membuat rekomendasi tentang bagaimana situasi ini dapat diperbaiki. ILO tidak memiliki mandat untuk memberikan sanksi ekonomi ataupun politik,” kata dia. Harry Heriawan Saleh, Sekretaris Jenderal dari Departemen Tenaga Kerja, menambahkan bahwa Índonesia akan meratifikasi perangkatperangkat ILO yang menguntungkan pekerja dan pengusaha. “Kami tidak hanya sekadar meratifikasi, tapi yang terpenting adalah pelaksanaan dan penegakan hukum.”D
16
Direktur Standar Ketenagakerjaan Internasional ILO, Cleopatra DoumbiaHenry, bersama Alan Boulton, Direktur ILO di Indonesia, bertemu dengan Erman Suparno, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi membahas mengenai ratifikasi Konvensi-konvensi ILO.
dialog sosial
Serikat Pekerja dan Perlindungan terhadap
HIV/AIDS memainkan peranan penting dalam memerangi HIV/AIDS di tempat kerja. Serikat pekerja secara historis memang bertanggung jawab melindungi pekerja, dan perlindungan tersebut juga harus mencakup perlindungan hak, khususnya tidak adanya diskriminasi berdasarkan status HIV, untuk memerangi stigma dan diskriminasi terhadap HIV/AIDS.
Serikat pekerja memiliki peran strategis melindungi pekerja, terutama anggotanya dari dampak HIV/AIDS. Tiga konfederasi, KSBSI, KSPSI, dan KSPI, telah memulainya.
EPIDEMI HIV/ AIDS menjadi ancaman besar bagi dunia kerja. Epidemi ini menggerogoti jumlah pekerja dan mengancam sumber nafkah banyak pekerja dan keluarganya. Hingga Juni 2007, menurut data Departemen Kesehatan, terdapat sekitar 15.502 kasus HIV/AIDS, di mana 59% di antaranya adalah mereka yang berada di kelompok usia produktif 15-59 tahun. Kaum pekerja merupakan kelompok yang paling terkena dampaknya, sehingga perlu mendapat perlindungan. Di sinilah serikat pekerja ©ILO
Guna meningkatkan tingkat pemahaman serikat pekerja tentang HIV/AIDS dan untuk memperkokoh kapasitas mereka dalam menangani masalah HIV/AIDS, ILO melalui Program Pendidikan HIV/AIDS di Tempat Kerja sejak 2006 menggelar serangkaian pelatihan untuk pelatih tentang pencegahan HIV/AIDS di tempat kerja bagi ketiga konfederasi nasional (KSBI, KSPSI, dan KSPI), di tingkat nasional dan provinsi. Pelatihan-pelatihan tersebut diselenggarakan di delapan provinsi, yakni Jakarta, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Banten, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan Papua Barat. Hingga saat ini, terdapat sekitar 28 pelatih utama di delapan provinsi. Sebagai tindak lanjutnya, masing-masing pelatih utama ini menggelar pelatihan bagi para anggotanya, yakni 798 anggota KSBI, 900 anggota KSPSI, dan 542 anggota KSPI. Ida Ayu, Pelatih Nasional dari KSPSI, mengatakan, penting bagi para pelatih utama seperti dirinya untuk memberdayakan perwakilan serikat di tingkat perusahaan. “Para perwakilan ini memiliki pengaruh di lingkungan kerjanya, dan melalui mereka kita dapat melindungi hak yang terkena dan terimbas HIV/AIDS, dapat melakukan pencegahan HIV melalui pendidikan, serta dapat membantu manajemen mengembangkan kebijakan perusahaan tentang HIV di tempat kerja, termasuk dalam perjanjian kerja bersama,” kata dia. Untuk mengarusutamakan permasalahan HIV/AIDS sebagai bagian dari kegiatan rutin serikat, Sulistri, Pelatih Nasional dari KSBSI, menandaskan dalam kongres KSBSI April lalu disepakati untuk memasukkan program pencegahan HIV/AIDS dalam Resolusi Kongres. “Artinya, HIV/AIDS akan dimasukkan ke dalam pertemuan-pertemuan rutin dan akan menjadi bagian dari sistem KSBSI. Ini juga berarti informasi terkait HIV dapat disosialisasikan secara berkala tanpa memerlukan anggaran tambahan,” ujar dia. Kendati banyak kemajuan yang terjadi, tantangan utama yang masih menghadang yakni masih kurangnya pemahaman dan pengetahuan mengenai HIV/AIDS dan dunia kerja. Masih banyak pekerja yang mengalami kesulitan saat berurusan dengan permasalahan yang terkait HIV/AIDS. Tantangan lain yang dihadapi adalah lemahnya penegakan hukum dalam pelaksanaan Keputusan Menteri No. 68/2004 tentang Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja. D Seorang pekerja mengenakan handuk yang dibuat ILO bertuliskan “keringat tidak menularkan HIV” sebagian bagian dari program pencegahan HIV di tempat kerja.
17
dialog sosial
Mencari Format
Jaminan Sosial dan Fleksibilitas Pasar Kerja di Indonesia
Ketenagakerjaan Muda bersama dengan ketiga konfederasi—KSBSI, KSPI and KSPSI.
Para pekerja saat pulang kerja.
REFORMASI jaminan sosial dan fleksibilitas pasar kerja merupakan permasalahan yang gencar dibicarakan belakangan ini. Pengusaha menilai fleksibilitas pasar kerja tidak sepatutnya menghalangi perusahaan melakukan penyesuaian ukuran, komposisi dan ongkos angkatan kerjanya. Sementara pekerja berpandangan pasar kerja yang fleksibel sangat menurunkan perlindungan kerja serta mempertinggi risiko kehilangan pekerjaan.
Benang kusut reformasi jaminan sosial dan fleksibilitas pasar kerja belum juga terurai. Perlu forum yang lebih luas untuk membahasnya.
18
Dalam upaya mencapai keseimbangan antara fleksibilitas pasar kerja dan jaminan sosial, ILO bersama Lembaga Penelitian dan Pendidikan Ketenagakerjaan Indonesia (LPPKI) menggelar seminar sehari, “Jaminan Sosial dan Fleksibilitas Pasar Kerja”, Kamis, 23 Agustus silam, di Hotel Le Meridien, Jakarta. LPPKI merupakan lembaga penelitian dan pelatihan perburuhan dan ketenagakerjaan yang didirikan ILO melalui Program ACTRAV tentang Dialog Sosial dan
©ILO/A. Mirza
Menurut Harry Heriawan Saleh, Sekretaris Jenderal Departemen Tenaga Kerja, pasar kerja yang fleksibel menjadi salah satu pilihan kebijakan penting untuk menyikapi masalah pengangguran sebagai konsekuensi dari surplus tenaga kerja. “Untuk mengurangi pengangguran yang sudah mencapai 10 persen tahun ini, pemerintah telah mengembangkan kebijakan tiga dalam satu dengan melakukan integrasi pelatihan, sertifikasi dan penempatan serta meningkatkan sistem hukum ketenagakerjaan. Tujuannya adalah untuk mengurangi dampak negatif dari fleksibilitas dan memberikan perlindungan sosial terhadap pekerja,” papar dia.
Sementara itu, Alan Boulton, Direktur ILO, mengatakan, “Pengusaha dan pekerja samasama membutuhkan fleksibilitas dan stabilitas. Karenanya diperlukan pendekatan flexicurity yang meliputi sistem ketenagakerjaan dan jaminan sosial yang memadukan pasar kerja yang lebih fleksibel dengan jaminan sosial yang baik, serta menawarkan perlindungan pendapatan yang sejalan dengan kebijakan pasar kerja yang aktif. Inti dari konsep ini terletak pada upaya menjalankan strategi yang sama-sama menguntungkan pengusaha maupun pekerja.” Sebagai respons dari perdebatan yang menghangat tentang penerapan kebijakan pasar kerja yang fleksibel serta perkembangan terbaru tentang permasalahan jaminan sosial, diperlukan wadah untuk saling bertukar pandangan dan pengalaman. Wadah atau forum inilah yang diharapkan bisa menyusun dan menerapkan kebijakan-kebijakan nasional mengenai jaminan sosial dan fleksibilitas pasar kerja, serta menciptakan mekanisme yang tepat dalam menjalankan reformasi jaminan sosial yang terkait erat dengan cepatnya perubahan serta perkembangan dalam pasar kerja maupun dalam pengorganisasian kerja. Sejalan dengan keprihatinan Apindo terhadap peraturan tentang sistem jaminan nasional yang saling bertumpang tindih, kelompok kerja LPPKI merekomendasikan adanya perbaikan sistem jaminan sosial di Indonesia agar mampu memberikan perlindungan yang memadai kepada para pekerja serta mengubah status Jamsostek dari badan usaha milik pemerintah menjadi dana amanah, serta menetapkan upah berdasarkan sistem produktivitas. D
dialog sosial
Program ILO/ACTRAV
Mempertangguh PROGRAM ILO/ACTRAV mengenai Dialog Sosial dan Ketenagakerjaan Muda telah melatih sekitar 100 pelatih dari tiga konfederasi—KSBSI, KSPI, dan KSPSI—dari Maret-Juni 2007. Sebagai hasil pelatihan ini, para pelatih dari masing-masing konfederasi diharapkan mampu menggelar tiga pelatihan bagi para anggota konfederasi lainnya di tingkat lokal, yang mencapai 900 aktivis buruh. Diadakan di Jakarta, Jawa Timur dan Batam, pelatihan untuk pelatih ini terfokus pada pelaksanaan pelatihan dan pendidikan untuk serikat pekerja, pekerja anak, rencana aksi serikat pekerja, ketenagakerjaan muda, standar internasional, dialog sosial, keterampilan berunding dan perundingan bersama, hubungan industrial, dan kampanye kesetaraan jender. Di luar kemajuan dalam kebebasan berserikat dan cepatnya perubahan dalam hubungan industrial, harus diakui serikat-serikat pekerja masih menghadapi sejumlah tantangan besar. Sehingga dari pelatihan ini diharapkan mampu
Demonstrasi pekerja.
Redaksi Pemimpin Redaksi: Alan Boulton Wakil Pemimpin Redaksi: Peter van Rooij Editor Eksekutif: Gita Lingga Koordinator Editorial: Gita Lingga Alih Bahasa: Gita Lingga Sirkulasi: Budi Setiawati Kontributor: Abdul Hakim/Arum Ratnawati/Annemarie Reerink/Imelda Sibala, Domingo Nayahangan, Early Dewi Nuriana, Gita Lingga, John Lindsay/Lotte Kejser, Kee Beom Kim, Lusiani Julia, Matthieu Cognac, Sanchir Tugschimeg, Simon Roughneen, Soeharjono, Tauvik Muhamad, dan Vanda Day Desain & Produksi: Balegraph
Kapasitas SP/SB membentuk kelompok pelatih yang akan mengorganisasi program pelatihan pada tingkat lokal untuk melatih para pekerja secara langsung untuk mempromosikan hubungan industrial di tempat kerja dan memberikan kontribusi pada pengembangan kebijakan serikat pekerja pada masalah ketenagakerjaan muda. Program ILO/ACTRAV yang didanai Pemerintah Norwegia dibentuk pada awal 2007 sebagai bagian dari upaya ILO untuk membantu serikat pekerja memperkuat kapasitas kelembagaan dalam kerja sama bipartit dan kerja sama antara pekerja dan manajemen, memengaruhi kebijakan nasional yang terkait dengan pekerjaan layak dan standarstandar ketenagakerjaan, serta menjawab permasalahan yang terus berulang dalam perselisihan hubungan industrial. “Program ini bertujuan meningkatkan dialog ©ILO/A. Mirza sosial demi terwujudnya hubungan industrial yang lebih harmonis dan pekerjaan yang layak bagi kaum muda. Semua kegiatan di bawah program ini dilaksanakan bekerja sama dengan ketiga konfederasi,” Soeharjono, staf proyek ILO, menjelaskan.
Tantangan serikat pekerja ke depan semakin berat. Program ILO/ ACTRAV memperkokoh kapasitas kelembagaan serikat.
Selain pelatihan untuk pelatih, program juga mendukung pembentukan Lembaga Penelitian dan Pendidikan Ketenagakerjaan Indonesia (LPPKI). Lembaga ini terdiri dari tiga peneliti dari ketiga konfederasi. Belum lama ini LPPKI menyelesaikan kajian tentang kebebasan berserikat di sejumlah wilayah dan sektor. Kini, LPPKI tengah melakukan penelitian tentang tenaga kerja muda dan pekerja kontrak. Kegiatan lain yang dilakukan adalah pembangunan kapasitas, penerbitan materi pelatihan, berbagi pengetahuan, kampanye media, dan lain sebagainya. D
Warta ILO Jakarta Menara Thamrin Building Jl. M. H. Thamrin Kav 3, Jakarta 10250, Indonesia Telp. (62-21) 391-3112, Faks (62-21) 310-0766 Email:
[email protected], Website: www.ilo.org/jakarta Warta ILO Jakarta merupakan terbitan ILO dalam dua bahasa yang bertujuan memberitakan kegiatan-kegiatan pokok ILO Jakarta di Indonesia. Warta ini akan dipublikasikan tiga kali dalam setahun serta dapat diakses secara online. Opini-opini yang tercantum di dalam publikasi ini tidak mencerminkan pandangan dari ILO.
19
jender
ILO – Apindo
dukung kewirausahaan perempuan Padahal, menurut laporan Global Entrepreneurship Monitor (GEM) 2006 tentang Perempuan dan Kewirausahaan, perempuan mewakili lebih dari sepertiga orang yang terlibat dalam kewirausahaan di Indonesia. Angka ini terbilang tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia secara keseluruhan. ©ILO
Tidak mudah menjalankan bisnis di Indonesia, apalagi jika Anda adalah perempuan. Tengoklah kisah Sri. Ia menjalankan sebuah usaha katering kecil di Surabaya, Jawa Timur.
BELAKANGAN toko roti milik Sri makin populer di kalangan para pelanggan. Ia pun ingin mengembangkan usahanya. Lancar? Ternyata tidak. Yang menjadi masalah Sri tidak memunyai jaminan untuk mendapatkan pinjaman bank, dan apabila jaminan tersedia, bank memerlukan persetujuan dari sang suami. Apa boleh buat, di luar kemampuan memasak yang diturunkan ibunya, Sri tidak memiliki keterampilan lain. Dia pun tidak banyak memperoleh pelatihan.
Perempuan seperti Sri kerap menghadapi berbagai tantangan yang berakar dari bias budaya, hambatan ekonomi dan persepsi sosial. Usaha tradisional Kepemilikan Usaha perempuan dengan peran Keseluruhan (%) terkait kerumahtanggaan sering tercermin pada kebijakan dan praktik, Laki-laki yang membatasi kemandirian ekonomi yang diperlukan dalam menjalankan usaha. Akibatnya, akses terhadap kredit, informasi, keterampilan dan jaringan menjadi lebih sulit bagi pengusaha perempuan ketimbang Perempuan laki-laki. Umumnya, miskinnya akses terhadap pendidikan dan pelatihan bagi anak perempuan dan remaja putri akan menurunkan peluang memenuhi potensi Sumber: Laporan tentang Perempuan dan berwirausaha mereka. Kewirausahaan 2006, GEM
20
Pelatihan ILO – Apindo bersama Bogasari di Surabaya, Jawa Timur.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memahami pentingnya mendukung kewirausahaan perempuan sejak lima tahun lalu. Menindaklanjuti program ILO tentang mempromosikan Kewirausahaan Perempuan melalui Organisasi Pengusaha, Apindo mengembangkan dan menerapkan langkah yang mendorong keterkaitan antara organisasi perempuan dengan analisis permasalahan dan tantangan yang dihadapi perempuan dalam usaha. Berdasarkan temuan-temuan survei—yang dilakukan bersama Ikatan Wanita Pengusaha Perempuan Indonesia (IWAPI)— Apindo mengembangkan program tiga tahap bagi perempuan pengusaha serta bank data keanggotaan yang dilengkapi dengan fasilitas informasi keanggotaan berbasis jender. Program ini menjalankan pendekatan komprehensif, termasuk pelatihan manajemen yang diikuti dengan pelatihan keterampilan teknis dan bantuan untuk mengakses kredit kecil. Saat ini, program yang kembangkan Apindo ini secara keseluruhan telah menjangkau hampir 800 perempuan. ILO mendukung dua pelatihan, salah satunya dilaksanakan di Surabaya, Jawa Timur, pada April 2007. Pada pelatihan ini Apindo Cabang Surabaya bergabung dengan penyedia pelatihan swasta terkemuka, Bogasari. Pelatihan memberikan keterampilan teknis lanjutan bagi pengusaha katering perempuan. Maklum, sebagian besar perempuan memang memulai usaha secara informal dan tanpa pernah menjalani pelatihan teknis. Di Klungkung, Bali, pelatihan keterampilan teknis diadakan bagi perempuan yang menjalankan usaha cenderamata, juga pada April 2007. Apalagi pelatihan ini tidak sekadar meningkatkan keterampilan perempuan pengusaha, tapi juga menjadi dukungan bagi industri kerajinan tangan, yang belum memulih setelah bom Bali. D
jender
Perempuan Pengusaha IKATAN
Aceh Terbaik
Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI), ILO dan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) bersama Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) menganugerahi penghargaan Perempuan Pengusaha Aceh Terbaik 2007, Rabu, 5 September lalu, di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, Provinsi NAD. Alan Boulton, Direktur ILO di Indonesia, Kartini, Direktur IWAPI dan Irwandi Yusuf, Gubernur Provinsi NAD, menyatakan berkomitmen mendukung perempuan pengusaha di Aceh. Tiga pemenang pertama masing-masing diganjar hadiah uang tunai sebesar Rp 5 juta, sedangkan pemenang kedua menerima Rp 2,5 juta. Kampanye media diluncurkan pada awal Juni 2007, mengajak berbagai pihak memasukkan nominasi calon Perempuan Pengusaha Terbaik Aceh. Kampanye ini dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran yang lebih besar terhadap keberhasilan perempuan pada peran-peran nontradisional, termasuk peranan perempuan pengusaha dalam masa pemulihan dan rehabilitasi untuk mengembangkan perekonomian Aceh.
Sedikitnya sekitar 50 orang perempuan pengusaha di provinsi ini dicalonkan dalam penghargaan tersebut. Sebagian besar pengusaha mencalonkan dirinya sendiri, sementara yang lainnya dicalonkan oleh organisasi di Negeri Serambi Mekkah ini. Mereka ini berasal dari Banda Aceh, Aceh Jaya, Aceh Pidie dan beberapa wilayah lainnya di NAD. Para perempuan itu mengelola berbagai macam usaha, mulai dari perdagangan, produksi makanan, kerajinan tangan, usaha katering, rumah makan dan salon kecantikan. Dibandingkan tahun lalu, kegiatan tahun ini menunjukkan peningkatan tajam dalam jumlah perempuan pengusaha dengan keterbatasan fisik yang mendaftarkan diri.
Profile Pemenang
Perempuan Pengusaha Mikro Bisnis Paling Inovatif Khatija, pemilik usaha Rias Pengantin Khatija di Lamno. Ia telah memulai usaha rias pengantin sejak 1988. Dia menjahit dan menyewakan pakaian pengantin lengkap dengan paket dekorasi pernikahan. Salah satu keunggulan Khatija adalah ia berani menawarkan paket lengkap dengan mengombinasikan desain dari berbagai budaya, seperti AcehJawa, Aceh-Minang dan AcehMelayu. Ia juga terus-menerus memperbarui dan mengembangkan usaha dan pasarnya dengan membaca majalah dan menonton acara teve yang berhubungan dengan bidang usahanya. Menurutnya, jaringan kerja sama adalah salah satu kunci keberhasilannya. Dengan hadiah dari penghargaan ini Khatija berencana mengembangkan usahanya ke Banda Aceh dan kabupaten lain di NAD.
2007
Sebelum menentukan pemenang utama, sebagai bagian dari prosedur seleksi, para juri juga mengunjungi 11 finalis di tempat usaha mereka untuk melakukan verifikasi informasi serta melakukan wawancara dengan para Perempuan Aceh pemilik usaha. Seleksi akhir adalah perempuan pemenang dilaksanakan oleh dewan tangguh. Mereka juri. Para pemenang dipilih berdasarkan keberhasilan mereka dalam inovasi usaha kecil, pemasaran dan dalam mengatasi keterbatasan fisik. Tak berlebihan jika dikatakan mereka adalah teladan dan inspirasi bagi para perempuan lain di provinsi yang pernah dihantam gelombang tsunami. D
mampu bangkit kembali setelah tsunami meluluhlantakkan kampung halamannya.
Perempuan Pengusaha dengan Pemasaran Terbaik Nelly Nurilla, pemilik usaha roti dan kue Nusa Indah Bakery di Lhoknga. Nurilla mulai membuat roti tawar satu rasa pada 2001. Kini di tahun 2007, ia menawarkan roti dengan berbagai macam rasa. Nurilla tahu dengan pasti siapa saja pelanggannya dan roti rasa apa saja yang mereka sukai. Dia berusaha memasarkan langsung rotinya kepada pelanggan, sehingga tidak menyita banyak tenaga kerja. Tsunami 2004 lalu telah meluluhlantakkan seluruh modal usahanya, sehingga Nurilla pun harus mulai lagi dari nol. Ia kembali memulai usaha dari tabungannya dan mendapatkan pinjaman dari PT Bogasari. Kini ia mempekerjakan 20 staf permanen. Roti yang tidak laku terjual setiap harinya dibagikan secara cuma-cuma kepada tetangganya. Dengan hadiah penghargaan ini Nurilla ingin meningkatkan kondisi pabrik rotinya.
Perempuan Pengusaha dengan Keterbatasan Fisik Murni, pengerajin suvenir. Ia mendirikan usahanya pada 1992 dengan dukungan Dinas Sosial yang menyediakan pelatihan dan satu mesin jahit. Usaha Murni berbasis di Desa Baet Meusago, Aceh Besar. Murni membuat produk dengan bordir tradisional Aceh. Ia mempekerjakan lima karyawan tetap, beberapa di antaranya memiliki keterbatasan fisik. Dalam melaksanakan usahanya, ia telah melatih banyak tetangga perempuan baik yang memiliki keterbatasan fisik maupun yang tidak mengalami keterbatasan fisik. Beberapa di antara mereka kini telah memulai usahanya sendiri. Pada awalnya Murni hanya memproduksi tas aceh dengan model yang umum. Sejalan dengan perkembangan usahanya, kini ia mampu membuat berbagai model tas sesuai pesanan dan keinginan pelanggan. D
21 21
perlindungan sosial
Mencegah
HIV/AIDS,
meningkatkan Produktivitas penyebaran HIV/AIDS. Informasi mengenai biaya yang dikeluarkan serta keuntungannya dapat dengan mudah diperoleh dengan menjawab pertanyaan tentang sumber daya manusia.
PERTANYAAN“Tahukah kita seberapa besar potensi risiko karyawan perusahaan kita terinfeksi virus HIV? Faktor-faktor apa saja yang menjadi pertimbangan potensi risiko bagi perusahaan? Bila dalam waktu lima tahun ke depan, ada pekerja yang terinfeksi namun perusahaan belum mengimplementasikan program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja, berapa prediksi potensi kerugian dari sisi biaya perusahaan?
22
pertanyaan di atas merupakan pertanyaan yang umum diajukan perusahaan, dan kini dapat dengan cepat dijawab melalui program penghitungan interaktif yang dikenal juga sebagai “Cost and Benefit Ratio in Implementing HIV/ AIDS Programme in Company”. Program interaktif ini merupakan bagian dari Executive Brief Guidance for Employers yang dikembangkan ILO dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Program ini khusus dikembangkan untuk para pengusaha sebagai media untuk meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara HIV/ AIDS dan produktivitas. Program juga memberikan informasi dan panduan tentang pentingnya program pencegahan HIV/AIDS di tingkat perusahaan guna mempertahankan dan meningkatkan produktivitas pekerja. Program ini terdiri dari dua fitur utama. Fitur pertama memberikan informasi tentang penyebaran HIV/AIDS dan kedua tentang perbandingan biaya dan keuntungan di tingkat perusahaan. Hanya dengan menjawab pertanyaan singkat tentang karakteristik internal dan eksternal perusahaan, program akan dapat memberikan informasi mengenai potensi risiko yang dihadapi perusahaan tentang
“Hanya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mudah dan singkat, kedua program ini dapat memberikan pengusaha penghitungan mengenai biaya yang harus dikeluarkan perusahaan dalam menangani dampak HIV/ AIDS, termasuk investasi yang dikelurkan serta keuntungan yang diperoleh saat melaksanakan program pencegahan HIV/ AIDS. Melalui program ini, perusahaan pun akan dapat mengurangi potensi risiko yang mungkin dihadapi perusahaan tersebut,” demikian Early Nuriana Dewi, staf Program HIV/ AIDS ILO. Program interaktif ini telah diujicoba di tujuh kota: Jember, Madiun, Kediri, Manado, Makassar, Pontianak dan Palembang, dengan dihadiri 190 perusahaan nasional. Setelah mengujicoba program, 76 perusahaan menyatakan komitmennya untuk menerapkan program pendidikan dan pencegahan HIV/ AIDS di perusahaan masing-masing.
Cuplikan...
Tampilan Baru Website ILO Jakarta
Cukup d ua kl ik saja dua klik
SITUS ILO Jakarta, http://www.ilo.org/jakarta, sedang menjalani “facelift.” Nantinya situs ini akan memiliki struktur yang lebih dinamis, navigasi yang lebih baik, dan desain yang lebih menarik. Situs juga akan berisi lebih banyak berita, informasi dan fitur. Pengunjung bakal mendapatkan informasi yang lebih komprehensif, tidak hanya mengenai kegiatan, program dan proyek ILO di Indonesia, tapi juga berita-berita ketenagakerjaan, publikasi dan galeri foto. Gita Lingga, Humas ILO, menjelaskan bahwa situs ini pun bertujuan memenuhi kebutuhan informasi yang lebih luas dari para pencari informasi, termasuk profesional seperti jurnalis, peneliti, komunitas bisnis, serikat pekerja, pelajar dan lain sebagainya. ”Dengan menu-menu tampilan yang jelas, sebagian besar dokumen dapat diperoleh dengan dua atau tiga kali klik dari halaman utama,” kata dia. Situs akan diluncurkan sebelum akhir tahun ini. D
Dibahas, PELAKSANAAN Pengadilan Industrial Selain Executive Brief Guidance, panduan lain yang dikembangkan adalah Panduan Implementasi Program HIV/AIDS. Sebagai program yang bersifat integratif tentang sumber daya manusia serta sistem keselamatan dan kesehatan kerja, program akan meminimalisir biaya yang dikeluarkan dalam program pencegahan dan memastikan kesinambungan. “Program terpadu ini pun akan menguntungkan pekerja karena menjadi bagian dari sistem keseharian kantor. Ini artinya, pekerja akan memiliki akses yang lebih luas terhadap informasi mengenai pencegahan, perubahan perilaku, Voluntary Counseling and Test (VCT), sistem rujukan, serta stigma dan diskriminasi,” ujar Early menambahkan. ILO dan Apindo akan meluncurkan kedua panduan tersebut November 2007. Peluncuran ini akan diikuti dengan pelaksanaan pelatihan untuk pelatih di delapan provinsi, dengan menargetkan kantor-kantor Apindo di tingkat provinsi. D
PENGADILAN industrial dibentuk dan beroperasi pada Januari 2006. Setelah dua tahun berjalan, beragam tanggapan muncul mengenai kualitas para hakim dan kinerja mereka, jumlah kasus yang ditangani, tingkat penyelesaian kasus termasuk kinerja keseluruhan dari system pengadilan industrial ini. Untuk membahas lebih lanjut kinerja sistem pengadilan perburuhan ini, ILO menyelenggarakan forum satu hari berjudul “Konsultasi Tripartit Nasional tentang Hakim Perburuhan” di Jakarta, 21 September. Forum ini bertujuan memberikan kesempatan untuk menelaah kondisi sistem pengadilan industrial yang saat ini berjalan di Indonesia sebagai upaya untuk menentukan langkah-langkah ataupun bantuan-bantuan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja pengadilan industrial ini. Acara ini pun memberikan sarana bagi forum tripartit untuk berdialog serta bertukar pandangan dan pengalaman, sekaligus menentukan langkah ke depan membentuk sistem pengadilan industrial yang lebih baik. Di tingkat MA, komposisinya terdiri dari seorang hakim MA dan para hakim ad hoc; sementara di tingkat kabupaten terdiri dari seorang hakim dan 10 hakim ad hoc (lima dari masing-masing pekerja dan pengusaha). Hingga saat ini, ada sekitar 20 hakim karir dan delapan hakim ad hoc di tingka MA, dan sekitar 300 hakim karir dan ad hoc di tingkat pengadilan industrial. Jumlah kasus perburuhan yang ditangani di tingkat MA pada 2007 mencapai 584 kasus dengan 186 di antaranya telah terselesaikan. Dalam satu tahun, MA hanya mampu menangani 200 kasus. D
23
Cuplikan Menanggulangi PENGANGGURAN MUDA
melalui Kemitraan Publik – Swasta MEMBERDAYAKAN pekerja muda merupakan tantangan terberat yang dihadapi Indonesia saat ini. Tingkat pengangguran muda terbilang memprihatinkan sebesar 31%, sementara 30% yang masuk ke dalam angkatan kerja diperkirakan setengah pengangguran. Karenanya, potensi kaum muda Indonesia belum lagi terwujud seutuhnya karena mereka tidak memiliki akses terhadap pekerjaan produtif. Untuk menanggulangi tantangan-tantangan tersebut, Pemerintah Indonesia membentuk Jejaring Lapangan Kerja bagi Kaum Muda Indonesia (Indonesia Youth Employment Network/IYEN), melibatkan para pembuat kebijakan senior dari berbagai badan pemerintah, sektor swasta dan masyarakat luas. Dengan bantuan teknis dari ILO, Jejaring ini mengembangkan Rencana Aksi Ketenagakerjaan Muda Indonesia 2004-2007. Untuk mengatasi tantangan ketenagakerjaan muda dan memperbaharui komitmen dalam hal ini, ILO bersama dengan Kementrian Koordinator Perekonomian dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (Bappenas) akan menggelar Forum bertajuk “Kemitraan Publik-Swasta untuk Ketenagakerjaan Muda”, pada Selasa, 25 September, di Jakarta. Forum ini bertujuan memberikan kesempatan kepada para peserta untuk berbagi dan mendiskusikan kebijakan dan program yang menyangkut ketenagakerjaan muda yang ada dan sedang berjalan. Untuk peserta dari sektor swasta, Forum akan memberikan informasi yang bermanfaat dalam merancang dan melaksanakan prakarsa-prakarsa tanggung
Diskusi kelompok tentang penciptaan peluang kerja yang layak bagi kaum muda.
jawab sosial perusahaan (CSR) tentang ketenagakerjaan muda dan sarana untuk mengidentifikasi kemitraan dengan beragam lembaga guna membangun kegiatan terkait tanggung jawab perusahaan. “Menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi kaum muda merupakan tantangan yang dihadapi semua negara di dunia. Forum ini memainkan peranan penting dalam memperbaharui komitmen para pihak terkait dalam menanggulangi tantangan ketenagakerjaan muda yang kompleks, memperluas kerjasama serta mengakui peran penting sektor swasta dalam mengatasi tantangan-tantangan tersebut,” ujar Alan Boultoh, Direktur ILO di Indonesia. D
Warta Foto...
BANGKIT Suarakan Kemiskinan merupakan sebuah acara bersama yang diselenggarakan sebagai bagian dari upaya memerangi kemiskinan di Indonesia. Acara yang digelar di Taman Menteng Jakarta, dihadiri sekitar 500 staf PBB dari berbagai badan PBB termasuk ILO, pada 17 Oktober 2007, berkenaan dengan Peringatan Hari Internasional Penghapusan Kemiskinan. Secara keseluruhan, sekitar 650 ribu orang di seluruh Indonesia berpartisipasi dalam acara Bangkit ini. D
24