Ide Utama
MENGUAK PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN Retno Susilowati *)
ABSTRACT: The position of gender in the spotlight from all walks of academia and the community in many different perceptions and response. When you hear the name of misguided perceptions of gender emerge to focus on the demand the degrees on behalf of the rights of women. Women of Indonesia has a very important position throughout the course of history. Gait of women on the stage of history no doubt. See the results of Kartini’s struggle, the idea he was about the emancipation of women has always been a spirit of Indonesia to increase the degree of life, subculture liberalisme, cultural absolutism, and many hit the normative foundations of values and religious norms. Though the name of gender does not mean discussing matters relating to women only. Gender is intended as a division of the nature, role, position and duties of men and women set by the community based on norms, customs, and public confidence in various aspects of life including the practice of education. Education as one of the sectors of development involved gender mainstreaming implementation in national and regional levels. Then the most easily done by the center to address the issue of gender studies from various circles about the gender issue of gender into the awareness of personal and collective consciousness that is yet to enter the sphere of education and science as a vessel to help the implementation of socialization efforts for gender mainstreaming. Keywords: Education, gender mainstreaming, gender studies. )
Penulis adalah Dosen Tarbiyah STAIN Kudus
MENGUAK PENGARUSUTAMAAN GENDER... Retno Susilowati
A. Pendahuluan Selama kurun waktu 2010-2014 Kementerian Pendidikan Nasional ingin mewujudkan “Terselenggaranya Layanan Prima Pendidikan Nasional untuk membentuk Insan Indonesia Cerdas Komprehensif”. Untuk mencapai visi tersebut, Kemendiknas mengemas misi dengan sebutan “Misi 5K”, yaitu; (1) meningkatkan Ketersediaan layanan pendidikan secara merata di seluruh pelosok nusantara; (2) meningkatkan Keterjangkauan layanan pendidikan oleh seluruh lapisan masyarakat; (3) meningkatkan Kualitas/Mutu dan Relevansi layanan pendidikan dengan kehidupan bermasyarakat, dunia industri, dan dunia usaha; (4) meningkatkan Kesetaraan dalam memperolehlayanan pendidikan bagi warga negara Indonesia dalam memperoleh pendidikan berkualitas dengan memperhatikan keberagaman latar sosial budaya, ekonomi, geografi, serta; (5) meningkatkan Kepastian/Keterjaminan bagi seluruh warga negara Indonesia mengenyam pendidikan yang bermutu. Dari kelima misi tersebut, Kementerian Pendidikan Nasional bertekad melayani kebutuhan pendidikan mulai dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, baik melalui jalur formal maupun nonformal dengan memegang tata nilai yang amanah, profesional, visioner, demokratis, inklusif, dan berkeadilan. Visi dan Misi Kementerian Pendidikan Nasional sebenarnya memiliki spirit yang sama dengan Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional yang menegaskan bahwa seluruh proses pembangunan pendidikan perlu melakukan pengarusutamaan gender dengan memperhatikan dimensi keadilan dan kesetaraan gender ke dalam setiap proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan sektor pembangunan. B. Dasar Hukum Pengarusutamaan Gender dalam Pendidikan dan Strategi Pengarusutamaan Gender dalam Pendidikan
73
74
PALASTRèN: Vol. 3, No. 1, Juli 2010
Untuk mempertegas komitmen Kementerian Pendidikan Nasional dalam melakukan PUG Bidang Pendidikan, pada tahun 2008 telah ditetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 84 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan, meskipun secara program, Pengarusutamaan gender bidang pendidikan di Kementerian Pendidikan Nasional sudah dilaksanakan sejak tahun 2003. Peraturan ini diharapkan memberikan arahan bagi para pengambil kebijakan di pusat dan daerah serta praktisi pendidikan dalam melaksanakan pengarusutamaan gender di bidang pendidikan. Pengarusutamaan gender bidang pendidikan di Kementerian Pendidikan Nasional dilaksanakan melalui 5 strategi pokok, yaitu; (1) peningkatan kapasitas bagi pengambil kebijakan pada setiap unit utama; (2) peningkatan kapasitas para perencana pendidikan dalam menyusun perencanaan dan penganggaran yang responsif gender; (3) melakukan kerja sama dengan pusat studi wanita/gender di Perguruan Tinggi dalam mengkaji dan menemukan isu-isu gender di setiap daerah; (4) melakukan kerja sama dengan orsos, ormas, dan LSM dalam mengembangkan model pendidikan adil gender pada keluarga dan masyarakat; dan (5) mengembangkan media Komunikasi, Informasi dan Edukasi. es: Semua strategi di atas bermuara pada terwujudnya keadilan dan kesetaraan gender dalam pendidikan yang terwujud dalam; (1) meningkatnya akses semua penduduk terhadap layanan pendidikan pada semua jenis dan jalur pendidikan; (2) meningkatnya partisipasi perempuan pada setiap pengambilan kebijakan, penyusunan program, dan implementasi program pada semua jenjang birokrasi pendidikan; (3) meningkatnya kemampuan laki-laki dan perempuan dalam mengelola sumber-sumber informasi dan pengetahuan; dan (4) laki-laki dan perempuan mendapatkan manfaat yang sama dari semua program pendidikan yang dilakukan. Pembangunan pendidikan yang dilakukan selama ini telah memberikan dampak yang sangat signifikan dalam peningkatan taraf pendidikan penduduk Indonesia
MENGUAK PENGARUSUTAMAAN GENDER... Retno Susilowati
yang diikuti oleh menurunnya disparitas antar kelompok masyarakat. Bahkan dalam hal akses, angka partisipasi pada semua jenjang pendidikan sudah setara antara laki-laki dan perempuan yang ditunjukkan oleh indeks paritas gender yang mendekati angka 1,0. Meskipun demikian telaah mendalam untuk menemukenali berbagai kesenjangan gender tidak hanya terfokus pada perbedaan capaian kinerja antara laki-laki dan perempuan tetapi juga kesenjangan yang diakibatkan oleh faktor lain seperti status sosial ekonomi, latar belakang budaya, dan geografi. Keberhasilan pelaksanaan pengarusutamaan gender bidang pendidikan sangat ditentukan oleh komitmen para pengambil kebijakan, baik di pemerintah pusat maupun daerah (provinsi/kabupaten/kota) yang terwujudkan dalam; (1) kebijakan yang responsif gender; (2) dukungan sumber daya manusia sebagai focal point gender bidang pendidikan; (3) dukungan kelembagaan; dan (4) dukungan anggaran, baik melalui APBN maupun APBD provinsi/kabupaten/kota. Perluasan dan pemerataan akses pendidikan dasar universal bermutu danberkesetaraan gender di semua provinsi, kabupaten, dan kota dilakukan melalui: a. penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan dasar bermutu yang merata antarprovinsi, kabupaten, dan kota yang meliputi penyediaan guru SD/SDLB dan SMP/SMPLB bermutu; penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan Paket A dan Paket B bermutu; penyediaan diklat bidang SD/SDLB dan SMP/SMPLB bermutu; penyediaan tenaga kependidikan SD/SDLB dan SMP/ SMPLB bermutu yang merata antarprovinsi, kabupaten, dan kota; b. perluasan dan pemerataan akses SD/SDLB dan SMP/ SMPLB bermutu dan berkesetaraan gender di semua provinsi, kabupaten, dan kota; c. perluasan dan pemerataan akses pendidikan Paket A dan Paket B bermutu dan berkesetaraan gender di semua provinsi, kabupaten, dan kota; serta d. penyediaan model pembelajaran, data dan informasi berbasis riset, dan standar mutu pendidikan dasar, serta
75
76
PALASTRèN: Vol. 3, No. 1, Juli 2010
keterlaksanaan akreditasi pendidikan dasar Program Wajib Belajar 9 Tahun bertujuan untuk meningkatkan perluasan dan pemerataan layanan pendidikan dasar yang bermutu dan terjangkau, baik melalui jalur formal maupun nonformal. Dengan demikian, seluruh anak usia 7-15 tahun dapat memperoleh pendidikan paling tidak sampai Sekolah Menengah Pertama atau yang sederajat. Upaya peningkatan akses pendidikan terutama untuk tingkat pendidikan wajib belajar 9 tahun, telah berhasil mencapai kinerja yang cukup signifikan, dengan capaian Angka Partisipasi Murni (APM) 95,14% untuk SD/MI/SDLB/Paket A, serta Angka Partisipasi Kasar (APK) 96,18% untuk SMP/ MTs/SMPLB/Paket B. C. Wujud Reformasi Pendidikan Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mempercepat pengarusutamaan gender dalam pendidikan adalah dengan cara: 1. Reformasi Pendanaan Pendidikan Dalam periode pembangunan 2005—2009, reformasi pendanaan pendidikan telah menghasilkan terobosan penting yang meliputi program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), BOS buku, Bantuan Khusus Murid (BKM), dan beasiswa dari SD hingga perguruan tinggi yang bertujuan mendukung penyediaan dana pendidikan bagi peserta didik, khususnya bagi masyarakat miskin atau yang berkekurangan serta peningkatan mutu melalui Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM). Melalui BOS, BKM, dan beasiswa telah terbukti dapat secara signifikan menurunkan angka putus sekolah dan meringankan beban orang tua dalam menyediakan biaya pendidikan bagi anak. Kegiatan ini telah menjadi best practice yang diakui oleh UNESCO dan berdasarkan survei nasional yang dilaksanakan oleh The Indonesian Research and Development Institute (IRDI) pada Oktober 2008 terungkap bahwa 75,9% responden menyatakan positif dan mendukung program BOS.
MENGUAK PENGARUSUTAMAAN GENDER... Retno Susilowati
Sejalan dengan amanat Pasal 31 Ayat (1) dan (2) amendemen UUD 1945 bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Pada tahun 2010— 2014 Depdiknas akan mempertahankan kegiatan pendanaan pendidikan yang telah terbukti efektif, yaitu (a) BOS bagi pendidikan dasar, (b) BKM bagi pendidikan dasar dan menengah, (c) beasiswa untuk pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi, dan (d) bantuan biaya operasional penyelenggaraan (BOP) bagi pendidikan anak usia dini dan nonformal. Khusus untuk pendidikan dasar, Depdiknas melakukan kerja sama dengan pemerintah daerah akan meneruskan program sekolah gratis untuk mendorong terciptanya pendidikan dasar gratis di seluruh Indonesia. Permasalahan dalam pendistribusian dan pemanfaatan pendanaan massal ini akan diselesaikan dengan meningkatkan fungsi pengendalian dan pengawasan dengan melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Daerah, serta didukung oleh peran serta masyarakat khususnya melalui Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan. 2. Reformasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Perluasan dan pemerataan akses pendidikan pada tahun 2005—2009 mengalami kendala yang diakibatkan masalah distribusi guru yang tidak merata di beberapa wilayah di Indonesia. Sesuai dengan PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, pada tahun periode 2010—2014, Depdiknas akan melakukan redistribusi guru antarprovinsi sesuai dengan kewenangannya untuk memastikan ketersediaan rasio guru dengan siswa maksimal yang disyaratkan oleh Standar Nasional Pendidikan. Sesuai dengan UU RI No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen yang menempatkan guru sebagai profesi, guru harus memenuhi kualifikasi pendidikan minimal S-1/D-4, sementara dosen berpendidikan minimal S-2/S-3. Selain itu, baik guru maupun dosen harus memiliki sertifikat profesi
77
78
PALASTRèN: Vol. 3, No. 1, Juli 2010
berupa sertifikat pendidik. Untuk melanjutkan pelaksanaan kualifikasi dan sertifikasi yang disertai dengan peningkatan kesejahteraan pendidik, pada tahun 2010—2014 Depdiknas akan mempertahankan kegiatan-kegiatan peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru melalui: a. beasiswa peningkatan kualifikasi guru menjadi guru dengan kualifikasi minimum S-1/D-4 dan peningkatan kualifikasi dosen menjadi S-2/S-3; b. sertifikasi pada pendidik yang berimplikasi pada pemberian penghargaan berupa tunjangan profesi pendidik; c. kegiatan-kegiatan pelatihan dan pengembangan kompetensi pendidik; d. pembinaan profesionalisme guru berkelanjutan melalui kegiatan KKG/MGMP, KKKS/MKKS, dan KKPS/MKPS. Peningkatan kesejahteraan dan penghargaan kepada pendidik sesuai dengan UU RI No. 14/2005 merupakan faktor utama dalam menaikkan motivasi pendidik dalam meningkatkan kualitas mengajar secara berkesinambungan. Untuk mendorong peningkatan kesejahteraan dan penghargaan guru, pada tahun 2010—2014 Depdiknas mempertahankan: a. subsidi tunjangan fungsional guru; b. tunjangan khusus bagi guru yang mengajar di daerah pedalaman, terpencil, dan Salah satu wujud dari otonomi pendidikan, baik satuan pendidikan negeri maupun swasta pada pendidikan dasar dan menengah 9 tahun diterapkannya konsep dan kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau madrasah (school-based management). Dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 51 ayat 1 dinyatakan bahwa pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/ madrasah. Penerapan manajemen berbasis sekolah atau madrasah merupakan kebijakan terobosan yang
MENGUAK PENGARUSUTAMAAN GENDER... Retno Susilowati
bertujuan untuk memberikan otonomi yang lebih besar pada sekolah dan madrasah untuk mengelola kegiatan pendidikan dengan menggali potensi dan kekuatan yang ada, kemudian mengembangkan dan memanfaatkannya untuk meningkatkan mutu pendidikan, melalui kegiatan pengelolaan BOS, dan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Hasil pendidikan yang bermutu ditentukan oleh kemampuan pengelola pendidikan, yaitu pendidik, tenaga kependidikan, serta komite sekolah/madrasah. Pendidik berperan sebagai ujung tombak pelaksana kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien. Kepala sekolah berperan sebagai edukator (pendidik), manajer (pengelola), administrator (ketatausahaan), supervisor (pengawas), leader (pemimpin-pengayom), inovator (pembaharu), dan motivator (pendorong). Sebagai manajer, kepala sekolah merencanakan, mengorganisasikan, mengimplementasikan, dan mengendalikan pelaksanaan pelbagai program sekolah, sedangkan komite sekolah atau madrasah berperan sebagai patner dari kepala sekolah atau madrasah sebagai wujud dari kepedulian dan partisipasi masyarakat untuk membantu kepala sekolah/madrasah, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun program-program pendidikan. Kebijakan Menteri Pendidikan Nasional untuk melaksanakan Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender adalah dengan menetapkan Permendiknas Nomor 84/2008 tentang Pelaksanaan PUG bidang pendidikan. Program pengarusutamaan gender (PUG) bidang pendidikan telah menghasilkan pencapaian yang signifikan. Pada tingkat pendidikan dasar semua anak laki-laki dan perempuan telah memasuki SD/MI/Paket A dan SMP/MTs/Paket B tanpa ketimpangan gender. Pada tingkat pendidikan menengah terdapat ketimpangan gender sebesar 5,4%. PUG bidang pendidikan pun telah menunjukkan keberhasilan dalam penurunan disparitas gender penduduk buta aksara. Disparitas gender buta aksara menurun dari 7,32% pada tahun 2004 menjadi 3,24% pada akhir tahun 2008. Pencapaian ini melampaui target tahun 2009 sebesar 3,65%
79
80
PALASTRèN: Vol. 3, No. 1, Juli 2010
atau mencapai target nasional satu tahun lebih cepat. PUG bidang pendidikan disinergikan dengan pengembangan satuan pendidikan berwawasan gender, pengembangan keluarga berwawasan gender, peningkatan kapasitas pemangku pendidikan untuk merencanakan, mengelola, dan melakukan pengawasan anggaran berwawasan gender serta pengembangan bahan ajar, data dan sistem informasi, serta pelatihan yang responsif gender. 3. Reformasi Kurikulum Salah satu pengembangan kurikulum inovatif pendidikan yang akan dikembangkan oleh pusat kurikulum adalah model integrasi kurikulum kesetaraan gender. Latar belakang dari pengembangan model integrasi kurikulum kesetaraan gender adalah 1. Amandemen Undang-undang Dasar tahun 1945, Pasal 27. 2. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) PBB. Tahun 1948. 3. Undang-undang Nomor : 39 tahun 1999 tentang Hak Asazi Manusia. 4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003. 5. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan 6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi 7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan 8. Dan peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan dan pengembangan KTSP Pengembangan model integrasi kurikulum kesetaraan gender, juga dilandasi oleh Deklarasi pada Komperensi Dunia Tingkat Tinggi untuk Anak, yang tertera pada point 7 (5) yang berbunyi “... ketidakseimbangan gender dalam pendidikan
MENGUAK PENGARUSUTAMAAN GENDER... Retno Susilowati
dasar dan menengah harus di tiadakan”. Serta rencana aksi hasil dari Komperensi Dunia Tingkat Tinggi untuk Anak pada point 39 (c) yang berbunyi : “ .... Menghapuskan ketimpangan gender dalam pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2005; dan mencapai kesetaraan gender dalam pendidikan pada tahun 2015 (UNICEF). Begitu pula adanya intruksi Presiden Nomor 9 tahun 2000 tentang kebijakan Pengarusutamaan Gender (PUG). yaitu: Kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan nasional, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut merupakan problem mendasar dalam pendidikan. Dengan demikian Pusat Kurikulum pada tahun 2007 melakukan penelitian dan pengembangan untuk menyusun model integrasi kurikulum kesetaraan gender sebagai implementasi dari kebijakan-kebijakan nasional maupun internasional, serta kebutuhan pada masyarakat. Kurikulum berbasis gender lebih komprehensif lagi ide ini pada faktanya telah dimasukkan dalam 12 bidang kritis yang ada, yaitu: perempuan dan kemiskinan; pendidikan dan pelatihan bagi perempuan; perempuan dan kesehatan; kekerasan terhadap perempuan; perempuan dan konflik bersenjata; perempuan dan ekonomi; perempuan dalam pengambilan kekuasaan; mekanisme institusional untuk kemajuan perempuan; hak asasi perempuan; perempuan dan media; perempuan dan lingkungan serta anak perempuan. Bahkan, saat ini sudah merambah melalui lembaga formal salah satunya adalah lembaga pendidikan dengan memasukkan ke dalam mata pelajaran sampai pada kurikulum yang dibuat berbasis gender. Bukti masuknya ide ini dalam kurikulum dapat dilihat dari adanya Integrasi Kurikulum Kesetaraan Gender (IKKG) dengan nilai-nilai Integritasi pada Kurikulum yang wajib dilaksanakan guru-guru dalam kegiatan belajar mengajar yaitu: Persamaan hak laki-laki dan perempuan, perbedaan fisik laki-laki dan perempuan, partisipasi laki-laki dan perempuan, keadilan bagi laki-laki dan perempuan,
81
82
PALASTRèN: Vol. 3, No. 1, Juli 2010
kerja sama laki-laki dan perempuan, kesetaraan laki-laki dan perempuan, menghargai kemajemukan, demokrasi. Keberadaan kurikulum ini tidak independen akan tetapi ada pengaruh dari isu yang sedang mengglobal dan seolaholah kemunculan Kurikulum Berbasis Gender ini merupakan jawaban dari tuntutan globalisasi yang mau tidak mau negara yang terbawa arus globalisasi ini harus mengikutinya sebagai bukti keikutsertaannya dalam globalisasi. Apalagi isu ini dilegalkan secara global melalui lembaga internasional yaitu PBB dengan UNICEFnya. Selain itu, ditemukan pula hubungan bahwa negaranegara maju saat ini juga sedang gencar melakukan sosialisasi isu gender ini dalam setiap bidang di negara-negara berkembang. Sebagai contoh, simaklah salah satu program politik luar negeri AS di Indonesia: “Amerika Serikat juga memberikan pendanaan kepada berbagai organisasi Muslim dan pesantren untuk mengangkat persamaan jender dan anak perempuan dengan memperkuat pengertian tentang nilai-nilai tersebut di antara para pemimpin perempuan masyarakat dan membantu demokratisasi serta kesadaran jender di pesan tren melalui pemberdayaan pemimpin pesantren laki-laki dan perempuan” Dalam hal ini Unesco melalui Education For All (EFA) pun tak luput memprogramkan kesetaraan gender dalam programnya yang dijalankan di Indonesia seperti yang diungkapkan oleh Arief Rahman, Ketua Komisi Nasional Indonesia untuk Unesco yang menilai guru merupakan pihak yang paling berpengaruh terhadap anak-anak untuk menyampaikan pemahaman tentang kesetaraan gender oleh karena itu banyak dilakukan pelatihan-pelatihan untuk memahamkan ide gender ini terhadap guru-guru Indonesia yang akan menjadi penunjang yang sangat berguna demi pelaksanaan Kurikulum berbasis Kesetaraan Gender di Indonesia. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, salah satu tugas Pusat Kurikulum adalah mengembangkan dan mengujicobakan
MENGUAK PENGARUSUTAMAAN GENDER... Retno Susilowati
model-model kurikulum inovatif. Pengembangan dan uji coba yang dimaksud, dilakukan dalam rangka menyusun model-model kurikulum inovatif yang disesuaikan dengan kebutuhan, potensi, karakteristik peserta didik dalam rangka memberikan layanan yang optimal kepada peserta didik. Beberapa penjelasan tentang pentingnya kurikulum yang dimasukkan dalam proses belajar mengajar, khususnya yang responsif gender akan dijelaskan pada paparan dibawah ini. Mac Donal (1965) dalam Nana Syaodih Sukmadinata mengemukakan: Sistem persekolahan terbentuk atas empat subsistem, yaitu mengajar, belajar, pembelajaran dan kurikulum. Mengajar (teaching) merupakan kegiatan profesional yang diberikan oleh gum. Belajar (learning) merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan oleh siswa sebagai respon terhadap kegiatan belajar mengajar yang diberikan gum. Keseluruhan pertautan yang memungkinkan dan berkenaan dengan terjadi interaksi belajar mengajar disebut pembelajaran (instruction). Kurikulum (curriculum) suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar”. Model pembelajaran terpadu pada hakekatnya merupakan suatu sistem pembelajaran dengan menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk keseluruhan dan meniadakan batas-batas antara berbagai mata pelajaran/sub mata pelajaran. Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa baik individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, dan otentik. Menurut Su’ud implementasi kurikulum tepadu merupakan wahana yang efektif dalam membantu peserta didik untuk tumbuh dan berkembang secara alami sebagai individu yang utuh dalam konteks kehidupan sehari-hari. Pembelajaran terpadu salah satu di antara maksudnya juga adalah “memadukan pokok bahasan atau sub pokok bahasan antar bidang studi, atau yang disebut juga lintas kurikulum, atau lintas bidang studi”. Tyler dalam Oliva mengemukakan “...integration as the horizontal relationship of curriculum experiences” dan manfaat keterpaduan menurut Taba. “... Learning is more effective when facts and principles from one field can related to another, especially when applying this
83
84
PALASTRèN: Vol. 3, No. 1, Juli 2010
knowledge...”. Pembelajaran akan lebih efektif apabila guru dapat menghubungkan atau mengintegrasikan antara pelaksanaan pembelajaran di sekolah dengan temuan di lapangan. Oleh karena itu tugas guru menurut Oliva adalah “Curriculum workers should concern themselves with the problemof integrating subject matter”. Kurikulum terpadu dapat diartikan sebagai suatu model yang dapat memadukan materi dalam bahan pembelajaran. Keterpaduan dalam suatu pembelajaran menurut Fogarty dapat baik dalam satu rumpun bidang studi dan dapat juga memadukan antar bidang studi penting untuk memadukan keseluruhan kurikulum. Pembelajaran terpadu juga memungkinkan guru untuk mengintegrasikan antara materi pelajaran dalam pembelajaran dengan lingkungan kehidupan siswa Implementasi kurikulum terpadu merupakan wahana yang efektif dalann membantu siswa untuk tumbuh dan berkembang secara alami sebagai individu yang utuh dalam konteks kehidupan sehari-hari. Hal tesebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Beane bahwa implememasi kurikulum koheren atau terpadu dapat membantu mengembangkan kemampuan siswa sebagai kreator dan pengembang ilmu pengetahuan berdasarkan pengalaman nyata dalam kehidupan mereka melalui interaksinya dengan lingkungan. Model pembelajaran terpadu ini nampaknya salah satu model yang memungkinkan untuk dikembangkan pada pembelajaran yang responsif gender, karena memberi peluang pada pemaduan materi atau merekayasa materi ajar, menjadi materi ajar yang sesuai dengan kebutuhan dan keadilan gender.Disamping hal tersebut juga dapat melalui pendekatan pengajaran yang responsif, hal ini memungkinkan sekali. karena prinsip pembelajaran terpadu salah satunya luwes dan kontekstual, sehingga guru dan siswa dapat bereksplorasi dalam kegiatan pembelajaran. Rancangan pembelajaran terpadu secara eksplisit merumuskan tujuan pembelajaran. Dampak dari tujuan pengajaran dan dampak pengiringnya secara langsung dapat terlihat dalam rumusan tujuan tersebut. Pada dampak pengiring umumnya, akan membuahkan perubahan
MENGUAK PENGARUSUTAMAAN GENDER... Retno Susilowati
dalam perkembangan sikap dan kemampuan berpikir logis, kreatif, prediktif,dan imajinatif. D. Kesimpulan Pendidikan sebagai salah satu sektor pambangunnan turut menerapkan pengarusutamaan gender di tingkat nasional maupun daerah. Kemudian yang paling mudah dilakukan oleh pusat studi gender untuk menjawab isu dari berbagai kalangan tentang persoalan gender yang menjadi kesadaran personal dan belum menjadi kesadaran kolektif yaitu dengan memasuki ranah-ranah pendidikan dan ilmu pengetahuan sebagai wadah untuk membantu terlaksanakannya upaya sosialisasi pengarusutamaan gender. Kementerian Pendidikan Nasional bertekad melayani kebutuhan pendidikan mulai dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, baik melalui jalur formal maupun nonformal dengan memegang tata nilai yang amanah, profesional, visioner, demokratis, inklusif, dan berkeadilan. Pengarusutamaan gender bidang pendidikan di Kementerian Pendidikan Nasional dilaksanakan melalui 5 strategi pokok, yaitu; (1) peningkatan kapasitas bagi pengambil kebijakan pada setiap unit utama; (2) peningkatan kapasitas para perencana pendidikan dalam menyusun perencanaan dan penganggaran yang responsif gender; (3) melakukan kerja sama dengan pusat studi wanita/gender di Perguruan Tinggi dalam mengkaji dan menemukan isu-isu gender di setiap daerah; (4) melakukan kerja sama dengan orsos, ormas, dan LSM dalam mengembangkan model pendidikan adil gender pada keluarga dan masyarakat; dan (5) mengembangkan media Komunikasi, Informasi dan Edukasi. Semua strategi di atas bermuara pada terwujudnya keadilan dan kesetaraan gender dalam pendidikan yang terwujud dalam; (1) meningkatnya akses semua penduduk terhadap layanan pendidikan pada semua jenis dan jalur pendidikan; (2) meningkatnya partisipasi perempuan pada setiap pengambilan kebijakan, penyusunan program,
85
86
PALASTRèN: Vol. 3, No. 1, Juli 2010
dan implementasi program pada semua jenjang birokrasi pendidikan; (3) meningkatnya kemampuan laki-laki dan perempuan dalam mengelola sumber-sumber informasi dan pengetahuan; dan (4) laki-laki dan perempuan mendapatkan manfaat yang sama dari semua program pendidikan yang dilakukan. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mempercepat pengarusutamaan gender dalam pendidikan adalah dengan cara:(1). Reformasi Pendanaan Pendidikan,(2) Reformasi Pendidik dan Tenaga kependidikan dan (3) Reformasi Kurikulum. Integrasi Kurikulum Kesetaraan Gender (IKKG) dengan nilai-nilai Integritasi pada Kurikulum yang wajib dilaksanakan guru-guru dalam kegiatan belajar mengajar yaitu: Persamaan hak laki-laki dan perempuan, perbedaan fisik laki-laki dan perempuan, partisipasi laki-laki dan perempuan, keadilan bagi laki-laki dan perempuan, kerja sama laki-laki dan perempuan, kesetaraan laki-laki dan perempuan, menghargai kemajemukan, demokrasi. Dengan memasukkkan hal-hal diatas dalam materi pembelajaran diharapkan pengarusutamaan gender dalam pendidikan segera terwujud. Dalam reformasi kurikulum, hendaknya para pendidik menggunakan model pembelajaran terpadu .Nampaknya dengan model ini yang memungkinkan untuk dikembangkan pada pembelajaran yang responsif gender, karena memberi peluang pada pemaduan materi atau merekayasa materi ajar,menjadi materi ajar yang sesuai dengan kebutuhan dan keadilan gender.
MENGUAK PENGARUSUTAMAAN GENDER... Retno Susilowati
DAFTAR PUSTAKA Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 84 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan. Intruksi Presiden Nomor 9 tahun 2000 Tentang Kebijakan Pengarusutamaan Gender (PUG) Abdulhak, Ishak Komunikasi Pembelajaran: Pendekatan Konuergensi daam Peningkatan Kualitas dan Efektiuitas Pembelajaran. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap. Bandung, UPI, 2001. Alt. Muhammad, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung, Sinar Baru. 1992. Astuti, M., Indati, A. & Sastriyani, “Bias gender dalam buku pelajaran bahasa Indonesia”, Juma/Jender, Vo! 1, 1999. Beane, A. J., Curriculum Integration And The The DidpiJines of Knowledge. New York, College Board Publications, 1995Borg, WR & Gall, MD., Educational Research An Introduction, New York, Longman Inc., 1979. Idris, R., Arismunandar, Pandang, A, ^ Muhammadiah, ALaporan Penelitian 5tudi Kebijakan tentang Kesenjangan Gender dalam Penyelenggaraan Pendidifean di Sulawesi Selatan”. Jakarta, Departemen Pendidikan Nasional, Ditjen PLSP, Proyek Peningkatan Peranan Wanita 2002. Joyce, Weill B., Model of Theachig, Boston, AUyn and Bacon, 2000. Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Rencana Jndufe Pcngembangan Perermpuan 2000 - 2004, Jakarta. Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, 2000. Maryanto, Kurikulum Terpadu, Bandung, UPI, 1994. Moejiono, Srrocegi Belajar Mengajar, Jakarta, Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek
87
88
PALASTRèN: Vol. 3, No. 1, Juli 2010
Pembinaan Tenaga Kependidikan, 1991/1992. Oliva, P., Developing The Curriculum, New York, Harper Collins Publishers, 1992. Rostiawati, Y. “Masalah Sensitifitas Gender di Sekolah Dasar” Juma! Perempuan, Edisi XII Tahun 1999. Slamet PH, Pembentukan Karakter Peserta Didik, Jurnal Mimbar Pendidikan, IKIP Bandung Edisi Juli 1994. SoediJarto, Menetapfean Kinerja Sistem Pendidikan Nasional dalam Menyiapkan Manusia Jndonesia Abad Ke-21, Jakarta, Rineka Cipta, 1998. Sukmadinata, Nana Saodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek.Bandung, Remaja Rosda Karya, 1997. Suleeman, E. “Gender Roles Stereotypes and Education” dalam S. van Bemmelen, A. Habsjah, & L. Setyawati (penyunting). Benin Berrumbuh: Kumpulan Karangan untuk Prof. Topi Omas Jhromi,Jakarta, Kelompok Perempuan Pejuang Perempuan Tertindas, 2000. Suud Udin S., Implementasi Kurikulum Terpadu. Makalah disampaikan Pada Pertemuan Alumni IKIP Bandung Tahun 1997. Tim Pengembang Kurikulum dan Pembelajaran FIP UPI, Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung, FIP UPI. 2002. Tim Pengembang PGSD, Pembelajaran Terpadu DM PGSD dan S-2 Pendidikan Dasar, Jakarta, Dikti. 1996.