PENDAHULUAN Era
globalisasi
telah
bergulir,
dominasi
teknologi
computer digital sebagai infrastruktur menjadi sahabat para pelaku bisnis. Aset ekonomi semakin tidak lagi bersifat fisik seperti gedung, mesin atau property lainnya. Tetapi semua itu bersifat mental intelektual seperti persepsi pasar, citra merk, hak paten, kredibilitas, visi, dan pengetahuan khusus (Sinamo, 2002). Persaingan antar perusahaan di era globalisasi semakin tajam, sehingga sumber daya manusia (SDM) dituntut untuk terus menerus mampu mengembangkan diri secara proaktif. Sumber daya manusia harus menjadi manusia-manusia pembelajar yaitu pribadi-pribadi yang mau belajar dan bekerja keras dengan penuh semangat
agar
potensi
insaninya
berkembang
maksimal.
Selanjutnya Sinamo (2002) mengemukakan bahwa SDM yang diperlukan di era globalisasi ini adalah SDM yang sanggup menguasai teknologi dengan cepat, adaptif, dan responsif terhadap perubahan-perubahan teknologi. Dalam kondisi tersebut integritas
pribadi
semakin
penting
untuk
memenangkan
persaingan. Kualitas sumber daya manusia khususnya di perusahaan merupakan unsur yang penting dalam berkembangnya suatu perusahaan.
Adanya
motivasi
dalam
diri
individu
yang
bersangkutan juga sangat penting untuk mencapai tujuan sebuah perusahaan. Jika suatu perusahaan memiliki karyawan yang tidak mempunyai motivasi yang tinggi, maka
1
perusahaan akan
mengalami turnover
yang besar karena karyawan tidak
mempunyai motivasi yang tepat akhirnya karyawan kurang dapat mencapai produktivitas kerja yang tinggi (Aribowo, 2002). Selain itu juga, para manajer umumnya mengumpamakan bahwa prestasi kerja bermanfaat untuk meningkatkan motivasi kerja dan keahlian yang dimiliki karyawan (Saal & Knight 1988). Perumpamaan
tersebut
membawa
implikasi
bahwa
karyawan tanpa memiliki motivasi, maka keahlian atau usaha untuk berkerja dari seorang individu tersebut tidak dapat meningkatkan prestasi kerjanya. Sementara itu Robbins (2005) juga mengatakan jika motivasi untuk bekerja tidak disertai dengan keahlian untuk bekerja, maka motivasi tersebut tidak akan meningkatkan prestasi kerjanya di dalam perusahaannya, motivasi yang telah tumbuh memang dapat menjadikan motor dan dorongan untuk mencapai tujuan unutk pemenuhan kebutuhan atau pencapaian keseimbangan. Dalam pemberian motivasi seluruh perusahaan mempunyai kesamaan tujuan yaitu untuk merangsang dan mendorong individu agar bekerja lebih giat, efisien dan efektif. Dalam hal pemberian motivasi ini pimpinan harus mampu melihat situasi serta suasana kerja para karyawan pada saat bekerja. Hal ini berguna untuk memberikan motivasi pada saat kapan para karyawan diberikan motivasi, baik itu motivasi positif maupun negatif. Secara garis besarnya, menurut Hasibuan (2005), motivasi terdiri dari pertama; motivasi positif (incentive positif),
maksudnya manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada karyawan yang berprestasi. Dengan motivasi positif, semangat kerja bawahan akan meningkatkan karena umumnya manusia senang yang baik-baik saja. Kedua; motivasi
negatif
memotivasi
(incentive
bawahan
negatif),
dengan
maksudnya
memberi
manajer
hukuman
kepada
karyawan yang pekerjaannya kurang baik, dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik. Prakteknya kedua jenis motivasi di atas sering keliru penerapannya bagi karyawannya. Contoh dalam pemberian insentif (positif/negatif) di PT Telkom Semarang seorang atasan terkadang
tidak
memberikannya
kepada
karyawan
yang
berprestasi namun hanya kepada karyawan yang telah memiliki kedudukan tertentu saja di perusahaan tersebut, sehingga beberapa
karyawan
yang
ada
kurang
termotivasi
untuk
mengaktualisasi diri dan kemampuan mereka ditambah pula tidak sesuainya gaji yang mereka terima dengan beban kerja yang dilakukan selama ± 10 tahun. Jadi menurut Teori Keadilan dari Adams
(dalam
Wijono,
2010)
bahwa
karyawan
akan
membandingkan hasil kerja atau prestasi kerjanya yang telah diperolehnya dengan kelayakan imbalan (ganjaran) yang telah diterima sebagai masukan (input) atas pekerjaan yang karyawan telah kerjakan.
Selain itu, fenomena lainnya yang terjadi menurut wawancara penulis dengan beberapa karyawan wanita di bagian SDM adalah adanya perbedaan perlakuan pada karyawan wanita di PT Telkom khususnya bagian SDM yang kurang mendapat perhatian intensif dalam peningkatan karirnya seperti promosi jabatan tertentu tidak ditawarkan kepada karyawan wanita melainkan kepada karyawan pria. Hal ini memang dirasakan karena peran ganda (sebagai ibu/istri dan karyawan) yang dimiliki oleh beberapa karyawan wanita menyebabkan mereka memiliki beban kerja yang lebih besar dibandingkan karyawan laki-laki sehingga mereka kesulitan memilah antara urusan keluarga dengan pekerjaan di kantor alhasil kinerja mereka rendah sehingga mereka
menjadi kurang termotivasi dalam
bekerja. Berdasarkan penelitian Kaufmann dan Richardson (dalam Wijono, 2010), ada dua gagasan mengenai motivasi berprestasi pada wanita, yang pertama adalah bahwa wanita mungkin tidak terlalu termotivasi untuk berprestasi seperti pria. Yang kedua bahwa wanita lebih berusaha untuk mencegah agar tidak sukses karena beranggapan bahwa sukses itu akan mendatangkan ketidakbahagiaan. Kesuksesan memiliki unsur maskulin, seperti jabatan yang prestise, prestasi yang tinggi dan pencapaian lain yang
berhubungan
maskulinitas.
dengan
nilai-nilai
tradisional
tentang
Selain itu Vroom (dalam Wijono, 2010) mengatakan bahwa salah satu motivasi yang dapat membuat individu menginginkan suatu ganjaran adalah faktor demografi ( usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, sosial ekonomi dan jenis pekerjaan individu) dimana karyawan yang berpendidikan tinggi mempunyai
kecenderungan
untuk
mendapat
kesempatan
memperoleh karir dibandingkan dengan karyawan yang sudah berusia mendekati pensiun dan yang berpendidikan rendah. Bagi karyawan yang berjenis kelamin laki-laki yang belum maupun yang sudah berkeluarga ada kecenderungan lebih berantusias untuk memperoleh gaji dan kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan yang sudah berkeluarga. Perbedaan motivasi berprestasi antara karyawan laki-laki dan wanita menjadi salah satu topik yang menarik karena penulis beranggapan bahwa perbedaan perlakuan terkait jenis kelamin menjadi
semakin
menarik
dalam
kaitannya
dengan
isu
perburuhan atau tenaga kerja yang melibatkan baik pria maupun wanita. Terkadang kemampuan wanita dalam bekerja masih sering diragukan. Wanita dikatakan tidak memiliki kualitas personal untuk mencapai kemajuan dalam karier (Yualita, 2005). Sebagai akibatnya, mobilitasnya seringkali dihambat oleh adanya prasangka-prasangka yang tidak selalu berdasar kepada wanita. Anggapan bahwa pria lebih produktif, lebih termotivasi, dan lebih konsisten membuat
terutama dalam
organisasi
seringkali
terhambat. Selain itu, keterlibatan perempuan dalam bidang
pekerjaan sering tidak diperhitungkan. Besarnya upah yang diterima perempuan lebih rendah dari pada laki-laki. Dengan tingkat pendidikan yang sama, pekerja perempuan hanya menerima sekiatar 50% sampai 80% upah yang diterima laki-laki. Selain itu banyak perempuan yang bekerja pada pekerjaanpekerjaan marginal sebagai buruh lepas atau pekerja tanpa memperoleh upah atau dengan upah rendah, mereka tidak memperoleh
perlindungan
hukum
dan
kesejahteraan
(Hastuti,2005). Dari keseluruhan fenomena dan penelitian di atas, ditemukan hasil yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada motivasi berprestasi antara karyawan pria dan karyawan wanita. Meskipun dari beberapa penelitian lainnya yang serupa telah banyak namun penelitian mengenai motivasi berprestasi tetap menarik untuk diteliti sebab motivasi yang ada di setiap manusia berbeda-beda dan dapat mempengaruhi kinerja. Pada dasarnya dalam diri setiap orang terdapat kebutuhan untuk melakukan perbuatan yang bertujuan memperoleh hasil yang maksimal. Kebutuhan untuk mencapai yang terbaik disebut McClelland (dalam Suciati, 1994) sebagai kebutuhan berprestasi. Hal ini disadari bahwa sebagian orang mempunyai kualitas motivasi berprestasi yang tinggi dan sebagian yang lain tidak, dengan demikian setiap manusia berbeda dalam motivasi berprestasi.
Oleh karena itu, melihat fenomena yang terjadi di atas maka mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai Perbedaan Motivasi Berprestasi pada Karyawan di tinjau dari Jenis Kelamin di PT Telkom Semarang. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui secara empiris ada atau tidaknya perbedaan motivasi berprestasi pada karyawan di tinjau dari jenis kelamin di PT Telkom Semarang. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan : 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu psikologi, khusunya bidang Psikologi Industri dan Organisasi terutama tentang Perbedaan Motivasi Berprestasi Karyawan ditinjau dari Jenis Kelamin. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada beberapa pihak yang berkaitan dengan penelitian ini diantaranya adalah a. Perusahaan terkait b. Peneliti berikutnya LANDASAN TEORI Motivasi Berprestasi McClleland (dalam Mangkunegara, 2008) mengartikan motivasi berprestasi sebagai suatu dorongan dari dalam diri
seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mencapai prestasi. Prestasi merupakan suatu catatan mengenai hasil dari suatu pekerjaan dalam kurun waktu tertentu.
Robbins
(2003)
memberikan
definisi
motivasi
berprestasi yaitu hasrat atau dorongan yang kuat untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik atau lebih efisien daripada yang telah dilakukan sebelumnya. Selain itu, Usman (2006) menyatakan bahwa motivasi berprestasi adalah dorongan dari dalam diri untuk mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai tujuan. Sependapat dengan hal itu, Mc.Clleland (dalam Hasibuan, 2003) mengemukakan bahwa kebutuhan akan berprestasi (n.Ach) merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Motivasi berprestasi menentukan arah tujuan yang lebih jauh, lebih tinggi dan desakan yang lebih kuat sehingga individu akan bekerja lebih optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi adalah hasrat atau dorongan yang timbul dari dalam diri individu untuk melakukan suatu tugas dan mengarah pada hasil yang lebih baik daripada hasil yang telah dicapai sebelumnya guna tercapainya suatu tujuan. Ciri – Ciri Motivasi Berprestasi pada Karyawan McClelland karakteristik
(dalam
Mullins,
mengenai
orang
berprestasi, yaitu :
1993) yang
membagi memiliki
empat motivasi
1. Memilih tugas-tugas yang memiliki tingkat kesulitan moderat
dan
bertujuan untuk
berprestasi.
Hal
ini
dikarenakan dapat memberikan kesempatan terbaik untuk membuktikan bahwa dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya. Namun jika, tugas terlalu sulit atau terlalu berisiko, hal ini akan mengurangi kemungkinan untuk berhasil
dan
kurang
memperoleh
kepuasan
dalam
pemenuhan kebutuhan. Dan jika tugas terlalu mudah, akan hanya ada sedikit tantangan dalam mencapai keberhasilan dan kepuasan keberhasilan yang dirasakan hanya sedikit. 2. Memilih tanggung jawab pribadi dalam bekerja. Fokus utama dalam pencapaian keberhasilan adalah kemampuan dan usaha sendiri bukan kerja tim atau faktor kesempatan dari luar. Kepuasan pribadi berasal dari terselesaikannya suatu tugas, dan kebutuhan pengakuan tidak datang dari orang lain. 3. Memiliki kebutuhan akan umpan balik (feedback) yang jelas mengenai pekerjaan yang telah dilakukan. Informasi hasil dalam waktu yang cepat akan diperlukan untuk proses evaluasi diri. Umpan balik memungkinkan untuk segera menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian tujuan dan untuk memperoleh kepuasan dari tugas yang telah dilakukan. Umpan balik diharapkan diperoleh dari rekan kerja sekitar.
4. Lebih innovatif. Selalu mencari tugas yang cukup menantang. Dalam mencari penyelesaian, selalu mencari variasi dan menemukan cara-cara baru dalam melakukan sesuatu. Peneliti
menyimpulkan
bahwa
karakteristik
motivasi
berprestasi yang tinggi yang dikemukakan oleh McClelland (dalam Mullins, 1993) digunakan oleh penulis sebagai tolok ukur dari motivasi berprestasi dalam penelitian ini dengan alasan bahwa penjelasan yang dikemukakan lebih detail dan jelas di setiap karakteristiknya. Oleh karena itu, penjelasan di setiap karakteristiknya dapat diperluas menjadi indikator motivasi berprestasi dalam penelitan ini. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi Banyak faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi pada seseorang antara lain adalah : 1. Kemampuan Intelektual Menurut Gebhart dan Hoyt (Linda, 2004) dengan kelompok kemampuan intelektual yang tinggi ternyata menonjol dalam achievement, exhibition, autonomy dan dominance, sedangkan dengan kelompok kemampuan intelektual rendah ternyata menonjol dalam order, abasement, dan nurturance. 2. Tingkat Pendidikan Orang tua Sadli (Linda,2004) menyatakan cara ibu mengasuh anak dapat menimbulkan motivasi berprestasi yang tinggi dan juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu karena ibu yang
berpendidikan tinggi akan mempunyai aspirasi dan motivasi untuk mendorong anak agar berprestasi setinggi-tingginya. 3. Jenis Kelamin Adi Subroto, Watson, Lingren, Martaniah (Linda, 2004) menemukan adanya perbedaan motivasi berprestasi antara pria dan wanita, pria mempunyai motivasi berprestasi yang lebih tinggi daripada wanita. 4. Pola Asuh Dari penelitian didapat bahwa motivasi berprestasi terbentuk sejak masa kanak-kanak dan dipengaruhi oleh cara ibu mengasuh anaknya (Suroso dalam Linda, 2004). Motivasi berprestasi merupakan suatu hal yang dipelajari, oleh karena itu pembentukannya sangat ditentukan oleh faktor lingkungan terutama keluarga sebagai lingkungan terdekat. Selain itu karena terbentuk dari lingkungan maka kebutuhan berprestasi bisa berubah sejalan dengan perkembangan yang dialami individu yaitu melalui latihan, pendidikan, kematangan dan proses belajar. Locke (dalam Kumalasari, 2006) juga menjelaskan bahwa pengalaman atau kematangan, wawasan diri dan usia individu berpengaruh terhadap motivasi berprestasi individu. Jadi berdasarkan keterangan dari beberapa tokoh di atas maka faktor – faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi diantaranya kemampuan intelektual, tingkat pendidikan orangtua, jenis kelamin, pola asuh, lingkungan, keluarga, internal individu, serta pengalaman kerja individu.
Pengertian Jenis Kelamin Jenis Kelamin adalah perbedaan sifat antara laki-laki dan perempuan
yang tidak
hanya
mengacu
pada
perbedaan
biologisnya saja namun juga perbedaan nilai-nilai sosialnya. Dari Segi biologis; di asosiasikan dengan beberapa ciri fisik dimana pria antara lain tubuh yang kekar dan dada yang menonjol sedangkan perempuan ciri dan fisik atau badaniahnya seperti pinggul yang lebih besar dan kandungan lemak yang lebih tinggi. Perbedaan Motivasi Berprestasi pada Karyawan ditinjau dari Jenis Kelamin Motivasi berprestasi antara pria dan wanita tentunya berbeda hal ini dapat dilihat dari perbedaan jenis kelamin yang dimiliki . Beberapa penelitian terdahulu dari Shaw & Constanzo (1982) menyebutkan bahwa motivasi berprestasi pada wanita berbeda dengan dengan motivasi berprestasi pada pria. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan mendasar dalam cara memandang kesuksesan antara pria dan wanita. Pria melihat kesuksesan secara tunggal sedangkan wanita melihat kesuksesan secara ambigu. Pria tidak memiliki kebingungan ketika menghadapi situasi berprestasi yang kompetitif karena hal itu sesuai dengan peran gendernya yang maskulin. Atau dengan kata lain pria memang seharusnya sukses (Matlin, 2000). Sedangkan pada wanita, lingkungan kurang menghargai prestasi yang mereka peroleh. Ditambah lagi peran gender yang dimilikinya menuntut
para kaum feminine ini untuk menjadi penyayang, penurut dan tidak berkompetisi (Shaw & Constanzo, 2003). Hal ini didukung pula oleh penelitian yang telah dilakukan Arieandhini (2009) bahwa ada perbedaan yang signifikan antara motivasi berprestasi karyawan ditinjau dari karakteristik jenis kelamin dimana motivasi berprestasi yang tinggi cenderung dimiliki oleh karyawan yang memiliki karakteristik jenis kelamin maskulin dibandingkan feminine. Kaufmann dan Richardson (dikutip oleh Matlin, 2000) dalam penelitiannya mengatakan ada dua gagasan mengenai motivasi berprestasi pada wanita, yaitu bahwa wanita mungkin tidak terlalu termotivasi untuk berprestasi seperti pria dan wanita menganggap bahwa sukses itu akan mendatangkan ketidakbahagiaan sehingga wanita berusaha untuk mencegah agar tidak memperoleh kesuksesan. McClleland
(dalam
Mangkunegara,
2008)
mengartikan
motivasi berprestasi sebagai suatu dorongan dari dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-sebaiknya agar mencapai prestasi. Sehingga walaupun wanita dan pria mempunyai motivasi berprestasi yang sama untuk mencapai kesuksesan, namun wanita dipengaruhi oleh nilai-nilai dan harapan yang berkembang di masyarakat untuk bertingkah laku sesuai dengan peran gendernya (Unger, 2004).. Nilai dan harapan dari masyarakat tersebut membuat masyarakat melihat secara berbeda mengenai kesuksesan pada wanita dan pria.
METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan yang berkerja di bagian Sumber Daya Manusia yang berjumlah 30 orang. Adapun kriteria sampel yang digunakan adalah Pertama; Karyawan yang telah bekerja di PT TELKOM minimal 1 tahun Kedua; Bekerja di bagian Sumber Daya Manusia, Ketiga; Berjenis kelamin pria dan wanita, Keempat; Dewasa awal 20 serta telah menikah. Teknik pengambilan sampel dengan menggunkan teknik saturation sample . Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitan ini menggunakan satu skala psikologis, yaitu Skala Motivasi Berprestasi. Motivasi berprestasi akan diungkap dengan menggunakan skala motivasi berprestasi
yang
disusun
berdasarkan
karakteristik
dari
McClelland (dalam Puspitasari, 2011). Jumlah item yang diuji dalam skala ini sebanyak 30 item soal. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan try out terpakai.. Berdasarkan hasil uji validitas pada skala motivasi berprestasi, diperoleh hasil bahwa dari 30 butir item yang telah diuji
terdapat
6
butir
item
gugur,
yaitu
butir
nomor
7,10,13,17,24,28. Keenam butir dinyatakan tidak valid (gugur) dikarenakan masing-masing memiliki nilai koefisien korelasi yang < 0,3 (Hadi, 2004).
Nilai
validitas
aitem
dengan
melihat item total correlation bergerak antara 0,384 – 0,777 . Pengujian reliabilitas diperoleh koefisien reliabilitas 0,928.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Pada
pengujian
normalitas
ini,
data
akan
dikatakan
berdistribusi normal apabila nilai probabilitasnya atau signifikansinya lebih besar dari 0,05. Berdasarkan hasil perhitungan normalitas tersebut, pada variabel motivasi berprestasi pada pria diperoleh nilai koefisien KolmogorovSmirnov Test sebesar 0,462 dan signifikansi sebesar 0,983 sedangkan motivasi berprestasi pada wanita diperoleh nilai koefisien Kolmogorov-Smirnov Test sebesar 0,791 dan signifikasi sebesar 0,559 sehingga memiliki keduanya tergolong
berdistribusi
normal
karena
memiliki
nilai
signifikansi p > 0,05. 2. Uji Homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah varians populasi sama atau tidak. Signifikansi dilihat melalui nilai levene test sebesar 1,834 ; p = 0,186 (p > 0,05) maka dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok data adalah sama atau homogen (Priyanto, 2008). Analisis Data Uji t - independent menghasilkan nilai t hitung sebesar 3,678; p = 0,005 (p<0,05) artinya ada perbedaan yang sangat signifikan antara motivasi berprestasi terhadap jenis kelamin. Adapun motivasi berprestasi pada karyawan pria lebih tinggi dengan nilai
mean sebesar 76,375 daripada motivasi berprestasi yang dimiliki pada karyawan wanita dengan nilai mean sebesar 62,428 PEMBAHASAN Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan uji t independent dihasilkan nilai t hitung sebesar 3,678; p = 0,005 (p<0,05) berarti ada perbedaan yang sangat signifikan antara motivasi berprestasi terhadap jenis kelamin. Motivasi laki-laki lebih tinggi dari pada wanita, hal ini mungkin disebabkan oleh prestasi yang ditunjukkan pada laki-laki di PT Telkom Semarang lebih baik daripada prestasi kerja pada wanita seperti pemegang jabatan Manager HRD di pegang oleh laki - laki. Motivasi yang dimiliki karyawan, dalam hal ini motivasi berprestasi akan menentukan
kinerja
karyawan
dalam
perusahaan.
Mc.
Clelland (Mangkunegara, 2000), mengatakan bahwa karyawan akan mampu mencapai kinerja maksimal jika memiliki motivasi berprestasi yang tinggi. Motivasi berprestasi yang dimiliki karyawan harus ditumbuhkan dari dalam diri individu yang bersangkutan dan didukung oleh tersebut
lingkungan kerja. Hal
dikarenakan pertama motivasi
berprestasi
yang
ditumbuhkan dari dalam diri individu akan membentuk kekuatan diri bagi individu. Selain itu, apabila situasi lingkungan kerja turut mendukung, maka pencapaian kinerja akan lebih mudah tercapai. Menurut penulis adanya perbedaan motivasi berprestasi
antara pria dan wanita di penelitian ini dipengaruhi beberapa hal
dimana karyawan pria cenderung lebih kreatif, enerjik, lebih gigih, lebih suka bertindak ketimbang berdiam diri, penuh inisiatif dan produktif dibandingkan wanita. Orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi mampu mengelola atau mengukur kemampuan secara masuk akal, cermat dan bertujuan untuk jangka panjang. Dirinya benar-benar terlibat dalam usahanya untuk belajar atau bekerja selalu tuntas. Adanya kesadaran bahwa prestasi yang tinggi tidak bisa diraih dalam waktu yang mudah dan singkat sehingga dibutuhkan ketekunan untuk meraihnya. (http://tesatriwigunati-070.blogspot.com). Menurut McClelland (dalam Suciati, 1994) kebutuhan untuk berprestasi (n-Ach) bersifat intrinsik dan relatif stabil. Motivasi di sini merupakan fungsi dari tiga hal yaitu (1) harapan untuk melakukan tugas dengan berhasil (2) persepsi tentang nilai tugas yang dimaksud (3) kebutuhan untuk keberhasilan atau sukses. Orang yang memiliki n-Ach yang tinggi ingin menyelesaikan tugas dan meningkatkan penampilan mereka, dan berorientasi kepada tugas dan masalah – masalah yang memberikan tantangan dimana penampilan mereka dapat dinilai dan dibandingkan dengan suatu standar/patokan dengan orang lain. Orang dengan n-Ach tinggi selalu memilih bekerja untuk tugas – tugas yang penuh tantangan, mereka tidak menyenangi tugas – tugas yang mudah dan tidak memberikan tantangan. Dengan demikian terlihat bahwa di dalam melaksanakan tugas mereka tidak bersifat untung-untungan dan tujuan mereka realistis. Selain itu karyawan
pria lebih menyukai tantangan dan memilih pekerjaan atau tugas yang risikonya realistis, dan didukung dengan kemampuan yang nyata sedangkan pada karyawan wanitanya yang lebih cenderung memiliki motivasi berprestasi yang rendah karena mereka lebih memilih pekerjaan yang lunak, risikonya kecil sehingga tak perlu banyak usaha (http://tesatriwigunati-070.blogspot.com). Beberapa penelitian yang mendukung mengenai motivasi berprestasi diantaranya penelitian
Mc.
Clelland
(Gibson,
Ivancevich, & Donnely, 1993), didapatkan hubungan antara motivasi berprestasi dengan keinginan mencapai suatu tujuan. Apabila individu memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, maka akan mendorong individu untuk menetapkan tujuan, serta menggunakan diperlukan
dalam
keterampilan pencapaian
dan
kemampuan
yang
tujuan. Adapun motivasi
berprestasi pada penelitian ini ditunjukkan bahwa karyawan pria memiliki motivasi yang lebih tinggi dengan nilai mean sebesar 76,375 daripada motivasi berprestasi yang dimiliki pada karyawan wanita dengan nilai mean sebesar 62.4286. Dari hasil penelitian di atas, dapat terlihat bahwa hipotesis yang diajukan dapat diterima. Hal ini sejalan dengan penelitian dari Fajriati (2011) yang menunjukkan bahwa ada perbedaan motivasi kerja dan disiplin kerja yang signifikan antara karyawan pria dan karyawan wanita dimana motivasi kerja karyawan pria lebih tinggi dibandingkan wanita sedangkan tingkat disiplin karyawan pria lebih rendah dibandingkan dengan karyawan
wanita. Dengan demikian penelitian tidak mendukung dari Unram (2000) yang menemukan tidak adanya perbedaan motivasi berprestasi antara PNS laki-laki dengan perempuan yang ditunjukkan oleh uji F = 2,447 dan p > 0,05 tidak terbukti. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh McClelland dkk (dalam McClelland, 1987) wanita memiliki skor motivasi berprestasi yang lebih rendah daripada pria. Rendahnya motivasi berprestasi pada wanita ini disebabkan karena wanita terutama wanita karier memiliki penilaian dan dampak yang negatif dari pekerjaan yang mereka lakukan terutama pekerjaan yang mencerminkan maskulinitas. Selain itu menurut Santrock (1995), wanita menikah yang bekerja seringkali mengalami berbagai masalah seperti tuntutan adanya waktu dan tenaga tambahan, konflik peran pekerjaan dan peran keluarga, persaingan kompetitif antara suami dan istri dan jika keluarga itu sudah mempunyai anak, maka apakah perhatian terhadap kebutuhan anak sudah terpenuhi. Hal ini membuat wanita menikah yang bekerja takut akan kesuksesan karena akibat-akibat yang dihasilkan dari kesuksesan mereka yang akhirnya bisa berakibat buruk bagi pertumbuhan anak dan pernikahan mereka. Hal inilah yang mungkin menyebabkan motivasi berprestasi wanita tidak setinggi laki-laki.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan
hasil
penelitian
mengenai
perbedaan
motivasi berprestasi ditinjau dari jenis kelamin bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara motivasi berprestasi
dengan
jenis
kelamin.
Adapun
motivasi
berprestasi pada karyawan pria lebih tinggi dengan nilai mean sebesar 76,375 daripada motivasi berprestasi yang dimiliki pada karyawan wanita dengan nilai mean sebesar 61,750 Adapun secara umum tingkat motivasi berprestasi karyawan khususnya bagian SDM di PT TELKOM Semarang ini tergolong sedang dengan Mean Empiris (Me) = 69,063; Mean Hipotetik (Mh) = 60 dan Standar Deviasi Hipotetik (SDh) = 14,4 Saran 1. Bagi Perusahaan a) Karyawan yang memiliki motivasi berprestasi tinggi diantaranya : menyenangi situasi yang menuntut tanggung jawab pribadi untuk pemecahan masalah, cenderung mengambil resiko yang moderat dibanding dengan
resiko
rendah
atau
tinggi,
selalu
mengharapkan umpan balik yang nyata berupa saran dan kritikan terhadap kinerja yang telah dilakukan. Untuk menumbuhkan motivasi berprestasi yang lebih tinggi maka perlu diciptakan suatu lingkungan yang
kondusif sehingga seseorang dapat menyelesaikan pekerjaan secara baik b) Dalam memilih tugas-tugas pekerjaannya sebaiknya para karyawan wanita dapat mencari tugas dengan tingkat kesulitan yang tidak terlalu tinggi dan realistik untuk dapat terselesaikan dengan baik. Apabila tugas yang diberikan atasan dapat terselesaikan dengan baik maka secara tidak langsung perusahaan juga akan memberikan kepercayaan lebih. c) Perusahaan memberikan kesempatan yang sama bagi setiap karyawan baik pria maupun wanita untuk dapat mengembangkan
diri,
sehingga
tidak
terdapat
kesenjangan antar karyawan dan terbentuk rasa saling percaya seperti kesempatan promosi untuk kenaikan jabatan pada wanita di semua strata seperti : seleksi jabatan sebagai manager pada wanita d) Pihak perusahaan hendaknya lebih meningkatkan keterlibatan karyawan, khususnya karyawan wanita dalam organisasi, dengan menciptakan sistem yang memungkinkan karyawan memberikan umpan balik seperti
seringnya
diadakannya
Focus
Group
Discussion (FGD) . Dengan saran – saran di atas diharapkan karyawan PT Telkom khususnya pada karyawan wanita dapat lebih meningkatkan motivasi berprestasinya. Motivasi kerja
yang meningkat diharapkan dapat meningkatkan pula prestasi kerja mereka. 2. Bagi Peneliti Lain a) Diadakan penelitian lanjutan untuk pengembangan analisis dalam kaitannya dengan motivasi berprestasi seperti kepuasan kerja karyawan, stres kerja, beban kerja dan sebagainya serta mengajukan pertanyaan yang lebih mendalam kepada responden mengenai usaha-usaha nyata
yang
akan
dilakukan
responden
dalam
meningkatkan prestasi kerjanya. b) Adapun kelemahan penelitian ini adalah minimnya jumlah subjek yang digunakan sehingga perbedaan motivasi berprestasi antara pria dan wanita tidak begitu terlihat, mengambil sampel dari bidang pekerjaan yang lain untuk dapat digeneralisasikan lebih luas. DAFTAR PUSTAKA Arieandhini, K. (2009). Perbedaan Motivasi Berprestasi Karyawan ditinjau dari Karaktyeristik Gender. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang : Malang Hasibuan, M. (2003). Organisasi dan Motivasi. Jakarta : Bumi Aksara Kumalasari, P. (2006). Hubungan Antara Motif Berprestasi Dengan Kecemasan Dalam Pemenuhan Target Penjualan Pada Tenaga Marketing di PT. INDO PRIMA ABADI MEDAN. Skripsi. Universitas Katolik Soegijapranata : Semarang
Linda, S. 2004. Perbedaan Motif Prestasi Ditinjau dari Latar Belakang Paduan pada Mahasiswa Teknik Elektro ITM. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang : Malang Matlin,M.W. (1987). Psychology of Women. Florida : Holt, Rinehart & Winston,Inc Mangkunegara, PA. (2008). Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung. PT Refika Aditama Mullins, L.J. (1993). Management and Organizational Behavior (4th Ed). London : Pitman Publications .Robbins,S. (2003). Organizational Behaviour. Second Edition. New Jersey : Prentice-Hall International Saal, F.E & Knight, P.A. (1988). Industrial / Organizational Psychology : Science and Practice. Brooks Cole Publish. Co Shaw,M.E & Costanzo,P.R. (1982). Theories of Social Psychology. Second Edition. New York :McGraw Hill,Inc Sinamo, J. (2002). Etos Kerja Professional di Era Digital Global. Jakarta : Institut Darma Mahardika Usman, H. (2006). Pengantar Statistika. Jakarta : Bumi Aksara Wijono,S. (2010). Psikologi Industri & Organisasi : Dalam Suatu Bidang Gerak Psikologi Sumber Daya Manusia. Jakarta : Kencana Prenada Media Group William, J.H. (2007). The Psychology of Women : Half The Human Experience. New York : WW Norton & Company, Inc