Siaran Pers Komnas Perempuan Mengawal Upaya Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dalam Regulasi dan Pelaksanaan SDGs di Indonesia Jakarta, 29 Juni 2016
Setelah 15 tahun MDGs (Millennium Development Goals) berakhir tahun 2015 lalu, PBB mengevaluasi bahwa paradigma MDGs yang berfokus pada manusia, direformasi agar lebih komprehensif. Perubahan paradigma pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/ SDGs) adalah selain melanjutkan MDGs, juga menambahkan aspek no one left behind, right based, memastikan pembangunan yang tidak eksploitatif, merawat keseimbangan planet dan perdamaian global. Kesamaan keduanya bertujuan memecahkan masalah-masalah global seperti: kemiskinan, pendidikan, kesehatan, ketimpangan gender, kelestarian lingkungan. Deklarasi SDGs ditandatangani oleh 193 negara anggota PBB - termasuk Indonesia -pada tanggal 25 September 2015, SDGs terdiri dari 17 goals dan 169 target. Adapun program SDGs dilaksanakan selama periode 2016-2030, terdiri dari 17 tujuan, meliputi area kemiskinan, kesehatan, pendidikan, kesetaraan gender, sanitasi, permukiman, energi, pertumbuhan ekonomi, infrastruktur, perubahan iklim, sumber daya alam dan kemitraan global. Evaluasi saat MDGs, bahwa sebagian kegagalan MDGs karena mekanisme pengawasan tidak optimal, kesetaraan gender lamban dijalankan, termasuk yang paling mengecewakan dunia adalah kegagalan negara menurunkan angka kematian ibu, dimana perempuan tercerabut hak hidupnya dibalik isu pembangunan. Untuk optimalisasi mekanisme penyelenggaraan SDGs, mulai dioptimalkan koordinasi dan review, antara lain pada tanggal 11-20 Juli 2016 di New York, akan diselenggarakan High Level Political Forum for SDGs (HLPF). Salah satu tujuan dari forum global ini adalah memperbaharui kesepakatan negara-negara melalui ministerial declaration dan me-review pelaksanaan SDGs di beberapa negara yang voluntarily bersedia untuk di-review. Delegasi pemerintah RI yang akan hadir dalam global summit nanti adalah dari Direktorat Pembangunan Ekonomi dan Lingkungan Hidup (PELH), Kementerian Luar Negeri RI. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memberi masukan tentang indikator penghapusan kekerasan terhadap perempuan dalam skema MDGs di Indonesia dan memastikan bahwa “no one left behind” tersebut betul-betul dijalankan negara, termasuk memastikan pemenuhan hak kelompok rentan seperti perempuan, anak perempuan, kelompok disabilitas, penyandang HIV, kelompok minoritas dan pengakuan keberagaman, termasuk penghayat, agama dan kelompok dengan keberagaman gender dan identitas, lanjut usia (lansia), masyarakat adat (indigenous people), pengungsi, orang yang terusir di negerinya sendiri (internally displaced persons - IDPs), migran dan mereka yang terkena dampak konflik/terorisme.
Selain itu, Komnas Perempuan juga memberi masukan pada zero draft of ministerial declaration tersebut, antara lain memastikan paradigma kunci digunakan, seperti terminologi human rights, violence against women, peace, dukungan teknis dan finansial untuk mewujudkan standar dan metodologi dalam pengelolaan data bagi negara berkembang, semua kelompok rentan dimasukkan dalam pembahasan SDGs, juga meaningful participation untuk gerakan perempuan serta bagi lembaga nasional HAM (NHRI) dalam mengawal review dan implementasi SDGs. Pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya juga patut diperhitungkan, sebab Hak Ekosob inilah yang menjadi fondasi pemenuhan hak lainnya, tanpa ini semua, kelompok rentan tidak akan bisa menikmati manfaat pembangunan dan SDGs akan sulit diwujudkan. Berikut point penting masukan dari Komnas Perempuan terkait isu perempuan dan kekerasan terhadap perempuan, khususnya yang didorong untuk diintegrasikan dalam 17 tujuan pembangunan berkelanjutan. Namun sesuai mandat Komnas Perempuan yaitu penghapusan kekerasan terhadap perempuan, Komnas Perempuan menyampaikan masukan, khususnya terkait tujuan 3, 4, 5, 10 dan 16 SDGs sebagai berikut: Tujuan 3: Memastikan hidup yang sehat dan mempromosikan kesejahteraan untuk seluruh usia. Perlu dipastikan tersedianya akses informasi tentang hak dan layanan kesehatan reproduksi dan seksual perempuan, kontrasepsi yang beragam dan perlindungan perempuan dari HIV/AIDS. Pemenuhan hak dan layanan kesehatan reproduksi sebagai salah satu upaya menurunkan angka kematian ibu melahirkan yang masih tinggi. Tujuan 4: Memastikan pendidikan yang berkualitas, inklusif, bisa diakses dan mempromosikan kesempatan untuk semua orang bisa belajar seumur hidupnya. Perlu didorong tersedianya pendidikan seksualitas yang komprehensif dan pendidikan HAM berperspektif gender yang terintegrasi dalam kurikulum pendidikan nasional, termasuk pendidikan bagi aparat penegak hukum/penyelenggara negara. Tujuan 5: Mencapai keadilan gender dan pemberdayaan bagi semua perempuan dan anak perempuan. Perlu dikembangkan kerangka hukum dan mekanisme untuk mewujudkan kesetaraan gender dan terhapusnya diskriminasi berbasis gender. Secara khusus Komnas Perempuan mendorong segera disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Komnas Perempuan memandang perlu segera dicabutnya reservasi dalam CEDAW sebagai komitmen yang kuat untuk melindungi perempuan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. Dalam hal kebijakan diskriminatif, Komnas Perempuan mencatat hingga Bulan Oktober 2015 terdapat 389 kebijakan diskriminatif terhadap perempuan. Komnas Perempuan mendorong segera dibatalkannya kebijakan tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. Tujuan 10: Mengurangi ketimpangan di dalam dan antar negara. Perlu dipastikan tersedianya data dan mekanisme pendokumentasian pola diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan. Penting pula didorong terwujudnya dukungan finansial dan politik bagi gerakan perempuan dan pelibatan aktif perempuan dari negara berkembang dalam pengambilan kebijakan di tingkat internasional.
Tujuan 16: Mempromosikan masyarakat yang damai dan inklusif, menyediakan akses keadilan bagi semua dan membangun kelembagaan yang akuntabel, efektif dan inklusif di semua level. Terkait tujuan SDGs ke-16 Komnas Perempuan mendorong diwujudkannya situasi bebas kekerasan bagi perempuan dan memastikan perempuan dan anak perempuan terbebas dari praktik eksploitasi, kekerasan seksual, trafficking, dan perkawinan anak. Komnas Perempuan mendorong penghapusan hukuman mati dan hukuman lain yang tidak manusiawi yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip HAM. Untuk itu Komnas Perempuan mendorong: 1. Implementasi SDGs di Indonesia berada di bawah payung Peraturan Presiden. Sebagai lembaga HAM Nasional, Komnas Perempuan berkepentingan memastikan draft Perpres yang akan diterbitkan untuk memasukan: a) Pemenuhan Hak Asasi Manusia, khususnya Hak Asasi Perempuan dalam implementasi SDGs b) Penguatan koordinasi antara kementerian/ lembaga dalam implementasi SDGs; c) Pelibatan lembaga HAM Nasional (Komnas Perempuan, Komnas HAM dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia/KPAI) dalam koordinasi pelaksanaan SDGs; d) Pelibatan CSO perempuan dalam koordinasi dan pengawasan pelaksanaan SDGs 2. Komnas Perempuan mendorong agar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) bersama Kemenko PMK me-lead koordinasi di tingkat K/L untuk indikator gender dalam pelaksanaan SDGs, mempunyai target yang tegas misalnya menurunkan Angka Kematian Ibu melahirkan (AKI), dan bersedia untuk direview dalam HLPF selanjutnya.
Narasumber: Indraswari, Komisioner (0815 7215 8806) Adriana Venny, Komisioner (0856 1090 619) Yuniyanthi Chuzaifah, Wakil Ketua (081311130330)
LAMPIRAN Siaran Pers Komnas Perempuan Mengawal Upaya Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dalam Regulasi dan Pelaksanaan SDGs di Indonesia
17 tujuan pembangunan berkelanjutan terdiri dari: 1. Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk di manapun. 2. Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan nutrisi yang lebih baik dan mendukung pertanian berkelanjutan. 3. Memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua dan ada semua usia. 4. Memastikan pendidikan yang inklusif dan berkualitas setara, juga mendukung kesempatan belajar seumur hidup bagi semua. 5. Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan. 6. Memastikan ketersediaan dan manajemen air bersih yang berkelanjutan dan sanitasi bagi semua. 7. Memastikan akses terhadap energi yang terjangkau, dapat diandalkan, berkelanjutan dan modern bagi semua. 8. Mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, tenaga kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak bagi semua. 9. Membangun infrastruktur yang tangguh, mendukung industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan dan membantu perkembangan inovasi. 10. Mengurangi ketimpangan di dalam dan antar negara. 11. Membangun kota dan permukiman yang inklusif, aman, tangguh dan berkelanjutan. 12. Memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan. 13. Mengambil aksi segera untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya. 14. Mengkonservasi dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya laut, samudra dan maritim untuk pembangunan yang berkelanjutan. 15. Melindungi, memulihkan dan mendukung penggunaan yang berkelanjutan terhadap ekosistem daratan, mengelola hutan secara berkelanjutan, memerangi desertifikasi (penggurunan), menghambat dan mengembalikan degradasi tanah dan menghambat hilangnya keanekaragaman hayati. 16. Mendukung masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses terhadap keadilan bagi semua dan membangun institusi-institusi yang efektif, akuntabel dan inklusif di semua level. 17. Menguatkan ukuran implementasi dan merevitalisasi kemitraan global untuk pembangunan yang berkelanjutan.
Masukan Komnas Perempuan terhadap Target dan Indikator dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) Tujuan 3: Memastikan hidup yang sehat dan mempromosikan kesejahteraan untuk seluruh usia. Target 3.1 Memastikan tersedianya akses informasi yang cepat dan mudah bagi setiap perempuan tentang layanan kesehatan reproduksi dan seksual, sebagai upaya untuk menurunkan angka kematian ibu melahirkan, mengurangi peluang aborsi tidak aman dan akses terhadap jenis kontrasepsi yang beragam. Target 3.3 Memastikan perlindungan terhadap perempuan dari HIV/AIDS dengan meningkatkan partisipasi VCT yang tidak dipaksakan, akses ARV dan kondom yang mudah dan tidak dipungut biaya Target 3.7 Tersedianya kebijakan dan mekanisme yang menjamin perempuan bisa mengakses informasi dan layanan hak dan kesehatan reproduksi dan seksual
Tujuan 4: Memastikan pendidikan yang berkualitas, inklusif dan bisa diakses dan mempromosikan kesempatan untuk semua orang bisa belajar seumur hidupnya. Target 4.7 • Tersedianya pendidikan seksualitas yang komprehensif, pendidikan kebangsaan dan pendidikan HAM berperspektif gender terintegrasi dalam kurikulum pendidikan nasional, baik formal dan informal, serta pendidikan bagi aparat penegak hukum dan aparat penyelenggara negara
Tujuan 5: Mencapai keadilan gender dan pemberdayaan bagi semua perempuan dan anak perempuan. Target 5.1 Indikator 5.1.1 Bagaimana kerangka hukum dan mekanisme dikembangkan untuk mempromosikan, mendorong dan mengawasi kesetaraan dan non-diskriminasi berbasis seks Meningkatnya upaya dalam memastikan pemerintah, di pusat dan daerah, membuat kebijakan untuk mencegah dan mengakhiri pernikahan anak, pernikahan paksa, sunat perempuan, tes keperawanan Tersedianya UU untuk melindungi pekerja rentan: ratifikasi ILO 189, RUU PRT, RUU PPILN Meningkatnya upaya dalam memastikan pemerintah, di pusat dan daerah, membuat kebijakan pemenuhan hak disabilitas dan mekanisme perlindungan terhadap perempuan disabilitas korban kekerasan Adanya upaya untuk memastikan mekanisme pencegahan penyiksaan di tempat-tempat yang kehilangan dan tercabut kebebasannya
Adanya kemajuan upaya dalam memastikan pemerintah, di pusat dan daerah, mencabut atau merevisi 389 kebijakan diskriminatif atas nama agama dan moralitas Tersedianya UU tentang penghapusan kekerasan seksual
Indikator 5.2.1 : Proporsi dari perempuan dan anak perempuan usia 15 dan lebih tua yang mengalami kekerasan fisik, seksual, psikis dan ekonomi oleh pasangan maupun mantan pasangan intim, pada 12 bulan terahir, berdasarkan bentuk kekerasan dan usia Indikator 5.2.2. Berkurangnya tingkat kekerasan yang dilakukan oleh suami/mantan suami, pasangan/mantan pasangan (perkawinan yang tidak dicatatkan/sirri), pacar/mantan pacar, dan relasi personal lainnya. Adanya mekanisme pencegahan, penanganan, pemulihan bagi korban kekerasan, terutama kekerasan seksual, termasuk korban kekerasan pelanggaran HAM masa lalu, korban kekerasan dunia siber, korban yang terjebak dalam sindikat narkoba, Adanya data terpilah korban (berbasis pada seks, orientasi seksual, identitas gender, dan ekspresi gender) dan kebijakan pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya (akses pekerjaan, jaminan sosial, shelter/hunian, layanan kesehatan) bagi perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga, termasuk paska perceraian, eks buruh migran korban kekerasan yang mengakibatkan disabilitas, perempuan korban konflik komunal, konflik sumber daya alam (masyarakat adat), dan konflik tata ruang/penggusuran Target 5.3, Indikator 5.3.1 Menurunnya angka perkawinan dini serta perkawinan anak perempuan Target 5.3, Indikator 5.3.2 Penghapusan terhadap segala bentuk FGM, termasuk sunat perempuan Data terpilah berdasarkan usia, wilayah, etnisitas, agama, pendidikan, tempat tinggal, dan tingkat kesejahteraan Bertambahnya inisiatif untuk melibatkan tokoh/institusi agama maupun adat untuk turut mencegah dan menghapuskan praktik yang menyakitkan Target 5.4, Indikator 5.4.1 Adanya pengakuan, perlindungan, pemenuhan hak kerja layak bagi pekerja rumah tangga, care work, pekerja sektor informal, pekerja rumah tangga migran, nelayan perempuan, perempuan yang dilacurkan, buruh perempuan di perkebunan, Target 5.5, Indikator 5.5.1 dan 5.5.2 Minimal 50% perempuan terlibat dalam pengambilan keputusan, dalam segala bidang strategis, termasuk dalam organisasi-organisasi informal (termasuk organisasi adat dan agama), baik di tingkat lokal dan nasional Target 5.6, Indikator 5.6.1 Meningkatnya kemampuan reproduksinya
perempuan
membuat
keputusan
atas
Tidak ada paksaan dalam menggunakan atau tidak menggunakan alat kontrasepsi, termasuk penghapusan sterilisasi paksa pada kelompok disabilitas. Tidak ada penghukuman bernuansa seksual (hukum kebiri) untuk penjeraan karena melanggar hak reproduksi dan seksual Adanya kontinuitas akses terhadap obat-obatan untuk HIV/AIDS, termasuk bagi perempuan dengan HIV/AIDS dalam tahanan Meningkatnya pencegahan praktik perkosaan korektif akibat dari pemaksaan perkawinan terhadap perempuan lesbian, biseksual dan transgender Adanya sistem layanan kesehatan yang tidak diskriminatif, ramah pada perempuan korban, termasuk perempuan yang belum/tidak menikah Adanya mekanisme layanan kesehatan, fisik dan psikis, termasuk layanan aborsi aman bagi perempuan korban perkosaan.
Target 5.6, Indikator 5.6.2 Adanya kebijakan yang menjamin hak perempuan untuk mengontrol dan secara bebas bertanggungjawab terhadap seksualitasnya, termasuk bebas dari paksaan, diskriminasi dan kekerasan Adanya UU Penghapusan Kekerasan Seksual Adanya kurikulum pendidikan tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas di semua tingkatan pendidikan Adanya kebijakan untuk memastikan akses pendidikan bagi siswi hamil Target 5.a, Indikator 5.a.2 Memastikan adanya program mikro kredit bagi perempuan kepala rumah tangga Adanya kebijakan pemulihan, terutama akses pekerjaan, hunian yang layak bagi perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga, penggusuran, korban konflik dan pelanggaran HAM masa lalu, bencana, pengungsi, orang yang tidak berkewarganegaraan. Target 5.b, Indikator 5.b.2 Memastikan bahwa kemampuan teknologi informasi dan komunikasi juga termasuk membangun kesadaran akan potensi kekerasan seksual di bidang teknologi informasi dan komunikasi Target 5.c Mencabut reservasi dalam CEDAW sebagai komitmen yang kuat untuk melindungi perempuan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi Target 5.c, indikator 5.c.2 Memastikan alokasi sumber daya (manusia dan finansial) sebesar 5% dari anggaran negara bagi mekanisme nasional perempuan, termasuk Komnas Perempuan sebagai lembaga nasional HAM
Tujuan 10: Mengurangi ketimpangan didalam dan antar negara Target 10.3, Indikator 10.3.1 Memastikan tersedianya data dan mekanisme pendokumentasian pengalaman korban dan pola-pola diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan akibat kebijakan diskriminatif Tersedianya indikator untuk menguji kebijakan yang diskriminatif, termasuk yang berbasis gender Tersedianya upaya dan mekanisme pencegahan serta pembatalan kebijakan diskriminatif, termasuk yang berbasis gender Target 10.6 Meningkatnya representasi dan pelibatan aktif perempuan dari negara-negara berkembang terkait pengambilan kebijakan keuangan di tingkat internasional, termasuk pelibatan dan pengambilan keputusan perempuan adat di wilayah yang akan menjadi sasaran investasi untuk menjamin dampak kerusakan alam, sosial dan kultural akibat dari pemanfaatan sumber daya alam Target 10.b Tersedianya dukungan finansial dan politik dari negara maupun institusi global untuk penguatan organisasi masyarakat sipil dan gerakan perempuan untuk turut mengawasi dan terlibat aktif dalam proses negosiasi di tingkat global Target 10.7 Tersedianya data dan mekanisme pendokumentasian kekerasan terhadap perempuan dalam konteks migrasi, terutama kerentanan perempuan sebagai korban perdagangan narkoba, migran yang tidak berdokumen serta pekerja migran domestik Tersedianya kebijakan migrasi yang menjangkau perlindungan pekerja migran mulai dari tingkat lokal, nasional hingga regional yang mengacu kepada instrumen HAM internasional Meningkatnya kerjasama serta tersedianya mekanisme pencegahan dan perlindungan lintas negara untuk membebaskan buruh migran perempuan yang mengalami kekerasan dari jeratan sindikasi perdagangan manusia dan narkoba Tersedianya upaya hukum yang komprehensif untuk membebaskan buruh migran yang merupakan korban namun dikriminalisasi dan terancam hukuman mati melalui diplomasi total, penyediaan bantuan hukum yang berpihak pada korban, serta pemulihan korban Adanya sanksi dan hukuman bagi pelaku kekerasan terhadap buruh migran perempuan, baik aparat negara, korporasi dan majikan, untuk menghapuskan impunitas Adanya tanggung jawab negara tujuan, korporasi dan majikan untuk memulihkan hak korban yang mengalami kekerasan, terutama kekerasan seksual, penghamilan paksa, hak perdata bagi anak, termasuk hak anak dari perempuan korban kekerasan seksual untuk mendapatkan dukungan tumbuh kembang saat kembali ke negara asal, serta hak pemulihan bagi mereka yang mengalami disabilitas akibat migrasi
Tujuan 16 Mempromosikan masyarakat yang damai dan inklusif, menyediakan akses keadilan bagi semua dan membangun kelembagaan yang akuntabel, efektif dan inklusif di semua level. Targets 16.1 Indikator 16.1.1 Memastikan situasi yang damai dan bebas dari kekerasan terutama kekerasan seksual bagi perempuan, termasuk bagi perempuan stateless, perempuan pengungsi dan pencari suaka Memastikan tersedianya kebijakan dan penanganan pengungsi, terutama perempuan, yang sesuai dengan standar kovenan hak sipil dan politik dan kovenan hak ekonomi, sosial dan budaya Adanya upaya untuk menghapuskan hukuman mati dan hukuman yang kejam dan tidak manusiawi yang berpotensi pada kematian, baik dilakukan dan dibiarkan oleh negara, melalui merubah cara pandang publik, lembaga agama, adat dan negara. Merubah kerangka kebijakan dan kerangka berpikir bahwa angka kematian ibu hanya sebagai isu kesehatan, melainkan isu pencerabutan hak hidup Target 16.1, Indikator 16.1.2 Memastikan negara melindungi anak perempuan sehingga mereka terbebas dari praktek eksploitasi, kekerasan seksual, trafficking, dan perkawinan anak Diratifikasinya instrumen HAM internasional (ICC, OPCAT, OPCEDAW, CEPD) Terimplementasinya kebijakan pencegahan dan penanganan konflik dan pelanggaran HAM sesuai dengan prinsip keadilan transisi (hak kebenaran, pemulihan, keadilan dan jaminan ketidakberulangan) Adanya sistem pencegahan kekerasan berbasis gender, terutama kekerasan seksual, dalam kebijakan keamanan dan pertahanan, termasuk standar operasional untuk kebijakan penempatan aparat Target 16.1, Indikator 16.1.3 Adanya jaminan keamanan dan keselamatan perempuan dari segala bentuk kekerasan, baik di ranah domestik-personal maupun ranah publik, melalui inisiatif pencegahan dan penanganan berbasis komunitas maupun kebijakan negara Adanya sistem pencegahan dan pengawasan untuk memastikan tidak ada kekerasan terhadap perempuan dalam tahanan maupun tempat lain yang mengurangi dan mencabut kebebasan Target 16.1, Indikator 16.1.4 • Dicabut dan dicegahnya kebijakan diskriminatif yang membatasi mobilitas perempuan di malam hari, kebijakan prostitusi yang memicu salah tangkap dan memviktimisasi korban Target 16.2 Menghentikan segala bentuk perkawinan anak perempuan, yakni menaikkan batas usia perkawinan anak perempuan dalam berbagai kebijakan, mendorong pendidikan anak perempuan hingga minimum tamat SLTA, upaya konkrit insitusi agama dalam mencegah perkawinan anak.
Membangun mekanisme pencegahan eksploitasi, trafficking, migrasi paksa, perkawinan di dalam situasi bencana, pengungsian yang sering menyasar pada anak perempuan untuk bertahan hidup.
Target 16.2, Indikator 16.2.2 • Adanya kerjasama ekstra teritori dan kebijakan antar daerah untuk mencegah trafficking yang berulang dan memulihkan korban trafficking dan migrasi, terutama yang terjebak dalam sindikat narkoba dan prostitusi • Adanya upaya untuk menghentikan kriminalisasi, membuat rehabilitasi dan memulihkan hak dasar perempuan yang dilacurkan Target 16.2, Indikator 16.2.3 Adanya upaya hukum dan kultural untuk menghapuskan praktik perkawinan anak dan membangun pemahaman bahwa perkawinan anak adalah bentuk kekerasan seksual pada anak, termasuk memfasilitasi pedofilia dalam institusi perkawinan Adanya pemahaman yang utuh, baik di tingkat negara dan masyarakat, tentang keragaman seksualitas untuk mencegah praktik yang menyakitkan pada anak dengan orientasi seksual non-heteroseksual dan transgender, antara lain melalui konversi dan koreksi paksa pada anak, baik medis, psikiatris, dan spiritualistik, termasuk melakukan pemotongan alat kelamin dan suntik hormon paksa anak bagi interseks secara sepihak oleh orang tuanya. Target 16.3, Indikator 16.3.1 • Adanya layanan pengaduan yang terakses dan ramah terhadap perempuan korban kekerasan, terutama disabilitas, perempuan adat, perempuan di kepulauan atau pelosok. • Adanya pengakuan dan dukungan mekanisme penanganan kekerasan terhadap perempuan, baik berbasis adat, komunitas dan revitalisasi lembaga pengada layanan yang dikelola pemerintah • Adanya mekanisme pengaduan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan di lembaga pendidikan, tempat kerja dan organisasi masyarakat maupun lembaga negara Target 16.3, Indikator 16.3.2 Adanya mekanisme pengawasan dan pencegahan eksploitasi dan kekerasan terhadap tahanan perempuan, terutama kekerasan seksual Target 16.5, Indikator 16.5.1 • Adanya upaya menghentikan gratifikasi seksual, pencucian uang melalui perempuan, dan kerentanan perempuan dijebak dalam kasus korupsi Target 16.6, Indikator 16.6.1 • Adanya studi cost untuk melihat alokasi pendanaan untuk senjata dan militer, produksi kebijakan diskriminatif (terutama di daerah), dibandingkan alokasi dana untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan • Adanya penganggaran dan pengawasan berbasis gender untuk alokasi pemberdayaan perempuan, terutama perempuan korban konflik dan pelanggaran HAM masa lalu
• Adanya dukungan sumber dana dan sumber daya bagi kelembagaan perempuan, termasuk Komnas Perempuan, sesuai dengan prinsip-prinsip lembaga HAM nasional independen. Target 16.7, Indikator 16.7.1 Adanya representasi perempuan adat (termasuk Papua), perempuan dengan seks, orientasi seks, identitas gender dan ekspresi gender beragam, perempuan dari minoritas agama, perempuan disabilitas untuk terlibat aktif dalam pengambilan keputusan, baik di lembaga negara maupun lembaga strategis lainnya. Target 16.9, Indikator 16.9.1 Adanya pengakuan dalam pencatatan pernikahan dan akte kelahiran bagi anak dari kelompok Ahmadiyah, Syiah, dan kelompok minoritas agama lainnya, termasuk penghayat, dan korban pelanggaran masa lalu Target 16.9, Indikator 16.10.1 Adanya pengakuan, dukungan pada kerja-kerja perempuan pembela HAM dan perlindungan dari masyarakat maupun negara dari ancaman, kekerasan, stigmatisasi, kriminalisasi. Target 16.a, Indikator 16.a.1 Memastikan tersedianya kebijakan di tingkat nasional yang melindungi mandat lembaga nasional HAM, termasuk memastikan dukungan sumberdaya dan sumberdana untuk merawat independensinya. Target 16.b, Indikator 16.b.1 • Adanya langkah kongkrit untuk pembatalan atau revisi kebijakan kebijakan diskriminatif atas nama agama dan moralitas yang mengkriminalkan, membatasi mobilitas dan dan identitas perempuan.
LAMPIRAN Masukan Komnas Perempuan untuk Zero Draft Ministerial Declaration pada 2016 High Level Political Forum (HLPF) for Sustainable Development
Ministerial Declaration of the 2016 High-level Political Forum on Sustainable Development convened under the auspices of the Economic and Social Council on the theme “Ensuring than no one is left behind” Ministerial Declaration of the High-level Segment of the 2016 session of the Council on the theme “Implementing the post-2015 development agenda: moving from commitments to results” We the Ministers, having met at the United Nations Headquarters in New York, 1. Pledge that no one will be left behind in implementing the 2030 Agenda for Sustainable Development. In this first High Level Political Forum for Sustainable Development following its historic adoption, we underscore the need for its 17 Sustainable Development Goals and 169 targets to be met for all nations and peoples and for all segments of society. We stress that the 2030 Agenda is people-centred, universal and transformative, and that its Goals and targets are integrated and indivisible and balance the three dimensions of sustainable development. We recall all the principles recognised in the 2030 Agenda and that eradicating poverty and inequalities in all its forms and dimensions, including extreme poverty and gender inequality, are the greatest global challenges and an indispensable requirements for sustainable development. 2. Reaffirm the central role of the High-level Political Forum in line with relevant mandates, including resolutions 66/288, 67/290 and 68/1, and the 2030 Agenda for Sustainable Development in overseeing a network of follow-up and review processes of the Agenda at the global level by, inter alia, facilitating the sharing of experiences, providing political leadership, guidance and recommendations for follow-up, while promoting system-wide coherence and coordination of sustainable development policies. 3. Have considered the theme of the 2016 High-level Political Forum, “Ensuring that no one is left behind”, and recall in this regard that the human rights and dignity of all people is fundamental, that all the Sustainable Development Goals and targets are to be met for all nations and peoples and for all segments of society, and that we endeavour to reach the furthest behind first. 4. Recall that the 2030 Agenda for Sustainable Development, inter alia, envisions a world of universal respect for human rights and human dignity (including the right to development), the rule of law, democratic, peace, justice, equality and nondiscrimination; of respect for race, sex, gender, ethnicity and cultural diversity; and of equal access and opportunity. A world in which every woman and girl enjoys full gender equality and all legal, social, cultural, political and economic barriers to their empowerment have been removed. A just, equitable, tolerant, open and socially inclusive world in which the rights of the most vulnerable are met, including their
economic, social and cultural rights. In these regards, we pledge to make real a world in which no individual, people or country is left behind. 5. Further recall that realizing gender equality and the empowerment of women and girls will make a crucial contribution to progress against all the Goals and targets. Our efforts to end and prevent intersecting forms of violence and discrimination must include all women, girls and older person, persons with disabilities, people living with HIV/AIDS, people of diverse gender and identities, older persons, indigenous peoples, refugees and internally displaced persons and migrants and people living in areas affected by complex humanitarian emergencies and in areas affected by terrorism, and other vulnerable groups. 6. Have also considered the thematic discussion of the 2016 High-level segment of the Economic and Social Council, “Infrastructure for sustainable development for all”, and further stress the importance of building resilient infrastructure with a people-centred approach, aimed at reducing inequalities and bridging disparities of all kinds, for ensuring than no one is left behind. 7. Recognise that the scale and ambition of the 2030 Agenda for Sustainable Development requires a revitalizedGlobal Partnership to ensure its implementation, working in a spirit of global solidarity, in particular with the poorest and with people in vulnerable situations. We are fully committed and accountable for to this, and to move from commitments to results. The means of implementation targets under Goal 17 and under each Sustainable Development Goal are key to realizing our Agenda, supported by the concrete policies and actions outlined in the Addis Ababa Action Agenda on Financing for Development, which is an integral part of the 2030 Agenda and critical for ensuring that no one is left behind. 8. Welcome in these regards, inter alia, the holding of the inaugural Forum on Financing for Development and take note of its intergovernmental agreed conclusions and recommendations. We further note the progress made on operationalizing the three components of the Technology Facilitation Mechanism and welcome the holding of the inaugural Multi-stakeholder Forum on Science, Technology and Innovation for the Sustainable Development Goals, supported by the United Nations Inter-agency Task Team. We look forward to the establishment of the online platform as part of the Technology Facilitation Mechanism. 9. Also reaffirm that the availability of high-quality, transparent, accessible, timely and reliable disaggregated data by sex, age and income and other characteristics relevant in national contexts; underpins our efforts to leave no one behind. Data should measure poverty in all its forms and dimensions as well as progress on sustainable development, to reveal gaps and recurrent challenges in implementation of the 2030 Agenda. We encourage Governments, international organizations, including the United Nations system, international financial institutions and other relevant stakeholders, to assist developing countries through technical and financial assistance and capacity-building to strengthen standards and methodologies of data collection, dissemination and analysis with the support of United Nations entities, within their mandates, and the active participation of civil society organizations. We take note of the Global Indicator Framework on the Sustainable Development Goals and targets agreed by the
United Nations Statistical Commission, and look forward to its timely adoption by the Economic and Social Council and the General Assembly. 10. Commend the 22 countries that presented voluntary national reviews at the 2016 High-level Political Forum, and highlight the commitment and leadership shown by these countries in their early steps for implementing the 2030 Agenda, which account for different national realities, capacities and levels of development and respecting national policies and priorities. National reviews provide a platform for partnerships, including through the meaningful participation of major groups, national human rights institution where they exist, civil society, feminist groups and other relevant stakeholders, and we encourage States to take into consideration experience gained from these reviews and to volunteer for new national reviews in coming years. 11. Recognise the role that regional and sub-regional fora and organisations have in following up the Agenda. In this regard, we welcome the identification, development and convening of appropriate regional and sub-regional forums on sustainable development with the full and meaningful participation of civil society as a further means to contribute to the follow-up and review of the 2030 Agenda. 12. Stress that reducing vulnerability to climate change is a global challenge faced by all, and in particular those living in poverty. We welcome the Paris Agreement, and take into account the urgent and immediate needs of those developing country parties to the Framework Convention on Climate Change that are particularly vulnerable to the adverse effects of climate change and we endeavour to build the resilience of people and communities vulnerable to the impacts of climate change and disasters to ensure we leave no one behind. We encourage prompt ratification by all States. 13. Reiterate that each country faces specific challenges in its pursuit of sustainable development. The most vulnerable countries and, in particular, African countries, least developed countries, landlocked developing countries and Small Island Developing States deserve special attention, as do countries in situations of conflict and post-conflict. There are also serious challenges within many middle-income countries. In these regards we welcome the progress made to date in the Istanbul Programme of Action for Least Developed Countries, the Small Islands Development States Accelerated Modalities of Action (Samoa Pathway), the Vienna Programme of Action for Landlocked Developing Countries, and the Program of the New Partnership for Africa’s Development, for ensuring that no one is left behind. 14. Look forward to successful outcomes on relevant upcoming intergovernmental processes, including, inter alia, the United Nations Conference on Housing and Sustainable Urban Development to be held in October 2016 in Quito, Ecuador, the United Nations Summit on Refugees and Migrants to be held in the General Assembly in September 2016. 15. Recommend that efforts to advance the implementation and follow up and review of the 2030 Agenda including, inter alia, through ECOSOC Functional Commissions, UN Regional Commissions, specialised agencies of the UN, and the UN development system, as well as
programmes of action such as the Sendai Framework for Disaster Risk Reduction, the 10 Year Programme of Action on Sustainable Consumption and Production, should focus on ensuring than no one is left behind and take an integrated and coherent approach to implementation to enhance these efforts. 16. Take note with appreciation of the Secretary General’s first annual progress report on the Sustainable Development Goals, which provides a valuable account of where the world stands at the beginning of our collective journey towards a sustainable future, while building on the achievements of the Millennium Development Goals and seeking to address their unfinished business. Significant progress has been achieved in many areas, such as reducing poverty and hunger and improving health, but several groups remain disadvantaged and discriminated against and severe income inequality remains one of our biggest challenges. 17. Endorse the outcome of the process of consultation, on the scope, methodology and frequency of the Global Sustainable Development Report as laid out in the Annex to the present Declaration. 18. Welcome the participation in the High-level Political Forum of Major Groups civil society, national human rights institutions, and other relevant stakeholders, and take note of their contributions to the implementation and follow-up and review of the 2030 Agenda. We recognise the importance of civil society, national human rights institutions, private sector and academia to supporting the 2030 Agenda. 19. Are encouraged by efforts to ensure the United Nations can support the 2030 Agenda, including the Council’s dialogues on the longer-term positioning of the System, called to inform the upcoming General Assembly’s quadrennial comprehensive policy review of the operational activities for development, and the President of the General Assembly’s initiative to align the agenda of the General Assembly with the 2030 Agenda. 20. Look forward to the continuing inclusive implementation of our ambitious 2030 Agenda and urge that all efforts are taken to reach the furthest behind first and to ensure that no one is left behind.
Global Sustainable Development Report: Scope, Frequency, Methodology, Relationship between the annual SDG-Progress Report and Global Sustainable Development Report Final text for integration in the ministerial declaration of the high-level segment of the 2016 session of the Economic and Social Council and the high-level political forum on sustainable development convened under the auspices of the Council Scope Recalling para 83 of the 2030 Agenda on Sustainable Development.
Stress that the Global Sustainable Development Report is one important component of the follow-up and review process for the 2030 Agenda on Sustainable Development. Further stress that the Global Sustainable Development Report will inform the highlevel political forum, and shall strengthen the science-policy interface and provide a strong evidence-based instrument to support policy-makers in promoting poverty eradication and sustainable development. It would be available for a wide range of stakeholders, including business and civil society as well as the wider public. Resolve that the report should incorporate in a multi-disciplinary manner scientific evidence, considering all three dimensions of sustainable development, in order to reflect the universal, indivisible and integrated nature of the 2030 Agenda. With its universal scope, the report should also consider the regional dimension, as well as countries in special situations. The report will provide guidance on the state of global sustainable development from a scientific perspective, which will help address the implementation of the 2030 Agenda, provide lessons learned, while focusing on challenges, address new and emerging issues, and highlight emerging trends and actions. The Global Sustainable Development Report should also focus on an integrated approach and examine policy options in view of sustaining the balance between the three dimensions of sustainable development. These policy options should be in line with the 2030 Agenda to inform its implementation. Frequency Resolve that a comprehensive, in-depth report will be produced every four years to inform the high-level political forum convened under the auspices of the General Assembly. Resolve that each year in order to strengthen the science-policy interface at the highlevel political forum convened under the auspices of ECOSOC, scientists who work on the report could be invited to provide scientific input into the discussion, including on the theme of the forum. Methodology Stress that the main principles to guide the methodology of the report should be objectivity, independence, transparency, inclusiveness, diversity, scientific excellence and integrity, and policy relevance. The report represents the result of an ongoing dialogue among scientists from all relevant fields on sustainable development worldwide, ensuring a geographically balanced participation, assessing existing assessments, including the relevant reports on sustainable development from a variety of sources including from the UN system, as well as bringing together dispersed information. Request therefore the creation of an Independent Group of Scientists to draft the quadrennial Global Sustainable Development Report. This Independent Group of Scientists comprises fifteen experts, and representing a variety of backgrounds, scientific disciplines and institutions, ensuring geographical and gender balance. The Independent Group of Scientists will be appointed for each Global Sustainable Development Report by the UN Secretary-General in open, transparent and inclusive consultations with member states, including the possibility of taking nominations from member states. This Independent Group of Scientists will commence its work by the end of 2016.
The Independent Group of Scientists will be supported by a task team, co-chaired by one representative each of UN Secretariat, UNESCO, UNEP, UNDP, UNCTAD and the World Bank, with the logistical support by the UN Secretariat. The task team will co-ordinate inputs from a network of existing networks, representing the UN, private sector, civil society and academia. Inputs can also be posted onto the HLPF Online Platform annually. Relationship with the SDG progress report Acknowledge the distinct but complementary nature of the SDG Progress report and the Global Sustainable Development Report, both contributing to the high-level political forum from different perspectives. The high-level political forum will be informed by the annual SDG Progress Report, which is to be prepared by the Secretary-General in cooperation with the UN System, based on the global indicator framework and data produced by national statistical systems and information collected at the regional level. The Global Sustainable Development Report will be more scientific and analytical, focused on the science-policy interface and will also inform the high-level political forum.