MEMPELAJARI PROSES STEAM BLASTING KACANG KEDELAI, KARAKTERISASI WARNA DAN TEKSTUR KACANG KEDELAI SERTA SIFAT FUNGSIONAL PROTEIN DARI TEPUNG KEDELAI YANG DIHASILKAN
SKRIPSI
ARUM PUSPA PERTIWI F24080017
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
STUDY OF SOYBEAN PROCESSING USING STEAM BLASTING, CHARACTERIZE COLOUR AND TEXTURE OF SOYBEAN AND FUNCTIONAL PROPERTIES OF SOYBEAN FLOUR
1
2
Arum Puspa Pertiwi1, Purwiyatno Hariyadi1, Noer Laily2 Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia Phone: +62 856 97539709, e-mail:
[email protected]
Laboratory for the Development of Industrial Technology for Agriculture and Biomedic, Serpong, Banten, Indonesia
ABSTRACT Soybean (Glycine max L.) is one kind of legume containing high protein, isoflavones, polyunsaturated fatty acid, amino acids, and no cholesterol. Soybean can be used as a raw material of various products, including soy flour. Beside those advantages, soybean contains various anti nutritional compounds such as trypsin inhibitor, phytic acid, and haemaglutinin. These compounds can be removed by heat, but the process can decrease the quality of sensory properties and nutritional value of products. The alternative soybean processing method is using heat and pressure treatment. An equipment that works based on heat and pressure treatment is steam blasting. The principle of this equipment is by splitting soybeans through a short heating process and the pressure drops suddenly. This study aimed to obtain an optimum pressure and time of steam blasting in soybean flour processing. The pressure used were 1,2,3,4, and 5 bar with heating time 5, 10, 15, 20, and 25 minutes. Tests conducted were SDS-PAGE assay (Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis) and soybean quality index assay like KOH Protein Solubility (KOH PS) assay, Protein Dispersibility Index (PDI) assay, and Urease Index assay. The result showed that at 1 bar pressure treatment with a 5 minute heating time could increase the solubility of soy proteins in neutral solution, eliminate most of antinutrition in soy, prevent overheat or underheat, and produce good quality soybean flour. Test statistics of various parameters (KOH PS, PDI, urease index) also showed that the treatment pressure of 1 bar 5 minutes is the most efficient treatment and meets the recommended soybean quality based on value of KOH PS, PDI, and urease index. Treatment pressure of 1 bar 5 minutes was not significantly different from the higher pressure treatment on KOH PS test and PDI, but significantly different in urease index test. Thus, treatment pressure of 1 bar with a 5 minute meet the adequacy standard of soybean heat processing. Meanwhile, SDS-PAGE assay showed that at 3 bar pressure treatment with a 25 minute heating time, all the dominant antinutrition substances in soybean was inactivated because denatured by heat and pressure. Those antinutrition substance were lipoxygenase, Bowman-Birk inhibitor, and lectin. Physical observations were conducted on soybean yield blasting process showed a change in color and texture with increasing in pressure and heating time. Soybean colour become increasingly brown color, due to the Maillard reaction and the oxidation of carotenoids found in soy. Soybean texture become increasingly soft, caused by high temperature and saturated steam which can damage and destroy the structure of soybean cotyledon compact. Keywords: soybean, soybean flour, steam blasting, soybean quality index, SDS-PAGE
ARUM PUSPA PERTIWI. F24080017. Mempelajari Proses Steam Blasting Kacang Kedelai, Karakterisasi Warna dan Tekstur Kacang Kedelai serta Sifat Fungsional Protein dari Tepung Kedelai yang Dihasilkan. Di bawah bimbingan Purwiyatno Hariyadi dan Noer Laily. 2013
RINGKASAN Di Indonesia, kedelai merupakan bahan pangan yang penting selain beras. Menurut data BPS tahun 2011, kedelai menempati urutan kedua setelah padi-padian dalam konsumsi rata-rata protein penduduk Indonesia (gram per kapita). Kedelai dapat mengurangi resiko terhadap beberapa penyakit seperti kanker kolon, penyakit kardiovaskular, dan penyakit jantung (Sugano 2006). Kedelai merupakan sumber protein, lemak, vitamin, dan mineral. Namun, di samping berbagai manfaat yang dimilikinya, kedelai mengandung zat antinutrisi seperti antitripsin, lektin, hemaglutinin, tanin, dan asam fitat. Zat antinutrisi tersebut harus dihilangkan selama proses pengolahan agar tidak mengganggu proses penyerapan senyawa bioaktif lainnya di dalam tubuh. Kedelai juga dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai produk, diantaranya tepung kedelai. Salah satu alternatif proses pengolahan kedelai yaitu penggunaan panas ataupun tekanan. Alat steam blasting merupakan salah satu alat yang bekerja dengan prinsip perlakuan panas dan tekanan. Prinsip kerja alat ini yaitu memecah kedelai melalui proses pemanasan bertekanan tinggi dengan memanfaatkan steam generator sebagai pemanas dan penurunan tekanan secara tiba-tiba, sehingga uap air dalam biji yang keluar secara tiba-tiba dapat memecah biji. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari proses pengolahan kacang kedelai dengan alat steam blasting, mengkarakterisasi warna dan tekstur dari kedelai yang dihasilkan dan mengetahui sifat fungsional protein dari tepung kedelai yang dihasilkan. Parameter yang digunakan pada penelitian ini yaitu tekanan alat steam blasting (1, 2, 3, 4, dan 5 bar) dan lama pemanasan (5, 10, 15, 20, dan 25 menit). Tahap pertama yaitu persiapan sampel kedelai. Kedelai direndam semalam (sekitar tujuh sampai delapan jam), dikupas, ditimbang dengan bobot 100 gram, perlakuan dengan alat steam blasting, dikeringkan menggunakan freeze dryer, dan digiling menggunakan grinder sehingga dihasilkan tepung kedelai untuk keperluan analisis. Tepung kedelai tersebut diuji kualitas proteinnya menggunakan uji kelarutan protein dalam larutan basa (larutan KOH 0,2%) dan uji kelarutan protein dalam larutan netral. Uji Indeks urease juga dilakukan untuk mengetahui adanya inhibitor tripsin pada kedelai. Selain itu, dilakukan uji identifikasi protein menggunakan SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis). Pengamatan karakteristik fisik juga dilakukan terhadap kedelai hasil proses steam blasting meliputi tekstur dan warna. Uji kelarutan protein dalam larutan basa mengikuti metode uji KOH Protein Solubility (KOH PS). KOH PS merupakan indeks yang baik untuk menentukan overprocessing pada kedelai, tetapi tidak sensitif untuk mengamati underprocessing. Metode KOH PS pada penelitian ini mengacu pada Araba dan Dale (1990). Menurut The National Oilseed Processor Association (NOPA) dari Amerika, spesifikasi kualitas kedelai yang dianjurkan yaitu dengan nilai KOH PS sebesar 73-85% atau lebih jika indeks ureasenya berada dalam spesifikasi (0,02 sampai 0,3 unit pH). Sementara menurut Araba dan Dale (1990), nilai KOH PS yang dianjurkan berkisar antara 70-85%. Perlakuan tekanan 1 bar dengan pemanasan selama 5 menit dan perlakuan tekanan 4 bar pada semua perlakuan lama pemanasan memenuhi spesifikasi nilai KOH PS yang dianjurkan. Kualitas tepung kedelai yang baik, dapat diperoleh minimal dengan perlakuan tekanan 1 bar dan lama pemanasan 5 menit berdasarkan uji KOH PS.
Uji kelarutan protein kedelai dalam larutan netral mengikuti metode Protein Dispersibility Index (PDI). PDI merupakan indikator yang sensitif dan lebih konsisten dalam mengamati overheating dan underheating pada proses pengolahan kedelai. Metode PDI mengacu pada American Oil Chemists Society (AOCS) 1980. Dalam Batal et al. (2000), umumnya kedelai dengan nilai PDI sebesar 45% atau kurang mengalami proses pemanasan yang cukup. Berdasarkan uji kelarutan dalam air menggunakan metode PDI, perlakuan tekanan 1 dan 2 bar dengan berbagai lama pemanasan mengalami proses pemanasan yang cukup, tidak overheating maupun underheating. Begitu pula pada perlakuan tekanan 3 bar dengan lama pemanasan selama 5, 10, dan 25 menit; serta perlakuan tekanan 4 dan 5 bar sampai lama pemanasan menit ke-20. Oleh karena itu, berdasarkan uji PDI kedelai yang memiliki kualitas baik dan proses pemanasan yang cukup, minimal mendapatkan perlakuan tekanan sebesar 1 bar dengan lama pemanasan 5 menit. Indeks urease merupakan indikator keberadaan faktor antinutrisi, seperti inhibitor tripsin yang terdapat pada kedelai yang mengalami underprocessed. Indeks urease berguna untuk mendeteksi underprocessing pada kedelai, namun memiliki keterbatasan dalam mendeteksi overprocessing. Uji indeks urease mengikuti metode yang dijelaskan dalam American Oil Chemists Society (AOCS) 1980. Dalam American Soybean Association (2010), indeks urease yang biasa dijadikan rekomendasi yaitu 0,05 sampai 0,20 unit pH. Sementara dalam Batal et al. (2010), indeks urease yang berkisar antara 0,02 sampai 0,3 unit pH menunjukkan produk tersebut memiliki kualitas baik, mengalami proses pemanasan yang cukup, dan tidak overheating. Berdasarkan uji indeks urease, perlakuan tekanan 1 bar dengan berbagai lama pemanasan, serta perlakuan tekanan 2 dan 3 bar dengan lama pemanasan 5 menit menunjukkan kriteria kualitas kedelai yang baik. Perlakuan tekanan sebesar 1 bar dengan lama pemanasan 5 menit merupakan proses yang paling optimum karena memerlukan tekanan yang lebih kecil dan waktu yang lebih singkat. Perlakuan panas dan tekanan dengan alat steam blasting dapat menghilangkan zat antinutrisi maupun senyawa off-flavor pada kedelai. Melalui analisis dengan SDS-PAGE dapat diketahui bahwa inhibitor Bowman Birk sudah tidak teridentifikasi pada perlakuan tekanan 3 bar, sedangkan inhibitor tripsin Kunitz pada kedelai masih teridentifikasi sampai perlakuan tekanan sebesar 5 bar. Sementara protein cadangan utama (7S globulin dan fraksi 11S) dan lipoksigenase sudah inaktif pada tekanan 3 bar. Zat antinutrisi lektin inaktif dengan pemberian tekanan sebesar 1 bar. Pada perlakuan tekanan 3 bar dengan lama pemanasan 25 menit, semua zat antinutrisi yang dominan pada kedelai sudah mengalami inaktifasi karena terdenaturasi oleh panas dan tekanan. Zat antinutrisi tersebut antara lain, lipoksigenase, inhibitor Bowman-Birk, dan lektin. Namun, perlu pengujian lenih lanjut pada berbagai kombinasi perlakuan. Pengamatan fisik yang dilakukan terhadap kedelai hasil proses blasting menunjukkan terjadinya perubahan warna dan tekstur dengan semakin meningkatnya tekanan alat steam blasting dan lama pemanasan. Perubahan warna kedelai menjadi semakin coklat, disebabkan terjadinya reaksi Maillard dan oksidasi karoten yang terdapat pada kedelai. Perubahan tekstur kedelai menjadi semakin lunak disebabkan oleh suhu tinggi dan uap jenuh yang dapat merusak kotiledon dan menghancurkan struktur kedelai yang kompak. Perlakuan tekanan sebesar 1 bar dengan lama pemanasan 5 menit dapat meningkatkan kelarutan protein dalam larutan netral dan menghilangkan sebagian besar zat antinutrisi sehingga tepung kedelai yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik, namun tidak overheating maupun underheating. Uji statistika dari berbagai parameter (KOH PS, PDI, indeks urease) juga menunjukkan bahwa perlakuan tekanan 1 bar selama 5 menit merupakan kombinasi perlakuan yang paling efisien dan memenuhi kualitas kedelai yang dianjurkan yaitu berdasarkan nilai KOH PS, PDI, dan indeks urease. Perlakuan tekanan 1 bar 5 menit tidak berbeda nyata dengan perlakuan tekanan yang lebih tinggi pada uji KOH PS dan PDI, namun berbeda nyata pada uji indeks urease. Dengan demikian, perlakuan tekanan sebesar 1 bar dengan lama pemanasan 5 menit memenuhi standar kecukupan panas pada proses pengolahan kedelai.
MEMPELAJARI PROSES STEAM BLASTING KACANG KEDELAI, KARAKTERISASI WARNA DAN TEKSTUR KACANG KEDELAI SERTA SIFAT FUNGSIONAL PROTEIN DARI TEPUNG KEDELAI YANG DIHASILKAN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh ARUM PUSPA PERTIWI F24080017
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi
Nama NIM
: Mempelajari Proses Steam Blasting Kacang Kedelai, Karakterisasi Warna dan Tekstur Kacang Kedelai serta Sifat Fungsional Protein dari Tepung Kedelai yang Dihasilkan : Arum Puspa Pertiwi : F24080017
Menyetujui, . Pembimbing I
Pembimbing II
(Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc.) NIP 19620309 198703.1.003
(Dra. Noer Laily, M.Si.) NIP 19671201 199203.2.004
Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
(Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.) NIP 19680526 199303.1.004
Tanggal ujian : 27 Desember 2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Mempelajari Proses Steam Blasting Kacang Kedelai, Karakterisasi Warna dan Tekstur Kacang Kedelai serta Sifat Fungsional Protein dari Tepung Kedelai yang Dihasilkan adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademis dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2013 Yang membuat pernyataan
Arum Puspa Pertiwi F24080017
©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
BIODATA PENULIS Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Juli 1990 dari ayah Addin Al-Ma’ruf dan ibu Yetti Kusmiati. Penulis adalah putri pertama dari empat bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan (Banten) dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis menjadi Asisten Praktikum Kimia Dasar pada tahun ajaran 2010/2011 dan Asisten Praktikum Mikrobiologi Dasar pada tahun ajaran 2011/2012. Penulis juga menjadi pengajar di Bimbingan Belajar Katalis, mata kuliah Kimia Dasar pada tahun ajaran 2011/2012. Penulis juga pernah aktif sebagai anggota Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman IPB, sekretaris Biro Advokasi BEM FATETA IPB, bendahara divisi Halal Center FBI (Forum Bina Islami) di bawah BEM FATETA IPB, dan sekretaris divisi Markili (Mari Kita Peduli) Telisik Pangan di bawah Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA). Selain itu, penulis juga aktif mengikuti lomba karya tulis ilmiah tingkat mahasiswa, yaitu PKMP (Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian) tahun 2010/2011 dan mendapat dana hibah dari Dikti (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi) Indonesia. Penulis juga aktif mengikuti perlombaan entrepreneurship. Penulis menempati peringkat lima besar finalis pada lomba “Socialpreneur National Business Competition-University of Indonesia (SNBC-UI) 2012” dan sepuluh besar semifinalis pada lomba “National Business Plan Competition Dinar (Days of Islamic Economic Revival)-Tazkia University 2012”. Untuk menyelesaikan studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Mempelajari Proses Steam Blasting Kacang Kedelai, Karakterisasi Warna dan Tekstur Kacang Kedelai serta Sifat Fungsional Protein dari Tepung Kedelai yang Dihasilkan”.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. atas segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Mempelajari Proses Steam Blasting Kacang Kedelai, Karakterisasi Warna dan Tekstur Kacang Kedelai serta Sifat Fungsional Protein dari Tepung Kedelai yang Dihasilkan”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memeperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Orang tua yang selalu memberikan kasih sayang, doa, serta dukungan moril dan materil, 2. Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing Pertama, yang telah memberikan dukungan yang sangat berarti bagi penulis, serta meluangkan waktu dan pikirannya untuk membantu penulis, 3. Dra. Noer Laily, M.Si selaku Dosen Pembimbing Kedua, yang sangat membantu penulis dalam menyusun tugas akhir, serta mencurahkan perhatian, waktu, dan pikirannya untuk membantu penulis, 4. Puspo Edi Giriwono, PhD selaku penguji sidang atas kritik dan sarannya untuk tugas akhir ini, 5. Staff dosen pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan atas ilmu yang telah diberikan, 6. Staff dan teknisi Laptiab, BPPT, PUSPIPTEK, Serpong: Mba Fajar, Mba Peni, Mas Alit, Mas Galih, Mba Iim, Mas Ajid, Mas Udin, Mba Nila, dan Bu Retno, atas keikhlasannya membantu penulis dalam penelitian dan penulisan skripsi, 7. Teman-teman sebimbingan, Stefani dan Wahyu yang selalu memberikan semangat, saran, dan bantuannya untuk penulis, 8. Keluarga Kamila: Iin, Eka, Jihan, Dian, Vio, Ube, Nola, Dara, Irma, Icha, Wulan, Anik, Nurul, Septi atas kebersamaannya selama tiga tahun ini dalam suka dan duka, serta atas perhatian dan kasih sayangnya untuk penulis, 9. Sahabat sekaligus keluarga, Jihan Jemika Agustina, Dian Rahmawati, dan Septiany Fazrin atas seluruh dukungan moril, perhatian, dan semangat yang sangat besar bagi penulis, 10. Sahabat seperjuangan Arum Marya dan Shafiyyah Irmahariyanti atas kebersamaan, kekeluargaan, dukungan, perhatian, dan semangat yang diberikan untuk penulis, 11. Sahabat seven tools: Bangun, Atikah, Eka, Nurul, Yufi, Yana, Gita, atas keceriaan dan kebersamaan selama ini dan seterusnya, kesediaannya berbagi suka duka, doa, dan semangat yang telah diberikan untuk penulis, 12. Sahabat Andika Bagus Bangun Prakoso atas seluruh bantuan, kesediannya untuk berbagi suka duka, motivasi, dan semangat yang diberikan selama ini, 13. Keluarga ITP 45: Astrid, Ati, Dini Queenta, Madun, Hafiz, Hilda, Rara, Citra, Sofian, Mustain, Buyung, Fiqa, Vitor, Ary, Anggi, Denis, Mba Nisa, Euis, Ratna, Diah, Rendy, Nisa, Rohanah, Rathih dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu per-satu atas kebersamaan dalam suka dan duka, serta atas segala keikhlasannya dalam membantu penulis selama perkuliahan, 14. Teman suka duka, Abdul Hafizh yang selalu menemani saat menghilangkan kepenatan diselasela skripsi, atas dukungan dan semangat yang diberikan untuk penulis, 15. Seluruh teman-teman B04, teman-teman asrama lorong 6 A3, teman-teman BEM FATETA Merah Saga, teman-teman HIMITEPA, dan teman-teman FBI, atas kerjasama, kebersamaan, dan pengalaman yang tak terlupakan,
iii
16. Seluruh staff UPT dan seluruh teknisi Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB atas seluruh bantuannya, Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik untuk perbaikan dan penyempurnaan sangat diharapkan. Penulis juga berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang memerlukannya. Bogor, Januari 2013 Arum Puspa Pertiwi
iv
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .......................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ............................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................................ix I. PENDAHULUAN .............................................................................................................1 1.1 LATAR BELAKANG ...............................................................................................1 1.2 TUJUAN PENELITIAN ............................................................................................2 II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................3 2.1 KEDELAI .................................................................................................................3 2.1.1 Komposisi Kimia Kedelai .................................................................................4 2.1.2 Protein Kedelai .................................................................................................7 2.2 TEPUNG KEDELAI .................................................................................................9 2.3 ALAT STEAM BLASTING .................................................................................... 11 2.4 INDEKS KUALITAS KEDELAI............................................................................. 12 2.5 ELEKTROFORESIS GEL POLIAKRILAMIDA SODIUM DODESIL SULFAT (SDS GEL) ............................................................................................................. 13 III. METODOLOGI PENELITIAN....................................................................................... 17 3.1 WAKTU DAN TEMPAT ........................................................................................ 17 3.2 BAHAN DAN ALAT .............................................................................................. 17 3.3 METODE PENELITIAN ......................................................................................... 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................................ 25 4.1 UJI KELARUTAN PROTEIN DALAM LARUTAN BASA .................................... 25 4.2 UJI KELARUTAN PROTEIN DALAM LARUTAN NETRAL ............................... 27 4.3 UJI INDEKS UREASE ............................................................................................ 29 4.4 UJI SDS-PAGE ....................................................................................................... 31 4.5 PENGAMATAN KARAKTERISTIK FISIK KEDELAI HASIL PROSES STEAM BLASTING ............................................................................................................ 37
v
V. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................. 40 5.1 SIMPULAN ............................................................................................................ 40 5.2 SARAN ................................................................................................................... 40 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 41 LAMPIRAN ......................................................................................................................... 43
vi
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi kimia biji kedelai kering per 100 gram......................................................4 Tabel 2. Perbandingan antara kadar protein kedelai dengan beberapa bahan .............................5 Tabel 3. Kandungan asam amino esensial biji kedelai ..............................................................6 Tabel 4. Komponen fraksi hasil ultrasentrifusa dari ekstrak protein kedelai ..............................7 Tabel 5. Perbandingan jenis makanan yang setara dengan kandungan putih telur ......................9 Tabel 6. Sifat fisikokimiawi tepung kedelai, tepung gandum, dan tepung terigu ..................... 10 Tabel 7. Konversi tekanan (bar) menjadi suhu uap jenuh (oC) ............................................... 19 Tabel 8. Komposisi larutan media gel.................................................................................... 22 Tabel 9. Hasil uji KOH Protein Solubility (dalam persen) pada berbagai kombinasi tekanan alat steam blasting dan lama pemanasan (nilai rata-rata ± standar deviasi) ................ 25 Tabel 10. Hasil uji PDI (dalam persen) pada berbagai kombinasi tekanan alat steam blasting dan lama pemanasan (nilai rata-rata ± standar deviasi) ............................................. 27 Tabel 11. Hasil uji indeks urease (satuan unit pH) pada berbagai kombinasi tekanan alat steam blasting dan lama pemanasan (nilai rata-rata ± standar deviasi) ................ 30 Tabel 12. Berat molekul protein kedelai setelah proses steam blasting ................................... 34 Tabel 13. Hasil pengamatan karakteristik fisik kedelai hasil proses steam blasting ................. 38
vii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kedelai kuning ......................................................................................................3 Gambar 2. Profil protein tujuh varietas kedelai (SDS-PAGE) ..................................................8 Gambar 3. Skematik struktur molekular glisinin (monomer, trimer, dan heksamer) ..................8 Gambar 4. Struktur molekul β-konglisinin ...............................................................................9 Gambar 5. Gambaran umum steam blasting........................................................................... 11 Gambar 6. Skematik elektroforesis SDS-PAGE ..................................................................... 14 Gambar 7. Contoh persamaan regresi standar untuk uji SDS-PAGE ....................................... 16 Gambar 8. Diagram alir langkah penelitian............................................................................ 18 Gambar 9. Profil protein kedelai hasil steam blasting selama 25 menit ................................... 33 Gambar 10. Kurva standar nilai Rf terhadap nilai log BM ...................................................... 33 Gambar 11. Kedelai hasil steam blasting pada tekanan 3 bar selama 5 menit .......................... 70 Gambar 12. Tepung kedelai hasil steam blasting pada tekanan 1 bar selama 5 menit .............. 70 Gambar 13. Tepung kedelai hasil steam blasting pada tekanan 2 bar selama 5 menit .............. 70 Gambar 14. Tepung kedelai hasil steam blasting pada tekanan 3 bar selama 5 menit .............. 70 Gambar 15. Tepung kedelai hasil steam blasting pada tekanan 4 bar selama 5 menit .............. 71 Gambar 16. Tepung kedelai hasil steam blasting pada tekanan 5 bar selama 5 menit .............. 71
viii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Rekapituasi data uji Protein Dispersibility Index ................................................ 44 Lampiran 2. Tabel standar BSA untuk uji Protein Dispersibility Index................................... 47 Lampiran 3. Kurva standar BSA untuk uji Protein Dispersibility Index .................................. 47 Lampiran 4. Grafik nilai Protein Dispersibility Index pada berbagai perlakuan tekanan dan lama pemanasan .............................................................................................. 47 Lampiran 5. Rekapituasi data uji KOH Protein Solubility ...................................................... 48 Lampiran 6. Tabel standar BSA untuk uji KOH Protein Solubility ......................................... 51 Lampiran 7. Kurva standar BSA untuk uji KOH Protein Solubility ........................................ 51 Lampiran 8. Grafik nilai KOH Protein Solubility pada berbagai perlakuan tekanan dan lama pemanasan .............................................................................................. 51 Lampiran 9. Rekapituasi data uji Indeks Urease..................................................................... 52 Lampiran 10. Tabel blanko kedelai pada uji Indeks Urease .................................................... 54 Lampiran 11. Grafik nilai Indeks Urease pada berbagai perlakuan tekanan dan lama pemanasan ...................................................................................................... 54 Lampiran 12. Tabel standar untuk uji SDS-PAGE ................................................................. 55 Lampiran 13. Kurva standar nilai Rf terhadap log BM .......................................................... 55 Lampiran 14. Berat molekul dari kedelai tanpa perlakuan ...................................................... 56 Lampiran 15. Berat molekul dari kedelai dengan perlakuan tekanan 1 bar dan lama pemanasan 25 menit ........................................................................................ 56 Lampiran 16. Berat molekul dari kedelai dengan perlakuan tekanan 2 bar dan lama pemanasan 25 menit ........................................................................................ 57 Lampiran 17. Berat molekul dari kedelai dengan perlakuan tekanan 3 bar dan lama pemanasan 25 menit ........................................................................................ 57 Lampiran 18. Berat molekul dari kedelai dengan perlakuan tekanan 4 bar dan lama pemanasan 25 menit ........................................................................................ 57 Lampiran 19. Berat molekul dari kedelai dengan perlakuan tekanan 5 bar dan lama pemanasan 25 menit ........................................................................................ 57 Lampiran 20. Hasil uji statistik RAL pengaruh tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai KOH Protein Solubility ................................................ 58 Lampiran 21. Hasil uji lanjut Duncan RAL pengaruh tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai KOH Protein Solubility....................................... 59 Lampiran 22. Hasil uji Faktorial pengaruh interaksi tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai KOH Protein Solubility....................................... 60 Lampiran 23. Hasil uji lanjut Duncan Faktorial pengaruh interaksi tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai KOH Protein Solubility .............. 61
ix
Lampiran 24. Hasil uji statistik RAL pengaruh tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai Protein Dispersibility Index ................................ 62 Lampiran 25. Hasil uji lanjut Duncan RAL pengaruh tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai Protein Dispersibility Index ................................ 63 Lampiran 26. Hasil uji Faktorial pengaruh interaksi tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai Protein Dispersibility Index ................................ 64 Lampiran 27. Hasil uji lanjut Duncan Faktorial pengaruh interaksi tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai Protein Dispersibility Index ........ 65 Lampiran 28. Hasil uji statistik RAL pengaruh tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai Indeks Urease ..................................................... 66 Lampiran 29. Hasil uji lanjut Duncan RAL pengaruh tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai Indeks Urease ..................................................... 67 Lampiran 30. Hasil uji Faktorial pengaruh interaksi tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai Indeks Urease ..................................................... 68 Lampiran 31. Hasil uji lanjut Duncan Faktorial pengaruh interaksi tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai Indeks Urease..................... 69 Lampiran 32. Gambar kedelai hasil steam blasting dan tepung kedelai................................... 70
x
I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini kedelai merupakan salah satu bahan pangan yang penting setelah beras, terutama bagi penduduk Indonesia. Menurut data BPS tahun 2011, kedelai menempati urutan kedua setelah padi-padian dalam konsumsi rata-rata protein penduduk Indonesia (gram per kapita). Konsumsi pangan berbasis kedelai semakin meningkat. Pada tahun 2011, konsumsi kedelai di Indonesia mencapai 2,4 juta ton (Prihtiyani 2011). Hal ini karena semakin banyak masyarakat yang mengetahui manfaat kedelai bagi kesehatan. Berbagai studi tentang gizi dan kesehatan dilakukan untuk mengetahui manfaat senyawa pada kedelai. Kedelai diketahui dapat mengurangi resiko terhadap beberapa penyakit, seperti kanker kolon dan penyakit jantung. Selain itu, kedelai juga berperan dalam mengurangi kolesterol, mencegah obesitas dan osteoporosis, menurunkan resiko penyakit kardiovaskular, dan sebagainya (Sugano 2006). Kedelai merupakan sumber protein, lemak, vitamin, dan mineral. Kedelai kaya akan nutrisi dan zat bioaktif, seperti asam-asam amino esensial, isoflavon, dan flavonoid. Namun, di samping berbagai manfaat yang dimilikinya, kedelai juga mengandung faktor antinutrisi seperti antitripsin, lektin, hemaglutinin, tanin, dan asam fitat. Senyawa antinutrisi tersebut harus dihilangkan selama proses pengolahan agar tidak mengganggu proses penyerapan senyawa bioaktif lainnya di dalam tubuh. Faktor-faktor antinutrisi ini umumnya tidak aktif atau dapat dikurangi dengan perlakuan panas selama pengolahan pangan (Friedman et al. 1991). Namun, perlakuan panas yang berlebihan dapat menurunkan nilai gizi dan parameter sensori produk berbasis kedelai. Kedelai juga dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung, isolat, konsentrat, maupun hidrolisat protein. Tepung kedelai merupakan suatu produk olahan kedelai yang paling sederhana. Proses pembuatan tepung kedelai tidak memerlukan terlalu banyak satuan operasi pengolahan. Tepung kedelai mengandung sekitar 42 persen protein. Tepung kedelai juga jauh lebih baik daripada tepung gandum dalam segi kandungan nutrisi (Graaff 2005). Tepung kedelai dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan hidrolisat, isolat, maupun konsentrat. Hidrolisat protein secara fisiologis lebih baik daripada protein asli. Hal ini karena hidrolisat protein dapat meningkatkan efektifitas penyerapan di usus akibat terjadinya peningkatan kelarutan dan kandungan peptida pada hidrolisat tersebut (Ziegler et al. 1998). Hidrolisat protein memiliki kandungan protein yang tinggi sehingga dapat digunakan baik pada industri pangan maupun farmasi. Pada industri, hidrolisat protein dapat ditambahkan pada formula non alergenik untuk bayi dan suplemen makanan diet. Karena begitu pentingnya kedelai sebagai sumber pangan, maka perlu diteliti optimasi proses pengolahan kedelai agar menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya. Salah satu alternatif proses pengolahan kedelai yaitu penggunaan panas ataupun tekanan. Alat steam blasting merupakan salah satu alat yang bekerja dengan prinsip perlakuan panas dan tekanan. Dengan penggunaan tekanan dan lama pemanasan yang sesuai dari alat steam blasting, nilai gizi dan karakter organoleptik berbagai produk turunan kedelai dapat dipertahankan. Dengan demikian, manfaat kedelai dengan berbagai kandungan senyawa bioaktif di dalamnya, dapat diikuti dengan karakter sensori yang baik sehingga menjadi terobosan baru yang bermanfaat bagi produsen maupun konsumen.
1.2 TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari proses pengolahan kacang kedelai dengan alat steam blasting, mengkarakterisasi warna dan tekstur dari kedelai yang dihasilkan dan mengetahui sifat fungsional protein dari tepung kedelai yang dihasilkan.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KEDELAI Menurut para ahli botani, kedelai merupakan tanaman yang berasal dari Manchuria dan sebagian Cina. Kedelai menyebar ke daerah iklim tropis dan subtropis, serta dilakukan pemuliaan sehingga dihasilkan berbagai jenis kedelai bermutu unggul. Kedelai yang dikenal sekarang termasuk dalam famili Leguminosa, subfamili Papilionidae, genus Glycine dan spesies max, sehingga nama latinnya menjadi Glycine max. Tanaman ini tumbuh baik pada tanah dengan pH 4,5. Daerah pertumbuhannya tidak lebih dari 500 m di atas permukaan laut dengan iklim panas dan curah hujan rata-rata 200 mm/bulan. Umur tanaman kedelai berbedabeda tergantung varietasnya, tetapi umurnya berkisar antara 75 sampai 105 hari (Koswara 1995).
Gambar 1. Kedelai kuning Kedelai dibagi menjadi dua golongan, pertama berdasarkan jenisnya, yaitu kedelai kuning/putih, kedelai cokelat, kedelai hijau, dan kedelai hitam. Kedua, menurut umurnya terbagi atas umur pendek (60-80 hari), sedang (90-100 hari), dan panjang (110-120 hari) (Cahyadi 2007). Jenis-jenis kedelai tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut: Kedelai kuning, adalah kedelai yang bijinya berwarna kuning atau putih atau juga hijau yang apabila dipotong melintang akan memperlihatkan warna kuning pada irisan kepingnya. Kedelai ini biasa dijadikan tahu atau tempe Kedelai hitam adalah kedelai yang kulit bijinya berwarna hitam. Kedelai inilah yang biasanya dijadikan kecap Kedelai cokelat adalah kedelai yang kulit bijinya berwarna cokelat. Bentuk biji kedelai bergantung pada kultivarnya, dapat berbentuk bulat, gepeng, dan sebagian besar bulat telur. Berdasarkan besar dan bobotnya, kedelai dibedakan menjadi tiga, yaitu: Kedelai berbiji besar, apabila bobot 100 biji lebih dari 13 gram Kedelai berbiji sedang, apabila bobot 100 biji antara 11-13 gram Kedelai berbiji kecil, apabila bobot 100 biji antara 7-11 gram. Secara fisik setiap biji kedelai berbeda dalam hal warna, ukuran, dan bentuk biji serta komposisi kimianya. Perbedaan fisik dan kimia tersebut dipengaruhi oleh varietas dan kondisi tempat kedelai tersebut tumbuh. Biji kedelai terdiri dari dua bagian, yaitu kulit biji (testa) dan janin (embrio). Kulit biji ini beragam warnanya, mulai dari kuning, hijau, cokelat, hitam, atau campuran antara warna-warna tersebut. Kulit biji terdiri dari tiga sel, sedangkan janin terdiri dari kotiledon, plumula, dan poros hipokotil bakal akar. Kotiledon merupakan bagian besar dari biji kedelai yang berisi bahan makanan, sebagian besar terdiri dari protein dan lemak (Cahyadi 2007).
3
2.1.1 Komposisi Kimia Kedelai Dilihat dari segi pangan dan gizi, kedelai merupakan sumber protein yang paling murah di dunia. Berbagai varietas kedelai yang ada di Indonesia mempunyai kadar protein 30,53 sampai 44%, sedangkan kadar lemaknya 7,5 sampai 20,9% (Koswara 1995). Meskipun kadar lemaknya tinggi (sekitar 18%), tetapi kadar lemak jenuh dan nilai kalorinya rendah serta bebas kolesterol. Di dalam lemak kedelai terkandung beberapa fosfolipida penting, yaitu lesitin, sepalin, dan lipositol (Cahyadi 2007). Zat-zat dalam kedelai yang berfungsi menurunkan kolesterol, antara lain sterol tanaman, saponin, dan tokotrienol. Kedelai juga dikenal paling rendah kandungan racun kimia dan residu pestisidanya (Cahyadi 2007). Komposisi kimia kedelai dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia biji kedelai kering per 100 gram Komponen Jumlah Kalori (kkal)
331,0
Protein (gram)
34,9
Lemak (gram)
18,1
Karbohidrat (gram)
34,8
Kalsium (mg)
227,0
Fosfor (mg)
585,0
Besi (mg) Vitamin A (SI)
8,0 110,0
Vitamin B1 (mg)
1,1
Air (gram)
7,5
Sumber: Koswara 1995
Jika dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir mendekati kadar protein susu skim kering (Tabel 2). Nilai protein kedelai jika difermentasi dan dimasak akan memiliki mutu yang lebih baik dari kacang-kacangan lain. Protein kedelai mempunyai kemampuan untuk ditambahkan dengan berbagai jenis komoditi dengan maksud memperbaiki nilai biologis bahan tersebut (Cahyadi 2007).
4
Tabel 2. Perbandingan antara kadar protein kedelai dengan beberapa bahan Jenis Makanan Kadar Protein (% BK) Susu skim kering
36,00
Kedelai
35,00
Kacang Hijau
22,00
Daging
19,00
Ikan segar
17,00
Telur ayam
13,00
Jagung
9,20
Beras
6,80
Tepung singkong
1,10
Sumber: Cahyadi 2007
Protein kedelai merupakan satu-satunya leguminosa yang mengandung semua asam amino esensial, berjumlah 10 asam amino esensial apabila dimasukkan sistein dan tirosin (Tabel 3). Kandungan asam amino yang terdapat dalam kedelai yaitu: 1) Isoleucine, 2) Leusin, 3) Lisin, 4) Methionin, 5) Phenylalanin, 6) Thhreonin, 7) Tryptophane, 8) Valine yang ratarata tinggi. Kedelai kaya akan lisin dan triptofan tetapi kekurangan asam-asam amino metionin dan sistein, sedangkan serealia kaya akan metionin dan kandungan lisinnya rendah sehingga kedelai merupakan pelengkap yang baik untuk serealia. Kandungan asam amino metionin dan sistein agak rendah jika dibandingkan protein hewani. Selain mengandung asam amino yang relatif lengkap, kedelai juga mengandung asam lemak tidak jenuh tinggi yang dapat menurunkan total kolesterol dalam darah (Cahyadi 2007). Minyak kedelai banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sekitar 86% terdiri dari sekitar 52% asam lemak linoleat, 30% asam oleat, 2% asam linolenat, dan 2% asam lemak tidak jenuh lainnya. Asam lemak jenuh hanya sekitar 14% yaitu 10% asam palmitat, 2% asam stearat, dan 2% asam arachidat. Dibandingkan dengan kacang tanah dan kacang hijau, kacang kedelai mengandung asam amino esensial yang lebih lengkap. Dalam kedelai maupun produk kedelai terdapat dua belas jenis isoflavon terdiri dari tiga bentuk nonkonjugasi yang disebut aglikon (yaitu genistein, daidzen, dan glisitein) dan tiga bentuk terkonjugasi untuk masing-masing aglikon yang disebut glikosida. Bentuk terkonjugasi memiliki gugus glukosa tambahan yang dapat bebas dari gugus lain (β-glikosida yaitu genistin, daidzin, dan glisitin) atau dapat terikat ke gugus asetil (6-o-asetilglikosida) atau gugus malonil (6-o-malonilglikosida) (Chiarello et al. 2006). Di samping itu, kedelai mengandung kalsium, fosfor, besi, dan potasium yang berguna bagi pertumbuhan manusia (Koswara 1992).
5
Tabel 3. Kandungan asam amino esensial biji kedelai Asam Amino Jumlah (mg/g N) Isoleusin
340
Leusin
480
Lisin
400
Fenilalanin
310
Tirosin
200
Sistin
110
Treonin
250
Triptofan
90
Valin
330
Metionin
80
Sumber: Cahyadi 2007
Kedelai mengandung karbohidrat sekitar 35% (basis kering). Dari kandungan tersebut, hanya 12-14% saja yang dapat digunakan oleh tubuh secara biologis. Karbohidrat pada kedelai terdiri atas golongan oligosakarida dan golongan polisakarida. Golongan oligosakarida terdiri dari sukrosa, stakiosa, dan rafinosa yang larut dalam air. Sementara golongan polisakarida terdiri dari arabinogalaktan dan bahan-bahan selulosa yang tidak larut dalam air dan alkohol. Secara umum, kedelai merupakan sumber vitamin B karena kandungan vitamin B1, B2, nisin, piridoksin dan golongan vitamin B lainnya banyak terdapat di dalamnya. Vitamin lain yang terkandung dalam jumlah cukup banyak yaitu vitamin E dan K. Sementara vitamin A dan D terkandung dalam jumlah yang sedikit. Dalam kedelai muda terdapat vitamin C dengan kadar yang rendah (Koswara 1992). Kandungan zat bioaktif dalam kedelai diyakini berkhasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit, seperti diabetes, ginjal, anemia, rematik, diare, hepatitis, dan hipertensi. Kandungan genistein dan daidzen yang merupakan bagian dari isoflavon dapat membantu mengurangi kolesterol dalam darah. Kandungan serat dalam kedelai sangat baik untuk membantu sistem pencernaan tubuh. Serat tersebut dapat mengurangi waktu transit dari zat-zat racun yang tidak dibutuhkan oleh tubuh sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya kanker kolon. Kedelai terbukti dapat meningkatkan kolesterol baik, yaitu HDL (High Density Lipoprotein), sementara kolesterol jahat, yaitu LDL (Low Density Lipoprotein) tetap rendah (Cahyadi 2007). Di samping mengandung berbagai senyawa yang berguna bagi tubuh, ternyata pada kedelai terdapat juga senyawa off-flavor dan antigizi yang menyebabkan penyimpangan cita rasa dan aroma pada produk olahan kedelai. Di antara senyawa antigizi yang sangat mempengaruhi mutu olahan kedelai yaitu antitripsin, hemaglutinin, asam fitat, dan oligosakarida penyebab flatulensi. Senyawa off flavor pada kedelai yaitu glukosida, saponin, estrogen, dan senyawa penyebab alergi. Dalam pengolahan, senyawa-senyawa tersebut harus dihilangkan atau diinaktifkan sehingga dihasilkan produk olahan kedelai dengan mutu yang baik dan aman untuk dikonsumsi manusia (Koswara 1992). Apabila biji kedelai sudah direbus, pengaruh inhibitor dapat dinetralkan (Cahyadi 2007).
6
2.1.2 Protein Kedelai Komponen kimia tertinggi dalam kedelai adalah protein, yaitu antara 38 sampai 49%. Sekitar 65 sampai 80% protein kedelai adalah globulin yang terdapat sebagai protein cadangan, sisanya merupakan enzim-enzim intraseluler (lipoksigenase, urease, dan amilase), hemaglutinin, protein inhibitor, dan lipoprotein membran (Muchtadi 2010). Globulin merupakan protein terpenting pada kedelai. Protein ini tidak larut dalam air di sekitar titik isoelektriknya tetapi akan segera larut dengan penambahan garam seperti natrium klorida atau kalsium klorida. Globulin larut dalam larutan garam encer pada pH di atas atau di bawah titik isoelektriknya (Pearson 1983). Pada pH sekitar 4,2-4,6; kelarutan protein kedelai mencapai minimum. Kisaran pH tersebut dikenal sebagai titik isoelektrik protein kedelai. Menurut Zayas (1997), kelarutan protein kedelai dalam air meningkat dengan meningkatnya pH dari 6 ke 8 dan suhu dari 10 oC sampai 70 oC. Ketika suhu meningkat, struktur protein terbuka (unfold) menjadi rantai lurus sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan interaksi antara protein dan air, kelarutan protein kedelai pun ikut meningkat. Menurut Wolf dan Cowan (1975), protein kedelai terdiri dari campuran komponenkomponen yang mempunyai berat molekul 8 sampai 600 kDa. Melalui ultrasentrifugasi, protein kedelai dapat digolongkan menjadi empat golongan utama, yaitu protein 2S, 7S, 11S, dan 15S (Tabel 4) (Muchtadi 2010). Protein kedelai juga dapat digolongkan ke dalam 4 fraksi berdasarkan kelarutannya, yaitu albumin (larut dalam air), globulin (larut dalam larutan garam), prolamin (larut dalam alkohol 70%) dan glutelin (larut dalam basa encer). Tabel 4. Komponen fraksi hasil ultrasentrifusa dari ekstrak protein kedelai Fraksi Persentase Komponen BM (kDa) 2S
7S
22
37
Tripsin inhibitor
8-21.5
Sitokrom C
12
Hemaglutinin
110
Lipoksigenase
102
β-amilase
61.7
7S globulin
180-210
11S
31
11S globulin
350
15S
11
Polimer
600
Sumber: Wolf dan Cowan (1975)
Globulin 7S dan 11S merupakan dua komponen utama protein cadangan biji kedelai. Kedua fraksi ini disebut sebagai protein cadangan karena tidak mempunyai aktivitas biologis kecuali sebagai asam amino cadangan untuk germinasi biji (Murphy 2008). Protein 7S dan 11S merupakan dua protein utama penyusun globulin dengan jumlah masing-masing sekitar 37% dan 31% dari total protein kedelai (Wolf dan Cowan 1975). Baik globulin 7S maupun globulin 11S terdiri atas subunit-subunit protein. Glisinin atau protein 11S tersusun atas polipeptida asam dan basa yang saling dihubungkan oleh ikatan disulfida. Sementara β-konglisinin atau protein 7S, merupakan protein dengan struktur trimer yang terdiri atas 3 tipe subunit (α’, α dan β) (Liu et al. 2008). Identifikasi protein 7S dan 11S biasanya menggunakan elektroforesis, yang dapat menampilkan pita protein berdasarkan bobot molekulnya. Hasil publikasi Mujoo et al. (2003) mengenai profil protein tujuh varietas kedelai (SDS-PAGE) dapat dilihat pada Gambar 2.
7
Gambar 2. Profil protein tujuh varietas kedelai (SDS-PAGE) 1: Vinton-81; 2: S-20F8; 3: HP-204; 4: IA-2034; 5: Steyer; 6: IA 2020; 7: S-2020; M: marker (Mujoo et al. 2003) a. Fraksi 11 S (Glisinin) Glisinin merupakan protein heksamer dengan berat molekul berkisar 320-375 kDa. Subunit-subunit glisinin terdiri atas polipeptida asam (A) dan polipeptida basa (B) yang dihubungkan oleh ikatan disulfida. Polipeptida asam glisinin memiliki berat molekul sekitar 35 kDa, sedangkan polipetida basanya memiliki berat molekul sekitar 20 kDa. Glisinin mengandung paling sedikit 20 ikatan disulfida dan dua grup sulfhidril per mol protein. Ikatan disulfida ini dapat menyebabkan glisinin lebih tahan terhadap denaturasi. Struktur heksamer glisinin stabil karena adanya interaksi elektrostatik dan hidrofobik serta ikatan disulfida (Muchtadi 2010). Skematik struktur molekuler glisinin dapat dilihat pada Gambar 3.
Monomer Trimer Hexamer Gambar 3. Skematik struktur molekular glisinin (monomer, trimer, dan heksamer); A: polipeptida asam; B: polipeptida basa; : ikatan disulfida b. Fraksi 7 S (β-konglisinin) Struktur trimer globulin 7S tersusun atas 3 subunit yaitu α’, α dan β yang dihubungkan melalui interaksi hidrofobik dengan berat molekul sekitar 180 kDa (Muchtadi 2010). Subunit α’ memiliki berat molekul sekitar 72 kDa, sedangkan α dan β memiliki berat molekul masingmasing sekitar 68 dan 52 kDa (Mujoo et al. 2003). Kombinasi subunit-subunit tersebut memberikan berat molekul sekitar 180 kDa tergantung dari subunit penyusunnya. Fraksi 7S
8
merupakan glikoprotein yang tidak mengandung gugus sulfihidril dan kandungan asam amino sulfurnya sangat rendah. Menurut Lewis dan Chen (1978) β-konglisinin merupakan glikoprotein yang mengandung 3,8 sampai 5,4% karbohidrat. Jenis gula yang terdapat dalam protein ini adalah manosa dan glukosamin. Struktur molekuler β-konglisinin dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Struktur molekul β-konglisinin
2.2 TEPUNG KEDELAI Tepung kedelai mengandung 15 kali lebih banyak kalsium, 7 kali lebih banyak fosfor, 10 kali lebih banyak zat besi, 11 kali lebih banyak vitamin B1, 9 kali lebih banyak vitamin B2 dibandingkan tepung terigu. Tepung kedelai mengandung sekitar 42% protein. Tepung kedelai dapat dikatakan sebagai produk putih telur nabati yang tertinggi, didapatkan dengan cara menggiling atau menumbuk kacang kedelai. Tepung kedelai jauh lebih baik daripada tepung gandum. Berikut ini merupakan daftar yang menunjukkan betapa tingginya kadar putih telur dari tepung kedelai, jika dibandingkan dengan bahan makanan lain yang kaya akan putih telur (Graaff 2005). Tabel 5. Perbandingan jenis makanan yang setara dengan kandungan putih telur Jenis Makanan Kandungan putih telur (gram) yang setara dengan bobot 500 gram masing-masing jenis makanan Tapung kedelai
200
Keju
120
Buncis
110
Daging sapi
99
Telur
65
Sumber: Graaff 2005
Selain kandungan protein yang tinggi, secara kualitatif protein kedelai tersusun dari asamasam amino esensial yang lengkap dan baik mutunya kecuali asam amino bersulfur yang merupakan faktor pembatas pada kedelai. Bila dibandingkan dengan serealia, kedelai memiliki kelebihan yaitu kandungan asam amino lisin (sebagai asam amino esensial) yang tinggi dan melebihi persyaratan FAO (Food and Agriculture Organization). Bila dinyatakan dalam persentase terhadap persyaratan FAO, maka asam amino lisin pada beras dan gandum hanya mencapai masing-masing 94% dan 67% sedangkan kedelai mengandung lisin 154% dari persyaratan FAO. Begitu pula kandungan asam amino sulfur pada kedelai terdapat dalam jumlah yang lebih rendah daripada serealia (Widaningrum et al. 2005). Dibandingkan dengan produk turunan kedelai lain seperti tahu dan tempe, tepung kedelai lebih mudah dibuat, mudah penggunaannya, dan dapat disimpan lama. Di Amerika dan Eropa, tepung kedelai sering digunakan dalam roti, kue, manisan, karamel, permen, dan produk daging (Graaff 2005).
9
Perbedaan sifat fisiokimiawi tepung kedelai dibandingkan beberapa tepung lain dapat dilihat dalam Tabel 6. Tabel 6. Sifat fisikokimiawi tepung kedelai, tepung gandum, dan tepung terigu Komponen (%) Tepung kedelai Tepung garut Terigu* Rendemen
-
12,6
-
Derajat putih
-
74,2
86,5
Daya serap air
242,4
120,6
65,8
Kadar air
6,6
7,0
13,2
Kadar abu
1,3
0,3
0,4
Serat kasar
3,2
6,0
1,9
Kadar lemak
27,1
1,4
2,3
Kadar protein
41,7
2,5
14,9
Karbohidrat
23,3
86,9
69,3
Pati
-
46,8
33,0
Gula
0,7
0,6
0,3
-
3,7
-
Tannin Sumber: Widaningrum et al. 2005 Keterangan: *Tepung terigu komersial
(-) Tidak dianalisis
Tepung kedelai merupakan suatu produk olahan kedelai yang paling sederhana. Proses pembuatan tepung kedelai tidak memerlukan banyak satuan operasi pengolahan. Proses pengolahannya meliputi proses penggilingan halus dari biji kedelai yang sudah dikuliti dan belum diambil lemaknya (full-fat dehulled soybean) ataupun kedelai yang telah diambil lemaknya (defatted flakes made from dehulled soybean) di mana 97% bahan harus lolos saringan standar 100 mesh. Bedasarkan biaya produksinya, tepung kedelai dapat dikategorikan sebagai sumber protein yang paling murah (Koswara 1992). Proses pembuatan tepung kedelai melalui beberapa tahap proses yaitu proses sortasi dan pembersihan kedelai, pengeringan, pengupasan, penggilingan, dan pengayakan. Secara umum tepung kedelai dapat dibedakan menjadi berbagai jenis berdasarkan proses pembuatannya dan masing-masing tepung akan mempunyai kadar protein dan lemak yang berbeda-beda. Menurut Koswara (1992), tepung kedelai berdasarkan kadar lemaknya dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Tepung kedelai tanpa lemak (defatted soy flour), diperoleh dari penggilingan kedelai yang telah diekstrak lemaknya dengan menggunakan larutan pengekstrak sehingga hanya mengandung lemak kurang dari 1% 2. Tepung kedelai lemak penuh (full-fat soy flour), dibuat dari biji kedelai pecah kulit yang masih mengandung minyak sekitar 18-20% yang belum diekstrak 3. Tepung kedelai rendah lemak (low fat soy flour), dibuat dengan penambahan kembali sebagian lemak/minyak ke dalam tepung kedelai tanpa lemak. Kandungan lemak bisa bervariasi sesuai dengan spesifikasi yang diminta, biasanya berkisar antara 4,5 sampai 9%. Kadar lemak yang paling umum untuk tepung kedelai rendah lemak ini adalah sekitar 5sampai 6%
10
4.
Tepung kedelai tinggi lemak (high fat soy flour), diproduksi dengan penambahan kembali sebagian lemak/minyak ke dalam tepung kedelai tanpa lemak sampai mencapai kadar lemak sekitar 15%.
2.3 ALAT STEAM BLASTING Alat steam blasting merupakan salah satu alat yang bekerja dengan prinsip perlakuan panas dan tekanan. Alat tersebut merupakan alat yang dikembangkan oleh Pusat Teknologi Bioindustri, BPPT (Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi) (Laily et al. 2011). Steam blasting memiliki prinsip kerja yang hampir sama dengan autoklaf. Perbedaan steam blasting dibandingkan autoklaf terletak pada kemampuannya untuk mencapai tekanan yang lebih tinggi dan mempunyai katup khusus untuk mengeluarkan uap panas bertekanan secara spontan. Prinsip kerja alat ini yaitu memecah kedelai melalui proses pemanasan bertekanan tinggi dengan memanfaatkan steam generator sebagai pemanas dan penurunan tekanan secara tiba-tiba, sehingga uap air dalam biji yang keluar secara tiba-tiba dapat memecah biji. 3
3
10
4
1
6
4
5
5
9
9
11
5
9
11 7
8
7
8 1 2
2
(a)
(b)
(c)
Gambar 5. Gambaran umum alat steam blasting a. Skema alat steam blasting b. Alat steam blasting (tampak depan) c. Alat steam blasting (tampak samping) (1. gas LPG; 2. kompor sembur; 3. penutup chamber; 4. chamber bahan; 5. katup uap dari boiler ke chamber; 6. katup steam blasting; 7. boiler; 8. katup pembuangan air; 9. katup pembuangan uap; 10. outlet steam; 11. barometer) Standar cara pengoperasian alat steam blasting adalah sebagai berikut: 1. Tabung gas disiapkan dan dihubungkan dengan regulator kompor (kebocoran gas harus dicek terlebih dahulu) 2. Penutup chamber dibuka dengan sepasang kunci pas nomor 24 3. Keranjang bahan dikeluarkan dari dalam chamber 4. Katup antara chamber dan boiler dibuka, kemudian diisi air sebanyak 6 liter (katup pembuangan air dipastikan dalam posisi menutup) 5. Kompor dihidupkan, dalam waktu kurang lebih 20 menit kenaikan tekanan dalam boiler akan terbaca pada barometer
11
6. Bahan yang akan diproses dimasukkan ke dalam keranjang bahan 7. Keranjang bahan dimasukkan ke dalam chamber 8. Chamber ditutup kembali dengan rapat menggunakan kunci pas nomor 24 9. Sebelum memulai operasi, harus dipastikan semua katup dalam posisi menutup 10. Ketika tekanan yang diinginkan tercapai, api kompor dikecilkan 11. Katup antara chamber dan boiler dibuka selama perlakuan lama pemanasan yang diinginkan 12. Setelah pemanasan selesai, katup antara chamber dan boiler ditutup 13. Katup steam blasting dibuka dengan segera 14. Penutup chamber dibuka menggunakan kunci pas nomor 24 dan harus menggunakan sarung tangan tahan panas 15. Keranjang bahan dikeluarkan dan dilakukan penanganan bahan sesuai dengan metode penelitian/pengujian 16. Untuk pengujian lanjutan, dilakukan kembali proses mulai dari nomor 6
2.4 INDEKS KUALITAS KEDELAI Penggunaan produk-produk berbasis kedelai terbatas karena adanya faktor antinutrisi. Sebagian besar faktor antinutrisi, seperti inhibitor protease dan lektin, rentan terhadap panas dan dapat rusak selama proses pengolahan kedelai. Pemanasan yang ringan (sekitar 90 oC) dapat meningkatkan nutrisi kedelai akibat terdenaturasinya protein dan terbentuknya sisi baru untuk hidrolisis enzimatik. Pemanasan yang kurang tidak dapat menghancurkan faktor antinutrisi sehingga menurunkan daya cerna dan nutrisi kedelai. Sementara pemanasan yang berlebihan dapat menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan pada struktur kimia dari sebagian besar asam amino esensial, mengurangi ketersediaan lisin (melalui reaksi Maillard) dan nutrisi kedelai. Oleh karena itu, baik pemanasan yang kurang maupun pemanasan yang berlebihan menghasilkan kualitas kedelai yang rendah. Metode untuk membedakan kecukupan proses panas sangat diperlukan dalam proses pengolahan kedelai (Caprita et al. 2010). Efek yang penting dan perlu diamati dari proses pengolahan pangan adalah penurunan kualitas nilai gizi, termasuk nilai gizi protein. Denaturasi protein dan penurunan jumlah asam amino karena cross linking, rasemisasi, degradasi, dan pembentukan kompleks dengan gula dapat menurunkan daya cerna protein. Oleh karena itu, ketika menguji kualitas protein, faktor pertama yang penting dan harus dievalusi adalah daya cernanya. Kualitas protein dari kedelai tergantung pada dua parameter, yaitu penurunan faktor antinutrisi dan optimisasi daya cerna protein. Analisis langsung dari kedua parameter tersebut sulit dilakukan pada operasi yang rutin sehingga digantikan dengan pengujian tidak langsung seperti pengukuran kelarutan protein dalam larutan basa dan larutan netral (Caprita et al. 2010). Pengukuran kelarutan protein dalam larutan basa dapat dilakukan dengan metode KOH Protein Solubility (KOH PS), sedangkan pengukuran kelarutan protein dalam larutan netral dapat dilakukan dengan metode Protein Dispersibility Index (PDI). Sementara, penurunan faktor antinutrisi dapat dapat diukur dengan metode indeks urease (IU). Kedelai mengandung urease, yaitu suatu enzim yang menghidrolisis urea menjadi karbon dioksida dan amonia. Produksi amonia menyebabkan peningkatan pH larutan. Urease dapat rusak karena pemanasan. Kerusakan urease sangat berhubungan dengan kerusakan inhibitor tripsin dan faktor antinutrisi lainnya (Caprita R dan Caprita A 2010). Uji urease berdasarkan pada peningkatan pH dari amonia yang dilepaskan oleh urea dengan mengukur residu enzim urease pada kedelai. Amonia bersifat basa dan dapat diukur dengan menggunakan pH meter
12
atau indikator asam basa. Pada metode American Oil Chemists Society (AOCS), titik akhir ditentukan dengan mengukur peningkatan pH dari sampel. Sementara pada metode European Economic Community (EEC), titk akhir menggambarkan jumlah asam yang dibutuhkan untuk mempertahankan pH agar tetap konstan. Tujuan utama dari uji indeks urease adalah menentukan kecukupan pemanasan untuk merusak sebagian besar faktor antinutrisi pada kedelai. Peningkatan pH yang optimum umumnya antara 0,05 sampai 0,20 unit pH (Caprita R dan Caprita A 2010). Kelarutan protein kedelai menurun seiring dengan pemanasan. Uji KOH Protein Solubility berdasarkan pada kelarutan protein kedelai dalam larutan 0,2% kalium hidroksida. Uji KOH Protein Solubility merupakan suatu uji yang digunakan untuk mendeteksi overheating atau overprocessing pada proses pengolahan kedelai, namun tidak sensitif untuk mendeteksi underheating atau underprocessing (Caprita et al. 2010). Semakin lama proses pemanasan, maka nilai KOH Protein Solubility semakin menurun. Menurut Araba dan Dale (1990), kisaran nilai KOH yang dapat diterima umumnya berkisar antara 70-85%. Batas kritis untuk KOH Protein Solubility sekitar 70% dan nilai di bawah ini mengindikasikan overprocessing. Uji PDI sudah digunakan selama 25 tahun pada industri pangan. Hasil penelitian barubaru ini menunjukkan bahwa metode ini berguna untuk membedakan lebih jauh kualitas kedelai dan lebih baik dalam mengamati kualitas kedelai (Caprita et al. 2010). Selama ini dianggap bahwa kualitas kedelai yang baik hanya berdasarkan pada pengukuran indeks urease dan KOH Protein Solubility. Batal et al. (2000) menjelaskan bahwa PDI memberikan respon paling konsisten terhadap waktu pemanasan dibandingkan indeks urease dan KOH Protein Solubility. Kedelai dengan nilai PDI sekitar 45% atau kurang umumnya menunjukkan kecukupan proses pemanasan untuk menghancurkan faktor antinutrisi. Kisaran nilai ini lebih tinggi dibandingkan kisaran 15-30% yang direkomendasikan oleh National Oilseed Processor Association (NOPA). Kombinasi PDI dan indeks urease dapat berguna untuk memonitor kualitas kedelai dengan lebih baik. PDI juga lebih sensitif dibandingkan indeks urease dan KOH Protein Solubility dalam menentukan proses pemanasan kedelai yang optimum. PDI merupakan prosedur yang mudah dan efektif dalam pengujian kualitas dari kedelai yang telah mengalami pemanasan (Caprita et al. 2010). Level inhibitor tripsin menurun seiring dengan meningkatnya waktu pemanasan, begitu pula dengan nilai KOH Protein Solubility. Namun, derajat pemanasan yang dibutuhkan untuk mengurangi level inhibitor tripsin lebih rendah daripada yang dibutuhkan untuk mengurangi nilai KOH Protein Solubility. Kedelai dengan nilai KOH Protein Solubility yang tinggi, paling mudah dicerna selama aktivitas ureasenya di bawah batas yang direkomendasikan (Lee dan Garlich 1992). Kedelai dengan nilai PDI yang tinggi (45-50%) dan indeks urease yang rendah (0,3 unit pH atau kurang) menunjukkan bahwa kedelai memiliki kualitas yang tinggi karena telah cukup proses pemanasannya namun tidak overprocessed (Batal et al. 2000).
2.5 ELEKTROFORESIS GEL POLIAKRILAMIDA SODIUM DODESIL SULFAT (SDS GEL) Elektroforesis merupakan suatu cara untuk memisahkan fraksi-fraksi campuran berdasarkan pergerakan partikel-partikel koloid yang bermuatan, di bawah pengaruh medan listrik. Elektroforesis banyak digunakan untuk analisis asam nukleat, virus, enzim, dan protein. Pemisahan senyawa dengan elektroforesis dilakukan berdasarkan perpindahan molekul bermuatan karena pengaruh medan listrik. Dalam larutan, protein akan bermuatan karena
13
bersifat amfoter. Pada titik isoelektriknya, protein tidak akan bergerak di bawah pengaruh medan listrik. Pada keadaan pH di bawah pH isoelektrik, protein bergerak sebagai kation di mana kecepatannya naik bersamaan dengan turunnya pH, kation ini akan bergerak ke arah elektroda negatif. Pada keadaan pH di atas pH isoelektrik, protein akan bergerak sebagai anion dan kecepatannya akan naik bersamaan dengan meningkatnya pH, anion ini akan bergerak ke arah elektroda positif (Bintang 2010). Elektroforesis pada umumnya digunakan untuk menentukan berat molekul (BM), mendeteksi kemurnian dan kerusakan protein atau asam nukleat, menetapkan titik isolistrik, serta memisahkan spesies-spesies yang berbeda secara kualitatif dan kuantitatif. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemisahan dengan elektroforesis adalah muatan penyangga, sistem buffer, suhu, waktu, dan besar arus. Semakin tinggi arus maka pemisahan semakin cepat, namun suhu akan bertambah (Bintang 2010). Salah satu jenis elektroforesis yang digunakan secara luas pada saat ini adalah elektroforesis SDS gel poliakrilamida (SDS PAGE) (Bintang 2010). SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis) adalah suatu metode yang sangat baik untuk mengidentifikasi dan mengamati protein selama pemurnian serta untuk menilai homogenitas dari fraksi yang dimurnikan tersebut. SDS-PAGE biasanya digunakan untuk menentukan berat molekul subunit protein dan menentukan komposisi subunit dari protein yang dimurnikan. SDS-PAGE juga dapat digunakan dalam tahap persiapan dengan tujuan menghasilkan protein yang cukup untuk studi lebih lanjut (Garfin 1990). Metode SDS-PAGE merupakan metode yang paling sering digunakan untuk menganalisis campuran protein secara kualitatif. Metode ini memisahkan protein berdasarkan berat molekul (Gordon 1983). SDSPAGE dinilai lebih menguntungkan dibandingkan elektroforesis kertas dan elektroforesis pati. Hal ini disebabkan karena besarnya pori medium penyangga serta perbandingan konsentrasi akrilamida dan bis-metilen akrilamida. Selain itu, gel ini juga tidak menimbulkan konveksi dan bersifat transparan (Bintang 2010). Skematik elektroforesis SDS-PAGE dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Skematik elektroforesis SDS-PAGE (Jage, 2008) Medium penyangga dibuat dari reaksi polimerisasi akrilamid dan bis-metilen akrilamid yang dikatalisis oleh amonium persulfat dan tetrametiletilendiamin (TEMED). Polimerisasi akrilamid terjadi karena adanya cross linking antara N,N-metilen-bis akrilamid dan amonium persulfat sebagai katalisator. Polimerisasi ini memerlukan TEMED (N,N,N’,N’-tetrametilenetilendiamin) sebagai katalisator utama dalam mengawali terjadinya polimerisasi. TEMED menyebabkan terbentuknya formasi radikal bebas amonium persulfat yang akan bereaksi
14
dengan akrilamid dan menghasilkan akrilamid aktif. terbentuklah Akrilamid aktif akan bereaksi dengan sesama akrilamid membentuk polimer yang panjang dan gel. Gel elektroforesis terdiri dari dua bagian yaitu stacking gel dan separating gel. Stacking gel diperlukan agar awal pergerakan sampel sama (Bintang 2010). Penambahan SDS pada gel poliakrilamid menghasilkan SDS-PAGE yang digunakan untuk sampel terdenaturasi. SDS merupakan detergen anionik. SDS bersama dengan β-merkaptoetanol yang dilanjutkan dengan pemanasan akan merusak struktur tiga dimensi menjadi bentuk lilitan acak (Gordon 1983). Hal ini terjadi akibat reduksi ikatan disulfida membentuk gugus sulfidril yang dapat mengikat SDS sehingga protein bermuatan sangat negatif dan bergerak ke arah kutub positif (Bintang 2010). Sementara, Gordon (1983) menjelaskan bahwa SDS-PAGE digunakan pada pH netral dimana pada pH 7 SDS akan membentuk komplek negatif dengan protein sehingga sampel akan bergerak ke arah elektroda positif. Matriks yang digunakan pada SDS-PAGE yaitu agarose dan poliakrilamid. Bahan ini dapat memisahkan molekul berdasarkan ukurannya karena matrik tersebut adalah gel penyerap. Gel penyerap dapat bertindak sebagai penyaring dengan proses perlambatan, atau dalam beberapa kasus dapat menghalangi pergerakan dari molekul yang besar dan membiarkan molekul yang lebih kecil untuk lebih bebas bermigrasi. Agarose gel cair umumnya lebih kaku dan lebih mudah untuk ditangani daripada poliakrilamida pada konsentrasi yang sama sehingga agarose digunakan untuk memisahkan protein besar dan protein kompleks (Gordon 1983). Gel poliakrilamida bersifat porous dengan ukuran lubang sekitar 0,6-4,0 nm (diameter molekul protein globular 1,6-8,0 nm) dan ditentukan dari persen total akrilamida ditambah bis-akrilamid di dalam campuran gel, serta perbandingan relatif akrilamid dan bis-akrilamid. Migrasi protein di dalam gel poliakrilamida terutama ditentukan oleh muatan molekul dan juga dipengaruhi oleh ukuran molekul. Keberhasilan pemisahan senyawa dengan menggunakan SDS-PAGE tergantung juga pada metode preparasi contoh yang dilakukan, di samping pengaruh ukuran pori gel pemisah dan sistem buffernya (Bintang 2010). Gel poliakrilamida dapat digunakan tidak hanya untuk pemisahan dari berbagai protein, tetapi juga untuk membandingkan berat molekulnya. Teknik ini dapat digunakan baik untuk tujuan preparatif maupun pemisahan analitik dari sampel protein. Biasanya dengan teknik elektroforesis ini hanya diperlukan beberapa mikrogram sampel protein (Bintang 2010). Gel hasil elektroforesis menunjukkan pita-pita protein dengan berat molekul yang berbeda. Protein dengan berat molekul yang lebih besar akan tertahan diatas, sedangkan protein dengan berat molekul yang lebih kecil akan berada dibawah. Penentuan berat molekul pita protein sampel berdasarkan pita protein marker dapat menggunakan persamaan regresi antara mobilitas relatif (Rf) protein marker dengan logaritma dari berat molekul marker yang telah diketahui. Nilai Rf tersebut dirumuskan sebagai:
Rf =
jarak migrasi protein jarak migrasi
Persamaan regresi standar tersebut dapat digunakan untuk menentukan berat molekul pita protein sampel (dengan y = log BM protein dan x = nilai Rf pita protein). Contoh persamaan regresi marker untuk uji SDS-PAGE dapat dilihat pada Gambar 7.
15
Gambar 7. Contoh persamaan regresi standar untuk uji SDS-PAGE Interpretasi pita protein berdasarkan berat molekul ini umumnya dibandingkan dengan profil protein sejenis yang berasal dari pustaka lain. Profil protein kedelai dengan SDS-PAGE baik total protein maupun hasil pengisolasian protein 11S dan 7S sudah banyak dipublikasikan. Namun berat molekul subunit-subunit pada protein 11S maupun 7S merupakan suatu kisaran, sehingga ada beberapa literatur yang menyatakan berat molekul yang berbeda-beda.
16
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga September 2012. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengembangan Teknologi Industri Agro dan Biomedika (Laptiab), Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT), Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), Serpong.
3.2 BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan adalah kacang kedelai (Glycine max L). Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis meliputi akuades, KOH, urea, H2SO4, larutan bradford, dan bahan pereaksi untuk SDS-PAGE. Alat-alat yang digunakan untuk analisis antara lain alat steam blasting, baskom, neraca analitik, centrifuge, homogenizer, hot plate, gelas piala, erlenmeyer, gelas ukur, labu takar, sudip, batang pengaduk, botol pijat, tabung centrifuge, pipet mikro, inkubator bergoyang, pH meter, stirrer, cawan petri, alumunium foil, plastik wrap, gunting, water bath, microwell plate, dan microwell plate reader.
3.3 METODE PENELITIAN Tahap pertama yaitu dilakukan persiapan sampel kedelai. Kedelai direndam semalam (sekitar tujuh sampai delapan jam), kemudian dikupas. Kedelai kupas kulit ditimbang dengan bobot 100 gram. Setelah itu, kedelai kupas kulit diberi perlakuan steam blasting dengan menggunakan alat steam blasting. Kedelai hasil steam blasting diamati karakteristik fisiknya meliputi parameter warna dan tekstur. Untuk keperluan analisis, kedelai hasil steam blasting dikeringkan menggunakan freeze dryer dan digiling menggunakan grinder sehingga dihasilkan tepung kedelai. Tepung kedelai tersebut diuji kualitas proteinnya berdasarkan kelarutan protein dalam larutan basa dan larutan netral. Uji kelarutan protein dalam larutan basa menggunakan larutan KOH 0,2%. Uji kelarutan protein dalam larutan netral menggunakan prinsip uji Protein Dispersibility Index. Uji Indeks urease juga dilakukan untuk mengetahui keberadaan inhibitor tripsin pada kedelai. Selain itu, dilakukan uji identifikasi protein menggunakan SDS-PAGE. Data yang diperoleh kemudian diuji secara statistik menggunakan software IBM SPSS Statistic 20. Secara umum, alur penelitian dapat dilihat pada diagram di bawah ini:
17
Persiapan sampel kedelai (kedelai direndam semalam dan dikupas kulitnya)
Proses steam blasting kedelai (P=1,2,3,4, dan 5 bar; t=5,10,15,20, dan 25 menit)
Pengamatan karakteristik fisik meliputi warna dan tekstur kedelai hasil proses blasting
Pengeringan kedelai hasil proses steam blasting dengan menggunakan freeze dryer
Penggilingan kedelai dengan menggunakan grinder
Tepung kedelai untuk keperluan analisis
Uji kelarutan protein
Uji Protein
Uji Indeks urease
Uji SDS-PAGE
dalam 0,2% KOH
Dispersibility Index
(UI) terhadap 25
terhadap sampel
terhadap 25 sampel
(PDI) terhadap 25
sampel kombinasi
dengan perlakuan
kombinasi perlakuan
sampel kombinasi
perlakuan tekanan
tekanan 1, 2, 3, 4, dan
tekanan dan lama
perlakuan tekanan
dan lama
5 bar dengan lama
pemanasan
dan lama pemanasan
pemanasan
pemanasan 25 menit
Gambar 8. Diagram alir langkah penelitian
18
Parameter yang digunakan yaitu tekanan alat steam blasting dan lama pemanasan. Tekanan yang digunakan yaitu 1, 2, 3, 4, dan 5 bar. Sedangkan lama pemanasan yang diteliti yaitu 5, 10, 15, 20, dan 25 menit. Kedua parameter tersebut dikombinasikan sehingga menghasilkan 25 kombinasi antara tekanan alat steam blasting dan lama pemanasan atau sebanyak 25 perlakuan. Tekanan yang sesungguhnya terjadi pada saat proses steam blasting berkisar 0,02 bar lebih kecil sampai 0,02 bar lebih besar dari nilai tekanan yang diinginkan (Tabel 7). Alat steam blasting ini tidak bisa menunjukkan suhu selama proses pemanasan. Namun, suhu tersebut dapat diperkirakan dengan menggunakan Tabel uap jenuh (Toledo 2007). Tabel 7. Konversi tekanan (bar) menjadi suhu uap jenuh (oC) Tekanan yang tercatat selama Suhu uap jenuh (oC) proses steam blasting (bar) 0,8-1,2 93,51-104,81 1,8-2,2 116,93-123,27 2,8-3,2 131,20-133,67 3,8-4,2 141,73-145,35 4,8-5,2 150,28-153,30 Berikut ini metode analisis yang digunakan dalam penelitian: a. Uji Kelarutan Protein dalam Larutan KOH 0,2% (Araba dan Dale 1990 yang dimodifikasi) Sampel sebanyak 0,2 gram dicampur dengan 10 ml larutan 0,2% KOH (0,036 N) Kemudian, sampel diinkubasi selama 20 menit dan suhu 30 oC dengan kecepatan 400 rpm menggunakan rotary incubator. Setelah inkubasi, larutan sampel uji tersebut disentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan 3000 rpm (13000 xg). Supernatan dipisahkan dan disentrifuse kembali dengan kecepatan dan waktu yang sama. Kemudian supernatan diambil sebanyak 2 ml dan disentrifuse dengan kecepatan 13000 rpm (15000 xg) selama 5 menit. Supernatan dipisahkan dan diencerkan sebanyak 20 kali faktor pengenceran. Kelarutan protein diukur menggunakan metode bradford dan pembacaan menggunakan microwell plate reader. KOH Protein Solubility dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kelarutan protein (%) =
kadar protein larutan sampel uji x 100% kadar protein awal dari kedelai
b. Uji Protein Dispersibility Index (AOCS 1980 yang dimodifikasi) Sebanyak 8 gram sampel dicampur dengan 150 ml air. Kemudian sampel dikocok dengan kecepatan 8500 rpm selama 10 menit menggunakan homogenizer. Setelah padatan mengendap, 10 ml larutan dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse ukuran 15 ml. Larutan sampel uji tersebut disentrifuse selama 30 menit dengan kecepatan 3000 rpm (13000 xg). Supernatan dipisahkan dan disentrifuse kembali dengan kecepatan dan waktu yang sama. Kemudian supernatan diambil sebanyak 2 ml dan disentrifuse dengan kecepatan 13000 rpm (15000 xg) selama 5 menit. Supernatan dipisahkan dan diencerkan sebanyak 20 kali faktor pengenceran. Kelarutan protein diukur menggunakan metode bradford dan
19
pembacaan menggunakan microwell plate reader. Protein Dispersibility Index dari protein dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
(%) =
kadar protein larutan sampel uji x 100% kadar protein awal dari kedelai
c. Uji Indeks urease (AOCS 1980) Pertama-tama 0,2 gram sampel dicampur dengan 10 ml larutan buffer urea (0,07 M; pH=6-7) dan 0,2 gram blanko sampel juga dicampur dengan 10 ml larutan buffer fosfat. Kemudian kedua larutan diinkubasi dengan suhu 30 oC selama 30 menit sambil dikocok dengan kecepatan 400 rpm menggunakan rotary incubator. Setelah inkubasi, pH kedua larutan tersebut segera diukur. Peningkatan pH menunjukkan nilai indeks urease dan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Indeks urease = pH larutan sampel uji- pH larutan blanko sampel d. Uji Protein Metode Bardford Sampel uji sebanyak 10 µl dimasukkan ke dalam lubang sumur pada microwell plate. Kemudian ditambahkan 260 µl larutan bradford dan dilakukan pembacaan konsentrasi protein menggunakan microwell plate reader. Pembacaan pada microwell plate reader menggunakan panjang gelombang 450 dan 595 nm. Setiap pembacaan menggunakan microwell plate reader harus disertakan dengan standar BSA. Selanjutnya dibuat kurva hubungan antara konsentrasi standar (sumbu x) dan absorbansi (sumbu y). Kemudian dihitung konsentrasi protein yang terdapat pada sampel dengan memplotkan data absorbansinya pada kurva standar BSA. e. Uji SDS-PAGE (Bollag et al. 1991) Uji SDS-PAGE terdiri dari persiapan pereaksi, pembuatan media gel, preparasi sampel dan marker, serta proses pemisahan. Sampel yang dianalisis menggunakan uji SDS-PAGE hanya sampel dengan perlakuan lama pemanasan 25 menit pada tekanan 1, 2, 3, 4, dan 5 bar. 1. Persiapan Pereaksi untuk Proses Pewarnaan SDS-PAGE a) Akrilamid/bis 19:1 dan Akrilamid Dibuat dengan cara melarutkan sebanyak 7,4 gram akrilamid/bis dan 8 gram akrilamid dalam 50 ml akuades. Kemudian disimpan pada suhu 4 oC dalam ruangan gelap (maksimal 30 hari). b) Tris HCl 1,5 M; pH 8,8 Reagen ini dibuat dengan cara melarutkan sebanyak 27,23 gram Tris base dengan 80 ml akuades, kemudian pH diatur menjadi tepat 8,8 dengan HCl 6 N. Larutan ditera dengan akuades hingga volume mencapai 150 ml dan disimpan pada suhu 4 oC. c) Tris HCl 0,5 M; pH 6,8 Reagen ini dibuat dengan cara melarutkan sebanyak 6 gram Tris base dengan 60 ml akuades, kemudian pH diatur menjadi tepat 6,8 dengan HCl 6 N. Larutan ditera sampai volume 100 ml dengan akuades dan disimpan pada suhu 4 oC.
20
d) SDS 10% (w/v) Reagen ini dibuat dengan cara melarutkan sebanyak 10 gram SDS dalam 90 ml akuades dengan menggunakan stirrer dan ditera dengan akuades hingga volume mencapai 100 ml. e) Buffer sampel (SDS Reducing Center) 5x Reagen ini dibuat dengan cara mencampur zat-zat kimia berikut: Akuades 6,8 ml Tris HCl 0,5 M; pH 6,8 2,0 ml Gliserol 3,2 ml SDS 20% (w/v) 1,6 ml Bromofenol blue 1% (w/v) 1,6 ml β-merkaptoetanol 0,8 ml Kemudian buffer sampel disimpan pada suhu 4 oC. f) Buffer Elektroda (Running Buffer), pH 8.3 Reagen ini dibuat dengan cara mencampur zat-zat kimia berikut: Tris base 30,3 gram Glisin 144,0 gram SDS 10,0 gram Kemudian larutan ditera sampai volume 1000 ml dengan akuades. Larutan ini tidak boleh disesuaikan pH-nya menggunakan asam atau basa. Kemudian larutan disimpan pada suhu 4 oC. Jika terjadi presipitasi, larutan dihangatkan pada suhu ruang sebelum dipakai. g) APS 10% Reagen ini dibuat dengan cara melarutkan sebanyak 100 mg amonium persulfat dalam 1 ml akuades. h) Larutan Pewarna (staining) Reagen ini dibuat dengan cara melarutkan sebanyak 0,5 gram Coomassie Blue R 250; 50 ml asam asetat pekat; 200 ml methanol; dan akuades sehingga volume larutan menjadi 500 ml. i) Larutan Pencuci (de-staining) Reagen ini dibuat dengan cara mencampurkan 100 ml asam asetat pekat, 400 ml metanol 95%, dan akuades sehingga volume larutan menjadi 1 l. 2. Pembuatan Media Gel Media gel terdiri dari separating gel dan stacking gel dibuat dengan cara mencampur bahan yang tertera pada Tabel 8. Separating gel dibuat dengan konsentrasi 12,5% sedangkan stacking gel dibuat dengan konsentrasi 4%.
21
Bahan
Tabel 8. Komposisi larutan media gel Volume (µl) Separating gel
Stacking gel
Akuades
1580
1195
Buffer tris HCl pH 8,8; 1,5 M
1250
-
Buffer tris HCl pH 6,8; 0,5 M
-
500
SDS 10%
50
20
Akrilamid
2080
260
APS 10%
25
15
TEMED
15
10
Hal pertama yang dilakukan dalam pembuatan media gel yaitu mempersiapkan alat pencetak gel. Dua lempeng kaca direkatkan dan diberi pemisah dari plastik. Kemudian digunakan sebagai cetakan gel (mini slab gel). Gel yang dibuat terlebih dahulu yaitu gel bawah (separating gel). Buffer tris HCl, SDS 10%, akrilamid, dan akuades dicampur dan diaduk dalam gelas piala. Kemudian ditambahkan TEMED dan terakhir APS sambil tetap diaduk. Campuran dimasukkan dalam cetakan gel (mini slab gel) dengan menggunakan mikro pipet sampai sekitar 1 cm dari atas lempengan. Perlu diperhatikan ketika pemasukan larutan gel ke dalam slab jangan sampai terbentuk gelembung karena akan mengganggu jalannya proses separasi. Bagian yang tidak diisi gel, diberi akuades untuk meratakan gel yang terbentuk dan menghindari kontak udara dengan gel. Kemudian gel dibiarkan mengalami polimerisasi selama sekitar 30 menit. Lapisan air di atas gel dikeringkan dengan tisu. Gel atas (stacking gel) dibuat setelah gel bawah terbentuk. Buffer tris HCl, SDS 10%, akrilamid, dan akuades dicampur dan diaduk dalam gelas piala. Kemudian ditambahkan TEMED dan terakhir APS sambil tetap diaduk. Larutan gel atas dipipet dan dimasukkan ke dalam mini slab di atas separating gel hingga mencapai puncak plat. Kemudian sisir dipasang dengan cepat untuk menghindari terbentuknya gel sebelum sisir dimasukkan. Ketika memasukkan sisir diperlukan kehati-hatian agar tidak ada udara yang terperangkap. Setelah gel terbentuk, sisir diangkat sehingga terbentuk sumur-sumur. 3. Persiapan Sampel Dan Marker Sampel tepung kedelai sebanyak 0,2 gram dilarutkan ke dalam 10 ml larutan buffer tris HCl pH 8,5. Kemudian dikocok menggunakan stirrer selama 2 jam dengan kecepatan 200 rpm dan disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm (13000 xg) selama 30 menit. Supernatan diambil sebanyak 2 ml dan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf ukuran 2 ml. Setelah itu disentrifuse dengan kecepatan 13000 rpm (15000 xg) selama 5 menit. Supernatan diambil dan diukur kadar protein terlarutnya menggunakan uji bradford. Setelah diperoleh konsentrasi dari masing-masing sampel, dilakukan pengenceran terhadap sampel hingga mencapai konsentrasi 60 µg/ml dengan menggunakan buffer trisHCl. Sampel tersebut digunakan untuk preparasi sampel pada uji SDS-PAGE. Marker yang digunakan yaitu LMW-SDS (Low Molecular WeightSDS) sebanyak 10 µl. Sampel sebanyak 10 µl dicampur dengan 15 µl 5x buffer sampel. Kemudian di-vortex selama 40 detik. Setelah itu dipanaskan pada suhu 95 oC
22
selama 5 menit dan di-vortex kembali selama 40 detik. Kemudian disentrifuse 10000 xg selama 5 menit. Running buffer 1x, alat elektroforesis, dan power supply disiapkan dan dirangkai. 4. Proses Pemisahan Plate gel ditempatkan ke dalam chamber elektroforesis, kemudian diisi dengan running buffer. Sebanyak 15 µl sampel dimasukkan ke dalam masing-masing sumur (well) dengan menggunakan pipet mikro, sedangkan marker dimasukkan sebanyak 10 µl. Kemudian alat elektroforesis dihubungkan dengan arus listrik bertegangan 140 volt (dinaikkan menjadi 160 volt apabila sudah mencapai separating gel) dan besar arus 100 ampere. Running dilakukan selama sekitar 1 jam sampai protein standar mencapai batas akhir yaitu kira-kira 1 cm dari ujung gel. Setelah selesai, aliran listrik dimatikan dan katup elektroda dilepaskan. Kemudian plate gel dipindahkan dari chamber elektroforesis. 5. Proses Pewarnaan SDS-PAGE Gel dikeluarkan dari plate-nya dengan cara membuka plate kaca yang tipis menggunakan spatula yang pipih. Kemudian dialiri air sampai gel terlepas dari plate kaca yang tebal. Gel diletakkan dalam wadah dan ditambahkan dengan akuades. Kemudian gel dibilas dengan menggunakan akuades sebanyak lima kali. Selanjutnya ditambahkan larutan stain (Coomassie Blue R 250) sampai terendam dan diinkubasi semalam. Larutan stain dibuang dan diganti dengan larutan penghilang warna (larutan destain). Kemudian gel dapat disimpan dalam bentuk kering atau direndam dalam air. Apabila pita-pita belum terlihat jelas, dapat dilakukan pewarnaan perak (silver staining). 6. Proses Pewarnaan Perak (Silver Staining) a) Fiksasi Reagen yang digunakan dalam tahap ini, dibuat dengan cara mencampurkan 25 ml etanol, 6 ml asam asetat, 25 µl formaldehid 37%, dan ditera hingga mencapai volume 50 ml. Gel direndam dalam larutan tersebut selama 1 jam. b) Wash Reagen yang digunakan dalam tahap ini yaitu etanol 50%. Larutan ini dibuat dengan cara mencampur 75 ml etanol dengan akuades sampai mencapai volume 150 ml. Gel direndam selama 20 menit, dan dilakukan sebanyak tiga kali perendaman. Setiap perendaman menggunakan 50 ml etanol 50%. c) Pretreatment Reagen yang digunakan dalam tahap ini, dibuat dengan cara melarutkan 0,016 gram sodium tiosulfat pentahidrat dalam akuades hingga volume akhir mencapai 50 ml. Gel direndam selama satu menit. d) Rinse Pada tahap ini, gel direndam dalam akuades selama 20 detik dan dilakukan sebanyak 3 kali perendaman. e) Impregnated Reagen yang digunakan dalam tahap ini, dibuat dengan cara melarutkan 0,1 gram perak nitrat (AgNO3) dan 37,5 µl formaldehid 37% dalam akuades sampai volume mencapai 50 ml. Gel direndam dalam reagen ini selama 20 menit.
23
f) Rinse Pada tahap ini, gel direndam dalam akuades selama 20 detik dan dilakukan sebanyak 3 kali perendaman. g) Develop Reagen yang digunakan dalam tahap ini, dibuat dengan cara melarutkan 6 gram natrium karbonat (Na2CO3), 200 µl pretreatment solution, dan 50 µl formaldehid dalam akuades hingga volume larutan mencapai 100 ml. Gel direndam hingga band protein mulai muncul. h) Stop Setelah band protein muncul, gel harus segera dipindahkan ke dalam stop solution. Larutan ini dibuat dengan cara mencampurkan 25 ml metanol, 6 ml asam asetat, dan akuades hingga diperoleh volume akhir sebesar 50 ml. Gel direndam selama 10 menit. i) Wash Reagen yang digunakan dalam tahap ini yaitu etanol 50%. Larutan ini dibuat dengan cara mencampur 25 ml etanol dengan akuades hingga mencapai volume 50 ml. Gel direndam selama 20 menit. Setelah semua proses selesai, gel dapat disimpan dalam bentuk kering atau direndam dalam air. f. Analisis Statistik Data-data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan Rancangan Acak Lengkap dua faktor (Univariate Analysis) dan Rancangan Faktorial (One Way Anova). RAL dua faktor (Univariate Analysis) dilakukan untuk mengetahui pengaruh steam blasting (tekanan alat steam blasting, lama pemanasan, dan interaksi antar keduanya) terhadap nilai KOH Protein Solubility, Protein Dispersibility Index, dan Indeks Urease. Jika perlakuan memberikan pengaruh nyata, maka pengujian dilanjutkan dengan analisis beda Duncan pada taraf 5% untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan. Rancangan Faktorial (One Way Anova) dilakukan untuk membandingkan berbagai kombinasi peelakuan tekanan dan lama pemanasan dari alat steam blasting terhadap nilai KOH Protein Solubility, Protein Dispersibility Index, dan Indeks Urease.
24
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 UJI KELARUTAN PROTEIN DALAM LARUTAN BASA Uji kelarutan protein dalam larutan basa mengikuti metode uji KOH Protein Solubility (KOH PS). Kelarutan protein dalam larutan 0,2% KOH telah terbukti sebagai indikator kualitas protein in vivo yang baik untuk mengamati overprocessing pada kedelai menurut Araba dan Dale (1990). KOH PS tidak bersifat linier terhadap waktu pemanasan. Caprita et al. (2010) menjelaskan bahwa KOH PS merupakan indeks yang baik untuk menentukan overprocessing pada kedelai, tetapi bukan merupakan indeks yang sensitif untuk mengamati underprocessing. Metode KOH PS pada penelitian ini mengacu pada Araba dan Dale (1990). Hasil uji kelarutan protein dalam larutan basa menggunakan metode KOH PS dapat dilihat pada Tabel 9. Data ini merupakan hasil rata-rata dari dua kali ulangan dan duplo pada setiap ulangannya. Data dari masing-masing ulangan secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 9. Hasil uji KOH Protein Solubility (dalam persen) pada berbagai kombinasi tekanan alat steam blasting dan lama pemanasan (nilai rata-rata ± standar deviasi) Tekanan (bar) Waktu (menit) c ab 1 2 3a 4d 5bc 5
10
15
20
25
73,02 ±
64,00 ±
46,64 ±
82,02 ±
68,26 ±
5,38
10,61
4,47
53,74
8,69
72,34 ±
53,75 ±
50,86 ±
97,88 ±
64,43 ±
4,02
5,98
4,13
29,06
6,29
70,68 ±
51,61 ±
46,08 ±
81,32 ±
63,17 ±
5,14
8,13
6,84
3,82
5,62
58,52 ±
43,59 ±
33,52 ±
83,26 ±
59,27 ±
1,31
1,03
25,63
3,11
4,71
54,01 ±
43,20 ±
54,13 ±
72,26 ±
55,17 ±
1,02
3,72
5,21
5,66
2,67
Keterangan: huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata pada taraf α=0.05 berdasarkan uji lanjut Duncan RAL
Nilai KOH PS diperoleh dari perbandingan konsentrasi protein sampel dengan perlakuan panas dan tekanan dibandingkan konsentrasi protein kedelai tanpa perlakuan. Menurut The National Oilseed Processor Association (NOPA) dari Amerika, spesifikasi kualitas kedelai yang dianjurkan yaitu kedelai dengan nilai kelarutan protein dalam 0,2% KOH sebesar 73-85% atau lebih jika nilai indeks ureasenya berada dalam spesifikasi (0,02 sampai 0,3 unit pH). Sementara menurut Araba dan Dale (1990), nilai KOH PS yang dianjurkan berkisar antara 70-85%. Pada perlakuan tekanan 1 bar, nilai KOH PS tetap tinggi sampai perlakuan lama pemanasan menit ke-15, kemudian menurun drastis pada pemanasan menit ke-20 sekitar 12%. Dari perlakuan lama pemanasan menit ke-20 sampai terakhir sudah tidak terjadi penurunan yang drastis. Sementara pada perlakuan tekanan 2 bar terjadi penurunan cukup besar pada pemanasan menit ke-10. Setelah itu masih terjadi penurunan namun tidak sebesar pada pemanasan menit ke-10. Perlakuan 3 bar dan 4 bar menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Pada perlakuan tekanan 3 bar, terjadi kenaikan nilai KOH PS yaitu pada perlakuan lama
25
pemanasan menit ke-10 dan 25. Hal yang serupa terjadi pada perlakuan tekanan 4 bar, yaitu saat pemanasan menit ke-10 dan 20. Sementara pada perlakuan tekanan 5 bar tidak terjadi penurunan drastis sampai perlakuan lama pemanasan menit terakhir. Nilai KOH PS dari berbagai kombinasi perlakuan sangat bervariasi. Berdasarkan standar kualitas soybean meal yang dianjurkan oleh NOPA, hanya perlakuan tekanan 1 bar menit ke-5 dan perlakuan tekanan 4 bar sampai pemanasan menit ke-20 (kecuali menit ke-10) yang memenuhi standar tersebut. Dilihat berdasarkan Araba dan Dale (1990), perlakuan panas dan tekanan yang memenuhi standar yaitu perlakuan tekanan 1 bar dengan lama pemanasan sampai menit ke-15 dan perlakuan tekanan 4 bar pada berbagai perlakuan lama pemanasan kecuali menit ke-10. Telah dijelaskan dalam Batal et al. (2000) bahwa kelarutan protein dalam larutan KOH tidak konsisten terhadap lama pemanasan. KOH PS biasanya tetap tinggi pada awal pemanasan dan tidak mengalami penurunan drastis pada waktu pemanasan yang lebih singkat. Hal ini juga terjadi dalam penelitian ini, seperti pada perlakuan tekanan 1 dan 2 bar. Namun, secara umum nilai KOH PS semakin menurun dengan meningkatnya pemanasan. Hal ini disebabkan terjadinya denaturasi protein karena terpapar oleh panas yang tinggi. Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul bagian dalam yang bersifat hidrofobik berbalik ke luar sedangkan lapisan luar yang bersifat hidrofilik terlipat ke dalam (Winarno 2008). Analisis statistik RAL yang dilakukan menunjukkan bahwa tekanan memiliki pengaruh signifikan (p<0,05) terhadap nilai KOH PS, sedangkan lama pemanasan serta interaksi tekanan dan lama pemanasan tidak berpengaruh signifikan (p>0,05) terhadap nilai KOH PS (Lampiran 20). Uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa perlakuan tekanan berada pada subset yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan tekanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai KOH PS pada taraf α=0,05. Berbeda halnya dengan lama pemanasan serta interaksi tekanan dan lama pemanasan yang berada pada satu subset sehingga tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai KOH PS. Perlakuan tekanan sebesar 4 bar berbeda nyata dengan perlakuan tekanan lainnya (Lampiran 21). Analisis statistik dilanjutkan dengan uji Faktorial. Dari uji tersebut, diperoleh bahwa terdapat perbedaan nyata (p<0,05) antara berbagai kombinasi perlakuan tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai KOH PS (Lampiran 22). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan tekanan 1 bar selama 5 menit tidak berbeda nyata dengan perlakuan tekanan 1 bar (lama pemanasan 10 dan 15 menit), 2 bar (lama pemanasan 5 menit), 4 bar (lama pemanasan 5, 10, 15, 20, dan 25 menit) dan 5 bar (lama pemanasan 5 dan 10 menit) terhadap nilai KOH PS, serta memiliki nilai KOH PS yang cukup tinggi dan berada dalam rentang nilai KOH PS yang dianjurkan (Lampiran 23). Dengan demikian perlakuan tekanan 1 bar selama 5 menit merupakan kombinasi perlakuan paling efisien dan tidak memberikan perbedaan nyata dibandingkan perlakuan tekanan yang lebih tinggi. Proses steam blasting yang optimum ditentukan berdasarkan proses pemanasan dengan waktu lebih singkat dan perlakuan tekanan lebih kecil. Perlakuan tekanan 1 bar dengan lama pemanasan 5 menit dan perlakuan tekanan 4 bar pada semua perlakuan lama pemanasan memenuhi spesifikasi nilai KOH PS yang dianjurkan. Kualitas tepung kedelai yang baik diperoleh minimal dengan perlakuan tekanan 1 bar dan lama pemanasan 5 menit berdasarkan uji KOH PS. Namun, nilai KOH PS tidak linier terhadap lama pemanasan sehingga sulit ditentukan kombinasi perlakuan yang optimum berdasarkan uji KOH PS. Uji statistik juga menunjukkan perlakuan tekanan 1 bar selama 5 menit tidak berbeda nyata dengan perlakuan tekanan yang lebih tinggi yang dapat menyebabkan protein semakin terdenaturasi.
26
Berdasarkan uji statistik diperoleh bahwa tekanan merupakan parameter yang memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai KOH PS. Uji lanjut Duncan RAL menunjukkan suatu pola nilai KOH PS dimana nilainya semakin menurun dengan semakin meningkatnya tekanan. Namun pada titik perlakuan tekanan 4 bar, nilai KOH PS mencapai nilai tertinggi dan kemudian menurun kembali pada tekanan 5 bar. Kelarutan protein semakin menurun karena terdenaturasinya protein. Denaturasi protein menyebabkan terbukanya gugus hidrofobik yang awalnya terdapat di lipatan dalam dari molekul protein. Gugus-gugus hidrofobik tersebut berinteraksi membentuk agregat protein berbobot molekul besar. Semakin tinggi suhu dan tekanan maka agregat tersebut dapat terdenaturasi lebih lanjut menjadi fraksi-fraksi protein berbobot molekul lebih rendah sehingga kelarutannya dapat mengalami peningkatan walaupun sudah mengalami denaturasi. Namun, pada akhirnya fraksi-fraksi protein tersebut dapat terdenaturasi kembali oleh suhu dan tekanan yang lebih tinggi (Raikos 2010).
4.2 UJI KELARUTAN PROTEIN DALAM LARUTAN NETRAL Uji kelarutan protein kedelai dalam larutan netral mengikuti metode Protein Dispersibility Index (PDI). PDI merupakan indikator yang sensitif dan lebih konsisten dalam mengamati overheating dan underheating pada proses pengolahan kedelai. Kombinasi uji PDI dan indeks urease berguna mengamati kualitas kedelai dengan lebih baik (Batal et al. 2000). PDI mengukur kelarutan protein dalam air dengan kecepatan pengadukan yang tinggi. PDI umumnya mengalami penurunan yang besar dan konsisten pada kedelai yang mengalami pemanasan dalam selang waktu yang cukup lama. Selain lebih konsisten, PDI juga dapat diprediksi dan bersifat linear pada aplikasi proses pemanasan kedelai, serta merupakan metode pengukuran kualitas kedelai yang paling sederhana. PDI juga lebih bermanfaat dalam mengidentifikasi kedelai yang baru saja mengalami proses pemanasan (ASA 2010). Metode PDI dalam penelitian ini mengacu pada American Oil Chemists Society (AOCS) 1980. Hasil uji kelarutan protein dalam air menggunakan metode PDI dapat dilihat pada Tabel 10. Data ini merupakan hasil rata-rata dari dua kali ulangan dan duplo pada setiap ulangannya. Tabel 10. Hasil uji PDI (dalam persen) pada berbagai kombinasi tekanan alat steam blasting dan lama pemanasan (nilai rata-rata ± standar deviasi) Tekanan (bar) Waktu (menit) 1a 2ab 3b 4d 5c 5
10
15
20
25
24,68 ±
35,39 ±
37,48 ±
25,06 ±
29,54 ±
0,21
1,01
0,81
3,12
1,79
26,22 ±
36,03 ±
39,50 ±
36,05 ±
41,54 ±
4,12
1,15
1,43
2,73
4,13
28,48 ±
38,05 ±
47,41 ±
41,13 ±
42,05 ±
8,21
2,60
4,18
2,51
4,12
31,09 ±
40,70 ±
47,76 ±
43,76 ±
44,92 ±
1,81
5,25
6,36
1,53
5,18
33,04 ±
40,74 ±
44,07 ±
47,45 ±
51,37 ±
3,12
2,50
2,75
1,58
1,76
Keterangan: huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata pada taraf α=0.05 berdasarkan uji lanjut Duncan RAL
27
Nilai PDI diperoleh dari perbandingan konsentrasi protein sampel setelah perlakuan panas dan tekanan dibandingkan konsentrasi protein kedelai tanpa perlakuan. Dalam Batal et al. (2000), umumnya kedelai dengan nilai PDI sebesar 45% atau kurang mengindikasikan proses pemanasan yang cukup. Namun, nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan rentang yang dianjurkan oleh the National Soybean Processor Association yaitu sebesar 15-30%. National Oilseed Processor Association (NOPA) di Amerika mengeluarkan standar kualitas dan menjelaskan berbagai proses pengolahan produk yang berasal dari kedelai. NOPA merekomendasikan nilai PDI dalam pengukuran kualitas produk berbasis kedelai yaitu sebesar 15-40%. Kombinasi PDI dan indeks urease sangat berguna dalam mengamati kualitas kedelai. Kedelai dengan nilai PDI yang tinggi (40-45%) dan indeks urease yang rendah (0,3 atau kurang) dapat mengindikasikan bahwa sampel tersebut memiliki kualitas yang tinggi karena proses pemanasan yang cukup, namun tidak overheating. Berbagai perbedaan rekomendasi nilai PDI ini mengacu pada metode pengukuran PDI yang sama yaitu AOCS (1980). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa berbagai nilai PDI yang direkomendasikan ini dapat digunakan sebagai acuan. Nilai PDI pada berbagai perlakuan panas dan tekanan ini berkisar antara 20-50%. Jika diambil rentang nilai PDI yang terendah dan tertinggi dari berbagai nilai yang direkomendasikan, maka diperoleh rentang nilai PDI sebesar 15-45%. Sampel kedelai dengan perlakuan tekanan 1 dan 2 bar pada berbagai lama pemanasan, memenuhi rentang nilai PDI yang dianjurkan. Begitu pula pada perlakuan tekanan 3 dengan lama pemanasan 5, 10, dan 25 menit. Perlakuan tekanan 3 bar dengan lama pemanasan 15 dan 20 menit mengalami kenaikan drastis dan menurun kembali pada menit ke-25. Kemungkinan terjadi penyimpangan pada hasil tersebut. Perlakuan 4 bar dan 5 bar menunjukkan masih menunjukkan kualitas kedelai yang baik sampai lama pemanasan menit ke-20. Analisis statistik RAL yang dilakukan menunjukkan bahwa tekanan memiliki pengaruh nyata (p<0,05) terhadap nilai PDI, sedangkan lama pemanasan serta interaksi tekanan dan lama pemanasan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap nilai PDI (Lampiran 24). Uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa perlakuan tekanan berada pada subset yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan tekanan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai PDI pada taraf α=0,05. Sementara, lama pemanasan serta interaksi tekanan dan lama pemanasan berada pada satu subset sehingga tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai PDI. Perlakuan tekanan sebesar 4 bar berbeda nyata dengan perlakuan tekanan lainnya. Begitu pula dengan perlakuan tekanan 5 bar (Lampiran 25). Analisis statistik dilanjutkan dengan uji Faktorial dan diperoleh bahwa terdapat perbedaan nyata (p<0,05) antara berbagai kombinasi perlakuan tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai PDI (Lampiran 26). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan tekanan 1 bar selama 5 menit tidak berbeda nyata dengan perlakuan tekanan 1 bar (lama pemanasan 10, 15, 20, dan 25 menit), 2 bar (lama pemanasan 5, 10, 15, 20, dan 25 menit), 3 bar (lama pemanasan 5, 10, 15, 20, dan 25 menit), dan 5 bar (lama pemanasan 25 menit) terhadap nilai PDI, serta memiliki nilai PDI cukup tinggi dan berada dalam rentang nilai PDI yang dianjurkan (Lampiran 27). Dengan demikian perlakuan tekanan 1 bar selama 5 menit merupakan kombinasi perlakuan paling efisien dan tidak memberikan perbedaan signifikan dibandingkan perlakuan tekanan yang lebih tinggi. Berdasarkan uji statistik diperoleh bahwa tekanan merupakan parameter yang memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai PDI. Uji lanjut Duncan RAL menunjukkan suatu pola nilai PDI dimana nilainya semakin meningkat dengan semakin meningkatnya tekanan. Pada titik
28
perlakuan tekanan 4 bar, nilai PDI mencapai nilai tertinggi dan kemudian menurun kembali pada tekanan 5 bar. Kelarutan protein semakin meningkat karena terdenaturasinya protein. Menurut Zayas (1997), kelarutan protein kedelai dalam air meningkat dengan meningkatnya pH dari 6 ke 8 dan suhu dari 10 oC sampai 70 oC. Ketika suhu meningkat, struktur protein terbuka (unfold) menjadi rantai lurus sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan interaksi antara protein dan air, kelarutan protein kedelai pun ikut meningkat. Namun, pemanasan yang berlebihan dapat menyebabkan protein terdenaturasi. Panas memutuskan ikatan hidrogen dalam molekul protein. Hal ini menyebabkan kelarutan protein berkurang karena rusaknya struktur sekunder, tersier, dan kuartener dari molekul protein (Winarno 2008). Denaturasi protein juga menyebabkan terbukanya gugus hidrofobik yang awalnya terdapat di lipatan dalam dari molekul protein. Gugus-gugus hidrofobik tersebut berinteraksi membentuk agregat protein berbobot molekul besar sehingga kelarutannya berkurang (Raikos 2010). Proses steam blasting yang optimum ditunjukkan dengan kelarutan protein yang baik dalam air, yaitu memenuhi nilai PDI yang direkomendasikan. Selain itu, perlakuan panas dan tekanan yang minimum juga menjadi parameter proses steam blasting yang optimal. Berdasarkan uji kelarutan dalam air menggunakan metode PDI, perlakuan tekanan 1 dan 2 bar dengan berbagai lama pemanasan mengalami proses pemanasan yang cukup, tidak overheating maupun underheating. Begitu pula pada perlakuan tekanan 3 bar dengan lama pemanasan selama 5, 10, dan 25 menit; serta perlakuan tekanan 4 dan 5 bar sampai lama pemanasan menit ke-20. Oleh karena itu, berdasarkan uji PDI kedelai yang memiliki kualitas baik dan proses pemanasan yang cukup, minimal mendapatkan perlakuan tekanan sebesar 1 bar dengan lama pemanasan 5 menit. Uji statistik juga menunjukkan perlakuan tekanan 1 bar selama 5 menit tidak berbeda nyata dengan perlakuan tekanan yang lebih tinggi yang dapat menyebabkan protein semakin terdenaturasi.
4.3 UJI INDEKS UREASE Uji indeks urease merupakan metode penentuan kualitas kedelai yang paling banyak digunakan (Caprita et al. 2010). Indeks urease merupakan indikator keberadaan faktor antinutrisi, seperti inhibitor tripsin yang terdapat pada kedelai yang mengalami underprocessed. Indeks urease berguna untuk mendeteksi underheating atau underprocessing pada kedelai, namun memiliki keterbatasan dalam mendeteksi overheating atau overprocessing. Indeks urease tidak bersifat linier terhadap peningkatan proses pemanasan. Indeks urease menurun drastis sebesar 2 unit pH hingga mendekati nol jika pemanasan meningkat dengan cepat (ASA 2010). Uji indeks urease pada penelitian ini mengikuti metode yang dijelaskan dalam American Oil Chemists Society (AOCS) 1980. Sampel yang dianalisis berbentuk tepung. Sampel hasil proses steam blasting dikeringkan menggunakan freeze dryer, kemudian dihaluskan menggunakan grinder. Sampel terdiri dari 25 perlakuan yang merupakan kombinasi dari tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting. Hasil pengukuran menggunakan uji indeks urease dapat dilihat pada Tabel 11. di bawah ini. Sementara data dan perhitungan dicantumkan dalam Lampiran 9.
29
Tabel 11. Hasil uji indeks urease (satuan unit pH) pada berbagai kombinasi tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting (nilai rata-rata) Tekanan (bar) Waktu (menit) c b 1 2 3a 4a 5a 0
2,14
2,14
2,14
2,14
2,14
5
0,075
0,03
0,02
0,0175
0,0075
10
0,06
0,015
0
0
0
15
0,055
0,015
0
0
0
20
0,04
0,015
0
0
0
25
0,04
0,01
0
0
0
Keterangan: huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata pada taraf α=0.05 berdasarkan uji lanjut Duncan RAL
Nilai indeks urease pada kedelai tanpa perlakuan panas dan tekanan mencapai 2,14 unit pH. Kemudian pada pemanasan menit ke-5 terjadi penurunan indeks urease secara drastis. Hal ini terjadi pada semua perlakuan tekanan. Pada perlakuan tekanan 1 bar, penurunan indeks urease yang terjadi setelah pemanasan menit ke-5 tidak terlalu berbeda jauh. Setelah pemanasan menit ke-15, indeks urease tetap konstan pada angka 0,04 unit pH. Begitu pula pada perlakuan tekanan 2 bar, setelah pemanasan menit ke-5 indeks urease tetap konstan sampai pemanasan menit ke-20 dan menunjukkan sedikit penurunan pada pemanasan menit ke-25. Sementara pada perlakuan tekanan 3, 4, dan 5 bar, indeks urease sudah mencapai nilai nol di menit ke-10 waktu pemanasan. Semakin besar panas dan tekanan yang diberikan, penurunan indeks urease semakin tinggi. Dalam American Soybean Association (2010), meskipun indeks urease yang biasa dijadikan rekomendasi yaitu 0,05 sampai 0,20 unit pH, namun dari beberapa penelitian secara jelas menunjukkan bahwa nilai indeks urease yang melebihi batas tersebut cukup diterima kualitasnya. Data pada Tabel di atas menunjukkan bahwa indeks urease pada perlakuan tekanan 1 bar masih dapat diterima sampai pemanasan menit ke-15. Sementara dalam Batal et al. (2010), indeks urease yang berkisar antara 0,02 sampai 0,30 unit pH menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki kualitas baik, mengalami proses pemanasan yang cukup, dan tidak overheating. Indeks urease kurang dari 0,02 unit pH mengindikasikan overheating, sedangkan indeks urease lebih dari 0,3 unit pH menunjukkan underheating. Semua waktu pemanasan pada perlakuan tekanan 1 bar masih memenuhi kriteria kualitas kedelai yang baik dan pemanasan yang cukup. Sementara pada perlakuan tekanan 2 bar dan 3 bar, hanya lama pemanasan selama 5 menit yang memiliki kualitas yang baik dan tidak underheating. Perlakuan tekanan 4 bar dan 5 bar pada berbagai lama pemanasan tidak ada yang menunjukkan kualitas kedelai yang baik dengan proses pemanasan yang cukup. Penambahan waktu pemanasan setelah menit ke-5 pada tekanan 3, 4, dan 5 bar tidak memberikan efek terhadap nilai indeks urease. Oleh karena itu, indeks urease berguna untuk menentukan kecukupan panas maupun underheating dalam mengurangi faktor antinutrisi, tetapi tidak sensitif untuk mendeteksi overheating atau overprocessed. Analisis statistik RAL yang dilakukan menunjukkan bahwa tekanan dan lama pemanasan memiliki pengaruh nyata (p<0,05) terhadap nilai indeks urease, sedangkan interaksi tekanan dan lama pemanasan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap nilai indeks urease (Lampiran 28). Uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa perlakuan tekanan berada pada subset yang
30
berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan tekanan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai indeks urease pada taraf α=0,05. Begitu pula dengan perlakuan lama pemanasan berada pada subset yang berbeda. Sementara, interaksi tekanan dan lama pemanasan berada pada satu subset sehingga tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai indeks urease. Perlakuan tekanan sebesar 1 bar berbeda nyata dengan perlakuan tekanan lainnya. Begitu pula dengan perlakuan tekanan 2 bar. Perlakuan lama pemanasan selama 5 menit juga berbeda nyata dengan perlakuan lama pemanasan lainnya (Lampiran 29). Analisis statistik dilanjutkan dengan uji Faktorial dan diperoleh bahwa terdapat perbedaan nyata (p<0,05) antara berbagai kombinasi perlakuan tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai indeks urease (Lampiran 30). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan tekanan 1 bar selama 5 menit berbeda nyata dengan perlakuan tekanan lainnya, memiliki nilai indeks urease tertinggi dibandingkan kombinasi perlakuan lainnya dan nilai tersebut berada dalam rentang nilai indeks urease yang dianjurkan. Sementara, perlakuan tekanan 4 bar selama 10 menit tidak berbeda nyata dengan perlakuan tekanan 2 bar (lama pemanasan 10, 15, 20, dan 25 menit), 3 bar (lama pemanasan 10, 15, 20, dan 25 menit), 4 bar (lama pemanasan 15, 20, dan 25 menit) dan 5 bar (lama pemanasan 5, 10, 15, 20, dan 25 menit) terhadap nilai indeks urease dan mencapai nilai indeks urease yang hampir mendekati nol (Lampiran 31). Nilai indeks urease yang semakin mendekati nol dengan semakin meningkatnya pemanasan, mengindikasikan terjadinya overheating pada peorses pengolahan kedelai. Semakin tinggi suhu dan tekanan yang diberikan, maka nilai indeks urease tidak menunjukkan nilai yang sebenarnya (Caprita et al. 2010). Proses steam blasting yang optimum yaitu proses pemanasan dengan waktu lebih singkat dan perlakuan tekanan lebih kecil. Berdasarkan uji indeks urease, perlakuan tekanan 1 bar dengan berbagai lama pemanasan, serta perlakuan tekanan 2 dan 3 bar dengan lama pemanasan 5 menit menunjukkan kriteria kualitas kedelai yang baik. Perlakuan tekanan sebesar 1 bar dengan lama pemanasan 5 menit merupakan proses yang paling optimum karena memerlukan tekanan yang lebih kecil dan waktu yang lebih singkat. Uji statistik menunjukkan perlakuan tekanan 1 bar selama 5 menit berbeda nyata dengan perlakuan tekanan yang lebih tinggi yang dapat menyebabkan protein semakin terdenaturasi. Nilai PDI pada perlakuan tekanan 1 bar selama 5 menit juga mengindikasikan bahwa kedelai tidak mengalami underheating. Uji indeks urease berkaitan dengan faktor antinutrisi yang terdapat dalam kedelai. Pada kedelai terdapat enzim urease yang menghidrolisis urea menjadi karbon dioksida dan amonium. Produksi amonium menyebabkan pH larutan meningkat. Pemanasan dalam proses pengolahan kedelai mengakibatkan enzim urease rusak dan pH kedelai menurun karena urea tidak bisa diubah menjadi amonium. Kerusakan enzim urease berkorelasi sangat tinggi dengan kerusakan inhibitor tripsin dan faktor antinutrisi lainnya. Indeks urease yang berada dalam rentang yang dianjurkan, menunjukkan penurunan faktor antinutrisi sehingga kedelai memiliki daya cerna yang lebih baik.
4.4 UJI SDS-PAGE SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis) merupakan detergen anionik yang bersama dengan β-merkaptoetanol serta pemanasan merusak struktur tiga dimensi protein. Kerusakan struktur tiga dimensi disebabkan pecahnya ikatan disulfida yang selanjutnya tereduksi menjadi gugus sulfidril. Mula-mula SDS merusak struktur sekunder, tersier, dan kuartener protein menghasilkan rantai polipeptida acak.
31
β-merkaptoetanol memecah semua ikatan disulfida yang ada. Kedua reaksi tersebut menyebabkan protein terdenaturasi (Boyer 1993). Teknik SDS-PAGE pada penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengkarakterisasi protein kedelai setelah proses steam blasting. Pita protein hasil elektroforesis SDS-PAGE menunjukkan karakteristik dari polipeptida penyusun protein kedelai tersebut. Kelebihan dari metode SDS-PAGE yaitu mekanismenya dalam mengklasifikasi suatu protein berdasarkan berat molekul dari bahan yang digunakan. Mekanisme penentuan berat molekul ini diawali dengan memasukkan sampel kedelai ke dalam sumur gel yang terdapat bagian paling atas gel. Gel tersebut adalah buffer gel pengumpul dengan pori yang lebih besar. Gel ini akan mengumpulkan protein dari sampel kedelai, selanjutnya protein akan bermigrasi. Protein yang memiliki berat molekul paling tinggi akan berada pada lapisan paling atas dari gel pemisah (Wilson dan Walker 2000). Penelitian ini menggunakan gel poliakrilamida sebesar 12,5% sehingga mobilitas protein yang diperoleh besar dan protein dengan berat molekul yang tinggi dapat dipisahkan. Hal ini sesuai dengan Hames dan Rickwood (1981), yaitu semakin tinggi konsentrasi gel poliakrilamida yang digunakan maka semakin kecil ukuran molekul yang dipisahkan dan semakin besar mobilitas molekul tersebut. Keberhasilan pemisahan suatu senyawa dipengaruhi pula oleh banyak faktor antara lain, buffer, suhu, waktu, dan besarnya arus listrik yang digunakan (Hames dan Rickwood 1981). Suhu dapat mempengaruhi kekentalan media dan jari-jari ion, sehingga mobilitas akan berpengaruh. Waktu dan arus listrik yang optimum akan menghasilkan pola pemisahan molekul yang optimum (Wilson dan Walker 2000). Hasil pemisahan protein kedelai hasil steam blasting ditunjukkan pada Gambar 9. Protein kedelai hasil steam blasting terbagi menjadi 14 pita pada perlakuan tekanan 1 bar, 12 pita pada perlakuan tekanan 2 bar, 2 pita pada perlakuan tekanan 3 bar, serta 1 pita pada perlakuan tekanan 4 dan 5 bar. Protein standar yang digunakan terdiri dari 14 pita protein. Dari hasil pemisahan, semua pita protein standar dapat terlihat meskipun ada yang tidak terpisah secara sempurna. Pita protein yang muncul pada perlakuan tekanan 1 dan 2 bar menunjukkan pola yang relatif serupa, begitu pula pada pita protein blanko (tidak mengalami perlakuan panas dan tekanan). Namun, pita protein yang muncul pada perlakuan tekanan 3, 4, dan 5 bar menunjukkan pita protein yang cukup berbeda dari perlakuan 1 dan 2 bar. Pita protein hasil perlakuan 1 dan 2 bar diduga terdiri dari α, α’, β yang merupakan subunit 7S (β-konglisinin) dan pita golongan asam dan basa yang merupakan subunit 11S (glisinin).
32
Marker
5 bar
4 bar
3 bar
2 bar
MW, kDaa 250 150 100 75
1 bar
kontrol
1
50
4
4
5 6 7
5 6 7
8
8
2 3 4 5 7 (α) 8 (β)
9
9
12
12
9
37
(Asam)
10 11 12
12
12
25 14
20
13
13
14
14
15 17
15 20
12 13 (Basa) 14
16 17
16
19
18
20
Gambar 9. Profil protein kedelai hasil steam blasting selama 25 menit Analisis selanjutnya yaitu penentuan berat molekul masing-masing pita protein. Dalam penentuan berat molekul pita protein, nilai berat molekul standar ditampilkan sebagai nilai logaritmanya, sedangkan jarak migrasi pita protein pada media SDS gel diubah menjadi nilai Rf. Hubungan antara log BM (Y) dengan nilai Rf (X) bersifat linier yang dinyatakan dengan persamaan: Y= A + BX Persamaan garis regresi dibuat dari nilai Rf protein standar terhadap nilai log BM molekulnya dan menghasilkan kurva standar (Gambar 10) dengan persamaan regresi: Y= 5,2872 –1,7536x 6
Log BM
5
y = -1,7536x + 5,2872 R² = 0,9217
4 3 2 1 0 0,0000
0,2000
0,4000
0,6000
0,8000
Rf Gambar 10. Kurva standar nilai Rf terhadap nilai log BM
33
7S
11S
Kurva standar dibuat untuk menentukan berat molekul pita protein hasil pemisahan protein kedelai yang telah diberi perlakuan panas dan tekanan dari alat steam blasting, seperti ditunjukkan pada Tabel 12. Tabel 72. Berat molekul protein kedelai setelah proses steam blasting Berat molekul protein kedelai setelah proses steam blasting (dalam satuan kDa) Pita
Tanpa Perlakuan (kontrol)
Tekanan 1
Tekanan 2
Tekanan 3
Tekanan 4
Tekanan 5
bar
bar
bar
bar
bar
1
-
136
-
-
-
-
2
120
-
-
-
-
-
3
109
-
-
-
-
-
4
96
96
96
-
-
-
5
84
84
84
-
-
-
6
-
74
74
-
-
-
7
65
65
65
-
-
-
8
52
52
52
-
-
-
9
42
42
42
-
-
-
10
31
-
-
-
-
-
11
27
-
-
-
-
-
12
25
25
25
25
25
25
13
19
19
19
-
-
-
14
15
15
15
15
-
-
15
-
-
13
-
-
-
16
11
11
-
-
-
-
17
-
10
10
-
-
-
18
9
-
-
-
-
-
19
-
8
-
-
-
-
20
-
7
7
-
-
-
Pengaruh tekanan dan lama pemanasan terhadap profil protein berdasarkan SDS-PAGE menunjukkan pita protein dengan pola yang relatif berbeda (Gambar 9). Penentuan berat molekul pita protein dihitung berdasarkan kurva standar (Gambar 10). Berdasarkan Liu (1997), subunit monomer glisinin (fraksi 11S) mempunyai struktur umum A-S-S-B, di mana A mewakili polipeptida asam berbobot molekul 34-44 kDa dan B mewakili polipeptida basa berbobot molekul sekitar 20 kDa. Dari perhitungan bobot molekul pita protein sampel, dapat dilihat bahwa subunit peptida asam terdapat pada kedelai tanpa perlakuan, sampel kedelai
34
dengan perlakuan tekanan 1 dan 2 bar sebesar 42 kDa, namun sudah tidak teridentifikasi pada perlakuan tekanan yang lebih tinggi. Hal yang sama terjadi pula pada subunit basa sebesar 19 kDa. Peptida asam lebih heterogen dalam hal berat molekul. Subunit A3 merupakan peptida asam yang paling besar dengan berat molekul 42-43 kDa. Beberapa jenis kedelai memiliki subunit A4 yang bermigrasi dengan sebagian besar peptida asam. Subunit A4 memiliki berat molekul sebesar 40 kDa. Salah satu peptida asam, subunit A5 lebih kecil dibandingkan peptida glisinin lain dengan berat molekul sebesar 10 kDa (Murphy 2008). Berdasarkan hasil dari SDS-PAGE, tidak teridentifikasi pita protein sampel yang persis berada pada rentang berat molekul dari subunit peptida asam A3 dan A4, namun terdapat subunit protein A5 dengan berat molekul sebesar 10 kDa (pita protein nomor 17). Selain glisinin (fraksi 11S), protein cadangan utama pada kedelai yaitu β-konglisinin (7S globulin). β-konglisinin adalah suatu trimer dengan berat molekul sekitar 180 kDa. β-konglisinin mempunyai tiga jenis subunit, dinamakan sebagai α’, α dan β dengan berat molekul masing-masing diperkirakan sekitar 57, 57, dan 42 kDa (Liu 1997). Sementara dalam Murphy (2008), berat molekul ketiga subunit tersebut setelah dianalisis menggunakan SDS PAGE berturut-turut sebesar 72, 68, dan 52 kDa. Berbagai penelitian telah banyak dilakukan untuk mengidentifikasi berat molekul ketiga subunit ini dengan berbagai metode berbeda. Pita protein sampel kedelai menunjukkan berat molekul yang mendekati berat molekul ketiga subunit tersebut (Tabel 12 dan Gambar 9). Subunit α’ ditunjukkan dengan pita protein nomor 6 (74 kDa) yang teridentifikasi pada perlakuan tekanan 1 dan 2 bar. Subunit α dan β teridentifikasi sampai perlakuan tekanan sebesar 2 bar dengan berat molekul masing-masing sebesar 65 kDa dan 52 kDa. Glisinin sudah tidak ditemukan pada perlakuan tekanan yang lebih tinggi. Subunit α’ dan α sangat serupa dalam hal komposisi asam amino sehingga berat molekul yang dimilikinya tidak jauh berbeda. Liu (1997) menjelaskan bahwa perbedaan komposisi dan struktur antara dua globulin utama dalam kedelai, β-konglisinin (7S) dan glisinin (11S), menunjukkan perbedaan pada kualitas nutrisi dan karakteristik fungsional. Protein 7S memiliki stabilitas panas lebih baik dibandingkan globulin 11S. Berdasarkan hasil penelitian, sampel dengan perlakuan tekanan lebih besar dari 2 bar tidak teridentifikasi mengandung fraksi 11S maupun 7S globulin. Umumnya fraksi 11S mengandung 3-4 kali lebih banyak metionin dan sistein per unit molekul protein dibandingkan 7S globulin. Karena protein kedelai umumnya lebih sedikit memiliki asam amino yang mengandung sulfur, protein 11S menjadi lebih bernilai dari segi nutrisi (Liu 1997). Salah satu zat antinutrisi yang dominan pada kedelai yaitu inhibitor tripsin. Inhibitor tripsin telah diisolasi dari kedelai dan terbagi menjadi dua jenis: inhibitor tripsin Kunitz dan inhibitor Bowman-Birk. Inhibitor tripsin Kunitz memiliki berat molekul antara 20 dan 25 kDa, sedangkan inhibitor Bowman-Birk sekitar 8 kDa (Liu 1997). Sementara Murphy (2008) menyebutkan berat molekul inhibitor tripsin Kunitz memiliki berat molekul sebesar 21,5 kDa. Inhibitor tripsin Kunitz masih teridentifikasi sampai perlakuan tekanan 5 bar dengan berat molekul sebesar 25 kDa. Sementara, inhibitor Bowman-Birk teridentifikasi pada kedelai tanpa perlakuan panas dan tekanan dengan berat molekul sebesar 9 kDa. Sementara pada kedelai dengan perlakuan tekanan 1 bar teridentifikasi inhibitor Bowman-Birk dengan berat molekul sebesar 8 kDa. Inhibitor ini sudah tidak teridentifikasi pada perlakuan tekanan yang lebih tinggi. Liu (1997) menjelaskan bahwa inhibitor Bowman-Birk mempunyai konformasi yang stabil meskipun setelah ikatan rusak karena pemanasan. Hal ini disebabkan inhibitor tersebut memiliki banyak cross-linking disulfida yaitu sekitar 7 per mol (Murphy 2008). Inhibitor ini mampu menghambat baik tripsin dan kimotripsin pada sisi reaktif independen. Sementara,
35
inhibitor tripsin Kunitz berikatan dengan kuat terhadap tripsin, misalnya secara stoikiometri 1 mol inhibitor menginaktivasi 1 mol tripsin. Inhibitor tripsin dalam kedelai dapat menurunkan daya cerna protein sehingga dapat memperlambat pertumbuhan. Selain itu, inhibitor ini dapat menyebabkan hipertropi pada pankreas (Liu 1997). Lektin merupakan kelas lain dari protein antinutrisi dalam kedelai. Lektin kedelai memiliki berat molekul sebesar 110 kDa dari empat subunit yang identik (Murphy 2008, Wolf dan Cowan 1975). Sementara Liu (1997) menjelaskan bahwa lektin, yang juga dikenal sebagai hemaglutinin, memiliki berat molekul sebesar 120 kDa dengan berat masing-masing subunit sebesar 30 kDa. Lektin masih teridentifikasi pada pita protein kedelai tanpa perlakuan, yaitu pita protein bernomor 3 dengan berat molekul sebesar 109 kDa. Namun perlakuan panas dan tekanan sebesar 1 bar sudah mampu menghilangkan lektin dalam kedelai. Menurut Murphy (2008), lektin kedelai relatif mudah mengalami denaturasi panas dibandingkan lektin dalam legum lain. Produk pangan berbasis kedelai hanya mengandung sedikit lektin asli. Lektin juga merupakan zat antigizi yang dapat mempengaruhi mutu olahan kedelai. Liu (1997) menyebutkan berbagai dampak negatif dari lektin, diantaranya dapat menghambat pertumbuhan, dan berkaitan erat dengan pembengkakan pankreas, penurunan level insulin dalam darah, penghambatan disakaridase dan protease dalam usus, perubahan degeneratif dalam hati dan ginjal, serta mengganggu penyerapan besi nonheme dan lemak dari makanan. Biji kedelai merupakan sumber yang paling kaya akan lipoksigenase. Empat isozim lipoksigenase telah diisolasi dan diidentifikasi sebagai L-1, L-2, L-3a, dan L-3b. Semua isozim merupakan protein monomer dengan berat molekul berkisar 100 kDa dan mengandung satu atom dari ikatan besi nonheme setiap molekulnya (Liu 1997). Murphy (2008) juga menjelaskan bahwa lipoksigenase kedelai merupakan peptida tunggal dengan berat molekul sekitar 102 kDa. Berdasarkan hasil penelitian, lipoksigenase masih dapat ditemukan sampai perlakuan tekanan 2 bar dengan berat molekul sebesar 96 kDa, dan sudah tidak teridentifikasi pada perlakuan tekanan yang lebih tinggi. Lipoksigenase merupakan enzim yang bertanggung jawab terhadap penyimpangan citarasa atau off-flavor pada kedelai. Lipoksigenase mengkatalisis oksidasi dari asam lemak tidak jenuh sehingga menghasilkan hidroperoksida asam lemak tidak jenuh terkonjugasi. Enzim ini juga memiliki kemampuan membentuk radikal bebas. Aktivitas enzim tertinggi ditemukan pada biji legum (Murphy 2008). Secara umum, dapat dilihat bahwa semakin tinggi tekanan, pita protein semakin menghilang. Pita protein terlihat secara jelas pada tekanan 1 dan 2 bar, dan mulai menghilang pada perlakuan tekanan 3 bar. Hal ini menunjukkan bahwa setidaknya terdapat beberapa protein dari kedelai rusak karena panas. Perlakuan panas pada kedelai menyebabkan tereksposnya gugus hidrofobik pada kedelai yang awalnya tersembunyi pada sisi bagian dalam dari molekul protein dan membentuk agregat berberat molekul besar (Raikos 2010). Suhu denaturasi berbeda-beda tergantung dari jenis proteinnya. Struktur protein kedelai yang kompak membutuhkan suhu di atas 80 oC untuk terdenaturasi (Nakornpanom et al. 2009). Sementara Raikos menjelaskan bahwa protein yang dominan pada kedelai yaitu jenis protein globular, yang mengalami agregasi pada suhu lebih tinggi dari 65 oC. Hal ini menunjukkan bahwa pada tekanan 1 bar (suhu 99,6 oC), protein kedelai sudah mengalami denaturasi. Semakin tinggi suhu, derajat denaturasi akan semakin meningkat. Denaturasi menyebabkan terbukanya lipatan protein yang bersifat hidrofobik ke arah luar sehingga kelarutan protein menjadi berkurang. Ikatan-ikatan hidrofobik ini berinteraksi satu sama lain membentuk suatu agregat berbobot molekul besar (Raikos 2010). Hal ini dapat terlihat pada perlakuan tekanan 3
36
bar dimana fraksi-fraksi berbobot molekul rendah sudah tidak terlihat. Fraksi-fraksi tersebut sudah terdenaturasi dan mengalami agregasi. Kedelai memiliki berbagai zat antinutrisi maupun senyawa off-flavor yang dapat menurunkan daya cerna dan kualitas kedelai. Perlakuan panas dan tekanan dengan alat steam blasting dapat menghilangkannya. Hal ini terbukti dengan adanya analisis menggunakan elektroforesis gel SDS-PAGE. Melalui analisis ini dapat diketahui bahwa inhibitor Bowman Birk sudah tidak teridentifikasi pada perlakuan tekanan 3 bar, sedangkan inhibitor tripsin Kunitz pada kedelai masih teridentifikasi sampai perlakuan tekanan sebesar 5 bar. Sementara protein cadangan utama (7S globulin dan fraksi 11S) dan lipoksigenase sudah inaktif pada tekanan 3 bar. Zat antinutrisi lektin inaktif dengan pemberian tekanan sebesar 1 bar. Dengan demikian, pada perlakuan tekanan 3 bar dengan lama pemanasan 25 menit, semua zat antinutrisi yang dominan (kecuali inhibitor tripsin Kunitz) pada kedelai sudah mengalami inaktifasi karena terdenaturasi oleh panas dan tekanan. Perlakuan tekanan sebesar 3 bar dengan lama pemanasan 25 menit memenuhi kriteria proses steam blasting yang optimum berdasarkan uji SDS-PAGE. Namun, harus dilakukan pengujian pada perlakuan lama pemanasan lainnya (5, 10, 15, dan 20 menit) untuk mengetahui lama pemanasan yang optimum dengan perlakuan tekanan 3 bar.
4.5 PENGAMATAN KARAKTERISTIK FISIK KEDELAI HASIL PROSES STEAM BLASTING Pengamatan karakterisitik fisik dilakukan terhadap kedelai setelah melalui proses steam blasting. Karakterisitik fisik yang diamati yaitu warna da tekstur. Warna yang diamati meliputi coklat agak muda, coklat muda, coklat tua, dan coklat sangat tua. Sementara warna yang diamati meliputi keras, agak lunak, lunak, dan sangat lunak. Karakteristik fisik yang diamati pada berbagai kombinasi perlakuan tekanan alat steam blasting dan lama pemanasan dapat dilihat pada Tabel 13. Pengamatan karakteristik fisik ini dapat dijadikan acuan untuk membuat produk olahan kedelai lainnya, seperti susu kedelai, isolat, konsentrat, dan hidrolisat protein. Pengamatan karakteristik fisik ini tidak bersifat mutlak karena hanya dijabarkan secara deskriptif. Namun, pengamatan karakteristik fisik ini mempengaruhi karakteristik sensori dari produk akhir yang akan dibuat. Semakin baik karakteristik fisik yang dihasilkan, maka diharapkan produk akhir juga memiliki karakteristik sensori yang baik dan dapat diterima oleh konsumen secara luas. Semakin besar tekanan alat steam blasting dan semakin lama pemanasan terjadi perubahan warna dan tekstur pada kedelai hasil proses steam blasting. Perubahan warna yang terjadi pada kedelai hasil proses steam blasting disebabkan karena terjadinya reaksi Maillard. Reaksi ini terjadi karena adanya interaksi antara gula pereduksi dengan asam-asam amino yang terdapat pada kedelai (Winarno 2008). Selain itu, Liu (1997) menyatakan bahwa kedelai mengandung vitamin A dalam bentuk provitamin A (β-karoten). Senyawa β-karoten merupakan salah satu kelompok pigmen yang berwarna kuning. Senyawa ini mempunyai sifat mudah teroksidasi oleh udara dan rusak karena pemanasan pada suhu tinggi. Karotenoid memiliki ikatan ganda sehingga sensitif terhadap oksidasi. Pemanasan sampei dengan suhu 60 oC tidak menyebabkan dekomposisi karoten tetapi dapat terjadi perubahan stereoisomer. Karoten akan menurun drastis pada suhu sekitar 180-210 oC (Winarno 2008). Perubahan warna yang terjadi pada kedelai hasil proses steam blasting sangat mempengaruhi warna tepung kedelai yang dihasilkan pada proses akhir.
37
Tabel 13. Hasil pengamatan karakteristik fisik kedelai hasil proses steam blasting Tekanan Lama Pemanasan Warna Tekstur (bar) (menit)
1
2
3
4
5
5
Coklat agak muda
Keras
10
Coklat agak muda
Keras
15
Coklat agak muda
Keras
20
Coklat agak muda
Keras
25
Coklat agak muda
Agak lunak
5
Coklat agak muda
Keras
10
Coklat agak muda
Keras
15
Coklat agak muda
Agak lunak
20
Coklat muda
Agak lunak
25
Coklat muda
Agak lunak
5
Coklat agak muda
Keras
10
Coklat agak muda
Agak lunak
15
Coklat muda
Agak lunak
20
Coklat tua
Lunak
25
Coklat tua
Lunak
5
Coklat muda
Sangat lunak
10
Coklat tua
Sangat lunak
15
Coklat tua
Sangat lunak
20
Coklat tua
Sangat lunak
25
Coklat sangat tua
Sangat lunak
5
Coklat tua
Sangat lunak
10
Coklat sangat tua
Sangat lunak
15
Coklat sangat tua
Sangat lunak
20
Coklat sangat tua
Sangat lunak
25
Coklat sangat tua
Sangat lunak
Perubahan tekstur juga terjadi pada kedelai hasil proses steam blasting. Semakin besar tekanan alat steam blasting dan semakin lama pemanasan menyebabkan tekstur kedelai menjadi semakin lunak. Semakin tinggi tekanan maka suhu uap yang terbentuk akan semakin tinggi. Suhu tinggi dan uap jenuh dapat menghancurkan kotiledon kedelai yang kompak (Liu 1997). Hal ini menyebabkan teksur kedelai menjadi lebih lunak karena terpapar uap jenuh yang lebih banyak dengan suhu yang lebih tinggi. Parameter warna sangat mempengaruhi karakteristik sensori warna pada produk akhir. Oleh karena itu, perlu diketahui sifat karakterisitik sensori warna yang paling diminati oleh konsumen. Hal ini menjadi sangat penting karena parameters ensori merupakan parameter yang paling awal dapat diamati oleh konsumen saat membeli suatu produk. Warna yang sangat coklat biasanya kurang diminati oleh konsumen, misalnya konsumen susu kedelai. Selama ini, susu kedelai identik dengan warna coklat muda yang mencirikan warna kedelai asli. Pada
38
penelitian ini, semakin tua warna coklat yang dihasilkan maka cita rasa dari kedelai pun ikut menurun karena rasanya yang menjadi lebih pahit. Rasa pahit ini dapat muncul karena kedelai terlalu lama terpapar oleh panas dari alat steam blasting. Selain itu, warna coklat yang semakin tua pada kedelai hasil proses steam blasting menimbulkan aroma terbakar. Aroma ini tentu saja kurang disukai oleh konsumen. Oleh karena itu, dalam proses steam blasting kacang kedelai, karakteristik fisik sangat penting selain sifat fungsional protein dari kedelai itu sendiri. Hal ini disebabkan parameter fisik mempunyai pengaruh yang besar terhadap karakter sensori produk olahan kedelai.
39
V.
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh lama pemanasan dan tekanan yang optimum dari masing-masing uji yang dilakukan. Perlakuan tekanan sebesar 1 bar dengan lama pemanasan selama 5 menit mampu menghilangkan faktor antinutrisi pada kedelai dan proses pemanasan tidak underheating. Kelarutan protein kedelai dalam larutan netral memberikan hasil optimum pada perlakuan tekanan 1 bar selama 5 menit. Kedelai tersebut mengalami pemanasan yang cukup, tidak overheating maupun underheating. Nilai kelarutan protein kedelai dalam larutan basa yang ditunjukkan dengan nilai KOH PS, tidak linier terhadap waktu pemanasan sehingga sulit ditentukan kombinasi perlakuan yang optimum berdasarkan uji KOH PS. Perlakuan tekanan sebesar 1 bar dengan lama pemanasan selama 5 menit masih menghasilkan kualitas kedelai yang baik sesuai nilai KOH PS yang direkomendasikan dan tidak overheating. Perlakuan tekanan sebesar 1 bar selama 5 menit dapat meningkatkan kelarutan protein dalam larutan netral dan menghilangkan sebagian besar zat antinutrisi sehingga tepung kedelai yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik, namun tidak overheating maupun underheating. Uji statistika dari berbagai parameter (KOH PS, PDI, indeks urease) juga menunjukkan bahwa perlakuan tekanan 1 bar selama 5 menit merupakan kombinasi perlakuan yang paling efisien dan memenuhi kualitas kedelai yang dianjurkan yaitu berdasarkan nilai KOH PS, PDI, dan indeks urease. Perlakuan tekanan 1 bar selama 5 menit tidak berbeda nyata dengan perlakuan tekanan yang lebih tinggi pada uji KOH PS dan PDI, namun berbeda nyata pada uji indeks urease. Dengan demikian, perlakuan tekanan sebesar 1 bar selama 5 menit memenuhi standar kecukupan panas pada proses pengolahan kedelai. Pengamatan fisik yang dilakukan terhadap kedelai hasil proses steam blasting menunjukkan terjadinya perubahan warna dan tekstur dengan semakin meningkatnya tekanan dan lama pemanasan. Perubahan warna menjadi semakin coklat, disebabkan terjadinya reaksi Maillard dan oksidasi karoten yang terdapat pada kedelai. Perubahan tekstur menjadi semakin lunak disebabkan oleh suhu tinggi dan uap jenuh, yang dapat merusak kotiledon dan menghancurkan struktur kedelai yang kompak.
5.2 SARAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran untuk penelitian selanjutnya yaitu sebagai berikut : 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap karakteristik kimia dan fisik dari tepung kedelai yang dihasilkan 2. Perlu dilakukan penelitian kembali terkait metode pengeringan yang digunakan pada kedelai hasil proses steam blasting 3. Perlu dipelajari kembali metode pengujian kualitas kedelai yaitu kelarutan protein kedelai, dengan membandingkan kelarutan protein kedelai dengan berbagai perlakuan tekanan dan lama pemanasan dibandingkan total nitrogen yang terdapat dalam kedelai tanpa perlakuan 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi tepung kedelai hasil proses steam blasting yang dapat memberikan tingkat kesukaan konsumen yang baik 5. Perlu dianalisis kembali keseimbangan tekanan dan suhu pada alat steam blasting sehingga menghasilkan produk tepung kedelai yang konsisten dalam segi kualitas.
40
DAFTAR PUSTAKA
[AOCS] American Oil Chemists Society. 1980a. Protein Dispersibility Index Official Method Ba 10-65. Champagne, IL, USA: American Oil Chemists Society [AOCS] American Oil Chemists Society. 1980b. Urease Activit Official Method Ba 9-58. Champagne, IL, USA: American Oil Chemists Society [ASA] American Soybean Association. 2010. PDI May Better Indicate Soybean Meal Quality Than Other Indice. USA: American Soybean Association [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Rata-rata Konsumsi Protein (gram) per Kapita Menurut Kelompok Makanan 1999, 2002-2011. Jakarta: Badan Pusat Statistik Indonesia Araba M, Dale NM. 1990. Evaluation of KOH solubility as an indicator of overprocessing of soybean meal. Poultry Sci, 69: 76-83 Batal AB, Douglas MW, Engram AE, Parsons CM. 2000. Protein dispersibility index as an indicator of adequately processed soybean meal. Poultry Sci, 79 (11): 1592-1596 Bintang M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Penerbit Erlangga Bollag, Daniel M, Stuart JE. 1991. Protein Methods. New York: Willey-Liss Boyer RF. 1993. Modern Experimental Biochemistry Second edition. California: The Cumming Pub. Co. Inc. Cahyadi W. 2007. Kedelai: Khasiat dan Teknologi. Jakarta: Bumi Aksara Caprita R, Caprita A, Cretescu I. 2010. Protein solubility as quality index for processed soybean. Animal Science and Biotechnologies, 43 (1): 375-378 Caprita R, Caprita A. 2010. Research on some chemical analysis methods for evaluating the soybean meal quality. Lucran Sci, 52: 562-565 Chiarello MD, Guerroue JL, Chagas CMS, Franco OL, Bianchini E, Joao MJ. 2005. Influence of heat treatment and grain germination on the isoflavone profile of soy milk. J Food Biochem, 30: 234-247 Friedman M, Brandon DL, Bates AH, Hymowitz T. 1991. Comparison of a commercial soybean cultivar and an isoline lacking the Kunitz trypsin inhibitorcomposition, nutritional value, and effect of heating. J Agr Food Chem, 39: 327–335 Gordon AH. 1983. Electroforesis of Protein in Polyacrilamide and Starch Gels. Amsterdam: Elversier Science Publiser Graaff PD. 2005. Tepung Kedelai: Bahan Makanan Bergizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia Hames BD, Rickwood D. 1981. Gel Electrophoresis of Protein a Pratical Approach. Oxford: IRL Press Jage A. 2008. SDS-PAGE. http://www.biotechbusters.co.cc/2008/08/sds-page_19.html [31 November 2012] Koswara S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai. Jakarta: PT Penebar Swadaya Koswara S. 1995. Teknologi Pengolahan Kedelai: Menjadikan Makanan Bermutu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Laily N, Pangestu A, Wijayanti SP, Aji GK. 2011. Laporan Akhir Program Insentif PPKP KRT Teknologi Produksi Pangan Fungsional Untuk Pemenuhan Gizi Masyarakat Berbasis Peptida Bioaktif Bersumber Dari Kacang-kacangan Lokal. Tangerang: Pusat Teknologi Bioindustri BPPT
41
Lee H, Garlich JD. 1992. Effect of overcooked soybean meal on chicken performance and amino acid availability. Poultry Sci, 71: 499-508 Lewis BA, Chen JH. 1978. Effect of conformation and structure change induced by solvent and limited enzyme modification on the functionality of soy protein. Di dalam: El AP (ed). Functionality and Protein Structure. Washington DC: American Chemical Society Liu C, Wang X, Ma H, Zhang Z, Gao W, Xiao L. 2008. Functional properties of protein isolates from soybeans stored under various conditions. J Food Chem, 111: 29-37 Liu K. 1997. Soybean: Chemistry, Technology, and Utilization. New York: Chapman & Hall International Thomson Publishing Muchtadi D. 2010. Kedelai Komponen Untuk Kesehatan. Bandung: Penerbit Alfabeta Mujoo R, Trinh DT, Ng PKW. 2003. Characterization of storage proteins in different soybean varieties and their relationship to tofu yield and texture. J Food Chem, 82: 265-273 Murphy PA. 1985. Structural characteristic of soybean glisinin and and β-konglisinin. Di dalam Shibles R (ed). World Soybean Reference Conference III. Colorado: Westview Press. Inc. Murphy PA. 2008. Soybean proteins. Di dalam: Johnson LA, White PJ, Galloway R (eds.). Soybean: Chemistry, Production, Processing, and Utilization. Illinois: AOCS Press Nakornpanom NN, Thongngam M, Hongsprabhas P. 2009. Characteristics of heated mixed soy protein isolate and sodium caseinate. J Nat. Sci, 43: 780-790 Pearson AM. 1983. Soy protein. Di dalam: Hudson PJF (ed). Development in Food Protein-2. London: The Applied Science Publisher Prihtiyani E. 2011. Harga Kedelai Berjangka Menigkat. http://regional.kompas.com/read/2011/09/30/17043674/Harga.Kedelai.Berjangka.Meningkat [11 November 2012] Raikos V. 2010. Effect of heat treatment on milk protein functionality at emulsion interfaces. Food Hydrocoloids, 24: 259-265 Sugano M. 2006. Nutritional implications of soy. Di dalam: Sugano M (ed). Soy in Health and Disease Prevention. London: CRC Press Taylor & Francis Group, pp: 1-16 Thanh VH, Shibasaki K. 1976. Major proteins of soybean seeds, subunit structure of β- conglycinin. J Agric Food Chem, 26: 692-698 Toledo RT. 2007. Fundamental of Food Process Engineering 3rd Edition. Athens: Springer Widaningrum, Widowati S, Soekarto ST. 2005. Pengayaan tepung kedelai pada pembuatan mie basah dengan bahan baku tepung terigu yang disubstitusi tepung garut. J. Pascapanen, 2(1): 41-48 Wilson K, Walker J. 2000. Principle and Technique of Practical Biochemistry Edisi ke-5. London: Cambridge University Press Winarno FG. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-brio Press Wolf WJ, Cowan JC. 1975. Soybeans as a Food Source. Cleveland: CRC Press Zayas JF. 1997. Functionality of Protein in Food. Berlin: Springer-Verlag Ziegler F, Nitenberg G, Coudray-Lucas C, Lasser P, Giboudeau J, Cynober L.1998. Pharmacokinetic assessment of an oligopeptide-based enteral formula in abdominal surgery patients. Am J of Clin Nutr, 67: 124–128
42
43
Lampiran 1. Rekapitulasi data uji Protein Dispersibility Index Tekanan (bar) 0
Ulangan 1
Ulangan 2
0
0,6770 1 2
5 10 1 bar
15 20 25 5 10
2 bar
λ 450 nm
Lama Pemanasan (menit)
15 20 25
λ 595 nm Rata-rata
λ 595 nm λ 450 nm
Konsentrasi protein
1,0580
1,0725
1,6462
0,6950
0,8410
0,7680
0,7870
0,7830
0,7850
Rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
0,6260
0,6515
1,0870
1,0320
0,9720
1,0020
0,9980
1,0410
1,0195
PDI %
χ ± SD
323,8059
-
-
0,7665
79,4353
24,53
0,7700
80,4126
24,83
24,68 ± 0,21
1
0,9810
1,0160
0,9985
0,7330
0,7690
0,7510
0,7521
75,4523
23,30
2
0,8730
0,8500
0,8615
0,7140
0,6990
0,7065
0,8201
94,3281
29,13
1
0,8480
0,8800
0,8640
0,7620
0,7590
0,7605
0,8802
111,0301
34,29
2
0,9140
0,9200
0,9170
0,6840
0,6820
0,6830
0,7448
73,4222
22,67
1
0,8920
0,8760
0,8840
0,7430
0,7210
0,7320
0,8281
96,5429
29,82
2
0,8120
0,8410
0,8265
0,7100
0,7080
0,7090
0,8578
104,8151
32,37
1
0,8680
0,8810
0,8745
0,7360
0,7330
0,7345
0,8399
99,8357
30,83
2
0,7970
0,8130
0,8050
0,7080
0,7270
0,7175
0,8913
114,1123
35,24
1
0,7890
0,7710
0,7800
0,7260
0,6800
0,7030
0,9013
116,8839
36,10
2
0,7660
0,7950
0,7805
0,6660
0,7150
0,6905
0,8847
112,2748
34,67
1
0,8440
0,7440
0,7940
0,7540
0,6910
0,7225
0,9099
119,2916
36,84
2
0,8040
0,8010
0,8025
0,7150
0,7150
0,7150
0,8910
114,0183
35,21
1
0,8490
0,8240
0,8365
0,7520
0,7580
0,7550
0,9026
117,2417
36,21
2
0,8250
0,7890
0,8070
0,7720
0,7540
0,7630
0,9455
129,1603
39,89
1
0,7810
0,8040
0,7925
0,7120
0,7330
0,7225
0,9117
119,7700
36,99
2
0,9500
0,8020
0,8760
0,9830
0,7660
0,8745
0,9983
143,8299
44,42
1
0,8190
0,7750
0,7970
0,7460
0,7450
0,7455
0,9354
126,3563
39,02
2
0,8180
0,7250
0,7715
0,7820
0,7250
0,7535
0,9767
137,8247
42,56
26,22 ± 4,12 28,48 ± 8,21 31,09 ± 1,81 33,04 ± 3,12 35,39 ± 1,01 36,03 ± 1,15 38,05 ± 2,60 40,70 ± 5,25 40,74 ± 2,50
44
Lampiran 1. Rekapitulasi data uji Protein Dispersibility Index [Lanjutan]
Tekanan (bar)
5 10 3 bar
15 20 25 5 10
4 bar
λ 450 nm
Lama Pemanasan (menit)
15 20 25
λ 595 nm Rata-rata
λ 595 nm λ 450 nm
Konsentrasi protein
0,8870
0,8620
1,1784
0,8650
0,8260
0,8455
0,7240
0,8920
0,7850
0,7200
0,7145
0,8360
0,7110
0,7215
0,8390
0,7150
0,9760
0,8455
1
0,7430
0,8030
2
0,7300
1
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
1
0,7470
0,7160
0,7315
0,8370
2
0,7700
0,7540
0,7620
1
0,7360
0,7120
2
0,7090
1
0,7320
2
PDI %
χ ± SD
180,9002
49,80
1,1096
157,9600
43,48
46,64 ± 4,47
0,8385
1,1581
174,1497
47,94
0,9100
0,8730
1,2218
195,3778
53,78
0,8790
0,8590
1,1906
184,9584
50,92
0,9060
0,9290
0,9175
1,0852
149,8189
41,24
0,7730
0,9120
0,9410
0,9265
1,1986
187,6257
51,65
0,9290
0,8295
0,8450
0,4880
0,6665
0,8035
55,9320
15,40
0,7280
0,8250
0,7765
0,8170
1,0240
0,9205
1,1854
183,2492
50,45
2
0,7360
0,8180
0,7770
0,9640
1,0030
0,9835
1,2658
210,0219
57,82
1
0,7140
1,0970
0,9055
0,8080
1,2120
1,0100
1,1154
159,9020
44,02
2
0,7150
0,6320
0,6735
1,3740
1,2440
1,3090
1,9436
435,9594
120,01
1
0,8050
0,7000
0,7525
1,1860
1,0390
1,1125
1,4784
280,9018
77,33
2
0,6790
0,5690
0,6240
1,1820
1,2220
1,2020
1,9263
430,1940
118,42
1
0,7200
0,8010
0,7605
1,1590
1,1110
1,1350
1,4924
285,5797
78,62
2
0,7320
0,6810
0,7065
1,1670
1,0250
1,0960
1,5513
305,2031
84,02
1
0,7630
0,7280
0,7455
1,1730
1,0920
1,1325
1,5191
294,4716
81,06
2
0,9250
0,6180
0,7715
1,2460
1,1720
1,2090
1,5671
310,4590
85,46
1
0,8060
0,6850
0,7455
1,1580
1,0290
1,0935
1,4668
277,0336
76,26
2
0,9600
0,6840
0,8220
1,1970
1,0710
1,1340
1,3796
247,9540
68,26
50,86 ± 4,13 46,08 ± 6,84 33,52 ± 25,63 54,13 ± 5,21 82,02 ± 53,74 97,88 ± 29,06 81,32 ± 3,82 83,26 ± 3,11 72,26 ± 5,66
45
Lampiran 1. Rekapitulasi data uji Protein Dispersibility Index [Lanjutan]
Tekanan (bar)
5 10 5 bar
λ 450 nm
Lama Pemanasan (menit)
15 20 25
λ 595 nm
PDI
Rata-rata
λ 595 nm λ 450 nm
Konsentrasi protein %
χ ± SD
0,9070
0,9280
1,3126
225,6295
62,11
1,0100
1,1150
1,0625
1,4466
270,2874
74,41
68,26 ± 8,69
0,7170
0,9130
0,9360
0,9245
1,2894
217,9001
59,98
0,7500
0,7145
0,9590
1,0220
0,9905
1,3863
250,1947
68,87
0,5840
0,7550
0,6695
0,8240
0,8910
0,8575
1,2808
215,0355
59,20
2
0,5720
0,6310
0,6015
0,7460
0,8990
0,8225
1,3674
243,9049
67,14
1
0,7520
0,7690
0,7605
0,9110
0,9830
0,9470
1,2452
203,1778
55,93
2
0,7220
0,7530
0,7375
0,9220
1,0220
0,9720
1,3180
227,4220
62,61
1
0,8960
0,7630
0,8295
1,0900
0,9280
1,0090
1,2164
193,5651
53,29
2
0,7270
0,7560
0,7415
0,9840
0,8810
0,9325
1,2576
207,2953
57,06
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
1
0,7500
0,6640
0,7070
0,9490
2
0,7380
0,7310
0,7345
1
0,7330
0,7010
2
0,6790
1
64,43 ± 6,29 63,17 ± 5,62 59,27 ± 4,71 55,17 ± 2,67
46
Lampiran 2. Tabel standar BSA untuk uji Protein Dispersibility Index Konsentrasi protein (mg/ml)
λ 450 nm
λ 595 nm
λ 595 nm λ 450 nm
50
0,8525
0,5680
0,6663
100
0,7980
0,6755
0,8465
200
0,7120
0,8745
1,2282
300
0,6765
1,0355
1,5307
400
0,6080
1,1850
1,9490
500
0,5565
1,2875
2,3136
Lampiran 3. Kurva standar BSA untuk uji Protein Dispersibility Index
λ 595 nm/λ 450 nm
2,5 y = 0,0036x + 0,4805 R² = 0,9988
2 1,5 1 0,5 0 0
100
200
300
400
500
600
Konsentrasi Protein
Lampiran 4. Grafik nilai Protein Dispersibility Index pada berbagai perlakuan tekanan dan lama pemanasan
% kelarutan protein
60 50 1 bar
40
2 bar
30
3 bar
20
4 bar
10
5 bar
0 0
5
10
15
20
25
30
waktu pemanasan (menit)
47
Lampiran 5. Rekapitulasi data uji KOH Protein Solubility λ 450 nm
Lama Tekanan Pemanasan (bar) (menit) 0
10 1 bar
15 20 25 5 10
2 bar
Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2
0 5
15 20 25
λ 595 nm Rata-rata
λ 595 nm Konsentrasi protein λ 450 nm
KOH PS %
χ ± SD
0,5290
0,5420
0,5355
0,9040
0,9440
0,9240
1,7255
363,2634
-
-
1
0,6710
0,6780
0,6745
1,0040
0,9830
0,9935
1,4729
279,0810
76,83
2
0,6830
0,6990
0,6910
0,9580
0,9630
0,9605
1,3900
251,4382
69,22
73,02 ± 5,38
1
0,6930
0,6410
0,6670
0,9960
0,9450
0,9705
1,4550
273,1075
75,18
2
0,6980
0,6860
0,6920
0,9700
0,9580
0,9640
1,3931
252,4545
69,50
1
0,6820
0,6870
0,6845
0,9940
0,9850
0,9895
1,4456
269,9602
74,32
2
0,6980
0,7020
0,7000
0,9600
0,9530
0,9565
1,3664
243,5762
67,05
1
0,6910
0,7370
0,7140
0,9250
0,8790
0,9020
1,2633
209,2018
57,59
2
0,7150
0,7100
0,7125
0,9300
0,8990
0,9145
1,2835
215,9363
59,44
1
0,7400
0,7200
0,7300
0,8910
0,8850
0,8880
1,2164
193,5795
53,29
2
0,7610
0,6950
0,7280
0,9140
0,8800
0,8970
1,2321
198,8143
54,73
1
0,7010
0,6920
0,6965
0,9950
0,9760
0,9855
1,4149
259,7439
71,50
2
0,7410
0,7390
0,7400
0,9210
0,9310
0,9260
1,2514
205,2171
56,49
1
0,8250
0,7890
0,8070
0,9540
0,9430
0,9485
1,1753
179,8803
49,52
2
0,7840
0,6850
0,7345
0,8830
0,9790
0,9310
1,2675
210,6096
57,98
1
0,7960
0,6610
0,7285
0,8710
0,9660
0,9185
1,2608
208,3700
57,36
2
0,7510
0,7990
0,7750
0,8290
0,9310
0,8800
1,1355
166,5946
45,86
1
0,7480
0,7690
0,7585
0,8700
0,8270
0,8485
1,1187
160,9851
44,32
2
0,7940
0,7230
0,7585
0,7020
0,9710
0,8365
1,1028
155,7115
42,86
1
1,2340
0,7860
1,0100
1,3580
0,9350
1,1465
1,1351
166,4828
45,83
2
0,8210
0,7990
0,8100
0,9370
0,8090
0,8730
1,0778
147,3593
40,57
72,34 ± 4,02 70,68 ± 5,14 58,52 ± 1,31 54,01 ± 1,02 64,00 ± 10,61 53,75 ± 5,98 51,61 ± 8,13 43,59 ± 1,03 43,20 ± 3,72
48
Lampiran 5. Rekapitulasi data uji KOH Protein Solubility [Lanjutan]
Tekanan (bar)
5 10 3 bar
15 20 25 5 10
4 bar
λ 450 nm
Lama Pemanasan (menit)
15 20 25
λ 595 nm
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
λ 595 nm λ 450 nm
Konsentrasi protein
1
0,7470
0,7160
0,7315
0,8370
0,8870
0,8620
1,1784
2
0,7700
0,7540
0,7620
0,8650
0,8260
0,8455
1
0,7360
0,7120
0,7240
0,8920
0,7850
2
0,7090
0,7200
0,7145
0,8360
1
0,7320
0,7110
0,7215
2
0,7150
0,9760
1
0,7430
2
0,7300
KOH PS %
χ ± SD
180,9002
49,80
1,1096
157,9600
43,48
46,64 ± 4,47
0,8385
1,1581
174,1497
47,94
0,9100
0,8730
1,2218
195,3778
53,78
0,8390
0,8790
0,8590
1,1906
184,9584
50,92
0,8455
0,9060
0,9290
0,9175
1,0852
149,8189
41,24
0,8030
0,7730
0,9120
0,9410
0,9265
1,1986
187,6257
51,65
0,9290
0,8295
0,8450
0,4880
0,6665
0,8035
55,9320
15,40
1
0,7280
0,8250
0,7765
0,8170
1,0240
0,9205
1,1854
183,2492
50,45
2
0,7360
0,8180
0,7770
0,9640
1,0030
0,9835
1,2658
210,0219
57,82
1
0,7140
1,0970
0,9055
0,8080
1,2120
1,0100
1,1154
159,9020
44,02
2
0,7150
0,6320
0,6735
1,3740
1,2440
1,3090
1,9436
435,9594
120,01
1
0,8050
0,7000
0,7525
1,1860
1,0390
1,1125
1,4784
280,9018
77,33
2
0,6790
0,5690
0,6240
1,1820
1,2220
1,2020
1,9263
430,1940
118,42
1
0,7200
0,8010
0,7605
1,1590
1,1110
1,1350
1,4924
285,5797
78,62
2
0,7320
0,6810
0,7065
1,1670
1,0250
1,0960
1,5513
305,2031
84,02
1
0,7630
0,7280
0,7455
1,1730
1,0920
1,1325
1,5191
294,4716
81,06
2
0,9250
0,6180
0,7715
1,2460
1,1720
1,2090
1,5671
310,4590
85,46
1
0,8060
0,6850
0,7455
1,1580
1,0290
1,0935
1,4668
277,0336
76,26
2
0,9600
0,6840
0,8220
1,1970
1,0710
1,1340
1,3796
247,9540
68,26
50,86 ± 4,13 46,08 ± 6,84 33,52 ± 25,63 54,13 ± 5,21 82,02 ± 53,74 97,88 ± 29,06 81,32 ± 3,82 83,26 ± 3,11 72,26 ± 5,66
49
Lampiran 5. Rekapitulasi data uji KOH Protein Solubility [Lanjutan]
Tekanan (bar)
5 10 5 bar
λ 450 nm
Lama Pemanasan (menit)
15 20 25
λ 595 nm
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
λ 595 nm λ 450 nm
Konsentrasi protein
1
0,7500
0,6640
0,7070
0,9490
0,9070
0,9280
1,3126
2
0,7380
0,7310
0,7345
1,0100
1,1150
1,0625
1
0,7330
0,7010
0,7170
0,9130
0,9360
2
0,6790
0,7500
0,7145
0,9590
1
0,5840
0,7550
0,6695
2
0,5720
0,6310
1
0,7520
2
0,7220
KOH PS %
χ ± SD
225,6295
62,11
1,4466
270,2874
74,41
68,26 ± 8,69
0,9245
1,2894
217,9001
59,98
1,0220
0,9905
1,3863
250,1947
68,87
0,8240
0,8910
0,8575
1,2808
215,0355
59,20
0,6015
0,7460
0,8990
0,8225
1,3674
243,9049
67,14
0,7690
0,7605
0,9110
0,9830
0,9470
1,2452
203,1778
55,93
0,7530
0,7375
0,9220
1,0220
0,9720
1,3180
227,4220
62,61
1
0,8960
0,7630
0,8295
1,0900
0,9280
1,0090
1,2164
193,5651
53,29
2
0,7270
0,7560
0,7415
0,9840
0,8810
0,9325
1,2576
207,2953
57,06
64,43 ± 6,29 63,17 ± 5,62 59,27 ± 4,71 55,17 ± 2,67
50
Lampiran 6. Tabel standar BSA untuk uji KOH Protein Solubility λ 450 nm
Konsentrasi Protein
λ 595 nm
Ulangan 1 Ulangan 2
Rata-rata
Ulangan 1 Ulangan 2
Rata-rata
λ 595 nm λ 450 nm
50
0,8700
0,8040
0,8370
0,6640
0,6040
0,6340
0,7575
100
0,8010
0,8270
0,8140
0,7820
0,7530
0,7675
0,9429
200
0,7470
0,7580
0,7525
0,9390
0,9050
0,9220
1,2252
300
0,6980
0,6670
0,6825
1,0880
1,1000
1,0940
1,6029
500
0,6350
0,5890
0,6120
1,2100
1,3640
1,2870
2,1029
Lampiran 7. Kurva standar BSA untuk uji KOH Protein Solubility
λ 595 nm/λ 450 nm
2,5000 y = 0,0030x + 0,6357 R² = 0,9944
2,0000 1,5000 1,0000 0,5000 0,0000 0
100
200
300
400
500
600
Konsentrasi Protein
Lampiran 8. Grafik nilai KOH Protein Solubility pada berbagai perlakuan tekanan dan lama pemanasan 120
% kelarutan protein
100 80 1 bar 60
2 bar 3 bar
40
4 bar 20
5 bar
0 0
5
10
15
20
25
30
waktu pemanasan (menit)
51
Lampiran 9. Rekapitulasi data uji Indeks Urease Blanko Tekanan
Waktu (menit)
u1 1
1 bar
2 bar
3 bar
Sampel u2
2
1
u1 2
1
Blanko u2
2
1
u1
u2
Sampel u1
u2
Rata-rata Blanko
Rata-rata Sampel
Indeks Urease
2
5
6,69
6,69
6,69
6,69
6,75
6,75
6,78
6,78
6,69
6,69
6,75
6,78
6,69
6,765
0,075
10
6,69
6,69
6,69
6,69
6,75
6,75
6,75
6,75
6,69
6,69
6,75
6,75
6,69
6,75
0,06
15
6,69
6,69
6,70
6,70
6,76
6,76
6,74
6,74
6,69
6,7
6,76
6,74
6,695
6,75
0,055
20
6,70
6,70
6,70
6,70
6,74
6,74
6,74
6,74
6,70
6,70
6,74
6,74
6,70
6,74
0,04
25
6,70
6,70
6,70
6,70
6,74
6,74
6,74
6,74
6,70
6,70
6,74
6,74
6,70
6,74
0,04
5
6,69
6,69
6,69
6,69
6,72
6,72
6,72
6,72
6,69
6,69
6,72
6,72
6,69
6,72
0,03
10
6,69
6,69
6,7
6,7
6,71
6,71
6,71
6,71
6,69
6,70
6,71
6,71
6,695
6,71
0,015
15
6,70
6,70
6,70
6,70
6,71
6,71
6,72
6,72
6,70
6,70
6,71
6,72
6,70
6,715
0,015
20
6,69
6,69
6,69
6,69
6,71
6,71
6,70
6,70
6,69
6,69
6,71
6,70
6,69
6,705
0,015
25
6,69
6,69
6,69
6,69
6,70
6,70
6,70
6,70
6,69
6,69
6,70
6,70
6,69
6,7
0,01
5
6,70
6,70
6,70
6,70
6,72
6,72
6,72
6,72
6,70
6,70
6,72
6,72
6,70
6,72
0,02
10
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
0
15
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
0
20
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
0
25
6,69
6,69
6,69
6,69
6,69
6,69
6,69
6,69
6,69
6,69
6,69
6,69
6,69
6,69
0
52
Lampiran 9. Rekapitulasi data uji Indeks Urease [Lanjutan] Blanko Tekanan
4 bar
5 bar
Sampel
Blanko
Sampel
u1
u2
u1
u2
Rata-rata Blanko
6,72
6,705
6,71
6,73
6,72
6,7075
6,725
0,0175
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,7
0
6,69
6,69
6,69
6,69
6,69
6,69
6,69
6,69
6,69
0
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
0
6,68
6,68
6,68
6,68
6,68
6,68
6,68
6,68
6,68
6,68
0
6,70
6,70
6,71
6,71
6,71
6,70
6,70
6,70
6,71
6,70
6,7075
0,0075
6,68
6,68
6,68
6,68
6,68
6,68
6,68
6,68
6,68
6,68
6,68
6,68
0
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
0
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
0
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
0
Waktu (menit)
u1
u2
u1
u2
1
2
1
2
1
2
1
2
5
6,70
6,71
6,71
6,71
6,73
6,73
6,72
10
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
6,70
15
6,69
6,69
6,69
6,69
6,69
20
6,67
6,67
6,67
6,67
6,67
25
6,68
6,68
6,68
6,68
5
6,70
6,70
6,70
10
6,68
6,68
15
6,67
20 25
Rata-rata Sampel
Indeks Urease
53
Lampiran 10. Tabel blanko kedelai pada uji Indeks Urease Blanko
Sampel
1
2
1
2
6,93
6,93
9,07
9,07
Rata-rata Blanko
Rata-rata Sampel
6,93
9,07
UI Indeks 2,14
Lampiran 11. Grafik nilai Indeks Urease pada berbagai perlakuan tekanan dan lama pemanasan 0,08 0,07
unit pH
0,06 0,05
1 bar
0,04
2 bar
0,03
3 bar
0,02
4 bar 5 bar
0,01 0 0
5
10
15
20
25
30
Waktu (menit)
54
Lampiran 12. Tabel standar untuk uji SDS-PAGE BM
No.
x
y
Rf
1
0,6
9,2
0,0652
250000
5,3979
2
0,9
9,2
0,0978
150000
5,1761
3
1,2
9,2
0,1304
100000
5,0000
4
1,6
9,2
0,1739
75000
4,8751
5
2,5
9,2
0,2717
50000
4,6990
6
3,2
9,2
0,3478
37000
4,5682
7
4,5
9,2
0,4891
25000
4,3979
8
5,3
9,2
0,5761
20000
4,3010
9
6,4
9,2
0,6957
15000
4,1761
(Dalton)
Log BM
Lampiran 13. Kurva standar nilai Rf terhadap log BM 6
y = -1,7536x + 5,2872
R² = 0,9217
5 Log BM
4 3 2 1 0 0,0000 0,1000 0,2000 0,3000 0,4000 0,5000 0,6000 0,7000 0,8000 Rf
55
Lampiran 14. Berat molekul dari kedelai tanpa perlakuan No.
x
y
Rf
Log BM
BM (Dalton)
BM (kDa)
1
1,1
9,2
0,1196
5,0775
119536,3526
120
2
1,3
9,2
0,1413
5,0394
109496,4401
109
3
1,6
9,2
0,1739
4,9822
95984,2554
96
4
1,9
9,2
0,2065
4,9251
84158,8902
84
5
2,5
9,2
0,2717
4,8107
64669,5740
65
6
3
9,2
0,3261
4,7154
51927,8092
52
7
3,5
9,2
0,3804
4,6201
41696,5382
42
8
4,2
9,2
0,4565
4,4867
30669,0272
31
9
4,5
9,2
0,4891
4,4295
26884,3784
27
10
4,7
9,2
0,5109
4,3913
24620,6775
25
11
5,3
9,2
0,5761
4,2770
18923,4362
19
12
5,9
9,2
0,6413
4,1626
14541,1917
15
13
6,5
9,2
0,7065
4,0483
11176,3502
11
14
7
9,2
0,7609
3,9529
8972,2218
9
Lampiran 15. Berat molekul dari kedelai dengan perlakuan tekanan 1 bar dan lama pemanasan 25 menit No.
x
y
Rf
Log BM
BM (Dalton)
BM (kDa)
1
0,8
9,2
0,0870
5,1346
136332,6888
136
2
1,6
9,2
0,1739
4,9822
95984,2554
96
3
1,9
9,2
0,2065
4,9251
84158,8902
84
4
2,2
9,2
0,2391
4,8679
73773,4341
74
5
2,5
9,2
0,2717
4,8107
64669,5740
65
6
3
9,2
0,3261
4,7154
51927,8092
52
7
3,5
9,2
0,3804
4,6201
41696,5382
42
8
4,7
9,2
0,5109
4,3913
24620,6775
25
9
5,3
9,2
0,5761
4,2770
18923,4362
19
10
5,9
9,2
0,6413
4,1626
14541,1917
15
11
6,5
9,2
0,7065
4,0483
11176,3502
11
12
6,8
9,2
0,7391
3,9911
9797,1555
10
13
7,2
9,2
0,7826
3,9148
8218,6408
8
14
7,6
9,2
0,8261
3,8386
6896,0436
7
56
Lampiran 16. Berat molekul dari kedelai dengan perlakuan tekanan 2 bar dan lama pemanasan 25 menit No.
x
y
Rf
Log BM
BM (Dalton)
BM (kDa)
1
1,6
9,2
0,1739
4,9822
95984,2554
96
2
1,9
9,2
0,2065
4,9251
84158,8902
84
4
2,2
9,2
0,2391
4,8679
73773,4341
74
4
2,5
9,2
0,2717
4,8107
64669,5740
65
5
3
9,2
0,3261
4,7154
51927,8092
52
6
3,5
9,2
0,3804
4,6201
41696,5382
42
7
4,7
9,2
0,5109
4,3913
24620,6775
25
8
5,3
9,2
0,5761
4,2770
18923,4362
19
9
5,9
9,2
0,6413
4,1626
14541,1917
15
10
6,1
9,2
0,6630
4,1246
13322,9378
13
11
6,8
9,2
0,7391
3,9911
9797,1555
10
12
7,6
9,2
0,8261
3,8386
6896,0436
7
Lampiran 17. Berat molekul dari kedelai dengan perlakuan tekanan 3 bar dan lama pemanasan 25 menit BM
BM (kDa)
No.
x
y
Rf
Log BM
1
4,7
9,2
0,5109
4,3913
24620,6775
25
2
5,9
9,2
0,6413
4,1626
14541,1917
15
(Dalton)
Lampiran 18. Berat molekul dari kedelai dengan perlakuan tekanan 4 bar dan lama pemanasan 25 menit No.
x
y
Rf
Log BM
BM (Dalton)
BM (kDa)
1
4,7
9,2
0,5109
4,3913
24620,6775
25
Lampiran 19. Berat molekul dari kedelai dengan perlakuan tekanan 5 bar dan lama pemanasan 25 menit No.
x
y
Rf
Log BM
BM (Dalton)
BM (kDa)
1
4,7
9,2
0,5109
4,3913
24620,6775
25
57
Lampiran 20. Hasil uji statistik RAL pengaruh tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai KOH Protein Solubility
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label
Tekanan
lama_pemanasan
N
1
1
10
2
2
10
3
3
10
4
4
10
5
5
10
1
5
10
2
10
10
3
15
10
4
20
10
5
25
10
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: KOH_PS Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares Corrected Model
10910,083a
24
454,587
2,257
,024
Intercept
190465,451
1
190465,451
945,598
,000
tekanan
8332,034
4
2083,008
10,341
,000
lama_pemanasan
1366,120
4
341,530
1,696
,183
tekanan * lama_pemanasan
1211,929
16
75,746
,376
,977
Error
5035,582
25
201,423
Total
206411,116
50
15945,665
49
Corrected Total
a. R Squared = ,684 (Adjusted R Squared = ,381)
58
Lampiran 21. Hasil uji lanjut Duncan RAL pengaruh tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai KOH Protein Solubility
Post Hoc Tests KOH_PS Duncan tekanan
N
Subset 1
2
3
10
46,2480
2
10
51,2290
5
10
1
10
4
10
3
4
51,2290 62,0600
62,0600 65,7150 83,3460
Sig.
,440
,100
,570
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 201,423. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000. b. Alpha = 0,05.
KOH_PS Duncan lama_pemanasan
N
Subset 1
20
10
55,6320
25
10
55,7560
15
10
62,5730
5
10
66,7870
10
10
67,8500
Sig.
,096
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 201,423. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000. b. Alpha = 0,05.
59
Lampiran 22. Hasil uji Faktorial pengaruh interaksi tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai KOH Protein Solubility
Oneway ANOVA KOH_PS Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
Df
Mean Square
10910,083
24
454,587
5035,582
25
201,423
15945,665
49
F 2,257
Sig. ,024
60
Lampiran 23. Hasil uji lanjut Duncan Faktorial pengaruh interaksi tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai KOH Protein Solubility
Post Hoc Tests KOH_PS Duncan Interaksi
N
Subset for alpha = 0.05 1
2
3
4
5
3bar20menit
2
33,5250
2bar25menit
2
43,2000
43,2000
2bar20menit
2
43,5900
43,5900
3bar15menit
2
46,0800
46,0800
3bar5menit
2
46,6400
46,6400
46,6400
3bar10menit
2
50,8600
50,8600
50,8600
50,8600
2bar15menit
2
51,6100
51,6100
51,6100
51,6100
2bar10menit
2
53,7500
53,7500
53,7500
53,7500
1bar25menit
2
54,0100
54,0100
54,0100
54,0100
3bar25menit
2
54,1350
54,1350
54,1350
54,1350
5bar25menit
2
55,1750
55,1750
55,1750
55,1750
1bar20menit
2
58,5150
58,5150
58,5150
58,5150
5bar20menit
2
59,2700
59,2700
59,2700
59,2700
5bar15menit
2
63,1700
63,1700
63,1700
63,1700
2bar5menit
2
63,9950
63,9950
63,9950
63,9950
63,9950
5bar10menit
2
64,4250
64,4250
64,4250
64,4250
64,4250
5bar5menit
2
68,2600
68,2600
68,2600
68,2600
1bar15menit
2
70,6850
70,6850
70,6850
70,6850
4bar25menit
2
72,2600
72,2600
72,2600
72,2600
1bar10menit
2
72,3400
72,3400
72,3400
72,3400
1bar5menit
2
73,0250
73,0250
73,0250
73,0250
4bar15menit
2
81,3200
81,3200
81,3200
4bar5menit
2
82,0150
82,0150
4bar20menit
2
83,2600
83,2600
4bar10menit
2
Sig.
97,8750 ,078
,089
,051
,066
,052
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
61
Lampiran 24. Hasil uji statistik RAL pengaruh tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai Protein Dispersibility Index
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label
Tekanan
lama_pemanasan
N
1
1
10
2
2
10
3
3
10
4
4
10
5
5
10
1
5
10
2
10
10
3
15
10
4
20
10
5
25
10
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: PDI Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares Corrected Model
20016,562a
24
834,023
4,279
,000
Intercept
133692,068
1
133692,068
685,969
,000
Tekanan
18499,699
4
4624,925
23,730
,000
165,131
4
41,283
,212
,929
tekanan * lama_pemanasan
1351,733
16
84,483
,433
,957
Error
4872,377
25
194,895
Total
158581,007
50
24888,939
49
lama_pemanasan
Corrected Total
a. R Squared = ,804 (Adjusted R Squared = ,616)
62
Lampiran 25. Hasil uji lanjut Duncan RAL pengaruh tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai Protein Dispersibility Index
Post Hoc Tests PDI Duncan tekanan
N
Subset 1
2
1
10
28,7010
2
10
38,1910
3
10
5
10
4
10
3
4
38,1910 46,2480 62,0600 83,3460
Sig.
,141
,209
1,000
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 194,895. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000. b. Alpha = 0,05.
PDI Duncan lama_pemanasan
N
Subset 1
20
10
49,5710
25
10
51,0790
5
10
51,3960
15
10
51,4200
10
10
55,0800
Sig.
,439
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 194,895. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000. b. Alpha = 0,05.
63
Lampiran 26. Hasil uji Faktorial pengaruh interaksi tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai Protein Dispersibility Index
Oneway ANOVA PDI Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
20016,562
24
834,023
4872,377
25
194,895
24888,939
49
F 4,279
Sig. ,000
64
Lampiran 27. Hasil uji lanjut Duncan Faktorial pengaruh interaksi tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai Protein Dispersibility Index
Post Hoc Tests PDI Duncan Interaksi
N
Subset for alpha = 0.05 1
2
3
4
5
6
7
1bar5menit
2
24,6800
1bar10menit
2
26,2150
26,2150
1bar15menit
2
28,4800
28,4800
1bar20menit
2
31,0950
31,0950
31,0950
1bar25menit
2
33,0350
33,0350
33,0350
3bar20menit
2
33,5250
33,5250
33,5250
2bar5menit
2
35,3850
35,3850
35,3850
35,3850
2bar10menit
2
36,0250
36,0250
36,0250
36,0250
2bar15menit
2
38,0500
38,0500
38,0500
38,0500
2bar20menit
2
40,7050
40,7050
40,7050
40,7050
40,7050
2bar25menit
2
40,7900
40,7900
40,7900
40,7900
40,7900
3bar15menit
2
46,0800
46,0800
46,0800
46,0800
46,0800
3bar5menit
2
46,6400
46,6400
46,6400
46,6400
46,6400
3bar10menit
2
50,8600
50,8600
50,8600
50,8600
50,8600
50,8600
3bar25menit
2
54,1350
54,1350
54,1350
54,1350
54,1350
54,1350
5bar25menit
2
55,1750
55,1750
55,1750
55,1750
55,1750
55,1750
5bar20menit
2
59,2700
59,2700
59,2700
59,2700
59,2700
5bar15menit
2
63,1700
63,1700
63,1700
63,1700
5bar10menit
2
64,4250
64,4250
64,4250
64,4250
5bar5menit
2
68,2600
68,2600
68,2600
68,2600
4bar25menit
2
72,2600
72,2600
72,2600
4bar15menit
2
81,3200
81,3200
4bar5menit
2
82,0150
82,0150
4bar20menit
2
83,2600
83,2600
4bar10menit
2
Sig.
97,8750 ,077
,057
,055
,057
,066
,058
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
65
,071
Lampiran 28. Hasil uji statistik RAL pengaruh tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai Indeks Urease
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label
Tekanan
lama_pemanasan
N
1
1
10
2
2
10
3
3
10
4
4
10
5
5
10
1
5
10
2
10
10
3
15
10
4
20
10
5
25
10
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: IU Source
Type III Sum of
Df
Mean Square
F
Sig.
Squares ,023a
24
,001
19,821
,000
Intercept
,013
1
,013
260,629
,000
Tekanan
,020
4
,005
101,557
,000
lama_pemanasan
,002
4
,001
12,794
,000
tekanan * lama_pemanasan
,001
16
5,550E-005
1,144
,371
Error
,001
25
4,850E-005
Total
,037
50
Corrected Total
,024
49
Corrected Model
a. R Squared = ,950 (Adjusted R Squared = ,902)
66
Lampiran 29. Hasil uji lanjut Duncan RAL pengaruh tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai Indeks Urease
Post Hoc Tests IU Duncan tekanan
N
Subset 1
2
5
10
,001000
4
10
,003500
3
10
,004000
2
10
1
10
3
,017000 ,054000
Sig.
,373
1,000
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 4,850E-005. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000. b. Alpha = 0,05.
IU Duncan lama_pemanasan
N
Subset 1
2
25
10
,010000
20
10
,011000
15
10
,014000
10
10
,015000
5
10
Sig.
,029500 ,154
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 4,850E-005. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000. b. Alpha = 0,05.
67
Lampiran 30. Hasil uji Faktorial pengaruh interaksi tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai Indeks Urease
Oneway ANOVA IU Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
,023
24
,001
Within Groups
,001
25
,000
Total
,024
49
F 19,821
Sig. ,000
68
Lampiran 31. Hasil uji lanjut Duncan Faktorial pengaruh interaksi tekanan dan lama pemanasan alat steam blasting terhadap nilai Indeks Urease
Post Hoc Tests IU Duncan Interaksi
N
Subset for alpha = 0.05 1
2
3
4
5
6
3bar10menit
2
,000000
3bar15menit
2
,000000
3bar20menit
2
,000000
3bar25menit
2
,000000
4bar10menit
2
,000000
4bar15menit
2
,000000
4bar20menit
2
,000000
4bar25menit
2
,000000
5bar10menit
2
,000000
5bar15menit
2
,000000
5bar20menit
2
,000000
5bar25menit
2
,000000
5bar5menit
2
,005000
,005000
2bar25menit
2
,010000
,010000
2bar10menit
2
,015000
,015000
,015000
2bar15menit
2
,015000
,015000
,015000
2bar20menit
2
,015000
,015000
,015000
4bar5menit
2
,017500
,017500
3bar5menit
2
,020000
,020000
2bar5menit
2
1bar20menit
2
,040000
,040000
1bar25menit
2
,040000
,040000
1bar15menit
2
1bar10menit
2
1bar5menit
2
Sig.
,030000
7
,030000
,055000
,055000 ,060000 ,075000
,081
,070
,067
,187
,051
,479
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
69
1,000
Lampiran 32. Gambar kedelai hasil blasting dan tepung kedelai
Gambar 11. Kedelai hasil steam blasting pada tekanan 3 bar selama 5 menit
Gambar 12. Tepung kedelai hasil steam blasting pada tekanan 1 bar selama 5 menit
Gambar 13. Tepung kedelai hasil steam blasting pada tekanan 2 bar selama 5 menit
Gambar 14. Tepung kedelai hasil steam blasting pada tekanan 3 bar selama 5 menit
70
Lampiran 32. Gambar kedelai hasil blasting dan tepung kedelai [Lanjutan]
Gambar 15. Tepung kedelai hasil steam blasting pada tekanan 4 bar selama 5 menit
Gambar 16. Tepung kedelai hasil steam blasting pada tekanan 5 bar selama 5 menit
71