LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 9 No 1 (2014) 11-29
ISSN: 0216-7433
MENGUAK MOTIVASI KULIAH DI LUAR NEGERI Dina Huriaty1 1. Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Banjarmasin
[email protected] (082133630000) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap hal-hal yaitu: (1) cara rekrutmen calon mahasiswa yang akan kuliah di luar negeri, (2) biaya yang harus dikeluarkan calon mahasiswa yang akan kuliah di luar negeri, (3) motivasi yang mendorong calon mahasiswa tersebut untuk dapat kuliah di luar negeri, dan (4) bentuk dukungan yang diberikan orang tua. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian ini mengambil tempat di sebuah rumah kos mahasiswa di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Informan dalam penelitian ini adalah siswa tamatan SMA yang sedang mengadakan persiapan sekolah ke Luar Negeri dengan tujuan Perancis. Teknik pengumpulan data melalui wawancara dan pengamatan. Teknik memeriksa keabsahan data adalah dengan cara triangulasi data. Secara umum analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui tahapan: (1) mencatat semua temuan fenomena di lapangan baik melalui pengamatan dan wawancara; (2) mencermati kembali catatan hasil pengamatan dan wawancara serta memisahkan data yang dianggap penting dan tidak penting, sekaligus memeriksa kemungkinan adanya kekeliruan klasifikasi; (3) mendeskripsikan data yang telah diklasifikasikan untuk kepentingan penelaahan lebih lanjut dengan memperhatikan fokus dan tujuan penelitian; dan (4) membuat analisis akhir dalam bentuk laporan.Hasil penelitian sebagai berikut. (1) Rekrutmen yang dilakukan oleh PM adalah melalui bimbingan-bimbingan belajar dan sekolahsekolah. Cara rekrutmen dilakukan dengan langsung datang ke sekolah dan mengadakan seminar-seminar serta menjadikan siswa atau mahasiswa yang sudah diberangkatkan dan siswa yang masih kursus untuk terlibat dalam rekrutmen calon. (2) Biaya yang harus dibayarkan untuk tujuan Perancis berkisar Rp. 45 juta hingga Rp. 55 juta dan uang jaminan sebesar Rp 80 juta. Biaya hidup di luar negeri di tanggung masing-masing siswa. (3) Motivasi paling besar adalah kuliah dengan biaya murah tetapi mendapatkan fakultas dan jurusan favorit, seperti kedokteran dan teknik dan bekerja sambil kuliah. (4) Program ini didukung penuh oleh orangtua. Kata kunci
: Menguak, motivasi, luar negeri PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Arus teknologi dan informasi yang sangat cepat menjadikan dunia terasa sangat kecil. Semua kejadian di suatu belahan bumi hanya dalam hitungan menit bahkan detik dapat di akses dari belahan bumi yang lain. Tidak dapat dipungkiri, terbukanya jendela informasi menyebabkan terbukanya wawasan baru bagi masyarakat Indonesia, tidak terkecuali anak-anak muda atau remaja. Remaja 11
Huriaty D/ LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 9 No 1 (2014) 11-29
diusianya yang berkisar antara 12-18 tahun merupakan individu yang memiliki keinginan sangat besar untuk mencoba hal-hal yang baru dan terkadang ekstrim. Kehidupan modern menjadikan mereka ingin mencoba dan meniru berbagai gaya hidup/life style, dari cara berpakaian, makanan, hingga cara berfikir dan bersikap, dan biasanya yang menjadi kiblat mereka adalah western life style. Agar mereka dapat diterima di lingkungan tersebut mereka harus memiliki gaya yang sama. Cara berfikir dan bersikap ini juga terlihat dari bagaimana remaja mengambil keputusan-keputusan dalam menentukan langkah hidup mereka, misalnya keinginan untuk sekolah di luar negeri. Sulitnya persaingan untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia ditambah biaya yang sangat mahal untuk jurusan-jurusan tertentu menjadikan remaja, dalam hal ini siswa tamatan SMA/SMK mencoba untuk mencari alternatif lain. Iming-iming sekolah gratis di beberapa negara dan mudahnya mendapatkan pekerjaan di luar negeri sambil kuliah, merupakan daya tarik tersendiri bagi mereka. Berbagai lembaga baik yang melalui pemerintah maupun independen secara bergantian melakukan tawaran-tawaran fellowship ke luar negeri. Terbukanya arus teknologi dan informasi juga menjadikan para siswa kita dengan mudah untuk mengajukan application ke lembaga atau pemerintah suatu negara yang mau memberikan beasiswa atau kemudahan belajar di luar negeri. Banyak lembaga bahkan melakukan “jemput bola” ke beberapa daerah di Indonesia untuk mendapatkan siswa-siswa yang berkeinginan sekolah di luar negeri. Negara yang dituju adalah Jerman, Austria, dan Perancis. Banyak siswa di daerah yang orangtuanya berani membayar mahal untuk dapat diberangkatkan melalui lembaga tersebut. Cerita keberhasilan sebelumnya menjadi salah satu cerita tersendiri yang membangkitkan motivasi mereka untuk mempersiapkan diri agar bisa belajar ke negara tujuan tersebut. Dari hasil pengamatan dan pembicaraan dengan peserta calon mahasiswa tujuan Perancis, diketahui bahwa ada satu lembaga “PM” yang berpusat di kota Y, bergerak di bidang penyalur pelajar atau mahasiswa ke luar negeri. Lembaga tersebut melayani untuk semua negara, tetapi yang telah mereka rintis selama ini adalah Jerman, Perancis, dan Austria. Permasalahanya, bagaimanakah cara rekrutmen yang dilakukan oleh lembaga tersebut dalam menjaring calon mahasiswa yang ingin kuliah di luar negeri? Sebelumnya “PM” telah memberangkatkan sekitar 15 orang untuk tujuan Jerman. Pada tahun 2010, mereka telah merekrut 11 orang calon mahasiswa tujuan Perancis, 4 orang calon mahasiswa tujuan Austria. Calon mahasiswa ini merupakan angkatan I untuk tujuan kedua negara. Sedangkan untuk tujuan Jerman, mereka telah merekrut lebih dari 100 orang calon mahasiswa. Jumlah yang cukup besar. Permasalahannya adalah motivasi apa yang mendorong calon mahasiswa tersebut untuk kuliah di luar negeri? Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap hal-hal yang meliputi: (1) Cara rekrutmen calon mahasiswa yang akan kuliah di luar negeri. (2) Biaya yang harus dikeluarkan calon mahasiswa yang akan kuliah di luar negeri. (3) Motivasi yang mendorong calon mahasiswa tersebut untuk dapat kuliah di luar negeri. (4) Bentuk dukungan yang diberikan orangtua.
12
Menguak Motivasi Kuliah di Luar Negeri
B. Kajian Teori 1. Globalisasi Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Globalisasi adalah suatu proses di mana antarindividu, antarkelompok, dan antarnegara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara. Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah. Globalisasi dapat dipandang sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Beberapa definisi yang berhubungan dengan globalisasi, adalah Internasionalisasi, Liberalisasi, Universalisasi, Westernisasi, dan Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas. a.
Ciri Globalisasi Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia. (1) Hilir mudiknya kapal-kapal pengangkut barang antarnegara menunjukkan keterkaitan antarmanusia di seluruh dunia (2) Perubahan dalam Konstantin ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda. (3) Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO). (4) Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan. (5) Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain. Transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Kebanyakan dari kita sadar bahwa 13
Huriaty D/ LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 9 No 1 (2014) 11-29
sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi. b. Globalisasi dan Pendidikan Banyak orang yang mempertanyakan tentang kontradiksi antara pendidikan, globalisasi dan keuntungan. Tak jarang banyak orang beragumentasi bahwa dunia pendidikan adalah untuk anak-anak dan bukan untuk menjadi lahan meraih keuntungan. Dalam situasi globalisasi dianggap bahwa dunia pendidikan tidak tersedia dan tidak menguntungkan bagi kelompok miskin. Kian mahalnya ongkos sekolah membuat hanya segelintir anak-anak yang mampu sekolah dan melanjutkan ketingkat pendidikan yang lebih tinggi. Peran negara dalam pendidikan, privatisasi, dan kemitraan swasta-publik di negara-negara berkembang serta akses pendidikan yang lebih baik bagi kaum miskin, pilihan, kompetisi, dan kewiraswastaan yang bergerak di pasar pendidikan di seluruh dunia telah menumbuhkan kerangka pendidikan yang terbaik, bahkan bagi kaum miskin. Hal ini seperti program pendidikan yang dijalankan oleh Oxfam di Lahore, Pakistan, yang mampu menunjukkan bahwa anggapan bahwa sekolah-sekolah swasta melayani kebutuhan sejumlah kecil orang kaya adalah suatu asumsi yang keliru. Persaingan yang terjadi antar sekolah-sekolah swasta tersebut bukan hanya ditataran biaya semata namun juga pada kurikulum sekolah. Sekolah-sekolah swasta tersebut bahkan telah menjangkau wilayah-wilayah kumuh yang semula enggan didatangi oleh sekolah pemerintah, seperti apa yang terjadi di India. Hanya saja, pemerintah acapkali tidak mengakui keberadaan sekolah-sekolah swasta ini. Dalam perkembangannya bahkan banyak orangtua murid yang lebih senang menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta dari pada sekolah pemerintah, meskipun dengan biaya gratis. Seperti yang acapkali ditemukan di India, banyak sekolahsekolah negeri telah kehilangan kualitas yang signifikan. Bukan saja fasilitas fisik sekolah yang menyedihkan namun juga kualitas mengajar guru yang sangat memprihatinkan. Fenomena seperti ini dapat dibayangkan, jika mengingat besaran subsidi dan kemampuan pemerintah untuk bertahan memberikan subsidi pembangunan kepada sekolah-sekolah negeri. c.
Pengaruh Globalisasi terhadap Nilai-Nilai Nasionalisme Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia (Edison, 2005). Menurut pendapat Krsna (2005), sebagai proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain-lain. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai
14
Menguak Motivasi Kuliah di Luar Negeri
bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia, oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya. Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan mempengaruhi nilai-nilai nasionalisme terhadap bangsa. (1) Pengaruh positif globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme (a) Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat. (b) Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa. (c) Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa. (2) Pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme (a) Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang. (b) Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia. (c) Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat. (d) Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa. (e) Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa. Pengaruh-pengaruh di atas memang tidak secara langsung berpengaruh terhadap nasionalisme. Akan tetapi secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau hilang. Sebab globalisasi mampu membuka cakrawala masyarakat secara global. Apa yang di luar negeri dianggap baik memberi aspirasi kepada masyarakat kita untuk diterapkan di negara kita (Tri, 2008). 15
Huriaty D/ LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 9 No 1 (2014) 11-29
d.
Pengaruh Globalisasi terhadap Nilai Nasionalisme di Kalangan Generasi Muda Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda. Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala-gejala yang muncul dalam kehidupan sehari-hari anak muda sekarang. Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi santapan mereka sehari-hari. Jika digunakan secara semestinya tentu kita memperoleh manfaat yang berguna. Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian. Bukan hanya internet saja, ada lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa sosial terhadap masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan menggunakan handphone. Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun dan cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Hubungannya dengan nilai nasionalisme akan berkurang karena tidak ada rasa cinta terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat. Padahal generasi muda adalah penerus masa depan bangsa. e.
Antisipasi Pengaruh Negatif Globalisasi terhadap Nilai Nasionalis-me Langkah-langkah untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme antara lain yaitu: (1) Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk dalam negeri. (2) Menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya. (3) Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik-baiknya. (4) Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar-benarnya dan seadil-adilnya. (5) Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa (Tri, 2008). Dengan adanya langkah-langkah antisipasi tersebut diharapkan mampu menangkis pengaruh globalisasi yang dapat mengubah nilai nasionalisme terhadap bangsa. Sehingga kita tidak akan kehilangan kepribadian bangsa. 2.
Motivasi Kata motivasi digunakan untuk mendeskripsikan suatu dorongan, kebutuhan atau keinginan untuk melakukan sesuatu. Orang dapat termotivasi makan apabila sedang lapar, pergi ke mall hari ini, mendapatkan nilai IPS yang lebih baik semester ini, atau memperbaiki kondisi lingkungan hidup di sekitar rumah tinggal mereka. Dengan kata lain, kata motivasi dapat dikenakan pada perilaku dalam suatu ragam atau rentang situasi yang sangat luas. Seseorang menggunakan konsep motivasi untuk memberikan suatu kecendrungan umum yang mendorong ke arah jenis tujuan tertentu. Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan. Dalam hubungan antara motivasi dan 16
Menguak Motivasi Kuliah di Luar Negeri
intensitas, intensitas terkait dengan dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses internal yang mengaktifkan, menuntun, dan mempertahankan perilaku dari waktu ke waktu. Motivasi adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang berjalan, membuat tetap berjalan, dan menentukan kemana arah berjalan (Slavin, 2009: 105-106). Motivasi dapat berbeda-beda menurut intensitas maupun arah. Namun, intensitas dan arah motivasi sering sejalan. Dalam pendidikan, motivasi berperan penting dalam menentukan seberapa banyak yang akan dipelajari dari suatu kegiatan yang dilakukan atau informasi yang dihadapkan. Seseorang yang termotivasi untuk mempelajari sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari dan menyerap serta mengingat lebih banyak tentang sesuatu tersebut. Motivasi untuk melakukan sesuatu dapat terjadi dalam banyak cara. Motivasi dapat merupakan karakteristik kepribadian; orang-orang dapat mempunyai minat yang abadi dan stabil untuk berpartisipasi ke dalam kategori kegiatan yang luas, seperti pendidikan, olahraga, atau kegiatan spasial (Slavin, 2009: 106). Konsep motivasi berkaitan erat dengan prinsif bahwa perilaku yang telah diperkuat sebelumnya mempunyai kemungkinan yang lebih besar diulang kembali dibandingkan perilaku yang belum diperkuat atau yang telah dihukum. Bandura dan Skinner menyatakan bahwa motivasi untuk memperoleh tindakan penguatan dan menghindari tindakan penghukuman. Maslow menyatakan bahwa konsep motivasi untuk memuaskan kebutuhan. Beberapa kebutuhan dasar yang harus dipuaskan meliputi kebutuhan akan makanan, perumahan, cinta dan pemeliharaan harga diri yang positif. Setiap orang berbeda-beda dalam tingkat kepentingan yang mereka berikan pada masing-masing kebutuhan ini. a.
Hierarki Teori Kebutuhan Maslow Teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki teori kebutuhan milik Abraham Maslow. Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional), sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan), penghargaan (faktor penghargaan internal dan eksternal), dan aktualisasi diri (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri). Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah sedangkan kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas. Perbedaan antara kedua tingkat tersebut adalah dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara eksternal. Mengingat bahwa seseorang mempunyai banyak kebutuhan yang ingin dipuaskan pada saat tertentu. Salah satu konsep penting ialah perbedaan antara kebutuhan kekurangan (deficiency needs) dan kebutuhan pertumbuhan (growth needs). Kebutuhan kekurangan (fisiologis, keselamatan, cinta dan harga diri) adalah kebutuhan yang penting bagi kesejahteraan fisik dan psikologi; kebutuhan ini harus 17
Huriaty D/ LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 9 No 1 (2014) 11-29
dipuaskan, tetapi begitu sudah terpuaskan, motivasi seseorang untuk memuaskannya hilang. Sebaliknya, kebutuhan pertumbuhan (kebutuhan untuk mengetahui dan memahami sesuatu, untuk menghargai keindahan/kebutuhan astetik, kebutuhan untuk bertumbuh dan berkembang dengan dihargai orang lain/kebutuhan aktualisasi diri) tidak pernah dapat dipuaskan seluruhnya. Bahkan makin sanggup orang memenuhi kebutuhan mereka untuk mengetahui dan memahami dunia sekeliling, motivasi menjadi semakin besar untuk mempelajari lebih banyak lagi. Teori Maslow meliputi konsep keinginan untuk aktualisasi diri yang didefinisikan sebagai keinginan untuk menjadi apapun yang sanggup diraih seseorang. Aktualisasi diri dicirikan oleh penerimaan terhadap diri sendiri dan orangorang lain, spontanitas, keterbukaan, hubungan yang relatif mendalam tetapi demokratis dengan orang lain, kreativitas, humor, dan kebebasan, dan kesehatan psikologis. Maslow menempatkan kehausan akan aktualisasi diri pada puncak hierarki kebutuhan, dengan menyiratkan bahwa pencapaian kebutuhan yang terpenting ini bergantung pada kepuasan semua kebutuhan lainnya. Teori atribusi berbicara tentang keberhasilan dan kegagalan. Keberhasilan dan kegagalan mempunyai tiga karakteristik, yaitu (1) apakah penyebabnya dilihat sebagai suatu yang internal (dalam diri orang tersebut) atau eksternal; (2) apakah sesuatu hal dilihat sebagai sesuatu yang stabil atau tidak stabil; (3) apakah sesuatu hal dapat dipahami sebagai sesuatu yang dapat dikendalikan atau tidak. Asumsi utama teori atribusi ialah bahwa seseorang akan berusaha mempertahankan citra yang positif. Karena itu ketika seseorang berkinerja baik dalam suatu kegiatan, dia akan menghubungkan keberhasilannya dengan upaya atau kemampuan sendiri; tetapi jika seseorang berkinerja buruk, dia menyatakan bahwa kegagalan itu terjadi karena faktor yang tidak dapat dikendalikan. Seseorang yang mengalami kegagalan akan mencoba mencari penjelasan yang membenarkan atas kegagalan tersebut. Teori atribusi berkaitan dengan empat penjelasan atas keberhasilan dan kegagalan dalam situasi pencapaian, yaitu kemampuan, upaya, kesulitan tugas, dan keberuntungan. Atribusi kemampuan dan upaya, bersifat internal; sedangkan atribusi kesulitan tugas dan keberuntungan bersifat eksternal. Kemampuan merupakan keadaan yang relatif stabil dan tidak dapat diubah; upaya dapat diubah; kesulitan tugas adalah karakteristik yang stabil; sedangkan keberuntungan tidak stabil dan tidak dapat dikendalikan. Salah satu konsep yang merupakan inti teori atribusi ialah lokasi kendali (locus of control). Seseorang yang mempunyai lokasi kendali internal adalah orang yang percaya bahwa keberhasilan atau kegagalan terjadi karena upaya atau kemampuannya sendiri. Seseorang yang mempunyai lokasi kendali eksternal mempunyai kemungkinan yang lebih besar percaya bahwa faktor-faktor lain seperti keberuntungan, kesulitan tugas, atau tindakan orang lain, menyebabkan keberhasilan atau kegagalan. Lokasi kendali internal disebut juga daya hasil pribadi (self-efficacy), yaitu keyakinan bahwa perilaku seseorang menghasilkan perbedaan. 3.
Trend Sekolah di Luar Negeri Pendidikan menjadi kebutuhan setelah sandang, pangan dan papan, oleh karena itulah saat ini semakin banyak orang yang berlomba untuk memperbaiki kualitas pendidikan mereka. Komunitas PPAN (Pertukaran Pemuda Antar Negara) menyatakan bahwa kwalitas pendidikan mereka yang jauh dibawah rata rata merupakan salah satu penyebab timbulnya trend sekolah ke luar negeri. Hal ini 18
Menguak Motivasi Kuliah di Luar Negeri
dibenarkan oleh pengamat pendidikan, Bp. Prof. Sairodji, akan tetapi menurutnya sekolah ke luar negeri jangan sampai hanya dijadikan sebagai trend belaka, tapi juga harus dibekali dengan berbagai kemampuan, terutama bahasa. Tantangan dunia global menunjukkan bahwa batas-batas teritorial antar negara kian terbuka, menghadapi persaingan yang semakin tinggi di dunia kerja nasional dan internasional, melanjutkan studi keluar negeri menjadi alternatif bagi siswa-siswi Indonesia untuk mendapatkan kualitas pendidikan terbaik. Secara tradisi, Jerman, Austria, Swiss telah menjadi barometer perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia di negara-negara tersebut telah lahir ilmuwan dan sejarawan, yang melalui pemikiran mereka telah mempengaruhi peradaban dunia. Hal ini didukung pula dengan banyaknya perusahaan-perusahaan besar internasional yang berakar dari Jerman, Austria dan Swiss. Dengan demikian telah terbukti betapa tingginya sistem dan kualitas pendidikan yang mereka miliki. Disamping terkenal sebagai negara yang menghasilkan cikal bakal teknologi tinggi, Jerman, Austria juga sangat dikenal sebagai negara budaya, negara para pujangga dan pemikir. Faktor-faktor alam telah membentuk struktur budaya, karakter dan etos kerja Eropa yang sangat khas. Unsur-unsur positif dari budaya mereka seperti jujur, tepat waktu, disiplin, respek dan terencana merupakan bahan-bahan pembelajaran berharga bagi generasi muda penerus bangsa. Faktor lain yang dapat mendorong untuk studi di luar negeri adalah biaya pendidikan. Saat ini dan ke depan, biaya pendidikan di dalam negeri makin meningkat dan mahal bahkan bisa menjadi lebih mahal dibanding biaya pendidikan di luar negeri khususnya di Jerman, Austria, Swiss. Hambatan utama bagi para calon mahasiswa yang akan belajar di Jerman, Austria dan Swiss adalah persiapan yang kurang secara akademik, birokrasi, bahasa dan mental budaya. Kondisi ini membutuhkan lembaga yang kompeten, dalam memberikan bukan hanya informasi melainkan pembekalan lengkap dan menyeluruh. Dari segi seni dan budaya, diplomasi kebudayaan yang dimiliki oleh Indonesia adalah salah satu unggulan untuk dapat berkiprah di dunia internasional. Belajar di Perancis adalah suatu yang membanggakan. Universitas-universitas terbaik ada di sini. Banyak sekali invensi-invensi monumental dari Negara perancis, tentu saja dari kontribusi sumberdaya dan keterlibatan perguruan tingginya, seperti pesawat terbang Airbus, TGV (kereta api berkecepatan tinggi), pesawat antariksa Ariane, industri barang-barang mewah da bermutu tinggi, penemu anti-virus AIDS dan sebagainya. Tidak heran menjadi destinasi belajar yang cukup diminati, saat ini saja sudah ada kurang lebih dua ratus ribu mahasiswa asing belajar di Perancis METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Pendekatan dilakukan untuk memahami dan menafsirkan secara mendalam tentang makna dari fenomena yang ada di lapangan. Peneliti mengamati perilaku responden secara lebih mendalam untuk memahami maknanya. Disamping hasil amatan yang eksplisit, ada pula yang implisit. Pengetahuan yang eksplisit dapat dikomunikasikan melalui bahasa,
19
Huriaty D/ LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 9 No 1 (2014) 11-29
sedangkan pengetahuan yang implisit dapat diketahui berkat penafsiran dengan berada cukup lama di lapangan. A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Waktu penelitian dilakukan selama tiga bulan. Penelitian ini mempunyai keterbatasan waktu dan tenaga sehingga data yang diambil atau pengumpulan data yang dilakukan kurang maksimal. B. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini (informan) adalah siswa tamatan SMA yang disiapkan atau sedang mengadakan persiapan untuk sekolah ke Luar Negeri dengan tujuan Perancis. Pemilihan lokasi dan informan ditetapkan karena kemudahan dalam penulis melakukan pengamatan langsung. Ada dua orang informan utama yang menjadi sumber informasi dalam penelitian ini. A adalah siswa tamatan SMAN Blitar, Jawa Timur, perempuan, 19 Tahun; dan T adalah siswa tamatan SMAN 1 Raja Galuh, Majalengka, Jawa Barat, perempuan, 18 tahun. Mereka tinggal dixz lantai dua. Di samping dua orang tersebut ada S adalah siswa tamatan SMA 1 Mandiri Cirebon, Jawa Barat, perempuan, 18 tahun, yang juga kos di tempat tersebut, tapi kamarnya berada di lantai satu; dan F adalah siswa tamatan SMAN 2 Cirebon, Jawa Barat, laki-laki, 18 tahun yang sering berada di tempat kos yang sama. Penentuan subjek penelitian ditetapkan berdasarkan relevansi dengan tujuan penelitian, karena itu pemilihan orang sebagai subjek penelitian tidak ditetapkan secara kaku tetapi fleksibel sesuai dengan fenomena yang muncul di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motivasi apa saja yang melatarbelakangi keinginan informan untuk sekolah di luar negeri, khususnya Perancis. C. Teknik Pengumpulan Data Berdasarkan kepentingan menangkap makna secara tepat, cermat, rinci, dan komprehensif, pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara dan pengamatan. Wawancara digunakan untuk menggali data secara mendalam terhadap kebermaknaan semua aspek yang relevan dengan penelitian menurut persepsi responden dan pengelola. Proses kegiatan wawancara dilakukan dengan terlebih dahulu mempersiapkan pedoman wawancara dengan pertanyaan terbuka, di mana instrument ini hanya digunakan sebagai arah wawancara yang terfokus pada masalah. Oleh karena itu, penggunaannya tidak dilakukan secara ketat, artinya pertanyaan dapat berkembang sesuai dengan jawaban responden penelitian. Hal ini sejalan dengan pendapat Nasution (1988: 74) yang mengatakan bahwa wawancara dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yakni: (a) dalam bentuk percakapan informal, yang mengandung unsur spontanitas, kesantaian, tanpa pola atau arah yang ditentukan sebelumnya, (b) menggunakan lembaran berisi garis besar pokok-pokok, topik atau masalah yang dijadikan pegangan dalam pembicaraan, dan (c) menggunakan daftar pertanyaan yang lebih terinci, namun bersifat terbuka yang telah dipersiapkan lebih dahulu dan akan diajukan menurut urutan dan rumusan yang tercantum. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan ketiga pendekatan tersebut. Dalam wawancara dengan informan, informasi yang ingin digali adalah bagaimana cara rekrutmen calon mahasiswa, 20
Menguak Motivasi Kuliah di Luar Negeri
biaya yang harus dikeluarkan, motivasi apa yang mendorong calon mahasiswa tersebut untuk kuliah di Perancis, bagaimana persiapan mereka sebelum berangkat, apa saja yang mereka pelajari di tempat kursus bahasa Perancis di Yogyakarta, bagaimana perasaan, rencana, dan harapan mereka setelah nanti tiba di Perancis, bagaimana peran orang tua dalam memberikan fasilitas kepada anak mereka dalam rangka keberangkatan ke Perancis. Teknik observasi digunakan untuk mengamati, mengumpulkan data, dan mendeskripsikan tentang aktivitas responden, suasana belajar dan kegiatan seharihari. Pengamatan dimulai dengan pengamatan menyeluruh dan selanjutnya lebih terfokus. Pengamatan menyeluruh dilakukan untuk mendapatkan catatan-catatan lapangan guna menjawab pertanyaan umum. Sedangkan pengamatan terfokus dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang satuan pengalaman yang lebih detail, rinci, dan menggambarkan informasi yang lebih spesifik. Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengamatan berperan serta. Pengamatan berperan serta menceritakan kepada peneliti apa yang dilakukan oleh responden dalam situasi peneliti memperoleh kesempatan mengadakan pengamatan dan berperan serta dengan mengadakan pengamatan dan mendengarkan secara cermat hingga hal-hal yang detail. D. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Cara yang digunakan untuk memeriksa keabsahan data dalam penelitian ini adalah dengan cara triangulasi sumber data dan triangulasi teknik pengumpulan data. E. Teknik Analisis Data Menganalisis data berarti menyusun data agar dapat ditafsirkan. Menafsirkan berarti memberi makna kepada hasil analisis. Menurut Nasution (1988: 129), langkah-langkah umum dalam menganalisis data kualitatif terdiri atas: (a) reduksi data, (b) display data, dan (c) mengambil kesimpulan dan verifikasi. Analisis data dilakukan pada saat pengumpulan data selesai dilakukan. Seberapa banyak data dikumpulkan segera dilakukan analisis agar diperoleh pertanyaan penelitian lanjutan yang akan dijadikan pedoman dalam pengumpulan data berikutnya. Data lapangan dicatat dalam catatan lapangan berbentuk deskripsi tentang apa yang dilihat, didengar, dan dialami oleh subjek penelitian. Kemudian diberikan catatan refleksi berupa kesan, komentar, pendapat, dan penafsiran oleh peneliti untuk memaknai fenomena yang ditemukan. Secara umum analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui tahapan: (a) mencatat semua temuan fenomena di lapangan baik melalui pengamatan dan wawancara; (b) mencermati kembali catatan hasil pengamatan dan wawancara serta memisahkan data yang dianggap penting dan tidak penting, sekaligus memeriksa kemungkinan adanya kekeliruan klasifikasi; (c) mendeskripsikan data yang telah diklasifikasikan untuk kepentingan penelaahan lebih lanjut dengan memperhatikan fokus dan tujuan penelitian; dan (d) membuat analisis akhir dalam bentuk laporan. F. Konteks dan Analisis 1. Konteks A dan T yang merupakan informan utama, adalah 2 orang siswa tamatan SMA yang disiapkan atau sedang mengadakan persiapan untuk sekolah di luar negeri dengan tujuan Perancis. Keberangkatan mereka direncanakan pada bulan Agustus atau September. Mereka telah berada di Yogyakarta untuk mengikuti persiapan 21
Huriaty D/ LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 9 No 1 (2014) 11-29
kemampuan penguasaan Bahasa Perancis sejak bulan Mei. Tahun pelajaran baru di perguruan tinggi di Perancis akan dimulai pada bulan September setiap tahunnya. Persyaratan yang diberikan oleh pemerintah negara Perancis adalah bahwa siswa/mahasiswa yang akan kuliah di Perancis harus dapat berbahasa Perancis. Syarat ini terutama berlaku bagi negara-negara yang menggunakan bahasa nasionalnya sebagai bahasa pengantar dan bukan bahasa Inggris. Hal inilah salah satu penyebab, biaya pendidikan di negara yang bersangkutan relatif murah, dibandingkan negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantarnya. Kedua informan dan peserta lainnya telah mengikuti kursus bahasa Perancis yang diadakan oleh lembaga yang akan memberangkatkan mereka ke Perancis sejak bulan Mei. Mereka belajar bahasa Perancis di salah satu komplek perumahan mewah di daerah Sleman, Yogyakarta. Kursus dimulai dari jam 07.30 pagi dan berakhir jam 17.00 WIB, setiap hari, Senin hingga Sabtu. Kursus bahasa Perancis rata-rata sehari dilaksanakan 8 jam sehari dari jam 07.30 s.d. 17.00 WIB. Istirahat diberikan hanya untuk shalat dan makan siang, yaitu dari jam 12.00 – 13.00. Materi yang diberikan meliputi mendengarkan, berbicara, menulis, membaca, dan budaya. Minggu merupakan hari libur. Terkadang mereka gunakan untuk jalan-jalan ke Malioboro, Borobudur, Prambanan, dan tempat lainnya. Karena ini merupakan kali pertama mereka tinggal atau berkunjung ke Yogyakarta. Tapi terkadang mereka hanya berada di kos untuk mencuci dan menyetrika pakaian atau hanya menghabiskan waktu dengan beristirahat di kamar sambil mendengarkan musik atau menonton film. Satu kelas terdiri dari 11 orang, 7 orang laki-laki dan 4 orang perempuan. Mereka berasal dari kota Cirebon (3 orang), Jakarta (2 orang), Blitar (4 orang), Trenggalek (1 orang), dan Solo (1 orang). Yang mengherankan tidak ada yang berasal dari Yogya, tempat dimana lembaga “PM” ini berkantor. Mereka telah membuat Paspor, pada bulan Oktober di kantor Imigrasi Provinsi Yogyakarta dan direncanakan membuat visa dan ijin tinggal di Jakarta pada saat tes TCFDAP di CCF (Culture Centre France) pada bulan Pebruari tahun berikutnya. Alasan mereka tertarik untuk pergi sekolah ke Perancis, walaupun harus membayar Rp. 45 juta s.d. Rp. 55 juta, adalah menurut A “Karena ternyata biaya di luar negeri lebih murah, karena diberikan subsidi oleh pemerintah negara tersebut dan juga untuk mencari pengalaman di luar negeri mumpung masih muda”, sedangkan menurut T “Ingin belajar di sana, karena belajar di Indonesia kurang, setiap pulang kuliah pasti nongkrong dulu, kalo di luar negeri, waktu sangat berharga dan biaya pendidikan juga murah, kualitas pendidikan yang bagus, dan cari jodoh orang Perancis…..hahaha”. Sedangkan menurut orang tua A “lebih murah…Biar A-nya lebih mandiri, gak tergantung dengan orangtua dan dapat memenuhi kebutuhan sendiri”. Menurut orang tua T adalah untuk memperbaiki pendidikan dalam keluarga dan lebih mandiri. Orang tua A telah empat kali mengunjungi anaknya, sehingga dalam beberapa kesempatan peneliti mewawancarai secara langsung ibunya. Ibunya datang ke Yogya terkadang dalam rangka sambil “kulakan” di Malioboro sambil menengok anaknya. Waktu yang digunakan hanya 1 -2 hari untuk kedua tujuan tersebut. Orang tua A menelpon A hanya pada bulan-bulan pertama A di Yogyakarta, biasanya 2 kali sehari. Tetapi sekarang sudah jarang. Ibu A khawatir jika A lagi sakit dan selalu ingin ke Yogya untuk menengok A. Orang tua T adalah yang paling sering menelpon. Setiap hari 2 – 3 kali. Hal ini dilakukan untuk mengingatkan waktu makan dan sholat. 22
Menguak Motivasi Kuliah di Luar Negeri
Rekrutmen yang dilakukan oleh PM adalah melalui bimbingan-bimbingan belajar dan sekolah-sekolah. Cara pendaftaran melalui kantor-kantor Cabang PM, yang terletak di kota Jakarta, Cirebon, Blitar, Lampung, Solo, dan Tranggalek. Di Jakarta ada tiga kantor Cabang yaitu di Jakarta Pusat, Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan. Mereka datang ke sekolah dan mengadakan seminar-seminar kecil. Dalam seminar itu diberikan gambaran tentang universitas-universitas di luar negeri, terutama universitas negara tujuan. Kemudian juga dipaparkan perbandingan biaya pendidikan di Indonesia dengan luar negeri, khususnya di negara-negara Eropa. Pada kesempatan itu juga ditampilkan siswa atau mahasiswa yang sudah diberangkatkan. Setelah diadakan seminar kecil, kemudian diadakan seminar resmi yang dihadiri oleh calon siswa dan orangtuanya. Pada seminar kali ini selain hal di atas juga disampaikan tentang besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Setiap daerah berbeda, biayanya berkisar Rp. 45 juta hingga Rp. 55 juta. Uang itu untuk keperluan kursus bahasa selama 500 – 750 jam, pembuatan dokumen, seperti paspor dan visa, dan tiket keberangkatan ke negara tujuan. Kemudian di tambah uang jaminan 7800 Euro atau Rp. 100 juta untuk tujuan Jerman dan Rp. 80 juta untuk tujuan Perancis. Sedangkan untuk biaya hidup di luar negeri ditanggung masing-masing siswa. Uang yang telah diserahkan tidak bisa diambil kembali jika mereka membatalkan untuk mengikuti program ini. Ketika ditanyakan apakah ada perasaan takut? A menjawab “Takut….jujur….setelah masuk P…ada perasaan menyesal, tapi karena sudah terlanjur, jadi harus pergi dengan tekad besar…. jadi harus dijalani…takutnya gak bisa pulang kalo terjadi apa-apa”. Menurut T: “Hidup di sana gak takut…. Yang ditakutkan karena meninggalkan orang tua…kalo terjadi apa-apa dengan Ayah dan Ibu….Umur mereka sudah 60 tahunan dan ibu… 54 tahun…jadi takut….” Pada suatu hari, tiba-tiba, sebut saja S, datang dan bercerita tentang adik temannya yang bernama R. R pada tahun lalu juga ikut program yang diselenggarakan oleh PM untuk tujuan Jerman, tapi tidak diberangkatkan dan uang yang telah disetor tidak kembali. Sekarang R kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta di Yogya. Tidak diketahui bagaimana proses pengembalian uangnya. Hari itu setelah mendengar cerita, T dan A menangis seharian, tampak ketakutan yang luar biasa. Mereka menghubungi orangtua mereka masing-masing. Memang tampak ada kejanggalan, semua urusan dilakukan oleh siswa, orangtua tidak dilibatkan oleh pihak PM. Besok harinya, mereka bersepakat di kelas akan menuntut PM jika mereka tidak diberangkatkan. Tetapi mereka khawatir karena surat perjanjian antara pihak PM dan orangtua sampai sekarang masih belum dibuatkan oleh pihak PM. Diketahui bahwa pernah ada ibu dari salah seorang siswa Z yang datang ke Yogya untuk menanyakan bagaimana nasib anaknya dan meminta surat perjanjian, tapi oleh pihak PM dikatakan bahwa mereka akan berangkat setelah hasil tes bahasa. Tes DELF yang dilalui ternyata sangat sukar. Kemampuan mereka jauh berada di bawah. Hasil akhir menunjukkan bahwa tidak ada satu orangpun dari 11 orang tersebut yang lulus pada tes DELF tersebut. “Mbak tahu sendiri….Aku menangis. Ya Allah… Ya mungkin..dari situ kita sadar bahwa kemampuan kita masih kurang banget. Contohnya B1 itu pesertanya sudah lulus S-1, anak-anak Perancis…Sastra Perancis dari UNY, dari UGM. Dari situ kita sadar…kita tu belajar bahasa Perancis 5 bulan…sekitar 5 bulan…itu kotor...
23
Huriaty D/ LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 9 No 1 (2014) 11-29
bersih sekitar 4 bulan Yah mungkin waktu segitu…inilah kemampuan kita... dan kitapun kayanya mungkin selama ini menyepelekan….atau bagaimana gitu kurang belajar. Nah dari situ ketahuan kalo ternyata kemampuannya masih sangat buruk dan kalau terus seperti ini kemungkinan besar kita tidak bisa belajar ke Perancis. Karena sudah dapat pengalaman itu…besok kita Pebruari tes TCF DAP untuk universitas, makanya kita harus berusaha keras”. Mereka harus berjuang keras pada tes TCF DAP bulan Pebruari, jika tidak ingin gagal masuk ke perguruan tinggi yang mereka inginkan di Perancis.Tes DELF merupakan tes kemampuan bahasa Perancis setingkat TOEFL, hanya hasil tes tidak berupa angka/skor, melainkan berupa tingkatan atau kualifikasi, yaitu bien = baik, assez bien = cukup baik, tres bien = sangat baik. Dibandingkan dengan calon mahasiswa tujuan Jerman, Perancis lebih ketat dalam menentukan calon mahasiswa yang dapat bersekolah di sana. Dari lebih 100 orang calon mahasiswa Jerman, telah diberangkatkan sekitar 20 orang pada tahap pertama di bulan Desember 2010. Kemudian 20 orang di bulan Januari dan 20 orang di bulan Pebruari. Melihat banyaknya siswa yang telah diberangkatkan ke Jerman, peneliti menanyakan mengapa informan tertarik memilih Perancis, yang merupakan program baru bagi lembaga PM. Alasannya karena uang deposit yang sebesar Rp. 80 juta telah dijanjikan untuk diberikan talangan oleh pihak PM, sedangkan jika tujuan Jerman, harus dibayar di awal sebesar Rp. 100 juta. Uang tersebut diluar biaya kursus dan lain-lain yang berkisar antara Rp. 45 juta hingga Rp. 55 juta. Lembaga PM merupakan lembaga baru, jadi susah untuk melacak sepak terjang lembaga tersebut. Mereka bahkan tidak berani menjamin kesebelas siswa akan berangkat ke Perancis, apalagi jika mereka tidak lulus tes TCF DAP. Mereka hanya memberikan gambaran kemudahan-kemudahan yang akan didapatkan jika bersekolah di luar negeri. Misalnya pada saat pemilihan fakultas dan jurusan. Ternyata Fakultas Kedokteran sangat sulit untuk menjadi pilihan. Padahal alasan kemudahan dan murah menjadi alasan utama siswa memilih Perancis sebagai negara tujuan tempat mereka akan kuliah. Menurut A, mahasiswa Indonesia yang masuk kedokteran pada perbandingan 1 : 1000, yang 1000 gagal, 1 nya berhasil. Akhirnya mereka beralih kejurusan-jurusan yang sebenarnya mereka telah sebagian lulus di perguruan tinggi negeri di Indonesia. Pilihan jatuh pada jurusan Bioteknologi, Seni, Teknik pertambangan, Teknik informatika, dan Ekonomi. Padahal dari mereka sudah ada yang diterima di PTN terkenal di Indonesia, seperti F, diterima PMDK di ITB, jurusan Teknik Sipil dan memperoleh beasiswa bidik misi; C, di ITS, juga memperoleh beasiswa bidik misi; S, di sastra Perancis di UNY; Ty, di Universitas Brawijaya, dan G di STIAMI, sekolah tinggi internasional yang bekerjasama dengan Australia, dan setelah 1 semester akan meneruskan di Australia. Demikian juga dengan A yang akan didaftarkan untuk memperoleh beasiswa bidik misi di Universitas Jember.Alasan yang diberikan oleh mereka (A, T, dan G) adalah: ”Cuma karena kitanya gak tahu..Cuma pada pas itu…emang pintar banget…namanya dia jualan ya…memang pinter banget ngomongnya…udah-udah enak kita kuliah sambil kerja…siapa sih orangtua yang gak pengen anaknya kuliah sendiri pake biaya sendiri dapat uang lagi. Akhirnya sama orangtua ya udah…kamu ke Perancis aja”.
24
Menguak Motivasi Kuliah di Luar Negeri
Rencana keberangkatan setelah ada pengumuman TCF DAP, itupun jika mereka lulus. Jika tidak, maka pihak PM akan memperpanjang waktu kursus. Mereka akan berada di Yogyakarta sekitar 1 hingga 2 tahun. Orangtua mulai cemas, Ibu dan kakak dari S datang ke PM Yogyakarta, demikian pula orangtua A, G dan T mendatangi perwakilan PM di daerah masing-masing. Orangtua Z datang dan sempat marah-marah, karena pihak PM menyatakan jika tidak lulus tes, akan berangkat tahun depan. Sedangkan sewaktu PM mempromosikan, disebutkan bahwa mudah untuk dapat masuk perguruan tinggi di Perancis. Kenyataannya mereka harus menunggu hasil tes DELF atau TCF DAP. “…mungkin karena kurang terbukanya antara PM dengan siswa….kan ada orangtua siswa…G…itukan pergi ke CCF Jakarta…itu di situ pusatnya kampus Perancis Jakarta…tanya-tanya apakah pihak PM sudah mendaftarkan siswasiswanya untuk megikuti tes TCFDAP…ternyata belum.. Kitanya nanti takut kalo kitanya tidak didaftarkan. Trus didaftarin…mau gak mau berangkat tahun depan lagi…tahun 2012. Kitanya kan gak mau… Kemungkinan besar kalo PM gak mau mendaftarkan hari itu juga…kita sudah sepakat mau mendaftarkan sendiri…pakai uang sendiri. Mau gak mau PM harus …apa namanya…mengembalikan uang kita sejumlah uang untuk mendaftar itu. Trus akhirnya kita juga sudah komplain masalah pelayanan PM gini… gini… gitu… gini… gitu. Alhamdulillah, kemarin sudah ada kepastian dari …apa namanya…dari pihak PM nya. Dia sudah minta maaf pada kita. Kita juga minta maaf ke mereka. Mungkin dari kitanya…karena itu harus diambil hikmah kalo antara siswa, lemabaga, dan orang tua ada kerjasama. Jadinya juga seperti ini, karena kita kan masuk ke PM dengan baik-baik, kita juga harus keluar dengan baik-baik. Biaya yang sudah diserahkan sebesar Rp. 45 juta – Rp. 55 juta tidak dikembalikan jika mereka mengundurkan diri. Sedangkan kontrak perjanjian antara orangtua dan pihak PM hingga sekarang belum ada. Hingga kursus berakhir, masih berupa draft. Keresahan siswa tampaknya dinetralisir dengan situasi belajar di kelas. Guru-guru pengajar, yang hanya tenaga honor yang dibayar sesuai dengan banyaknya jam mengajar, dapat mengurangi beban siswa. Karena mereka dapat diajak diskusi dan berbagi. Demikian juga rasa persaudaraan yang muncul di antara mereka bersebelas. Bahkan terjadi cinta lokasi antara S dan F. Ketika ditanya bagaimana perasaan jika tidak diberangkatkan, A menjawab: “Takut…pasti takut. Sudah nangis. yang aku pikirin…OK…aku gak berangkat sekarang…masalah aku…uang….masih bisa dikasih…tapi waktunya. Kalo aku sendiri…masih bisa menerima, tapi buat orangtua…sudah sangat merepotkan orangtua dengan uang 50 juta…belum uang biaya hidup selama di Yogya…ini itu…ini itu. Gak sedikit…jadi sudah merepotkan orangtua…eh…gak berangkat…jadi apa gitu! Mikirnya begitu saya. Kalau aku pribadi…kalau buat diri aku terasa…yang dipikirin orangtua dan keluarga itu. Biaya hidup di Perancis, ternyata di luar yang Rp 45 juta – Rp 55 juta. Uang tersebut hanya untuk biaya kursus, pembuatan surat menyurat, biaya pendaftaran di universitas di Perancis dan biaya tiket penerbangan tujuan Perancis. Mereka dibantu oleh pihak PM untuk mencarikan apartemen. Mereka akan beradaptasi selama 1 – 2 bulan sebelum masuk pre-universitas.
25
Huriaty D/ LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 9 No 1 (2014) 11-29
Mereka bersebelas akan tinggal terpisah-pisah di Perancis. A, T, dan G memilih universitas di kota Marseille, Montpellier, dan Nimes, dengan harapan mereka tetap bisa dalam satu apartemen. Mengingat untuk tinggal dan hidup sendiri, biayanya sangat mahal. Juga pertama kali hidup di luar negeri menimbulkan perasaan takut, mengingat usia mereka yang masih sangat muda. Bayangan susahnya kehidupan di Perancis, membuat mereka berencana untuk kuliah sambil bekerja. Menjadi waitress atau nanny, merupakan salah satu alternatif pekerjaan yang ingin mereka lakukan. Alternatif lain adalah berjualan aksesoris dari Indonesia. Ayah A bahkan berencana untuk menjadi TKI di Arab Saudi untuk biaya kuliah A di Perancis. Karena ternyata uang yang Rp 45 juta merupakan bantuan dari pihak keluarga yang nantinya harus dikembalikan. Pihak PM sendiri tidak memberi gambaran tentang daerah-daerah atau kotakota yang mereka pilih. Mereka hanya berpedoman pada peta yang diperoleh dari buku. Mereka dibiarkan memilih sendiri. Mereka mulai terlihat bosan di Yogyakarta, sementara teman-teman mereka di daerah sudah kuliah dan telah menyelesaikan satu semester dan hampir menyelesaikan kuliah ditahun pertamanya. Tapi mereka tidak mengisi waktu yang ada dengan mengasah kemampuan bahasa Perancis. Mereka masih berbicara dengan bahasa Indonesia jika sedang berkumpul. Mereka pun tidak mencoba untuk mendalami bahasa Inggris, dengan alasan sekarang ini fokus terlebih dahulu hanya mempelajari bahasa Perancis. Tapi dari A menyatakan bahwa jika sudah lulus tes DELF dan mendapatkan universitas, sisa waktu 1 bulan 2 bulan, akan digunakan untuk belajar bahasa Inggris dan bahasa Arab. Karena menurut A, kebanyakan orang timur tengah juga tinggal di Perancis. 2. Analisis Globalisasi mempunyai dampak pada banyak bidang. Perkembangan teknologi menjadikan komunikasi gobal terjadi dengan cepat, mengubah cara berpikir siswa. Sulitnya masuk ke Perguruan Tinggi Negeri dan mahalnya biaya kuliah di Indonesia menjadikan banyak siswa tamatan sekolah menengah atas yang melirik perguruan tinggi-perguruan tinggi di luar negeri. Lembaga “PM” , yang bergerak di bidang penyalur pelajar atau mahasiswa ke luar negeri, menjadikan kesempatan ini untuk merekrut siswa-siswa tamatan sekolah menengah tersebut. Dengan mendatangi langsung ke sekolah-sekolah di daerah dan melalui bimbinganbimbingan belajar, mereka menjaring siswa-siswa yang berkeinginan besar untuk dapat sekolah ke luar negeri. Lembaga ini memanfaatkan ketidaktahuan siswa terhadap penyaluran keinginan dan motivasi yang besar untuk menjadi maju. Siswa yang terjaring berasal dari kota-kota kecil di Sumatera dan Jawa. Bahkan sangat sedikit peminatnya yang berasal dari Yogyakarta, dimana lembaga ini berada. Melalui seminar-seminar mereka memberikan gambaran tentang perguruan tinggi-perguruan tinggi di luar negeri dan perbandingan biaya pendidikan di Indonesia dengan luar negeri, khususnya di negara-negara Eropa. Menggandeng siswa atau mahasiswa yang sudah diberangkatkan merupakan cara rekrutmen tersendiri. Mereka juga melibatkan siswa-siswa yang belum diberangkatkan, tetapi sudah menjalani kursus untuk mengajak adik kelasnya bergabung. Motivasi yang sangat besar, tetapi tidak didukung oleh pengetahuan tentang kehidupan di negara-negara besar di Eropa menjadikan banyak kendala untuk siswa, meskipun mereka masih berada di Indonesia. Biaya yang harus dibayarkan untuk 26
Menguak Motivasi Kuliah di Luar Negeri
tujuan Perancis berkisar Rp. 45 juta hingga Rp. 55 juta di tambah uang jaminan sebesar Rp 80 juta, dengan catatan uang yang telah diserahkan tidak bisa diambil kembali jika mereka membatalkan untuk mengikuti program ini sudah merupakan beban pikiran siswa dan orangtua. Kendala lain adalah penguasaan bahasa asing, khususnya bahasa Perancis. Hal ini sesuai seperti yang diungkapkan Prof. Sairodji, bahwa sekolah ke luar negeri jangan dijadikan trend belaka, tapi juga harus dibekali dengan berbagai kemampuan, terutama bahasa. Hambatan utama calon mahasiswa yang akan belajardi Jerman, Austria dan Swiss adalah kurangnya kemampuan secara akademik, birokrasi, bahasa, dan mental budaya. Keempat hal ini belum dapat ditangani dengan baik oleh Lembaga PM. Ketika sebelas orang siswa yang mengikuti tes bahasa Perancis ini gagal dalam tes DELF, yang merupakan syarat untuk dapat sekolah di negara Perancis, hal ini dapat dilihat dari sudut pandang teori atribusi. Siswa merasa telah berusaha maksimal dan menyatakan bahwa kegagalan tersebut terjadi karena faktor sulitnya tes tersebut. Siswa mencoba mencari penjelasan yang membenarkan atas kegagalan tersebut, misalnya yang dapat lulus tes tersebut hanyalah sarjana sastra Perancis dan belum dipelajarinya materi yang mereka dapatkan pada tes DELF B2. Motivasi paling besar dari siswa yang ingin kuliah di Perancis adalah biaya kuliah yang menurut mereka murah. Tingginya biaya pendidikan di dalam negeri bahkan bisa menjadi lebih mahal dibandingkan biaya pendidikan di luar negeri khususnya di Jerman, Austria, Swiss. Dengan biaya yang menurut mereka murah tersebut mereka bisa mendapatkan fakultas dan jurusan yang bagus, seperti kedokteran dan teknik. Motivasi lain adalah bekerja sambil kuliah. Uang yang diperoleh nantinya akan membiayai kuliah mereka, dan jika berhasil mereka berkeinginan akan mengirim uang tersebut kepada orangtua. Faktor-faktor alam di negara-negara Eropa, seperti Jerman, Perancis, dan Austria telah membentuk struktur budaya, karakter dan etos kerja Eropa yang sangat khas. Unsur-unsur positif dari budaya mereka seperti jujur, tepat waktu, disiplin, respek dan terencana. Hal-hal tersebut dapat menjadi bahan-bahan pembelajaran berharga bagi siswa-siswa Indonesia yang kuliah di negara tersebut. Dukungan orangtua yang sangat besar terlihat dari bagaimana orangtua memberi kesempatan kepada siswa dalam mengambil keputusan-keputusan terkait dengan segala urusan yang berhubungan dengan lembaga PM. Biaya kursus yang sangat besar, telah dibayar lunas oleh hampir semua orangtua siswa, begitu anak mereka memutuskan untuk masuk dalam lembaga PM. Perhatian dan dukungan yang sangat besar dari orangtua membuat siswa bertahan menunggu keberangkatan oleh PM. Dukungan orangtua juga diberikan mengingat siswa nanti akan kuliah sambil bekerja di negara Perancis. Trend banyak orangtua yang lebih senang menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta dari pada sekolah pemerintah, meskipun dengan di sekolah pemerintah diberikan biaya gratis, pada kasus ini tidak dapat dianggap sebagai suatu dukungan bagi anak. Mengingat hampir semua siswa dari sebelas siswa tujuan Perancis ini telah diterima di Perguruan Tinggi Negeri terkenal di Indonesia, seperti ITB, ITS, UNY, dan Universitas Brawijaya. Bahkan mereka juga mendapatkan beasiswa. Memberikan sepenuhnya keputusan pendidikan ke tangan anak tanpa mempertimbangkan dengan matang, mungkin tidak tepat dalam kasus ini. Mengingat siswa telah ketinggalan satu tahun bahkan mungkin lebih, jika mereka masih tidak 27
Huriaty D/ LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 9 No 1 (2014) 11-29
menguasai bahasa Perancis, merupakan kendala besar yang bisa jadi akan menurunkan motivasi dan semangat siswa untuk belajar. PENUTUP Berdasarkan pada temuan penelitian dan analisis maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. (1) Rekrutmen yang dilakukan oleh PM adalah melalui bimbingan-bimbingan belajar dan sekolah-sekolah. Pendaftaran dilakukan melalui kantor-kantor Cabang PM, yang terletak di kota Jakarta, Cirebon, Blitar, Lampung, Solo, dan Tranggalek. Cara rekrutmen dilakukan dengan langsung datang ke sekolah dan mengadakan seminar-seminar serta menjadikan siswa atau mahasiswa yang sudah diberangkatkan dan siswa yang masih kursus untuk terlibat dalam rekrutmen calon. (2) Biaya yang harus dibayarkan untuk tujuan Perancis berkisar Rp. 45 juta hingga Rp. 55 juta. Uang tersebut untuk keperluan kursus bahasa selama 500 – 750 jam, pembuatan dokumen, seperti paspor dan visa, dan tiket keberangkatan ke negara tujuan. Kemudian di tambah uang jaminan sebesar Rp 80 juta, yang merupakan dana talangan dari pihak PM. Sedangkan untuk biaya hidup di luar negeri di tanggung masing-masing siswa. Uang yang telah diserahkan tidak dikembalikan kepada siswa jika siswa membatalkan untuk mengikuti program ini. (3) Motivasi paling besar dari siswa yang ingin kuliah di Perancis adalah kuliah dengan biaya murah tetapi mendapatkan fakultas dan jurusan favorit, seperti kedokteran dan teknik. Motivasi lain adalah bekerja sambil kuliah, membiayai kuliah tanpa dibantu orangtua, dan nantinya diharapkan juga dapat membantu mengurangi beban orangtua dengan mengirimkan uang kepada orangtua mereka di Indonesia. (4) Program ini didukung penuh oleh orangtua. Keputusan lebih banyak ditangan siswa. Bentuk dukungan berupa penyediaan dana untuk biaya kursus yang sangat besar, perhatian dan dukungan, dan sekali-sekali melibatkan diri pada lembaga PM.
28
Menguak Motivasi Kuliah di Luar Negeri
DAFTAR RUJUKAN Edison Jamli, dkk. (2005). Kewarganegaraan.Jakarta: Bumi Akasara. Krsna. (2005). Pengaruh Globalisasi Terhadap Pluralisme Kebudayaan Manusia di Negara Berkembang.internet.public jurnal.september 2005. Nasution. (1988). Metode penelitian naturalistik kualitatif. Bandung: Tarsito. Slavin, Robert E. (2009). Psikologi pendidikan: Teori dan praktik (Edisi kedelapan). Terjemahan. Jakarta: Indeks. Stiftung, Friedrich Naumann -
[email protected] Tri Darmiyati. (2008). Pengaruh globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme. Diambil dari: http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id= 7124. http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi. http://www.dikti.go.id/index.php?option=comcontent&view=article&id=226:belajarke-perancis&catid=143:berita-harian.
29