Mengadu Domba Sesama Muslim E-Artikel dari UstadzAris.com
Pengertian Namimah Secara etimologi, dalam bahasa Arab, namimah bermakna suara pelan atau gerakan. Secara
istilah
perkataan
pada
dasarnya
seseorang
kepada
namimah adalah menceritakan orang
yang
menjadi
bahan
pembicaraan. Namun bentuk namimah tidak harus seperti itu. Tolak ukur namimah adalah setiap pembeberan perkara yang tidak disukai untuk diungkapkan, baik yang tidak suka itu orang yang menjadi sumber berita atau orang yang diberi tahu atau yang lain, baik
isi
berita
berupa
ucapan
ataupun
perbuatan,
baik
isi
pembicaraan itu sebuah aib ataukah bukan.
ِضهِ ِى إِنَى بَعِضٍ َعهَى ِجهَة ِ ِ انًَُِّيًَة َقْم َكهَب ِو انَُّبسِ بَع: قَبلَ انْ ُعهًََبء .ِانِْإفْسَبدِ بَيُِهى Sedangkan
an-Nawawi
mendefinisikan
namimah
mengatakan dengan
bahwa
para
menyampaikan
ulama
perkataan
seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak hubungan di antara mereka (Syarh Nawawi untuk Shahih Muslim 1/214, Syamilah). Keharaman Namimah
Namimah adalah suatu yang diharamkan berdasarkan al Qur‟an, sunnah dan kesepakatan seluruh umat Islam.
E-Artikel dari UstadzAris.com
Allah Ta'ala berfirman,
ٍ( يََُّبع11( ٍ) هًََّبسٍ يَشَّبءٍ بًَُِِيى10( ٍُم حَهَّبفٍ َيهِني َّ وَنَب ُجطِعِ ك (12( ٍِنهْخَيِزِ يُعِحَ ٍذ أَثِيى “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa” (QS al Qalam:10-12).
ث إِنَى َ َعٍِ هًََّبوٍ قَبلَ كَُُّب يَ َع حُذَيِفَةَ فَقِيمَ نَ ُه إٌَِّ رَجُالً يَ ِزفَ ُع انْحَذِي ُيُىل َ ق- صهى اهلل عهيه وسهى- َّ فَقَب َل حُذَيِفَ ُة سًَِ ِعثُ انَُّبِى. ٌَعُثًَْب (ْ)الَ يَذِ ُخ ُم انْجََُّةَ قَحَّبت Dari Hammam, Kami sedang duduk-duduk bersama Hudzaifah lalu ada yang berkata kepada Hudzaifah, “Sungguh ada orang yang melaporkan
perkataan
orang
lain
kepada
Khalifah
Utsman”.
Hudzaifah lantas berkata, aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Qattat itu tidak akan masuk surga” (HR Bukhari no 5709 dan Muslim no 304).
ُ ِى انْحَذِيثَ فَقَبلَ حُذَيِفَ ُة سًَِ ِع ث ُّ ََُعٍِ حُذَيِفَ َة أَََّهُ َبهَغَ ُه أٌََّ رَجُالً ي .ْيُىلُ َال يَذِ ُخ ُم انْجََُّةَ ًَََّبو َ ق-صهى اهلل عهيه وسهى- ِرَسُى َل انهَّه Dari Hudzaifah, beliau mendapatkan laporan tentang adanya seseorang yang suka melakukan namimah maka beliau mengatakan bahwa beliau mendengar Rasulullah bersabda, “Nammam (orang yang melakukan namimah) itu tidak akan masuk surga” (HR Muslim no 303).
E-Artikel dari UstadzAris.com
Namam adalah orang yang mendengar langsung sebuah berita kemudian menyampaikannya. Sedangkan qattat adalah orang yang mendengar
berita
dari
sumber
yang
tidak
jelas
kemudian
menyampaikannya.
َ قَبل- صهى اهلل عهيه وسهى- َعٍِ عَبِ ِذ انهَّهِ ِبٍِ وَسِعُىدٍ قَب َل إٌَِّ يُحًََّذّا .َِأ َال أََُبِّئُكُىِ يَب انْعَضِ ُه هِ َى انًَُِّيًَ ُة انْقَبنَةُ بَِي ٍَ انَُّبس Dari Abdullah bin Mas‟ud, sesungguhnya Muhammad Shallallahu „alaihi wasallam berkata, “Maukah kuberitahukan kepada kalian apa itu al‟adhhu? Itulah namimah, perbuatan menyebarkan berita untuk merusak hubungan di antara sesama manusia” (HR Muslim no 6802). Ibnu Abdil Barr menyebutan dari Yahya bin Abi Katsir bahwa beliau mengatakan, “Tukang mengadu domba dan tukang bohong dalam waktu sesaat itu bisa merusak masyarakat yang jika dilakukan tukang sihir memerlukan waktu setahun”. Abul
Khattab
“Termasuk
sihir
dalam adalah
„Uyun melakukan
al
Masail
namimah
mengatakan, dan
merusak
hubungan di antara manusia” [Fathul Majid Syarh Kitab at Tauhid hal 350, terbitan Dar al Fikr Beirut].
Namimah termasuk sihir karena memiliki kesamaan dalam hal mampu memecah belah manusia, merubah hati dua orang yang semula saling mencintai dan juga dalam kemampuan menimbulkan kejahatan.
ٍِ بِحَبِئطٍ ِي- صهى اهلل عهيه وسهى- َُّز انَُّبِى َّ َعٍِ اِب ٍِ عَبَّبسٍ قَبلَ ي ت إَِِسَبَِيٍِ يُعَذَّبَبٌِ فِى قُبُىرِهًَِب َ ِصى َ فَسًَِ َع، حِيطَب ٌِ انًَْذِيَُ ِة َأوِ يَكَّ َة E-Artikel dari UstadzAris.com
وَيَب يُعَذَّبَبٌِ فِى، ٌِ يُعَذَّبَب- صهى اهلل عهيه وسهى- ُّ فَقَب َل انَُّبِى، ٌَ َوكَب، كَا ٌَ أَحَذُهًَُب الَ يَسِحَحِزُ ِيٍِ َبىِنِ ِه، ثُىَّ قَبلَ َبهَى، ٍكَِبري .ِاآلخَزُ يًَِشِى بِبنًَُِّيًَة Dari Ibnu Abbas, ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melewati sebuah kebun di Madinah atau Mekah beliau mendengar suara dua orang yang sedang disiksa dalam kuburnya. Nabi bersabda, “Keduanya sedang disiksa dan tidaklah keduanya disiksa karena masalah yang sulit untuk ditinggalkan”. Kemudian beliau kembali bersabda, “Memang masalah mereka adalah dosa besar. Orang yang pertama tidak menjaga diri dari percikan air kencingnya sendiri. Sedangkan orang kedua suka melakukan namimah” (HR Bukhari no 213) Setiap
orang
yang
diadu
domba
dengan
ada
orang
yang
mengatakan kepada dirinya, “Si A telah mencelamu atau telah
melakukan
demikian
dan
demikian
untuk
menyakitimu ”
itu
memiliki kewajiban untuk melakukan enam hal berikut ini: 1. Tidak langsung menerima ucapan orang itu karena tukang adu domba adalah orang fasik yang omongannya tidak boleh dipercaya. 2. Melarangnya melakukan perbuatan tersebut, memberikan nasihat dan mencela perbuatannya. 3. Membencinya karena Allah. Hal ini disebabkan dia adalah orang yang Allah benci. Sedangkan membenci orang yang Allah benci adalah suatu kewajiban. 4. Tidak berburuk sangka kepada sia A.
E-Artikel dari UstadzAris.com
5. Tidak boleh memata-matai dan mencari-cari kebenaran berita yang baru saja dia terima. 6. Namimah yang dia dengar tidak boleh menyebabkannya membalas dengan namimah pula. Dia tidak rela dengan
namimah yang dilakukan oleh tukang adu domba itu. Karenanya seharusnya dia tidak menceritakan namimah yang dilakukan oleh tukang adu domba tersebut. Misalnya dengan mengatakan, “Si B bercerita bahwa si A berkata
demikian dan demikian”. Jika hal ini dia lakukan berarti dia juga menjadi tukang adu domba dan sama saja melakukan perkara yang dia larang sendiri.
Namimah yang diperbolehkan Jika namimah dilakukan karena suatu keperluan maka hukumnya diperbolehkan. Sebagai contoh ada orang yang memberi tahu si B bahwa si A akan membunuhnya, salah satu anggota keluarga atau hendak merampas hartanya. Contoh yang lain adalah orang yang melapor kepada pemerintah atau pihak yang berwenang dengan mengatakan bahwa ada seseorang yang telah melakukan suatu tindakan yang berbahaya dan
menjadi
kewajiban
penguasa
untuk
menangani
dan
menumpasnya. Semua perkara ini hukumnya tidaklah haram. Begitu pula perkara-perkara serupa bahkan terkadang hukumnya menjadi wajib atau sunnah tergantung situasi dan kondisi. Penyampaian berita yang tercela adalah jika bertujuan untuk merusak hubungan. Sedangkan orang yang bermaksud baik dengan perkataan yang apa adanya dan berusaha untuk tidak menyakiti pihak manapun maka hukumnya tidaklah mengapa. Namun sedikit sekali orang yang memiliki kemampuan untuk bisa membedakan
namimah yang diperbolehkan dengan namimah yang terlarang.
E-Artikel dari UstadzAris.com
Oleh karena itu, jalan selamat bagi orang yang belum bisa membedakan dua hal ini adalah dengan diam. Samakah Ghibah dan Namimah ? Terdapat
perbedaan
pendapat
tentang
apakah
Ghibah
(menggunjing) itu sama dengan namimah ataukah kedua istilah tersebut adalah dua hal yang berbeda. Pendapat yang paling kuat dua istilah tersebut berbeda. Di satu sisi, namimah itu lebih luas dibandingkan Ghibah. Di sisi lain, Ghibah itu lebih luas dari pada
namimah.
Namimah
adalah
menceritakan
perkataan
atau
perbuatan A kepada B dengan tujuan merusak hubungan baik di antara kedua. Cerita ini diceritakan tanpa kerelaan A baik A tahu ataukah tidak tahu. Sedangkan Ghibah adalah menceritakan orang lain pada saat dia tidak ada mengenai hal-hal yang tidak dia sukai seandainya dicerita-ceritakan. Ciri khas namimah adalah ada tujuan untuk merusak hubungan baik
namun
tidak
disyaratkan
orang
yang
menjadi
objek
pembicaraan tersebut tidak ada di tempat. Ciri khas Ghibah adalah objek yang dibicarakan tidak ada di tempat
pembicaraan.
Selain hal di atas, Ghibah dengan namimah itu sama. [Lihat Fathul Bari Ibnu Hajar 17/216, Syamilah].
Dapatkan E-Artikel bermutu lainnya di ustadzAris.com/download/e-artikel
E-Artikel dari UstadzAris.com