[55] Belajar Bahasa Arab untuk Dekati Allah Thursday, 07 July 2011 17:35
Idries De Vries
Kagum terhadap sikap orang Indonesia yang begitu baik kepada sesama Muslim kendati beda bangsa.
Masih ingat Idries De Vries? Mualaf asal Belanda. Kisah masuk Islamnya pernah dimuat Media Umat pada edisi 8. Pada 2002, saat usainya 24 tahun, ia mengucapkan dua kalimat syahadat lantaran membaca terjemah Alquran Surat Maryam mengenai perkataan-perkataan yang diucapkan kaum Nasrani tentang Nabi Isa as serta ke-Mahakuasaan Allah SWT untuk menciptakan segala sesuatu, termasuk menciptakan Nabi Isa as tanpa bapak biologis.
Allah SWT cukup menyatakan, “Kami Jadikan” maka jadilah (kun fayakun).” Setelah membaca ayat tersebut, ia berkata kepada diri sendiri, “Demi Tuhan! kalau Tuhan itu memang ada, maka sudah sepatutnya ia memiliki sifat seperti itu!” Dia tidak memiliki anak, dan cukup bagi-Nya untuk menyatakan “Terjadilah” maka terjadilah! Sejak itu ia meyakini bahwa Islamlah agama yang benar dan ia pun meninggalkan agama sebelumnya.
Way of Life Rupanya pemahaman keislaman Idries telah berkembang pesat. Setidaknya itu ditunjukkan ketika ia diamanahi mengisi acara talkshow Peta Pergolakan Dunia, Khilafah Solusinya, Senin (7/3) siang di panggung utama Islamic Book Fair (IBF) ke-10, di Istora Senayan, Jakarta.
Dalam perhelatan pameran buku Islam terbesar se-Asia itu, ia didaulat menjadi pengamat dunia Islam. Menurutnya kegagalan kapitalisme dalam memanusiakan manusia semakin tampak.
1/5
[55] Belajar Bahasa Arab untuk Dekati Allah Thursday, 07 July 2011 17:35
Maka tidak aneh, bila di Barat, Islam selalu diperbincangkan.
“Wajar masyarakat Barat mencari alternatif pengganti, mereka pun coba mengkaji Islam,” ungkapnya di depan ratusan pengunjung yang menyimak antusias.
Namun sayangnya, elite Barat tidak ingin masyarakat berpaling kepada Islam. Oleh karena itu Islam selalu disudutkan. Sehingga kalau bicara Islam selalu dikaitkan dengan terorisme. Islam selalu difitnah sebagai penindas perempuan.
Tuduhan keji terhadap Islam selalu diangkat berulang-ulang di media massa Barat. Hal itu dilakukan lantaran mereka takut masyarakat berpaling kepada Islam.
“Mengapa elite Barat takut?” tanya moderator. Dengan lantang Idries yang dulunya bernama Andreas itu menjawab, “Karena Barat takut Islam dapat menggantikan kapitalisme, karena Barat tahu Islam sebagai way of life! (jalan hidup)”
Namun, tetap saja media massa di sana tidak dapat menghalangi datangnya hidayah. Meski isu terorisme semakin gencar pasca ledakan gedung WTC pada 11 September 2011, tetapi tetap saja banyak orang yang masuk Islam, termasuk dirinya yang masuk Islam beberapa bulan saja setelah kejadian tersebut.
Begitu juga dengan perempuan-perempuan Barat, terutama para intelektualnya, ternyata mereka lebih memilih Islam sebagai jalan hidupnya dan meninggalkan agama lamanya. Lantaran mereka menemukan kenyataan hanya Islamlah yang memulyakan perempuan.
Tentu saja itu semua membuat Perdana Menteri Inggris David Cameron berang. “Tidak ada negosiasi dengan syariah!” ujar Idries menirukan ucapan David Cameron yang melihat semakin banyak warga Inggris yang menginginkan Islam sebagai alternatif hukum yang berlaku.
2/5
[55] Belajar Bahasa Arab untuk Dekati Allah Thursday, 07 July 2011 17:35
Pindah ke Indonesia Untuk mengisi talkshow tersebut panitia IBF tidak perlu mengundangnya jauh-jauh ke Belanda. Karena sejak Agustus 2010 lalu Idries sudah pindah ke Cinere, Jakarta. Hal itu dilakukannya untuk memperdalam bahasa Arab di Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA), Jakarta. Meski usianya sudah 33 tahun ia tidak keberatan kuliah lagi meski harus membagi waktu dengan kegiatannya yang lain. Sejak masuk Islam ia memang sudah belajar bahasa Arab. Tetapi ia belum puas karena merasa belum belajar secara maksimal.
Menurutnya belajar bahasa Arab, bukan semata-mata untuk bisa bahasa Arab dan dapat berkomunikasi dengan orang-orang yang berbicara menggunakan bahasa Arab. Tetapi lebih dari itu.
“Saya belajar bahasa Arab agar dapat memahami Alquran dan lebih dekat kepada Allah, saya ingin sungguh-sungguh belajar Islam!” ungkapnya.
Idries menjelaskan, alasannya mengapa belajar di Indonesia bukannya di Timur Tengah. Sebetulnya ia sudah menjajaki untuk belajar di beberapa negeri Islam lain, tetapi itu semua tidak kondusif bagi keluarganya.
“Soalnya saya tidak hanya memikirkan diri sendiri tetapi memikirkan nasib keluarga,” ujarnya. Karena ia sudah menikahi seorang gadis Makassar yang kuliah di Belanda pada 2003 lalu, yang kini baru dikarunia dua anak yang masih kecil-kecil.
Ia pernah menjajaki Libanon, tetapi sering terjadi perang sipil, jelas tidak aman. Sedangkan di Sudan, “Uih panasnya luar biasa, sampai 50 derajat Celsius!” ungkapnya. Di Arab Saudi, perempuan tidak boleh menyetir mobil. Jelas itu jadi masalah besar bagi istrinya.
“Di Arab, istri tidak boleh nyupir sendiri, juga tidak kenal siapa-siapa yang dapat mengatasi kebutuhannya jika ingin belanja, dan keperluan lainnya,” Idries beralasan.
3/5
[55] Belajar Bahasa Arab untuk Dekati Allah Thursday, 07 July 2011 17:35
Akhirnya pilihannya pun jatuh ke Indonesia. Di samping istrinya orang Indonesia, “ternyata orang Indonesia ramah, sopan, dan sangat baik. Itu bagus untuk pertumbuhan anak.”
Berbagai pengalaman menarik terkait bahasa Arab pun ia temui. Pada Desember 2010 saat ia pergi sendiri. Di salah satu rental internet di Serang Banten, ia kesulitan berkomunikasi. Penjaga warnet mengajaknya berbicara bahasa Indonesia, ia tidak mengerti. Ia pun mengajak berbahasa Inggris, penjaga warnet melongo.
Kemudian Idries bertanya, Hal Anta tatakallamu al arabiyyata? (Apakah Anda bisa bahasa Arab?) “ Penjaga warnet langsung terperanjat karena tidak menyangka bule yang berada di hadapannya bisa berbahasa Arab. Setelah tahu itu bule Muslim yang bisa bahasa Arab, terjadilah percakapan yang hangat dalam bahasa Arab.
Begitu juga ketika ia menyuruh anaknya untuk membeli roti isi coklat ke toko roti di sebelah rumahnya di Cipete. Ternyata roti yang dibawa pulang anaknya itu roti tawar tanpa isi apapun.
Ia pun terpaksa balik lagi ke toko tersebut. Masalah bahasa terjadi lagi. Penjual roti tidak bisa bahasa Inggris, ia tidak bisa bahasa Indonesia. Idries pun berpikir keras, memikirkan bahasa Indonesianya coklat.
Sambil tangannya mengelus-elus dahi ia pun bergumam dalam bahasa Arab, “Buniy, ma taqulu fil Indunisii buniy? (coklat, buni apa ya bahasa Indonesianya coklat?)”
Mendengar gumamannya itu, si penjual roti langsung tersenyum dan berkata dalam bahasa Arab, “Aaah maksud Anda coklat yaa...” Kemudian mereka pun berbincang akrab dalam bahasa Arab.
4/5
[55] Belajar Bahasa Arab untuk Dekati Allah Thursday, 07 July 2011 17:35
Di kesempatan yang lain, ada seorang teman bertanya kepadanya bila sudah belajar bahasa Arab mau ke mana. Namun belum sempat Idries menjawab, sang teman langsung memintanya tinggal di Indonesia. “Di sini saja, pindah ke Indonesia.” Bahkan temannya itu siap mengurus paspor dan berbagai surat lainnya agar kepengurusan kewarganegaraan Idries nantinya menjadi lancar.
Di akhir wawancara, Idries menceritakan keterharuannya terhadap segala kebaikan orang-orang Indonesia kepadanya. Kepada Media Umat ia mengatakan bahwa dirinya orang Belanda asli, tetapi orang Belanda berkata kotor dan menghardik dirinya ketika tahu ia beragama Islam. Ia bukan orang Indonesia tetapi orang Indonesia langsung akrab dan memperlakukan dirinya sebagai saudara ketika tahu bahwa ia sudah memeluk Islam. “Ini menunjukkan persaudaraan Islam kuat!” pungkasnya.[] roni ruslan/joko prasetyo
5/5