MENGAKTIFKAN PENALARAN SISWA: Upaya Menerapkan Pembelajaran Matematika Humanistik Oleh: Rahmah Johar**
PENDAHULUAN Suatu ungkapan dalam bahasa akan kehilangan makna yang sebenarnya atau memperoleh makna yang tidak dimaksudkan apabila ditangkap terlepas dari konteksnya. Demikian pula matematika, jika dipahami terlepas dari konteks kehidupan dan peradaban manusia, akan tereduksi menjadi sekumpulan lambang dan rumus-rumus serta seperangkat teknik kalkulasi dan penalaran yang kering, sehingga sama sekali tidak menarik. Matematika adalah bagian dari kehidupan dan peradaban manusia dan oleh karenanya bercorak manusiawi. Implikasi yang penting dari kenyataan ini adalah memperkenalkan matematika humanistik sejak dini kepada siswa dalam pembelajaran matematika. Matematika humanistik mencakup dua aspek, yaitu pembelajaran matematika secara manusiawi dan pembelajaran matematika yang manusiawi (Susilo, 2004). Aspek yang pertama tersebut berkaitan dengan proses pembelajaran matematika yang menempatkan siswa (pebelajar) sebagai subjek yang sedang membangun pengetahuannya dengan memahami kondisi-kondisi, baik dalam diri subjek itu sendiri maupun di lingkungan sekitarnya. Pengetahuan matematika terbentuk tidak dengan menerima saja apa yang diajarkan dan menghafalkan rumus-rumus dan metode-metode yang diberikan, melainkan dengan membangun makna dari apa yang sedang dipelajari. Siswa aktif mencari, menyelidiki, menguji, merumuskan, membuktikan, mengaplikasikan, menjelaskan, dan memberikan interpretasi terhadap apa yang sedang dipelajari, dengan mengumpulkan dan menggunakan informasi baru untuk mengubah, melengkapi, atau menyempurnakan pemahaman yang telah tertanam sebelumnya dan dengan memanfaatkan keleluasaan yang diberikan untuk melakukan eksperimen-eksperimen, termasuk kemungkinan untuk berbuat salah dan belajar dari kesalahan. Sedangkan guru lebih berperan sebagai fasilitator dan motivator. Sistem pembelajaran matematika secara manusiawi itu diharapkan dapat ikut memberikan sumbangan positif dalam pembentukan nilai-nilai kemanusiaan dalam diri para siswanya. Selain memahami dan menguasai matematika, mereka juga berlatih bekerja secara mandiri maupun dalam kelompok, bersikap kritis, kreatif, dan konsisten, mampu berfikir logis dan sistematis, dapat menghargai pendapat orang lain, juga kalau pendapat itu berbeda dengan pendapatnya sendiri, bertindak jujur dan bertanggung jawab, percaya diri, dapat belajar dari kesalahannya, dan sebagainya. Dengan demikian, proses pembelajaran matematika ikut memberikan sumbangan dalam usaha besar manusia di bidang pendidikan dan pengajaran, yaitu “memanusiakan manusia muda”, untuk membantu para subjek didik sedemikian rupa sehingga mereka mampu berpikir, menilai, bersikap, dan bertindak sebagai manusia. Aspek kedua matematika humanistik lebih berkaitan dengan usaha merekonstruksi kurikulum sekolah, sehingga matematika dipelajari dan dialami sebagai bagian dari kehidupan manusia. Kaitan matematika dengan dunia nyata dan dengan
Disajikan pada Seminar Nasional Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistik. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tanggal 21-22 April 2006 ** Dosen Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Syiah Kuala-Banda Aceh
1
mata pelajaran lainnya perlu dijabarkan secara konkret dalam kurikulum. Pendekatan pemecahan masalah yang kreatif dan imajinatif perlu mendapat tempat yang memadai. Yang tak kalah penting adalah orientasi historis dalam pembelajaran matematika yang memberikan peluang bagi para siswa untuk mengapresiasikan dimensi manusia yang menggerakkan setiap penemuan dalam matematika, seperti kompetisi, kerja sama, dorongan untuk memperoleh gambaran yang bulat dan mneyeluruh, dan dengan demikian mengalami bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan dan peradaban manusia (Johar, 2006). Memperhatikan uraian tentang pembelajaran matematika humanistik, jika dikaitkan dengan pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik, disimpulkan bahwa arah pembelajaran matematika humanistik sejalan dengan filosofi pendekatan realistik, yaitu matematika dipandang sebagai aktivitas manusia. Belajar matematika dimaksudkan sebagai mengerjakan matematika, dimana menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari sebagai bagian utamanya. Fokus utama pendidikan matematika bukanlah hasil (product), tetapi proses (Freudenthal dalam Gravemeijer, 1994). Selain itu, Heuvel-Panhuizen (1999), mengemukakan pendekatan realistik, yaitu (1) prinsip aktivitas, (2) prinsip penjenjangan; (3) prinsip jalinan; (4) prinsip interaksi; dan (5) prinsip bimbingan. Untuk mewujudkan pembelajaran matematika humanistik yang seiring dengan filosofi pendekatan realistik, makalah ini akan membahas “mengaktifkan penalaran siswa: suatu upaya menerapkan pembelajaran matematika humanistik”.
PEMBAHASAN Bernalar matematika merupakan salah satu kemampuan yang diharapkan untuk dimiliki siswa dalam mempelajari matematika, seperti yang dicantumkan pada Kurikulum Matematika 1994 (Depdikbud, 1993), Kurikulum Berbasis Kompetensi (Puskur, 2001; Puskur, 2003), dan NCTM (2000). Penalaran matematika merupakan komponen penting dari belajar matematika dan merupakan alat untuk memahami abstraksi (Russel, 1999). Bernalar matematika dapat juga dipandang sebagai aktivitas dinamis yang melibatkan suatu variasi cara berpikir dalam memahami ide, merumuskan ide, menemukan relasi antara ide-ide, serta menggambarkan konklusi tentang ide-ide dan relasi antara ide-ide (Jones, 1999). Penalaran matematika terjadi ketika siswa: 1) mengamati pola atau keteraturan, 2) merumuskan generalisasi dan konjektur berkenaan dengan keteraturan yang diamati, 3) menilai/menguji konjektur; 4) mengkonstruk dan menilai argumen matematika, dan 5) menggambarkan (menvalidasi) konklusi logis tentang sejumlah ide dan keterkaitannya (NCTM, 2000; Artzt & Yaloz, 1999, dan Peressini & Webb, 1999). Pada tulisan ini yang dimaksud dengan penalaran matematika adalah proses pengambilan kesimpulan logis tentang sejumlah ide dan keterkaitannya dalam menyelesaikan masalah matematika. Sternberg (1999) menjelaskan bahwa penalaran matematika membutuhkan berpikir secara analitik, berpikir kreatif, dan berpikir praktis. Berkenaan dengan hal ini, Krulik dan Rudnick (1999) menyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang memfokuskan pada berpikir kritis dan kreatif adalah sebagai berikut.
2
-
Apakah ada cara lain? (What’s another way to solve this problem?) Apa yang terjadi jika .....? (What if......?). Yaitu jika informasi yang diberikan diubah - Apa yang salah? (What’s wrong?). Yaitu siswa menemukan kesalahan solusi dan membetulkannya - Apa yang akan dilakukan selanjutnya? (What would you do?). Yaitu berkenaan dengan pengambilan keputusan NCTM (2000) menjelaskan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan untuk mengetahui penalaran siswa adalah “bagaimana kamu yakin bahwa jawaban kamu benar?” (what do you think it is true?) Terdapat empat aktivitas yang dapat dilakukan guru untuk mengaktifkan penalaran matematika siswa SMP, yaitu sebagai berikut. 1. Menggunakan penalaran untuk membuat generalisasi matematika Di dalam kelas yang menjadikan penalaran matematika sebagai pusat aktivitas, penyelesaian individu perlu dikaitkan erat dengan generalisasi dibalik penyelesaian tersebut. 2. Menggunakan penalaran untuk membentuk jaringan pengetahuan matematika Di dalam kelas yang menekankan penalaran matematika, matematika dipandang sebagai disiplin yang mengaitkan ide yang satu dengan ide yang lainnya. 3. Menggunakan penalaran untuk menuju pada suatu memori matematika Suatu keuntungan dari mengembangkan dan menggunakan penalaran matematika adalah memori lebih “kuat” dan lebih reliabel. Memori yang dimaksud adalah memori tentang relasi-relasi matematika yang sering juga disebut memori matematika (mathematical memory). Sebagai contoh, jika guru akan mengenalkan algoritma kepada siswa, hendaknya dikaitkan dengan strategi-strategi informal yang digunakan siswa dalam menyelesaikan masalah. Karena strategi informal terkait secara bermakna dengan permasalahan nyata. 4. Menggunakan penalaran untuk menilai penalaran yang “cacat” Menekankan penalaran matematika di dalam kelas perlu untuk menyajikan pembahasan tentang penalaran yang cacat/rusak/tidak betul (flawed reasoning) sebagai suatu kesempatan menuju pemahaman pengetahuan matematika yang lebih mendalam. Karena penalaran tidak selalu memperoleh hasil yang benar. (adaptasi dari Russel, 1999) Berkenaan dengan soal-soal untuk memunculkan penalaran matematika, Peressini (1999), Whitin & Whitin (1999), dan Garfield & Gal (1999) menjelaskan bahwa siswa dapat bernalar secara matematis dalam menyelesaikan masalah dengan konteks yang bermakna, masalah non-rutin, dan soal-soal yang kaya (rich tasks). Berdasar uraian di atas, berikut akan diuraikan contoh pembelajaran matematika yang mengaktifkan penalaran siswa SMP. Pembelajaran diawali dengan penyajian masalah realistik untuk menemukan tiga aspek, yaitu 1) rumus (contoh pada materi gardien), 2) konsep (contoh pada materi lingkaran), dan 3) menemukan prinsip/prosedur (contoh pada materi persamaan linear satu variabel)
1. Tujuan: menemukan rumus gradien garis (SMP Kelas VIII) Guru meminta siswa memperhatikan bentuk atap kedua rumah adat berikut.
3
Rumah Balon Rumah adat Sumatera Utara
Rumah Pewaris Rumah adat Sulawesi Utara
Selanjutnya guru mengajukan pertanyaan: “Pada atap rumah yang manakah air hujan lebih cepat turun (mencapai tanah)?”, “Atap rumah manakah yang kemiringannya lebih besar?” Jelaskan! Dapatkah kamu menentukan kemiringan dari atap rumah tersebut?. Untuk sampai pada pengetahuan formal matematika, yaitu menemukan rumus gradien garis, guru menggiring siswa dengan langkah seperti terlihat pada tabel berikut. Tabel 1. Skenario Penyusunan Rumus Gradien dan Kaitannya dengan Aktivitas Penalaran Pertanyaan/suruhan Guru Aktivitas Penalaran 1. Guru menggambar bermacam kemiringan kayu Mengajukan pertanyaan yang disandarkan pada tembok, yang disertai analitis, kreatif, kritis, dan praktis; mengamati pola dengan ukuran, seperti berikut. dan keteraturan; mengajukan hipotesis
6
6 4
2 2
Gambar 1
2
3
Gambar 2
Gambar 3
4
Gambar 4
- Pada gambar yang manakah posisi kayu memiliki kemiringan paling besar? Jelaskan! - Pada gambar yang manakah posisi kayu memiliki kemiringan paling kecil? Jelaskan!
4
- Adakah posisi kayu yang memiliki kemiringan sama?” Jelaskan! 2. Untuk menggiring siswa menemukan gradien garis, guru membuat beberapa garis pada grafik cartesius
(1)
(2)
Mengajukan pertanyaan analitis, kreatif, kritis, dan praktis; mengamati pola dan keteraturan; mengajukan hipotesis; mengaitkan konsep gradien dengan garis lurus dan koordinat; membuktikan hipotesis
(3)
Selanjutnya guru mengajukan pertanyaan berikut. - Manakah garis yang mempunyai kemiringan “paling besar”, “paling kecil”, dan sama?” - “ukuran-ukuran apa saja yang mempengaruhi kemiringan garis?” - “Dapatkah kamu menghitung kemiringan garis tersebut, bagaimana kamu menentukannya”? 3. Guru mengajukan pertanyaan “menantang” tentang Menyajikan penalaran yang gradien garis vertikal (AB) dan horizontal (CD), cacat; mengajukan seperti gambar berikut. pertanyaan analitis, kreatif, dan kritis; mengajukan B hipotesis; membuktikan hipotesis A
C
D
4. Guru bersama siswa menyusun rumus umum gradien Menggunakan penalaran garis untuk membuat generalisasi matematika; membentuk jaringan pengetahuan matematika, dan menuju pada memori matematika.
Kegiatan pembelajaran gradien di atas diawali dengan penyajian masalah realistik, lalu siswa menyelesaikan masalah realistik tersebut (matematika horizontal) dan siswa digiring untuk membuat generalisasi tentang rumus gradien berdasarkan strategi informal meraka (matematika vertikal). Hal ini sesuai dengan langkah pembelajaran matematika realistik. Selanjutnya, ketika siswa diberi kesempatan untuk mengkonstruksi rumus gradien garis berdasarkan diskusi antar siswa dan guru, berarti guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif mencari, menyelidiki, mengajukan hipotesis, menguji, merumuskan, membuktikan, menjelaskan, dan memberikan interpretasi terhadap apa yang sedang dipelajari, dengan mengumpulkan dan menggunakan informasi baru untuk mengubah, dan saling melengkapi. Dengan demikian guru telah menerapkan pembelajaran matematika humanistik. Semua kegiatan yang telah digambarkan di atas terkait dengan mengaktifkan penalaran matematika siswa.
5
2. Tujuan: membangun definisi lingkaran dan jari-jari lingkaran (SMP Kelas VIII) Guru menyajikan masalah kontekstual seperti berikut. “Pak Malin akan menambatkan tali sapinya pada suatu lapangan rumput yang dikelilingi oleh kebun jagung, kebun pisang, sawah, dan pagar rumah, seperti gambar di bawah”.
KEBUN JAGUNG
KEBUN PISANG
RUMAH
SAWAH Pak Malin ingin sapinya dapat memakan rumput sebanyak mungkin, tetapi tidak memakan tanaman jagung, pisang, dan padi. Namun Pak Malin kesulitan menentukan tempat menambatkan tali sapinya. Dapatkah kamu membantu Pak Malin?
1) Gambarlah tempat menambatkan tali sapi yang sesuai dengan keinginan Pak Malin ! 2) Gambarkan posisi sapi dengan menggunakan tanda noktah (titik) ketika tali sapi dalam kondisi tegang, sebanyak mungkin! 3) Hubungkan titik-titik pada langkah (2), berbentuk apakah lintasan yang menguhubungkan titik-titik tersebut? 4) Apakah jarak dari tempat menambatkan tali dengan titik-titik pada lintasan adalah sama? 5) Apa yang dimaksud dengan lingkaran? Pengetahuan Formal: Tempat menambatkan tali disebut pusat lingkaran, sedangkan garis yang menghubungkan pusat lingkaran dengan titik-titik pada lingkaran disebut jari-jari. 3. Tujuan: menemukan prosedur penyelesaian Persamaan Linear Satu Variabel (SMP Kelas VII; adaptasi dari Yulliono, 2004) Secara umum permasalahan yang dihadirkan pada kegiatan belajar ini ditujukan pada penemuan prinsip-prinsip yang dapat diterapkan dalam menyelesaikan persamaan linear satu variabel oleh siswa sendiri. Hal tersebut dilakukan dengan mengacu pada ide mempertahankan kesetimbangan berat beban pada kedua lengan neraca. Masalah 1: Miring dan Masalah 2: Setimbang diberikan sebagai pengantar pembentukan persepsi siswa bahwa kesetimbangan berat beban pada sebuah neraca dapat dimodelkan sebagai sebuah persamaan. Sedangkan Masalah 3: Kelinci Percobaan, secara spesifik memuat masalah kontekstual yang dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan x + b = c, dengan x sebagai variabel atau model informal yang setara. Dari masalah ini diharapkan siswa menemukan prinsip bahwa persamaan tetap ekuivalen (“setimbang”) jika kedua sisinya ditambah atau dikurangi oleh bilangan yang sama. Masalah 4: Patung Perunggu Masalah ini secara spesifik memuat masalah kontekstual yang dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan berbentuk a x = c dengan x sebagai variabel atau model informal lainnya. Permasalahan ini diharapkan dapat memandu
6
siswa menemukan prinsip bahwa persamaan tetap ekivalen (“setimbang”) jika kedua sisinya dikali atau dibagi oleh bilangan bukan nol. Masalah 1: MIRING Perhatikan sketsa neraca di samping. Apa yang menyebabkan lengan kiri neraca yang berisi anak timbangan lebih rendah dibanding lengan kanan yang berisi ikan? Masalah 2: SETIMBANG Perhatikan sketsa di samping. Apa yang menyebabkan neraca ini berada dalam keadaan setimbang?
Masalah 3: KELINCI PERCOBAAN Dalam kegiatan praktikum Biologi, siswa kelas I A menggunakan kelinci sebagai objek percobaan. Mereka perlu mengetahui berat hewan ini. Pengukuran berat kelinci dilakukan dengan cara meletakkan 1 ekor kelinci dan 2 buah anak timbangan 4 ons di satu lengan. Sedangkan lengan neraca yang lain diisi 3 buah anak timbangan 8 ons. Hal ini menyebabkan neraca dalam keadaan setimbang. Tentukan berat kelinci tersebut dan jelaskan bagaimana caramu menentukan berat kelinci itu!
4 4 8 8
8
8
Alternatif penyelesaian: 4 4
8
8
8
8
8 8 8 Alternatif model persamaan:
4 4
8 8
8
8 x+8=8+8+8 x+8–8=8+8+8–8 x+0=8+8+0 x = 8 + 8 = 16 Kesimpulan: Kedua ruas persamaan setara (ekivalen) jika ditambah/dikurang dengan bilangan yang sama
7
Masalah 4: PATUNG PERUNGGU Pak Seni adalah seorang perajin patung dari perunggu. Patung-patung itu dibuat dengan cara dicetak. Karenanya patung-patung yang dihasilkan mempunyai bentuk dan berat yang sama.
Pada suatu siang Pak Seni ingin mengetahui ukuran berat sebuah patung. Untuk itu Pak Seni meminta tolong Indah (anaknya) menimbang patung itu. Indah melakukannya dengan cara menimbang 4 buah patung yang telah jadi secara bersamaan. Neraca dalam keadaan setimbang saat Indah menggunakan 8 buah anak timbangan 1 kg dan 4 buah anak timbangan ½ kg. Tentukan berat sebuah patung dan jelaskan caramu memperolehnya! Alternatif penyelesaian: 1/2
1/2
1/2
1
1
1
1/2
1
= 1
1
1
1/2
1/2
1
1
1
1 1/2 1/2 1
1
= 1
1
1 1
Alternatif model persamaan: Misalkan y menyatakan berat patung perunggu 4 y = 4. ½ + 8. 1 Karena patung disusun menjadi empat kelompok, berarti masing-masing jenis anak timbangan juga disusun menjadi empat kelompok, sehingga diperoleh 1 y = 1. ½ + 2.1. (berarti setiap suku pada persamaan dibagi dengan empat atau dikali dengan ¼). Jadi berat sebuah patung perunggu adalah 2 ½ kg.
Kesimpulan: Kedua ruas persamaan setara (ekivalen) jika dikali/dibagi dengan bilangan yang sama
PENUTUP Dalam jangka waktu yang cukup lama upaya perbaikan kemampuan berpikir (dalam hal ini penalaran) kurang mendapat perhatian. Padahal kemampuan berpikir memegang peranan besar dalam peningkatan kualitas individu, karena seseorang yang memiliki kemampuan penalaran formal lebih berhasil dalam proses pembelajaran, lebih
8
mampu berpikir kritis, lebih mampu menyelesaikan masalah, lebih mampu mengidentifikasi variabel, lebih mampu menguji hipotesis. Usaha untuk mengaktifkan penalaran siswa perlu direncanakan dengan hatihati, sehingga pembelajaran matematika humanistik, yang seiring dengan filosofi pendekan realistik dapat terwujud. Untuk itu diperlukan “kerja keras” guru. Yang paling penting adalah keinginan guru untuk berubah, dari paradigma mengajar ke paradigma belajar.
DAFTAR PUSTAKA Artzt, Alice F. dan Yaloz-Femia, S. (1999) Mathematical Reasoning during SmallGroup Problem Solving dalam Lee V. Stiff dan Frances R. Curcio (edt) Developing Mathematical Reasoning in Grades K-12, 115-126. Virginia USA: NCTM. Depdikbud (1993). Kurikulum Pendidikan Dasar. GBPP. Jakarta: Balai Pustaka. Garfield, Joan, B. dan Gal, Iddo. (1999) Teaching and Assesing Statistical Reasoning dalam Lee V. Stiff dan Frances R. Curcio (edt) Developing Mathematical Reasoning in Grades K-12, 207-220. Virginia USA: NCTM. Gravemeijer, K.P.E. (1994) Developing Realistics Mathematics Education. Utrecht: CD- Press, The Netherlands. Heuvel-Panhuizen. (1998). Realistic Mathematics Education, Work in Progress. Makalah disampaikan dalam NORMA-lecture di Kristiansand, Norwegia. Juni, 5-9 1998. Johar, Rahmah (2006). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistik dan Relevansinya dengan KBK. Makalah disampaikan pada Pertemuan Guru SD/MI se-Gugus 1 Candung Sumatera Barat di MIN Candung pada Tanggal 2 Maret 2006. Jones, G.A, Thornton, C.A, Langrall, C.W, dan Tarr, J.E. (1999) Understanding Students’ Probabilistic Reasoning. dalam Lee V. Stiff dan Frances R. Curcio (edt) Developing Mathematical Reasoning in Grades K-12, 146-155. Virginia USA: NCTM. Krulick, S dan Rudnick, J.A. (1999) Innovative Tasks to Improve Critical and CreativeThingking Skills. dalam Lee V. Stiff dan Frances R. Curcio (edt) Developing Mathematical Reasoning in Grades K-12, 138-145. Virginia USA: NCTM. NCTM. (2000). Principle and Standards for School Mathematics: USA. Peressini, D. dan Webb, N. (1999) Analyzing Mathematical Reasoning in Students’ Responses across Multiple Performance Assesment Tasks. dalam Lee V. Stiff dan Frances R. Curcio (edt) Developing Mathematical Reasoning in Grades K-12, 156-174. Virginia USA: NCTM.
9
Puskur (2001). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Mata Pelajaran Matematika. Depdiknas. _____ (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Mata Pelajaran Matematika. Russel, Susan Jo. (1999). Mathematical Reasoning in the Elementary Grades. dalam Lee V. Stiff dan Frances R. Curcio (edt) Developing Mathematical Reasoning in Grades K-12, 1-12. Virginia USA: NCTM. Sternberg, Robert J. (1999). The Nuture of Mathematical Reasoning dalam Lee V. Stiff dan Frances R. Curcio (edt) Developing Mathematical Reasoning in Grades K-12, 37-44. Virginia USA: NCTM. Susilo, Frans (2004) Matematika Humanistik. Majalah BASIS Edisi Khusus “Pendidikan Matematika”. Juli-Agustus 2004: Yogyakarta. Whitin, P dan Whitin, D.J. (1999). Mathematics is for the Birds: Reasoning by Reason. dalam Lee V. Stiff dan Frances R. Curcio (edt) Developing Mathematical Reasoning in Grades K-12, 107-114. Virginia USA: NCTM.
10
2. SMP Kelas VII: Uang dalam perdagangan Siswa diminta bekerja kelompok untuk mempersiapkan barang yang akan dijual, dengan terlebih dahulu menentukan modal, harga pembelian, dan diskon. Siswa melakukan transaksi jual beli antar kelompok. Selanjutnya siswa menghitung untung atau rugi. 3. SMP Kelas IX: Statistik Guru menyajikan soal sebagai berikut. Suatu benda yang kecil ditimbang dengan menggunakan skala yang sama oleh 9 siswa secara terpisah dalam pembelajaran fisika. Berat (dalam gram) dicatat oleh masing-masing siswa, seperti berikut. 6,2 6,0 6,0 15,3 6,1 6,3 6,2 6,15 6,2 Siswa ingin menentukan berat benda tersebut seakurat mungkin. Dari metodemetode berikut, yang manakah yang kamu sarankan untuk mereka gunakan? a. Menggunakan bilangan yang paling sering muncul, yaitu 6,2 b. Menggunakan pengukuran yang paling akurat, sampai dua tempat desimal, yaitu 6,15 c. Menjumlahkan kesembilan bilangan dan membagi dengan 9
11
d. Mengeluarkan bilangan 15,3, lalu menjumlahkan kedelapan bilangan dan membagi dengan delapan.
12