MENGKONTRUKSI KEMBALI BUDAYA POLITIK BANGSA DENGAN SEMANGAT DAN NILAI-NILAI PANCASILA
OLEH: Drs. SAPARUDDIN, M.Pd WIDYAISWARA MADYA LPMP PROV. SULAWESI SELATAN (Jurusan Pendidikan Hukum/Kewarganegaraan)
Artikel EBuletin LPMP Sulsel . ISSN. 2355-3189. 31 Maret 2014 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=296:mengkonstruksi-kembali-budayapolitik-bangsa-dengan-semangat-dan-nilai-nilai-pancasila&catid=42:ebuletin&Itemid=215
1
ABSTRAK Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdapat rumusan mengenai landasan falsafah negara Republik Indonesia yang disebut Pancasila, yang terdiri dari lima sila sebagai berikut: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanuasiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai tersebut sifatnya hakiki, dan termanifestasikan dalam kehidupan bangsa, sebagai realitas sosial masyarakat di seluruh wilayah Indonesia, sebagai pemersatu bangsa dan dijadikan pandangan hidup dan falsafah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam era sekarang ini, nilai-nilai dari Pancasila sebagai dasar negara, sebagai sumber dari segala sumber hukum, sebagai alat pemersatu atau sebagai perekat bangsa, perlu di kontruksi kembali secara utuh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya bagi penyelenggara pemerintahan negara. Mengapa, agar disharmoni sosial yang tanpa di depan mata kita semakin jelas dan tanpa disadari akan membawa bangsa ini pada situasi ketidakseimbangan dan kerapuhan kepercayaan masyarakat semakin rendah dari waktu kewaktu. Nilsi-nilia Pancasila sebagaimana yang telah dilahirkan oleh para pendiri bangsa ini, dapat kita hayati dan amalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, demi kelangsungan hidup dan keselamatan bangsa ini pada masa yang akan datang. Kata Kunci: Mengkontruksi kembali, budaya politik, bangsa, Nilai-nilia Pancasila ABSTRACT In the opening of basic lows in 1945 of the State Republic of Indonesia there was the formulation about the philosophy of the Republic of Indonesia State that called Pancasila which consist of five pilar as follow: The divinity of one God, the humanity which fair and polite, the unity of Indonesia, the democracy which was leaded by wisdom in the referesentative of deliberation, the social justice to all Indonesia people. The values were fundamentally, manifest in state life, as social reality community in Indonesia, as the unity state, and was became the philoshophy in nation and state. In the nowadays era, the values of Pancasila as basic state, as souce of all souce lows, as the instrument of the unity or as glue nation need to reconstructfully in nation and state, especially for the provider of state government. Why, in order the social disharmony in the life more clearly and without awareness will bring this nation in the unequapalance and the trust of community lower and lower from time to time. The values of Pancasila as was produced of this pounding fathers, we could understand and apply in the life of community, nation and state, to be survive and walfare of this nation in the future. Key word: reconstruct, calture, politic, nation, values of Pancasila,
Artikel EBuletin LPMP Sulsel . ISSN. 2355-3189. 31 Maret 2014 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=296:mengkonstruksi-kembali-budayapolitik-bangsa-dengan-semangat-dan-nilai-nilai-pancasila&catid=42:ebuletin&Itemid=215
2
Membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik dan perilaku politik bagi para pelaku politik di negara ini perlu di konstruksi kembali sesuai dengan budaya dan nilai-nilai Pancasila yang telah diwariskan oleh para pendahulu pendiri republik ini. Nilai-nilai telah diperlihatkan oleh mereka dalam berbagai kesempatan, mulai dalam melaksanakan persidangan-persidangan dalam pengambilan keputusan yang sangat penting, seperti dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, maupun dalam kehidupan sehari-hari dengan memberikan contoh kehidupan yang sangat Pancasilais, yaitu menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan individu atau kelompok, hidup dengan cahaya kesederhanaan. Dalam hal pengelolaan kehidupannya yang penuh dengan kesederhanan, sangat berbeda dengan yang ditampilkan oleh para pemimpin sekarang ini. Kondisi yang diperlihatkan oleh para pengelolah bangsa ini saat sekarang ini yang hanya mengedepankan kepentingan individu dan kelompoknya saja dengan melakukan berbagai macam perbuatan yang tidak sejalan dengan berjuangan dan cita-cita mulia bangsa ini, seperti yang tertuang dalam amanah perjuangan para pendiri negeri ini, yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik ini. Tentu ada yang beranggapan danmemandang dari prespektif zaman yang berbeda atau pola hidup yang berbeda, tapi apapun alasannya, bila semua elemen pengelolah negara ini menempatkan persoalan kepentingan bangsa dan negara diatas dari kepentingan pribadi dan golongan, maka alasan tersebut menjadi sesuatu yang menjadi terbantahkan atau
paling tidak mengurangi dari kondisi yang terjadi sekarang ini. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdapat rumusan mengenai landasan falsafah negara Republik Indonesia yang disebut Pancasila, yang terdiri dari lima sila sebagai berikut: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanuasiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilainilai tersebut sifatnya hakiki, dan termanifestasikan dalam kehidupan bangsa, sebagai realitas sosial masyarakat di seluruh wilayah Indonesia, sebagai pemersatu bangsa dan dijadikan pandangan hidup dan falsafah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam era sekarang ini, nilai-nilai dari Pancasila sebagai dasar negara, sebagai sumber dari segala sumber hukum, sebagai alat pemersatu atau sebagai perekat bangsa, perlu di kontruksi kembali secara utuh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya bagi penyelenggara pemerintahan negara. Mengapa, agar disharmoni sosial yang tanpa didepan mata kita semakin jelas dan tanpa disadari akan membawa bangsa ini pada situasi ketidakseimbangan dan kerapuhan kepercayaan masyarakat semakin rendah dari waktu kewaktu. Sebagai contoh tingginya angka jumlah masyarakat tidak menggunakan hak politiknya dalam pelaksanaan pemilihan di Indonesia atau yang lebih trend di sebut golbut, salah satu sebagai faktor yang menjadi penyebabnya adalah tingkat kepercayaan masyarakat terhadap elit politik, baik yang duduk di lembaga legislatif, yudikatif terlebih yang menjalankan rodah pemerintahan yang disebut eksekutif.
Artikel EBuletin LPMP Sulsel . ISSN. 2355-3189. 31 Maret 2014 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=296:mengkonstruksi-kembali-budayapolitik-bangsa-dengan-semangat-dan-nilai-nilai-pancasila&catid=42:ebuletin&Itemid=215
3
Di lembaga legislatif, lebih banyak dihidangkan atau dipertontongkan ke masyarakat melalui berbagai media adalah berdebat antara satu partai politik dengan politik lainnya. Semua mengklain dirinya sebagai partai politik yang lebih baik dibanding dengan partai lainnya, semua mengklain sebagai partai yang bersih dan tidak tercelah dari perbuat korupsi, semua berjuang atas nama rakyat, menyatakan partainya sebagai partai suara rakyat, tapi disisi lainnya juga dipertontonkan kepada masyarakat bahwa demikian banyak para elit politik yang ditangkap karena melakukan perbuatan tercelah, seperti narkoba, berhubungan dengan banyak perempuan atau lebih dikenal dengan punya istri simpanan, dan tidak kalah hebohnya terhadap banyaknya para elit politik tersebut ditangkap oleh polisi atau bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terduga melakukan tindak pidana korupsi dan tidak sedikitnya yang dibuktikan di pengadilan tindak pidana korupsi mereka melakukan tindak pidana korupsi, baik yang korupsi ini terjadi melalui markap pengganggaran proyek, atau melalui pemilukada, perjalanan dinas dan sebagainya. Demikian pula di lembaga yudikatif, tidak sedikit jaksa, hakim yang ditangkap atau ditangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dideteksi melakukan hubungan tidak wajar dengan pihak-pihak yang sedang di tangani kasusnya, mereka melakukan transaksi bayar membayar secara tunai yang besarnya telah disepakati sebelumnya, dan gejala ini banyak dilakukan sekarangnya ini, mungkin penyababnya adalah berfungsinya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam mengawasi transaksi keuangan melalui transaksi rekening, yang dirasakan tidak aman lagi.
Tidak kalah hebatnya kasus yang terjadi di lembaga eksekutif atau lembaga penyelenggara pemerintahan yang dalam sistem ketatanegaraan disebut sebagai pemerintah dalam arti sempit, melakukan kekuasaannya dengan kekecewaan yang luar biasa oleh masyarakat. Mengapa! masyarakat masih ada yang peduli dengan pemilu atau masih mau peduli dalam menggunakan hak pilihnya dalam setiap helai pemilihan, mulai dari pemilihan kepala desa, pemilihan walikota/bupati, pemilihan gubernur maupun dalam pelaksanaan pemilihan legislatif, dalam kasak mata mereka masih ada yang peduli untuk menggunakan hak pilihnya, karena adanya kepentingan sesaat atau kepentingan yang tidak sifatnya untuk menyelamatkan bangsa yang kita cintai ini, atau hanya kepentingan keluarga, adanya kepentingan untuk memberikan dukungan kepada atasnya bila meraka sebagai pemilih memiliki status sebagai pegawai negeri, atau kalau bikan sebagai pegawai negeri sipil, mereka adanya kaum pengusaha, yang bila yang didukungnya menang akan berkesampatan untuk mendapatkan kesempatan menjalankan proyek-proyek yang dibawah kekuasaan dari yang dipilih, atau kalau mereka dari kalangan pegawai negeri, yang diharapkan membuka peluang untuk mempertahankan kekuasaannya atau bagi yang belum memiliki kekuasaan akan mendapat kesempatan promosi jabatan dan seterusnya pingin mendudukkan anggota keluarganya duduk dalam jabatan tersebut. Pada sisi lain lahirnya tanggungjawab masyarakat dalam menggunakan hak politiknya, didorong oleh adanya sejumlah bantuan kepada pemilih itu, baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya; sudah sangat sedikit warga negara dalam menggunakan hak politiknya lahir sebagai rasa tanggungjawab sebagai warga negara
Artikel EBuletin LPMP Sulsel . ISSN. 2355-3189. 31 Maret 2014 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=296:mengkonstruksi-kembali-budayapolitik-bangsa-dengan-semangat-dan-nilai-nilai-pancasila&catid=42:ebuletin&Itemid=215
4
terhadap kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara, dan ini semua terjadi akibat tidak terwakilinya aspirasi mereka dari mereka yang diberi kepercayaan selama ini. Semua partai politik mendeklarasikan diri sebagai partai yang anti korupsi, tapi dalam kenyataannya masyarakat pula melihat bahwa persoalan korupsi dan partai politik sangat sulit untuk dipisahkan, artinya bahwa hampir semua politik atau dalam hal ini pelaku politik terlibat dalam persoalan korupsi, paling tidak korupsi itu dilakukan dalam bentuk berjamaah melalui pembahasan anggaran di komisi masingmasing antara pemerintah dengan anggota dewan, siapa yang mengerjakan proyek ini, berapa yang harus dikembalikan kepada yang memberi atau merekomendasi sehingga proyek itu menjadi pekerjaan si perusahaan tersebut. Kisah tersebut di atas, hanyalah sebagaian kecil dari persoalan yang menghadang persoalan bangsa ini. Perilaku Elite seperti yang digambarkan di atas, menjadi salah satu penyebab, apatisme politik warga negara, atau menjadi faktor penyebab rendahnya partisipasi pemilih dalam pemilu, di antaranya adalah perilaku elite politik hasil pemilu, baik pemilukada maupun pemilu legislatif yang dirasa mengecewakan publik dengan serentetan kasus korupsi serta kiprahnya yang kurang memuaskan publik. Selain itu, rakyat merasa tidak terkena dampak dari hasil proses politik tersebut. Penulis diberbagai kesempatan, mencoba mencari informasi melalui tanya jawab atau diskusi, baik dilakukan di warung kopi atau diatas kendaraan umum maupun berandaberanda perkantoran, mencoba menggali informasi mengenai berbagai hal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
khususnya dalam pengelolaan negara dan hubungannya dengan demokrasi yang sedang mendapat pengakuan dari dunia terhadap bangsa ini. Pada umumnya memberikan masukan bahwa kecewa dengan perilaku dari pelaku-pelaku politik, yang telah diberi amanah selama ini dengan memilih partai politik melalui pemilihan. Diantara mereka, tidak sedikit jumlahnya yang menyatakan kekecewaan atas pilihan politiknya, karena itu mereka menyatakan tidak akan menggunakan hak politiknya lagi dalam pemilihan legislatif yang akan diselenggarakan pada tanggal 9 April 2014 yang akan datang. Mereka hanya merasakan pembohohan kepada masyarakat melalui janji-janji pada saat kampanye menjelang pemilihan berlangsung. Kata mereka sulit katanya mencari sosok bisa dipercaya, pada umum tidak konsisten dengan janji-janjinya, justru sebaliknya menjadi penghianat rakyat, dengan melakukan korupsi dan seterusnya. Phenomena yang tergambar di atas, membuat trend pemilih dari tahun ketahun mengalami penurunan. Hal itu diungkapkan akademisi The Political Literacy Institue, Gun Gun Heryanto dalam diskusi dan sosialisasi yang diadakan komunitas motor Sexy 8 Tiger Club (S8TC), Bintaro Tiger Club bekerjasama dengan HTCI Pengda DKI / ATJ di salah satu restoran di Kemang, sabtu (30/11) lalu. Menyatakan bahwa angka partisipasi masyarakat pada Pemilu terbesar di Indonesia terjadi pada tahun 1999, yaitu sebesar 93%. Sementara, angka partisipasi tertinggi kedua Pemilu pada tahun 1955 yaitu sebesar 87%. Kemudian, pada tahun 2004, angka partisipasi tersebut terus menurun, menjadi 85%, dan tahun 2009 menjadi 71%. "Pemilu yang paling bagus orang yang memilih partisipasinya pada pemilu 1999. 93% orang memilih, Karena orang tahu setelah rezim Soeharto runtuh, ini ada
Artikel EBuletin LPMP Sulsel . ISSN. 2355-3189. 31 Maret 2014 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=296:mengkonstruksi-kembali-budayapolitik-bangsa-dengan-semangat-dan-nilai-nilai-pancasila&catid=42:ebuletin&Itemid=215
5
kesempatan pemilu untuk menjadi lebih baik. Yang kedua Pemilu dengan partisipasi pemilu yang bagus kedua yaitu tahun 1955 sebesar 87%. Kemudian, tahun 2004 pemilunya turun hanya 85%, belum lagi di pemilu 2009 hanya 71%," tandasnya (MENARAnews, Jakarta).
"tentunya kecenderungan ini harus diakhiri dengan cara, seluruh anak negeri kembali untuk berpikir dan bersyikir serta bertobat. Semua belum terlambat, masih ada hari esok dalam menyelenggarakan kehidupan berbangsa dan bernegara ke depan ini. Rakyat merindukan kesejahteraan, rakyat merindukan kesejukan dan kedamaian, rakyat rindu akan kejayaan dan kedaulatan bangsa yang hakaiki dan diharagai oleh Negara-negara lain dalam pergaulan internasional. Pahami para pemimpin bangsa, bahwa semua itu dirindukan, karena di depan mata, bangsa ini dihadapkan oleh peliknya hidup yang dihadapkan persaingan dalam abad globalisasi, yang dibutuhkan sumber daya manusia yang tidak hanya mengedepankan kecerdasan/ pengetahuan saja, tetapi yang dibutuhkan lebih dari itu, sumber daya manusia yang memiliki pribadi-pribadi yang lebih mengedepankan nurani yang bisa mengangkat citra bangsa di dunia internasional, nurani yang menjadi panutan dan digurui oleh warganegara, nurani yang bisa menjadi standar model bagi pengembangan generasi muda, nurani yang bisa jadi acuan pengembangan dunia pendidikan menuju Indonesia yang dihargai dan bermartabat di kanca global yang penuh dengan persaingan dan ketidak pastian.
nilai yang telah dibangun dan dicontohkan oleh para pendiri bangsa ini dan telah diwariskan dari para pendiri bangsa ini melalui dasar negara yang dinamakan Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara telah berisi nilai-nilai yang fundamental dalam menyelenggarakan kehidupan bangsa ini. Pancasila telah dilahirkan oleh pemikiranpemikiran yang berhati jernih, yang tidak dinodai oleh sifatnya tendensius kepentingan golongan dan individu. Sekali lagi selamatkan bangsa ini dengan menjalankan nilai-nilai Pancasila sebagai pusat nilai dan peradaban yang bisa menyelamatkan bangsa ini dari dari kanca parcaturan dunia yang semakin tidak pasti. Selamat ber Pancasila untuk bangsa dan Negara, untuk anak cucu kita.
DAFTAR PUSTAKA Arbit Sanit.2002. Sistem politik Indonesia. Jakarta: Grafindo pustaka. http://Pancasila Sebagai Ideologi Negara Makalah 2012 Terbaru Gratis.htm Soegito.2003. Pendidikan Pancasila (edisi revisi 2007). Semarang: UPT MKU UNNES. Syarbaini Syahrial,2009. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Bogor: Ghalia Indonesia. Suaedi, Masnun, Sidha Susanti, Wisnu Sucahyo. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Surakarta: CV. Surya Badra.
Lahirnya kembali manusia yang diharapkan menjadi pemimpin bangsa ini kedepan, dengan cara menghidupkan kembali nilai-
Artikel EBuletin LPMP Sulsel . ISSN. 2355-3189. 31 Maret 2014 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=296:mengkonstruksi-kembali-budayapolitik-bangsa-dengan-semangat-dan-nilai-nilai-pancasila&catid=42:ebuletin&Itemid=215
6