89
Selling Skill ; Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam Dalam Menjual SYAHDANUR Fakultas Ekonomi Universitas Islam Riau
[email protected]
Kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam merupakan peristiwa yang tiada bandingnya dalam sejarah umat manusia, karena kehadirannya telah membuka zaman baru dalam pembangunan peradaban dunia bahkan alam semesta (rahmatullil’alamin QS 21:107) Beliau adalah utusan Allah Subhana Wa Taala yang terakhir sebagai pembawa kebaikan dan kemaslahatan bagi seluruh umat manusia. Michael H. Hart ( 2003 ) dalam bukunya, menempatkan beliau sebagai orang nomor satu dalam daftar seratus orang yang memiliki pengaruh yang sangat besar dalam sejarah. Kata Hart, “Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam terpilih untuk menempati posisi pertama dalam urutan seratus tokoh dunia yang paling berpengaruh, karena beliau merupakan satu-satunya manusia yang memiliki kesuksesan yang paling hebat di dalam kedua bidang-bidang sekaligus : agama dan bidang duniawi”. Kesuksesan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam telah banyak dibahas para ahli sejarah, baik sejarawan Islam maupun sejarawan Barat. Salah satu sisi kesuksesan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam adalah kiprahnya sebagai seorang pedagang (wirausahawan) lwbih kurang 25 tahun ( usia 12 – 37 ) dan masa kenabian lebih kurang 23 tahun ( Usia 40 – 63 ). Untuk itu kita perlu merekonstruksi sisi tijarah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam, khususnya Selling skill, yaitu bagaimana Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam dalam menjual. Ilmu dan seni seperti apa yang beliau terapkan sehingga mencapai sukses spektakuler di zamannya. Key words : Selling skill A. Aktivitas Selling Skill Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam Reputasi Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam dalam dunia bisnis dilaporkan antara lain oleh
Muhaddits Abdul Razzaq. Ketika mencapai usia dewasa beliau memilih perkerjaan sebagai pedagang/wirausaha. Pada saat belum memiliki modal, beliau menjadi manajer perdagangan para
90 Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akutansi I Vol. 25 No. 2 Desember 2015
investor (shohibul mal) berdasarkan bagi hasil. Seorang investor besar Makkah, Khadijah , mengangkatnya sebagai manajer ke pusat perdagangan Habshah di Yaman. Kecakapannya sebagai wirausaha telah mendatangkan keuntungan besar baginya dan investornya.Tidak satu pun jenis bisnis yang ia tangani mendapat kerugian. Ia juga empat kali memimpin ekspedisi perdagangan untuk Khadijah ke Syiria, Jorash, dan Bahrain di sebelah timur Semenanjung Arab. Dalam literatur sejarah disebutkan bahwa di sekitar masa mudanya, Nabi Shallallahu alaihi Wa Sallam banyak dilukiskan sebagai Al-Amin atau AshShiddiq dan bahkan pernah mengikuti pamannya berdagang ke Syiria pada usia anak-anak (12 tahun). Lebih dari dua puluh lima tahun Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam berkiprah di bidang wirausaha (perdagangan), sehingga beliau dikenal di Yaman, Syiria, Basrah, Iraq, Yordania, dan kota-kota perdagangan di Jazirah Arab. Namun demikian, uraian mendalam tentang pengalaman dan keterampilan dagangnya kurang memperoleh pengamatan selama ini. Sejak sebelum menjadi mudharib (fund manager) dari harta Khadijah, ia kerap melakukan lawatan bisnis, seperti ke kota Basrah di Syiria dan Yaman. Dalam Sirah Halabiyah dikisahkan, ia sempat melakukan empat lawatan
dagang untuk Khadijah, dua ke Habsyah dan dua lagi ke Jorasy, serta ke Yaman bersama Maisarah. Ia juga melakukan beberapa perlawatan ke Bahrain dan Abisinia. Perjalanan dagang ke Syiria adalah perjalanan atas nama Khadijah yang kelima, di samping perjalanannya sendiriyang keenam-termasuk perjalanan yang dilakukan bersama pamannya ketika Nabi Shallallahu alaihi Wa Sallam berusia 12 tahun. Di pertengahan usia 30-an, Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam banyak terlibat dalam bidang perdagangan seperti kebanyakan pedagang-pedagang lainnya. Tiga dari perjalanan dagang Nabi Shallallahu alaihi Wa Sallam setelah menikah, telah dicatat dalam sejarah: pertama, perjalanan dagang ke Yaman, kedua, ke Najd, dan ketiga ke Najran. Diceritakan juga bahwa di samping perjalananperjalanan tersebut, Nabi Shallallahu alaihi Wa Sallam terlibat dalam urusan dagang yang besar, selama musim-musim haji, di festival dagang Ukaz dan Dzul Majaz. Sedangkan musim lain, Nabi Shallallahu alaihi Wa Sallam sibuk mengurus perdagangan grosir pasarpasar kota Makkah. Dalam menjalankan bisnisnya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam jelas menerapkan prinsip-prinsip marketing yang jitu dan handal sehingga bisnisnya tetap untung dan tidak pernah merugi. B. PRINSIP Nabi Shallallahu alaihi Wa Sallam DALAM MENJUAL
Selling Skill ; Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam Dalam Menjual (Syahdanur) 91
Dari sekian banyak tuntutan dalam menjual, berikut ini di antara prinsipprinsip yang ditekankan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam: 1.
2.
Penjual dilarang membohongi atau menipu pembeli mengenai barangbarang yang dijualnya. Nabi Shallallahu alaihi Wa Sallam bersabda, “Jika dilakukan penjualan,katakan, ‘Tidak ada penipuan”. Abu Sa’id meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam bersabda, “Pedagang yang jujur dan dapat dipercaya akan dimasukkan dalam golongan para Nabi,orang-orang jujur,dan para syuhada”. Masih menurut sabdanya,”Para pedagang pada Hari Kebangkitanakan dibangkitkan sebagai pelaku kejahatan, kecuali mereka yang bertakwa kepada Allah,jujur,dan selalu berkata benar”. Tatkala transaksi bisnis dilakukan, penjual harus menjauhi sumpah yang berlebihan dalam menjual suatu barang. Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam bersabda, “Berhati-hatilah terhadap sumpah yang berlebihan dalam suatu penjualan. Meskipun hal itu bisa saja meningkatkan hasil penjualan, akan mengurangi berkahnya”. Menurut riwayat lain, Nabi Shallallahu alaihi Wa Sallam juga bersabda, “Hindarilah banyak bersumpah ketika melakukan transaksi dagang, sebab hal itu dapat menghasilkan suatu dagang yang cepat lalu menghapuskan berkah”.
Menurut riwayat Abu Dzar, Nabi Shallallahu alaihi Wa Sallam bersabda, “Ada tiga orang pada Hari Kebangkitan nanti yang Allah tidak akan berbicara padanya, Allah tidak akan melihat ke arahnya, Allah tidak menyucikannya, dan mereka mendapat azab yang pedih”. Abu Dzar lalu bertanya, “Siapakah mereka, wahai Rasulullah?” Beliau menjelaskan bahwa seseorang dari mereka adalah orang yang menghasilkan penjualan yang cepat dari suatu barang dengan sumpah palsu. 3.
Penjualan suatu barang harus berdasarkan kesepakatan bersama dari kedua belah pihak (penjual dan pembeli), atau dengan suatu usulan dan penerimaan. Sabda Nabi Shallallahu alaihi Wa Sallam, “Keduanya (penjual dan pembeli) tidak boleh berpisah, kecuali dengan kesepakatan bersama”. Kesepakatan bersama mengandung arti bahwa semua transaksi harus dilakukan atas dasar persetujuan bersama, bukan secara paksaan maupun penipuan. Sekalipun kenyataannya ada kesepakatan bersama dalam pemberian bunga dan suapmenyuap, misalnya, namun jelas bahwa pihak yang membutuhkan dipaksa oleh keadaan untuk setuju dengan transaksi semacam itu.
4.
Penjual tidak boleh berbuat curang dalam menimbang atau menakar
92 Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akutansi I Vol. 25 No. 2 Desember 2015
suatu barang. Beliau Shallallahu alaihi Wa Sallam bersabda, “Tidaklah suatu kelompok yang mengurangi timbangan dan takaran, kecuali mereka akan merugi”. 5.
Dalam berdagang, Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam amat menghormati dan menghargai hak dan kedudukan pembeli. Beliau Shallallahu alaihi Wa Sallam melayani pelanggan sepenuh hati dan menganjurkan umatnya untuk menerapkan sikap itu. Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam bersabda, “ Belum beriman seseorang hingga dia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri”. Jabir meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam bersabda, “Rahmat Allah atas orang yang berbaik hati ketika ia menjual dan membeli, dan ketika ia membuat keputusan”. Menjaga hubungan baik dengan para pelanggan, merupakan salah satu kunci keberhasilan.
C. Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam dalam Menjual Etika dalam bisnis,yang sering dianalogikan sebagai moral berbisnis adalah hal yang utama untuk seorang Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam. Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam tidak sekadar menjual produk demi mengeruk keuntungan secara financial, tetapi lebih pada kenyamanan
bertransaksi dan pelayanan diberikan saat bertransaksi.
yang
Ada sebuah kisah yang mengatakan bahwa Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam telah melakukan transaksi dagang dengan menawarkan sebuah kain pelana dan sebuah bejana untuk tempat minum. Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam bersabda, “Siapa yang ingin membeli kain pelana dan bejana air minum?” Seorang laki-laki menawarnya dengan satu dirham,dan Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam menanyakan apakah ada yang hendak menawar dengan harga yang lebih tinggi. Seorang lagi menawar dengan harga dua dirham, dan Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam pun menjualnya dengan orang itu.” (HR Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibn Majah dari Anas). Nilai yang dapat diambil dari kisah tersebut adalah, Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam selalu memberikan kemudahan dalam bertransaksi. Walaupun saat itu Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam berada dalam posisi sebagai price maker, saat ia tidak dengan seenaknya menaikkan harga jual dari suatu barang. Dalam menjual Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam berpegang teguh pada prinsipprinsip berdagang yang ia miliki sehingga pada akhirnya dapat membawa keuntungan yang berlipat ganda sekaligus limpahan kebaikan. Pertama, penjual tidak boleh mempraktikkan kebohongan dan penipuan mengenai barang-barang yang
Selling Skill ; Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam Dalam Menjual (Syahdanur) 93
dijual pada pembeli. Penipuan yang dimaksud disini berkenaan dengan halhal seperti pengurangan timbangan, menukar barang yang hendak dibeli dan sumpah palsu. Anjuran ini juga berlaku pada kegiatan promosi. Periklanan yang semakin tidak memiliki kredibilitas telah diingatkan oleh Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam sejak abad ke 7. Kedua, penjual harus menjauhkan diri dari sumpah yang berlebihan dalam menjual suatu barang. Dalam mengiklankan produk atau jasa tidak dibenarkan untuk melakukan pembodohan dengan cara berdusta. Sebaik apa pun cara yang dipakai, sehalus apa pun bahasa yang digunakan, tetap sumpah yang berlebihan tidak akan membawa kebaikan dalam berdagang. Ketiga, hanya dengan sebuah kesepakatan bersama, atau dengan suatu usulan dan penerimaan suatu penjualan akan sempurna. Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam sangat menghargai hak-hak individu dalam berdagang. Dari pihak pedagang maupun pihak pembeli. Dalam perinsip perdagangan yang digunakan oleh Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam, tidak ada satu pihak yang mempunyai keistimewaan yang lebih dari pihak yang lain. Kadang dalam transaksi jual beli ada satu pihak yang merasa dirugikan atau melakukan transaksi dengan sebuah keterpaksaan. Kesepakatan yang terjalin pun hanya ada pada satu pihak. Ketidaksempurnaan ini
terjadi karena kedua pihak tidak ada yang mau mengalah. Mengapa? Karena tidak adanya saling bermurah hati. Sikap murah hati ini tidak hanya berlaku untuk pengusaha tapi juga untuk customer. Apabila telah terbentuk paradigma bermurah hati, kesempurnaan dalam transaksi pun akan menjadi nyata dan pada akhirnya tidak akan ada keluh kesah yang menjadi buntut dari jalannya sebuah transaksi. Keempat, penjual harus tegas terhadap timbangan dan takaran. Kelima, orang yang membayar dimuka suatu barang tidak boleh menjualnya sebelum barang tersebut menjadi miliknya. Keenam, Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam dengan tegas melarang adanya monopoli dagang. Monopoli dalam hal ini berkenaan dengan penahanan barang komoditi oleh pihak-pihak tertentu yang ingin meraup keuntungan di saat barang tidak tersedia di pasar sehingga mereka dapat menjual dengan harga dengan sewenang-wenang. Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam bersabda, “Pedagang yang mau menjual barangnya dengan spontan akan diberi kemudahan, tetapi penjual yang menimbun barang akan mendapat kesusahan.” (HR Ibnu Majah Dan Thusiy) Ketujuh, tidak boleh ada harga komoditi yang melebihi batas.
94 Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akutansi I Vol. 25 No. 2 Desember 2015
Ketujuh poin di atas telah dengan jelas mengatur tata cara berdagang yang baik. Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam bersabda, “Apabila dua orang telah melakukan jual beli maka tiap-tiap orang dari keduanya boleh khiyar (memilih meneruskan jual beli atau tidak) selama mereka belum meninggalkan berpisah dan keduanya masih berkumpul, atau salah satu dari keduanya telah memberi khiyar pada yang lain dan keduanya telah melakukan jual beli atas dasar khiyar itu, maka sesungguhnya jual beli itu haruslah dilakukan atas yang demikian”. (HR Bukhari). Jika keduanya telah berpisah sesudah melakukan jual beli, sedang yang satu lagi belum meninggalkan (tempat) jual beli, maka jual beli itu harus berlaku demikian (setelah keduanya melakukan transaksi dan berpisah dari tempat jualbeli, maka tidak boleh ada lagi transaksi yang membatalkan perjanjian awal). Kemudahan dalam bertransaksi menjadi anjuran Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam. Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam bersabda, “Pedagang yang baik adalah pedagang yang mudah dalam membeli dan mudah dalam menjual.” (HR Bukhari, dari Jabir Ra.) D. Implementasi Manajemen Selling Skils Rasulullah Jauh sebelum Frederick W. Taylor (1856-1915) dan Henry Fayol mengangkat prinsip manajemen sebagai suatu disiplin ilmu, Nabi Muhammad
Shallallahu alaihi Wa Sallam, sudah mengimplementasikan nilai-nilai manajemen dalam kehidupan dan praktek bisnisnya. Ia telah dengan sangat baik mengelola proses, transaksi, dan hubungan bisnis dengan seluruh elemen bisnis serta pihak yang terlihat di dalamnya. Bagaimana gambaran beliau mengelola bisnisnya, Prof. Afzalul Rahman dalam buku Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam A Trader, mengungkapkan: “Muhammad did his dealing honestly and fairly and never gave his customers to complain. He always kept his promise and delivered on time the goods of quality mutually agreed between the parties. He always showed a great sense of responsibility and integrity in dealing with other people”. Bahkan dia mengatakan: “His reputation as an honest and truthful trader was well established while he was still in his early youth”. Berdasarkan tulisan Afzalurrahman di atas, dapat diketahui bahwa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam adalah seorang pedagang yang jujur dan adil dalam membuat perjanjian bisnis. Ia tidak pernah membuat para pelanggannya komplen/mengeluh. Dia selalu menjaga janjinya dan menyerahkan barang-barang yang dipesan dengan tepat waktu. Dia senantiasa menunjukkan rasa tanggung jawab yang besar dan integritas yang
Selling Skill ; Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam Dalam Menjual (Syahdanur) 95
tinggi dengan siapapun. Reputasinya sebagai seorang pedagang yang jujur dan terpercaya benar telah dikenal luas sejak beliau berusia muda. Dasar-dasar etika dan menejemen bisnis tersebut, telah mendapat legitimasi keagamaan setelah beliau diangkat menjadi Nabi. Prinsip-prinsip etika bisnis yang diwariskan semakin mendapat pembenaran akademis di penghujung abad ke-20 atau awal abad ke-21. Prinsip bisnis modern, seperti tujuan pelanggan dan kepuasan konsumen (costumer satisfaction), pelayanan yang unggul (service exellence), kompetensi, efisiensi, transparansi, persaingan yang sehat dan kompetitif, semuanya telah menjadi gambaran pribadi, dan etika bisnis Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam ketika ia masih muda. Pada zamannya, ia menjadi pelopor perdagangan berdasarkan prinsip kejujuran, transaksi bisnis yang fair, dan sehat. Ia tak segan-segan mensosialisasikannya dalam bentuk edukasi langsung dan statemen yang tegas kepada para pedagang. Pada saat beliau menjadi kepala negara, law enforcement benar-benar ditegakkan kepada para pelaku bisnis nakal. Beliau pula yang memperkenalkan asas “Facta Sur Servanda” yang kita kenal sebagai asas utama dalam hukum perdata dan perjanjian. Di tangan para pihaklah terdapat kekuasaan tertinggi untuk melakukan transaksi, yang dibangun atas dasar saling setuju “Sesungguhnya
transaksi jual-beli itu (wajib) didasarkan atas saling setuju (ridla)….” Terhadap tindakan penimbunan barang, beliau dengan tegas menyatakan: “Tidaklah orang yang menimbun barang (ihtikar) itu, kecuali pasti pembuat kesalahan (dosa)!!!” Sebagai debitor, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam tidak pernah menunjukkan wanprestasi (default) kepada krediturnya. Ia kerap membayar sebelum jatuh tempo seperti yang ditunjukkannya atas pinjaman 40 dirham dari Abdullah Ibn Abi Rabi’. Bahkan kerap pengembalian yang diberikan lebih besar nilainya dari pokok pinjaman, sebagai penghargaan kepada kreditur. Suatu saat ia pernah meminjam seekor unta yang masih muda, kemudian menyuruh Abu Rafi’ mengembalikannnya dengan seekor unta bagus yang umurnya tujuh tahun. “Berikan padanya unta tersebut, sebab orang yang paling utama adalah orang yang menebus utangnya dengan cara yang paling baik” (HR.Muslim). Sebagaimana disebut diawal, bahwa penduduk Makkah sendiri memanggilnya dengan sebutan AlShiddiq (jujur) dan Al-Amin (terpercaya). Sebutan Al-Amin ini diberikan kepada beliau dalam kapasitasnya sebagai pedagang. Tidak heran jika Khadijah pun menganggapnya sebagai mitra yang dapat dipercaya dan menguntungkan, sehingga ia mengutusnya dalam
96 Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akutansi I Vol. 25 No. 2 Desember 2015
beberapa perjalanan dagang ke berbagai pasar di Utara dan Selatan dengan modalnya. Ini dilakukan kadang-kadang dengan kontrak biaya (upah), modal perdagangan, dan kontrak bagi hasil. Kesimpulan Nabi muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam terlahir dari bangsa Quraisy, kaumnya para pebisnis, diasuh oleh seorang pebisnis dan mulai dari kecil meniti karir di daerah strategis untuk berbisnis. Daya tarik muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam dalam membangun Selling Skill nya diantaranya : memiliki banyak pengalaman, menciptakan kejujuran,
membangun silaturahim, memiliki sikap murah hati, penuh rasa syukur serta kesabaran yang terlatih. Gaya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam dalam berbisnis diantaranya : membentuk nama baik, membangun hubungan baik, menciptakan usaha yang halal, bersaing secara sehat. Tujuan bisnis Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam adalah menggapai Ridha Illahi, mengurangi kemiskinan dan penghambaan kepada manusia serta menyebarkan dan mengembangkan ajaran islam.
Daftar pustaka Abdurrahman husein, Lc,M.Ec, Magnet Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam Afzalurrahman, 1997, Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam sebagai seorang Pedagang, Jakarta : Yayasan Swarna Bhumy Michael H. Heart , 2009, 100 orang Paling Berpengaruh Di Dunia Sepanjang Sejarah, Jakarta Selatan Penerbit Hikmah.