Menggerakkan tangan kiri BUMN 22 kali Minggu, 14 Oktober 2012 22:22 WIB | 1353 Views Dahlan Iskan (*) Menteri BUMN, Dahlan Iskan (ANTARA) Jakarta (ANTARA News) - Untuk apa negara memiliki BUMN? Bukankah negara bisa maju dan makmur tanpa BUMN? Seperti Amerika Serikat dan Jepang? Juga seperti Inggris yang dulunya memiliki banyak BUMN dan kemudian dihilangkan sama sekali? Bukankah negara didirikan semata-mata untuk menyejahterakan rakyatnya? Apakah ada suatu negara didirikan dengan tujuan untuk melakukan bisnis? Bukankah sektor bisnis seharusnya diberikan kepada rakyatnya? Mengapa negara ikut terjun ke bisnis yang berarti negara akan menyaingi rakyatnya sendiri di bidang bisnis? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang harus saya jawab ketika saya diangkat menjadi Menteri BUMN setahun yang lalu. Harus bisa dijelaskan mengapa negara memiliki BUMN. Juga harus bisa dijelaskan untuk apa negara memiliki BUMN. Rakyat juga tidak akan bisa menerima kalau para pengelola BUMN tidak bisa menjawab untuk apa bekerja di BUMN. Rakyat akan marah kalau pengelola BUMN bukan saja tidak tahu tujuan BUMN, bahkan menjadikan BUMN sebagai lahan obyekan dan sumber kenikmatan semata. Setelah mendapatkan arahan pertama Presiden dan melakukan dialog dengan berbagai kalangan, terutama kalangan ahli dan universitas, saya menetapkan harus ada tujuan yang jelas di mana peran BUMN dan akan ke mana. Garis inilah yang menjadi pedoman kerja selama setahun ini, dan akan terus menjadi pedoman ke depan. Pertama, BUMN harus bisa dipakai sebagai alat ketahanan nasional. Industri strategis masuk kelompok ini. Bahkan saya memasukkan BUMN sektor pangan ke dalam kelompok “ketahanan nasional”. Ini berarti BUMN-BUMN pangan harus mendapat perhatian serius, diperkuat, dan dibesarkan. Tidak boleh ada logika BUMN pangan kita lebih lemah dari BUMN non pangan.
Kedua, BUMN harus bisa berfungsi sebagai engine of growth. Mesin pertumbuhan ekonomi. Proyek-proyek penting yang akan bisa menggerakkan ekonomi secara nyata harus dimasuki BUMN. Swasta tentu tidak mau masuk ke proyek yang secara bisnis belum bisa memberikan laba. Kalau proyek itu sangat penting, BUMN harus mengerjakannya. Misalnya: pelabuhan, bandara, jalan tol, dan industri hulu solar cell. Ketiga, BUMN harus bisa dipergunakan untuk menumbuhkan kebanggaan nasional. Sejumlah BUMN tidak boleh hanya bisa menjadi jago kandang. Harus menjadi kebanggan bangsa di dunia internasional. Memang kita belum bisa mendapatnya dari sepak bola, namun bukan berarti kita akan kalah di semua bidang. Bank, penerbangan, semen, telekomunikasi, dan kedokteran nuklir adalah beberapa contoh yang akan bisa menjadi kebanggaan bangsa di dunia internasional. Secara singkat, tiga tujuan itu sebenarnya bisa dirangkum dalam sebuah kebijakan yang digariskan Presiden SBY berikut ini: BUMN harus bisa menjadi “tangan kedua” pemerintah. Penegasan ini diulangi sekali lagi oleh beliau di depan sekitar 1.000 orang yang menghadiri pertemuan besar BUMN di Jogja Rabu lalu. Untuk menggerakkan pembangunan, kata Presiden SBY, pemerintah sudah punya satu “tangan”: APBN. Tapi hanya punya satu “tangan” tidak lengkap. Pembangunan akan bisa lebih maju dan lebih cepat kalau memiliki “tangan” kedua: BUMN. Ibarat manusia, dengan memiliki dua tangan memang bisa lebih sempurna. Pertemuan besar BUMN dengan Presiden SBY di Jogja itu sangat semarak. Semua direktur dan komisaris BUMN hadir. Juga hadir 14 orang menteri, Jaksa Agung Basrief Arief, Ketua BPK Hadi Purnomo, dan Kepala BPKP Mardiasmo. Para direksi BUMN, termasuk direktur utamanya, hari itu mengenakan baju yang biasa dipakai pegawai golongan terendah di masing-masing BUMN. Di dalam lift, saat mengantar Bapak Presiden ke tempat acara, saya laporkan tentang tidak dipakainya jas dan dasi dalam pertemuan besar tersebut. Ini sebuah simbol bahwa direksi BUMN harus siap meninggalkan kemewahan yang berlebihan mengingat BUMN harus lebih efisien, bersih, dan menjadi contoh untuk lokomotif pertumbuhan. Memang baru sekali ini ada pertemuan khusus antara seluruh direksi/komisaris BUMN dan
Presiden. Presiden sendiri yang menghendaki adanya pertemuan tersebut. Presiden ingin memastikan bahwa BUMN benar-benar siap menjadi “tangan kedua” pemerintah. Banyak hal penting dan mendasar yang tidak bisa dikerjakan melalui APBN, harus bisa dikerjakan oleh BUMN. Presiden tidak ingin pembangunan berjalan lambat hanya karena, antara lain, proses politik APBN yang panjang. Di samping karena keterbatasan APBN sendiri. “Di semua negara demokrasi, proses politik memang harus seperti itu. Harus kita terima sepenuhnya. BUMN harus mengisi bagian-bagian yang memerlukan percepatan pembangunan,” ujar Presiden. Kemampuan investasi “tangan kiri” BUMN memang bisa mencapai Rp 250 triliun per tahun. Kurang lebih sama dengan kemampuan investasi “tangan kanan” APBN. Kemampuan investasi tersebut akan bisa meningkat manakala, misalnya, BUMN bersama-sama dengan swasta bisa “merebut” kue yang amat besar di BP Migas. Di depan Presiden di acara tersebut saya mengemukakan tekad untuk mengajak swasta secara bersama-sama mengincar anggaran Rp 250 triliun setahun (sekali lagi: setahun!) yang ada di BP Migas yang selama ini lebih banyak dikerjakan perusahaan asing. Pertemuan-pertemuan dengan BP Migas yang dipimpin Kepala BP Migas R Priyono, sudah dilangsungkan. Dalam pertemuan itu “pasukan BUMN” dipimpin oleh menterinya sendiri. Tim-tim kerja sedang disusun. Kemampuan BUMN dan swasta harus digabung untuk bisa bersaing dengan perusahaan asing yang memang hebat-hebat itu. BUMN saja tidak kuat. Swasta nasional saja tidak mampu. Tapi kalau kemampuan keduanya bisa bergabung, kue yang begitu besar akan bisa lebih banyak dikerjakan oleh perusahaan dalam negeri. Tidak perlu ada perlakuan khusus dan fasilitas khusus. Harus ada persaingan yang sehat, termasuk dengan perusahaan asing. Ini agar industri dalam negeri kian cepat dewasa. Lebih baik BUMN fokus “merebut” kue di BP Migas itu, daripada misalnya, ikut rebutan proyek-proyek kecil di APBN. Kemampuan BUMN harus selalu “naik kelas” dan bukan justru “turun kelas” ke proyek-proyek kecil yang sudah bisa ditangani swasta. Proyek-proyek di BP Migas umumnya memang proyek yang skalanya besar dan memerlukan kemampuan teknologi yang lebih tinggi.
Mati suri Tentu, dalam presentasi di depan Presiden selama 45 menit itu, tidak mungkin semua kemajuan BUMN dilaporkan. Forum itu terlalu besar dan berharga untuk dibuat menceritakan hal-hal “remeh-temeh”. Hanya yang benar-benar hebat yang saya sajikan kepada beliau. Atau dalam istilah yang dipergunakan Presiden dalam sambutannya, saya hanya menampilkan para “stars dan super stars”. Tentu BUMN masih banyak memiliki calon-calon “stars” dan “super stars”. Salah satu calon super stars itu menemui saya usai rapat akbar tersebut. “Kami bisa menerima bahwa kami belum bisa ditampilkan. Tapi seluruh direksi kami darahnya mendidih. Kami sepakat untuk bisa segera menjadi super stars,” ujar seorang direktur utama BUMN yang “bernasib kurang baik” tidak ikut saya tampilkan hari itu. Tentu mereka juga akan mendapatkan giliran untuk ditampilkan. Terutama kalau “darah semua direksi yang mendidih” itu bisa menggerakkan perusuhaannya untuk menjadi super star beneran. Apalagi, saat meninggalkan acara tersebut, di dalam lift yang kecil, Presiden mengatakan kepada saya, “perlu secara periodik acara seperti ini dilaksanakan lagi.” Presiden kelihatannya ingin terus memonitor apakah “tangan kiri”-nya bisa digerakkan maksimal untuk mengimbangi gerak “tangan kanan”-nya. Tentu masih banyak kerja, kerja, dan kerja yang harus dilakukan. Misalnya, akan diapakan perusahaan-perusahaan BUMN yang tidak bisa masuk dalam kategori “ketahanan nasional”, tapi juga tidak bisa masuk kategori “engine of growth”, dan tidak bisa juga menjadi “kebanggan nasional”. Mereka harus bermetamorfosis atau tergilas oleh keadaan. Demikian juga bagaimana dengan perusahaan-perusahaan BUMN yang pada dasarnya sudah lama berstatus “mayat” namun belum sempat dikuburkan. Sebagian “mayat” itu memang masih bisa dimasukkan ke “ICU”, ditangani “dokter ahli”, dan diberi “oksigen”. Pelan-pelan mereka bisa bernafas kembali. Bahkan beberapa di antaranya, seperti galangan kapal IKI Makassar, sudah bisa berjalan pelan-pelan. Bisa saja mereka akan menjadi sehat dan bisa berlari. Tapi bisa saja ambruk di tengah jalan,
karena pada dasarnya roh mereka belum sepenuhnya kembali ke jasadnya. Presiden kelihatan terus tersenyum ketika presentasi saya memasuki dunia “mayat” tersebut. Sebagai Presiden yang amat santun, beliau dalam sambutannya, tidak mau menggunakan kata “mayat”. “Lebih baik saya menggunakan istilah mati suri,” ujar beliau sambil tersenyum. Hadirin pun bertepuk tangan dengan riuhnya. Entah berapa kali hadirin bertepuk tangan sore itu. Tapi ada yang menghitung, dalam sambutan 30 menitnya itu, Presiden mengucapan kata “saya senang” atau “senang sekali” sebanyak 22 kali. Saya tidak menghitungnya karena saya terlalu sibuk mencatat esensi arahan itu di otak saya. Dahlan Iskan adalah Menteri BUMN
Semen Gresik terbesar di Asia Tenggara Sabtu, 13 Oktober 2012 17:41 WIB | 1957 Views PT. Semen Gresik Tbk (ANTARA/istimewa) Tuban (ANTARA News) - Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan, PT Semen Gresik Tbk akan menjadi perusahaan semen terbesar di Asia Tenggara pada 2013, seiring beroperasinya Pabrik Tuban IV di Jawa Timur dan Tonasa V di Sulawesi Selatan. Dahlan Iskan saat meresmikan Pabrik Tuban IV di Tuban, Sabtu, mengemukakan, pengoperasian dua pabrik baru tersebut akan membuat produksi Semen Gresik Group meningkat menjadi sekitar 26 juta ton per tahun. "Produksi tersebut sudah lebih besar dibanding milik Pabrik Semen Siam Thailand dan sepertinya posisi Semen Gresik akan sulit digusur, karena masih akan ada pembangunan beberapa pabrik baru," katanya. Mulai tahun 2013, PT Semen Gresik akan memulai pembangunan dua pabrik baru berkapasitas masing-masing tiga juta ton, yakni di Padang, Sumatera Barat, dan Rembang, Jawa Tengah.
Ekspansi tersebut melengkapi dua pabrik baru yang sudah lebih dulu dibangun, yakni Tuban IV (sudah beroperasi) dan Tonasa V di Pangkep, Sulawesi Selatan (dalam penyelesaian). Kedua pabrik di Tuban dan Tonasa yang dibangun dengan investasi masing-masing lebih dari Rp3,18 triliun itu, memiliki kapasitas produksi sama yakni tiga juta ton. "Ekspansi yang dilakukan terus-menerus oleh Semen Gresik juga bertujuan mengantisipasi kebutuhan semen dalam negeri yang terus meningkat dan mendorong pertumbuhan pembangunan," tambah Dahlan Iskan. Selain di dalam negeri, Dahlan Iskan juga mendukung rencana PT Semen Gresik untuk melakukan ekspansi ke luar negeri, terutama negara-negara di kawasan Asia Tenggara, seperti Kamboja, Vietnam, dan Myanmar. "Semen Gresik merupakan salah satu dari sekian BUMN yang ditugasi menjadi lokomotif penggerak pertumbuhan ekonomi, sekaligus dijagokan bersaing di tingkat internasional, karena kinerjanya sangat bagus," ujarnya. Sementara itu, Direktur Utama PT Semen Gresik Tbk Dwi Soetjipto menjelaskan, perseroan terus melakukan ekspansi sebagai upaya memperkuat posisi sebagai perusahaan semen terkemuka dan terbesar di kancah regional Asia Tenggara. Kehadiran Pabrik Tuban IV dan Tonasa V akan meningkatkan kapasitas produksi Semen Gresik Group mencapai lebih dari 26 juta ton pertahun. "Jumlah itu meningkat hampir 10.300 persen dibandingkan dengan kapasitas saat Semen Gresik didirikan 55 tahun lalu yang hanya 250.000 ton per tahun," katanya. Ia menambahkan, sinergi solid yang dilakukan PT Semen Gresik, Semen Padang, dan PT Semen Tonasa serta didukung strategi ekspansi yang terukur, akan semakin mengukuhkan posisi perseroan sebagai pemimpin pasar industri semen nasional yang kini mencapai 41 persen. Pada tahun ini, perseroan menargetkan mampu menjual sebanyak 19 juta ton semen atau meningkat 15,3 persen dibanding 2011. Sementara pencapaian laba bersih ditargetkan tumbuh 33,8 persen, dari Rp3,9 triliun menjadi 4,2 triliun.
"Untuk mempertahankan `market leader`, kami juga tengah melakukan langkah awal pembangunan pabrik baru di Padang dan Rembang. Konstruksi awal dikerjakan mulai 2013 dan ditargetkan selesai pada 2015 dan 2016," tambah Dwi Soetjipto. (D010) Editor: Ella Syafputri