Putusan Pengadilan Pajak Nomor
:
Put.36258/PP/M.IV/99/2012
Jenis Pajak
:
Gugatan
Tahun Pajak
:
2008
Pokok Sengketa
:
Penghapusan Sanksi Administrasi atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa atas Pemungutan Pajak oleh Pemungut Pajak Masa Pajak September 2008 Nomor: 00021/187/08/062/11 tanggal 17 Januari 2011.
Menurut Tergugat
: bahwa Undang-undang PPN mengatur/memerintahkan Menteri Keuangan
(bukan PP) untuk: menunjuk Pemungut PPN (Pasal 1 angka 27); mengatur tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak oleh Pemungut PPN (Pasal 16A ayat (2)); bahwa sesuai dengan Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan diatur bahwa jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; bahwa sesuai dengan penjelasan Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dijelaskan bahwa jenis Peraturan Perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain Peraturan yang dikeluarkan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, Kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau setingkat; bahwa Pasal 19 UU PPN mengatur bahwa hal-hal yang belum diatur dalam undangundang ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Namun demikian sehubungan dengan pemungutan PPN oleh Pemungut PPN secara khusus telah diatur dalam pasal 16A dan selanjutnya mengenai tata cara pemungutan, penyetoran dan pelaporan oleh pemungut PPN dilimpahkan kepada Menteri Keuangan yang kemudian sebagai pelaksanaannya, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 11/PMK.03/2005; bahwa Peraturan Menteri Keuangan nomor 11/PMK.03/2005 diterbitkan dalam rangka pelaksanaan `delegasi kewenangan' dari pasal 16A ayat (2) UU PPN tersebut; bahwa mengingat hal tersebut di atas, maka materi muatan Peraturan Pemerintah lebih bersifat umum (lex generalis) dan materi muatan Peraturan Menteri Keuangan lebih bersifat khusus (lex spesialis);
bahwa Peraturan Menteri Keuangan nomor 11/PMK.03/2005 telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia sehingga semua pihak dianggap telah mengetahui dan dapat melaksanakannya serta sampai dengan saat ini peraturan tersebut belum dicabut sehingga harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait; bahwa sebagai bahan pertimbangan Majelis Hakim, terhadap kasus yang serupa, telah terbit Putusan Pengadilan Pajak nomor Put.19132/M.V/99/2009 tanggal 05 Agustus 2009, dalam halaman 22 alinea ke-8 dan 9 putusan tersebut dijelaskan "bahwa berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut Malelis berpendapat bahwa terkait dengan pemungutan PPN oleh Pemungut PPN secara khusus telah diatur dalam pasal 16A dan selanjutnya mengenai tata cara pemungutan, penyetoran dan pelaporan oleh pemungut PPN dilimpahkan kepada Menteri Keuangan yang kemudian sebagai pelaksanaannya, terakhir dengan Peraturan Menteri keuangan nomor 11/PMK.03/2005"; bahwa Direktur Jenderal Pajak telah mengirim surat kepada Deputi Financial Ekonomi dan Pemasaran Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP MIGAS) Nomor S-145/PJ/2008 tanggal 19 Juni 2008 perihal Status PKP dan Saat Pemungutan PPN oleh KKKS (yang ditandatangani oleh Darmin Nasution), yang antara lain menegaskan beberapa hal sebagai berikut: Dalam hal KKKS semata-mata hanya melakukan penyerahan barang bukan kena pajak (non BKP) maka KKKS tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; Sesuai dengan UU PPN, penetapan suatu badan sebagai Pemungut PPN dan tata cara mengenai saat pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN yang dilakukannya, diatur berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan; Saat ini, penetapan KKKS sebagai Pemungut PPN dan pengaturan mengenai saat pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN oleh KKKS sebagai Pemungut PPN telah diatur berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.03/2005. Oleh karena itu, apabila terjadi keterlambatan penyetoran PPN yang dilakukan oleh KKKS maka kepadanya akan diterbitkan Surat Tagihan Pajak; bahwa terhadap alasan permohonan Pengugat, dengan ini disampaikan tanggapan berikut: Terhadap alasan 1 Bila mengacu pada hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia, maka kedudukan hukum Peraturan Pemerintah (PP) lebih tinggi dibanding Peraturan Menteri Keuangan (PMK), namun
Undang-undang PPN memerintahkan pembentukan PMK (11/PMK.03/2005) dan bukan PP untuk mengatur masalah Pemungut PPN, sehingga PP (143/2000) bukan sebagai dasar hukum bagi pemungutan PPN oleh Pemungut PPN kontraktor migas; Terhadap alasan 2 Undang-undang PPN mengatur/memerintahkan Menteri Keuangan (bukan PP) untuk menunjuk Pemungut PPN dan mengatur tata caranya, sehingga PP tidak relevan untuk ditandingkan dengan PMK yang diperintahkan oleh Undangundang PPN dalam doktrin hukum yang dikemukakan oleh Penggugat; Terhadap alasan 3 dan 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.03/2005 tentang Penunjukan Kontraktor Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya, antara lain mengatur beberapa hal sebagai berikut: i. Penunjukan kontraktor migas sebagai Pemungut PPN; ii. Tata cara bagi kontraktor migas untuk melaksanakan kewajibannya sebagai Pemungut PPN; bahwa Penggugat selaku kontraktor migas telah mengetahui dirinya ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai Pemungut PPN berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.03/2005 sejak tahun 2005, namun Penggugat tidak menjalankan kewajiban yang diatur oleh Menteri Keuangan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang khusus berlaku bagi kontraktor migas tersebut; bahwa mengingat PPN ditanggung/dikembalikan oleh Pemerintah/BP Migas kepada Penggugat dan bahwa pemungutan dilakukan oleh Penggugat atas uang yang keluar atau berasal dari Penggugat sendiri (memungut did sendiri), maka seharusnya tidak menjadi permasalahan bagi Penggugat untuk menjalankan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.03/2005; bahwa kepada BP Migas telah ditegaskan bahwa apabila terjadi keterlambatan penyetoran PPN yang dilakukan oleh KKKS maka kepadanya akan diterbitkan STP, sehingga seharusnya Penggugat telah mengetahui hal ini dari BP MIGAS; bahwa Penggugat dikenakan sanksi administrasi karena tidak menjalankan PMK 11; bahwa atas keterlambatan penyetoran pajak, dikenakan sanksi administrasi
berupa bunga Pasal 9 ayat (2a) Undang-undang KUP;
bahwa Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP memberikan wewenang (diskresi) kepada Direktur Jenderak Pajak untuk dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya. Pasal 36 ayat (la) UU KUP menjelaskan permohonan tersebut hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali; bahwa berdasarkan surat gugatan Penggugat, diketahui bahwa Penggugat telah memahami ketentuan yang diatur dalam PMK 11 dan konsekuensi hukum jika tidak menjalankannya, namun Penggugat secara sadar memilih untuk tidak melaksanakan ketentuan dalam PMK 11 tersebut. Dengan demikian tidak terdapat unsur kekhilafan atau bukan karena kesalahan Penggugat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-undang KUP; bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa penerbitan STP PPN atas Pemungutan Pajak oleh Pemungut Pajak Nomor 00021/187/08/062/11 tanggal 17 Januari 2011 sudah tepat; bahwa selain itu, Tergugat berpendapat bahwa apabila yang disengketakan Penggugat adalah materi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.03/2005 yang dianggap bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 maka sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2004, Penggugat dapat mengajukan uji materiil ke Mahkamah Agung; bahwa dalam konsideran menimbang huruf a Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2004 disebutkan bahwa Pasal 11 ayat (4) Ketetapan MPR-RI Nomor II/MPR/1978, Pasal 11 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, dan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 memberi wewenang dan kekuasaan kepada Mahkamah Agung RI untuk menguji secara materiil terhadap peraturan perundang-undangan dibawah undangundang; bahwa dengan demikian Pengadilan Pajak tidak mempunyai wewenang untuk menguji secara materiil terhadap materi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.03/2005; Menurut Penggugat
: Penggugat berpendapat bahwa Penggugat telah melaksanakan kewajibannya sebagai Pemungut PPN untuk melakukan pemungutan dan penyetoran PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan tidak seharusnya Penggugat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga; bahwa oleh karena itu, Penggugat mohon agar sanksi administrasi berupa bunga dalam Surat Tagihan Pajak No. 00021/187/08/062/11 tertanggal 17 Januari 2011 Masa Pajak September 2008 sebesar Rp. 20.597.212 dapat dihapuskan;
bahwa demikian surat gugatan ini Penggugat sampaikan untuk menjelaskan hal-hal yang menjadi dasar timbulnya perbedaan antara pihak Tergugat dengan Penggugat; Menurut Majelis
:
bahwa Gugatan diajukan dengan surat gugatan dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak; bahwa Gugatan diajukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima surat keputusan yang digugat; bahwa terhadap 1 (satu) keputusan diajukan 1 (satu) surat gugatan; bahwa Gugatan diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dengan mencantumkan tanggal diterima Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP132/PJ/2011 tanggal 6 Juli 2011 yaitu tanggal 13 Juli 2011; bahwa pada surat gugatan dilampirkan salinan surat keputusan yang digugat, yaitu Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-132/PJ/2011 tanggal 06 Juli 2011; bahwa Surat Gugatan ditandatangani oleh Penggugat yaitu Syamsurizal selaku Direktur; bahwa Surat Gugatan ditujukan terhadap keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak yang bukan merupakan obyek gugatan sesuai Pasal 23 Undang-Undang nomor 6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 16 tahun 2009 tentang KUP; bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, permohonan Penggugat tidak, memenuhi ketentuan formal sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UndangUndang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 sehingga tidak dapat dipertimbangkan lebih lanjut;
Menimbang
: Surat Gugatan, Surat Tanggapan atas Permohonan gugatan, Surat Pernyataan
Pencabutan, hasil pemeriksaan dan pembuktian dalam persidangan tersebut di atas; Mengingat
: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, Undang-
Undang Nomor 6 Tahun Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, dan peraturan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini; Memutuskan
: Menyatakan permohonan gugatan Penggugat terhadap Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor: KEP-132/PJ/2011 tanggal 6 Juli 2011, tentang Penghapusan Sanksi Administrasi atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa atas Pemungutan Pajak oleh Pemungut Pajak Masa Pajak September 2008 Nomor: 00021/187/08/062/11 tanggal
17 Januari 2011, atas nama Penggugat tidak dapat diterima dan dihapus dari daftar sengketa.