Volume I | Nomor 1 | Maret 2016
MEMBANGUN LPTK KRISTEN DAN MENYIAPKAN GURU BERKUALITAS, BERINTEGRITAS DAN TRANSFORMATORIS Belferik Manullang
[email protected] Abstract: This paper aims to describe that education is the formation of character which is based on truth. Humans are born with the potential of humanity and divinity. The goal of education is to actualize that potential and align both as a character. Christian teachers education college sprepare teachers so that they have transformative quality, integrity and personality. The cornerstone of the character is intelligence (IESQ) so that teachers have a positive attitude, essential mindset, normative commitment and competence.
Keywords:Truth, ReasoningContemplative, Character Abstrak: Makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan bahwa pendidikan adalah pembentukan karakter, yakni karakter berlandaskan kebenaran. Manusia lahir dengan potensi kemanusiaan dan keilahian. Tugas pendidikan adalah mengaktualisasikan dan menyelaraskan kedua potensi tersebut menjadi karakter. LPTK Kristen menyiapkan guru berkarakter sehingga mereka memiliki kualitas, integritas dan kepribadian transformatif. Landasan karakter adalah kecerdasan (IESQ) sehingga guru memiliki sikap positif, mindset esensi, komitmen normatif dan kompetensi abiliti.
Kata-kata Kunci: Kebenaran, Penalaran Kontemplatif, Karakter
63
Belferik Manullang – Membangun LPTK Kristen dan Menyiapkan Guru Berkualitas, Berintegritas dan Transformatoris
PENDAHULUAN Pendidikan adalah memanusiakan manusia. Manusia lahir dengan potensi kemanusiaan dan juga potensi keilahian. Potensi kemanusiaan kelak berfungsi untuk mengefektifkan dirinya dan hubungannya dengan sesama manusia. Potensi keilahian kelak
berfungsi untuk
mengefektifkan dirinya
dan
hubungannya dengan Tuhan. Manusia hidup bukan hanya sebagai mahluk duniawi,
melainkan
juga
mahluk
keilahian.
Pendidikan
yang
baik
mengaktualisasikan dua potensi ini sekaligus menjadi karakter. Manusia yang manusiawi adalah mereka yang berkembang dengan memiliki sifat-sifat duniawi yang selaras dengan sifat keilahian. Sathya1 seorang pemikir merumuskan makna sebuah pendidikan sebagai berikut. Sathya mengatakan: “Education should be the life breath of human beings. By convert-ingeducation in to a means of earning a livelihood, people are forgetting the meaning of life. Character determines life. It is pure and holy. Without character how can man lead a worth while and sacred life? ” Pendidikan harus menjadi nafas kehidupan manusia. Mengubah makna pendidikan menjadi cara mendapatkan nafkah, orang melupakan makna kehidupan. Karakter menentukan kehidupan. ini adalah murni dan suci. Tanpa karakter bagaimana manusia membangun hidup yang berharga dan sakral? Hidup sakral berarti hidup dalam keilahian. Di beberapa abad terakhir ini praktisi pendidikan lebih memknai pendidikan kepada hal-hal yang bersifat duniawi yang bersifat kuantitatif materialistik, bersifat sekuler dan memisahkan diri dari hidup keilahian. Seseorang mengikuti pendidikan dengan harapan kelak akan mendapatkan kekayaan, kemakmuran yang sifatnya duniawi. Sukses hidup menurut pandangan zaman ini adalah seberapa banyak kekayaan yang dapat dikumpulkan. Akibatnya pendidikan pun difokuskan kepada transfer ilmu pengetahuan dan teknologi untuk semata-mata membangun hidup kuantitatif materialistik.
1Sathya
Sai. A Compilation of the Teaching of SSB on Education, (Tustin USA: SSB Center of America, 2002), 107
64
| Volume I, Nomor 1, Maret 2016 | Halaman 63 – 78
LPTK Kristen pasti tidak sejalan dengan pendidikan yang fokus utamanya adalah orientasi kuantitatif materialistik. Lembaga ini mengutamakan sifat-sifat keilahian dibandingkan dengan sifat-sifat duniawi. Bahkan Alkitab sudah mengatakan: Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu (Mat 6, 33). LPTK Kristen yang didukung oleh orang-orang percaya menempatkan “kebenaran” sebagai yang utama. Akan tetapi fenomena menunjukkan LPTK Kristen saat ini juga sudah terobsesi dengan orientasi pendidikan yang fokus pada kuantitatif materialistik. LPTK Kristen seyogianya menyiapkan guru-guru berkarakter kristiani sehingga mereka menjadi guru berkualitas yakni profesional, integritas seperti kejujuran dan kepribadian transformatif yakni ketulusan. Mengapa LPTK Kristen juga terjebak pada pendidikan berorientasi kuantitatif materialistik? Jawabannya ialah karena stakeholder (pemangku kepentingan) lembaga ini mengambil kebijakan yang fokus pada kuantitatif materialistik. Mereka tidak mampu mempertahankan “kebenaran” sebagai landasan aktivitas pendidikan di lembaga ini. Inilah kekeliruan yang terjadi di LPTK Kristen. Pendidik dan tenaga kependidikan di LPTK Kristen membutuhkan orientasi baru supaya berhasil mempertahankan kebenaran sebagai landasan pendidikan. Apa itu kebenaran? Alkitab mengatakan Yesus sendirilah kebenaran.
Esensi Pendidikan The end of education is character.2 Pendidikan bermuara pada terbentuknya karakter, sehingga orang terdidik disebut orang berkarakter, sesuai norma dan nilai yang diharapkan. Seorang anak yang belajar di sekolah memiliki karakter rajin dan tekun belajar, menikmati belajar. Perfesionis dalam belajar, tidak ada hari tanpa belajar, menghargai ilmu pengetahuan. Acuan efektivitas pendidikan adalah, apakah karakter yang diinginkan tercapai atau belum tercapai, bukan hanya sebatas menjadi juara atau capaian prestasi belajar. Apa itu karakter? 2Sathya
Sai. A Compilation of the Teaching of SSB on Education, 107
65
Belferik Manullang – Membangun LPTK Kristen dan Menyiapkan Guru Berkualitas, Berintegritas dan Transformatoris
Karakter dan Kepribadian Menurut Allport dalam Belferik Manullang & Sri Milfayetty3, karakter (character) dan kepribadian (personality) adalah satu dan sama, yang ber-beda adalah cara pandangnya. Jika bermak-sud mengenakan norma atau nilai-nilai (values) terhadap diri seseorang, lalu menyebut sifat-sifatnya, disebut karakter. Apabila, diri seseorang dideskripsikan apa adanya, artinya tidak memberikan penilaian, disebut kepribadian. Contoh, ada tipe 1) melankolis, pendiam, pemikir, 2) Phlegmatis, pendamai, menerima apa adanya, 3) koleris, kuat, orientasi target, 4) sangunis, energi besar, atraktif. Tipe-tipe ini tidak disebut baik atau kurang baik, namun itulah adanya.
Ciri-ciri karakter Karakter adalah sifat-sifat dengan ciri-ciri: 1) melekat menjadi hidup keseharian relatif permanen, 2) perilaku bisa disadari dan bisa juga tidak disadari, 3) sumbernya dari hati, nurani – roha parbagasan, dan 4) menjadi ciri profil kepribadian. Keutamaan karakter. 1) di rumah ia sumber kebaikan. 2) dalam belajar ia tekun dan rajin 3) dalam pergaulan ia sumber kedamaian, 4) di tengah sahabatnya ia sopan dan disukai, 5) di tempat kerja ia berdisiplin dan kerja keras, 6) terhadap yang beruntung, ia mem-beri selamat, 7) terhadap yang lemah, ia menolong, 8) terhadap yang jahat, ia ber-tahan tidak ikut jahat, 9) terhadap yang menyesal, ia memaafkan, dan 10) terhadap Tuhan, ia memuliakan dan mengasihi. Karakter merupakan keutamaan dalam kehidupan.
In education character is everything When wealth is lost, nothing is lost, (jika kekayaan sirna, sesungguhnya tidak ada yang hilang). When health is lost, something is lost, (jika kesehatan yang hilang, maka sesuatu telah hilang). When character is lost, everything is lost (jika, karakter hilang, maka segala-galanya telah hilang). Your character to day, determine your 3Belferik
Manullang dan Sri Milfayetty. Esensi Pendidikan, IQ – EQ – SQ, (Medan: YRF – PPs Universitas Negeri Medan, 2005), 58.
66
| Volume I, Nomor 1, Maret 2016 | Halaman 63 – 78
succes to morrow. Dalam perspektif pendidikan karakter merupakan keutamaan bahkan disebut karakter adalah segalanya. Apabila seseorang kehilangan karakter sesuai dengan peran, jabatan atau profesinya, itu artinya keberadaan mereka sudah sagat tidak bermakna. Itulah makna pendidikan yakni membangun karakter, bukan hasil kinerja (prestasi) kuantitatif, atau teramati (observable), Karakter menghasilkan kinerja atau prestasi.
Karakter dan Kebenaran Apakah kebenaran itu? Maka kata Pilatus kepada-Nya: Jadi engkau adalah Raja? Jawab Yesus: Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah Raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran. Setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku. Kata Pilatus kepada-Nya; Apa kebenaran itu? (Yoh 18, 37-38). Kemudian di ayat yang lain dikatakan; Kata Yesus kepadanya, Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak seorangpun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku (Yoh. 14, 6). Firman itu te-lah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya, sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran (Yoh 1, 14). Yesus adalah kebenaran. Pikiran, ucapan, perbuatan, dan perjalanan hidup-Nya adalah kebenaran.
Kebenaran dan kebaikan The creator, the good and the truth. Everything is good when it leaves the hands of the Creator. Everything degenerates in the hand of men (Jean Jaques Rousseau) Pencipta, Kebaikan dan Kebenaran. Segala sesatu baik ketika ditangan Pencipta, segala sesuatu menjadi kurang baik ketika di tangan manusia. Segala sesuatu baik di tangan Tuhan karena Tuhan sendiri adalah kebenaran sesungguhnya. Lakukanlah sesuatu itu di atas landasan kebenaran Tuhan (kebenaran sesungguhnya), supaya pekerjaan menghasilkan kinerja terbaik.
67
Belferik Manullang – Membangun LPTK Kristen dan Menyiapkan Guru Berkualitas, Berintegritas dan Transformatoris
Karakter benar, hidup membaik Apabila karakter berlandaskan kebenaran sesungguhnya, maka kehidupan berkembang semakin membaik. Jika hidup benar, maka kehidupan membaik. Jika hidup semakin jauh dari kebenaran, maka kehidupanpun memburuk. Karakter perempuan berlandaskan kebenaran sesungguhnya (iman kristiani), efektif membangun keluarga harmonis, sejahtera, tahan uji dan penuh sukacita.
Memahami Kebenaran Bagaimana menemukan kebenaran? Untuk memahaminya maka berikut ini dijabarkan tentang menemukan dan memahami kebenaran, penalaran kontemplatif, Allah mengirim Yusuf ke Mesir, head, hand and heart.
Menemukan dan memahami kebenaran Bagaimana menemukan dan memahami kebenaran itu? Simak pernyataan berikut ini. Kalau Tuhan maha kuasa, maka Ia kuasa membuat batu yang maha besar, sehingga Ia tidak kuasa mengangkat batu tersebut (Jujun). Apakah pernyataan ini benar? Untuk mengetahuinya dilakukan validasi premis. Tuhan maha kuasa merupakan premis mayor. Ia kuasa membuat batu yang maha besar merupakan premis minor. Ia tidak kuasa mengangkatnya merupakan premis minor. Pernyataan dianggap benar jika kebenaran premis-premis minor konsisten dengan kebenaran premis mayor. Karakter berlandaskan kebenaran sesungguhnya, yakni premis mayor. Isteri sayang dan hormat kepada suami (premis mayor). Isteri sayang dan hormat kepada suami yang bertanggungjawab (premis minor). Isteri sayang dan hormat juga kepada suami yang kurang bertanggungjawab. Dalam perspektif pemahaman dan kekuatan karakter, suami yang kurang bertanggungjawab lebih efektif berubah jika direspon dengan karakter berlandaskan kebenaran sesungguhnya.
68
| Volume I, Nomor 1, Maret 2016 | Halaman 63 – 78
Penalaran kontemplatif Paham
determinis,
kebenaran
dengan
penalaran
kontemplatif
(contemplative reasoning), paham fenomenologis dengan penalaran empiris (empirical reasoning), paham pragmatis dengan penalaran akal sehat (commonsence reasonig). Kebenaran determinis, Tuhan menentukan segala-galanya dapat ditemukan dan dipahami dengan penalaran kontemplatif, perenungan yang mendalam. Kebenaran fenomenologis (hukum sebab akibat - causalitas) ditemukan dan dipahami dengan penalaran fakta empiris. Kebenaran pragmatis ditemukan dan dipahami dengan penalaran akal sehat. Ukuran kebenaran akal sehat adalah tujuan tercapai. Pada dasarnya, premis mayor adalah kebenaran determinis, sehingga kebenaran empiris (premis minor) dan kebenaran pragmatis harus konsisten dengan kebenaran determinis. Oleh sebab itu guru berkarakter menjadikan kebenaran kontemplatif sebagai landasan karakter, sehingga kebenaran empiris dan kebenaran akal sehat merujuk pada kebenaran kontemplatif.
Allah mengirim Yusuf ke Mesir Bandingkanlah kebenaran berikut ini. Kejadian 37, 28. Ketika ada saudagarsaudagar Midian lewat, Yusuf diangkat ke atas dari da-lam sumur itu, kemudian dijual kepada orang Ismael itu dengan harga dua puluh sykal perak. Akan tetapi di Kejadian 45, 8. Dikatakan; Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah. Dialah yang telah menempatkan aku sebagai Bapa bagi Firaun dan Tuan atas seluruh tanah Mesir. Manakah yang benar? Oleh Yusuf menggunakan kebenaran yang sesungguhnya dalam hidupnya, maka di Kejadian 41, 55 ditemukan: Ketika seluruh negeri Mesir menderita kelaparan, dan rakyat berteriak minta roti kepada Firaun, Berkatalah Firaun kepada semua orang mesir; pergilah kepada Yusuf, perbuatlah apa yang akan dikatakan kepadamu. Ini adalah implikasi hidup dengan kebenaran kontem-platif yakni kebenaran sesungguhnya (absolut).
69
Belferik Manullang – Membangun LPTK Kristen dan Menyiapkan Guru Berkualitas, Berintegritas dan Transformatoris
Head, hand and heart Kemampuan menemukan, memahami kebenaran kontemplatif (kebenaran sesungguhnya) didukung oleh kemampuan akal (head), pengalaman dalam perbuatan (hand) dan penghayatan (peakexperience, pengalaman puncak) heart hati. Kemampuan hati (heart) adalah keutamaan penalaran kontemplatif, walupun tetap menyertakan akal (head) dan pengalaman (hand). Mata dapat melihat, tetapi tidak dapat mendengar dan berbicara. Telinga dapat mendengar, tetapi tidak bisa berbicara dan melihat. Mulut dapat berbicara, tetapi tidak dapat melihat dan mendengar. Hati dapat melihat, mendengar, dan berbicara. Guru berkarakter memfungsikan kemampuan akal (head), perbuatan (hand) dan penghayatan (heart) untuk menghasilkan kemampuan memimpin yang terbaik tertinggi.
Krisis Karakter dan Respiritualisasi Sub bab tentang krisis karakter dan respiritualisasi ini membahas tentang krisis sumberdaya manusia, krisis karakter adalah krisis spiritual, dan respiritualisasi karakter.
Krisis sumber daya manusia Krisis bangsa, atau krisis masyarakat atau krisis kehidupan adalah krisis sumber daya manusia. Dalam hal ini, pendidikan gagal menjalankan fungsinya yakni membangun karakter. Bung Karno mengatakan bahwa bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building). Karena character building inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya serta bermartabat. Kalau character building tidak dilakukan, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli. Ernesto Imbassahy deMelo dalam Keith Davis mengatakan: “the human being is the center and yardstick of everything”. Manusia dengan segala sifat-sifatnya adalah pusat dan ukuran segalanya. J Watson Wilson lebih lanjut mengatakan: “If you dig very deeply in to
70
| Volume I, Nomor 1, Maret 2016 | Halaman 63 – 78
any problem, you will get “people”.4 Jika anda menggali terus secara mendalam setiap per-soalan maka anda akan menemukan akar masalahnya adalah orang. Penyebab krisis bangsa, krisis masyarakat, ataupun kehidupan pada dasarnya adalah krisis sumber daya manusia, yakni krisis karakter.
Krisis karakter adalah krisis spiritual Fenomena krisis hidup manusia tidak hanya semata-mata krisis intelektual dan moral. Sedikit lebih dalam ke jantung persoalan bahwa krisis yang hampir merambah seluruh lini kehidupan, sebenarnya berasal dan bermuara pada krisis spiritual. Ada banyak orang-orang profesional mengalami kegelisahan spiritual. Hasil studi baru mengindikasikan bahwa sukses abad 21 tergantung optimasi spiritualitas. (The Spiritual Crisis of Man, Paul Brunton dalam Sukidi). Krisis spiritual membuat seseorang cenderung menjadi sumber atau bagian dari masalah. Sementara cerdas spiritual membuat seseorang cenderung menjadi solusi masalah. Krisis spiritual juga cenderung membuat orang yang pintar membuat masalah kecil semakin rumit, sementara cerdas spiritual membuat orang pintar berhasil menyederhanakan bahkan menyelesaikan masalah.
Gambar1. Paradigma Karakter dan Pemimipin
4Keith
Davis. Human Behaviorat Work, (New Delhi: Prentice-Hall, 1978), 3
71
Belferik Manullang – Membangun LPTK Kristen dan Menyiapkan Guru Berkualitas, Berintegritas dan Transformatoris
Respiritualisasi karakter Respiritualisasi karakter menjadi pilihan utama memperbaiki kehidupan di masa depan. Kembalilah kepada hal-hal spiritual: back to the Bible, back to the nature, and back to the essence of life. Repsiritualisasi karakter dimulai dari kecerdasan yakni intelektual (IQ), emosional (EQ) dan spiritual (SQ). Berlandaskan respiritualisasi kecerdasan
kemudian dilanjutkan dengan
respiritualisasi sikap dari sikap negatif, kemudian sikap obyektif sampai dengan sikap positif, Sesudah itu respiritualisasi mindset mulai dari mindset praktis teeknologis, mindset keilmuan sampai dengan mindset esensi. Berikutnya respiritualisasi komitmen mulai dari komitmen kontinuans, kemudian komitmen afektif sampai dengan komitmen normatif. Puncaknya adalah respiritualisasi kompetensi mulai dari kompetensi pengetahuan, kompetensi ketrampilan sampai dengan kompetensi abiliti (penghayatan). Demikian karakter guru dapat menunjukkan kinerja terbaik dan tertinggi.
Karakter Guru Pada bagian ini akan membicarakan tentang (1) landasan pembentukan karakter; (2) kecerdasan (intelektual, emosional dan spritual-IESQ); (3) Mindset (praktis, keilmuan dan esensi); (4) Komitmen (kontiuans, afektif dan normatif); (5) Kompetensi (pengetahuan, keterampilan dan abiliti). Berikut ini akan dijelaskan secara seksama.
Landasan pembentukan karakter Sekecil apapun aktivitas guru maka sebagai pendidik, lakukanlah di atas landasan kecerdasan yang tidak hanya pintar dan energik, tetapi, juga tulus. Pintar, energik dan tulus menyatu menjadi kekuatan memimpin. Ia menjadi guru berkarakter memiliki kualitas, integritas dan kepribadian transformatif. Kecerdasan dan susunan saraf. IQ terletak pada neocortex (Binet Simon Perancis 1905) EQ terletak pada lymbic system (Daniel Goleman as 1995) SQ terletak pada
72
| Volume I, Nomor 1, Maret 2016 | Halaman 63 – 78
temporal lobe atau godspot (DanahZohar – Ian Marshall 2000). Guru sebagai pendidik membutuhkan IESQ tinggi.
Kecerdasan (intelektual, emosional dan spiritual – IESQ) Kecerdasan intelektual adalah kecepatan dan ketepatan melakukan aktivitas mental, berfikir, penalaran, dan pemecahan masalah. Semakin cerdas secara intelektual maka semakin cepat dan tepat menemukan dan memahami strategi dan teknik menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan. Kecerdasan intelektual berhubungan dengan kemampuan numerik, pemahaman verbal, kecepatan perseptual, penalaran induktif, pen-alaran deduktif, visualisasi ruang dan memori. Guru sebagai pendidik membutuhkan kecerdasan intelektual tinggi, sebab tanpa kecerdasan ini ia tidak memiliki kreativitas menyelesaikan tugas-tugas membangun karakter. Kecerdasan Emosional (EQ) adalah dorongan untuk bertindak, bergerak. Movere-menggerakan (bahasa latin). EQ adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan penuh pengaruh manusiawi. Bukti neurologis terakhir menunjukkan bahwa emosi adalah bahan bakar yang tidak tergantikan bagi otak agar mampu melakukan penalaran yang tinggi mo-tus anima. Jiwa yang menggerakkan individu. EQ tinggi berarti memiliki energi kuat untuk
memfungsikan
IQ,
yakni
semangat
tangguh,
antusias,
tekun
melaksanakan strategi dan teknik yang didapatkan melalui kecerdasan intelektual. Pengembangan EQ melalui tahapan berikut; 1) mengenali emosi diri sendiri, 2) mengelola suasana hati, 3) motivasi diri sendiri, 4) mengenali emosi orang lain, 5) membina hubungan. Seseorang memiliki semangat tangguh, antusias dan tekun apabila mereka bebas dari emosi-emosi negatif yang berlebihan. Guru sebagai pendidik membutuhkan kecerdasan emosional tinggi agar efektif membangun karakter. Kecerdasan Sipiritual (SQ) adalah kecerdasan yang bertumpu pada bagian terdalam dalam diri pribadi (the inner spirit – the hidden power) yang berhubungan
73
Belferik Manullang – Membangun LPTK Kristen dan Menyiapkan Guru Berkualitas, Berintegritas dan Transformatoris
dengan kearifan, bisa di luar ego atau kesadaran jiwa. SQ merupakan landasan utama kecerdasan religius. Menggunakan SQ untuk lebih cerdas menjalankan ajaran agama, dapat membangun kehidupan menjadi luar biasa. SQ mampu melihat kesatuan di balik perbedaan, potensi di balik ekspresi nyata. Yang membedakan seseorang bisa sukses luar biasa atau hanya sukses biasa-biasa saja adalah SQ. SQ adalah fondasi yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita. Kecerdasan spiritual membuat seseorang dapat memiliki sifat-sifat tulus, memuliakan, beriman, lembut, halus, dermawan, rendah hati, mengamalkan kebaikan, menabur kasih, menjaga kedamaian, suka berdoa, dapat mempercayai, dapat dipercaya, bersyukur, sikap otentik (genuin) memiliki integritas, menjaga harmoni, jujur, hati-hati, bersih. Guru belajar cerdas spiritual, sebab tanpa kemampuan ini guru tidak bermanfaat lembaganya dan untuk orang lain. Guru sebagai pendidik membutuhkan kecerdasan spiritual yang tinggi supaya efektif membangun karakter. Ciri-ciri IESQ. Intelektual baik (IQ tinggi, ESQ kurang rendah) berfikir rasional, mengagungkan Iptek, dorongan memimpin tinggi, rasa superior, sangat kritis namun cenderung destruktif, individu-alis, ketekunan situasional, transaksional. Intelektual dan emosional (IEQ tinggi, SQ kurang rendah) dimana cara berfikir rasional, minat iptek baik, kritis, empati, tekun, bersahabat atas kepentingan, sikap transaksional. Intelektual, emosional dan spiritual (IESQ) tinggi, berfikir rasional dan suprarasional, minat Iptek memadai, kritis konstruktif, berempati, bersahabat, tekun, toleran, sikap transendensi. Guru sebagai pendidik membutuhkan IESQ tinggi di mana SQ sebagai pengendali IEQ, agar efektif membangun karakter. Sikap (Negatif, obyektif dan Positif) Jenis dan ciri-ciri sikap 1) sikap negatif: curiga, 2) sikap obyektif: logika rasional dan 3) sikap positif: berfikir positif. Ketika SQ tidak berkembang, sikap positif pun sulit berkembang. Sikap positif berkembang ketika IESQ berkembang dengan seimbang. Sikap positif memberi kemampuan merespon dengan positif ketika menghadapi kesulitan, ataupun persoalan. Perempuan menjadi efektif 74
| Volume I, Nomor 1, Maret 2016 | Halaman 63 – 78
apabila mereka memiliki sikap positif menghadapi menjalankan perannya di tengah keluarga. Harrel mengatakan: whatever you do in life, if you have positive attitude, you’ll always be 100 percent.5 Sikap positif sangat menentukan capaian prestasi atau kinerja terbaik. Sikap positif adalah merupakan karakter keutamaan. Guru sebagai pendidik membutuhkan sikap positif tinggi sebagai keutamaan untuk efektif membangun karakter.
Mindset (Praktis, Keilmuan dan Esensi) Ciri-ciri mindset. Mindset terdiri dari tiga tingkatan yakni mindset praktis dengan penalaran akal sehat. Mindset keilmuan dengan penalaran empiris, dan mindset esensi dengan penalaran kontemplatif 1) Penalaran akal sehat (mindset praktis) menyelesaikan masalah dengan menggunakan kebenaran menurut akal sehat. 2) Penalaran empiris (mindset keilmuan) menyelesaikan masalah dengan menggunakan kebenaran hasil penelitian 3) Penalaran kontemplatif (mindset esensi) menyelesaikan masalah dengan menggunakan kebenaran universal (premis mayor). Karakter mindset esensi merupakan keutamaan mindset. Guru sukses memiliki kebenaran penalaran pragmatis (premis minor) dan penalaran empiris (premis minor) konsisten dengan kebenaran penalaran kontemplatif. Guru sebagai pendidik membutuhkan penalaran kontemplatif yang mendalam sebagai keutamaan agar efektif membangun karakter.
Komitmen (Kontinuans, Afektif dan Normatif) Komitmen ini mencakup pembahasan: 1) Ciri-ciri komitmen. Komitmen continuans adalah tingkat keterikatan atas dasar pertimbangan nilai ekonomis yang dirasakan dari institusi dibanding-kan dengan meninggalkannya. (setia karena materi); 2) Komitmen afektif adalah tingkat keteri-katan atas pertimbangan emosio-nal dengan lembaga dan keyakinan ter-hadap nilai yang ada. (setia karena ikatan emosi); 3) Komitmen normatif adalah tingkat kesetiaan 5Keith
Harrel. Attitude is Everything, (NY: Collins Business, 2004), 11.
75
Belferik Manullang – Membangun LPTK Kristen dan Menyiapkan Guru Berkualitas, Berintegritas dan Transformatoris
institusional berbasis nurani atas dasar pertimbangan moral dan etis. (setia karena tanggungjawab moral); 4) Guru sukses memiliki komitmen normatif tinggi terhadap institusi di mana mereka memimpin. Guru sebagai pendidik membutuhkan komitmen normatif kuat sebagai keutamaan agar efektif membangun karakter.
Kompetensi (Pengetahuan, Ketrampilan dan Abiliti) Kompetensi dalam tulisan ii mengkaji beberapa pokok penting, antara lain: 1) Ciri-ciri kompetensi. Kompetensi knowledge adalah penguasaan konsep ilmu dan teknologi secara benar tentang sesuatu objek, dikategorikan se-bagai kemampuan intelektual. 2) Kompetensi skill ialah kemampuan melakukan secara benar konsep ilmu pengetahuan dan teknologi. 3) Kompetensi abiliti adalah internalisasi kompetensi skill secara benar menjadi kebiasaan yang mempribadi. 4) Karakter kompetensi abiliti adalah merupakan keutamaan kompetensi bagi seorang. Guru sukses memiliki kompetensi abiliti dalam memimpin institusi di mana mereka memimpin. Guru sebagai pendidik membutuhkan kompetensi abiliti kuat sebagai keutamaan agar efektif membangun karakter.
Pembentukan Karakter Pembentukan karakter pada bagian ini akan membawa kita kepada beberapa hal mendasar, yaitu (a) tahapan pembentukan karakter, (b) ciri-ciri pembentukan karakter dan (c) penguatan karakter. Ketiga bagian ini akan dijabarkan dan diuraikan secara secara seksama demi menemukan dan memberikan sebuah pemahaman.
Tahapan pembentukan karakter Tahapan pembentukan karakter mengikuti tahapan berikut; thought – action – habit. (pemahaman – tindakan – kebiasaan). Thinkrightly – actrightly – liverightly. pikiran benar - perbuatan benar - hidup benar. Pemahaman yang benar sesuai 76
| Volume I, Nomor 1, Maret 2016 | Halaman 63 – 78
kebenaran sesungguhnya, kemudian melakukannya secara benar, melaksanakan secara terus menerus sampai menjadi kebiasaan – karakter. Guru sebagai pendidik mengendalikan seluruh tiga tahapan ini, memberi pemahaman yang benar, mendorong untuk dilaksanakan dan memotivasi agar dilakukan secara terus menerus sampai menjadi kebiasaan – karakter.
Ciri-ciri pembentukan karakter Pembentukan karakter memiliki beberapa ciri: a) dilakukan oleh guru yang berkarakter sebagai teladan b) membutuhkan waktu relatif lama, c) karakter bersumber dari kebenaran sesungguhnya, c) membutuhkan ketekunan, kesabaran, ketulusan untuk melakukan dengan konsisten. Guru sebagai pendidikan memahami, melaksanakan dan menghayatinya supaya efektif membangun karakter.
Penguatan karakter Belferik Manullang dan Dapot Tua Manullang6 melihat perlu penguatan karakter. Tobestrongcharacter. I asked for strength, and God gave me difficulties to make me strong. I asked for wisdom, and God gave me problems to solve. I asked for prosperity, and God gave me a brain and brawn to work. I asked for courage, and God gave me obstacles to overcome. I asked for love, and God gave me troubled people to help. I asked for favors, And God gave me opportunities. I received nothing I wanted, but I received everything I needed. Guru sebagai pendidik terus menerus menguatkan karakter mereka.
PENUTUP Landasan membangun LPTK Kristen adalah kebenaran. Kebenaran yang didapatkan tidak hanya dengan penalaran pragmatis dan penalaran empiris melainkan juga dengan penalaran kontemplatif. Guru memiliki kualitas,
6BelferikManullangdanDapotTuaManullang.
MaknaEsensidanImplementasi Pro Deoet Patria,(Medan: YRF –
Universitas HKBP Nommensen, 2015), 12.
77
Belferik Manullang – Membangun LPTK Kristen dan Menyiapkan Guru Berkualitas, Berintegritas dan Transformatoris
integritas dan memiliki kepribadian transformatif landasannya ialah IESQ. Landasan ini menghasilkan sikap positif, mindset esensi, komitmen normatif dan kompetensi abiliti. Oleh karena itu penulis merekomendasikan: 1) Penyelenggaran dan pengelola LPTK Kristen mengambil kebijakan dengan berlandaskan kebenaran. 2) Proses pembelajaran di LPTK Kristen Tahapan pembentukan karakter dilakukan secara konsisten dan komprehensif sampai memiliki karakter yang diharapkan. Guru sebagai pendidik memahami, melaksanakan dan menghayatinya supaya efektif membangun karakter.
BIBLIOGRAFI Alkitab. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 1997 Chopra, Deepak. Self Power; Spiritual Solutions to life’s Greatest Challenges, London: Rider, 2013. Davis, Keith. Human Behaviorat Work. New Delhi: Prentice-Hall, 1978. Harrel, Keith. Attitudeis Everything. NY: Collins Business, 2004. Manullang Belferik, dan Dapot Tua Manullang. Makna Esensi dan Implementasi Pro Deoet Patria, Medan: YRF – Universitas HKBP Nommensen, 2015. Manullang, Belferik dan Sri Milfayetty. Esensi Pendidikan, IQ – EQ – SQ, Medan: YRF – PPs Universitas Negeri Medan, 2005. Sai, Sathya. A Compilation of the Teaching of SSB on Education, Tustin USA; SSB Center of America, 2002. Suhartono, Suparlan. Filsafat Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Penerbit Ar-Ruzz, 2007 Sukidi. Kecerdasan Spiritual. Jakarta: PT Gramedia, 2005. Suryasumantri, Jujun. Filsafat Ilmu, Jakarta: Sinar Harapan, 1996. Zohar, Danah dan Ian Marshall. SQ, Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, Bandung: Mizan, 2000.
78