95
MEMBANGUN IMAGE KUALITAS MELALUI MEREK Syahdanur Syaifullah Rozikin Fakultas Ekonomi Universitas Islam Riau Abstract Global marketing strategy expert, Prof. Dr. Warren J Keegan in a one-day seminar themed "how to enter the global market,, especially as the market" (New York Wednesday, March 12, 1997) states that Indonesian entrepreneurs can no longer plays continue as "tailor" if want to compete in the global market. "Artisan sewing" very ironic indeed if the word was once attached to this great nation. It all happened because of our position as the only recipient of a mere buyer orders as desired. By understanding the other, as long as we are exporting the products are always not accompanied by product name (read: brand) are offered. So that the level of dependency on the buyer is very high. It looks ranging from "quality, delivery, and price" determined very dominant buyer. An interesting example is the mainstay for Indonesian export products such as textiles, garments, footwear and plywood abroad only be considered as a commodity (Reuters, March 22, 1996). Slowly but surely, one of the products of Indonesia has been able to compete in the domestic market and overseas market. For example, 123 Teak brand products that focus Garden Furniture made from teak and tamarind, has been able to compete in the land of China by opening a furniture store since September 2012 Many other examples that have been able to compete. PENDAHULUAN Globalisasi telah menembus dinding pembatas antar negara dan menggantinya dengan perdagangan bebas lintas negara oleh karena itu persaingan semakin ketat antara produk-produk dalam satu kategori saling bersaing untuk memuaskan kebutuhan konsumen. Banyak sekali merek baru yang bermunculan dan bersaing untuk mendapatkan tempat di hati konsumen untuk menjadi merekunggulan sebagai pilihan utama konsumen. Dalam kondisi seperti ini konsumen dalam posisi yang kuat, banyak pilihan untuk suatu kebutuhan sehingga konsumen bingung untuk memilih suatu produk.
Melalui iklan dan saluran komunikasi pemasaran lainnya setiap produk menawarkan klaim dan janji kepada konsumen, disinilah pentingnya sebuah merek. Dalam menghadapi persaingan yang ketat sebuah merek yang mapan dan kuat dapat memberikan kredibilitas untuk se buah produk yang baru juga merupakan pembeda yang jelas, bernilai dan berkesinambungan. Merek diyakini mempunyai kekuatan yang dahsyat untuk memikat hati orang untuk membeli produk atau jasa yang diwakilinya, keputusan pembelian pun lebih sering didasarkan pada pertimbangan merek daripada hal lain. Untuk membangun suatu merek
96
Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akutansi I Vol 21 No. 2 Desember 2013
diperlukan suatu strategi manajemen yang baik agar produk yang ditawarkan dapat dikonsumsi atau dipilih oleh konsumen dan mereka menjadi pengguna yang loyal terhadap produk-produk yang ditawarkan. Merek dan Peranannya Merek (brand) sebagai suatu nilai yang sangat penting diperhatikan untuk menunjang keberhasilan pemasaran dalam prakteknya sering diabaikan, Apa arti nilai sebuah merek?. Begitu komentar pemasar yang nilai dan peranan merek sering diragukan, termasuk sebagian kalangan akademisi. Mengapa merek tidak tercantum dalam marketing mix ( Produc; Price; Place; Promotion ) secara jelas ? Sementara marketing mix memang hanya mencantumkan produk, harga, distribusi dan komunikasi pemasaran sebagai resep keberhasilan pemasaran. Disini tidak tercantum peranan merek jelas dan rinci. Menurut Kotler (2000), menyebutkan bahwa citra merek adalah sejumlah keyakinan tentang merek. Simamora (2002) juga bicara tentang keyakinan. Jelasnya hubungan antara dua node, misalnya, Volvo adalah mobil yang aman. Dua node yang dimaksud adalah Volvo dan aman. Kata ’adalah’ yang menghubungkan kedua node tersebut menunjukkan adanya keyakinan customer. Asosiasi terhadap merek merupakan segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Asosiasi merek merupakan kumpulan keterkaitan sebuah merek pada saat konsumen mengingat sebuah merek (Aaker, 1996). Asosiasi merek menjadi salah satu komponen yang membetuk ekuitas merek dikarenakan asosiasi merek dapat membentuk image positif terhadap merek yang
muncul, yang pada akhirnya akan menciptakan perilaku positif konsumen. Menurut Keller (1998), asosiasi yang timbul terhadap merek didorong oleh identitas merek yang ingin dibangun perusahaan, dan disebutkan asosiasi merek memiliki berbagai tipe yaitu : 1. Atribut (attributes), asosiasi yang diakitkan dengan atribut-atribut dari merek tersebut, seperti : price, user image, usage imagery, feelings, experiences dan brand personality. 2. Manfaat (benefit), asosiasi suatu merek dikaitkan dengan manfaat dari merek tersebut, baik manfaat fungsional maupun manfaat simbolik dari pemakainya, serta pengalaman yang dirasakan oleh pengguna (experiental benefit). 3. Sikap (attitudes), asosiasi yang muncul dikarenakan motivasi diri sendiri yang merupakan sikap dari berbagai sumber, seperti punishment, reward dan knowledge. Keller mendefinisikan citra merek sebagai persepsi tentang merek sebagaimana yang dicerminkan oleh merek itu sendiri ke dalam memori ketika seorang konsumen melihat merek tersebut. Model konseptual dari citra merek menurut Keller (1998) meliputi atribut merek, keuntungan merek dan sikap merek. Secara konseptual menurut Sofjan Assauri (1990;182) merek (brand names) memang bagian dari rekayasa sebuah produk (product mix). Nama merek (brand name) adalah bagian merek yang diucapkan termasuk huruf, kata termasuk angka seperti 7 UP. Sebuah nama merek seringkali merupakan satu-satunya ciri yang membedakan sebuah produk. Tanpa nama merek, sebuah perusahaan tidak mengidentifikasi produk-produknya.
Membangun Image Kualitas Melalui Merek (Syahdanur & Syaifullah Rozikin)
Bagi para konsumen, nama merek merupakan suatu yang mendasar seperti produk itu sendiri. Nama merek menyederhanakan pembelian, jaminan mutu dan memungkinkan ekspresi diri. Tetapi kenyataan pula yang membuktikan aqua, Indocafe, polytron, Kijang, Maspion, Sepatu Bata, Sariayu, Mustika Ratu, pepsodent, Indomie dan lain sebagainya, mampu menempatkan dirinya di pasar International berkat konstribusi positif dari merek. Di sini merek terbukti memiliki peranan yang penting, bukan sekedar kelengkapan label. Kehadirannya tidak lagi sematamata sebagai pelengkap. Merek terbukti menjadi alat Bantu pemasaran yang kreatif. Sebagai ilustrasi, polytron misalnya, sebagai merek lokal yang merupakan produk elektronik buatan kelompok djarum adalah satu-satunya merek local yang berhasil masuk 10 besar “top of mind” (merek yang paling sering disebut/diingat pertama kali oleh konsumen) kategori umum. Dari berbagai ilustrasi diatas, dan menyimak apa yang dikatakan Philip Kotler tentang merek yaitu,”sebuah nama, istilah dan desain ataupun kombinasi dari keduanya yang dimaksudkan untuk menandakan barang, pelayanan dan untuk membedakan mereka dari kompetitorkompetitor yang ada”, dapatlah dipahami bahwa merek (brand) sebenarnya bukan sekedar nama (brand nama), bukan sekedar tanda (trade mark) namun merek sebenarnya merupakan “janji” penjual untuk secara konsisten memberikan tampilan, manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek memberikan jaminan mutu (baca tampilan, manfaat, dan jasa). Dengan pemahaman lain sebuah merek adalah seluruh atribut
97
(berwujud dan tidak berwujud), dan menjadi suatu jaminan kredibilitas mutu dan keaslian segala sesuatu termasuk komoditas, bisa diberi merek. Bahkan perusahaan Philips Moris dan Nestle yang terkenal itu sadar bahwa merek adalah kunci utama dalam mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian . A. Aker telah mengingatkan bahwa merek, bukan produk yang berharga bagi pelanggan. Nilai yang terkandung dari merek akan semakin besar bila suatu merek bukan dianggap sebagai suatu nama, tetapi dikenal pelanggan (brand awareness), mempunyai asosiasi yang positif di benak pelanggap (brand association) dipersepsi mempunya kualitas yang baik (perceived quality) dan di loyali pelanggan (brand loyality). “Brand is the key to business strategi”, melihat peranan merek semakin jelas bahwa merek tidak lagi dibatasi hanya untuk konsumen pasar produk yang bergerak cepat (FMCG= Fast moving Consumer Good). Perusahaan pelayananpun kian mengandalkan merek sebagai alat untuk menyerang competitor mereka. Bahkan perusahaan industrialpun menjadi pencipta merek-merek yang barangkali diilhami oleh kesuksesan nama-nama merek yang top di pasar seperti komputer dan peralatan kantor. Karena itu merek sangat erat hubungannya deengan service. Karena service inilah yang menyebabkan konsumen mendapatkan “value” (baca; perbedaan antara total costumer value <product value, service value, personal value dan image value> dengan total costumer cost /monetary cost, energy cost,dan physic cost) tertentu sehingga bisa mmberi arti tertentu bagi sebuah brand/merek. Menciptakan nama merek yang baik (just a name), kesadaran akan
98
Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akutansi I Vol 21 No. 2 Desember 2013
merek sehingga dikenal (brand awareness), asosiasi/identitas atas merek (Brand associaion), dipersepsi/dianggap punya kualitas (perceived quality) dan mampu menciptakan agar konsumen/ pelanggan loyal terhadap merek yang dibuat (brand loyalty), ini menunjukkan tahapan/proses dalam membangun sebuah merek (brand equity). Tahapan/proses ini tidak lain bertujuan untuk membentuk/ mencapai “brand equity” (baca kekuatan nama) dari sebuah produk yang diberi merek. Sehingga saat orang mendengar nama Mercedes Benz misalnya bayangan orang tiak berhenti pada bentuk sebuah mobil, tapi lengkap dengan segala citra kemewahan, harga yang mahal atau mesin yang canggih. “Mickey mouse”, mulai dari namanya; bentuk tubuh/wajahnya; jenis pakaiannya; ceritanya; sifatnya yang nakal; lucu; cerdik dan lain sebagainya, menjadi tokoh yang hidup dihati pengemarnya, terutama remaja. Sampai – sampai lupa bahwa Mickey Mouse sebenarnya hanyalah seekor tikus yang bernama mickey. Sehingga “ Disney Land “ dapat menjual topi, tas tangan untuk remaja dengan memakai merek “ Mickey Mouse “. “Brand Equity “ adalah kekuatan nama yang dimiliki satu merek produk yang dapat menjadi modal suatu perusahaan untuk memasarkan produknya atau jumlah asset maupun liability yang dipunyai suatu brand,sebagai akibat dari usaha yang dilakukan seorang marketing manager untuk memelihara citra sesuatu brand di benak konsumen. Misalnya; nama merek barang itu sendiri,logo atau symbol yang berbentuk huruf atau gambar, karakter.Tikus Mickey Mouse yang
telah mendunia satu contoh yang menarik untuk dipahami. Kita tidak hanya mengenal nama, bentuk tubuh dan namanya,jenis pakaiannya, ceritanya, tetapi juga mengenal sifatnya yang nakal,lucu,cerdik dan sebagainya. Dia menjadi tokoh yang hidup dihati pengemarnya. Kalau semua itu terjadi, berarti telah terdapat kesadaran merek, loyalitas merek,anggapan atas kualitas. Asosiasi atas merek ( identitas merek ). Itulah “ Brand Equity “. Brand Equity atau kekuatan nama yang dimiliki sebuah produk sangat besar manfaatnya bagi usaha pemasaran, yaitu: Dapat lebih mudah meluaskan usaha pemasarannya, bahkan dengan hanya menjual namanya saja. Dapat lebih mudah bagi perusahaan untukmembuka cabang usahanya ditempatlain. Dapat memperluas penggunaan merek tersebut untuk barang lainnya. Dapat terhindar dari penciplakan, karena merek sudah mempunyai hak paten.Kekuatan nama hanya bisa terwujud apabila kita mampumensynergykan “ Service – value – brand “. Disamping strategi dan taktik yang lain. Kisah perusahaan sepatu ‘NIKE’ agaknya memiliki daya tarik tersendiri untuk menjadi bahan diskusi terutama bagi pemerhati masalah pemasaran. Banyak buku referensi pemasaran yang menyertakan kasus ini baik sebagai contoh maupun pembanding dalam memperkuat teory mereka-termasuk juga tulisan ini. Fenomena ini agaknya tidak begitu berlebihan. Perusahaan sepatu Nike dapat dianggap sebagai sebuah perusahaan yang unik. Hal ini dapat didasari suatu realitas bahwa perusahaan yang memiliki asset US$ 38 milyar dan menjual satu dari tiga pasang sepatu atletik di Amerika (Al Ries 1996; 25) ternyata tidak memiliki pabrik sama sekali. Padahal setiap
Membangun Image Kualitas Melalui Merek (Syahdanur & Syaifullah Rozikin)
tahunnya Nike mengeluarkan dana hampir US$ 120 juta untuk biaya iklan. Berbagai studi akhirnya menyimpulkan bahwa asset yang dimiliki Nike hanyalah asset merek. Perusahaan rokok Dunhill memiliki kisah unik lain. Pada dasarnya Dunhill hanyalah perusahaan penghasil rokok. Tetapi kemudian segala asesories pria nyaris memiliki persepsi kualitas yang tinggi jika di ‘tempeli’ merek Dunhill. Metamorfosa Peranan Merek Kisah sukses dua perusahaan diatas, agaknya menunjukkan bahwa ternyata merek tidak sekedar pembeda produk, namun tidak mustahil pada kondisi tertentu akan berujud asset yangbernilai ekonomis. Pada kondisi pasar monopoli atau ketika tingkat persaingan relatif rendah, peranan merek dapat diabaikan. Konsumen tidak terlalu mempedulikan merek “segitiga biru”, namun karena tidak ada tepung terigu merek lain, merek “segitiga biru” tidak akan memiliki peran yang berarti bagi produk. Mengikuti alur pemikiran David A. Aaker, penulis buku Managing Brand loyalty (Abdulrahman; 1996,39) dan konsep mark-Plus, peranan suatu merek mengalami semacam metamorfosa, menyesuaikan diri dengan tingkat persaingan yang terjadi saat itu. Ketika berada pada tingkat persaingan rendah, merek hanya berfungsi sebagai sebuah nama (just a name), sebagai pembeda sebuah produk dengan produk lain. Tetapi jika kemudian tingkat persaingan semakin tinggi, maka merek akan memberikan konstribusi yang lebih luas dalam menciptakan dan menjaga daya saing sebuah produk. Melalui merek, produk dapat dikenal orang (brand awareness)
99
walaupun konsumen belum menyadari fungsi produk. Ketika jumlah merek yang dikenal konsumen semakin banyak, maka peranan merek dapat diperluas sehingga mampu memberikan asosiasi tertentu (brand asosiation) dibenak konsumen Sebuah merek akan dihubungkan dengan fungsi dan citra khusus. Strategi Positioning Strategi segmentasi dan targeting harus diikuti dengan positioning strategi sebagai upaya untuk mengkomunikasikan konsep produk yang perusahaan tawarkan agar masuk dalam benak konsumen. Ries dan Trout (1986) adalah dua tokoh yang telah mempopulerkan konsep positioning ini hampir 3 dekade yang lalu. Beliau mengatakan positioning adalah suatu posisi atau kesan (image) yang ingin ditanamkan dalam pikiran konsumen khususnya konsumen yang menjadi sasarannya. Sebagai contoh, “positioning produk X adalah produk yang mempunyai kelas’” bearti produk tersebut ingin dipersepsi sebagai produk yang berkelas. Sedangkan image adalah sekumpulan asosiasi yang ada dalam pikiran konsumen. Biasanya, selain mempunyai persepsi tertentu yang menonjol suatu produk juga diasosiasikan pada hal-hal lainnya. Persepsi adalah proses pemilihan, pengorganisasian, dan penginterpretasian masukan informasi untuk menghasilkan makna. Masukan informasi merupakan sensasi yang diterima melalui penglihatan, perasaan, pendengaran, dan sentuhan. Wind (1990) secara jelas mengatakan positioning, posisi suatu produk menempati disuatu pasar sebagai yang dipersepsi oleh target market adalah merupakan alasan
100
Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akutansi I Vol 21 No. 2 Desember 2013
mengapa suatu produk berada di Pasar dan juga alasan bagi pelanggan untuk membeli produk tersebut. Lebih lanjut Wind (1990) menjelaskan strategi segmentasi dan positioning merupakan dasar untuk melakukan differensiasi produk, perencanaan dari seluruh program marketing mix dan bagaimana sumber-sumber daya perusahaan dialokasikan. Upaya membangun assosiasi sebuah merek juga memerlukan strategi positioning – memprosisikan sebuah produk pada keunggulan tertentu. Furguhar, seorang ahli pemasaran memberikan empat alternatif positioning produk. Pertama adalah strategi product feature. Strategi ini mengupayakan sebuah merek agar mampu mejelaskan feature produk. “Ujilah pelayanan kama”, merupakan kalimat yang berupaya menjelaskan feature kualitas pelayanan Mandarin Singapore Hotel. Dengan kalimat itu tersirat pesan bahwa pelayanan biasa Mandarin Singapore Hotel sedang berada pada kualitas terbaik sehingga memiliki rasa pecaya diri untuk diuji. Strategi kedua adalah dengan mengedepankan customer benefit. Rokok LA dalam iklan yang mengedepankan “Low Tar Low Nicotine and Get the Taste” merupakan salah satu upaya positioning dengan memberikan keuntungan kepada konsumen. Kehadirannya seolah-olah melengkapi consumer benefit yang pernah disuguhkan rokok lain dengan “Low Tar Low Nicotine” yaitu dengan memberikan keunggulan lain kualitas rasa. Strategi ketiga adalah melalui usage situation. Strategi ini mengupayakan agar sebuah produk dapat dianggap pening pada situasisituasi tertentu. Bedak Pi Geon- sejenis
bedak remaja yan iklannya sering tampil pada majalah remaja Anita, mengedepankan penting Pi Gon bagi remaja yang peduli dengan kehalusan kulit tetapi sering beraktivitas diluar ruangan. Bedak yang diposisikan sebagai paying bagi kulit remaja ketika berada diluar ruangan yang kena cahaya matahari langssung. Strategi berikutnya adalah product category. Positioning ini sebenarnya cukup menguntungkan. Sebab menimbulkan kesan dan bahkan mungkin juga realita bahwa produk tersebut telah memimpin pasar. Kasus ini dapat dilihat seperti Honda untuk motor bebek, Pepsodent untuk pasta gigi dan Rinso untuk deterjen. Namun hal ini tidak menjamin kelanggengan kepemimpinan pasar. Sebab ketika produk lain muncul dengan keunggulan yang lebih baik, product category sering menjadi nama generic. Seperti saat ini sering di dengar – paling tidak didaerah- adanya Honda merek Yamaha, Pepsodent merek Formula atau Rinso merek Omo misalnya. Kondisi ini mengisyaratkan agar product yang telah menempati product category masih dituntut untuk terus melakukan inovasi dan brand revaliditas sehingga merek generic tidak dikalahkan oleh merek lain. Merek dan Persepsi Kualitas Merek pada gilirannya perlu dipersepsikan sebagai produk yang berkualitas tinggi (perceived Quality), sehingga konsumen dapat memahami sebuah produk hanya melalui eksistensi, fungsi, citra dan mutu. Sebab pada umumnya konsumen akan sulit memahami kualitas sebuah produk dalam arti yang sebenarnya. Kualitas dimata konsumen lebih bersifat subjektif, tergantung bagaimana
Membangun Image Kualitas Melalui Merek (Syahdanur & Syaifullah Rozikin)
persepsi konsumen terhadap produk itu. Hasil penelitian sebuah lembaga pemeringkat produk di Amerika (AL Ries 1996;102) menyimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi yang kuat antara kualitas produk secara teknis dengan tingkat penjualan. Mobil kecil yang dijadikan sample menunjukkan bahwa sekalipun Volkswagen Getta adalah produk terbaik dari segi kualitas teknis, namun angka penjualan tertinggi justru diraih oleh Mobil Ford Escord. Penelitian ini menunjukkan bahwa konsumen menghadapi kesulitan dalam menilai produk secara rasional. Konsumen justru lebih sering menggunakan penilaian secara subjektif . Strategi Membangun Merek Dalam mengelola merek diperluka n kerangka kerja yang berbasis kerangka kerja manajemen pemasaran. Kerangka kerja Manajemen Pemasaran (Power Marketing) yang disusun oleh The Jakarta Consulting Group mempunyai landasan utama yaitu memanusiakan pelanggan. Pelanggan harus benar benar dijadikan subyek dan bukannya obyek Perusahaan harus mencanangkan tujuan berdasarkan Visi jauh ke depan membina hubungan jangka panjang dengan lingkungan yang akan meningkatkan kepuasan konsumen dan pada gilirannya akan memberikan konstribusi bagi kesejahteraan stakeholders Landasan pola pikir Power marketing terletak pada 3 kunci. 1. Pergerakan (moving). Pergerakan merupakan tumpuan untuk menjawab persaingan dan dinamika permintaan yang selalu begolak karena ekseptasi pelanggan semakin tinggi.
101
2. Kepedulian (caring) Pergerakan harus disertai dengan kepedulian kepada pelanggan melalui inovasi dibidang strategi, manajerial maupun produk atau jasa. 3. Inovasi (Inovating) Inovasi dibidang strategi dan manajerial menghasilkan produk atau jasa yang inovasi/ merupakan proses untuk memberikan nilai tambah bagi pelanggan sehingga terjadi kepuasan pada pelanggan yang akan menumbuhkan kepercayaan dan hubungan jangka panjang yang berkelanjutan serta tercipta loyalitas pelanggan Promosi Penjualan Pengembangan produk baru dalam konteks strategi pemasaran dalam penelitian yang diprakarsai oleh The Market Science Institute, yang dilakukan oleh Mahayan Wind dan JL Bayless menyatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya menunjukkan bahwa 25% dari total sales yang dicapai didapat dari even-even seperti pameran yang ditunjang dengan kegiatan promosi penjualanyang intensif hingga produk tersebut diluncurkan maka diharapkan produk tersebut menjadi pelopor pasar. Dengan demikian diharapkan membuat pangsa pasar yang baru sehingga peningkatan hasil penjualan tercapai melalui strategi produk baru dengan efektif. Hal ini juga mengacu pada penlitian dilakukan Hawkins, dkk (1998, p.27) dalam Andre Nugroho (2003, p.56) telah menunjukkan bahwa konsumen cenderung bereaksi atas promosi khususnya iklan yang menyenangkan dimana menunjukkan bahwa produk yang benar-benar diiklankan adalah produk yang benar-benar unggul.
102
Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akutansi I Vol 21 No. 2 Desember 2013
Periklanan merupakan salah satu variable didalam Promotional Mix dan merupakan salah satu bentuk dari komunikasi bisnis atau pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan (Hoyer, 1990). Konsep periklanan, menurut William G. Nickels, merupakan komunikasi non individu, dengan sejumlah biaya melalui berbagai media yang dilakukan oleh perusahaan, lembaga non laba, serta individuindividu. Mengutip pendapat tentang iklan yang dikemukakan oleh AMA, The American Marketing Assosiation, bahwa periklanan adalah : Setiap bentuk pembayaran terhadap suatu proses penyampaian dan perkenalan ide-ide, gagasan, dan layanan yang bersifat nonpersonal atas tanggungan sponsor tertentu. Selanjutnya menurut Wright, periklanan adalah : Proses komunikasi yang mempunyai kekuatan yang sangat penting sebagai alat pemasaran yang membantu menjualkan barang, memberikan layanan serta gagasan atau ide-ide melalui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang persuasive. Dari kedua definisi di atas dapat ditarik suatu ‘benang merah‘ bahwa periklanan itu merupakan suatu kegiatan yang menggunakan media tertentu untuk menyampaikan pesan atau ide dan dengan membayar biaya tertentu pula yang dilakukan oleh pihak sponsor. Menurut Basu Swastha Dh (1984 : 245) kegiatan periklanan bagi para produsen mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemasaran produk. Fungsi iklan itu antara lain : 1. Memberikan informasi Periklanan dapat menambah nilai pada suatu barang dengan memberikan informasi kepada konsumen. 2. Membujuk atau mempengaruhi Iklan mempunyai sifat membujuk terutama kepada pembeli-pembeli
potensial, dengan menyatakan bhwa suatu produk adalah lebih baik daripada produk lain. 3. Menciptakan kesan (image) Dengan sebuah iklan, orang akan mempunyai suatu kesan tertentu tentang apa yang diiklankan. 4. Memuaskan keinginan Sebagai alat yang dipakai untuk mencapai tujuan, dan tujuan itu sendiri berupa pertukaran yang saling memuaskan. 5. Sebagai alat komunikasi Periklanan adalah suatu alat untuk membuka komunikasi dua arah antara penjual dan pembeli, sehingga keinginan mereka dapat terpenuhi dalam cara yang efisien dan efektif. Promosi adalah bentuk persuasi langsung melakukan penggunaan berbagai insentif yang dapat diukur untuk merangsang pembelian produk dengan daya tarik jangkauan serta frekuensi promosi (Sethi, et al., 2001, p.75). Penggunaan informasi pada preferensi konsumen berdasarkan attitude merupakan kebalikan dari preferensi konsumen berdasarkan atribut terhadap tingkat keperluan akan kognisi serta keterlibatan (involvement). Secara umum, attitude dari konsumen merupakan gabungan dari (1). Kepercayaan, (2). Perasaan, serta (3). Tujuan (intention) perilaku terhadap sebuah objek, dalam konteks pemasaran. Ketiga komponen ini mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi dan bersama-sama menunjukkan suatu reaksi konsumen terhadap suatu objek (Hawkins, dkk., 1998, p.26; dalam Andre Nugroho, 2003, p.56). Strategi Mempertahankan Merek Citra sebuah merek bisa menurun hal ini haruslah diwaspadai oleh perusa
Membangun Image Kualitas Melalui Merek (Syahdanur & Syaifullah Rozikin)
haan, kegagalan layanan (service failure) harus segera diimbangi dengan program perbaikan layanan service recover program karena apabila pelanggan mengalami ketidakpuasan dalam penggunaan produk mereka akan sangat mudah untuk berpaling ke pesaing Merek seperti halnya intangible asset yang lain memang sangat rapuh, merek harus dibangun dan dijaga dari waktu ke waktu tapi karena suatu peristiwa tertentu merek bias amblas seketika. Perusahaan yang mempunyai ekuitas merek yang kuat bisa habis dalam satu malam. Ada semacam ledakan disruptive yang mampu memusnahkan bangunan merek tuntas hingga ke akar -akarnya. Sebuah merek bisa mati dikarenakan merek tersebut sudah tidak memiliki integritas dan kredibilitas. Inilah sisi gelap ekuitas merek. Dalam penurunan sebuah merek Mannie Jackson mempunyai tiga prinsip untuk menyelamatkan merek yang sudah terlanjur merosot yaitu 1. Produk harus direinvented supaya kembali relevan. 2. Konsumen harus menjadi pusat perhatian. 3. Organisasi harus dirombak agar benar-benar berorientasi bisnis (Hermawan Kartajaya) Selain tiga prinsip tersebut Mannie Jackson menerapkan prinsip Ed Spencer dalam menaikan merek yang sedang merosot yaitu : 1. Ciptakan kultur tanggung jawab 2. Pikirkan bagaimana memanfaatkan waktu. 3. Jangan puas dengan hasil tahun kemarin. 4. Lihatlah potensi orang lain. 5. Dan pikirkan selalu bahwa bos senatiasa bersama kita (Hermawan kartajaya).
103
Merek yang sudah merosot bisa dihidupkan kembali asal berpegang pada visi yang jelas Kesimpulan Dengan adanya beberapa studi kasus yang telah dibahas diatas dapat disimpulkan bahwa merek juga berpengaruh kuat terhadap penjualan sutu barang selain dari pada marketing mix yaitu price, product, promotion, place. Membangun suatu ekuitas merek yang kuat membawa seribu manfaat dan keuntungan yang paling jelas terlihat adalah harga premium alias diatas rata-rata pesaing. Dengan memiliki ekuitas merek yang kuat perusahaan bisa lepas dari hukum dasar ekonomi yang menyebutkan bahwa harga di pasar akan turun seiring dengan naiknya penawaran sebaliknya harga akan naik seiring dengan naiknya permintaan jadi harga terbentuk dari adanya keseimbangan antara penawaran dan permintaan. Perusahaan bisa mematok harga mengikuti kemampuan value yang perusahaan tawarkan kepada pelanggannya harga yang dipatok tidak lagi bergantung pada titik keseimbangan harga dalam kurva permintaan penawaran akibatnya perusahaan mampu menjadi price maker bukan price taker Apabila perusahaan sudah memiliki ekuitas merek yang kuat bisa melakukan perluasan merek, perusahaan bisa masuk ke pasar-pasar dan ceruk-ceruk baru untuk meningkatkan penghasilan perusahaan juga bisa menjadi perekat perusahaan dengan pelanggan, serta memiliki hubungan emosional bahkan spiritual dengan para pelanggannya. Merek tidak bisa berdiri sendiri tanpa didukung upaya-upaya
104
Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akutansi I Vol 21 No. 2 Desember 2013
pemasaran yang efektif dan organisasi yang solid bahkan merek yang kuat bisa punya efek negatif yang akan
menghancurkan merek itu sendiri kalau dukungan yang dibutuhkan untuk kesuksesannya tidak memadai.
Daftar Pustaka Aradhna Krisna, Imran S.Currim and Robert W. Shoemaker, Consumer Perception of Promotional Activity, Journal Of Marketing, vol 55,April 1991 Barbara A Lafferty ,Ronald E Goldsmith,Stephen J Newell (2002), The Dual Credibility Model : The Influence of Corporate and Endorser credibility on Attitudes and Purchase Intensions, Journal of Marketing, Summer 2002 Dhruv Grewal,Kent B.Monroe and R.Krishnan, The Effects of Price Comparison Advertising on Buyers’ Perceptions of Acquisition Value, Transaction Value,and Behavioral Intensions, Journal of Marketing,April 1998 Cobb-Walgren, Cathy J., Cyntia A. Ruble, and Naveen Donthu, 1995, “Brand Equity, Brand Preference, and Purchase Intent,” Journal of Advertising, (Fall), 25-40. Philip Kotler (1994), Marketing Management; Analysis, Planning,Implementation and Control, Eighth Edition, 1994